Penentuan Bank Sistemik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan Dan Penagananan Krisis Sistem Keuangan Chapter III V

BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN

A. Komite Stabilitas Sistem Keuangan
Stabilitas sistem keuangan (SKK) pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan
saat suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil. Suatu sistem keuangan
dikatakan tidak stabil adalah pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan
menghambat kegiatan ekonomi 85.
Ketidakstabilan sistem keuangan dapat disebabkan oleh berbagai macam hal dan
umumnya merupakan kombinasi kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun
perilaku 86 . Sebagai sebuah sistem, stabilitas sistem keuangan harus dilakukan secara
menyeluruh dengan melibatkan lembaga. Kerjasama yang baik antara pemerintah dan
otoritas jasa keuangan sangat penting dalam menjaga stabilitas keuangan suatau
negara

87

. Pengalaman krisis pada 1997 menjadi pengalaman berharga bagi

perkembangan keuangan di indonesia, serta menjadi pembuktian mengenai pentingnya
stabilitas sistem keuangan. Terdapat tiga alasan utama mengapa Stabilitas Sistem

Keuangan (SSK) itu penting. Pertama, sistem keuangan yang stabil akan menciptakan
kepercayaan dan lingkungan yang mendukung bagi nasabah penyimpanan dan ivestor
untuk menanamkan dananya pada lembaga keuangan, termasuk menjamin kepentingan
masyarakat terutama nasabah kecil. Kedua, sistem keungan yang stabil akan mendorong
intermediasi keuangan yang efesien, sehingga pada akhirnya dapat mendorong investasi

85

Totok Budisantoso, Op.cit, hlm 41.
Ibid
87
Ibid, hlm 43.
86

Universitas Sumatera Utara

dan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kestabilan sistem keuangan akan mendorong
beroperasinya pasar dan memperbaiki alokai sumber daya dalam perekonomian 88. Maka
dari itu untuk mencegah terjadinya beberapa kemungkinan buruk dalam hal stabilitas
sistem keuangan maka dengan itu dibentuklah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016

tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan ( UU PPKSK) dimana
dalam undang-undang ini juga dibentuk sebuah Komite Stabilitas Sistem Keuangan,
yang mana terdapat dalam Pasal 4 dimana berbunyi :
(1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(2)

Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyelenggarakan pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan
untuk melaksanakan kepentingan dan ketahanan negara di bidang
perekonomian.

(3) Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan:
a. Menteri Keuangan sebagai koordinator merangkap anggota dengan hak suara;
b. Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota dengan hak suara;
c. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagai anggota dengan
hak suara; dan
d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagai anggota
tanpa hak suara.


88

Adrian Sutedi, Aspek Hukum lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, 2010, hlm 166-

167.

Universitas Sumatera Utara

(4) Setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) bertindak untuk dan atas nama lembaga yang dipimpinnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 89
Dalam hal ini komite yang terdiri dari Kementrian Keuangan, Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin simpanan akan megadakan rapat
berkala yang diselenggarakan 1 (satu) kali setiaptiga bulan terdapat dalam pasal 8
dimana untuk menentukan status sistem keuangan apakah normal atau tidak. Sejumlah
tugas dan kewenangan serta fungsi KSSK diatur didalam UU PPKSK yang mana
dipimpin oleh Menteri Keuangan sebagai koordinator merangkap anggota dan memiliki
hak suara. Sedangkan anggota lainnya yakni Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan Ketua Dewan Lembaga Penjamin Simpanan
juga memiliki hak suara yang sama dengan koordinator KSSK. Adapun tugas dan

wewenang Komite Stablitas Sistem Keuangan adalah sebagai berikut terdapat dalam
Pasal 5 sampai dengan pasal 6 yakni :
Komite Stabilitas Sistem Keuangan bertugas:
a. melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan
stabilitas sistem keuangan;
b.

melakukan penanganan krisis sistem keuangan; dan

c. melakukan penanganan permasalahan Bank Sistemik, baik dalam kondisi
stabilitas sistem keuangan normal maupun kondisi krisis sistem keuangan.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan berwenang:

89

Pasal 4 Undang- Undang No, 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis sistem

Keuangan.

Universitas Sumatera Utara


a. menetapkan keputusan mengenai tata kelola Komite Stabilitas Sistem
Keuangan dan sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan;
b. membentuk gugus tugas atau kelompok kerja untuk membantu
pelaksanaan tugas Komite Stabilitas Sistem Keuangan;
c. menetapkan kriteria dan indikator untuk penilaian kondisi Stabilitas
Sistem Keuangan;
d. melakukan penilaian terhadap kondisi Stabilitas Sistem Keuangan
berdasarkan masukan dari setiap anggota Komite Stabilitas Sistem
Keuangan, beserta data dan informasi pendukungnya;
e.

menetapkan langkah koordinasi untuk mencegah Krisis Sistem
Keuangan dengan mempertimbangkan rekomendasi dari setiap anggota
Komite Stabilitas Sistem Keuangan;

f. merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan perubahan status
Stabilitas Sistem Keuangan, dari kondisi normal menjadi kondisi Krisis
Sistem Keuangan atau dari kondisi Krisis Sistem Keuangan menjadi
kondisi normal;

g. merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan langkah
penanganan Krisis Sistem Keuangan;
h. menyerahkan penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik
kepada Lembaga Penjamin Simpanan;
i.

menetapkan langkah yang harus dilakukan oleh anggota Komite
Stabilitas Sistem Keuangan untuk mendukung pelaksanaan penanganan
permasalahan Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan;

Universitas Sumatera Utara

j.

