Penentuan Bank Sistemik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan Dan Penagananan Krisis Sistem Keuangan

BAB II
PENGAWASAN BANK DI INDONESIA
A. Tujuan Pengawasan Bank
Dalam Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan pengawasan adalah penilikan
dan penjagaan, penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan 12. Dalam hal
ini salah satu dari fungsi manajemen adalah melakukan pengawasan, selain dari
perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan. Artinya pengawasan harus dilakukan
setiap perusahaan agar manajemen perusahaan berjalan secara benar. Fungsi
pengawasan dilakukan terhadap seluruh aktivitas perusahaan baik yang belum berjalan
atau yang sedang berjalan. Pengawasan dilakukan terhadap sumber daya manusia,
sistem yang dijalankan, proses, output serta sarana dan prasarananya. Tujuannya tidak
lain adalah agar pencapaian target yang ditetapkan perusahaan agar mudah dicapai 13.
Fungsi dan peran pengawasan bank dengan fungsi dan peran manajemen bank
merupakan dua kegiatan yang sangat erat kaitannya. Fungsi dan perannya memang
berbeda, tetapi bidang usaha yang menjadi objeknya sama, yaitu bidang usaha
perbankan yang karakternya mengandung berbagai resiko. Tujuannya pun sama yaitu
mengusahakan terwujudnya usaha bank yang sehat dan berdasarkan asas kehati-hatian,
mampu meredam hingga sekecil-kecilnya beragam resiko dari usaha bank, bertujuan
melindung para deposan dan kreditur, mewujudkan citra tinggi bank sebagai lembaga
kepercayaan, serta mewujudkan keamanan dan kestabilan sistem perbankan. Setiap
negara berkepentingan dan menaruh perhatian yang besar terhadap fungsi dan peran


12

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta, Cet ke-3, hlm 1990, hlm. 58.
13
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya,( Jakarta: PT RajaGrafndo, 2014), hal. 318.

Universitas Sumatera Utara

pengawasan bank, sebab bank sebagai lembaga kepercayaan memiliki karakter
yang unik dibanding jenis usaha lannya 14.
Pengawasan

juga

dilakukan

sebagai


sarana

pencegahan

terjadinya

penyimpangan atas aktivitas sebelum dilaksanakannya suatu kegiatan. Artinya sebelum
jadi kegiatan, penyimpangan sudah terjadi, misalnya pada saat penyusunan anggaran,
jadi kegiatan pengawasan harus dilakukan sedini mungkin 15 . Pengawasan begitu
penting dilakukan karena pengawasan begitu banyak manfaat bagi perusahaan. Secara
umum dikatakan bahwa tujuan dilakukannya pengelolaan dan pengawasan adalah :
1. Agar aktivitas perusahaan berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat,
baik proses, sistem dan hasil yang dicapai.
2. Agar jangan sampai terjadi penyimpangan, artinya keluar dari yang telah
direncanakan, jika terjadi, maka perlu diambil tindakan pengadilan.
3. Mengurangi nilai karyawan untuk melakukan penyimpangan, dengan cara
membuat seseorang menjadi bekerja dengan baik, karena merasa ada
pengawasan terhadap aktivitasnya.
4. Memudahkan pencegahan, artinya jika ada indikasi atau gelagat atau gejala
akan ada penyimpangan, maka mudah untuk ambil tindakan pencegahan,

tidak terjadi penyimpangan.
5. Pengendalian biaya, artinya dengan adanya pengelolaan dan pengawasan
maka biaya yang tiidak perlu keluar dapat diminimalkan segala bentuk
kebocoran sehingga terjadi efesiensi.

14

Permadi Gandapradja, Dasar Dan Prinsp Pengawasan Bank, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004, hlm . 1.
15
Kasmir, Op. Cit.,hlm. 319.

Universitas Sumatera Utara

6. Agar tujuan perusahaan tercapai, artinya jika semua aktivitas perusahaan
berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan, maka pencapaian target
akan mudah tercapai, misalnya laba perusahaan akan meningkat 16.
Adapun proses pengawasan meliputi tiga tahapan proses yaitu :
a. Proses penentuan standard
Proses ini meliputi penenttuan ukuran-ukuran yang dipergunakan sebagai

dasar penentuan tingkat pencapaian tujuan yang telah di tentukan dalam
perencanaan.
b. Proses evaluasi atau proses penilaian
Dalam tahap ini dilakukan pengukuran terhadap realita yang telah terjadi
sebagai hasil kerja dari tugas yang telah dilakukannya. Setelah diukur
tingginya hasil itu maka kemudian hasil pengukuran itu diperbandingkan
dengan ukuran ukuran standard yang telah ditentukan pada tahap pertama
tadi.
c. Proses perbaikan
Dalam tahap ini mencoba menccari jalan keluar untuk mengambil langkahlangkah tindakan korelasi terhadap terjadi penyimpangan-penyimpangan
tersebut pada tahap kedua. Setelah ketiga tahap proses pengawasan tersebut
maka perlu menyajikan hasil-hsil dari proses pengawasan itu dalam bentuk
suatu laporan hasil pengawasan 17.

