TAP.COM - THIS FILE - E-JOURNAL KKP 1595 3472 1 SM

Media Akuakult ur Volume 4 Nomor 1 Tahun 2009

APLIKASI REKAYASA GENETIK PADA BUDIDAYA IKAN DI INDONESIA
Otong Zenal Arifin, M uhammad Hunaina Fariddudin Ath-thar, dan Rudhy Gustiano
Balai Riset Perikanan Bud idaya Air Tawar
Jl. Raya Sem pur No. 1, Bogor
E-mail: zenal ar ifin@ gmai l.com

ABSTRAK

Perbaikan mutu genetik ikan merupakan suatu
langkah lanjut dari kegiatan budidaya ikan yang
b ertu ju an u nt uk m en in gkatkan p ro du ksi dan
produktivitas suatu ko mo ditas apabila tekno lo gi
b ud id aya su d ah o p t imal d it erapkan . Strat egi
perb aikan m utu gen etik dapat dilakukan baik
secara konvensional melalui seleksi dan hibridisasi
at au m o le ku le r m elalui re kayasa ge ne t ik. Di
Indonesia, upaya perbaikan mutu genetik melalui
re kayasa gen et ik te lah mu lai d ilakukan sejak
tahun 1980. Rekayasa genetik yang pertama kali

d it e rap kan adalah m an ip ulasi set kro m o so m
untuk mengh asilkan klo n gino gen yang dapat
me mpe rce pat pem urn ian galur dan po lip lo idi
untuk menghasilkan po pulasi ikan yang memiliki
set kro mo so m lebih dari 2N. Aplikasi rekayasa
genetik yang kedua adalah manipulasi kelamin
untuk memanfaatkan potensi “sexual dimorphisms”
pada pertumbuhan ikan konsumsi dan sifat eksotis
pada ikan hias. Aplikasi rekayasa genetik yang ketiga
adalah transgenik atau DNA rekombinan. Teknologi,
aplikasi, perkembangan , po tensi, dan manfaat
rekayasa gen e tik d i at as bagi pe rkem b an gan
b u d id aya ikan d i In d o n e sia d iu raikan d alam
makalah ini.

Dengan adanya program perbenihan yang terencana
dengan matang seringkali seleksi dan hibridisasi dapat
saling melengkapi untuk pencapaian hasil akhir yang
opt imal. Se lain itu, ket erse diaan teknolo gi rekayasa
kromosom dan manipulasi kelamin, serta transgenik (DNA

re ko m binan) d ap at d igunakan unt uk m e m p erce p at
pencapaian hasil seleksi atau hibridisasi. Berkaitan dengan
upaya perbaikan mutu genetik, dalam makalah ini akan
dibahas teknologi perbaikan mutu genetik yang telah
diterapkan pada ikan budidaya di Indonesia.

KATA KUNCI:

REKAYASA KROMOSOM

mutu genetik, rekayasa genetik,
m anipulasi krom osom , t ransgenik

PENDAHULUAN

Dalam satu dekade terakhir kecenderungan penurunan
mutu genetik ikan budidaya telah menurunkan efisiensi
usaha budidaya yang telah menjadi masalah yang cukup
serius untuk segera ditanggulangi. Faktor yang turut
berperan dalam penurunan mutu genetik di atas adalah

akibat manajemen induk dan benih yang tidak terkontrol
pada usaha pembenihan sebagaimana dikemukakan oleh
Gustiano & Prihadi (2006). Untuk mengatasi masalah
tersebut harus dilakukan perbaikan mutu genetik agar
dapat diperoleh jenis-jenis ikan yang dapat dibudidayakan
76

secara intensif pada lahan terbatas, mampu menampilkan
pertumbuhan yang baik pada kondisi lingkungan perairan
yang marjinal d an m e m iliki ke unggulan d ari aspe k
eko nomis.
Pr o g r a m p e r b a ika n m u t u g e n e t ik ya n g d a p a t
d it e r ap kan ad alah se le ks i d an hib rid isas i. Se le ksi
merupakan suatu teknik pemuliabiakan klasik untuk
m em pe rb aiki sifat yang te rukur (quantitat ive trait).
Prinsip dasar dari seleksi ini adalah mengeksploitasi sifat
addit ive dari alela-alela pada semua lokus yang mengontrol
sifat t e rukur unt uk m e m p e rb aiki suatu st rain ikan
(Kirp ichn iko v, 1981). Se d angkan hib rid isa si ad alah
memanfaatkan sifat heterosis karena sifat dominan dan

heterozigot pada banyak lokus (Kapusckinski & Jacobson,
1987) atau interaksi dari alela pada lokus (Tave, 1993).

Re kayasa kr o m o so m ad alah suat u t e knik unt uk
mengubah kromosom ikan normal dip loid (2N) hasil
kontribusi 1N set kromosom betina dan 1N jantan. Pada
rekayasa kromosom, individu normal 2N dapat dibuat
dengan sumber kromosom dari betina (ginogenesis) atau
jantan saja (androgenesis), serta jumlah kromosom dapat
ditingkatkan menjadi poliploid (3N atau 4N). Penerapan
teknologi rekayasa kromosom di Indonesia telah dimulai
sejak tahun 1985 (Gustiano & Sumantadinata, 1987).
Namun demikian perkembangan teknolo gi ini dalam
konteks perbaikkan mutu genetik ikan tidak berjalan
sebagaimana diharapkan karena tidak diletakkan dalam
kerangka program breeding yang besar dan terarah. Di
bawah ini akan disampaikan hasil-hasil telah diperoleh
dan dilakukan di Indonesia.