menetapkan keputusan pembelian oleh Bank Indonesia atas Surat
Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan untuk
penanganan Bank; dan

k. Merekomendasikan


kepada

Presiden

untuk

memutuskan

penyelenggaraan dan pengakhiran Program Restrukturisasi Perbankan 90.
Sedangkan dalam hal akuntabilitas dan pelaporan, Komite Stabilitas Sistem
Keuangan mempublikasikan dan memberikan akses informasi kepada publik terkait
keputusan komite tersebut. Komite ini pun berkewajiban mempublikasikan pelaksanaan
tugas dan kewenangannya sebagaimana amanat UU. Komite Stabilitas Sistem
Keuangan pun menetapkan jenis informasi yang bersifat rahasia, tidak bersifat rahasia
dan tata cara akses informasi oleh publik, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UndangUndang No. 9 tahun 2016 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sisitem
Keuangan. Sementara terhadap informasi yang bersifat rahasia, setiap orang yang
mengetahui informasi tersebut dikarenakan kedudukan, profesi maupun hubungan apa
pun dengan komite dilarang mengungkapkan ke pihak siapapun. Terkecuali dalam
rangka pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana diwajibkan oleh UU 91
Dengan adanya undang-undang ini maka Komite Stabilitas Sistem keuangan

memiliki landasan hukum dalam menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia
agar berfungsi efektif dan efesien, serta mampu bertahan dari gejolak yang bersumber
dari dalam dan luar negeri, serta dapat mengambil keputusan secepat mungkin untuk
mencegah dan menangani krisis keuangan.Perlindungan itu, kecuali terdapat unsur
90

Pasal 5-6 Undang- Undang No, 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis
sistem Keuangan.
91
Hukum Online, Kewenangan KSSK dalam Undang –Undang Pencegahan Dan Penanganan
Krisisi Sistem Keuangan, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56f3da69692a7/ini-kewenangankomite-sistemkeuangan-dalam-uu-penanganan-krisis, diakses 12 April 2017, Pukul 09:16 WIB.

Universitas Sumatera Utara

penyalahgunaan wewenang, adalah berupa tidak dapat dituntut, baik secara perdata
maupun pidana atas pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang berdasarkan undangundang tersebut lihat Pada Bab VI Pasal 48 ayat (1). Sebelum terbentuknya UndangUndang Pencegahan dan Penaganan Krisis Sistem Keuangan, Komite Stabilitas Sistem
Keuangan awalnya dikenal dengan Forum Stabilitas Sistem keuangan (FSSK) yaitu
forum koordinasi, kerjasama dan pertukaran informasi antara otoritas yang
berkepentingan dalam pemeliharaan stabilitas sistem keuangan Indonesia yang dibentuk
pada 30 Desember 2005, berdasarkan pada Keputusan Bersama Menteri Keuangan,

Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin
Simpanan 92. Dimana Forum Stabilitas Sistem Keuangan ini dibubarkan sesuai amanat
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan Dan Penanganan Krisis
Sistem Keuangan dimana sebelumnya peraturan yang digunakan dalam rangka
memelihara stabilitas sistem keuanga adalah Perpu No. 4 Tahun 2008 yaitu Tentang
Jaringan Pengaman sistem Keuangan.Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang
anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan (Menkeu), Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS), bertanggungjawab atas keputusan yang diambil dalam Forum Stabilitas Sistem
Keuangan (FSSK).Maka dengan itu UU PPKSK diharapkan dapat menjadi lajndasan

hukum bagi Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan
Lembaga Penjamin Simpanan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia agar
berfungsi efektif dan efisien, serta mampu bertahan dari gejolak yang bersumber dari
dalam negeri maupun luar negeri. Terciptanya sistem keuangan yang stabil akan
mendorong intermediasi keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya dapat
92

Totok Budisantoso, Op.cit, hlm 46.


Universitas Sumatera Utara

mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Serta terbentuknya Komite Stabilitas
Sistem Keuangan sesuai amanat Undang-Undang Pencegahan Dan Penaganan Krisis Sistem
Keuangan dapat memberikan keleluasaan komite dalam hal mengambil kebijakan terhadap
penanganan perbankan.

B. Pencegahan Krisis Sistem Keuangan
Mekanisme koordinasi dalam rangka menciptakan dan memelihara stabilitas
sistem keuangan secara terpadu dan efektif menjadi semakn penting setelah munculnya
krisis keuangan global pada awal tahun 2008. Indonesia melanjutkan penyusunan dan
penerapan kebijkan strategis di berbagai sektor keuangan, termasuk mempersiapkan
Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangansebagai
landasan hukum lembaga untuk berkoordinasi dalam menjaga dan menciptkan stabilitas
sistem keuangan.
Maka dari itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan terdapat bahasan mengenai
Pencegahan Krisis Sistem Keuangan dimana hal ini merupakan tugas dari Komite
stabilitas sistem Keuangan, dimana terdapat dalam Pasal 16 sebagai berikut :
(1) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan melakukan pemantauan dan

pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang setiap
anggota untuk mencegah terjadinya Krisis Sistem Keuangan.
(2) Pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan oleh anggota Komite
Stabilitas Sistem Keuangan dilakukan berdasarkan Undang-Undang dan sesuai dengan
protokol manajemen krisis setiap anggota

Universitas Sumatera Utara

(3) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan hasil pemantauan dan

pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dalam rapat Komite Stabilitas
Sistem Keuangan.
(4) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merumuskan rekomendasi kebijakan yang harus dilakukan oleh setiap anggota Komite
Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing .
Krisis sistem keuangan pernah terjadi di beberapa negara di dunia, tak terkecuali
Indonesia yang pernah mengalami krisis pada tahun 1997, dimana hal ini sangat
mempengaruhi kinerja prekonomian negara dan pada saat itu belum adanya aturan
hukum mengenai penanganan krisis keuangan.
Krisis keuangan dan perbankan yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah
memberikan pelajaran yang sangat berharga atas pentingnya penciptaan suatu kerangka
stabilitas sistem keuangan dimana stabilitas sistem keuangan ini merupakan suatu
rangkaian dari proses dan kegiatan yang diawali dengan pemantauan, pengidentifikasian
kemungkinan timbulnya suatu krisis, sampai dengan pencegahan terhadap krisis
tersebut. Aspek pemantauan dan identifikasi krisis merupakan salah satu pilar penting
dalam menjaga stabilitas sistemkeuangan karena langkah preventif dan antisipatif
dipandang sebagai langkah yang lebih murah daripada penyelesaian krisis 93.
Dalam Pasal 1 angka 2 Perpu No 4 Tahun 2008 tentang jaringan Pengaman
Sistem Keuangan pengertian krisis adalah :

93

Anwar Nasution, “Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan di Indonesia”
http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Masalah%20sistem%20keuangan%20dan%20perbank
an%20-%20anwar%20nasution.pdf, diakses tanggal 12 April 2017

