Pertumbuhan Bibit Buah Naga (Hylocereus undatus (Haw.) Britt & Rose) Dengan Perbedaan Panjang Setek dan Pemberian BAP (Benzyl Amino Purine)
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Adapun klasifikasi tanaman buah naga daging putih secara lengkap dalam Gunasena et al.
(2007) sebagai berikut; Kingdom : Plantae; Sub Kingdom : Tracheobionta; Super Divisi :
Spermatophyta; Divisi : Magnoliophyta; Kelas : Magnoliopsida (Dicotyledon); Ordo :
Caryophyllales; Famili : Cactaceae; Sub Famili : Cactoideae; Suku : Hylocereae; Genus :
Hylocereus (Berger) Britt & Rose; Species : Hylocereus undatus (Haw.) Britt & Rose.
Tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika selatan bagian utara ini
sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk konsumsi segar. Jenis dari tanaman ini menrupakan
tanaman memanjat. Secara morfologi tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena
tidak memiliki daun yang mana hanya memiliki akar, batang dan cabang, bunga, buah serta
biji. (Daniel Kristanto, 2009).
Tanaman yang termasuk dalam keluarga kaktus ini berasal dari Amerika Tengah, kemudian
berkembang di Vietnam, Thailand, Cina Selatan, Malaysia, Indonesia, Australia dan Taiwan.
Orang China kuno menganggap buah itu membawa berkah. Dari kebiasaan inilah buah itu di
kalangan orang Vietnam yang menganut budaya China, dikenal sebagai buah Thang Loy
(buah naga). Thang Loy-nya orang Vietnam ini, oleh orang Eropa dan Negara lain yang
berbahasa Inggris dikenal sebagai Dragon Fruit (Triatminingsih, 2009).
Perakaran tanaman buah naga bersifat epifit yaitu merambat dan menempel pada batang
tanaman lain. Namun, dalam pembudidayaan, media untuk merambatkan batang tanaman
buah naga ini dapat digantikan dengan tiang penopang atau kawat. Perakaran buah naga
sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan yang cukup lama. Perakaran
tanaman buah naga tidak terlalu panjang dan terbentuk akar cabang. Dari akar cabang tumbuh
akar rambut yang sangat kecil, lembut, dan banyak (Warisno dan Kres, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila
sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau ungu. Batang tersebut berukuran panjang
dan bentuknya siku atau segitiga. Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam
proses asimilasi. Itulah sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang
mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. (Daniel Kristanto,
2009).
Bunga tanaman buah naga berbentuk seperti terompet, mahkota bunga bagian luar berwarna
krem dan mahkota bunga bagian dalam berwarna putih bersih sehingga pada saat bunga
mekar tampak mahkota bunga berwarna krem bercampur putih. Bunga memiliki sejumlah
benang sari (sel kelamin jantan) yang berwarna kuning. Bunga buah naga tergolong bunga
hermaprodit, yaitu dalam satu bunga terdapat benangsari (sel kelamin jantan) dan putik (sel
kelamin betina). Bunga muncul atau tumbuh di sepanjang batang di bagian punggung sirip
yang berduri. Sehingga dengan demikian, pada satu ruas batang tumbuh bunga yang
berjumlah banyak dan tangkai bunga yang sangat pendek. (Cahyono, 2009).
Buah Naga berbentuk bulat lonjong dengan diameter 10–12 cm, berkulit tebal. Seperti nama
sebutannya jenis buah naga daging putih ini mempunyai kulit berwarna merah ketika masak,
berjumbai kehijauan dan daging buah berwarna putih dengan biji-biji hitam yang bertebaran.
Buah yang masak mempunyai berat rata-rata antara 700– 800 gram per buah dengan kadar
kemanisan buah sekitar 10-13 briks (Warisno dan Kres, 2009).
Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam. Kulit biji sangat tipis, tetapi keras.
Biji ini dapat digunakan untuk perbanyakkan tanaman secara generatif. Setiap buah terdapat
sekitar 1.200 – 2.300 biji (Kristanto, 2003).