Aplikasi rekayasa genet ik pada budidaya ikan di Indonesia (Ot ong Zenal Arifin)


Ginogenesis

Seb agaimana diketahui b ahwa seleksi yang te lah
d ilakukan d i Ind one sia seb e lum t ahun 1985 adalah
b e rt ujua n unt uk m e lakuka n p e m urnian p ad a sifat sifat kualit atip dengan cara m enyeleksi berd asarkan
penampakan luar atau fenotip. Dengan adanya teknologi
rekayasa krom o so m p encap aian hasil se le ksi untuk
pemurnian dapat dipercepat (Ahmad & Gustiano, 1990).
Ikan ginogenesis diperoleh dari telur yang telah dibuahi
oleh sperma yang telah dirusakkan intinya dengan radiasi
ultra violet, kemudian diberi kejutan termal (panas atau
dingin) p ada t ahap perke mb angan em brio te rte nt u.
Apabila pemberian kejutan dilakukan pada stadia meiosis
maka akan terbentuk individu “meiotik ginogenesis”,
sedangkan apabila pemberian kejutan dilakukan pada
st ad ia m it osis at au p em be lahan dua sel m aka akan
dihasilkan ind ivid u “m itot ik ginogenesis”. Teknolo gi
untuk menghasilkan meiotik dan mitotik ginogenesis
t elah dikem ukakan o leh (Ahm ad & Gust iano, 1990;

Sum ant ad inat a et al ., 1990; Gust iano et al ., 1991).
Se d a n g ka n a n d r o g e n e s is a d a la h ke b a lika n d a r i
ginogenesis dimana sifat yang diturunkan hanya berasal
dari jantan. Kedua teknik rekayasa kromosom tersebut
telah berhasil diterapkan pada banyak jenis ikan air tawar
(Ahmad & Gustiano, 1990). Namun demikian yang banyak
dilakukan di Indonesia hanya ginogenesis.
Me t o d e g in o g e n e s is d a p a t d ig u n a k a n u n t u k
mengeliminasi problem inbreeding melalui produksi ikan/
strain de ngan tingkat kem urnian t inggi yang dapat
d igunakan p ad a ke giat an h ib rid isasi. Ke b e rhasilan
ginogenesis telah dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai sumber sperma pada telur ikan mas (Gustiano
et al ., 1990; Sumantadinata et al ., 1990).
Hasil evaluasi te rhadap b enih-be nih ginoge ne tik
me mp erlihat kan bahwa gene rasi ke dua ginogenesis
menunjukkan penurunan keragaman karakter-karakter
terukur (kuantitatif) yang merupakan indikasi terjadinya
peningkatan homozigositas (Sumantadinata & Taniguchi,
1990). Kemungkinan besar dari pemisahan (segregasi)

karakter heterozigot terdeteksi oleh adanya variasi pola
sisik dan be ntuk sirip pada benih gino genetik yang
diperoleh. Ikan mas betina strain “Kumpai” menghasilkan
dua jenis bentuk sirip pada benih ginogenetik. Pertama
adalah bentuk sirip kumpai atau panjang (41,0%) yang
memiliki simbol genetik KK, dan yang kedua adalah
b e n t u k s ir ip n o r m a l (5 9 , 0 %) d e n g a n s im b o l k k
(Sumantadinata & Taniguchi, 1994).
Dalam perikanan budidaya, ikan ginogenesis menjadi
sangat penting terutama bagi ikan-ikan yang betinanya
memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan

ikan jantan seperti pada jenis cyprinid. Di samping untuk
memproduksi ikan betina, ikan ginogenesis mempunyai
arti sangat penting dalam usaha perbaikkan mutu genetik
di antaranya dalam memproduksi turunan yang 100%
homozigot atau klon (Sugama, 2006). Ikan klon sangat
berguna untuk mencari gena penciri yang mengontrol
karakter tertentu dalam usaha perbaikkan mutu genetik
ikan. Ap abila beb erapa ke lom pok ikan klo n d engan

genotip yang berbeda dipelihara dalam lingkungan yang
sama, maka akan terlihat perbedaaan pertumbuhan pada
masing-masing klon. Sedangkan ikan-ikan klon dengan
genotip yang sama akan tumbuh seragam. Selanjutnya
dapat dikemukakan bahwa apabila ikan klon dengan
genotip berbeda diinfeksikan dengan dengan organisme
patogen yang mematikan maka diperoleh beberapa klon
resisten yang dapat menghasilkan gen pengontrol ciri
penyakit tertentu.
Poliploidi

Secara teori ikan poliploid (3N dan 4N) akan tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan ikan normal diploid (2N).
Ika n t r ip lo id (3 N) d a p a t d ip ro d u ks i d e n g an ca r a
memberikan kejutan panas atau dingin terhadap telur yang
dibuahi oleh sperma ikan jantan normal pada stadia
meiotik. Dengan demikian ikan ikan triploid memiliki
2N kromosom dari betina dan 1N kromosom dari jantan.
Hasil pengujian keragaan ikan triploid dib andingkan
dengan ikan normal tidak selalu memberikan hasil yang

p o sitif (Sugam a, 2006). Di Ind o ne sia, ke b e rhasilan
pembentukkan ikan triploid melalui kejutan panas pada
ikan mas telah dilaporkan oleh Gustiano & Prihadi (1995).
Pada pengujian ikan lele triploid didapatkan bahwa tidak
terdapat perbedaan ketahanan penyakit dibandingkan
dengan ikan lele diploid (Taufik & Gustiano, 2000). Sugama
et al. (1992) melaporkan bahwa ikan kakap merah triploid
yang dipelihara dalam keramba jaring apung memiliki
pertumbuhan yang tidak berbeda dengan jenis diploid.
Secara umum, penggunaan ikan triploid belum banyak
digunakan secara komersil, kecuali pada kekerangan (Guo
et al ., 1996). Khusus ikan “grass carp” leb ih b anyak
digunakan untuk mengendalikan populasi yang dapat
digunakan untuk mengontrol gulma di suatu perairan
waduk atau perairan tertutup.
Untuk ikan tetraploid (4N), jenis ini dapat diproduksi
dengan cara yang sama dengan triploid hanya pemberian
ke jut an d ilakukan pada saat terjadi pe mbe lahan sel
pertama. Individu tetraploid dibentuk dari 2N kromosom
b e t ina d a n 2N kr o m o s o m jant an. Has il p e ne lit ian

m e n u n ju kka n b a h w a ke b e r h a s ila n p r o d u ks i ika n
tetraploid lebih rendah dibandingkan dengan jenis triploid
karena larva yang baru menetas kebanyakan abnormal dan
77

Media Akuakult ur Volume 4 Nomor 1 Tahun 2009

mati (Pandian & Koteeswaran, 2004; Sakao et al ., 2006).
Abnormalitas yang terjadi pada larva adalah akibat tidak
sempurna duplikasi pasangan kromosom yang diharapkan.
M ANI PULASI DAN KONTROL KELAM IN D ENGAN
HORMON

