Evaluasi Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Bidang Kesehatan oleh Danone Aqua PT. Tirta Sibayakindo di Desa Doulu Pasar Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Evaluasi
2.1.1 Pengertian Evaluasi
Pengertian evaluasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan bahwa
evaluasi adalah penilaian, yaitu pemberian penilaian secara terus menerus. Sebagai
penilaian, bisa saja penilaian ini menjadi netral, positif, negatif atau bahkan
gabungan dari keduanya. Ketika sesuatu dievaluasi biasanya orang yang
mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.
Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan dan/atau kegagalan suatu
rencana kegiatan atau program (Suharto, 2005: 119). Pengertian lain dikemukakan
oleh H.Weis (dalam Jones, 2001)yang menyatakan bahwa evaluasi adalah suatu
aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat atau efektivitas suatu program
melalui indikator yang khusus, teknik pengukuran, metode analisis, dan bentuk
perencanaan. Dari berbagai pengertian yang telah disebutkan, evaluasi semestinya
mempunyai tolak ukur atau target sasaran yang telah ditetapkan dari awal
perencanaan dan merupakan tujuan yang hendak dicapai (Siagian dan Suriadi, 2010:
117).
Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur secara objektif terhadap
pencapaian hasil yang telah dirancang dari suatu aktifitas atau program yang telah

dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil penilaian yang dilakukan menjadi umpan
balik bagi aktifitas perencanaan baru yang akan dilakukan berkenaan dengan aktifitas
yang sama di masa depan (Yusuf dalam Siagian dan Suriadi, 2010: 116).

Universitas Sumatera Utara

Evaluasi mengandung dua aspek yang saling terkait (Parsons, 2001: 546):
1. Evaluasi kebijakan dan kandungan programnya;
2. Evaluasi terhadap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi yang
bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan program.

2.1.2 Fungsi Evaluasi
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara
lain (Dunn, 1999: 609):
1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat
dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan
seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu yang telah dicapai.
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai
yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan

mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi
tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada
perumusan ulang masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada
definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan.
Dari fungsi-fungsi evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli, dapatlah
disimpulkan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh
seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan
program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai program
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Proses Evaluasi
Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum evaluasi
terhadap program dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis (Siagian dan Suriadi,
2012 : 173) yaitu :
1. Penilaian atau perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menerapkan prioritas
terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya.
2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan
pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, di dalamnya meliputi apakah
pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada
perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya
direncanakan.
3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis
hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan.

2.1.4 Tolak Ukur Evaluasi
Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang nantinya
dijadikan penilaian suatu program. Berhasil atau tidaknya program berdasarkan
tujuan yang dibuat sebelumnya harus memiliki tolak ukur, dimana tolak ukur ini
harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.
Adapun yang menjadi tolak ukur dalam evaluasi suatu program adalah:
1. Tolak ukur dalam evalusi pada tahap perencanaan
a. Mempunyai sebuah program yang akan disosialisasikan
b. Mempunyai sebuah tujuan yang akan disosialisasikan
c. Mempunyai metode-metode yang akan digunakan untuk disosialisasikan


Universitas Sumatera Utara

2. Tolak ukur dalam evaluasi pada tahap pelaksanaan adalah :
a. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang telah direncanakan
b. Apakah tujuan dapat dicapai sesuai dengan yang telah direncanakan
c. Apakah metode-metode sesuai dengan yang telah direncanakan
d. Apakah sarana yang ada dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan
3. Tolak ukur evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan adalah :
a. Apakah hasil yang diperoleh (efektivitas dan efisiensi) sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai
b. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan
terhadap perubahan (Suwito, 2002:16).

2.2 Program
Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi pencapaian
suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan akan
lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, maka program
adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur,
karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek, seperti:
1. Adanya tujuan yang mau dicapai

2. Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya pencapaian tujuan tersebut.
3. Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang harus dijadikan acuan dengan
prosedur yang harus dilewati.
4. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan
5. Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas (Wahab
dalamSiagian dan Suriadi,2010:117).

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Identifikasi Program
Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan
untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu
seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:
1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau
sebagai pelaku program.
2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya
juga diidentifikasikan melalui anggaran.
3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat
diakui oleh publik.
Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis

yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan
memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius
terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi
terbaik (Jones, 1996:295).

2.3 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
2.3.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen dari pelaku usaha untuk
memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan bertindak adil
terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktifitasnya, serta dengan ikhlas
menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara langsung atau
tidak langsung melakukan program-program yang bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan

masyarakat

setempat

sebagai


pemangku

kepentingan

utama

perusahaan yang dikelola (Siagian dan Suriadi, 2012: 7).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan definisi yang dirumuskan secara sederhana tersebut, maka
pelaku usaha harus memiliki niat yang baik atau komitmen

yang kuat untuk

menyisihkan sebagian dari hasil usaha atau keuntungan perusahaannya. Lebih dari
itu, pelaku usaha tidak cukup hanya memiliki niat dan kemauan menyisihkan
sebagian dari hasil usaha atau keuntungan perusahaannya, tetapi juga harus
bertanggung jawab dalam menjamin perumusan dan implementasi berbagai program
pemberdayaan masyarakat yang secara nyata dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.
Mallen Baker mengartikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai suatu
hal bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pengelolaan terhadap
proses ekonominya dalam rangka menghasilkan suatu dampak positif secara
menyeluruh bagi masyarakat (Mallen Baker, dalam Siagian dan Suriadi, 2012: 10)
Pandangan lain tentang definisi tanggung jawab sosial perusahaan
dikemukakan oleh Bank Dunia yang mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai suatu persetujuan atau komitmen perusahaan agar bermanfaat
bagi pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, bekerja dengan para
perwakilan dan perwakilan mereka, masyarakat setempat dan masyarakat dalam
ukuran lebih luas, untuk meningkatkan kualitas hidup dengan demikian eksistensi
perusahaan tersebut akan baik bagi perusahaan itu sendiri dan baik pula bagi
pembangunan (World Bank, dalam Siagian dan Suriadi, 2012: 10).