Akar tumbuhan buah naga tidak hanya tumbuh di pangkal batang di dalam tanah tetapi juga
pada celah-celah batang, yang berfungsi sebagai alat pelekat sehingga tumbuhan dapat
melekat atau memanjat tumbuhan lain atau pada tiang penyangga. Akar pelekat ini dapat juga
Universitas Sumatera Utara
disebut akar udara atau akar gantung yang memungkinkan tumbuhan tetap dapat hidup tanpa
tanah atau hidup sebagai epifit. (Winarsih, 2007).
Perakaran tanaman buah naga sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan
yang cukup lama. Kalaupun tanaman ini dicabut dari tanah, ia masih hidup terus sebagai
tanaman epifit karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada pada batangnya.
(Daniel Kristanto, 2009)
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman buah naga merupakan tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap
lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan.
Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah sekitar 60 mm/bulan atau 720
mm/tahun. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini akan lebih baik bila hidup di dataran
rendah antara
0-350 m dpl. Suhu udara yang ideal bagi tanaman buah nga ini antara 26–36o
C dan kelembaban antara 70 – 90% (Rukmana, 2003).
Pada dasarnya tanaman ini mampu bertahan dalam kondisi kering, panas, tanah yang kering
serta kondisi dingin. Meskipun demikian kondisi iklim harus tetap diperhatikan dalam
budidayanya. Produktivitas tanaman buah naga daging putih ini di daerah tropis seperti di
Indonesia akan baik pada tempat dengan suhu antara 20–30°C, dengan suhu maksimum
ratarata adalah 38°C. Pada suhu diatas 38ºC kegagalan proses pembungaan akan meningkat,
dan pada suhu diatas 40°C tanaman akan mengalami kerusakan. Tanaman ini juga
menghendaki penyinaran matahari yang penuh namun jika intensitas penyinaran matahari
yang sangat tinggi dalam waktu yang panjang akan menyebabkan tanaman mengalami
kehilangan warna, untuk itu kadang kala dibeberapa tempat pembudidayaan diperlukan
adanya naungan (Sudarmini, 2005).
Tanah
Universitas Sumatera Utara
Tanaman buah naga memiliki tipe fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM).
Jumlah air yyang dibutuhkan akan tergantung pada tipe tanah. Tanaman ini berasal dari
daerah yang memiliki daya pretisipasi kelengasan yang tingga (Marten 2003). Rendahnya
jumlah air harian akan lebih menguntungkan daripada jumlah air yang lebih intensif dan
banyak. Meski tergolong dalam golongan kaktus, tanaman buah naga memerlukan air lebih
banyak dibandingkan dengan tipe kaktus gurun lainnya. Tanaman ini tidak tahan dengan
genangan air, sehingga drainase tanah harus lebih baik. Irigasi regular sangat penting karena
memungkinkan tanaman untuk memadai cadangan air, tidak hanya umtuk perkembangan
bunga, tetapi juga menjamin untuk kebutuhan perkembangan buah (Bellec e al. 2006).
Setek
Tanaman buah naga daging putih dapat diperbanyak dengan biji dan setek, tetapi untuk skala
komersial lebih menguntungkan dengan setek karena tanaman lebih cepat berproduksi.
Tanaman buah naga asal bibit setek mulai berbuah pada umur 2 tahun, jika melalui biji masa
berbuahnya lebih lama lagi. Bahan setek yang dipakai dapat diambil dari cabang atau sulur
yang sudah menghasilkan buah. Pangkasan cabang atau sulur yang sehat ditandai dengan
warnanya yang hijau tua, keras, dan berlilin dibagian kulitnya. Selain itu cabang atau sulur
yang akan dijadikan sebagai bahan setek sebaiknya berdiameter besar karena akan lebih tahan
terhadap serangan penyakit busuk batang. Cabang atau sulur yang telah disiapkan sebagai
bibit setek, dipotong sekitar 15 cm, kemudian dibenamkan pada media persemaian yang telah
disiapkan. Setelah 3 minggu akan tumbuh akar. Bibit yang telah
berumur
3–6 bulan
mulai bisa dipindahkan ke lapang (Redaksi-Trubus, 2003).