Je nis ke la m in su at u ika n se ca ra g e n e t is s ud ah
ditetapkan pada waktu pembuahan (Matty, 1985). Namun
gonad ikan yang baru menetas belum berdiferensiasi
menjadi jantan atau betina (Zairin, 2002). Determinasi
s e ks m e r u p a ka n m e ka n is m e u n t u k m e n ga r a h ka n
d ife re n siasi se ks d i m ana d ife r e nsiasi se ks ad alah
perkembangan testis ataupun ovarium dari gonad yang

belum berdiferensiasi (Hayes, 1998). Proses determinasi
d an d ife r e n s ia s i s e ks p ad a ika n s a ng a t la b il d a n
m e m un gkin kan u nt uk d im a nip u las i se ca r a p lo id i,
m e n g g un a ka n h o r m o n , ke ju t a n s u h u , d a n fa kt o r
lingkungan yang lain. Berdasarkan hal tersebut dikenal
teknik untuk memanipulasi dan mengontrol kelamin ikan
m e nggu nakan h o rm o n. Pe ng e nd alia n ke lam in d an
aktivitas reproduksi pada ikan adalah salah satu cara untuk
m e n ing kat kan p r o d u kt ivit a s ika n d a la m ke gia t a n
akuakultur. Dalam budidaya perikanan dikenal istilah
budidaya ikan berkelamin tunggal (monosex).
Proses perkembangan dan mekanisme determinasi
k e la m in p a d a ik a n m e m u n g k in k a n k it a u n t u k
memanipulasi kelamin pada ikan. Meskipun genotip jantan
a t a u b e t in a d it e n t u ka n s a a t p e m b u a h a n , n a m u n
d e t e r m in a s i fe no t ip ke la m in t e r ja d i p a d a p r o s e s
perkembangan dan waktu determinasi tersebut bervariasi
tergantung spesiesnya (Dunham, 2004).
Za irin (2 003 ) m e nyat akan b ah wa t ujuan ut a m a
m em b ent uk p op ulasi ikan be rke lamin t unggal b aik
jantan maupun betina saja adalah untuk memperoleh
pertumbuhan yang lebih cepat, mengontrol reproduksi
d a n m e n d a p a t k a n p e n a m p ila n ya n g le b ih b a ik .
Ditambahkan oleh Strussman et al . (2004) tujuan dari
pembentukan populasi berkelamin tunggal adalah untuk
menghindari kerusakan biodiversitas dan menghindari
in t ro d uksi ge n ya ng t e lah d im o d ifikas i p ad a ikan
transgenik.
Prod uksi p opulasi ikan b erkelamin tunggal d apat
dilakukan dengan pemberian hormon secara langsung
(Dunham, 2004). Yamazaki (1983) menyatakan bahwa
fisiologi seksual dapat dimanipulasi dengan menggunakan
hormon steroid. Hormon steroid dapat memanipulasi
p ro se s d ife re nsiasi go nad , gam e t o ge ne sis, ciri-ciri
ke lam in se kun d e r, o vu lasi, d a n sp e rm iasi. Tin gkat
ke b e r h a s ila n p e n g g u n a a n h o r m o n m e n g a r a h k a n
pembentukan kelamin dipengaruhi oleh beberapa hal
78

antara lain jenis hormon, lama perlakuan, metode, fase
benih/embrio, suhu, teknik perlakuan, dan lain-lain.
Di Indonesia teknik alih kelamin yang diterapkan ada
dua yaitu jantanisasi (menghasilkan jantan) dan feminisasi
(m enghasilkan b et ina) (Zairin, 2003). Secara umum,
m askulinisasi d ilakukan d engan p em b erian hormo n
a nd r o ge n 17 -m e t h ylt e s t o s t e r o n e (Za ir in , 2 0 02 ).
Sedangkan untuk feminisasi dilakukan dengan pemberian
hormon estrogen seperti 17 -estradiol
Selain steroid ada beberapa senyawa non-steroid yang
dapat digunakan dalam proses alih kelamin. Salah satu
contoh b ahan yang bisa digunakan adalah akriflavin
(Zairin, 2002) dan madu (Djaelani, 2007; Sukmara, 2007).
Bah an a lt e r nat if lain ya ng d ap at d igu naka n un t uk
pengarahan kelamin ikan yaitu aromat ase inhibit or (AI). AI
bekerja dengan cara menghambat produksi estradiol-17.
Menurut Suhanti (2003), pemberian pakan yang dicampur
AI pada ikan nila yang berumur 9 hingga 13 hari setelah
menetas dapat menghasilkan nila jantan sebanyak 74%.
Pengalihan kelamin melalui pakan (oral)

Pada teknik alih kelamin, pemberian hormon dilakukan
de ngan be berap a cara yang did asarkan pada fakt or
efektivitas, efisiensi, palatabilitas, kemungkinan polusi,
biaya, karakteristik budidaya, dan perkembangan spesies
ikan . Be b e r ap a t e knik yan g d ike m b a ng kan d alam
pemberian hormon untuk alih kelamin di antaranya adalah
dengan oral. Teknik oral ini dilakukan dengan pemberian
melalui pakan buatan dan pakan alami. Teknik oral melalui
pakan buatan telah banyak dilakukan pada ikan dan udang.
Sedangkan pemberian secara oral melalui pakan alami
(artemia) yang direndam aromat ase inhibitor (AI) dilakukan
oleh Tasdiq (2005) pada ikan nila merah dapat menghasilkan
70,46% jantan. Aristya (2006) m elakukan pe mbe rian
hormon melalui daphnia yang telah direndam AI pada ikan
lele dapat memperoleh 51,87%jantan.
Pengalihan kelamin dengan perendaman

