Kementerian PPN Bappenas :: Ekonomi 2006 RAPBN-P

NOTA KEUANGAN
DAN
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2006

REPUBLIK INDONESIA

Daftar Isi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................

i

DAFTAR TABEL ......................................................................................


iii

DAFTAR GRAFIK ....................................................................................

iv

BAB I

BAB II

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN TAHUN
ANGGARAN 2006 .......................................................................

1

Pendahuluan ..............................................................................

1


Gambaran Umum Ekonomi Indonesia Tahun 2005..............................

2

Perkembangan Indikator Ekonomi Makro 2004-2005.........................

5

Pertumbuhan Ekonomi ...........................................................

5

Inflasi .................................................................................

10

Nilai Tukar Rupiah ................................................................

12


Suku Bunga SBI 3 Bulan .........................................................

14

Harga Minyak Internasional ......................................................

16

Neraca Pembayaran ...............................................................

18

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ...

21

Pendahuluan .............................................................................

21


Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah .....................................

25

Penerimaan Dalam Negeri

...................................................

26

Penerimaan Perpajakan ....................................................

26

Penerimaan PPh ........................................................

27

Penerimaan PPN dan PPnBM ...................................


29

Penerimaan PBB dan BPHTB ...................................

30

Penerimaan Cukai dan Pajak Lainnya .........................

31

Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional ..............

32

Penerimaan Negara Bukan Pajak .......................................

33

Hibah .................................................................................


37

Perkiraan Belanja Negara ...........................................................

38

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat .......................................

39

i

Daftar Isi

Halaman
Belanja Pemerintah Pusat menurut Jenis .................................

40

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi ........................


46

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi ..............................

51

Anggaran Belanja Untuk Daerah ...........................................

52

Dana Perimbangan ...........................................................

53

Dana Bagi Hasil .........................................................

53

Dana Alokasi Umum ....................................................


55

Dana Alokasi Khusus ...................................................

56

Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian ............................

56

Dana Otonomi Khusus .................................................

57

Dana Penyesuaian .......................................................

57

Defisit Anggaran .......................................................................


58

Pembiayaan Anggaran .................................................................

59

LAMPIRAN

:

Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2006 ...........................................................................................

ii

65


Daftar Tabel

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.1

Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro, 2005 – 2006 ....................

5

Tabel I.2

Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-0-y),
2004-2006 ...................................................................................

9

Tabel I.3

Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan, 2001-2006 .............


16

Tabel I.4

Ringkasan Neraca Pembayaran Indonesia, 2005 – 2006 ...............

20

Tabel II.1

Perkiraan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun
2006...........................................................................................

25

Tabel II.2

Perkiraan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, Tahun 2006..........

37

Tabel II.3

Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut
Jenis, Tahun 2006.............................................................................

47

Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut
Organisasi, Tahun 2006 ...............................................................

50

Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut
Fungsi, Tahun 2006.........................................................................

52

Tabel II.6

Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Untuk Daerah, Tahun 2006.......

58

Tabel II.7

Perkiraan Realisasi Pembiayaan Anggaran, Tahun 2006 ................

64

Tabel II.4
Tabel II.5

iii

Daftar Grafik

DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik I.1

Perkembangan Inflasi, 2005 - 2006 ...............................................

11

Grafik I.2

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan REER,
2004 - 2006 .....................................................................................

14

Perkembangan Harga Rata-rata Minyak Mentah di Pasar
Internasional, Desember 2004 - Mei 2006......................................

18

Grafik I.3

iv

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

BAB I
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR
APBN TAHUN ANGGARAN 2006

PENDAHULUAN
Kebijakan ekonomi makro 2006 merupakan satu bagian integral dari
kebijakan ekonomi jangka menengah tahun 2004 - 2009 yang mengarah
kepada tiga strategi dasar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia, yaitu pro-growth, pro-employment, dan pro-poor. Kinerja
ekonomi Indonesia tahun 2006 sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal, yang meliputi kinerja perekonomian dan kebijakan-kebijakan
yang diambil dalam tahun-tahun sebelumnya. Sebagai negara dengan
perekonomian terbuka, kinerja ekonomi Indonesia tahun 2006 ini juga
tidak akan terlepas dari pengaruh-pengaruh eksternal, antara lain terjadinya
global imbalances seperti kenaikan harga minyak mentah dunia dan
kinerja ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia.

Kebijakan ekonomi
makro 2006 merupakan
bagian integral dari
kebijakan ekonomi
jangka menengah tahun
2004 – 2009.

Kebijakan fiskal memiliki peran penting dalam mengelola perekonomian
yang dapat dilihat dari kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi
dan stimulasi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun peran kebijakan fiskal sendiri
tidak akan mencukupi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran
yang lebih besar dari sektor swasta sebagai penggerak utama pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan menjadi suatu keharusan. Ada dua prakondisi yang diperlukan untuk menggerakkan sektor swasta yaitu stabilitas
ekonomi yang terjaga dan iklim investasi yang kondusif, yang antara lain
telah diupayakan oleh Pemerintah dengan regulasi kebijakan sektor riil
melalui Inpres No. 3 Tahun 2006. Iklim investasi yang kondusif dapat
diciptakan melalui koordinasi yang baik dan harmonis dari kebijakan fiskal,
kebijakan moneter dan perbankan, serta kebijakan di sektor riil. Pemerintah
terus berusaha melakukan perbaikan dalam rancangan, pelaksanaan, dan
koordinasi kebijakan-kebijakan di berbagai bidang tersebut agar
momentum pertumbuhan ekonomi dapat terjaga dan terus terbangun.

Kebijakan
fiskal
memiliki peran untuk
m e n d o r o n g
pertumbuhan ekonomi
dan
peningkatan
kesejahteraan rakyat.

Undang-undang Nomor 13 tahun 2005 tentang APBN Tahun 2006
didasarkan pada asumsi-asumsi pertumbuhan ekonomi 6,2 persen, tingkat
inflasi 8,0 persen (y-o-y), rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.900 per dolar

Sejak ditetapkannya
UU No. 13 Tahun 2005
tentang APBN 2006
telah terjadi berbagai

1

Bab I

perubahan dan perkembangan.