Buah naga ini dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan generatif
menggunakan biji sedangkan perbanyakan vegetatif dengan setek cabang/sulurnya.
Perbanyakan dengan biji mempunyai keistimewaan yaitu bibit yang diperoleh dalam jumlah
Universitas Sumatera Utara
banyak dengan pertumbuhan seragam dan kekar. Namun kelemahannya dibutuhkan waktu
yang relatif lama hingga diperoleh bibit yang siap panen (Kristanto, 2003).
Perbanyakan secara vegetatif dengan setek mempunyai keuntungan antara lain lebih cepat
menghasilkan dibandingkan dengan bibit asal biji. Buah sudah dapat dipanen 6-7 bulan sejak
bibit dari setek setinggi 1 meter ditanam (Wijayanti, 2005) atau 2-3 tahun dari setek dengan
panjang 30-40 cm ditanam (Soelistyari dan Utomo, 2000 dalam Soelistyari et al., 2006).
Namun perbanyakan dengan setek ini mempunyai kelemahan yaitu, terbatasnya bagian
tanaman yang bisa disetek. Keadaan tanaman yang sedang berbuah juga tidak dapat
dilakukan penyetekan karena buah naga muncul pada sulur-sulur tanaman sehingga tidak
mungkin memotong sulur tersebut untuk dijadikan setek (Warisno dan Kres, 2009).
Bibit asal cabang harus berasal dari tanaman sehat, tumbuh normal dan telah berbuah. Bibit
yang baik berbatang lebih keras hingga lebih tahan penyakit. Standar bibit yang baik
berukuran 20 – 30 cm agar berpotensi memiliki cabang yang lebih banyak, cepat besar dan
produksi tinggi. Mengingat kebutuhan bibit yang begitu besar dan dalam batas waktu yang
cukup singkat, sedangkan pohon induk yang terpilih tersebut jumlahnya terbatas, maka perlu
diusahakan penggunaan bahan setek seefisien mungkin (Nurfadilah, et al. 2012)
Benzyl Amino Purine (BAP)
Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan zat pengatur tumbuh antara
lain jenis zat pengatur tumbuh yang digunakan, konsentrasi, urutan penggunaan, dan periode
masa inkubasi dalam kultur tertentu (Gunawan, 1995).
Selain untuk merangsang pertumbuhan, seringkali ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat
pengatur tumbuh dapat berfungsi sebagai pendorong proses fisiologis yang bergantung pada
konsentrasi yang digunakan dan cara aplikasi dari zat pengatur tumbuh itu sendiri. Zat
pengatur tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAP yang termasuk dalam
Universitas Sumatera Utara
golongan sitokinin. Menurut Abidin (1990), sitokinin termasuk hormon yang dapat memacu
pembelahan sel dalam bagian ujung dari tunas samping dan mengubahnya menjadi meristem
yang aktif (Indriati, 2003).
Sitokinin mempengaruhi berbagai proses fisiologis di dalam tanaman. Aktivitas yang
terutama adalah mendorong pembelahan sel dan aktivitas ini yang menjadi kriteria utama
untuk menggolongkan suatu zat kedalam sitokinin. Akan tetapi proses-proses pembelahan sel
pada sel-sel meristem akan dihambat oleh pemberian sitokinin eksogen. Baik efek yang
menghambat maupun efek yang mendorong proses pembelahan sel oleh sitokinin tergantung
dari adanya fitohormon lainnya, terutama auksin (Wattimena, 1988).
Golongan sitokinin yang aktif adalah BAP (Benzyl Amino Purine) dan thidiazuron.
Penggunaan BAP dengan konsentrasi tinggi dan masa yang panjang seringkali menyebabkan
regenerani sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan pucuk abnormal. Hal ini jelas
terlihat pada kultur Asparagus officinalis. Secara umum, konsentrasi sitokinin yang
digunakan berkisar 0,1 – 10 mg/l (Gunawan, 1995).