2.3.2 Manfaat dari Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan disadari makin penting karena
mampu memberikan jawaban atas setiap permasalahan yang dihadapi perusahaan
dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar. Awalnya pemahaman bahwa CSR

Universitas Sumatera Utara


mampu mendongkrak popularitas kini bergeser seiring dengan berjalannya waktu.
Pemahaman konsep pengembangan berkelanjutan menjadi bahasan utama dewasa in
jika membahas CSR. Dalam hal ini, perusahaan hanyalah menjalankan tanggung
jawab sosialnya dengan memperhatikan keberlanjutan, selebihnya masyarakat yang
menilai komitmen perusahaan hingga citra yang baik menjadi bonus bagi
perusahaan.
Suhandari (dalam Untung, 2008: 6)

mengemukakan pelaksanaan CSR

memberikan manfaat bagi perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi atau citra merek perusahaan.
2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.
3. Mereduksi resiko demi kepentingan positif perusahaan.
4. Melebarkan akses sumber daya bagi opersional usaha.
5. Membuka peluang pasar yang luas.
6. Mereduksi biaya misalnya dengan pembuangan limbah
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator.

9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
10. Peluang mendapatkan penghargaan.
Pelaksanaan CSR memang tidak semata memberikan manfaat kepada
perusahaan, namun juga memberi manfaat bagi masyarakat yang menerimanya.
Pelaksanaan CSR dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup
sehingga tercapai kesejahteraan. Hal ini akan mengimbangi kemajuan yang dialami
oleh perusahaan di lingkungan sekitar sehingga secara tidak langsung kesuksesan
dan kemajuan perusahaan dapat terus dibina secara berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Ruang Lingkup Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Kehadiran perusahaan dipastikan melahirkan cost yang harus ditanggung
masyarakat setempat sebagai akibat dari berbagai bentuk pencemaran yang
ditimbulkan aktifitas ekonomi perusahaan sebagaimana telah dikemukakan. Oleh
karena itu, cost tersebut harus diimbangi dengan benefit bagi masyarakat setempat.
Adapun benefit bagi masyarakat setempat diupayakan dengan cara menetapkan
kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan sebagian dari keuntungan yang
diperoleh yang akan digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan
pemberdayaan masyarakat setempat sehingga kesejahteraan perusahaan, khususnya

pemilik perusahaan juga diikuti oleh kesejahteraan masyarakat setempat.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat dinyatakan bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan meliputi:
1. Bersedia menyisihkan sejumlah uang, misalnya 1% dari keuntungan
perusahaan untuk kepentingan masyarakat setempat.
2. Uang tersebut diperuntukkan sebagai pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat setempat.
3. Program pemberdayaan masyarakat setempat yang dilakukan dijamin dapat
digunakan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Dengan demikian harus dipahami bahwa tanggung jawab sosial perusahaan
bukan sekedar kesediaan menyisihkan sebagian dari keuntungan perusahaan. Hal
yang sangat substansial adalah, penggunaan dana yang disediakan secara efektif
harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat yang berkualitas, tepat dan berkesinambungan
(Siagian, 2012: 180).

Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Dasar Hukum Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pada awalnya tanggung jawab sosial perusahaan hanya dianggap sebagai
tanggung jawab etis, yang berarti cenderung bersifat suka rela dan tidak bersifat
mengikat. Keadaan seperti ini mengakibatkan perusahaan tersebut dalam wujud belas
kasihan atau kedermawanan sosial. Segelintir perusahaan bersedia menyisihkan
keuntungannya dan diserahkan kepada masyarakat dalam bentuk kasihan atau
kedermawanan sosial, bukan kewajiban. Kecenderungan ini ternyata secara umum
tidak menghasilkan sesuatu yang berarti bagi kehidupan masyarakat setempat.
Upaya meningkatkan efektifitas tanggung jawab sosial perusahaan dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat antara lain ditempuh dengan
mengubah kesan dan sifat tanggung jawab sosial perusahaan itu dari sebelumnya
bersifat etis atau sebagai etika menjadi tanggung jawab sosial perusahaan yang
bersifat wajib atau sebagai hukum.
Khususnya di Indonesia, menyangkut tanggung jawab sosial dari masa ke masa
telah diatur oleh peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995, dimana Pasal 2 butir 1
menyatakan bahwa wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi dapat
menyumbangkan sampai dengan setinggi-tingginya dua persen dari
keuntungan atau penghasilan setelah pajak penghasilan yang diperolehnya
salam satu tahun pajak yang digunakan bagi pemberdayaan keluarga
prasejahtera dan keluarga sejahtera satu;
2. Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 1996, diubah menjadi: wajib pajak
organisasi ataupun orang pribadi wajib memberikan konstribusi bagi
pemberdayaan keluarga yang belum sejahtera dan keluarga sejahtera satu

Universitas Sumatera Utara

sebanyak dua persen dari keuntungan setelah pajak penghasilan dalam satu
tahun pajak;
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, dimana Pasal 2 butir e menyatakan
bahwa BUMN harus terlibat aktif memberikan bimbingan dan konstribusi
kepada perusahaan lemah, koperasi, dan masyarakat;
4. Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep 236/MBU. 2003, mewajibkan
BUMN untuk mengimplementasikan program kerja sama dan program
pengembangan lingkungan.
5. Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE 433/MBU/2003, menyatakan bahwa
BUMN diwajibkan membentuk bagian tersendiri yang secara khusus
mengelola program pembinaan lingkungan dan
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, dimana Pasal 15 butir b menyatakan
bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan; Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang
memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui wajib
menyediakan biaya secara bertahap untuk pemulihan lingkungan; Pasal 34
menyatakan bahwa perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban program
tanggung jawab sosial akan dikenai hukuman yang bersifat administrasi; dan
7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, dimana ayat 1 menyatakan, bahwa
perusahaan yang menjalankan aktivitas ekonominya di sektor dan/ atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib mengimplementasikan tanggung
jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan; ayat 2
menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat
setempat dan lingkungan adalah kewajiban perusahaan yang diperuntukkan
dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang pelaksanaannya dilakukan

Universitas Sumatera Utara

dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; dan ayat 3 menyatakan
bahwa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban dikenai hukuman
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Siagian, 2012: 181).