Universitas Sumatera Utara

“Krisis adalah suatu kondisi sistem keuangan yang sudah gagal secara efektif
menjalankan fungsi dan perannya dalam perekonomian nasional”
Banyak tulisan dan hasil kajian yang mencoba menjelaskan penyebab Indonesia
mengalami krisis yang dalam dan menelan biaya yang amat besar, khususnya disektor
perbankan. Selain merupakan perkembangan dari krisis nilai tukar, juga disebabkan
oleh rentannya sistem perbankan Indonesia, yang ditandai dengan kurang kuatnya
permodalan, manajemen yang kurang menerapkan good governance, serta tidak
kukuhnya kelembagaan, lemahnya pengaturan dan pengawasan ditengah pesatnya
peningkatan pertumbuhan perekonomian dan berlangsungnya integritas keuangan
Internasional

94

. Dalam hal pencegahan krisis keuangan harus dilakukan secara

menyeluruh dengan melibatkan berbagai lembaga, koordinasi yang baik antar lembaga
sangat penting dalam menjaga stabilitas keuangan suatu negara sehingga dapat
megantisipasi/mecegah krisis keuangan. Pengalaman krisis yang pernah dihadapi
Indonesia dan negara lain, mendorong suatu kesadaran bahwa kewaspadaan dan
kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi krisis sistem keuangan di masa mendatang
mutlak diperlukan. Implementasi dari kewaspadaan dan kesiapan tersebut dapat
dilakukan melalui koordinasi antar lembaga/otoritas di dalam sistem keuangan
Indonesia. 95 Dalam melakukan pencegahan terhadap krisis keuangan agar tidak terjadi,
ataupun tidak dapat dicegah setidaknya diupayakan agar tidak masuk ke tahap
berikutnya yaitu tahap yang lebih buruk. pencegahan dapat dilakukan degan
mengeluarkan kebijakan, kebijakan itu sendiri dikelompokkan dalam dua paket
kebijakan besar seperti bersifat jangka pendek dan jangka panjang. kebijakan jangka
94

Kusumaningtuti, Peranan Hukum Dalam Penyelesaian Krisis perbankan di Indonesia,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), hlm 2.
95
Naskah Akademik rancangan Undang-Undang Tentag Jaringan Pengaman Krisis Sistem
Keuangan, hlm 2.

Universitas Sumatera Utara

pendek biasanya menyangkut sisi moneter dan fiskal, seperti nilai tukar, inflasi, utang,
defisit neraca pembayaran, dan anggaran pemerintah. sementara pola kebijakan yang
bersifat jangka panjang menyangkut masalah sektor rill, kapasitas

produksi,

ketenagakerjaan, dan struktur industri. 96
Dengan terbentuknya Undang-Undang mengenai Pencegahan dan Penganan
Krisis sistem Keuangan, pencegahan krisis keuangan dapat dilakukan dengan jelas oleh
masing-msing lembaga. Dapat diketahui bahwa pengertian dari pencegahan adalah
tindakan pihak yang berwenang dalam usaha menghalangi, menghentikan atau
mengurangi dampak atau akibat terjadinya risiko-risiko yang dijamin. Dalam hal ini
dengan dibentuknya Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat memberikan kebijakan
dalam hal mencegah krisis sistem keuangan. Dalam mencegah terjadinya krisis sistem
keuangan anggota komite stabilitas sistem keuangan melakukan pemantauan dan
pemiliharaan stabilitas sistem keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang setiap
anggota dimana hal ini dijelaskan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2016 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yaitu:
(1) Anggota Komite Stabilitas sistem Keungan melakukan pemantauan dan
pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenagan setiap
anggota untuk mencegah terjadinya Krisis Sistem Keuagan.
(2) Pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan oleh anggota Komite
Stabilitas Sistem Keuangan dilakukan berdaasarkan Undang-Undang dan sesuai dengan
protokol manajemen krisis setiap anggota.

96

Fatimah Ratna Wjayanthi, Analisis Terhadap Faktor-Faktor Penyebab Krisis Perbankan Di
Indonesia,hlm 3-4.

Universitas Sumatera Utara

(3) Anggaran Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan hasil pemantauan dan
pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merumuskan rekomendasi kebijakan
yang harus dilakukan oleh setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai
dengan tugas dan wewenang masing-maasing.
Gejolak dalam lembaga keuangan khususnya bank, merupakan salah satu
sumber instabilitas. Oleh karena itu, krisis perbankan harus dicegah atau ditangani
untuk menghindarkan gangguan terhadap sistem pembayaran dan arus kredit dalam
perekonomian. Terkait dengan hal tersebut, upaya membanguan sistem keuangan yang
stabil memerlukan perangkat aturan hukum (legalframework) yang mampu menjadi
landasan bagi penyelenggaraan fungsi bank sentral secara utuh. Sebagaimana telah
dipahami bahwa dalam Legal framework sistem keuangan dan perbankan nasional yang
berlaku pada masa terjadinya krisis, bank sentral yang pada waktu itu merupakan bagian
dari otoritas perbankan tidak dilengkapi dengan perangkat hukum yang memadai ketika
harus mengambil tindakan darurat (emergency) guna mengatasi systemic risk di sektor
perbankan yang hampir-hampir saja melumpuhkan sistem perbankan nasional. 97
Dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
terdapat pembahasan penting sehingga mendorong terbentuknya Undang-Undang ini,
yaitu mendorong upaya pencegahan krisis melalui penguatan fungsi pengawasan
perbankan, khususnya bank yang ditetapkan sebagai bank sistemik. Dalam hal ini,
langkah antisipatf dalam hal mencegah krisis sistem keuangan akibat kegagalan bank
berdampak sistemik Otoritas Jasa Keuangan membentuk tiga Peraturan OJK yaitu
Peraturan OJK (POJK) Nomor 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak

97

Anwar Nasution, Masalah-Masalah Sistem Keungan Dan Perbankan Indonesia,hlm 8.