Zat Pengatur Tumbuh atau disebut juga plant regulator adalah senyawa organik yang bukan
hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat
(inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1990). Salah satu komponen
media yang menentukan keberhasilan pertumbuhan bibit setek secara vegetatif adalah jenis
dan konsentrasi ZPT yang digunakan. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan yang
kita harapkan. Untuk mendorong/merangsang tumbuhnya tunas-tunas adventif, ZPT yang
digunakan adalah sitokin. Jenis sitokinin yang sering dipakai adalah BAP (Benzyl Amino
Purine). BAP merupakan golongan sitokinin aktif yang bila diberikan pada tunas pucuk akan
mendorong proliferasi tunas yaitu keluarnya tunas lebih dari satu (Yusnita, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan Diana (2007), perlakuan zat pengatur tumbuh Benzyl Amino
Purine pada konsentrasi 2 ppm berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman kedelai
Universitas Sumatera Utara
(0,383 cm), jumlah tunas (1,570 buah), jumlah akar (1,225 buah), berat akar (0,106 g), serta
berat tanaman total tanaman (0,171 g), dan pada konsentrasi 4 ppm berpengaruh nyata
terhadap persentase kalus (69,7 kali) dan jumlah daun (1,463 buah).
Pada penelitian yang dilakukan Sulistiani et al., (2001), pada tanaman manggis dinyatakan
bahwa pemberian BAP pada konsentrasi 5 mg/l memberi pengaruh lebih baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan jumlah tunas aksilar dan jumlah tunas adventif per botol.
Sedangkan pada konsentrasi 2,5 mg/l memberi pengaruh yang lebih baik untuk pertumbuhan
dan perkembangan akar per botol.
Ritonga (2003) dalam penelitiannya pada tanaman stroberi menyatakan bahwa perlakuan
BAP memberikan pengaruh nyata untuk parameter tinggi planlet dan jumlah akar tetapi
belum berpengaruh nyata untuk parameter jumlah daun dan jumlah tunas. Rataan tertinggi
untuk parameter tinggi planlet diperoleh pada B0 (1,508 cm) dan terendah pada B2 (1,204
cm) sedangkan untuk parameter jumlah akar rataan tertinggi pada B0 (2,062 buah) dan
terendah pada B3 (0,887 buah).
Universitas Sumatera Utara
Botani Tanaman
Adapun klasifikasi tanaman buah naga daging putih secara lengkap dalam Gunasena et al.
(2007) sebagai berikut; Kingdom : Plantae; Sub Kingdom : Tracheobionta; Super Divisi :
Spermatophyta; Divisi : Magnoliophyta; Kelas : Magnoliopsida (Dicotyledon); Ordo :
Caryophyllales; Famili : Cactaceae; Sub Famili : Cactoideae; Suku : Hylocereae; Genus :
Hylocereus (Berger) Britt & Rose; Species : Hylocereus undatus (Haw.) Britt & Rose.
Tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika selatan bagian utara ini
sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk konsumsi segar. Jenis dari tanaman ini menrupakan
tanaman memanjat. Secara morfologi tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena
tidak memiliki daun yang mana hanya memiliki akar, batang dan cabang, bunga, buah serta
biji. (Daniel Kristanto, 2009).
Tanaman yang termasuk dalam keluarga kaktus ini berasal dari Amerika Tengah, kemudian
berkembang di Vietnam, Thailand, Cina Selatan, Malaysia, Indonesia, Australia dan Taiwan.
Orang China kuno menganggap buah itu membawa berkah. Dari kebiasaan inilah buah itu di
kalangan orang Vietnam yang menganut budaya China, dikenal sebagai buah Thang Loy
(buah naga). Thang Loy-nya orang Vietnam ini, oleh orang Eropa dan Negara lain yang
berbahasa Inggris dikenal sebagai Dragon Fruit (Triatminingsih, 2009).
Perakaran tanaman buah naga bersifat epifit yaitu merambat dan menempel pada batang
tanaman lain. Namun, dalam pembudidayaan, media untuk merambatkan batang tanaman
buah naga ini dapat digantikan dengan tiang penopang atau kawat. Perakaran buah naga
sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan yang cukup lama. Perakaran
tanaman buah naga tidak terlalu panjang dan terbentuk akar cabang. Dari akar cabang tumbuh
akar rambut yang sangat kecil, lembut, dan banyak (Warisno dan Kres, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila
sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan atau ungu. Batang tersebut berukuran panjang
dan bentuknya siku atau segitiga. Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam
proses asimilasi. Itulah sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang
mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. (Daniel Kristanto,
2009).