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

Amerika Serikat, rata-rata suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3
bulan 9,5 persen, rata-rata harga minyak mentah US$57 per barel, dan
rata-rata volume lifting 1,05 juta barel per hari. Sejak ditetapkannya
undang-undang tersebut telah terjadi berbagai perubahan dan
perkembangan yang cukup berarti, baik yang bersumber dari perubahan
faktor-faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhi pokok-pokok
kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN 2006. Berdasarkan perubahan
dan perkembangan yang terjadi tersebut, Pemerintah mengajukan
perubahan atas Undang-undang APBN 2006 dengan tujuan agar
keberlangsungan kebijakan fiskal dapat terjaga dan sasaran pembangunan
ekonomi 2006 dapat tercapai.
Dengan memperhatikan kondisi terkini, asumsi dasar ekonomi makro yang
terdapat dalam APBN 2006 perlu disesuaikan dalam APBN Perubahan
(APBN-P) 2006 sehingga untuk tahun 2006 menjadi sebagai berikut:
pertumbuhan ekonomi 5,9 persen, inflasi 8,0 persen, rata-rata nilai tukar
rupiah Rp9.300 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SBI 3
bulan 12,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$62
per barel, dan rata-rata lifting minyak 1,0 juta barel per hari. Perubahan
asumsi dasar ekonomi makro, khususnya asumsi harga minyak mentah
akan membawa perubahan APBN secara signifikan, terutama terhadap
besaran penerimaan minyak dan gas (migas), dana bagi hasil untuk daerah,
dan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Demikian pula dengan perubahan
asumsi nilai tukar rupiah dan suku bunga yang akan berpengaruh terhadap
besaran pengeluaran negara terutama pembayaran bunga surat utang
negara.

Perubahan atas APBN
2006 juga dimaksud
untuk mengakomodasikan tambahan kebutuhan dana.

Perubahan atas APBN 2006 juga dimaksudkan untuk mengakomodasikan
pertambahan kebutuhan dana yang diperlukan untuk anggaran pendidikan,
subsidi terhadap PT Perusahaan Listrik Negara akibat tidak dinaikkannya
tarif dasar listrik (TDL), rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, serta
penanganan bencana alam Yogyakarta dan Jawa Tengah serta beberapa
daerah lainnya.

GAMBARAN UMUM EKONOMI
INDONESIA TAHUN 2006
Memasuki tahun 2006
kinerja
ekonomi
Indonesia
cukup
menggembirakan.

2

Memasuki tahun 2006, kinerja perekonomian Indonesia diwarnai oleh
dinamika berbagai perubahan baik yang menggembirakan maupun yang
kurang menggembirakan. Salah satu aspek kinerja ekonomi yang cukup
menggembirakan adalah cukup terkendalinya stabilitas ekonomi yang
merupakan salah satu kondisi penting dalam upaya pemulihan kepercayaan

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

para pelaku pasar dan investor di Indonesia. Secara kumulatif, dalam
periode Januari - Juni 2006, inflasi terkendali di tingkat 2,87 persen, lebih
rendah dibandingkan inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005
(4,28 persen), dan tahun 2004 (3,29 persen). Selain itu, pada periode
Januari - Juni 2006 rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
cukup terkendali disekitar Rp9.205/US$, relatif lebih kuat dibandingkan
dengan nilai tukar rupiah periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
Rp9.412/US$. Dalam kurun waktu tersebut, nilai tukar rupiah bahkan
pernah mencapai level terkuat sebesar Rp8.775/US$ pada akhir April
2006. Demikian pula dengan suku bunga SBI 3 bulan yang menunjukkan
kecenderungan menurun sejak awal tahun 2006.
Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Jakarta juga menunjukkan kenaikan yang cukup menggembirakan, dimana
pada penutupan perdagangan tanggal 30 Juni 2006 mencapai 1.310,26,
lebih baik dibandingkan akhir tahun 2005 yang mencapai 1.162,63. Di
pihak lain, data dari sisi penanaman modal riil, memperlihatkan bahwa
persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dalam periode
Januari – Mei 2006 mencapai nilai investasi sekitar Rp56,8 triliun, lebih
besar dari persetujuan PMDN dalam periode yang sama tahun sebelumnya
yang besarnya sekitar Rp20,9 triliun, atau meningkat sebesar 171,8 persen.

IHSG
dan
persetujuan PMDN
meningkat.

Terkendalinya stabilitas ekonomi makro ini diiringi pula dengan
meningkatnya posisi cadangan devisa dibandingkan dengan posisi tahun
sebelumnya. Bila dalam tahun 2005 cadangan devisa mencapai US$34,72
miliar, maka pada tahun 2006 cadangan devisa diperkirakan naik sebesar
US$6,82 miliar menjadi US$41,54 miliar, yang antara lain disebabkan
oleh meningkatnya surplus neraca transaksi berjalan (current accounts)
dalam tahun 2006 yang diperkirakan sebesar US$1,92 miliar, lebih tinggi
dibanding perkiraan neraca transaksi berjalan di dalam APBN 2006 yang
mengalami defisit sebesar US$1,66 miliar.
Walaupun dari aspek stabilitas perekonomian Indonesia tahun 2006
memperlihatkan kinerja yang cukup menggembirakan, namun dari sisi
pertumbuhan ekonomi dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat,
kinerja perekonomian Indonesia dihadapkan pada kendala dan tantangan
yang cukup berat. Pertumbuhan ekonomi dalam triwulan I tahun 2006
tercatat hanya mencapai 4,6 persen, lebih rendah dari angka pertumbuhan
triwulan I tahun 2005 sebesar 6,3 persen. Angka pertumbuhan yang
relatif rendah ini diiringi dengan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk
miskin yang relatif masih cukup tinggi. Sampai akhir tahun 2006, jumlah
pengangguran terbuka diperkirakan mencapai 11,4 juta orang (10,6 persen
dari total angkatan kerja) lebih tinggi dari jumlah pengangguran tahun 2005

Dari sisi pertumbuhan
ekonomi dan upaya
p e n i n g k a t a n
kesejahteraan rakyat,
ekonomi Indonesia
dihadapkan
pada
kendala dan tantangan
yang cukup besar.

3

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

yang sebesar 10,9 juta (10,3 persen dari total angkatan kerja).
Peningkatan jumlah penganguran ini diperkirakan akan menambah jumlah
penduduk miskin yang tercatat sebesar 35,1 juta jiwa pada akhir tahun
2005.
Rendahnya angka pertumbuhan dipengaruhi
faktor internal dan
eksternal.