16

Ibid.,hlm.320
Dian firmansyah, Implementasi Pengawasan Perbankan Di Indonesia dihubungkan Dengan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas jasa Keuangan Jncto Undang-Undang Nomor
17


Universitas Sumatera Utara

Dalam kaitannya dengan pengawasan terhadap bank di Indonesia, adapun inti
dari dari pengawasan bank adalah melindungi kepentingan masyarakat penyimpan (
deposan dan kreditur) yang mempercayakan dana nya kepada bank untuk memperoleh
pembayaran kembali dan manfaatnya dari bank sesuai dengan sifat, jenis, dan cara
pembayaran yang telah dijanjikannya. Tujuan tersebut dapat dicapai, bila bank yang
melakukan kegiatan usahanya berdasarkan asas usaha bank yang sehat dan dapat
dipertanggungjawabkan 18.
Setelah mengetahui tujuan pengawasan bank, perlu diketahui juga dasar
pertimbangannya, yaitu fungsi pokok bank ada tiga :
1. Menghimpun dana dari masyarakat
2. Menanamkan dana yang dikelolanya ke dalam berbagai aset produktif,
misalnya dalam bentuk kredit, dan
3. Memberikan jasa layanan lalu-lintas pembayaran dan jasa layanan perbankan
lainnya 19.
Dengan fungsi seperti itu, bank berperan sebgai lembaga intermediasi yang
mempertemukan dua pihak yang berbeda kepentingannya, baik dalam penghimpunan
dan penanaman dana, mauoun dalam pelayanan transaksi keuangan dan lalu-lintas

pembayaran. 20

23 Tahun 1999 Sebagaimana Telah Diubah Menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Bank Indonesia, Universitas Islam Bandung, 2016, hlm 18-19.
18
Permadi Gandapradja, Op. Cit., hlm. 1.
19
Ibid., hlm 2
20
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Adapun tujuan dan pengaturan pengawasan bank di Indonesia adalah sebagai
berikut: 21
1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitanya sebagai lembaga penghimpun
dan penyalur dana
2. Pelaksana kebijakan moneter
3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta
pemerataan , agar terciptanya sistem perbankan secara menyeluruh maupun

individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik,
berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan
1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha ( deregulasi)
2. Kebijakan prinsip kehati-hatian (prudential banking)
3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten
ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya yang degan tetap mengacu kepada
prinsip kehati-hatian. 22
B. Prinsip-Prinsip Pengawasan Bank
Secara umum, peranan Bank sentral sangat penting dan strategis dalam upaya
menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efesien.
Pada hakikatnya, pengaturan dan pengawasan bank dimaksudkan untuk
meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank,
21

http://bi.go.id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/tujuan-dan-kewenangan/Contens/Default.aspx,
diakses 21 Juli 2017, Pukul 8:05 WIB.
22
Tujuan dan Pengaturan Pengawsan Bank, http;//www.academia.edu, diakses Selasa, 18 Juli

2017, Pukul 09:10 WIB.

Universitas Sumatera Utara

bahwa bank-bank dari segi finansial tergolong sehat, bahwa bank dikelola dengan baik
dan profesional, serta didalam bank tidak terkandung segi-segi yang merpakan ancaman
terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dana nya di bank. Dengan kata lain,
tujuan umum dari pengaturan dan pengawasan bank adalah meciptakan sistem
perbankanyang sehat, yang memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang dapat
memeliharah kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam
arti disatu pihak memperhatikan faktor risiko seperti kemampuan, baik dari sistem,
finansial, maupun sumber daya manusia 23.
Sesuai dengan pasal 29 undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dalam ayat (2)
Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, lukuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek
lainnya yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan sesuai dengan
prinsip kehati-hatian. Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehatihatian bertujuan untuk memberikan rambu-rambu untuk penyelenggara kegiatan usaha
perbankan
Adapun prinsip-prinsip pengawasan bank yang Efektif yang berjumlah 25 butir

disusun oleh suatu komite pengawas perbankan yang disebut The Basle Committee on
Banking Supervision. Dari jumlah tersebut dapat dikelompokkan kedalam 7 prinsip inti
( core Principles) pengawasan Bank sebagai berikut :
a. Prinsip prekondisi bagi pengawasan bank yang efektif
b. Prinsip perizinan dan struktur
23

Chatamarrasajid,Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Jakarta: PRENADA MEDIA,2005, hlm.

153-154.

Universitas Sumatera Utara

c. Prinnsip ketentuan kehati-hatian dan persyaratan
d. Prinsip metode pengawasan perbankan yang sedang berjalan
e. Prinsip persyaratan informasi
f. Prinsip kewenangan pengawas
g. Prinsip lintas perbankan 24.
Prinsip-prinsip pengawasan Bank yang Efektif ini menjadi acuan pengawasan
bank di negara-negara anggota G-10 dan diharapkan akan digunakan dan diterapkan

pula oleh lembaga-lembaga pengawas perbankan di semua negara dalam melaksanakan
wewenangnya sebagai otoritas pengawas di sektor perbankan. Prinsip-prinsip ini pada
dasarnya merupakan standar minimum oleh karena itu dalam beberapa hal perlu
dilakukan penambahan ketentuan ketentuan lain yang disesuaikan dengan kondisi
perbankan termasuk pertimbangan resiko dalam sistem keuangan negarayang
bersangkutan. Sesuai dengan tujuan