Bunga tanaman buah naga berbentuk seperti terompet, mahkota bunga bagian luar berwarna
krem dan mahkota bunga bagian dalam berwarna putih bersih sehingga pada saat bunga
mekar tampak mahkota bunga berwarna krem bercampur putih. Bunga memiliki sejumlah
benang sari (sel kelamin jantan) yang berwarna kuning. Bunga buah naga tergolong bunga
hermaprodit, yaitu dalam satu bunga terdapat benangsari (sel kelamin jantan) dan putik (sel
kelamin betina). Bunga muncul atau tumbuh di sepanjang batang di bagian punggung sirip
yang berduri. Sehingga dengan demikian, pada satu ruas batang tumbuh bunga yang
berjumlah banyak dan tangkai bunga yang sangat pendek. (Cahyono, 2009).
Buah Naga berbentuk bulat lonjong dengan diameter 10–12 cm, berkulit tebal. Seperti nama
sebutannya jenis buah naga daging putih ini mempunyai kulit berwarna merah ketika masak,
berjumbai kehijauan dan daging buah berwarna putih dengan biji-biji hitam yang bertebaran.
Buah yang masak mempunyai berat rata-rata antara 700– 800 gram per buah dengan kadar
kemanisan buah sekitar 10-13 briks (Warisno dan Kres, 2009).
Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam. Kulit biji sangat tipis, tetapi keras.
Biji ini dapat digunakan untuk perbanyakkan tanaman secara generatif. Setiap buah terdapat
sekitar 1.200 – 2.300 biji (Kristanto, 2003).
Akar tumbuhan buah naga tidak hanya tumbuh di pangkal batang di dalam tanah tetapi juga
pada celah-celah batang, yang berfungsi sebagai alat pelekat sehingga tumbuhan dapat
melekat atau memanjat tumbuhan lain atau pada tiang penyangga. Akar pelekat ini dapat juga
Universitas Sumatera Utara
disebut akar udara atau akar gantung yang memungkinkan tumbuhan tetap dapat hidup tanpa
tanah atau hidup sebagai epifit. (Winarsih, 2007).
Perakaran tanaman buah naga sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan
yang cukup lama. Kalaupun tanaman ini dicabut dari tanah, ia masih hidup terus sebagai
tanaman epifit karena menyerap air dan mineral melalui akar udara yang ada pada batangnya.
(Daniel Kristanto, 2009)
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman buah naga merupakan tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap
lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan.
Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah sekitar 60 mm/bulan atau 720
mm/tahun. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini akan lebih baik bila hidup di dataran
rendah antara
0-350 m dpl. Suhu udara yang ideal bagi tanaman buah nga ini antara 26–36o
C dan kelembaban antara 70 – 90% (Rukmana, 2003).
Pada dasarnya tanaman ini mampu bertahan dalam kondisi kering, panas, tanah yang kering
serta kondisi dingin. Meskipun demikian kondisi iklim harus tetap diperhatikan dalam
budidayanya. Produktivitas tanaman buah naga daging putih ini di daerah tropis seperti di
Indonesia akan baik pada tempat dengan suhu antara 20–30°C, dengan suhu maksimum
ratarata adalah 38°C. Pada suhu diatas 38ºC kegagalan proses pembungaan akan meningkat,
dan pada suhu diatas 40°C tanaman akan mengalami kerusakan. Tanaman ini juga
menghendaki penyinaran matahari yang penuh namun jika intensitas penyinaran matahari
yang sangat tinggi dalam waktu yang panjang akan menyebabkan tanaman mengalami
kehilangan warna, untuk itu kadang kala dibeberapa tempat pembudidayaan diperlukan
adanya naungan (Sudarmini, 2005).
Tanah
Universitas Sumatera Utara
Tanaman buah naga memiliki tipe fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM).