Relatif rendahnya angka pertumbuhan ini tidak terlepas dari pengaruh
faktor-faktor internal maupun eksternal yang berkembang dalam tahun ini
maupun dalam tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi internal, hal tersebut
terutama disebabkan oleh terbatasnya Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) akibat belum terciptanya iklim investasi dan usaha yang kondusif,
menurunnya aktifitas konsumsi masyarakat, serta terbatasnya ketersediaan
infrastruktur yang memadai. Rendahnya pertumbuhan ekonomi dan
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat ini juga disebabkan oleh
terjadinya berbagai musibah dan bencana alam, seperti merebaknya
penyakit flu burung, gempa bumi dan banjir yang terjadi di berbagai daerah
di Indonesia. Di lain pihak, faktor-faktor eksternal, seperti naiknya harga
minyak mentah dunia dan kenaikan Fed Rate telah memberikan tambahan
pengaruh yang kurang menguntungkan bagi perekonomian domestik,
antara lain meningkatkan tekanan inflasi sehingga mengurangi daya beli
dan konsumsi rumah tangga, dan sekaligus meningkatkan ongkos produksi
sektor usaha di dalam negeri,

Masih ada peluang
untuk
mendorong
pertumbuhan ekonomi
baik dari sisi eksternal
maupun internal.

Di tengah beratnya kendala dan tantangan yang dihadapi perekonomian
Indonesia saat ini, masih ada peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi eksternal, pertumbuhan
ekonomi dan perdagangan dunia yang diperkirakan masih cukup kuat di
tahun 2006, khususnya di negara-negara mitra dagang utama Indonesia,
diharapkan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi
ekspor. Dari sisi internal, kebijakan pengendalian inflasi yang cukup efektif
dalam enam bulan pertama tahun 2006 dapat diharapkan memberikan
sedikit ruang kepada otoritas moneter untuk menurunkan suku bunga
secara bertahap, di tengah tekanan meningkatnya Fed Rate. Hal ini
sekaligus diharapkan dapat menjadi langkah awal pemulihan kepercayaan
pasar bagi dunia usaha dan mendorong kembali daya beli masyarakat
untuk meningkatkan konsumsi.

Perlu
diwujudkan
pemulihan kepercayaan
pelaku dunia usaha.

4

Dalam kondisi dan situasi seperti yang digambarkan di atas, pemulihan
kepercayaan pelaku dunia usaha untuk kembali melakukan dan
mengembangkan investasi di dalam negeri merupakan suatu keharusan
yang perlu diwujudkan. Salah satu langkah penting dalam upaya tersebut
adalah mempercepat penyelesaian, penyempurnaan dan pelaksanaan
paket-paket kebijakan reformasi sektor riil seperti di bidang investasi,
perpajakan, bea cukai, perburuhan, dan perbaikan kinerja birokrasi,

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

disamping pembangunan infrastruktur yang perlu segera direalisasikan.
Untuk itu diperlukan suatu langkah kebersamaan dan koordinasi yang
erat dan konsisten di kalangan otoritas fiskal dan moneter, pemerintah
daerah, kalangan dunia usaha, politisi, dan masyarakat pada umumnya.

PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI
MAKRO 2005-2006
Beberapa variabel ekonomi makro tahun 2006 yang digunakan sebagai
asumsi dasar penyusunan APBN 2006 adalah tingkat pertumbuhan
ekonomi, inflasi, rata-rata nilai tukar rupiah, rata-rata suku bunga SBI 3
bulan, rata-rata harga dan volume lifting minyak mentah. Perkembangan
indikator-indikator ekonomi makro tersebut dapat dilihat dalam Tabel
I.1.
Tabel I.1
Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro, 2005 – 2006
2005

1. Pertumbuhan Ekonomi (persen)
2. Tingkat Inflasi (persen, y-o-y )
3. Rata-rata Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$)
4. Rata-rata Suku Bunga SBI-3 bulan (persen)
5. Rata-rata Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel)
6. Rata-rata Lifting Minyak (juta barel/hari)

2006

Realisasi

APBN

5,6
17,11
9.705
9,09
51,81
0,999

6,2
8,0
9.900
9,5
57
1,050

Perkiraan
realisasi
5,9
8,0
9.300
12,0
62
1,000

Pertumbuhan Ekonomi
Dalam tahun 2005, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai
sebesar 5,6 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan banyak
kalangan dan lembaga-lembaga internasional sebelumnya. Meskipun
demikian, angka pertumbuhan tersebut masih berada di bawah sasaran
asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2005 sebesar 6,0 persen.
Lebih rendahnya angka realisasi laju pertumbuhan ekonomi dalam tahun
2005 tersebut, terutama disebabkan oleh tekanan tingginya biaya produksi
terkait dengan tingginya harga minyak dunia, naiknya ongkos angkut
(freight), naiknya harga barang modal, serta bahan baku dan penolong
yang sebagian harus diimpor. Selain itu, tingginya harga minyak dunia juga
menyebabkan Pemerintah memandang perlu untuk menaikkan harga BBM
domestik guna mengurangi beban pengeluaran APBN 2005 pada bulan
Maret dan Oktober 2005. Hal ini, telah menyebabkan meningkatnya
tekanan inflasi secara keseluruhan.

Laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia
mencapai 5,6 persen
dalam tahun 2005.

5

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

Meningkatnya inflasi tersebut selain telah menyebabkan penurunan daya
beli masyarakat juga mendorong kenaikan upah buruh yang harus
ditanggung sektor produksi. Pada sisi lain, depresiasi rupiah yang mulai
terjadi sejak akhir triwulan III hingga akhir tahun 2005 menjadi faktor lain
terhadap meningkatnya inflasi. Sebagai reaksi naiknya tekanan inflasi dan
depresiasi rupiah tersebut, Bank Indonesia telah melakukan kebijakan
menaikkan suku bunga (BI Rate).
Tekanan pada stabilitas
ekonomi makro di
penghujung tahun 2005
tercermin
pada
terjadinya perlambatan
di hampir semua
komponen permintaan
agregat.

Dari sisi penggunaan, tekanan pada stabilitas ekonomi makro di penghujung
tahun 2005 tercermin pada terjadinya perlambatan di hampir semua
komponen permintaan agregat. Konsumsi rumah tangga melambat dari 5
persen pada tahun 2004 menjadi 4 persen dalam tahun 2005 terkait
dengan melemahnya daya beli masyarakat. Sementara itu, investasi yang
telah menunjukkan pemulihan yang cukup berarti dalam tahun 2004 yang
tumbuh sebesar 14,1 persen, mengalami perlambatan menjadi 9,9 persen
dalam tahun 2005.

Pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam tahun
2005 ditandai dengan
pertumbuhan positif
pada hampir semua
lapangan usaha.