Teknik perendaman ini dilakukan pada berbagai fase
di antaranya adalah pada fase embrio, larva maupun induk.
Pa d a fa s e e m b r io ya n g d ila ku ka n p a d a ika n le le
menggunakan AI menghasilkan dosis 30% mg/L efektif
untuk meningkatkan persentase jantan sebanyak 67,46%
(Jufrie, 2006). Pada fase lar va, Utomo (2006) berhasil
melakukan alih kelamin ikan lele menggunakan AI sebesar
72,90%pada lar va yang berumur 0 hari. Pada ikan gapi
Poecilia ret iculat e berhasil didapatkan persentase jantan
sebesar 46,99%setelah dilakukan perendaman terhadap
larva selama 10 jam (Sukmara, 2007). Metode perendaman
yang lain adalah pada induk. Jayanthi (2007) berhasil
m e n d a p a t k a n 9 9 , 4 % ja n t a n s e t e la h m e la k u k a n

Aplikasi rekayasa genet ik pada budidaya ikan di Indonesia (Ot ong Zenal Arifin)

perendaman induk plati pedang Xiphoporus helleri pada
hormon 17 -methyltestosterone dengan dosis 4 mg/L.
Teknik lain yang digunakan adalah teknik implantasi
unt uk p e mb erian horm on. Teknik ini t e lah be rhasil
dilakukan oleh Harijanto (2006) pada induk ikan lele
d um b o yang t e lah d io varie kt o m i p arsial ke mud ian
diimplant hormon 17 -methyltestosterone.
Pembentukan jantan dan betina super

Selain dengan pemberian hormon secara langsung pada
satu generasi dikenal juga teknologi induk jantan YY. Induk
in i d ig u n a ka n u n t uk m e m b u at in d u k ya n g d a p a t
menghasilkan benih tunggal kelamin jantan. Teknik ini
dilaporkan pertama kali oleh Scott et al. (1989), sedangkan
di Indonesia baru dilakukan pada tahun 2004 (Arifin et
al ., 2004). Tahapan pembentukan induk jantan YY terdiri
atas 3 (tiga) tahapan yaitu tahap feminisasi (pembalikan
kelamin dari jantan genotip menjadi betina fenotip (XY)
dengan hormon steroid), tahap uji progeny (mengawinkan
ikan jantan normal (XY) dengan betina fenotip (XY) hasil
pengalihan kelamin) dan tahap produksi (mengawinkan
ikan jantan super homogamet (YY) dengan betina normal
(XX).
TRANSGENIK

Prinsip teknologi transgenik adalah perubahan secara
buatan pada genom akibat penambahan/pengurangan/
perubahan susunan asli secara rekombinan DNA dengan
cara m em ind ahkan sat u at au b e be rapa ge n, d alam
potongan DNA asing yang menyandikan sifat tertentu,
dari suatu organisme ke dalam organisme lain. DNA
rekombinan (rDNA) adalah kombinasi ulang (rekombinasi)
atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda
secara in vitro. Teknologi DNA rekombinan dimulai sekitar
t a hun 197 0, b e rke m b a ng s e m e njak d it e m u kann ya
struktur DNA oleh Watson & Crick tahun 1953 dan sejak
saat itu telah menghasilkan kemajuan dalam berbagai
b id ang ant ara lain be be rapa re ko mb inan di b id ang
peternakan, farmasi, dan beberapa produk bioaktif lainnya.
Di bidang perikanan, aplikasi teknologi transgenik telah
dilakukan sejak tahun 1985 pada berbagai jenis ikan
se perti ikan koki, t rout p elangi, lele , m as, me daka,
salmon, abalon, nila, dwarf surfclam, zebra, kakap, ice goby,
mud loach dan cryfish (Alimuddin, 2005).
Produk-produk teknologi transgenik telah menjanjikan
harapan besar untuk dikembangkan di masa kini dan masa
yang akan datang karena dapat meningkatkan karakteristik
produksi. Kemampuan untuk mentransfer gen baru dan
menghasilkan genotif yang lebih cepat dibandingkan dari
yang dapat dicapai melalui penggunaan metode seleksi

secara tradisional. Teknik transgenik ini memodifikasi
ciri produksi dari organisme bernilai ekonomis penting
secara komersial. Selain itu, dapat menyediakan data-data
tentang studi ekspresi gen dan aksi hormon. Meskipun
di Indonesia aplikasi teknologi transgenik masih dalam
taraf skala uji coba, diharapkan pengembangannya akan
dapat mempercepat target perubahan yang akan dicapai.
Ap lika s i d a n h a s il ya n g t e la h d ica p a i u n t u k
menghasilkan produk ikan transgenik yang lebih cepat
tumbuh, tahan terhadap penyakit, mempunyai kisaran
terhadap lingkungan yang luas dibahas di bawah ini.
Transgenik pada laju pertumbuhan dan konversi
pakan

Pertumbuhan merupakan proses biologi yang sangat
kompleks, terjadi apabila terdapat kelebihan energi dan
m a t e r i yang b e ras al d ari p a kan ya ng d iko ns um s i.
Pertumbuhan terjadi pada beberapa tingkat materi biologi
seperti sel, jaringan, organ, organisme, populasi, dan
k o m u n it a s . Pe r t u m b u h a n d ig a m b a r k a n s e b a g a i
penambahan jumlah sel (hiperplasia) dan ukuran sel
(hip e rt ro fi), d i m ana jumlah se l d ap at d id uga d ari
konsentrasi DNA pada jaringan, sedangkan konsentrasi
RNA digunakan unt uk me nd uga ukuran se l. Ad ap un
kandungan DNA relatif konstan dalam sel sedangkan
ko nsentrasi RNA akan b erflukt uasi te rgant ung pada
akt ivit as sint e s is p ro t e in. De ngan d e m ikian, r asio
RNA:DNA dapat dijadikan penduga bagi aktivitas sintesis
protein yang berakhir dalam bentuk pertambahan bobot
(pertumbuhan).
Berkaitan dengan masalah utama yang berhubungan
dengan studi teknologi transgenik pada ikan sampai saat
ini berhubungan dengan jumlah dan jenis-jenis ikan yang
diuji. Salah sat u p emb atas st udi utama berasal dari
efisiensi konversi pakan sepanjang siklus hidup ikan.
Pe masukan d ari ko nst ruksi ge n kep ad a ikan d ap at
m em b e rikan p engaruh yang sangat be sar t erhadap
efisiensi konversi pakan. Keuntungan-keuntungan dari
teknik ini ber variasi pada berbagai spesies ikan.
Teknologi manipulasi gen untuk meningkatkan laju
pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan ikan, potensial
untuk diaplikasikan dalam industri perikanan. Peningkatan
karakteristik pertumbuhan ikan telah dicapai melalui
seleksi alami. Efek dramatis terhadap pertumbuhan telah
dihasilkan melalui injeksi gen horm on pertumbuhan
(growth hormone, GH).
Beberapa penelitian tentang transfer gen hormon
pertumbuhan untuk memacu pertumbuhan ikan telah
s u kse s d ila ku ka n s e p e r t i p a d a ika n ko ki d e n g a n