Jumlah air yyang dibutuhkan akan tergantung pada tipe tanah. Tanaman ini berasal dari
daerah yang memiliki daya pretisipasi kelengasan yang tingga (Marten 2003). Rendahnya
jumlah air harian akan lebih menguntungkan daripada jumlah air yang lebih intensif dan
banyak. Meski tergolong dalam golongan kaktus, tanaman buah naga memerlukan air lebih
banyak dibandingkan dengan tipe kaktus gurun lainnya. Tanaman ini tidak tahan dengan
genangan air, sehingga drainase tanah harus lebih baik. Irigasi regular sangat penting karena
memungkinkan tanaman untuk memadai cadangan air, tidak hanya umtuk perkembangan
bunga, tetapi juga menjamin untuk kebutuhan perkembangan buah (Bellec e al. 2006).
Setek
Tanaman buah naga daging putih dapat diperbanyak dengan biji dan setek, tetapi untuk skala
komersial lebih menguntungkan dengan setek karena tanaman lebih cepat berproduksi.
Tanaman buah naga asal bibit setek mulai berbuah pada umur 2 tahun, jika melalui biji masa
berbuahnya lebih lama lagi. Bahan setek yang dipakai dapat diambil dari cabang atau sulur
yang sudah menghasilkan buah. Pangkasan cabang atau sulur yang sehat ditandai dengan
warnanya yang hijau tua, keras, dan berlilin dibagian kulitnya. Selain itu cabang atau sulur
yang akan dijadikan sebagai bahan setek sebaiknya berdiameter besar karena akan lebih tahan
terhadap serangan penyakit busuk batang. Cabang atau sulur yang telah disiapkan sebagai
bibit setek, dipotong sekitar 15 cm, kemudian dibenamkan pada media persemaian yang telah
disiapkan. Setelah 3 minggu akan tumbuh akar. Bibit yang telah
berumur
3–6 bulan
mulai bisa dipindahkan ke lapang (Redaksi-Trubus, 2003).
Buah naga ini dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan generatif
menggunakan biji sedangkan perbanyakan vegetatif dengan setek cabang/sulurnya.
Perbanyakan dengan biji mempunyai keistimewaan yaitu bibit yang diperoleh dalam jumlah
Universitas Sumatera Utara
banyak dengan pertumbuhan seragam dan kekar. Namun kelemahannya dibutuhkan waktu
yang relatif lama hingga diperoleh bibit yang siap panen (Kristanto, 2003).
Perbanyakan secara vegetatif dengan setek mempunyai keuntungan antara lain lebih cepat
menghasilkan dibandingkan dengan bibit asal biji. Buah sudah dapat dipanen 6-7 bulan sejak
bibit dari setek setinggi 1 meter ditanam (Wijayanti, 2005) atau 2-3 tahun dari setek dengan
panjang 30-40 cm ditanam (Soelistyari dan Utomo, 2000 dalam Soelistyari et al., 2006).
Namun perbanyakan dengan setek ini mempunyai kelemahan yaitu, terbatasnya bagian
tanaman yang bisa disetek. Keadaan tanaman yang sedang berbuah juga tidak dapat
dilakukan penyetekan karena buah naga muncul pada sulur-sulur tanaman sehingga tidak
mungkin memotong sulur tersebut untuk dijadikan setek (Warisno dan Kres, 2009).
Bibit asal cabang harus berasal dari tanaman sehat, tumbuh normal dan telah berbuah. Bibit
yang baik berbatang lebih keras hingga lebih tahan penyakit. Standar bibit yang baik
berukuran 20 – 30 cm agar berpotensi memiliki cabang yang lebih banyak, cepat besar dan
produksi tinggi. Mengingat kebutuhan bibit yang begitu besar dan dalam batas waktu yang
cukup singkat, sedangkan pohon induk yang terpilih tersebut jumlahnya terbatas, maka perlu
diusahakan penggunaan bahan setek seefisien mungkin (Nurfadilah, et al. 2012)
Benzyl Amino Purine (BAP)
Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan zat pengatur tumbuh antara
lain jenis zat pengatur tumbuh yang digunakan, konsentrasi, urutan penggunaan, dan periode
masa inkubasi dalam kultur tertentu (Gunawan, 1995).