Dari sisi sektoral, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun
2005 ditandai dengan pertumbuhan positif pada hampir semua lapangan
usaha. Pertumbuhan tinggi masih ditunjukkan oleh sektor-sektor nontradable seperti pengangkutan dan komunikasi (13 persen), bangunan
(7,3 persen), serta listrik, gas, dan air bersih (6,5 persen). Sementara itu,
kinerja sektor industri manufaktur mengalami perlambatan dari 6,4 persen
menjadi 4,6 persen disebabkan oleh menurunnya kegiatan subsektor
industri migas yang tumbuh negatif sebesar 5,3 persen. Pada saat yang
sama juga terjadi perlambatan pada subsektor industri non-migas dari
semula 7,5 persen pada tahun 2004 menjadi 5,9 persen disebabkan oleh
meningkatnya ongkos produksi akibat penyesuaian harga BBM domestik
serta tekanan stabilitas ekonomi makro pada paroh kedua tahun 2005.

Laju
pertumbuhan
ekonomi pada triwulan I
hanya mencapai 4,6
persen.

Memasuki paroh pertama tahun 2006, laju pertumbuhan ekonomi pada
triwulan I hanya mencapai 4,6 persen, lebih rendah dibanding laju
pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun 2005. Dari sisi permintaan
agregat, pengeluaran konsumsi yang masih memberikan kontribusi tertinggi
dalam pembentukan PDB menunjukkan kecenderungan menurun
khususnya dalam tiga triwulan terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh
besarnya tekanan inflasi yang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat
sebagai dampak dari penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan
Oktober 2005 serta tingginya tingkat suku bunga domestik. Terkait dengan
tingginya suku bunga domestik, laju pertumbuhan kredit konsumsi dalam
bulan Maret 2006 hanya mencapai sebesar 26,6 persen, lebih rendah
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 37,2 persen.
Menurunnya tingkat konsumsi masyarakat tercermin pada menurunnya

6

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

penjualan mobil dan motor dalam empat bulan pertama tahun 2006. Di
lain pihak, konsumsi pemerintah meningkat yang disebabkan karena
pembenahan pada sistem penganggaran baru yang mulai berlaku sejak
tahun 2005 yang berdampak positif pada kelancaran proses pencairan
anggaran pemerintah. Dalam triwulan I tahun 2006, konsumsi pemerintah
tumbuh sebesar 14,2 persen, lebih tinggi dari periode yang sama tahun
sebelumnya yakni tumbuh negatif sebesar 9,5 persen. Namun, tingginya
konsumsi Pemerintah ini belum dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
seperti yang diharapkan.
Sementara itu, pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
mengalami penurunan yang cukup berarti dari semula 14,1 persen dalam
triwulan I tahun 2005 menjadi 2,9 persen dalam triwulan I tahun 2006 ini.
Perlambatan kinerja investasi riil (PMTB) tersebut juga tercermin pada
perlambatan yang terjadi pada pertumbuhan kredit investasi. Kredit
investasi dalam bulan Maret 2006 hanya tumbuh sebesar 9,9 persen, jauh
lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2005 sebesar 20,6
persen. Menurunnya tingkat PMTB disebabkan oleh belum terealisasinya
program percepatan pembangunan infrastruktur, meningkatnya suku bunga,
dan sulitnya menciptakan perbaikan dalam iklim investasi, meskipun
kemajuan telah dicapai dalam peluncuran paket kebijakan reformasi di
bidang investasi dan pembangunan infrastruktur. Pembenahan di sektor
riil terutama yang berkaitan dengan perubahan kebijakan, regulasi seperti
di bidang investasi, pajak, bea cukai, perburuhan, dan perbaikan kinerja
birokrasi membutuhkan waktu cukup lama untuk menghasilkan dampak
langsung dan segera. Upaya perbaikan tata pengelolaan publik (good
public governance) serta pemberantasan korupsi telah menyebabkan
beberapa ekses perlambatan pelaksanaan kebijakan di sektor publik.
Dengan meningkatnya prinsip kehati-hatian dan munculnya kekhawatiran
yang tinggi terhadap tindakan law enforcement, telah menyebabkan
berbagai kelambatan dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan.
Kondisi ini menjadi salah satu penyebab menurunnya kegiatan investasi
swasta baik dari dalam maupun dari luar negeri.

PMTB pada triwulan I
tahun 2006 mengalami
penurunan yang cukup
berarti.

Kinerja ekspor barang dan jasa dalam triwulan I tahun 2006 masih cukup
menjanjikan di tengah gejolak eksternal terkait dengan tingginya harga
minyak dunia. Laju pertumbuhan ekspor barang dan jasa dalam triwulan
I tahun 2006 mencapai sebesar 10,8 persen. Meskipun mengalami
perlambatan bila dibandingkan laju pertumbuhan periode yang sama tahun
sebelumnya, ekspor barang dan jasa mencatat angka tertinggi dalam tiga
triwulan terakhir. Pada sisi lain, seiring dengan perlambatan pada konsumsi
dan investasi riil, kinerja impor barang dan jasa juga mengalami

Kinerja ekspor barang
dan
jasa
dalam
triwulan I tahun 2006
masih
cukup
menjanjikan.

7

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

perlambatan. Laju pertumbuhan impor barang dan jasa dalam triwulan I
tahun 2006 hanya sebesar 5,0 persen, lebih rendah dibandingkan laju
pertumbuhan impor barang dan jasa periode yang sama tahun 2005
sebesar 18,8 persen.
Impor barang dan jasa
diperkirakan
akan
meningkat dari sekitar
12,3 persen dalam tahun
2005 menjadi 13,1 persen
dalam tahun 2006.

Pada sisi lain, kecenderungan penguatan kinerja ekspor barang dan jasa
dalam triwulan I tahun 2006 diperkirakan terus berlanjut dalam tiga
triwulan berikutnya guna menopang kinerja pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan dalam tahun 2006. Laju pertumbuhan ekspor barang dan
jasa dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai sebesar 10,2 persen, lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 8,6 persen. Dalam pada
itu, seiring dengan menguatnya pengeluaran konsumsi, ekspor barang dan
jasa, serta investasi, impor barang dan jasa diperkirakan akan meningkat
dari sekitar 12,3 persen dalam tahun 2005 menjadi 13,1 persen dalam
tahun 2006.

Dalam tahun 2006
seluruh sektor usaha
diperkirakan mengalami
pertumbuhan positif,
terkecuali subsektor
industri pengolahan
migas.

Dari sisi penawaran, dalam tahun 2006, seluruh sektor usaha diperkirakan
mengalami pertumbuhan positif, terkecuali subsektor industri pengolahan
minyak dan gas yang dalam dua tahun terakhir mengalami pertumbuhan
negatif terkait dengan menurunnya investasi untuk kegiatan eksplorasi
migas. Walaupun hampir semua sektor mengalami pertumbuhan, namun
hanya beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami peningkatan
pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang
melambat ini terkait dengan kecenderungan menurunnya kinerja subsektor
pengangkutan akibat kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan
Maret dan Oktober tahun 2005 yang lalu terutama pengangkutan laut
dan udara serta jenis-jenis usaha terkait lainnya. Pada sisi lain, subsektor
komunikasi masih mencatat laju pertumbuhan yang cukup tinggi dalam
beberapa triwulan terakhir dengan rata-rata sekitar 24 persen, dan sektor
bangunan diperkirakan akan tumbuh sebesar 7,4 persen.