Universitas Sumatera Utara

Lanjut Pengawasan Bank Umum, Peraturan OJK (POJK) Nomor 16/POJK.03/2017
tentang Bank Perantara, dan Peraturan OJK (POJK) Nomor 14/POJK.03/2017 tentang
Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik, maka melalui tiga aturan tersebut
regulator jasa keuangan bisa cepat melakukan pencegahan dan menangani masalah
krisis sistem keuangan.Bank Indonesia menerbitkan dua peraturan baru terkait pinjaman
atau pembiayaan likuiditas jangka pendek kepada bank konvensional dan bank syariah,
yaitu PBI No.19/4/PBI/2017 tentang pembiayaan likuiditas Jangka Pendek syariah bagi
Bank Umum Syariah, dan PBI No.19/3/Pbi/2017 tentang Pinjaman Likuiditas Jangka
Pendek Bagi Bank Umum Konvensional

yang merupakan ketentuan teknis hasil

penyelarasan dari Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
Keuangan (UU PPKSK) Nomor 9/2016.Dua peraturan tersebut akan menjadi koridor
bagi Bank Sentral saat ingin memberikan pinjaman atau pembiayaan jangka pendek
kepada perbankan yang dilanda kesulitan likuiditas dan berpotensi menimbulkan
krisis. 98
Adapun tugas masing-masing otoritas keuangan dalam hal mencegah krisis
keuangan misalnya seperti Otoritas Jasa Keuangan yang fokus pada mikroprudensial
seperti pengawasan kesehatan lembaga keuanga sedangkan Bank Indonesia fokus pada
makroprudensial dan menjaga nilai tukar rupiah terhadap ancaman krisis keuangan 99.
Lembaga Penjamin Simpanan pada bagaimana resolusi bank, dan Kementrian keungan
pada bagaimana apabila terjadi suatu krisis sistemik. Keempat lembaga itu memiliki
mekanisme pencegahan krisis dengan membangun indikator-indikator untuk deteksi

98

http://konfrontasi.com/content/ekbis/cegah-krisis-keuangan-bi-terbitkan-dua-peraturan-baru,
diakses 03 Mei 2017, Pukul 12:06 WB.
99
Detik.com, https://finance.detik.com/moneter/d-3436705/gandeng-adb-dan-apec-bi-gelarseminar-pencegahan-krisis-keuangan, diakses 12 April 2016, Pukul 10:57 WIB.

Universitas Sumatera Utara

dini. Pencegahan dan penanganan krisis yang merupakan fungsi Komite Stabilitas
Sistem Keuangan tidak terbatas pada Lembaga Keuangan Bank (LKB) tetapi juga
Lembaga Keuagan Bukan Bank (LKBB) juga menetukan apakah kedua lembaga
mengalami permasalahan keuagan yang berdampak sistemik sehingga membutuhkan
bantuan dana untuk mengatasi permasalahn tersebut.
Dalam Pasal 2 pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan
diselenggarakan berdasarkan asas :
a. Kepentingan nasional
b. Kemanfaatan
c. Keadilan
d. Keterpaduan
e. Efektivitas
f. Efesiensi
g. Kepastian hukum
Dimana maksud dari asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah pencegahan dan
penanganan Krisis Sistem Keuangan mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan
masyarakat di atas kepentingan lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah seluruh pengaturan kebijakan
pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan bermanfaat bagi kepentingan

Universitas Sumatera Utara

bangsa, negara, dan masyarakat, khususnya dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan
umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah penyelenggaraan pencegahan dan
penanganan Krisis Sistem Keuangan menjunjung tinggi keseimbangan hak dan
kewajiban dari setiap pihak yang terlibat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah penyelenggaraan pencegahan dan
penanganan Krisis Sistem Keuangan merupakan kesatuan yang utuh, saling menunjang,
selaras antarberbagai kepentingan, serta terkoordinasi dalam satu kendali yang
didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas efektivitas” adalah penyelenggaraan pencegahan dan
penanganan Krisis Sistem Keuangan secara tepat dalam mencegah dan menangani
permasalahan Krisis Sistem Keuangan, termasuk permasalahan Bank Sistemik.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas efisiensi” adalah penyelenggaraan pencegahan dan
penanganan Krisis Sistem Keuangan menggunakan sumber daya secara tepat guna dan
berdaya guna untuk memastikan keefektifan pencegahan dan penanganan permasalahan
Stabilitas Sistem Keuangan.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah penyelenggaraan pencegahan
dan penanganan Krisis Sistem Keuangan dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum

Universitas Sumatera Utara

bagi pengambil keputusan dalam menetapkan langkah pencegahan dan penanganan
Krisis Sistem Keuangan. 100
Dengan adanya asas pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan diharapkan
memberikan keseimbangan kepentingan baik kepada bangsa, negara dan masyarakat
atas kepentingan lainnya, sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan. Oleh karena itu,
krisis perbankan harus dicegah atau ditangani untuk menghindarkan gangguan terhadap
sistem pembayaran dan arus kredit dalam perekonomian.
Koordinasi empat lembaga (Komite stabilitas Sistem Keuangan) dalam mencegah
krisis sangat memiliki peran yang sangat penting. Keempat lembaga itu memiliki
mekanisme pencegahan krisis dengan membangun indikator-indikator untuk deteksi
dini. Semislanya Bank Indonesia mengembangkan indikator untuk krisis nilai tukar dan
deteksi dini mengenai stabilitas sistem keuangan. sementara OJK mengembangkan
mengenai kesehatan lembaga keuanagan, diataranya bank dan nonbank,dan pasar
modal. Kementerian keuangan juga mengembangkan indikator untuk berbagai risiko
fiskal diantaranya dampak bila pajak kurang, defisit terlalu tinggi, termasuk resiko yang
dapat mengancam pasar SBN. Sedangkan LPS mengembangkan deteksi terhadap resiko
perbankan maupun persiapan penanganannya.
C. Penanganan Krisis Sistem Keuangan
Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan
Penanganan Krisis sistem Keuangan adapun isi dari pasal tersebut adalah sebagai
berikut :

100

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 Tentang
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Pasal 2.