2.3.5 Model Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Dalam kajiannya tentang model pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan, Wibisono (dalam Siagian dan Suriadi,2012:95) mengemukakan model
dalam bentuk kerja sama yang melibatkan tiga pihak. Adapun ketiga pihak tersebut
adalah perusahaan-masyarakat-pemerintah. Melibatkan tiga pihak dalam bentuk
kerja sama dalam proses pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan diharapkan
dapat memaksimalkan kepuasan bagi perusahaan dan masyarakat.
Hal yang sangat penting dipahami adalah antara perusahaan, masyarakat dan
pemerintah dalam konteks implementasi tanggung jawab sosial perusahaan
dihubungkan garis kepentingan timbal balik. Setidaknya ada tiga bentuk kepentingan
yang melibatkan tiga pihak tersebut dalam suatu kerjasama, yaitu:
1. Secara konstitusional perusahaan adalah mitra pemerintah dalam rangka
memanfaatkan sumber daya alam, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD
1945. Sehubungan dengan praktek bisnisnya dalam mengelola sumber daya
alam, maka perusahaan tergantung pada pemerintah, khususnya dalam rangka
mendapat izin usaha.
2. Perusahaan merupakan institusi yang senantiasa memberi dukungan kepada
pemerintah melalui pembayaran pajak dan kewajiban lainnya sehingga
pemerintah memiliki biaya operasional dalam melakukan pengelolaan
pemerintahan dan pembangunan nasional. Artinya, sumber utama penerimaan

Universitas Sumatera Utara

negara adalah pajak, dan sumber utama pajak adalah para pelaku usaha atau
badan-badan usaha.
3. Kenyamanan aktivitas ekonomi oleh perusahaan sangat dipengaruhi oleh
perilaku masyarakat setempat terhadap perusahaan. Kondisi seperti ini
semakin pekat di era demokrasi dan penghargaan atas hak-hak asasi manusia.
Selanjutnya perilaku masyarakat setempat terhadap perusahaan dipengaruhi
pula oleh perilaku perusahaan dalam memberikan manfaat bagi kesejahteraan
masyarakat setempat.
Dengan dukungan Bank dunia, Tom Fox, Halina Ward, dan Bruce Howard
pada tahun 2002 melakukan penelitian tentang implementasi program tanggung
jawab sosial perusahaan di negara-negara sedang membangun yang memfokuskan
diri pada peran yang dilakukan pemerintah. Hasil penelitian yang dilakukan
menghasilkan bahwa, setidaknya terdapat dua poros yang mungkin dilakukan pihak
pemerintah sehubungan dengan praktek ekonomi dan implementasi tanggung jawab
sosial perusahaan, yaitu:
Poros pertama, meliputi:
1. Pembagian wewenang.
Peran pemerintah disini berupa penyusunan standar minimum kinerja
perusahaan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2. Memberikan kemudahan
Peran pemerintah dalam hal ini adalah penciptaan kondisi yang
mendukung,

bahkan

dorongan

bagi

perusahaan

yang

mengimplementasikan program tanggung jawab sosial secara efektif agar
menjadi pendorong atas perbaikan kehidupan sosial dan lingkungan.
3. Kemitraan atau kerja sama

Universitas Sumatera Utara

Pihak pemerintah berperan sebagai unsur yang ikut terlibat dan
menjadi fasilitator dalam pemecahan masalah-masalah sosial dan
lingkungan.
4. Dukungan
Pihak pemerintah harus memberikan dukungan politik, dukungan
melalui kebijakan, atau dukungan laiinya kepada perusahaan maupun
masyarakat.
Poros kedua adalah:
1. Menetapkan dan menjamin pencapaian standar minimum
2. Kebijakan umum yang berkenaan dengan peran ekonomimya
3. Penfelolaan peusahaan melalui hukum
4. Penanaman modal yang mendukung dan bertanggung jawab
5. Belas kasihan dan pengembangan masyarakat
6. Penglibatan dan keterwakilan pemangku kepentingan
7. Produksi dan konsumsi yang mendukung tanggung jawab sosial
perusahaan
8. Setifikasi yang mendukung tanggung jawab sosial perusahanan ,
pemenuhan tanggung jawab yang berniulai keagungan dan sistem
manajemen
9. Keeterbukn dan pelaporan yang mendukung tanggung jawab ossila
Perusahaan
10. Proses yang mrlinatkan banyaak penjilat dalam rangka merumuskan
pedoman dan menjadikan hal itu sebagai sesuatu yang diikuti di masa
mendatang.

Universitas Sumatera Utara

Dalam upaya mencapai efektifitas implementasi tanggung jawab sosial
perusahaan, Saidi dan abidin mengemukakan sedikitnya ada empat model atau pola
yang secara umum dapat dilaksanakan di Indonesia, yaitu:
1. Model keterlibatan langsung
Perusahaan sendiri yang secara langsung melaksanakan program
tanggung jawab sosial perusahaan.
2. Model yayasan atau organisasi sosial perusahaan.
Perusahaan sendiri mendirikan yayasan atau organisasi sosial.
3. Model bermitra dengan pihak lain.
Pihak perusahaan melakukan kerjasama dengan organisasi lain,
dimana organisasi mitra kerjasama tersebutlah yang secara langsung
mengelola pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Model mendukung dan bergabung dalam konsortium.
Sejumlah perusahaan bekerjasama mendirikan organisasi sosial.
Selanjutnya organisasi sosial inilah yang secara langsung bertanggung
jawab sosial dalam melaksanakan program tanggung jawab sosial
perusahaan (Saidi dan Abidin, dalam Siagian dan Suriadi, 2012: 99).
Sehubungan dengan uraian di atas, ada satu pertanyaan kunci berkaitan
dengan adanya beberapa alternatif model yang ada. Model manakah yang terbaik di
antara model pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan yang ada? Meskipun
jawaban atas pertanyaan ini sangat penting, namun kita tidak akan menemukan
jawaban itu dalam khasanah teoritis. Setidaknya ada dua alasan dari argumentasi
seperti ini, yaitu:
1. Model yang terbaik untuk diterapkan adalah model yang sesuai dengan
kondisi masyarakat indonesia sangat beraneka ragam, baik ditinjau dari