Laju pertumbuhan sektor
pertanian diperkirakan
lebih tinggi dari tahun
sebelumnya.

Laju pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan mencapai sekitar 2,6
persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun
sebelumnya sebesar 2,5 persen. Kondisi iklim yang relatif kondusif serta
harga produk pertanian yang cukup fleksibel diharapkan dapat mendorong
kinerja sektor pertanian dalam tahun 2006. Sampai dengan triwulan I
tahun 2006, laju pertumbuhan sektor pertanian mencapai sebesar 3,9
persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan periode yang
sama tahun sebelumnya, sebesar 1,1 persen.

Sektor industri pengolahan nonmigas diperkirakan tumbuh 6,2 persen.

Sementara itu, dalam tahun 2006, laju pertumbuhan sektor industri
pengolahan khususnya non migas diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,2
persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun

8

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

sebelumnya. Faktor pendorong meningkatnya sektor manufaktur ini
diperkirakan bersumber dari meningkatnya pasar domestik bagi produk
lokal yang disebabkan oleh mulai meningkatnya daya beli masyarakat
akibat menurunnya tekanan inflasi dan tingkat suku bunga pada paroh
kedua tahun 2006. Di sisi lain, meningkatnya permintaan untuk ekspor
pada triwulan I tahun 2006 diharapkan dapat berlanjut dalam periodeperiode berikutnya sehingga dapat memacu kinerja sektor industri
pengolahan. Realisasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2004 2006 dapat dilihat dalam Tabel I.2.
Tabel I.2
Laju Pertumbuhan PDB
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-o-y), 2004-2006
(persen)
Uraian

2004

2005

2006

PRODUK DOMESTIK BRUTO

4,9

5,6

5,9

Menurut Penggunaan
Konsumsi
Konsumsi Masyarakat
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa

4,9
5,0
4,0
14,1
11,1
25,6

4,4
4,0
8,1
9,9
8,6
12,3

5,0
4,1
12,3
11,8
10,2
13,1

Menurut Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Migas
Non migas
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Persh.
Jasa - Jasa

2,1
-4,9
6,4
-1,9
7,5
4,2
6,9
5,8
14,0
7,9
5,4

2,5
1,6
4,6
-5,3
5,9
6,5
7,3
8,6
13,0
7,1
5,2

2,6
1,1
5,5
-1,1
6,2
6,6
7,4
8,6
12,8
7,2
5,2

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

9

Bab I

Sasaran pertumbuhan
ekonomi tahun 2006
sekitar 5,9 persen.

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

Prospek ekonomi Indonesia dalam paroh kedua 2006 diperkirakan akan
membaik sejalan dengan berkurangnya tekanan inflasi yang juga
diharapkan akan diikuti dengan menurunnya suku bunga secara bertahap.
Selain itu stabilitas nilai tukar rupiah yang terkendali, kemajuan realisasi
percepatan pembangunan infrastruktur dan pembenahan sektor riil, serta
tambahan stimulasi yang berasal dari dana luncuran anggaran tahun 2005,
juga diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2006. Dari
sisi eksternal, kinerja perekonomian global yang masih relatif cukup kuat
diharapkan akan memberikan lingkungan yang cukup kondusif terhadap
perekonomian Indonesia. Dengan demikian, sasaran pertumbuhan ekonomi
dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai sekitar 5,9 persen, sedikit lebih
rendah dibandingkan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar
6,2 persen.

Inflasi
Inflasi pada bulan
Januari 2006 1,36
persen atau inflasi y-o-y
sekitar 17,03 persen.

Inflasi pada tahun 2006 diperkirakan cenderung menurun, setelah
mengalami peningkatan pada tahun 2005 yang mencapai 17,11 persen
(y-o-y). Tingginya inflasi pada tahun 2005 tersebut disebabkan oleh
penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Maret dan Oktober
2005. Pada bulan-bulan tersebut inflasi masing-masing mencapai 1,91
persen pada bulan Maret dan 8,70 persen pada bulan Oktober 2005.
Memasuki tahun 2006 harga beras mengalami peningkatan yang
disebabkan antara lain oleh meningkatnya harga pembelian beras (HPB)
sebesar 28 persen. Hal tersebut juga diperkuat dengan meningkatnya harga
bumbu-bumbuan, tarif telepon, dan air minum, yang telah menyebabkan
inflasi pada bulan Januari 2006 mencapai 1,36 persen, atau inflasi y-o-y
sebesar 17,03 persen.

Laju inflasi pada bulan
Februari, Maret, dan
April relatif rendah.

Namun, seiring dengan datangnya musim panen di beberapa daerah pada
bulan Februari, Maret, dan April 2006, harga bahan makanan seperti
beras, bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, daging dan telor ayam ras, serta
lainnya mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya. Penurunan
harga tersebut menyebabkan laju inflasi pada bulan Februari, Maret, April
relatif rendah, masing-masing menjadi sebesar 0,58 persen, 0,03 persen,
dan 0,05 persen, atau inflasi y-o-y masing-masing sebesar 17,92 persen,
15,74 persen, dan 15,40 persen. Sementara itu, inflasi inti (core inflation)
pada bulan Februari, Maret, dan April masing-masing mencapai 0,63
persen, 0,26 persen, dan 0,32 persen.