79

Media Akuakult ur Volume 4 Nomor 1 Tahun 2009

mMT/hGH (Zhu et al .,1985), ikan trout dengan SV40/hGH
(Chourrout et al .,1986), “cathfish” de ngan mMT/hGH
(Dunham & Eash, 1987), ikan salmon dengan FAFP/fAFP
(Fletcher et al ., 1988), ikan “loach” dengan mMT/hGH
(Benyumov et al ., (1989), ikan medaka dengan FLus/fLuc
(Tamiya et al ., 1990), ikan “pike” dengan RSV/bGH (Guise
et al., 1991) dan ikan mas dengan mMT/hGH (Hernandez
et al ., 1993).
Insersi growt h hormon yang berasal dari ikan “chinook
salmon” telah berhasil meningkatkan laju pertumbuhan
dan efisiensi konversi pakan pada ikan Atlantik salmon
(Cook et al ., 2000). Insersi “all fish” GH “chinook salmon”
dengan promotor “ocean pout antifreeze”, telah berhasil
meningkatkan laju pertumbuhan ikan kakap merah (Zhang
et al ., 1998). Inse rsi gen GH “sockeye salmon” telah
berhasil meningkatkan laju pertumbuhan dan efisiensi
konversi pakan pada ikan trout (Devlin et al ., 2001). Pada
ikan nila, laju pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan
b e r hasil d it ingkat ka n se t e lah ins e rsi GH “chin o o k
salm on” de ngan p ro mo t or “o cean po ut ant ifre e ze ”
(Rahman et al ., 2001).
Produksi hormon pertumbuhan pada ikan transgenik
telah diproduksi dengan teknik pemurnian, meskipun
masih sebatas uji coba. Akan tetapi, dengan perbaikan
teknik dan penambahan pengalaman dalam metode insersi
ge n, t e lah d ip ro d uks i b e r b ag ai sp e sie s ikan ya ng
pertumbuhannya cepat. Keberhasilan penerapan teknologi
transgenik ini b ergant ung ke pada t ransfe r gen yang
diekspresikan dan diwariskan dengan cara yang stabil serta
dapat dipridiksi. Teknologi transgenik dapat menyediakan
produksi rata-rata bagi “designer fish” untuk pangsa pasar,
percepatan penampakan luar dari ikan, tekstur dagingnya,
r as a, w ar na , d a n ko m p o s isi. Ca lo n ge n la in yan g
m e m b e rika n ke u nt un ga n p ad a p e rt u m b uh an ika n
termasuk pengaturan pertumbuhan adalah pengkodean
untuk pelepasan hormon pertumbuhan dan insulin sebagai
faktor pertumbuhan (Fletcher & David, 1991).
Transgenik pada nutrisi

Pe ngaturan nutrisi pad a ikan bud idaya berkait an
dengan pentingnya mengubah kapasitas pencernaan ikan
se pe rt i kem am puan untuk me ningkat kan kecernaan
karbohidrat dan protein nabati. Hasil penelitian yang telah
d ila k u ka n p a d a ika n -ika n t e le o s t e i m e m b e r ik a n
s u m b a n g a n ya n g b e r a r t i. Ha l in i m e m u n g kin ka n
pemberian izin kepada para pengusaha industri pakan
untuk menggunakan komponen pakan yang sedikit lebih
rendah kualitasnya. Seperti halnya pada ekspresi enzim
fitase dalam ikan-ikan budidaya yang memungkinkan
peningkatan kemampuan mencerna fosfor asam phytic

80

(Ma ye r & McLe a n , 1 9 9 4 ) ya n g m e m u n g k in k a n
pe nggab ungan prot ein nabati dalam p akan, de ngan
konsekuensi dapat mengurangi bahan pencemar yang
mengandung fosfor. Insersi dengan menggunakan human
glucose t ransport er t ype I dan rat hexokinase t ype II telah
berhasil mempengaruhi sistem metabolisme karbohidrat
pada ikan rainbow trout (Pitkanen et al ., 1999).
Transgenik pada kontrol penyakit

Pada pengendalian penyakit, teknologi transgenik atau
DNA rekombinan telah memberikan pengaruh dalam
m e ngo nt ro l p e nyakit p ad a ikan-ikan, d e ngan hasil
rekombinasi beberapa vaksin secara viral. Dasar genetik
dari pertahanan stres pada organisme air sama. Namun
d e m ikian, ika n m e m p un yai cir i-ciri s p e s ifik unt uk
meningkatkan ketahanannya terhadap stres yang secara
genetik dapat diidentifikasi.
Be b e r a p a h a s il p e n e lit ia n t e la h b e r h a s il
mengidentifikasi lisozime pada ikan trout (Oncorhynchus
mykiss) yang 15 kali lebih aktif dibanding yang ditemukan
pada ikan salmon Atlantik (Salmo salar ) (Grinde, 1988).
Transfer gen cecropin B telah berhasil meningkatkan
ketahanan terhadap penyakit bakteri pada ikan Channel
cat fish. Pada ikan mas peningkatan ketahanan terhadap
penyakit telah dilakukan melalui insersi human int erferon
gene (Zhu, 2001). Gen promotor keratin pada ikan sebelah
Jep ang (Japanese flounder ) t e re ksp resi p ad a jaringan
epithelial dan hati ikan zebra transgenik pada berbagai
stadia (Yazawa et al., 2005). Transfer gen c-lysozime pada
ikan zebra berhasil meningkatkan sintasan dari infeksi
Flavobact erium columnare dan Edwardsiella t arda (Yazawa
et al ., 2006).
Dengan demikian, penerapan teknologi transgenik
dimungkinkan untuk mengkonversi resistensi penyakit
p a d a s e b a g ian b e s a r s p e s ie s ika n . Ha l in i d a p a t
ditingkatkan melalui manipulasi secara langsung pada
sistem kekebalan ikan.
Transgenik pada toleransi lingkungan