Universitas Sumatera Utara

1) Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat meminta penyelenggaraan rapat
Komite Stabilitas Sistem Keuangan kepada koordinator Komite Stabilitas Sistem
Keuangan jika protokol manajemen krisis yang dimilikinya mengindikasikan adanya
permasalahan pada bidang yang menjadi tanggung jawab setiap anggota yang dapat
memengaruhi Stabilitas Sistem Keuangan.
(2) Permintaan penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan hasil penilaian protokol manajemen krisis
anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang bersangkutan yang mengindikasikan
adanya permasalahan pada bidang yang menjadi tanggung jawabnya.
(3) Dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota Komite Stabilitas Sistem
Keuangan memberikan informasi mengenai hasil penilaian protokol manajemen krisis
yang memengaruhi Stabilitas Sistem Keuangan di bidang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2).
(4) Penilaian mengenai status Stabilitas Sistem Keuangan didasarkan pada data,
informasi, kerangka penilaian kondisi Stabilitas Sistem Keuangan, dan pertimbangan
dari seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, termasuk pertimbangan
profesional setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(5) Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyepakati status Stabilitas Sistem
Keuangan dalam kondisi:
a. normal; atau
b. Krisis Sistem Keuangan.

Universitas Sumatera Utara

6) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai Stabilitas Sistem
Keuangan dalam kondisi normal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a,
penanganan permasalahan Sistem Keuangan dilakukan oleh anggota Komite Stabilitas
Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing.
(7) Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai Stabilitas Sistem
Keuangan dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b, Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan rekomendasi kepada
Presiden untuk memutuskan perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan dari kondisi
normal menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan.
(8) Penyampaian rekomendasi kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
disertai dengan langkah penanganan kondisi Krisis Sistem Keuangan yang mencakup
bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(9) Presiden memutuskan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam status
Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan sesuai dengan
rekomendasi atau menolak rekomendasi status Stabilitas Sistem Keuangan yang
disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Pasal 33
Dalam hal Presiden menolak rekomendasi status Stabilitas Sistem Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9), penanganan permasalahan Sistem
Keuangan dilakukan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan
tugas dan wewenang masing-masing.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 34
Dalam hal Presiden memutuskan Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi Krisis
Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9), Presiden dapat
menerima sebagian atau seluruh rekomendasi langkah penanganan yang disampaikan
oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(8).
Pasal 35
Selain langkah penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Komite Stabilitas
Sistem Keuangan dapat mengusulkan kepada Presiden untuk memutuskan perubahan
besaran nilai simpanan nasabah penyimpan pada Bank yang dijamin oleh Lembaga
Penjamin Simpanan.
Pasal 36
(1) Dalam hal Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai terjadi perubahan Stabilitas
Sistem Keuangan dari kondisi Krisis Sistem Keuangan menjadi kondisi normal, Komite
Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden untuk
memutuskan perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan.
(2) Presiden memutuskan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam status
Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi normal sesuai dengan rekomendasi atau
menolak rekomendasi perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi
normal yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Krisis Perbankan atau biasa disebut krisis keuangan merupakan salah satu jenis
krisis ekonomi yang paling sering terjadi dibanyak negara. Krisis perbankan ini bersifat
sistemik sehingga akan berpengaruh terhadap banyak sektor, jika perbankan mengalami

Universitas Sumatera Utara

krisis maka perusahaan-perusahaan yang notabene dibiayai kegiatan produksinya oleh
bank akan mengalami kesulitan. Krisis perbankan menyebabkan suku bunga pinjaman
menjadi naik, karena permintaan kredit yang besar dari dunia usaha, namun disisi lain
pada waktu yang bersamaan dana yang terkumpul di perbankan dari pihak ketiga
(masyarakat) untuk disalurkan sebagai kredit usaha terbatas. Bahkan pada saat krisis
perbankan, yang sering terjadi adalah penarikan dana dari bank-bank oleh para nasabah
secara serentak yang berakibat bank-bank tersebut mengalami kehancuran seketika. 101
Terjadinya krisis keuangan memberikan banyak dampak yang harus diterima oleh
Indonesia, baik pada bursa saham, pasar modal, pasar uang dan sistem perbankan,
diantaranya:
1. Daya beli yang merosost tajam, baik karena penurunan pendapatan secara
nominal, maupun akibat melonjaknya harga pangan dan barang barang
kebutuhan pokok lain, konsumen dan berbagai sektor dalam perekonomian juga
dipaksa mengurangi konsumsi;
2. masyarakat pun mulai merasakan memburuknya kualitas kehidupan mereka,
seperti akses kepemenuhan pangan, pendidikan, kesehatan dan hancurnya
infrastruktur dasar;
3. Banyaknya pengangguran karena sektor industri tidak lagi berjalan seperti biasa
yang disebabkan oleh adanya penurunan produksi;
4. Penurunan indeks di lantai bursa karena sentuhan negatif dari bursa global yang
mengakibatkan para investor mengalami kerugian;

101

Fatimah Ratna Wjayanthi, Op.Cit hlm 1-2.

Universitas Sumatera Utara

5. Nilai tukar rupah terhadap dollar AS yang semakin menurun karena banyak para
eksportir yang membutuhkan uang dollar untuk bertransaksi dengan pihak asing;
6. Sektor riil domestik dan internasional terhubung secara langsung melalui
aktivitas ekspor dan impor karena sebagian permintaan ekspor komoditas
Indonesia akan berkurang;
7. Di pasar keuangan domestik hanya berdampak berupa pelepasan surat berharga
domestik terutama SUN dan SBI oleh investor asing.
Melihat begitu banyaknya dampak krisis, maka tentu harus diimbangi dengan kiat-kiat
yang baik guna menanggulangi keseluruhan hal tersebut. 102
Dalam Hal pencegahan dan penanganan krisis sistem keuagan, Otoritas Jasa
Keuangan merilis tiga aturan baru turunan dari Undang-Undang pencegahan Dan
Penanganan Krisis Sistem Keuangan, yang mana mengatur tentang penanganan bank
sistemik bila mengalami permasalahan solvabilitas ( keadaan tidak mampu membayar
kewajibannya) salah satunya yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 14
Tahun 2017 mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum,
dimana aturan ini sesuai dengan amanat Pasal 21 Undang-Undang Pencegahan dan
Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Dalam Peraturan OJK ini bagi bank sistemik
apabila mengalami kondisi yang semakin memburuk serta telah memenuhi kriteria
berdmpak sistemik sesuai yang telah ditetapkan maka otoritas Jasa Keuangan meminta
agar diselnggarakan Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk menetapkan
langkah penanganan permasalahan bank sistemik. Aturan ini memberikan ketegasan dan
kejelasan dalam penerapan kebijakan dalam penanganan krisis disektor keuangan,

102

Ibid, hlm 3.