Inflasi pada bulan Juni
2006 mencapai 0,45

Setelah tercatat mengalami peningkatan indeks harga yang cukup rendah
di bulan-bulan tersebut di atas, pada bulan Juni 2006, hampir semua indeks

10

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

harga kelompok pengeluaran kecuali kelompok sandang, mengalami sedikit
peningkatan sehingga inflasi pada bulan tersebut mencapai 0,45 persen,
atau inflasi y-o-y sebesar 15,53 persen. Beberapa kelompok barang
menunjukkan peningkatan indeks harga antara 0,1 persen sampai dengan
1,12 persen. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan,
dan terendah terjadi pada kelompok transport dan komunikasi. Beberapa
komoditas yang mengalami kenaikan cukup tajam antara lain adalah beras,
daging ayam ras, cabe rawit, dan tarif kontrak rumah. Perkembangan
inflasi tahun 2005-2006 dapat dilihat pada Grafik I.1

m-t-m,%

Grafik I.1
Perkembangan Inflasi, 2005 - 2006

persen atau inflasi y-o-y
sekitar 15,53 persen.

y-o-y,%

10,0

20,0
18,0

8,0

16,0
14,0

6,0

12,0
4,0

10,0

,

8,0

2,0

6,0
4,0

0,0

2,0
-2,0

-

Umum (m-t-m)

Bahan Makanan (m-t-m)

Umum (y-o-y)

Sumber : Badan Pusat St atist ik

Dengan perkembangan tersebut, inflasi kumulatif selama Januari-Juni 2006
sebesar 2,87 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi kumulatif pada
periode yang sama tahun 2005 (4,28 persen), dan tahun 2004 (3,29
persen). Sementara itu, bila dilihat dari komponen inflasi, selama enam
bulan pertama tahun 2006, tercatat inflasi inti sebesar 2,72 persen, inflasi
administered prices sebesar 1,05 persen, dan inflasi volatile foods
sebesar 6,33 persen.

Inflasi kumulatif selama
Januari – Juni 2006
sekitar 2,87 persen.

Menurut kelompok pengeluaran, inflasi kumulatif selama Januari-Juni 2006
disebabkan oleh meningkatnya kelompok bahan makanan (5,16 persen),
sandang (4,31 persen), kesehatan (3,31 persen), makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau (3,21 persen), perumahan (2,69 persen), transpor
dan komunikasi (0,59 persen), serta pendidikan, rekreasi dan olah raga
(0,44 persen). Sementara itu bila dilihat menurut komoditas, inflasi kumulatif
tertinggi terjadi pada padi-padian, umbi-umbian dan hasil-hasilnya (15,87
persen), disusul kemudian oleh sub kelompok barang pribadi dan sandang
11

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

lainnya (12,19 persen), jasa keuangan (5,83 persen), minuman tidak
beralkohol (3,91 persen), jasa kesehatan (3,73 persen), biaya tempat
tinggal (3,63 persen), dan buah-buahan (3,37 persen)
Penundaan rencana penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) diperkirakan
akan mengurangi tekanan inflasi pada tahun 2006. Meskipun demikian,
terdapat beberapa faktor yang perlu diwaspadai yang diperkirakan
berpotensi memberi tekanan inflasi pada bulan-bulan mendatang, seperti
masih tingginya harga minyak dunia dan adanya tekanan musiman pada
hari raya keagamaan (Idul Fitri dan Natal) pada bulan Oktober dan
Desember 2006.
Asumsi laju inflasi
sebesar 8 persen dalam
APBN
2006
diperkirakan dapat
dicapai.

Dalam rangka pengendalian laju inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia
senantiasa meningkatkan koordinasi dalam melakukan pemantauan dan
pengendalian inflasi, yang ditempuh melalui berbagai kebijakan, antara
lain menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, menjaga kecukupan pasokan
dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pokok, menurunkan ekspektasi
masyarakat terhadap inflasi, dan meminimalkan gejolak harga yang berasal
dari kebijakan administered prices. Dengan mempertimbangkan realisasi
laju inflasi sampai dengan bulan Juni 2006, berbagai kebijakan yang
dilakukan, dan perkiraan inflasi pada enam bulan ke depan, maka asumsi
laju inflasi sebesar 8 persen dalam APBN 2006 diperkirakan dapat dicapai,
bahkan dapat lebih rendah dari 8 persen.

Nilai Tukar Rupiah
Selama tahun 2005 ratarata nilai tukar rupiah
mencapai Rp9.704/US$.

Nilai tukar rupiah yang pada awal tahun 2005 rata-rata sebesar Rp9.195/
US$ cenderung melemah hingga bulan November 2005, bahkan pernah
mencapai Rp10.345/US$ pada awal September 2005. Namun, seiring
dengan meningkatnya aliran masuk investasi portofolio, rupiah kembali
menguat dari bulan sebelumnya, hingga mencapai rata-rata Rp9.841/US$
pada bulan Desember 2005. Dengan perkembangan tersebut, selama
tahun 2005 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.704/US$.

Selama Januari –Juni
2006 rata-rata nilai
tukar rupiah mencapai
Rp9.205/US$.

Memasuki tahun 2006, penguatan nilai tukar rupiah tersebut terus berlanjut
dengan volatilitas yang menurun. Sampai dengan akhir April 2006, rupiah
menguat cukup signifikan, yaitu dari sekitar Rp9.841/US$ pada Desember
tahun 2005, menjadi sekitar Rp8.775/US$ pada akhir bulan April 2006.
Namun, melemahnya beberapa mata uang global, memburuknya beberapa
kondisi pasar keuangan, dan meningkatnya Fed Rate menjadi 5,25 persen
pada akhir Juni 2006, telah memicu sentimen negatif pelaku pasar. Hal ini
ditunjukkan oleh fluktuasi nilai tukar rupiah yang cukup tajam yaitu dari
Rp8.785/US$ pada awal Mei menjadi Rp9.300/US$ pada akhir Juni

12

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

2006. Dengan perkembangan tersebut selama Januari – Juni 2006, ratarata nilai tukar rupiah mencapai sekitar Rp9.205/US$, menguat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
Rp9.412/US$.
Secara fundamental, penguatan rupiah pada awal tahun 2006 ini didukung
oleh membaiknya pasokan valas terkait dengan surplus neraca
pembayaran. Surplus neraca pembayaran didukung oleh terjadinya
surplus, baik pada kinerja neraca berjalan maupun neraca modal. Surplus
kinerja neraca berjalan utamanya disebabkan oleh rendahnya impor, dan
surplus pada neraca modal terutama terkait dengan meningkatnya
pemasukan modal langsung dan investasi portofolio di pasar saham,
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta Surat Utang Negara (SUN). Faktor
lainnya yang menyebabkan nilai tukar rupiah menguat pada awal tahun
2006 antara lain adalah kecenderungan melemahnya dolar Amerika Serikat
terhadap sebagian besar mata uang dunia terkait dengan terjadinya koreksi
atas ketidakseimbangan global yang termanifestasi dalam bentuk semakin
membengkaknya defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran di Amerika
Serikat.

Penguatan rupiah pada
awal 2006 didukung oleh
membaiknya pasokan
valas terkait dengan
surplus
neraca
pembayaran.

Meskipun nilai tukar rupiah pada semester I tahun 2006 mengalami
penguatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,
namun masih terdapat beberapa faktor negatif yang perlu diwaspadai.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar investasi yang masuk didominasi
oleh investasi portofolio jangka pendek yang mempunyai potensi risiko
terjadinya pembalikan (capital reversal). Selain itu, meningkatnya harga
minyak mentah dunia juga berpotensi meningkatnya kebutuhan valas. Dua
hal di atas pada gilirannya dapat menekan nilai tukar rupiah.