Se jum lah sp e sie s ikan-ikan t e le o st e i Ar ct ic d an
Antartic dapat bertahan hidup dalam kondisi yang sangat
d ingin kare na kem am puannya secara ge ne tis untuk
menghasilkan protein anti beku (antifreeze protein, AFP).
Gen yang mengontrol sintesis dan sekresi dari protein
ini telah diisolasi dan dikloning dari spesies yang berbeda.
Se la njut nya ge n yang m e ngko d e AFP t e lah su kse s
ditransfer ke dalam ikan salmon Atlantik. Selain itu, juga
telah dihasilkan spesies Tilapia yang mampu hidup pada
suhu dan salinitas yang tinggi di Afrika Timur. Pada ikan
goldfish AFP yang berasal dari ocean pout (M acrozoarces

Aplikasi rekayasa genet ik pada budidaya ikan di Indonesia (Ot ong Zenal Arifin)

amer i canus) t e la h b e r h a s il d iin t r o d u ka s i m e la lu i
mikroinjeksi fase oocytes (Wang et al ., 1995). Jika ikan-

ikan tersebut mampu hidup pada keadaan ekstrim yang
secara genetik dibutuhkan, hal ini dapat diikuti dengan
isolasi beberapa kode gen yang mampu beradaptasi pada
kisaran lingkungan yang luas pada sejumlah ikan-ikan yang
bernilai ekonomis penting (Fletcher & Davis, 1991).
Penemuan dari Fletcher dan rekan-rekannya tersebut
telah memberikan harapan besar terhadap sekresi AFP
p ad a ikan-ikan t ransg e nik yang aka n m e m b e rikan
perluasan terhadap adaptasi kisaran lingkungan yang lebih
besar dalam menjalankan usaha perikanan.
Transgenik lainnya

Pada ikan zebra telah diperoleh hasil produksi benih
ikan jantan dengan cara injeksi gen enzim aromatese pada
telur ikan (Woody, 2002). Penambahan gen yang berasal
dari ikan salmon dengan cara melipatgandakan jumlah copy
gen yang bekerja dalam sintesa asam lemak HUFA, maka
kadar EPA dan DHA dalam tubuh ikan meningkat sebesar
1,4 dan 2,1 kali lipat daripada ikan biasa (Alimuddin et al.,
2004 ). Pad a Spi r uli na se b agai b aha n m akanan d an
ke se ha t an . Te la h b e rh as il d ilakuka n int e gr asi d an
terekspresikan genet ically engineered marker gene (Zhang
et al ., 2001). Pada ikan cr yfish produksi ikan transgenik
dengan menginjeksikan neomycin phosphot ransferase gene
(neoR) (Sarmasik et al ., 2001).
KESIM PULAN

Aplikasi rekayasa genetik pada ikan budidaya telah
b anyak dit e rap kan d i Ind o ne sia. Nam un de m ikian,
manfaat yang diperoleh belum optimal karena belum
t e rse d ian ya p ro g ram b e sa r yang t e r arah d a n b e rke sin am b ungan unt uk m e n ghasilka n suat u p ro d uk
yang memberikan manfaat terhadap budidaya secara
langsung.
Di masa mendatang diharapkan teknologi yang telah
tersedia dapat diaplikasikan untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas pembudidaya di Indonesia. Penerapan
t e kn o lo g i s a n g a t t e r g a nt u n g p a d a s t a t u s t e r kin i
komoditas yang akan diperbaiki kualitas genetiknya dan
permasalahan yang dihadap i. Antara satu komo ditas
dengan komoditas lainnya akan berbeda pendekatan
perbaikkan genetik yang dapat diterapkan.
DAFTAR ACUAN

Ah m a d , T. & Gus t ia no , R. 1 99 0. Gyn o g e ne sis a nd
androgenesis, the promising tools for aquaculture.
Indonesian Agricult ure Research Development Journal 12:
10—16.

Alimuddin, Yoshizaki, G., Kiron, V., Satoh, S., & Takeuchi,
T. 2004. Enhancement of EPA and DHA biosynthesis
by over-expression of masu salmon 6-desaturaselike gene in zebrafish. Transgenic Res. (In press).
Alimuddin, Yoshizaki, G., Kiron, V., Satoh, S., & Takeuchi,
T. 2005. Enhancement of EPA and DHA biosynthesis
by over-expression of masu salmon 6-desaturaselike gene in zebrafish. Transgenic Research, Springer.
14(2): 159— 165(7).
Alimuddin, Yoshizaki, G., Kiron, V., Satoh, S., & Takeuchi,
T. 2005. Modification of fatty acids composition in
z e b r a fis h b y e xp r e s s io n o f m a s u s a lm o n  6 desaturase-like gene.
Arifin, O.Z., Kurniasih, T., & Nugroho, E. 2004. Produksi
Ikan Jantan Super Homogametik (YY) pada Ikan Nila
Or eochr omi s ni l ot i cus. Jur nal Peneli t i an Per i kanan
Indonesia. 10: 79—82.
Aristya, Z. 2006. Efekt ivit as dosis aromat ase inhibit or yang
diberikan melalui Daphnia Daphnia sp. Terhadap sex
r ever sal i kan lele sangkur i ang Clar ia s sp . Skrip s i.

Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. IPB
Benyumov A.O., Enikolopov G.N., Barmintsev V.A. i dr.
Int e grat siya i e ksp ressiya ge na som ato t rop nogo
go rm ona che loveka u kost istykh r yb // Ge net ika.
1989. 25(1): 24— 35.
Ch o u r ro u t , D. 1 9 8 6 . Te ch n iq u e s o f ch ro m o s o m e
manipulation in rainbow trout: a new evaluation with
kar yology. Theoret ical and Applied Genet ics. 72: 627—
632.
Cook, J.T., McNiven, M.A., Richardson, G.F., & Sutterlin,
A.M. 2000. Growth rate, feed digestibility and body
composition of growth enhanced transgenic Atlantic
salmon (Salmo salar ). Aquacult ure 188: 15— 32.
Devlin, R.H., Biagi, C.A., Yesaki, T.Y., Smailus, D.E., &
Byatt, J.C. 2001. Growth of domesticated transgenic
fish. Nature. 409: 781— 782.
Dja e lan i, M.F. 20 07 . Pengar uh dosi s madu t er hadap
pengarahan kelami n j ant an pada ikan gapi (Poeci li a
ret i culat a, Pet er s) dengan met ode perendaman larva .