Universitas Sumatera Utara

dengan adanya Undang-Undang Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
ini memberikan landasan hukum bagi lembaga/otoritas lain dalam menangani stabilitas
sistem keuagan. Adapun Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang penetapan status dan
tindak lanjut pengawasan bank umum memuat aturan mengenai penanganan
permasalahan bank, baik penanganan terhadap bank sistemik maupun bank tidak
sistemik Peraturan OJK 14/POJK.03/2017, sedangkan Peraturan OJK 15/POJK.03/2017
tentang Rencana Aksi Bagi Bank Sistemik, dan Peraturan OJK 16/POJK.03/2017
tentang Bank Perantara. Dalam POJK untuk Rencana Aksi, OJK meniadakan skema
dana talangan dari luar ( bail out) dan menggantinya dengan dana talangan dari dalam
(bail in).
Sedangkan mengenai Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
Umum dalam ketentuan ini diatur bahwa status pengawasan terdiri dari 3 (tiga) tahap
yaitu, pengawasan normal, pengawasan intensif, pengawasan khusus. Dan POJK
tentang bank perantara memuat aturan mengenai prosedur pendirian bank perantara,
bank perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh Lembaga Penjamin
Simpanan.keberadaan bank perantara membuka opsi penanganan permaslahan
solvabilitas bank tidak hanya dilakukan dengan cara pengalihan sebagian atau seluruh
aset dan/atau kewajiban bank bermasalah kepada bank penerima, penyertaan modal
semntara, atau pencabutan izin usha bank, namun juga dapat melalui pendirian bank
perantara yang digunakan sebagai sarana resolusi untuk menerima aset dan/atau
kewajiban yang mempunyai kualitas baik dari bank bermasalah. Terkait POJK tentang
Recovery

Plan

memuat

aturan

mengenai

kewajiban

bank

sistemik

untuk

mempersiapkan rencana dalam rangka mencegah dan mengatasi permasalah keuangan

Universitas Sumatera Utara

yang mungkin terjadi di bank sistemik dengan cara menyusun Rencana aksi. 103
Sedangkan Bank Indonesia menerbitkan dua peraturan terkait pinjaman atau
pembiayaan lukiditas jangka pendek kepada bank konvensional dan bank syariah,
merupakan ketentuan teknis hasil penyelarasan dari Undang-Undang Penceghan dan
Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Dua peraturan tersebut merupakan kententuan
terhadap Bank sentral saat akan memberikan pinjaman atau pembiayaan jangka pendek
kepada perbankan yang kesulitan likuiditas dan berpotensi menimbulkan krisis.Adapun
pperaturan tersebut adalah Peraturan BI (PBI) No.19/3/PBI/2017 tentang PLJP bagi
bank umum konvensional dan PeraturanBI (PBI) No.19/4/PBI/2017 tentang PLJPS bagi
bank umum Syariah. 104 Peraturan OJK dan Peraturan Bank Indonesia ini merupakan
aturan turunan atas Undang-Undang Nomor9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan
Penanganan Krisis Sistem Keuangan, peraturan ini dibentuk dalam hal mengantisipasi
dan mencegah serta menangani apabila sewaktu waktu terjadi krisis sistem keuangan.

103

Siaran Pers Otoritas Jasa Keuangan, www.OJK.go.id, hlm 2-3.
AntaraNews, BI Terbitkan Aturan Baru Pencegahan Krisis Keuangan, m.antaranews.com,
diakses 12 Juni 2017 Pukul 18:35 WIB.
104

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENENTUAN BANK SISTEMIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
KRISIS SISTEM KEUANGAN

A. Kriteria Suatu Bank Ditetapkan Sebagai Bank Berdampak Sistemik
Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi
perekonomian nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas
perekonomian secara keseluruhan. Sebuah bank dikatakan bermasalah atau mengalami
kegagalan bila sudah tidak mampu lagi memenuhi kewajiban deposan dan kreditur.
Tatkala krisis moneter global semakin memperlihatkan dampak yang mendalam di
Indonesia di tahun 2008 lalu, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankkan (DPNP)
Bank Indonesia melakukan analisa peringatan dini (early warning analysis) melalui
simulasi ketahanan industri perbankan (stress testing) dan melaporkan hasilnya kepada
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dengan adanya laporan ini akan memberi
informasi memadai mengenai kondisi dan kerentanan sistem keuangan dan perbankan
guna mengambil keputusan yang bertujuan untuk mencegah krisis dan memelihara
stabilitas sistem keuangan 105.
Seiring dengan berjalannya waktu serta perkembangan perekonomian nasional maupun
internasional yang senantiasa bergerak cepat, disertai dengan tantangan-tantangan yang semakin
luas serta harus selalu diikuti secara tanggap oleh perbankan nasional dalam menjalankan fungsi
dan tanggung jawabnya kepada masyarakat, sehingga Undang-undang Perbankan beberapa kali
mengalami perubahan/amandemen. Amandemen pertama ialah dengan dikeluarkannya Undang105

Maria Afriyabti, Op.cit., hlm 59.

83

Universitas Sumatera Utara

undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan amandemen kedua ialah dengan
dikeluarkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Selanjutnya definisi Bank sesuai dengan Undang-undang
Perbankan yaitu pada pasal 1 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. “
Keseluruhan Undang-undang tersebut juga telah mengatur Asas, Fungsi serta Tujuan
Perbankan secara jelas. Adapun pasal-pasal pada Bab II Undang-undang No. 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
mengatur sebagai berikut :

(2). Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

(3). Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat.