penyusunanannya, prinsip-prinsip pengawasan

bank ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai referensi atau acuan dasar untuk
melaksanakan pengawasan bank disemua negara tidak hanya negara-negara anggota
Kelompok-10 dan negara-negara yang ikut membahas dan mempersiapkan konsepnya,
diharapkan akan menjadi acuan bagai otoritas pengawas perbankan secara
Internsional 25.
Pelaksanaan fungsi pengawasan bank (otoritas pengawasan bank) biasanya
dilakukan oleh bank sentral negara yang bersangkutan. Telah diketahui bahwa fungsi
bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter. Adapun tolak ukurnya adalah
24

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter Dan Perbankan, Jakarta:

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005, hlm 197.
25
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

kestabilan nila mata uang negara yang bersangkutan, kestabilan harga, nilai tukar dan
pengendalian inflasi. Selain itu bank sentral juga mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Suatu penelitian internasional menyimpulkan bahwa efektivitas
pelaksanaan kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem perbankan yang sehat.
Hal ini menunjukan adanya kaitan erat antara efektivitas pelaksanaan kebijakansanaan
moneter dengan efektivitas pelaksanaan pengawasan bank 26.
Kewenangan otoritas pengawasan bank juga tidak selalu sama antara satu negara
dengan negara lainnya. Apakah otoritas pengawasn bank itu mau diletakkan pada fungsi
bank sentral tergantung dari status dan kedudukan bank sentral itu sendiri. Ada bank
sentral yang memiliki wewenang penuh atau independen dan ada juga yang
wewenangnya terbagi atau di bawah kordinasi Menteri Keuangan 27
Sungguhpun demikian, prinsip dan metode yang digunakan dalam pengawasan
bank pada dasarnya sama. Adapun prinsip dan metode tersebut meliputi 6 jalur, yaitu :
(1) pengaturan (regulasi), (2) pengawasan tidak langsung (Off-site Supervision), (3)
pengawasan langsung/pemeriksaan (On-site Supervision), (4) kontak dan komunikasi
teratur dengan bank, (5) tidak remedial dan/atau penerapan sanksi, (6) kerja sama
dengan otoritas pengawasan bank negara lain 28
Dalam hal pengawasan bank terdapat juga asas kehati-hatian (Prudent Banking
Supervison). Istilah “Prudent” yang dikaitkan dengan fungsipengawaan bank dan
manajemen bank mulai dikenal pada belahan kedua tahun 1980-an. Kata “Prudent” itu

26

Permadi Gandapradja, Op. Cit., hlm 7.
Ibid.
28
Ibid., hlm 8.
27

Universitas Sumatera Utara

sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti “bijaksana”. Namun, dalam dunia
perbankan istilah itu digunakan untuk “ Asas Kehati-hatian” 29 . Prudent yang berarti
bijaksana atau asas kehati-hatian itu bukanlah istilah baru, namun mengandung konsepsi
baru dalam menyikapi secara lebih tegas, rini, dan efektif atas berbagai resiko yang
melekat pada usaha bank. Jadi prudent merupakan konsep yang memilii unsur sikap,
prinsip, standar kebijakan, dan teknik dalam manajemen risiko bank yang sedemikian
rupa, sehingga dapat menghindari akibat sekecil apa pun, yang dapat membahayakan
atau merugikan stakeholders, terutama para depositor dan kreditur. Tujuan yang lebih
luas adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan,dan kestabilan sistem perbankan 30.
C. Struktur Pengawasan Lembaga Keuangan
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan republik Indonesia No.792 tahun
1990 tentang “Lembaga Keuangan”, lembaga keuangan diberi batasan sebagai semua
badan yang kegiatannya dibidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran
dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Mengingat
kegiatan utama dari lembaga keuanganadalah menghimpun dan menyalurkan dana,
perbedaan antara bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat dilihat melalui kegiatan
utama mereka. Adapun perbedaan antara lembaga keuangan bank dan bukan bank,
perbedaan yang utama adalah terletak pada penghimpunan dana. Dalam hal ini
penghimpunan dana, secara tegas disebutkan bahwa bank dapat menghimpun dana baik
secara langsung maupun secara tidak langsung dari masyarakat, sedangkan lembaga
keuangan bukan bank hanya dapat menghimpun dana secara tidak langsung dari

29
30

Ibid., hlm 21.
Ibid., hlm 21-22.