Skripsi. De part eme n Budid aya Perairan. Fakult as
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Du n h a m , R. A. 2 0 0 4 . Aq u a cu lt u r e a n d Fis h e r ie s
Biotechnology: Genetic Approaches. Department of
Fisheries and Allied Aquacultures. Auburn University
Alabama. USA. CABI Publishing.
Dunham, R.A., Eash, J., Askins, J., & Townes, T.M. 1987.
Tr an s fe r o f t h e m e t a llo t h io n e in h um a n g ro w t h
h o r m o n e fu s io n g e n e in t o ch a n n e l ca t fis h .

81

Media Akuakult ur Volume 4 Nomor 1 Tahun 2009

Transact ions of t he American Fisheries Societ y. 116: 87—

91.
Fletche r, G.L. & Davis, P.L. 1991. Transgenic Fish for
Aquaculture. Genetic Engineering. 13: 331— 370.
Fletcher, G.L., Shears, M.A., King, M.J., Davies, P.L., &
Hew, C.L. 1988. Evidence for antifreeze protein gene
transfer in Atlantic salmon (Salmo salar ). Canadian
Journal of Fisheries and Aquat ic Sciences. 45: 352—357.
Grinde, B. 1988. Lysozyme from Rainbow Trout, Salmo
gairdneri Richardson, as an Antibacterial Agent Againts
Fish Pathogens. J. Fish Dis. 12: 95— 104.
Guo, X., DeBrosse, G.A. & Allen, S.K. 1996. All triploid
oyster produce by mating tetraploids and diploids.
Aquacult ure. 142: 149—161.
Gustiano, R. & Sumantadinata, K. 1987. Ginogenesis pada
ikan mas dengan radiasi ultra violet dan kejutan dingin.
Bullet in Penelit ian Perikanan Darat . 6: 42— 46.
Gustiano, R. & Dharma, L. 1991. Ginogenesis pada ikan
mas dengan sperma yang diradiasi dan kejutan panas
pada mitosis I. Bullet in Penelit ian. Perikanan Darat . 10:
42—48.
Gus t iano , R, Hard jam ulia, A., & Dhar m a, L. 19 90.
Penggunaan sperma ikan tawes dan nilem terhadap
keberhasilan ginogenesis ikan mas. Bullet in Penelitian
Perikanan Darat . 9: 68— 71.
Gu st ia no , R. d an T.H. p rih ad i. 19 95. Ke b e rh asilan
biote kno logi p oliplo idi ikan mas m elalui ke jut an
panas. Dalam Prosiding seminar hasil penelitian perikanan
ai r t awar 1 993/19 94 (Edi t or s: T.H. Pr i hadi et al .).
Sukamandi, Subang. hlm. 525— 529.
Gustiano, R & Prihadi, T.H. 2006. Pemuliaan ikan air tawar
d i Ind one sia. Dalam 60 t ahun per i kanan Indonesi a
(Edi t or : F. Chol i k et al .). Ma s ya r a ka t Pe r ika n a n
Nusantara. hlm. 165— 170. Jakarta.
Guise KS, Hackett PB, Faras AJ. 1992. Transfer of genes
encoding neomycin resistance, chloramphenicol acetyl
transferase, and growth hormone into goldfish and
northern pike. In: Transgenic Fish. CL Hew and Fletcher
(eds.). World Scientific Publishing Co., Singapore. p.
142—164.
Harijanto, A. 2005. Upaya maskulinisasi induk ikan lele
dumbo Clarias sp. yang t elah di ovar i ekt omi par si al
dengan met ode implant asi hormon 17 -met ilt est ost eron.

Skripsi. De part eme n Budid aya Perairan. Fakult as
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Hayes, T.B. 1998. Sex Determination and Primar y Sex
Diffe r e n t ia t io n in Am p h ib ia n s : Ge n e t ic a n d
Developmental Mechanisms. J. Exp. Zool . 281: 373—
399.

82

He rnande z, O., Att al, J., The ro n, M.C., Puissant, C.,
Houdebine, L.M. 1993(b). Efficiency of introns from
various origins in fish cells. Molecular Marine Biology
and Biotechnology. 2(3): 181— 188.
Jufrie, F.M. 2006. Efekt i vi t as aromat ase i nhi bi t or pada
per endaman embr i o t er hadap sex r ever sal i kan l ele
sangkuriang Clarias sp. Skripsi. Departemen Budidaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Kap usckinski, A.R. & Jaco b so n, L.D. 1987. Ge ne t ic
g uid e lin e s fo r fis h e rie s m a na g e m e n t . Univ. o f
Minnesota, USA. pp 66 .
Kirpichnikov, V.S. 1981. Genetic bases of fish selection.
Sp r in g e r -Ve r la g , Be r lin , He id e lb e rg , Ge r m a n y.
pp 410.
Kobayashi, S.I., Alimuddin, Morita, T., Endo, M., Takeuchi,
T., & Yo shiz aki, G. 2006. Exp re ssio n o f gro wt h
h o r m o n e g e n e d e cr e s e d a m m o n ia lo a d in g in
transgenic tilapia. Aquaculture (In review).
Matty, A.J. 1985. Fish Endocrinology. Inggris, pp 265.
Ma ye r, I. & McLe an, E. 19 94. Bio e n gine e rin g a nd
Bio t e chno lo gical Ap p ro ache s t o Re d uce d Wast e
Aquaculture. Water Science. Technology, in Press.
Pandian, T.J. & Koteeswaran, R. 2004. Ploidy induction
and sex control in fish. Hydrobiologia. p. 167— 243.
Pitkänen T.I., Krasnov A., Reinisalo M., & Mölsä H. 1999.
Transfer and expression of glucose transporter and
hexokinase genes in salmonid fish. Aquacult ure. 173:
319—332.
Rahman, M.A., Ronyai, A., Engidaw, B.Z., Jauncey, K.,
Hwang, G., Smith, A., Ro d erick, E., Pe nm an, D.,
Varadi, L., & Maclean, N. 2001. Growth performance
of transgenic tilapia containing an exogenous piscine
growth hormone gene. Journal of Fish Biology. 59:62—
78.
Rave n, P.H. & G.B. Jo hnso n. 2002. Biolo gy. 6t h e d .
McGraw-Hill Companies, Inc., New York. pp 1,238.
Sakao, S., Fujimoto, T., Kimura, S., Yamaha, E., & Arai,
K. 2006. Drastic mortality in tetraploid induction
results from the elevation of ploidy in masu salmon
Oncorhynchus masou. Aquacult ure. 252(2-4)10: 147—
160.
Sarmasik, A., Warr, G., and Chen, T.T. 2002. Production
of transgenic medaka with increased resistance to
bacterial pathogens. Marine Biotechnology. 4: 310—
322.
Scott, AG., Penman, D.J., Beardmore, J.A., & Skibinski,
D.O.F. 1989. The ‘YY’ supermale in Oreochromis niloticus
(L.) and its potential in aquaculture. Aquaculture. 78:
237—251.