Universitas Sumatera Utara

segi budaya, wawasan dan pendidikan, keterampilan, sosial ekonomi
maupun kohesi sosialnya. Semuanya merupakan variabel pengaruh
terhadap model implementasi program tanggung jawab sosial.
2. Penerapan suatu model implementasi program tanggung jawab sosial
menuntut berbagai tanggung jawab sosial menuntut berbagai konsekwensi
logis yang justru menjadi prasyarat implementasi dari model tersebut.
Oleh karena itu hal terpenting bukanlah menetapkan model tertentu dalam
implementasi program tanggung jawab sosial, melainkan kajian atas berbagai
konsekwnsi logis yang mengikuti penetapan implementasi model dimaksud. Berikut
ini diuraikan contoh-contoh model implementasi program tanggung jawab sosial
yang kami rekomendasikan lengkap dengan konsekwensi logisnya:
1. Model Perusahaan – Masyarakat
Penerapan model ini menuntut restrukturisasi organisasi perusahaan.
Intinya: dalam struktur organisasi perusahaan harus ada Unit CSR, Unit
Community Development atau Unit Pemberdayaan Masyarakat. Unit
tersebut harus setingkat manager, yang diisi oleh sederetan staf yang
terampil dalam perencanaan hingga evaluasi pengembangan masyarakat.
Dari berbagai kalangan profesi yang ada, maka kalangan profesi yang
paling tepat mengisi unit ini adalah profesi pekerja sosial, khususnya
pekerja sosial industri. Survey yang pernah dilakukan antara lain
menyimpulkan bahwa mayoritas perusahaan di Indonesia cenderung
menerapkan bahwa penanggungjawab implementasi program tanggung
jawab sosial ditompangkan pada unit manager hubungan masyarakat.
Kecenderungan ini menimbulkan image negatif bagi masyarakat atau
setidaknya kalangan yang paham, bahwa pelaksanaan program tanggung

Universitas Sumatera Utara

jawab sosial hanya sebagai lipstik. Artinya, sesungguhnya perusahaan
tersebut tidak memiliki niat yang tulus dalam memberikan khidmat atas
kehadiran perusahaan tersebut bagi kehidupan masyarakat setempat.
Disamping itu kebijakan menjadikan program dan aktifitas tanggung
jawab sosial perusahaan merupakan wujud dari sikap mental instan dari
pelaku usaha. Cara berpikir seperti ini sangat keliru, karena image
masyarakat terhadap perusahaan tidak boleh digiring dan dipaksakan
melalui media massa adalah membentuk opini publik. Namun image
sesungguhnya jauh lebih agung dari sekedar opini publik.
2. Model Perusahaan – Pihak Ketiga – Masyarakat
Penerapan model ini tidak

menuntut restrukrisasi organisasi

perusahaan. Pemilihan model ini menggambarkan bahwa perusahaan
memiliki niat yang baik untuk mengimplementasikan secara efektif
program tanggung jawab sosial, namun pelaku usaha menyadari bahwa
mereka tidak memiliki kompetensi untuk itu. Dalam kondisi seperti ini
maka yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah mencari pihak ketiga
yang memiliki sederetan staf yang berkompeten dalam implementasi
program tanggung jawab sosial. Pihak ketiga di sini boleh berupa
Yayasan atau bahkan institusi Perguruan Tinggi, tegasnya setingkat
Jurusan atau Departemen yang memang membidangi Pengembangan
Masyarakat, seperti Jurusan atau Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
baik di PTN maupun PTS. Untuk lebih menjamin efektifitas
pelaksanaannya, maka pihak perusahaan harus melakukan seleksi atas
pihak ketiga secara transparan, melalui kompetisi yang fair. Misalnya,
dengan mengundang sebanyak mungkin pihak ketiga untuk mengajukan

Universitas Sumatera Utara

proposal dan mempresentasikannya baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama-sama. Pihak perusahaan cukup menilai proposal dan
presentasinya, kemudian menetapkan pihak ketiga yang paling tepat
ditetapkan sebagai mitra kerja dan membuat ikatan kerja dalam jangka
waktu tertentu. Sejak pihak ketiga melaksanakan tugasnya, maka
perusahaan harus senantiasa melakukan pengawasan. Juga perlu
dilakukan evaluasi yang fair atas kinerja pihak ketiga yang menjadi mitra
kerja. Hasil evaluasi tersebut akan menjadi acuan bagi perusahaan
apakah akan melanjutkan kerjasama dengan pihak ketiga tersebut atau
memutuskannya dan mencari pihak ketiga laiinya yang dianggap lebih
berkompeten dalam menjalankan program tanggung jawab sosial
perusahaan (Siagian, 2012: 183).

2.3.6 Langkah-langkah Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Untuk lebih menjamin keberhasilan pemberdayaan masyarakat sebagai wujud
implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan, harusnya ditempuh
beberapa langkah sebagai berikut (Siagian dan Suriadi, 2012: 190) :
I.

Pemilihan lokasi dan kelompok sasar
Pemilihan tempat dan kelompok sasar harus sesuai dengan
indikator yang disepakati oleh organisasi (perusahaan atau
organisasi lain yang secara sah bekerja sama dengan perusahaan),
pihak-pihak terkait (misalnya: pemerintah lokal), dan masyarakat
sendiri. Prinsip pertimbangan tempat yang diusulkan adalah
kesediaan masyarakat menerima aktivitas non fisik, tidak banyak

Universitas Sumatera Utara

aktivitas lain, adanya kelompok mayarakat yang miskin dan perlu
diberdayakan, adanya dukungan pemimpin desa dan tokoh-tokoh
masyarakat desa, lokasi terjangkau bagi tim pemberdayaan
masyarakat, sesuai dengan kemampuan dan alat yang tersedia.
II.

Sosialisasi program pemberdayaan masyarakat itu kepada masyarakat
setempat.
Langkah ini meliputi berbagai aktivitas, seperti: pertemuan
formal dengan pemimpin dan pejabat pemerintah lokal tingkat
desa, pertemuan formal dengan masyarakat, kunjungan nonformal
dengan masyarakat setempat, meliputi : kunjungan ke rumah,
musyawarah kelompok, dan terlibat dalam aktivitas masyarakat.
Dengan demikian sosialisasi program pemberdayaan masyarakat
pada masyarakat setempat mendukung upaya peningkatan
pemahaman masyarakat setempat dan semua pihak yang terkait.

III.

Proses pemberdayaan masyarakat
Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan masyarakat
meliputi berbagai aktivitas, seperti:
a. Kajian keadaan desa partisipatif,
b. Pengembangan kelompok,
c. Penyusunan rencana dan implementasi aktivitas, dan
d. Pengawasan dan penilaian partisipatif.

IV.