Universitas Sumatera Utara

masyarakat 31 . Sebagai unit usaha yang bergerak dibidang keuangan, produk dari
lembaga keuangan adalah jasa-jasa finansial. Jasa-jasa ini merupakan bentuk dari
kegiatannya yang memudahkan pendistribusian dana dan modal. Fungsi-fungsi ini
sangat penting dalam efesiensi sistem finansial. Fungsi-fungsi itu dapat berupa kegiatan
a. Mekanisme pembayaran ( Payment mechanism)
b. Perdagangan sekuritas ( trading security)
c. Transmutasi (transmutation)
d. Diversifikasi resiko (risk diversification)
e. Manajemen portofolio ( portofolio management)32.
Lembaga keuangan pada dasarnya mempunyai fungsi mentransfer dana
(loanable funds) dari penabung atau unit surplus (lenders) kepada peminjam (
borrowers) atau unit defisit 33.Regulasi dan supervisi terhadap lembaga keuangan bank
dan nonbank selama ini ditangani oleh institusi yang berbeda. Lembaga keuangan bank
diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia (BI), sedangkan lembaga keuangan nonbank
seluruhnya diawasi oleh Bapepam-LK—sebuah lembaga yang bernaung di bawah
Kementerian Keuangan. Regulasi dan supervisi sektor perbankan dilaksanakan oleh
Bank Indonesia berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Sektor
perbankan diatur dan diawasi oleh BI karena sektor tersebut memiliki pertautan erat
dengan kebijakan moneter—mengawasi dan mengatur sektor perbankan merupakan
salah satu tugas untuk mencapai kestabilan nilai tukar rupiah.

31

Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba Empat), 2006, hlm 5-

6
32
33

Frianto Pandia dkk, Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2009), hlm.2.
Iop.cit., hlm 10

Universitas Sumatera Utara

Namun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 22 November 2011, kebijakan politik hukum
nasional mulai mengintrodusir paradigma baru dalam menerapkan model pengaturan
dan pengawasan terhadap industri keuangan Indonesia. Berdasarkan UU No. 21 Tahun
2011 tersebut, pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan menjadi kewenangan
Otoritas Jasa Keuangan. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011,
Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. Melalui Pasal 5 UU No. 21 Tahun 2011 tersebut, Indonesia akan menerapkan
model pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi (integration approach), yang
berarti

akan

meninggalkan

model

pengawasan secara

institusional.

Dengan

diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2011 ini, maka seluruh fungsi pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor keuangan yang kini masih tersebar di BI dan Bapepam-LK
akan menyatu ke dalam OJK 34
Struktur pengawasan Bank di Indonesia selain Otoritas Jasa Keuangan ada juga
Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan, dalam hal ini Otoritas Jasa
Keuangan berdasarkan Ketentuan pada Bab XIII tentang Ketentuan Peralihan tepatnya
di Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan ditentukan khusus untuk
perbankan bahwa “ Sejak tanggal 31 Desembe 2013, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari

34

. Hasbi Hasan, Efektifitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Terhadap Lembaga
Perbankan syariah, Jurnal Legislasi Indonesia Vol.9 No.3, ditjenpp.kemenkumham.go.id, diakses 04
maret 2017, jam 08.38 WIB.

Universitas Sumatera Utara

Bank Indonesia ke OJK” hal ini berarti pengaturan dan pengawasan sektor perbankan
mulai diperankan oleh OJK sebagai lembaga yang independen dalam hal melakukan
penyidikan, pengaturan dan pengawasan bank-bank setelah tanggal 31 Desember
2013 35 . Diamanatkan dalam Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah
melalui UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, menghendaki pembentukan
OJK hanya dalam batas sebagai Dewan Pengawas, artinya lembaga yang dibentuk akan
memiliki kewenangan mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pengawasan bank

berkoordinasi dengan Bank Indonesia. 36 . namun setelah

diundangkannya Undang-Undang OJK dari beberapa ketentuan menyangkut wewenang
OJK yang sangat luas seperti pada pasal 7 dan Pasal 8 diketahui dari kewenangan OJK
tersebut memang benar-benar lembaga yang sangat luas yang mempunyai fungsi, tugas
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan bahkan penyidikan. 37
Berdasarkan Penjelasan pasal 7 UU OJK dikethui bahwa pengaturan dn
Pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan
bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi
tugas

dan

wewenang

Ojk.

Adapun

lingkup

pengaturan

dan

pengawasan

macroprudential yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal
ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. 38
Kewenangan OJK dalam mengawasi termasuk dalam hal kebijakan operasional
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan, mengawasi pelaksanaan tugas

35

M. Irwansyah Putra, Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melakukan Pengaturan dan
Pengawasan Terhadap Bank, (Medan : universitas sumatera Utara 2013) hal 3.
36
Ibid, hal 28.
37
Ibid, hal 29
38
Ibid, hal 44

Universitas Sumatera Utara

pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala ekekutif. Ojk juga melakukan pengawasan,
pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga
jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-udangan di sektor jasa keuangan. 39
Sedangkan pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi pengawasan
langsung dan tidak langsung. Pengawasan tidak langsung meliputi pengawasan dini
melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank dan pengawasan langsung dalam
bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Bank Indonesia
dalam mengemban tugas untuk mengatur dan mengawasi bank, sesua dengan ketentuan
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia berwenang
untuk menetapkan perturan,memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha tertentu dari bank , melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan
sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 40
Pengaturan

dan

pengawasan

terhadap

lembaga

keuangan

bank

dan

lembagakeuangan non-bank di Indonesia sekarang ini dilakukan oleh lembaga baru
yang bersifat independen yang dinamakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang
merupakan amanat dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
Terkait pengawasan perbankan yang sebelumnya dijalankan oleh Bank Indonesia, saat
ini beralih kepada OJK, meskipun demikian Bank Indonesia masih memiliki tanggung
jawab dalam hal pengaturan dan pengawasan bank di Indonesia. Dimana Ojk mengatur
39
40

Ibid, hal 61
Harningtias Putri, Op.cit, hal 6-7.