Beberapa faktor perlu
diwaspadai karena
dapat menekan nilai
tukar Rupiah.

Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia terus
melanjutkan kebijakan moneter yang tight bias, yang tercermin pada
masih tingginya suku bunga Bank Indonesia. Kebijakan lainnya adalah
melakukan sterilisasi valas, menaikkan suku bunga penjaminan valas,
melakukan pengaturan dan monitoring transaksi devisa, serta meningkatkan
koordinasi antara Pemerintah dan Otoritas Moneter khususnya untuk
memperkuat pasokan valas dan mengelola permintaan valas.
Menurunnya laju inflasi mendorong indeks nilai tukar rupiah secara riil
(real effective exchange rate, REER) dengan tahun dasar tahun 2003
menunjukkan peningkatan. Demikian pula indeks nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika (bilateral regional exchange rate, BRER) juga
menunjukkan peningkatan dari 70,21 pada Desember 2005 menjadi 76,57
pada Mei 2006. Peningkatan BRER juga terjadi pada mata uang bath

Daya saing Indonesia
cenderung menurun dan
sedikit lebih rendah
dibandingkan negaranegara sekawasan,
kecuali Korea.

13

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

Thailand, ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan won Korea. Diantara
negara-negara tersebut, indeks nilai tukar won Korea merupakan yang
tertinggi, disusul kemudian oleh nilai tukar rupiah. Hal ini mengindikasikan
bahwa daya saing Indonesia cenderung menurun dan sedikit lebih rendah
dibandingkan negara-negara kawasan regional kecuali Korea.
Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat
dilihat pada Grafik I.2
Grafik I.2
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan
REER, 2004-2006
10.500

125
115

10.000
105
9.500

95
85

9.000

75
8.500
65
8.000

55
Jan 04 Mar

Mei

Sumber : Bank Indonesia

Jul

Sep

Nop Jan 05 Mar

Mei

Nominal

Jul

Sep

Nop Jan 06 Mar

Mei

REER

Memasuki semester II
tahun 2006 nilai tukar
rupiah
relatif
berfluktuasi dengan
kecendrungan melemah.

Memasuki semester II tahun 2006, nilai tukar rupiah relatif berfluktuasi
dengan kecenderungan melemah sejalan dengan meningkatnya permintaan
valas baik untuk pembayaran utang luar negeri maupun untuk impor bahan
baku dan barang modal seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi.
Selain itu, meningkatnya harga minyak dunia diperkirakan juga akan
mendorong peningkatan permintaan valas. Di lain pihak investasi PMA
diperkirakan akan meningkat pada enam bulan ke depan tahun 2006,
sehingga akan menambah pasokan valas. Hal tersebut mengakibatkan
rupiah sedikit terdepresiasi hingga akhir tahun 2006.

Selama tahun 2006 ratarata nilai tukar rupiah
diperkirakan mencapai
Rp9.300/US$.

Dengan memperhatikan realisasi Januari – Juni 2006, dan perkiraan enam
bulan ke depan, maka selama tahun 2006 rata-rata nilai tukar rupiah
diperkirakan mencapai sekitar Rp9.300/US$, lebih rendah dari perkiraan
APBN sebesar Rp9.900/US$.

Suku Bunga SBI 3 Bulan
Dalam tahun 2005 ratarata suku bunga SBI 3
bulan mencapai 9,09
persen.

14

Dalam tahun 2005, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan mencapai 9,09
persen, lebih tinggi dari rata-rata tahun 2004 sebesar 7,39 persen. Hal ini
disebabkan karena Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

cenderung ketat terkait dengan masih tingginya ekses likuiditas di sektor
perbankan, tingginya laju inflasi, melemahnya nilai tukar rupiah, dan
meningkatnya suku bunga internasional. Kebijakan tersebut dilakukan
melalui peningkatan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) dari 8,25 persen
pada bulan Juni menjadi 12,75 persen pada akhir tahun 2005. Seiring
dengan meningkatnya suku bunga Bank Indonesia, suku bunga SBI 3
bulan juga meningkat dari 8,05 persen pada bulan Juni menjadi 12,83
persen pada Desember 2005.
Memasuki tahun 2006 (Januari dan Februari), suku bunga SBI 3 bulan
masih cukup tinggi yaitu 12,92 persen. Seiring dengan menurunnya inflasi
dan menguatnya nilai tukar rupiah pada bulan Februari, suku bunga SBI 3
bulan secara bertahap menurun dari 12,92 persen pada bulan Februari
menjadi 12,15 persen pada bulan Juni 2006. Dengan perkembangan
tersebut, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan selama enam bulan pertama
tahun 2006 mencapai 12,59 persen, lebih tinggi 505 basis points (bps)
dibandingkan periode yang sama tahun 2005 sebesar 7,54 persen.

Rata-rata suku bunga
SBI 3 bulan semester I
2006 mencapai 12,59
persen.

Sama halnya dengan SBI 3 bulan, suku bunga SBI 1 bulan juga mengalami
penurunan, walaupun masih berada pada level yang cukup tinggi, yaitu
dari 12,74 persen pada akhir Januari 2006 menjadi 12,50 persen pada
akhir Juni 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi masih tingginya suku
bunga SBI 3 bulan dan SBI 1 bulan ini antara lain adalah meningkatnya
suku bunga internasional seperti SIBOR, LIBOR, Fed Rate dan suku
bunga negara-negara ASEAN. Hal tersebut telah mendorong BI
mempertahankan suku bunga tinggi, agar tetap kompetitif dibandingkan
dengan suku bunga internasional, sehingga dapat mencegah terjadinya
aliran modal keluar.

Faktor-faktor yang
mempengaruhi masih
tingginya suku bunga
SBI antara lain adalah
meningkat suku bunga
internasional.

Penurunan suku bunga SBI ini juga direspon oleh turunnya suku bunga
deposito pada semua tenor. Suku bunga deposito yang cenderung
meningkat sejak Juli 2005 hingga Januari tahun 2006, mengalami
penurunan sejak bulan Februari, yaitu dari 12,01 persen pada Januari
2006 menurun secara bertahap menjadi 11,7 persen pada April 2006.
Meskipun menurun, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2005 yang mencapai 6,58 persen. Relatif
menurunnya suku bunga SBI tersebut tidak direspon oleh semua suku
bunga kredit, kecuali suku bunga kredit modal kerja (KMK) yang
mengalami penurunan dari 16,32 persen pada Januari menjadi 16,29
persen pada April 2006. Sedangkan suku bunga kredit investasi (KI)
dan kredit konsumsi (KK) sejak Februari 2006 sedikit meningkat dari
masing-masing 15,81 persen dan 17,08 persen menjadi 15,9 persen dan

Penurunan suku bunga
SBI juga direspon oleh
turunnya suku bunga
deposito.