(4). Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional
kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Seperti diketahui Bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya penawaran dan permintaan
kredit dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak pada waktu yang telah
ditentukan. Bank sebagai suatu jenis lembaga keuangan melaksanakan berbagai macam

Universitas Sumatera Utara

fungsi keuangan misalnya memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, bertindak
sebagai tempat penyimpanan benda berharga, membiayai usaha perusahaan dan
sebagainya. Alasan utama mengapa Bank dilengkapi dengan regulasi yang ketat karena
gagalnya suatu bank bisa berdampak jangka panjang melintasi perekonomian serta
berbagai aspek penting suatu negara. Gagalnya suatu bank secara parsial atau total dapat
mempengaruhi perekonomian negara secara keseluruhan. Hal ini mengacu pada suatu
risiko yang mulai sering disebut-sebut kalangan perbankan serta semakin mencuat
kepermukaan setelah terjadinya kasus Bank Century (Pada tanggal 20 November 2008,
Bank Indonesia menyatakan Bank Century sebagai Bank Gagal yang ditengarai
Berdampak Sistemik), yang masih menjadi perdebatan serta ketakutan akan trauma
masa lalu ketika krisis moneter pada tahun 2007 yang meluluhlantakkan perekonomian
Indonesia dan masih dirasakan sampai saat ini. Risiko ini kerap disebut sebagai risiko
sistemik (systemic risk).Risiko sistemik pada sistem perbankan disebabkan oleh adanya
korelasi yang tinggi dari kegagalan bank-bank pada suatu Negara, sejumlah negara atau
secara global. Risiko sistemik juga bisa terjadi pada bagian-bagian yang lain dari sektor
keuangan dan bisa berdampak secara domestik maupun transnasional. Dampak sistemik
pernah dialami Indonesia pada tahun 1997, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga perbankan menyebabkan penarikan dana besar-besaran secara bersamaan pada
lembaga keuangan bank yang lebih dikenal dengan “rush” konsekuensi logis
berdampak dengan diikutiya krisis moneter yang meluluhlantakkan korporasi-korporasi
serta berimbas pada masyarakat luas. Istilah sistemik diambil dari kata sistem.
Kegagalan sistemik berarti kegagalan-kegagalan yang menyebabkan kerusakan secara
menyeluruh pada sistem. Berdasarkan pada definisi Peraturan Pemerintah Pengganti

Universitas Sumatera Utara

Undang-undang No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK),
yang dimaksud berdampak sistemik adalah:

“Berdampak sistemik adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu Bank,
Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan/atau LKBB lain sehingga menyebabkan
hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional.”
Menurut Lembaga Internasional, seperti Bank for International Settlements dan
European Central Bank menekankan berdampak sistemik mengacu pada istilah:
“kekacauan yang menyeluruh, bersifat tiba-tiba, menghasilkan efek domino kekacauan
finansial yang lebih besar.” 106Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/31/PBI/2008 tentang
Fasilitas Pembiayaan Darurat untuk Bank Umum, pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat (8) terdapat istilah Dampak Sistemik, yang selanjutnya didefinisikan sebagai
berikut:
“Dampak sistemik adalah potensi penyebaran masalah (contagion effect) dari satu bank
bermasalah yang dapat mengakibatkan kesulitan likuiditas bank-bank lain sehingga
berpotensi menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dan
mengancam stabilitas sistem keuangan.”

Secara umum, risiko atau dampak sistemik sering didefinisikan sebagai peluang
hancurnya suatu sistem secara keseluruhan, bukan hanya dari suatu bagian individual
dari sistem tersebut melainkan bisa dari korelasi antara semua bagian yang ada dalam
sistem tersebut (sudah tentu tingkat risiko berbeda sesuai dengan lapangan yang terkena

106

Bank Gagal Berdampak Sistemik, http://ibelajarekonomi.co.id/2012/04/bank-gagalberdampak-sistemik.html, diakses 15 April 2017, Pukul 19:00 WIB.

Universitas Sumatera Utara

dampak). 107Suatu bank dikatakan bermasalah apabila bank mengalami suatu kesulitan
yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, misalnya saja kondisi usaha bank
yang semakin memburukdengan ditandainya menurunnya permodalan, kualitas aset,
likuiditas, dan lain sebagainya, hal tersebut karena kurangnya pelaksanaan yang sesuai
dengan prinsip

kehati-hatian dan asas perbankan

yang

sehat.

Bank

yang

bermasalahdapat digolongkan menjadi 2 yaitu :

1. Bank yang bermasalah secara struktural, yaitu bank yang mengalami kondisi
yang sangat parah dan setiap saat dapat terancam keberlangsungannya.
Karakteristik bank yang masuk ke dalam kategori ini antara lain kualitas aktiva
produktif tidak sehat, mengalami rugi cukup besar serta likuidasi yang buruk.
Keadaan yang seperti ini biasanya disebabkan pemilik banyak ikut campur
tangan dalam pengelolaan manajemen yang dapat dilihat dari besarnya kredit
yang diberikan kepada grup atau kelompok pemilik.
2. Bank yang bermasalah secara non-struktural, yang masuk kedalam kategori ini
biasanya dengan karakteristik pemilik tidak begitu banyak ikut campur dalam
pengelolaan manajemen dan menyadarikesalahannya. Dan walaupun bank dalam
kondisi rentabilitas cenderung memburuk, namum modal bank masih mencukupi
penyediaan modal minimum. Kategori bank seperti ini memiliki tingkat
kesehatan yang kurang atau tidak sehat.108

107

Made Gde Subha Karma Resen, Resiko Sistemk Pada Perbankan (Peran Bank Indonesia
Sebagai The Last Resort), https://subhakarmaresenlaw.wordpress.com/2012/05/29/15/, diakses pada 15
April 2017, Pukul 18:33 WIB.
108
Mutiara Parwita Febriani, Analisis hukum penalangan Bank Dalam Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2014), hlm 22.

Universitas Sumatera Utara

Kriteria suatu bank dapat dikategorikan berdampak sistemik tidak dinyatakan
secara eksplisit dalam Undang-undang. Tidak dinyatakan kriteria ini secara eksplisit
disebabkan 2 alasan utama yaitu :
1. Berpotensi menimbulkan moral hazard.

Kriteria berdampak sistemik

memang sengaja tidak dinyatakan eksplisit. Jika semua bank tahu tentang
kriteria berdampak sistemik, maka pengelola bank cenderung secara
sengaja

mendorong

atau

mengkondisikan diri

masuk

ke

kriteria

berdampak sistemik tersebut, hingga bisa minta bantuan pemerintah demi
keuntungan-keuntungan yang tidak wajar. Ini adalah bentuk dari moral
hazard.
2.