Universitas Sumatera Utara

dan mengawasi bank dalam lingkup microprudential sedangkan bank indonesia
mengatur dan mengawasi dalam lingkup macroprudential. Namun, pada saat sekarang
ini tugas pengaturan dan pengawasan perbankan tidak lagi menjadi tugasBank
Indonesia, melainkan menjadi tugas sebuah lembaga pengawas sektor jasa keuangan
baru yang dinamakan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Menurut Bismar Nasution, macroprudentialsupervision adalah mengarahkan dan
mendorong bank serta sekaligus mengawasinya agar dapat ikut berperan dalam program
pencapaian sasaran ekonomi makro, baik yang terkait dengan kebijaksanaan umum
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemantapan neraca pembayaran, perluasan
lapangan kerja, kestabilan moneter, maupun upaya pemerataan pendapatan dan
kesempatan berusaha. Sedangkan tujuan dari microprudential supervision adalah
mengupayakan agar setiap bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan
industri perbankan menjadi sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Ini
berarti setiap bank dari sejak awal harus dijauhkan dari segala kemungkinan risiko yang
akan timbul.Tugas pengawasan Bank Indonesia terhadap perbankan dalam lingkup
makroprudensial, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan langsung kepada bank
tertentu yang tergolong ke dalam Systemically Important Bank dan/atau bank lainnya
sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial.Kemudian Bank
Indonesia juga dapat melakukan langkah-langkah penyehatan terhadap bank yang
mengalami kesulitan likuiditas atau kondisi kesehatan yang semakin memburuk. 41

41

Metia Winati Muchda, Maryati Bachtiar Dan Dasrol, Pengalihan Tugas Pengaturan Dan
Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-

Universitas Sumatera Utara

Mengenai pengaturan dan pengawasan bank juga diatur dalam Bab V tentang
pembinaan dan pengawasan yaitu Pasal 29 sampai Pasal

37b Undang-Undang

Perbankan, dimana pasal 37b Undang-Undang Perbankan, dimana pasal 37b merupakan
dasar hukum eksitensi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan. Menurut Undang-Undang LPS, fungsi LPS adalah :
a. Menjamin simpanan nasabah penyimpan
b.

turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya

Berkaitan dengan fungsi LPS huruf b, LPS mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan.
b. Merumuskan, menetapkan, melaksanakn kebijakan penyelesaian bank gagal
(bank resolution) yang tidak berdampak sistemik
c. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik 42
Dari uraian tersebut jelas bahwa dari sistematika pengaturan dalam UU
Perbankan, LPS adalah bagian dari kerangka pembinaan dan pengawasn bank juga.
Dengan melihat kewenangan Bank Indonesia sebagai Lembaga Pengawas Perbankan
dalam UU BI dan UU Perbankan, kemudian kewenangan LPS yang juga mempunyai
fungsi pengawasan perbankan dalam UU LPS,

maka ada pembagian kewenangan

dalam fungsi pengawsan terhadap perbankan. Kewenangan Bank Indonesia sebagai
Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal ekonomi Volume 22, Nomor 2
Juni 2014, hal 82.
42
Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan Di Indonesia, Mimbar Hukum
Volume 24, Nomor 2, Juni 2012 hal 227-228.

Universitas Sumatera Utara

Lembaga Pengawas Perbankan dimulai sejak bank itu akan mulai melakukan kegiatan
usaha perbankan sampai ketika bank itu bermasalah dan ijin usaha bank itu harus
dicabut oleh Bank Indonesia. Sementara kewenangan LPS dalam fungsi pengawasan
dalam perbankan dimulai ketika suatu bank bermasalah yaitu : melakukan penyelesaian
bank gagal yang tidak berdampak sistemik setelah komite koordinasi menyerahkan
penyelesaian ke LPS, LPS melakukan penanganan Bank gagal berdampak
sistemiksetelah komie koordinasi meyerahkan penanganananya kepada LPS, Ketika
bank gagal harus dicabut izin usaha nya oleh Bank Indonesia, LPS memiliki
kewenangan melakukan tindakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 43 UU LPS
serta melakukan pengawasan dan pelaksanaan likuidasi bank. 43
D. Kewenangan Pegawasan Bank Indonesia ,Otoritas Jasa Keuangan dan
Lembaga Penjamin Simpanan di Bidang Perbankan
Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang merupkan lembaga
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan/atau phak lain kecuali untuk hal-hal secara tegas diatur dalam undangundang 44. Dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia ditentukan
antara lain bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas bahwa :
a. Menetapkan dan melaksanakan kebiijakan moneter
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

43
44

Ibid, hal 228.
Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba Empat, 2014),

hlm 56.