Pemandirian masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah proses berkelanjutan dengan
tujuan

kemandirian

meningkatkan

masyarakat

kualitas

hidupnya.

setempat
Artinya

dalam
ikhtiar

upaya
tim

Universitas Sumatera Utara

pemberdayaan masyarakat secara pelan-pelan dikurangi dan
akhirnya akan berhenti. Peran tim pemberdayaan masyarakat
sebagai fasilitator akan dipenuhi oleh pengurus kelompok atau
pihak lain dari masyarakat setempat yang dianggap mampu oleh
masyarakat. Walaupun tim pemberdayaan masyarakat telah
mundur, namun anggotanya tetap berperan, yaitu sebagai
penasihat yang setiap saat bersedia datang jika diperlukan
masyarakat.
Masyarakat yang berbekal kearifan lokal, yang berasal dari pengalaman,
cenderung mempertahankan pendekatan sendiri yang justru berbeda dengan kalangan
akademik dan pemerintah. Hal paling utama disini adalah bagaimana caranya
menyatukan model pendekatan akademik, model pendekatan pemerintah, dan model
pendekatan masyarakat yaitu dengan model implementasi model pendekatan
Partisipatory Rapid Appraissal (PRA).
Hal yang sangat penting dan utama dalam PRA adalah semua pemangku
kepentingan harus dilibatkan dalam semua aktivitas dari tiap-tiap langkah yang telah
dikemukakan. Mekanisme penglibatan semua pemangku kepentingan dapat
ditempuh dengan berbagai langkah, seperti analisis pemegang kepentingan, PRA,
dan Focus Group Discussion. Ketiganya dapat digunakan secara bersamaan.
Model PRA dapat dilaksanakan jika tim pelaku pemberdayaan masyarakat
tidak berperan sebagai perancang untuk masyarakat setempat. Berbagai keterampilan
yang harus dimiliki dan diterapkan dalam aktivitas perencanaan partisipatif adalah
melakukan musyawarah kelompok terarah dan mendukung fasilitas untuk
menganalisis pola keputusan yang dilakukan masyarakat setempat dalam proses
perencanaan.

Universitas Sumatera Utara

Pendekatan atau model PRA lebih mengutamakan proses implementasi yang
melibatkan masyarakat, dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip sebagai acuan
berikut:
1. Belajar dari masyarakat, dimana program pemberdayaan masyarkat harus
dipahami sebagai satu program dari, oleh dan untuk masyarakat setempat.
Dengan demikian semua tahapan program harus menjadikan masyarakat
sebagai sumber data.
2. Orang luar (peneliti, staf perusahaan, staf organisasi mitra kerja perusahaan)
berperan sebagai fasilitator sedangkan orang dalam atau masyarakat setempat
sebagai pelaku. Orang luar harus menyadari keberadaannya sebagai fasilitator
saja.mereka tidak boleh tampil sebagai aktor utama atau tampil sebagai orang
yang lebih tahu.
3. Saling belajar dan saling berbagi pengalaman. Walaupun masyarakat
setempat lebih paham atas keadaan desanya dan mereka mempunyai kearifan
lokal, namun tidak selamanya mereka itu benar dan dibiarkan tidak berubah.
Dalam konteks ini, pekerja sosial harus mampu menempatkan posisi secara
proporsional, karena kesalahan dalam menempatkan posisi dapat berakibat
fatal, seperti runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap pekerja sosial.
4. Santai dan informal. Aktivitas PRA menuntut penciptaan suasana yang
bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa, dan suasana informal. Dengan
suasana seperti ini maka masyarakat setempat akan menunjukkan sikap
terbuka. Dalam kondisi seperti ini masyarakat akan sangat rela dan lancar
mengeluarkan uneg-unegnya.
5. Penglibatan semua kelompok masyarakat. Suatu kekeliruan akan timbul jika
pemimpin formal maupun tokoh-tokoh masyarakat setempat dianggap benar-

Universitas Sumatera Utara

benar mewakili semua elemen masyarakat. Jika anggapan seperti ini dianut
dan diterapkan, maka program pemberdayaan masyarakat itu hanya akan
memenuhi kepentingan kelompok atau golongan tertentu saja.
6. Menghargai perbedaan. Dalam PRA, semangat dan sikap saling menghargai
atas perbedaan pendapat dan pandangan sangat diutamakan. Pendapat dan
pandangan yang berbeda-beda harus ditata dan diurutkan prioritasnya oleh
masyarakat setempat sebagai pemilik.
7. Triangulasi. Untuk memperoleh informasi yang kedalamannya data terjamin
dapat diterapkan cara triangulasi yang menganut asas konfirmasi ulang.
Untuk itu, berbagai informasi dari berbagai pihak harus dipertemukan dan
diperbandingkan. Dalam hal ini peranan fasilitator harus dapat ditampilkan
tim pemberdayaan masyarakat, seperti tergambar berikut ini:
Gambar 2.1
Sikap dan Peranan Fasilitator
- Duduk bersama,
mendengar, belajar
- Memfasilitasi
- Tidak terburu-buru
SIKAP

TEKNIK-TEKNIK
-

Analisis kehidupan
Pemetaan kemiskinan
Mekanisme ekonomi
Diagram Venn
Alur sejarah

BERBAGI
- Pengetahuan
- Pengalaman
- Proses belajar

Universitas Sumatera Utara

8. Mengoptimalkan hasil. Implementasi PRA memerlukan masa dan ahli,
pelaku, dan keterlibatan masyarakat setempat.
9. Belajar dari kesalahan. Melakukan sesuatu yang tidak benar dimaklumi
dalam PRA. Untuk itu, tiap-tiap kesalahan harus dijadikan sebagai pelajaran
untuk berbuat benar di masa depan.
10. Orientasi praktis. PRA berorientasi pada pemecahan masalah dan
pengembangan program. Untuk itu diperlukan tujuan sesuai dan memadai.
11. Berkelanjutan. Aktivitas PRA bukanlah suatu praktek aktivitas yang berhenti
setelah penggalian informasi dianggap cukup. Kepentingan-kepentingan dan
masalah-masalah masyarakat tidaklah tetap, tetapi berubah menurut waktu
sesuai dengan perubahan dalam masyarakat itu sendiri (Siagian dan Suriadi,
2012: 164).
Metode lain yang dapat diterapkan agar seluruh pemangku kepentingan
terlibat dalam pemberdayaan masyarakat adalah melalui Focus Group Discussion
(FGD). Pada awalnya FGD hanya digunakan sebagai alat mengumpul data dalam
penelitian. Namun di kalangan pelaku pemberdayaan masyarakat, FGD telah
digunakan dalam rangka implementasi pemberdayaan masyarakat.
FGD adalah metode khusus untuk pengelolaan musyawarah atau serangkaian
musyawarah. Melalui FGD masyarakat setempat mampu menyampaikan sikap,
pemikiran, gagasan, atau pemecahan suatu masalah dari topik yang didiskusikan.
Tujuan FGD adalah memperoleh pemahaman yang mendalam dari sudut
pandang dan pengalaman masyarakat, perasaan, pemglihatan, kepercayaan,
pengetahuan, dan sikap masyarakat berkenaan dengan topik yang diperbincangkan.
Selain itu melalui FGD pelaku pemberdayaan masyarakat dapat pula menyampaikan