Pengukuran Dampak Sistemik Bersifat Situasional. Dampak sistemik bisa
diakibatkan banyak hal, internal maupun eksternal. Hal internal bisa berupa
masalah dari dalam lembaga bank itu sendiri. Sedangkan eksternal bisa
berupa bencana alam, krisis keuangan global maupun bentuk-bentuk lain
yang berpengaruh terhadap sistem keuangan. Ini yang menyebabkan
dampak sistemik sulit ditentukan batasannya. Suatu lembaga keuangan
dapat dinyatakan berdampak sistemik pada situasi tertentu, namun
tidak berdampak sistemik pada situasi yang berbeda. Perlu professional
judgment untuk memutuskan hal tersebut. Di situlah diperlukan pembuat
kebijakan yang mempunyai kompetensi dan pengalaman yang mumpuni
serta integritas yang tinggi. 109

109

Bank Gagal Berdampak Sistemik, http://ibelajarekonomi.co.id/2012/04/bank-gagalberdampak-sistemik.html, diakses pada 15 April 2017, Pukul 19:20 WIB.

Universitas Sumatera Utara

Selain aspek di atas, Bank Indonesia juga menambahkan satu aspek lagi
yaitu aspek psikologi pasar. Penambahan aspek psikologi pasar ini ditambahkan karena
merujuk pengalaman Indonesia pada krisis 1997-1998 lalu sehingga perlu dimasukkan
untuk mencegah krisis serupa terulang. Pada masa itu, penutupan 16 bank yang hanya
menguasai 2,3% dari total aset perbankan berdampak psikologis negatif bagi pasar
keuangan. Ini berujung pada penarikan besar-besaran dana nasabah di bank-bank lain
sehingga mengakibatkan krisis perbankan dan merambah pada krisis keuangan dan
sektor lainnya. 110
Dalam hal komite koordinasi telah menetapkan bank yang ditempatkan dalam
pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/38/PBI/2005 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank sebagai
Bank Berdampak Sistemik dan bank bersangkutan memenuhi kriteria :
a. Jangka waktu sebgaimana dimaksud Pasal 8 belum terlampaui namun
kondisi Bank menurun dengan cepat.
b. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terlampaui, rasio
kewajiban penyediaan modal minimum kurang dari 8% ( delapan
perseratus) dan kondisi bank tidak mengalami perbaikan, atau

110

DetikNews, Indikator Bank Berdampak Sistemik Dan Kronologi Penaganan Bank Century,
http://news.detik.com/berita/1277268/indikator-bank-berdampak-sistemik-kronologi-penanganan-bankcentury, diakses pada 15 April 2017, Pukul 20:00 WIB.

Universitas Sumatera Utara

c. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 belum terlampaui
namun jangka waktu fasilitas pembiayaan darurat yang diterima oleh bank
telah jatuh tempo dan tidak dapat dilunasi. 111
Pada dasarnya BI selaku otoritas pengaturan dan pengawasan perbankan
mengelompokkan beberapa bank besar sebagai systemically important bank (SIB). SIB
merupakan bank yang memiliki ukuran (size) cukup signifikan, yang dalam keadaan
normal dapat berdampak sistemik terhadap sistem keuangan nasional apabila bank
tersebut mengalami kegagalan. Untuk Indonesia, terdapat 15 bank terbesar yang masuk
dalam kategori SIB berdasarkan besaran asetnya. Dalam kondisi normal, bank yang
dikategorikan sebagai SIB tidak boleh gagal, apalagi dalam kondisi krisis. Kegagalan
SIB akan sangat membahayakan sistem pembayaran, sistem keuangan bahkan
perekonomian nasional. Oleh karena itu, pengawas bank melakukan pengawasan khusus
terhadap bank-bank yang termasuk dalam kategori tersebut. Terdapat 2 kriteria umum
yang digunakan Bank Sentral untuk menentukan SIB, yakni :

1. Too big to fail. Semakin besar ukuran suatu bank (misalnya dilihat dari sisi nilai
asset, nilai transaksi, atau jumlah cabang), maka bank tersebutmemiliki dampak
sistemik yang semakin tinggi. Oleh karena itu, bank tersebut tidak boleh
dibiarkan gagal.
2. Too interconnected to fail. Semakin besar keterkaitan suatu bank dengan bank
atau lembaga keuangan lainnya (misalnya melalui pinjaman antar bank atau

111

Angelita Charista Mary Priscilla, Tinajauan yuridis Terhadap Kewenangan Lembaga
Penjamin Simpanan Dalam Take Over Bank Gagal, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm 32.

Universitas Sumatera Utara

kepemilikan), maka bank tersebut semakin tinggi dampak sistemiknya. Oleh
karena itu, bank tersebut tidak boleh dibiarkan gagal.

Namun demikian, dengan perkembangan sektor keuangan yang semakin komplek dan
terkait satu sama lain, pandangan di atas tidak dapat diterapkan, sebab kriteria umum
tersebut di atas lazimnya digunakan dalam kondisi normal. Situasi kondisi tahun 2008
bukan lagi kondisi normal namun sudah krisis, sehingga aspek psikologis yang sudah
tertekan di masyarakat pada kondisi tersebut menjadi pertimbangan tambahan dalam
pengambilan kebijakan.

112

Adapun Indkator penetapan Systemically Important

Bankterdapat dalam POJK Nomor 46/POJK.03/2015 dimana dalam Pasal 5 disebutkan :

Indikator yang digunakan dalam metodologi penetapan SIB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas:

a. ukuran Bank (size);

b. keterkaitan dengan sistem keuangan (interconnectedness); dan
c. kompleksitas kegiatan usaha (complexity
B. Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Bank Sistemik Terhadap Dunia Perbankan
Dan Perekonomian Nasional
Bank sistemik adalah bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban, luas
jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan
sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau keseluruhan bank
112

Upaya
Pemerintah
dalam
Pencegahan
dan
Penanganan
Krisis/Bab
VI,https://id.wikisource.org/wiki/Upaya_Pemerintah_dalam_Pencegahan_dan_Penanganan_Krisis/Bab_
VI ,diakses pada 27 April 2017, Pukul 13:40 WIB

Universitas Sumatera Utara

lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun secara finansial, jika
bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. Dan kegagalan bank akan memiliki
dampak merugikan bukan hanya pada perbankan saja namun bagi perekonomian
nasional juga. Dampak buruk itu dapat dilihat dari sisi besarnya biaya fiskal untuk
mengatasi krisis. 113 Dampak yang ditimbulkan oleh bank sistemik bagi dunia perbankan
berimbas juga terhadap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan, dimana
akan terjadi penarikan dana besar-besa