Aplikasi rekayasa genet ik pada budidaya ikan di Indonesia (Ot ong Zenal Arifin)

Sugama, K., Taniguchi, N., & Se ki, S. 1992. Sur vival
growth and gonad development of triploid red sea
bream, Pagrus major : use of isozyme marker for ploidy
and family identification. Bullet in Aquacult ure Fisheries
M anagement . 45: 112—119.
Sugama, K. 2006. Perbaikkan mutu genetic ikan untuk
membangun perikanan budidaya. Orasi Pengukuhan
Professor Riset . Departemen Kelautan dan Perikanan,
Jakarta. hlm. 77.
Suhanti, I.Y. 2003. Sensit ivit as Periode Wakt u Pemberian
Aromat ase Inhibit or melalui Pakan unt uk Seks Reversal
pada Ikan Ni la M er ah ( Or eochr omis sp.). Skr ip si.

Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. IPB
Sukm ara. 2007. Sex rever sal pada ikan gapy (Poecilia
reticulata ) secara perendaman larva dalam larut an madu

5 mL/L. Skrip si. De p art e m e n Budid aya Pe rairan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB
Sumantadinata, K., Taniguchi, N., & Sugama, K. 1990.
The necessary conditions and the uses of ultra violet
irradiated sperm from different species to induce
Indonesian common carp. In t he second Asian Fisheries
Forum (Edit ors: K. Hirano and I. Hanyu). Asian Fisheries
Society, Manila, Philippines. pp 539— 547.
Sum ant ad inat a, K & Ta niguchi, N. 1990. St ud y o n
morphological variation in Indonesian common carp
stock. Nippon Suisan Gakkaishi . 56: 879— 886.
Sumantadinata, K. & Taniguchi, N. 1994. Variance of some
quantitative characters in the second generation of
gynogenetic diploids of the Indonesian common carp.
Journal Tropical Agricult ure. 5: 42— 47.
Tasdiq, Moh. 2005. Pengaruh pemberian aromatase inhibit or
melalui art emia (Artemia sp.) t erhadap keberhasilan sex
reversal pada ikan nila merah (Oreochromis sp.). Skripsi.

Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. IPB.
Taufik, P. & Gustiano, R. 2000. Uji resistensi ikan lele
t r ip lo id t e rha d a p b akt e ri Aer omonas hydr ophi l a .
Biosfera. 19: 97— 100.
Tave, D. 1993. Genetics for fish managers. The AVI Publ.
Comp. Inc. NY, USA. pp 418.

Utomo, D.S.C. 2006. Efektivit as aromatase inhibitor melalui
perendaman pada larva ikan lele sangkuriang, Clarias
sp. yang berumur 0, 2, dan 4 hari set elah menet as.

Skripsi. De part eme n Budid aya Perairan. Fakult as
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Wang, R., Zhang, P., Gong, Z., Hew, C.L. 1995. Expression
of the antifreeze protein gene in transgenic goldfish
(Ca ra ss iu s au ra t u s) a nd it s im p licat io n in co ld
adaptation. Mol Mar Biol Biotechnol. 4(1): 20— 6.
Watanabe , T. 1988. Fish nut rit io n and m aricult ure .
Department of Aquatic Biosciences, Tokyo University
of fisheries. JICA. pp 233.
Woody, T. 2002. The plot to kill the carp. Wired (October):
104—106.
Yamazaki, F. 1983. Sex Control and Manipulation in Fish
in N.P. Wilkins (ed): Genetic in Aquaculture. Elsevier
Science Publishers B.V. Amsterdam. pp 329— 345.
Yazawa, R., Hirono, I., & Aoki, T. 2005. Characterization
of Promoter Activities of Four Differe nt Japanese
Flo unde r Pro moters in Transgenic Ze brafish. Mar
Biotechnol (NY). 7(6): 625—633.
Yazawa, R., Hiro no , I., & Ao ki, T. 2006. Transge nic
Ze b r a fis h Exp r e ss in g Ch icke n Lys o z ym e Sh o w
Re sistance against Bacterial Dise ase s. Transgenic
Research, Springer. 15(3): 385— 391(7).
Zairin, M.Jr. 2002. Memproduksi Benih Ikan Jantan atau
Betina, Sex Reversal. Penebar Swadaya. Jakarta.
Zairin, M.Jr. 2003. Endokrinologi dan Peranannya bagi
Masa Depan Perikanan Indonesia. Orasi Ilmiah Guru
Besar Tet ap Fisiologi Reproduksi dan Endokrinologi Hewan
Air . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut

Pertanian Bogor.
Zhang, W., Subbarao, S., Addae, P., Shen, A., Armstrong,
C., Peschke, V., & Gilbertson, L. 2003. Cre/lox mediated
marker gene excision in transgenic maize (Zea mays
L.) plants. Theor Appl Genet. 107: 1,157—1,168.
Zhu, Z., Li, G., He, L., & Che n, S. 1985. Novel gene
transfer into the fertilized eggs of gold fish (Carassius
aurat us L.1758). Angew Ichthyol. 1: 31— 34.

83