Universitas Sumatera Utara

gagasan-gagasan baru. Bahkan FGD dapat digunakan sebagai media untuk menilai
program yang telah dilaksanakan. Lebih lengkapnya, FGD dapat digunakan untuk:
1. Pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dalam menanggapi suatu
program, metode, kebijakan, hasil, dan pemanfaatan.
2. Mengidentifikasi masalah, hambatan, biaya, atau manfaat. Memotivasi
pemikiran baru, misalnya pemecahan yang optimum, peluang, keterkaitan
atau dampak yang sangat mungkin.
3. Menentukan prioritas atau batasan masalah.
4. Mendapat informas yang lebih mendalam.
5. Mendapat gambaran budaya atau kelompok masyarakat yang lebih akurat.
6. Melibatkan pendengar baru.
7. Mendapat respon lebih cepat. (Suedi, dalam Siagian dan Suriadi, 2012: 169).
Berdasarkan berbagai strategi yang dapat diterapkan dalam upaya
pemberdayaan masyarakat dapat disimpulkan bahwa pelaku pemberdayaan
masyarakat harus terdiri dari tim yang diisi oleh orang-orang yang memiliki berbagai
bidang kompetensi. Hal ini sangat penting diperhatikan mengingat masalah-masalah
yang dihadapi masyarakat sangat berbeda-beda dan meliputi semua aspek kehidupan.
Artinya, jika pelaku pemberdayaan masyarakat adalah suatu organisasi, maka
organisasi itu harus diisi oleh berbagai pakar, sehingga dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi masyarakat setempat dan pemerintak lokal (Suedi, dalam Siagian dan
Suriadi, 2012: 169).

2.3.7 Jenis-jenis CSR/Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Kotler dan Lee menyebutkan enam kategori kegiatan CSR, yaitu:
1. Cause promotion (promosi kegiatan sosial)

Universitas Sumatera Utara

Perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki
perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kegiatan sosial
atau untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat atau
perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu
2. Cause related marketing (pemasaran terkait dengan kegiatan sosial)
Dalam

kegiatan

ini,

perusahaan

memiliki

komitmen

untuk

menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan
sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya
didasarkan kepada penjualan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
3. Corporate social marketing (pemasaran kemasyarakatan korporat)
Dalam kegiatan ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan
kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan
kesehatan dan keselamatan publik,

menjaga kelestarian hidup serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Corporate philanthropy (kegiatan filantropi perusahaan)
Dalam kegiatan ini perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam
bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut
biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, bingkisan/paket bantuan atau
pelayanan secara cuma-cuma.
5. Community volunteering (pekerja sosial kemasyarakatan secara sukarela)
Dalam kegiatan ini, perusahaan mendukung dan mendorong karyawan,
rekan pedagang eceran atau para pemegang franchise agar menyisihkan waktu
mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat lokal
maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.

Universitas Sumatera Utara

6. Socially responsible business practice (praktik bisnis yang memiliki tanggung
jawab sosial)
Dalam kegiatan ini, perusahaan melaksanakan kegiatan bisnis melampaui
aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang
mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Komunitas yang dimaksud
dalam hal ini mencakup karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasi
nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum.
Sedangkan yang dimaksud dengan kesejahteraan mencakup di dalamnya
aspek-aspek kesehatan, keselamatan, kebutuhan, pemenuhan kebutuhan
psikologis dan emosional (Dwi Kartini, dalam Ardianto, 2011: 153).

2.3.8 Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Bidang Kesehatan
oleh PT Tirta Sibayakindo di Desa Doulu Pasar: Program Akses Air
Bersih dan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Desa Doulu Pasar merupakan salah satu wilayah yang dijadikan sasaran
program CSR dari Danone Aqua. Pabrik dari perusahaan Aqua Danone tepat berada
di Desa Doulu Pasar, dimana selama ini perusahaan Danone Aqua memanfaatkan air
tanah yang berada di Desa Doulu Pasar. Sebagai rasa tanggung jawab perusahaan
terhadap tanggung jawab kondisi sosial masyarakat atau lebih dikenal dengan istilah
“Corporate Social Responsibility atau CSR maka dari itu pihak perusahaan Danone
Aqua memfasilitasi Program Akses Air Bersih dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
kepada masyarakat Desa Doulu Pasar.
Desa Doulu Pasar terletak di kaki Gunung Sibayak dan diapit dua bukit atau
hutan hijau. Mata air-mata air

muncul dari hutan menjadi aliran air dan

Universitas Sumatera Utara

dipergunakan sebagai sumber mata air dari perusahaan DanoneAqua. Masyarakat di
Desa Doulu Pasar selama ini memanfaatkan air yang bersumber dari Danone Aqua
yang dialirkan dari sumber mata air yang ada dialirkan dengan sistem perpompaan ke
bak-bak penampungan yang berada dikawasan permukiman masyarakat.
Pelaksanaan program ini tidak hanya pada kegiatan peningkatan akses air
bersih saja tetapi juga melakukan kegiatan penyadaran serta pendidikan masyarakat
untuk memulai melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Program ini
menggunakan pendekatan partisipatif dengan mengedepankan masyarakat yang
sebagai penerima manfaat mampu mengelola program pada saat implementasi
kegiatan serta diharapkan mampu nantinya mengoperasikan sistem air bersih yang
dihasilkan sebagai badan usaha milik masyarakat atau desa.
Pada saat implementasi kegiatan akan dilakukan beberapa tahapan kegiatan
yang dimulai dari perencanaan, transek, sosialisasi atau FGD, pembentukan
kelompok pengelola, pelaksanaan kontruksi, pendampingan operational serta
implementasi sistem air bersih berjalan yang dikelola oleh kelompok masyarakat.
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan salah satu kegiatan yang mendukung dari
kegiatan air bersih karena setelah air bersihnya tersedia maka perilaku hidup bersih
dan sehatnya juga harus kita laksanakan. Dimana selama ini, masyarakat kurang
paham dan sadar maka kegiatan perilaku hidup bersih dan sehat ini masyarakat mulai
sadar dan mulai memahami akan pentingnya pola hidup sehat. Beberapa kegiatan
dan pelatihan serta kampanyaeini akan menjadi bekal dan pemahaman masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2.3.9 Evaluasi Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Beranjak dari perspektif pekerjaan sosial, yang diperkaya dengan referensi
manajemen dan berbagai kajian umum tentang evaluasi program, ditawarkan rincian
evaluasi program tanggung jawab sosial perusahaan sebagai berikut:
I.