Selain untuk merangsang pertumbuhan, seringkali ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat
pengatur tumbuh dapat berfungsi sebagai pendorong proses fisiologis yang bergantung pada
konsentrasi yang digunakan dan cara aplikasi dari zat pengatur tumbuh itu sendiri. Zat
pengatur tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAP yang termasuk dalam
Universitas Sumatera Utara
golongan sitokinin. Menurut Abidin (1990), sitokinin termasuk hormon yang dapat memacu
pembelahan sel dalam bagian ujung dari tunas samping dan mengubahnya menjadi meristem
yang aktif (Indriati, 2003).
Sitokinin mempengaruhi berbagai proses fisiologis di dalam tanaman. Aktivitas yang
terutama adalah mendorong pembelahan sel dan aktivitas ini yang menjadi kriteria utama
untuk menggolongkan suatu zat kedalam sitokinin. Akan tetapi proses-proses pembelahan sel
pada sel-sel meristem akan dihambat oleh pemberian sitokinin eksogen. Baik efek yang
menghambat maupun efek yang mendorong proses pembelahan sel oleh sitokinin tergantung
dari adanya fitohormon lainnya, terutama auksin (Wattimena, 1988).
Golongan sitokinin yang aktif adalah BAP (Benzyl Amino Purine) dan thidiazuron.
Penggunaan BAP dengan konsentrasi tinggi dan masa yang panjang seringkali menyebabkan
regenerani sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan pucuk abnormal. Hal ini jelas
terlihat pada kultur Asparagus officinalis. Secara umum, konsentrasi sitokinin yang
digunakan berkisar 0,1 – 10 mg/l (Gunawan, 1995).
Zat Pengatur Tumbuh atau disebut juga plant regulator adalah senyawa organik yang bukan
hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat
(inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1990). Salah satu komponen
media yang menentukan keberhasilan pertumbuhan bibit setek secara vegetatif adalah jenis
dan konsentrasi ZPT yang digunakan. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan yang
kita harapkan. Untuk mendorong/merangsang tumbuhnya tunas-tunas adventif, ZPT yang
digunakan adalah sitokin. Jenis sitokinin yang sering dipakai adalah BAP (Benzyl Amino
Purine). BAP merupakan golongan sitokinin aktif yang bila diberikan pada tunas pucuk akan
mendorong proliferasi tunas yaitu keluarnya tunas lebih dari satu (Yusnita, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan Diana (2007), perlakuan zat pengatur tumbuh Benzyl Amino
Purine pada konsentrasi 2 ppm berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman kedelai
Universitas Sumatera Utara
(0,383 cm), jumlah tunas (1,570 buah), jumlah akar (1,225 buah), berat akar (0,106 g), serta
berat tanaman total tanaman (0,171 g), dan pada konsentrasi 4 ppm berpengaruh nyata
terhadap persentase kalus (69,7 kali) dan jumlah daun (1,463 buah).
Pada penelitian yang dilakukan Sulistiani et al., (2001), pada tanaman manggis dinyatakan
bahwa pemberian BAP pada konsentrasi 5 mg/l memberi pengaruh lebih baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan jumlah tunas aksilar dan jumlah tunas adventif per botol.
Sedangkan pada konsentrasi 2,5 mg/l memberi pengaruh yang lebih baik untuk pertumbuhan
dan perkembangan akar per botol.
Ritonga (2003) dalam penelitiannya pada tanaman stroberi menyatakan bahwa perlakuan
BAP memberikan pengaruh nyata untuk parameter tinggi planlet dan jumlah akar tetapi
belum berpengaruh nyata untuk parameter jumlah daun dan jumlah tunas. Rataan tertinggi
untuk parameter tinggi planlet diperoleh pada B0 (1,508 cm) dan terendah pada B2 (1,204
cm) sedangkan untuk parameter jumlah akar rataan tertinggi pada B0 (2,062 buah) dan
terendah pada B3 (0,887 buah).
Universitas Sumatera Utara