15

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

17,65 persen pada April 2006. Perkembangan suku bunga SBI dan
perbankan dapat dilihat pada Tabel I.3
Tabel I.3
Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan
2001-2006
Periode

SBI
1 Bln 3 Bln

PUAB

KMK

Kredit
KI

KK

Deposito
1 Bulan

2001

Desember

17,62

17,60

15,66

19,19

17,90 19,85

16,07

2002

Desember

12,99

13,12

8,89

18,25

17,82 20,21

12,81

2003

Desember

8,31

10,16

4,65

15,07

15,68 18,69

6,62

2004

Desember

7,43

7,29

3,76

13,41

14,05 16,57

6,43

2005

Januari

7,42

7,30

5,21

13,40

13,98 16,32

6,46

Februari

7,43

7,27

5,20

13,37

13,87 16,23

6,46

2006

Maret

7,44

7,31

5,95

13,31

13,78 16,33

6,50

April

7,70

7,51

6,21

13,31

13,74 16,23

6,58

Mei

7,95

7,81

6,07

13,20

13,68 16,17

6,76

Juni

8,25

8,05

6,95

13,36

13,65 16,04

6,98

Juli

8,49

8,45

5,29

13,42

13,65 16,02

7,22

Agustus

8,75

8,54

8,55

13,40

13,62 15,96

7,55

September

10,00

9,25

6,92

14,51

14,47 16,27

9,16

Oktober

11,00

12,09

7,79

15,18

14,92 16,33

10,43

Nopember

12,25

12,69

7,73

15,92

15,43

16,6

11,46

Desember

12,75

12,83

9,44

16,23

15,66 16,83

11,98

Januari

12,75

12,92

9,32

16,32

15,81 17,08

12,01

Februari

12,74

12,92

10,05

16,34

15,87 17,28

11,85

Maret

12,73

12,73

10,21

16,35

15,90 17,52

11,77

April

12,74

12,65

10,53

16,29

15,90 17,65

11,70

Mei

12,50

12,15

10,89

Juni

12,50

12,15

Sumber: Bank Indonesia

Selama tahun 2006 suku
bunga SBI 3 bulan
diperkirakan sekitar 12
persen.

Dengan memperhatikan realisasi SBI 3 bulan dalam enam bulan pertama
tahun 2006 dan perkiraan dalam enam bulan kedepan, maka selama tahun
2006 rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sekitar 12 persen,
lebih tinggi dari perkiraan semula dalam APBN sebesar 9,5 persen.

Harga Minyak Internasional
Dalam tahun 2006
harga minyak mentah

16

Dalam tahun 2006, harga minyak mentah internasional diperkirakan masih
akan berada pada level yang cukup tinggi. Beberapa faktor yang

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

mempengaruhi kenaikan harga minyak adalah kondisi geopolitik yang
masih belum menentu di Irak, Nigeria, dan sengketa pengembangan
teknologi nuklir oleh Iran. Konflik politik yang terjadi sampai saat ini di
Irak telah menimbulkan gangguan terhadap pasokan minyak mentah dari
negara tersebut. Pasokan minyak dari Nigeria juga mengalami gangguan
sebagai akibat serangan yang dilakukan oleh kelompok militan terhadap
fasilitas minyak di negara tersebut. Penolakan Iran atas permintaan dari
negara-negara barat khususnya Amerika Serikat untuk menghentikan
program nuklirnya menimbulkan ketegangan politik internasional yang
berujung kepada meningkatnya harga minyak mentah internasional. Di
samping faktor ketidakstabilan geopolitik di atas, tingginya harga minyak
mentah internasional juga didorong oleh tetap kuatnya kinerja
perekonomian Cina dan India yang menyebabkan tingginya permintaan
minyak dari negara-negara tersebut. Meningkatnya harga minyak dunia
juga disebabkan oleh kecemasan pasar atas menurunnya spare capacity
produksi minyak dunia, dan kekhawatiran akan terbatasnya pasokan
minyak mentah internasional di masa depan.

internasional
diperkirakan masih
tinggi.

Harga rata-rata minyak mentah jenis Dated Brent di pasar internasional
pada periode Desember 2005 - Mei 2006 mencapai US$63,74 per barel
atau meningkat US$16,92 per barel (36,14 persen) dibanding harga pada
periode Desember 2004 – Mei 2005 yang mencapai US$46,82 per barel.
Harga rata-rata minyak mentah basket OPEC pada periode Desember
2005 - Mei 2006 juga mengalami kenaikan dibanding periode Desember
2004 – Mei 2005, yaitu dari US$43,91 per barel menjadi US$59,12 per
barel (naik 34,64 persen).
Sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah internasional tersebut,
harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/
ICP) dalam periode Desember 2005 - Mei 2006 juga menunjukkan
kecenderungan peningkatan yang relatif tinggi. Realisasi harga rata-rata
minyak mentah ICP dalam periode tersebut sebesar US$63,12 per barel
atau meningkat US$16,58 per barel (35,63 persen) dibandingkan periode
Desember 2004 – Mei 2005. Dengan memperhatikan perkembangan
harga minyak yang terjadi di pasar internasional dalam periode Desember
2005 - Mei 2006, maka realisasi harga minyak mentah ICP dalam tahun
2006 diperkirakan mencapai US$62 per barel. Perkembangan harga ratarata minyak mentah di pasar internasional dapat dilihat pada Grafik I.3.

Harga minyak mentah
Indonesia(ICP)
cenderung meningkat.

Volume lifting minyak mentah Indonesia dalam tahun 2006 diperkirakan
mencapai 1,0 juta barel per hari atau sama dengan realisasi tahun 2005,
namun lebih rendah dibanding asumsi lifting dalam APBN 2006 sebesar

Dalam tahun 2006
volume lifting ICP
diperkirakan
sebesar1,0 juta barel per
hari.

17

Bab I

Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006

80

Grafik I.3
Perkembangan Harga Rata-rata Minyak Mentah Di Pasar
Internasional, Desember 2004-Mei 2006
(US $/barel)

70
60
50
40
30

Sum ber : Bloom berg dan Pertam ina

Brent

Pe
b
M
ar
A
pr
il
M
ay

06

es

OPEC

Ja
n'

kt

o