Universitas Sumatera Utara

c. Mengatur dan mengawasi bank 45.
Krisis ekonomi yang menghantam Asia ditahun 1997-1998 misalnya, dipicu
oleh jatuhnya nilai mata uang Beth di Thailand yang kemudian berimbaspada
pertumbuhan beban perekonomian Indonesia sebesar 50% dari Produk Domestik Bruto
(PDB) dan pertumbuhan krisis tersebut mengakbatkan sebanyak 16 bank dilikuidasi dan
Bank Indonesia nyaris bangkrut. Akibat intervensi yang berlebihan yang dilakukan
pemerintah, BI dipaksa memberikan dana talangan kepada bank umum yang terkena
rush. Dana talangan ini dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) 46.
Sepuluh tahun kemudian pada tahun 2008, terjadi krisis ekonomi dunia yang
merupakan domino effecct dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat yang
menggelembung (bubble) dan mengakibatkan kesulitan solvabilitas dan berdampak
pada lukidiasinya berbagai lembaga keuagan di negara-negera besar di duni, yang antara
lain menyebabkan bangkrutnya ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana
pensiun dan asuransi. Krisis tersebut menghambat kebelahan Asia termasuk Indonesia
yang ditandai dengan munculnya Kasus Bank Century yang ditalangi lebih kurang 6,7
Triliun., kasus BLBI semakin memperburuk dan membuat kegagalan bagi pasar
finansial di Indonesia, cadangan Devisa turun 12% rupiah terdepresi 30,9% dari Rp
9,393 per Januari 2008 menjadi Rp 12,100 47.
Kedua

krisis

tersebut

menyadarkan

pemerintah

bahwa

salah

satu

penyebabruntuhnya perekonomian Indonesia saaat itu adalah karena dengan sejumlah
45

Eko Winarno: “ Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penyelesaian Dan Penanganan
Bank Gagal” (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2008) hlm 54.
46
Ahmad Solahudin, Pemisahan Kewenagan Bank Indonesia Dengan Otoritas Jasa Keuanagn
Dalam Pengawasan Bank, hlm 108-109.
47
Ibid., hlm 109.

Universitas Sumatera Utara

tugas yang dimiliki Bank Indonesia khususnya di bidang moneter, mengakibatkan
terpecahnya fokus BI antara kebijakan moneter, kestabilan nilai rupiah dan pengawasan
perbankan.

Oleh karena itu diperlukan suatu lembaga yang memiliki kewenangan

pengawasan secara terintegritasi perbankan, pasar modal, asuransi serta lembaga
keuangan non bank lainnya untuk meminimalisir resiko tersebut. Akhirnya pemerintah
Indonesia mengeluarkan regulasi pembentukanFinancial Authority yang diamanatkan
pada pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, dimana dikatakan bahwa:
“Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang” 48.
Setelah wacana pembentukan otoritas jasa keuangan yang sudah lama
didengung-dengungkan oleh Pemerintah, akhirnya pada bulan November 2011 Tahun
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan ( selanjutnya disingkat OJK) yang
mengatur mengenai pembentukan Otoritas Jasa Keuangan 49.
Adapun tujuan dan tugas Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah dan untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah dalam bidang perekonomian 50.
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank
Indonesia berwenang melakukan hal-hal berikut :

48

Ibid.
Ibid., hlm 110
50
Totok Budisantoso., Op.cit , hlm 57.
49

Universitas Sumatera Utara

a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi.
b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan car-car yang
termasuk, tertapi tidak terbatas pada:
(1) Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik rupiah maupun valuta asing;
(2) Penetapan tingkat diskonto;
(3) Penetapan cadangan wajib minimum;
(4) Pengaturan kredit atau pembiayaan
c. Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk janga
waktu paling lam 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi
kesulitan jangka pendek bank yang bersangkutan
d. Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak
sistemis dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem
keungan, Bank Indonesia dapat memberikan fasilits pembiayaan darurat
yang pendanaanya menjadi beban pemerintah.
e. Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah
ditetapkan
f. Megelola cadangan devisa
g. Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu waktu diperlukan
yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan
tugasnya 51.

51

Ibid.,hlm 57-58.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan dalam hal mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,
Bank Indonesia berwenang melakukan :
a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran.
b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan
laporan tentang kegiatannya.
c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.
d. Mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan atau valuta
asing.
e. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank
dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
f. Menetapkan macam, harga, ciri uang yang dikeluarkan, bahan yang
dipergunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang
sah.
g. Sebagai satu-satunya lembaga yang mengeluarkan uang rupiah serta
mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran 52.

Adapun pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan
fungsi perbankan Indonesia sebagai:

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur dana
2. Pelaksana kebijakan moneter;

52

Ibid.,58-59

Universitas Sumatera Utara

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta
pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem
perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara
kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan
bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Untuk

mencapai

tujuan

tersebut

pendekatan

yang

dilakukan

dengan

menerapkan:

1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara
konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking)
dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada
prinsip kehati-hatian.

Dengan demikian pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai
berikut:

1. Kewenangan memberikan izin(right to license), yaitu kewenangan untuk
menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan
pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha
bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian
izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Universitas Sumatera Utara

2. Kewenangan untuk mengatur(right to regulate), yaitu kewenangan untuk
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan
perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu
memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
3. Kewenangan untuk mengawasi(right to control), yaitu kewenangan
melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site
supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision).
Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan
khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap
peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktikpraktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank.
Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan
seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan
dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat
melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan
debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI
melaksanakan tugas pemeriksaan.
4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi(right to impose sanction), yaitu
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi

Universitas Sumatera Utara

ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi
sesuai dengan asas perbankan yang sehat 53.

Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem
pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan
kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk
based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti
mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk
menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang
diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.

1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)

Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan
pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait
dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di
masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola
secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.

2. Pengawasan Berdasarkan Risiko(Risk Based Supervision)

Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan
yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan
53

Bank
Indonesia,
Tujuan
Dan
Pengaturan
Pengawasan
Bank,
http://www.bi.go.id/id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/tujuan-dankewenangan/Contents/Default.aspx,
diakses 08 Maret 2017, Jam 14:00 WIB.

Universitas Sumatera Utara

tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang
melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko
(risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas
pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan
yang potensial timbul di bank.

Dengan adanya pemisaha fungsi pengawaasan bank dari Bank Indonesia, dapat
saja berdampak pada kurang optimalnya peran Bank Indonesia dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pelaksana kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem
keuangan 54 . Pada dasarnya otoritas pengawasan melakukan pengawasan dengan
mengkontrol aktivitas bank, memonitory solvency dan dengan memonitori likuiditas 55.

Pada perkembangannya pasca kejatuhan perekonomian khususnya sektor
perbankan pada krisis ekonomi, kemudian dibentuk OJK dengan harapan pengawasan
terhadap lembaga keuangan baik bank maupun bukan bank menjadi lebih baik. Konsep
dibentuknya lembaga pengawasan di Indonesia yang dipilih adalah otoritas penuh.
Kewenagan pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, dan LKBB berada dalam
satu lembaga, sehinnga tiga otoritas pengawasan yaitu pasar modal, perbankan dan
LKBB akan bergabung menjadi satu otoritas yang bersifat independen. Artinya bank
sentral hanya memiliki kebijakan moneter tanpa berwenang melakukan pengawasan. 56

Apabila OJK tetap dibentuk dan sistem pengawasan bank sudah menjadi
kewenagan OJK sepenuhnya, maka Bank Indonesiaa tetap memiliki keleluasaan
54

Defina Anggriani Simangunsong, Keindependensian Otoritas Jasa Keuangan Menurut UU
No. 21 Tahun 2011, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2014), hlm 72-73.
55
Ibid., hlm 75.
56
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

mengakses data perbankan secara cepat dan akurat dalam hal mendukung fungsi Bank
Indonesia menjaga kestabilan mata uang rupiah dan sebagai Lender of last resort (
sumber pemberi pinjaman terakhir) dalam rangka menyelamatkan sistem keuangan.
Berdasarkan hal tersebut maka kewenaganan pengawasan sektorperbankan sebagai
salah saatu sektor bidang jasa keuangan secara otomatis beralih dari Bank Indonesia
kepada OJK 57.

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negar yang dibentuk berdasarkan pada
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegritas terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan 58. Secara umum dapat dikatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan ini
didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK untuk melakukan pengawasan secara
ketat terhadap lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana,
perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi 59.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan didalam sektor jasa keungan dapat terselenggara secara teratur, adil,
transparan, akuntabel, daan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan

57

Ibid., 75-76.
Totok Budisantoso, Op.,cit, hlm 47.
59
Ibid.

58

Universitas Sumatera Utara

pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa
keuangan 60.

Adapun tugas Otoritas Jasa Keuangan adalah berdasarkan pasal 6 UU 21 No. 21
Tahun2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

adalah melaksanakan pengaturan dan

pengawasan terhadap :

a. Kegiatan jasa keuangan disektor perbankan
b. Kegiatan jasa keuangan disektor pasar modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan disektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya 61

Mengenai wewenang OJK dalam hal menjalankan tugasnya tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :

1. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam tugas pengaturan dan pengawasan
jasa keuangan di sektor perbankan terdiri atas:

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi
:

1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi, akuisisi bank serta pencabutan izin
uasaha bank, dan
60
61

Ibid.,hlm 47-48.
Pasal 8 Undang- Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

2) Kegiatan usaha bank antara lain sumber dana, penyediaan dana,
produk hibridasi, dan aktivitas dalm bidang jasa.

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman
terhadap simpanan, dan pencadangan bank.
2) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3) Sistem informasi debitur;
4) Pengujian kredit;
5) Standar akuntansi bank;

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,
meliputi :

1) Manajemen resiko;
2) Tata kelola bank;
3) Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucin uang; dan
4) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
5) Pemeriksaan bank.

Adapun kewenangan Otoritas jasa Keuangan dalam tugas pengawasan lembaga
bank dan non bank adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan
b. Mengawasi pelaksanaan tugas pegawasan yang dilaksanakan oleh kepala
eksekutif
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen,
dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku dan/atau
penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
pihak tertentu
e. Melakukan pennjukan pengelola statuter
f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter
g. Menetapkan sanksi administrasi terhadap pihak yag melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan
h. Memberikan dan/atau mencabut;

1) Izin usaha
2) Izin orang perseorangan
3) Efektifnya pernyataan pendaftaran
4) Persetujuan melakukan kegiatn usaha
5) Pengesahan
6) Persetujuan atau penetapn pembubaran

Universitas Sumatera Utara

7) Penetapan lain sebagimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan disektor jasa keuangan. 62.