Tingkat kebijakan perusahaan, meliputi aspek :
a. Model

implementasi

program

tanggung

jawab

sosial

perusahaan yang diterapkan
b. Konsekwensi

penerapan

model

implementasi

program

tanggung jawab sosial perusahaan yang dipilih, seperti :
penyesuaian struktur organisasi, penyertaan pihak ketiga
sebagai mitra kerja atau pelaksana program, transparansi dan
fairness dalam menetapkan pihak ketiga sebagai mitra kerja
atau pelaksana program, pengawasan perusahaan terhadap
kinerja pihak ketiga sebagai mitra kerja.
II.

Tingkat Administrasi perusahaan, meliputi aspek :
a. Kejujuran perusahaan dalam audit keuangan, termasuk
keuntungan perusahaan
b. Tingkat persentase keuntungan perusahaan yang disediakan
sebagai sumber anggaran bagi implementasi program tanggung
jawab sosial perusahaan
c. Ketetapan waktu audit keuangan perusahaan
d. Ketetapan waktu pembekalan anggaran yang diperuntukkan
bagi implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan

III.

Tingkat proses perencanaan program, meliputi aspek:

Universitas Sumatera Utara

a. Model pelaksanaan program sebagai suatu social intervention,
apakah cenderung sektoral ataukah menerapkan pendekatan
komunitas?
b. Teknik perencanaan yang diterapkan
c. Model pelaksanaan needs and problems assessment (apakah
diterapkan model PRA, FGD, dan lain-lain) sehingga dapat
dipahami

bagaimana

pelaku

program

memposisikan

masyarakat sebagai kelompok sasar.
d. Kesesuaian antara program yang direncanakan dengan masalah
yang dihadapi dan keperluan masyarakat yang harus dipenuhi.
IV.

Tingkat proses pelaksanaan program, meliputi aspek:
a. Ada tidaknya pelaku program berfungsi sebagai fasilitator dan
sejauh efektifitas pelaksanaan fungsi tersebut.
b. Posisi masyarakat sebagai kelompok sasar dalam proses
pelaksanaan program.
c. Kesesuaian aktifitas-aktifitas yang dilakukan sebagai wujud
pelaksanaan program dengan aktivitas-aktivitas yang telah
direncanakan sebelumnya.
d. Metode pelaksanaan program, seperti penerapan prinsip dan
metode pekerjaan sosial.
e. Progres

persentase

keterlibatan

pelaku

program

dan

masyarakat sebagai kelompok sasar.
V.

Tingkat luaran program, meliputi aspek:
a. Perubahan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat yang
menjadi kelompok sasar sendiri.

Universitas Sumatera Utara

b. Kemungkinan kesinambungan implementasi program di masa
mendatang
c. Tingkat kemandirian dan tingkat kebergantungan kelompok
sasar terhadap pelaku program dalam rangka kesinambungan
program di masa mendatang.
d. Persepsi dan respon masyarakat terhadap implementasi
program (seperti: tingkat pengetahuan, tingkat pemahaman,
tingkat persetujuan, tingkat partisipasi, dan tingkat kepuasan
atas hasil yang dicapai atau dampak yang nyata terjadi)
(Siagian, 2012: 192).

2.3.10 Konsep-konsep Terkait
2.3.10.1 Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)
Konsep Good Corporate Governance antara lain menegaskan bahwa dalam
melakukan aktivitas ekonominya, perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban
ekonomi dan hukum, tetapi segala aktivitas ekonominya harus pula didasarkan pada
etika. Berdasarkan pemikiran tersebut maka sekarang ini berkembang konsep etika
perusahaan yang sering juga dinamakan dengan etika bisnis. Konsep etika
perusahaan oleh banyak pihak diperjuangkan sebagai suatu panduan perilaku bagi
pelaku usaha (Siagian dan Suriadi, 2012: 51).
Gagasan perlunya penerapan Good Corporate Governance diilhami oleh
kajian tentang dampak dari sepak terjang para pelaku usaha yang sesungguhnya
muncul sebagai jawaban terhadap persaingan yang makin ketat dalam dunia usaha.
Harus diakui bahwa persaingan di antara perusahaan-perusahaan makin ketat. Oleh

Universitas Sumatera Utara

karena itu seluruh elemen dari suatu perusahaan harus dikerahkan dan diarahkan
untuk mendukung perusahaan dalam rangka pencapaian itu sendiri.
Terdapat lima prinsip pengelolaan perusahaan yang baik yang oleh para
pelaku usaha dapat dijadikan sebagai acuan, yaitu:
1. Prinsip Keterbukaan (Transparency)
Prinsip ini menuntut keterbukaan atas informasi. Dalam kaitan ini
maka seluruh perusahaan dituntut memiliki kerelaan dan kemampuan,
memberikan informasi yang lengkap, benar atau akurat dan tepat waktu
kepada semua pemangku kepentingan.
2. Prinsip Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip ini menuntut perwujudan atas kejelasan berkenaan dengan
fungsi, susunan, sistem, dan tanggung jawab tiap-tiap bagian yang ada
dalam suatu perusahaan. Melalui implementasi asas ini akan mampu
diwujudkan kejelasan fungsi, hak, kewajiban dan kekuasaan serta
tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan
eksekutif perusahaan.
3. Prinsip Pertanggungjawaban (Responsibility)
Prinsip ini menegaskan bahwa perusahaan harus memiliki kepatuhan
terhadap hukum atau peraturan perundang-undangan yang sah atau
berlaku sah, seperti kepatuhan atas hukum yang perpajakan, hukum yang
berkenaan dengan hubungan antara pelaku-pelaku industri dan para
pekerjanya, hukum yang berkenaan dengan kesehatan dan keselamatan
kerja, hukum yang berkenaan dengan perlindungan terhadap lingkungan,
hukum yang berkenaan dengan pemeliharaan hubungan yang harmonis
dan saling mendukung antara pelaku-pelaku usaha dan masyarakat dan

Universitas Sumatera Utara

lain-lain. Implementasi prinsip ini akan menyadari para pelaku usaha
bahwa dalam tiap-tiap operasional perusahaannya, mereka bukan hanya
bertanggung jawab kepada pemegang saham atau pemilik perusahaan,
tetapi

juga

memiliki

tanggungjawab

kepada

seluruh

pemangku

kepentingan.
4. Prinsip Kemandirian (Indepedency)
Prinsip ini menegaslan perlunya pengelolaan perusahaan secara
profesional tanpa adanya benturan-benturan kepentingan ataupun tekanan
dan campur tangan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan berbagai
hukum

yang

sah.

Denga demikian profesionalisasi pengelolaan

perusahaan merupakan harga mati, dan berbagai variabel yang
menghalanginya harus dihindarkan.
5. Prinsip Keselarasan dan Kewajaran (Fairness)
Prinsip ini menuntut, bahwa dalam semua aktivitas ekonominya
perusahaan harus menghormati nilai-nilai keadilan, kepatutan atau
kewajaran dalam memenuhi hak setiap pemangku kepentingan dengan
segala kepentingan masing-masing (Hasmadillah, dalam Siagian dan
Suriadi, 2012: 54).

2.3.10.2 Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan secara sederhana dapat diartikan sebagai
pembangunan yang memiliki kemampuan dalam menjamin kebersinambungan
pembangunan. Hal mana dilakukan dengan cara berikhtiar memenuhi keperluan
masa sekarang tanpa membahayakan peluang generasi yang akan datang dalam
memenuhi berbagai keperluan hidup nantinya. Dengan demikian, konsep

Universitas Sumatera Utara

pembangunan berkelanjutan memberikan perhatian terhadap kepentingan masa
sekarang dan kepentingan masa mendatang (Siagian dan Suriadi, 2012: 56).
Para pelaku usaha industri di negara-negara maju dan di negara-negara
sedang membangun dengan bebas melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Praktek ini berlangsung dalam jangka waktu yang
berkepanjangan. Sedangkan di negara-negara miskin tidak mempunyai pilihan lain.
Mereka dipaksa menjual sumber daya alam mereka dalam jumlah yang sangat besar
dalam rangka membayar hutang kepada bangsa-bangsa lain. Akibat yang muncul
selanjutnya adalah pemanasan global, kepunahan berbagai spesies tumbuhan dan
satwa, penurunan kualitas tanah dan makin berkurangnya hamparan hutan,
meluasnya wabah penyakit, masalah kekeringan yang seterusnya mengakibatkan
masalah kelaparan, banjir dan lain-lain (World Business Council Development, dalam
Siagian dan Suriadi, 2012: 57).
Perserikatan Bangsa Bangsa melaksanakan konferensi khusus tentang
Masalah Lingkungan dan Pembangunan. Konferensi ini lebih dikenal dengan
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Riode Janeiro, Brazil (Tinto, dalam Siagian dan
Suriadi, 2012). Konferensi ini mengangkat slogan “berpikir mendunia, bertindak
sesuai keadaaan setempat”. Slogan ini berupaya menggambarkan perlunya bertindak
bijaksana terhadap lingkungan. Oleh karena itu, maka Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi ini berupaya menyadarkan perlunya menumbuhkan semangat kebersamaan
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang diakibatkan oleh benturan antara
kelompok-kelompok pelaku pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan
dengan kelompok yang memperhatikan lingkungan.
Hasil utama implementasi Konferensi Tingkat Tinggi Bumi antara lain adalah
berupa kesepakatan para pemimpin negara-negara di dunia ini untuk menyetujui

Universitas Sumatera Utara

berbagai rancangan besar yang berkaitan dengan pembangunan berkesinambungan
yang didasarkan atas pemeliharaan lingkungan. Pembangunan ekonomi dan sosial
yang dimasukkan dalam tiga dokumen yang secara hukum wajib berlaku atau
mengikat dan tiga dokumen lainnya yang secara hukum tidak mengikat.
Adapun tiga persetujuan meliput i:
1. Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati. Konferensi ini
bertujuan melestarikan beraneka ragam sumber daya genetika, semua jenis
mahluk hidup, habitat, dan sistem lingkungan.
2. Persetujuan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Kerangka Kerja Perubahan
Iklim Global. Persetujuan ini bertujuan untuk menyeimbangkan kepekatan
gas rumah kaca di atmosfer hingga pada tingkat yang dapat mencegah
campur tangan manusia yang berbahaya yang berkaitan dengan iklim.
Persetujuan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Penyelesaian Masalah
Penurunan Kualitas Tanah. Persetujuan ini berupaya mencipta pemecahan
terhadap masalah rusaknya tanah. Penurunan kualitas tanah ini telah
mengurangi secara signifikan daya dukung suatu kawasan bagi kehidupan
manusia yang mendiaminya (Soejachman, dalam Siagian dan Suriadi, 2012).
Selanjutnya tiga dokumen lainnya yang secara hukum tidak mengikat
merangkum dua kesepakatan, yaitu:
1. Pendeklarasian Rio berkenaan dengan asas yang menekankan hubungan
antara lingkunga

Dokumen yang terkait

Peramalan Pendapatan Kecamatan Berastagi Dari Sektor Pajak Hotel Untuk Tahun 2009

2 25 74

Mekanisme Transaksi Keuangan Dengan Metode Direct Expense Pada PT. Tirta Sibayakindo Danone Aqua Group

0 32 36

Evaluasi Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Bidang Kesehatan oleh Danone Aqua PT. Tirta Sibayakindo di Desa Doulu Pasar Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

6 49 179

Mekanisme Transaksi Keuangan Dengan Metode Direct Expense Pada PT. Tirta Sibayakindo Danone Aqua Group

0 4 36

KEANEKARAGAMAN SERANGGA DI HUTAN SIKULIKAP DESA DOULU PASAR KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO.

0 5 21

Evaluasi Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Bidang Kesehatan oleh Danone Aqua PT. Tirta Sibayakindo di Desa Doulu Pasar Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

0 0 10

Evaluasi Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Bidang Kesehatan oleh Danone Aqua PT. Tirta Sibayakindo di Desa Doulu Pasar Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

0 0 2

Evaluasi Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Bidang Kesehatan oleh Danone Aqua PT. Tirta Sibayakindo di Desa Doulu Pasar Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

0 0 12

Evaluasi Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Bidang Kesehatan oleh Danone Aqua PT. Tirta Sibayakindo di Desa Doulu Pasar Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

0 0 3

Corporate Social Responsibility Dan Citra Perusahaan (Study Korelasional Mengenai Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility (Csr) Terhadap Citra Pt. Tirta Sibayakindo Di Mata Masyarakat Desa Doulu Dalam Dan Desa Doulu Pasar Kecamatan Berastagi

0 0 20