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
perbankan Indonesia sebagai:

1. Lembaga

kepercayaan

masyarakat

dalam

kaitannya

sebagai

lembaga

penghimpun dan penyaluran dana.
2. Mendorong terwujudnya sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna
menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan
perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:

1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten
ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip
kehati-hatian.

Pengaturan dan pengawasan bank oleh OJK meliputi wewenang sebagai berikut:

1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk
menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian

62

Ibid., 48-50.

Universitas Sumatera Utara

izin oleh OJK meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank,
pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian
persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada
bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan
dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa
perbankan yang diinginkan masyarakat.
3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan
pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan
pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat
berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau
tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui
apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan
kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui
alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil
pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan
OJK dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang
meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan
debitur bank. OJK dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama OJK
melaksanakan tugas pemeriksaan.

Universitas Sumatera Utara

4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi
ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi
sesuai dengan asas perbankan yang sehat 63

Berdasarkan kesamaan kewenangan antara BI dan OJK sebagaimana ditentukan
di atas, merupakan kombinasi kewenangan tugas mengatur dan mengawasi antara BI
dan OJK. Oleh sebab itu, dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangan mengatur
dan mengawasi bank sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan kedua lembaga ini
melalui koordinasi yang terintegrasi. Jika tidak dilakukan melalui koordinasi yang
terintegrasi, niscaya sinergi pembuatan pengaturan dan pengawasan bank antara BI dan
OJK tidak akan sinkron artinya pada suatu waktu bisa menimbulkan ketidaksesuaian
substansi dalam pengaturan dan menimbulkan benturan kepentingan dalam rangka
pengawasan terhadap bank 64.

Pengawasan yang dilakukan OJK ini, diwajibkan dilakukan degan kualitas tinggi
agar dapat bertindak sebagai regulator yang efesien, dipercaya oleh banyak pihak yang
berpengalaman dalam menjalankan mandatnya serta tetap menerapkan prinsip
koordinasi dengan Bank Indonesia. Otoritas pengawas jasa keuaangan membutuhkan

63

Otoritas
Jasa
Keuangan,
Pengaturan
Dan
Pengawasan
http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/ikhtisar-perbankan/Pages/Peraturan-dan-PengawasanPerbankan.aspx, diakses Pukul 21:01, 08 Maret 2017.

Bank,

64

Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga Pengawasan Perbankan din Indonesia,
https://idaeyuliana.wordpress.com/2016/09/14/kewenangan-otoritas-jasa-keuangan-sebagai-lembagapengawasan-perbankan-di-indonesia/, diakses Pukul 21:13, 08 Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara

independensi baik di pemerintahan maupun di industri yang diawasi sehingga tujuan
Otoritas Jasa Keuangan untuk memastkan keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel. 65

Pada 22 September 2004, LPS lahir melalui Undang-Undang RI Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS adalah sebuah lembaga
independen yang memiliki mandat menjamin simpanan nasabah dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Pada 22
September 2005 LPS resmi beroperasi dengan modal awal Rp4 triliun yang diambil dari
APBN. Sebagai lembaga independen, LPS memiliki tugas penting dalam menjaga
kepercayaan masyarakat sesuai fungsi penjaminan yang efektif dan kredibel. Prinsip
penjaminan LPS mengacu pada Core Principle International Association of Deposit
Insurers (IADI) ke-9 tentang cakupan penjaminan yang menjadi pedoman dalam
menerapkan penjaminan yang terbatas. Prinsip tersebut menekankan, institusi penjamin
simpanan harus mampu mendefinisikan secara jelas simpanan yang akan dijamin
(insurable deposit), nilai simpanan yang dijamin, dan mampu menjamin mayoritas
nasabah yang ada di negaranya 66

Adapun fungsi lembaga penjamin simpanan (LPS) ;

1. Menjamin simpanan nasabah penyimpan.

65

Febrian, Tinjaun Yuridis Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Transformasi Badan
Kredit Desa Yang Diberikan Status Sebagai Bank Perkreditan Rakyat ( Medan: Universitas Sumatera
Utara, 2016) hlm 51.
66
Abu Samman Lubis, Memahami Peran Lembaga Penjamin Simpanan sebagai Jaring
Pengaman Sistem Perbankan Nasional, http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikelkeuangan-umum/19692-artikel-memahami-peran-lembaga-penjamin-simpanan-sebagai-jaring-pengamansistem-perbankan-nasional, diakses puku 21: 35 WIB, 08 Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara

2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannnya.

Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2. Melaksanakan penjaminan simpanan.
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan.
4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank
Gagal yang tidak berdampak sistemik.
Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi
peserta.
3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan
bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar
kerahasiaan bank.
5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada
angka 4.
6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.

Universitas Sumatera Utara

7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi
kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas
tertentu.
8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan
simpanan.
9. Menjatuhkan sanksi administra