Dampak Turunnya Harga Jual Getah Karet Terhadap Pengelolaan Tanaman Karet Rakyat (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus: Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu)

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka
Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk
lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet
merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang
perekonomian negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar.
Bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibas
negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri di Daratan Amerika
Selatan (Tim Penulis, 1999).
Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, karet merupakan tanaman yang
cocok ditanam di daerah tropis. Daerah tropis yang baik ditanami tanaman karet
mencakup luasan antara 15° LU – 10° LS. Suhu harian yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangannya adalah 25 – 30° C. Tanaman karet dapat
tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1 – 600 m dpl. Curah hujan yang
cukup antara 2000 – 2500 mm/tahun adalah salah satu kondisi yang disukai oleh
tanaman karet. Dalam sehari, tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan

intensitas yang cukup yaitu antara 5 – 7 jam per hari (Suwarto dan Yuke, 2010).
Tanaman karet merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30
tahun. Habitus tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi tanaman dapat
mencapai 15 - 20 meter. Modal utama dalam pengusahaan tanaman ini adalah
batang setinggi 2,5 – 3 meter dimana tempat bertumbuhnya lateks. Oleh karena itu

8

Universitas Sumatera Utara

9

fokus pengelolaan tanaman karet ini adalah bagaimana mengelola batang tanaman
ini seefisien mungkin (Budiman, 2012).
Menurut Tim Penulis (1999), Dalam dunia tumbuhan, tanaman karet tersusun
dalam sistematika sebagai berikut:
Divisi

:


Spermatophyta

Subdivisi

:

Angiospermae

Kelas

:

Dicotyledonae

Ordo

:

Euphorbiales


Famili

:

Euphorbiaceae

Genus

:

Hevea

Spesies

:

Hevea brasiliensis

Topografi tanah mempengaruhi tingkat keberhasilan penanaman. Tanaman karet
sebaiknya ditanam pada tanah yang datar. Hal ini akan memudahkan

pemeliharaan dan pengambilan lateks. Sebaiknya lahan penanaman juga dekat
dengan sumber air, misalnya sungai atau aliran-aliran air
(Suwarto dan Yuke, 2010).
Tanaman karet disebut tanaman menghasilkan yaitu memasuki tahun kelima dari
siklus hidup karet. Pada tahun ini tanaman karet sudah mulai disadap. Namun
adakalanya dari sejumlah pohon karet yang berumur empat tahun itu ada pohon
yang belum bisa disadap. Menurut teori, tanaman karet yang bisa disadap pada
usia empat tahun itu belum 100%. Biasanya dari 476 pohon, yang benar-benar
matang sadap hanya sekitar 400 pohon.

9

Universitas Sumatera Utara

10

Komposisi umur tanaman menghasilkan karet yang standar (25 tahun sadap)
dengan sifat produksinya pada Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Komposisi Umur TM dengan Sifat Produksinya.
Umur Tanaman

Kelas
Standar Luas
Sifat Produksi
(Tahun)
(%)
Taruna
23
Belum Potensial
6-12 tahun
Muda
20
Potensial
13-18 tahun
Dewasa
17
Sangat Potensial
19-23 tahun
Tua
13
Kurang Potensial

24-27 tahun
Tua Renta
10
Tidak Potensial
>27 tahun
Sumber : Tim Penulis, 2013
Pada tanaman menghasilkan (TM) pemupukan mempunyai dua tujuan yaitu untuk
meningkatkan hasil dan mempertahankan serta memperbaiki kesehatan dan
kesuburan pertumbuhan tanaman pokok. Pemberian pupuk dilakukan 2 kali setiap
tahun. Pemupukan tanaman produktif yang dilakukan dengan dosis yang tepat dan
teratur dapat mempercepat pemulihan bidang sadapan, memberi kenaikan
produksi 10-20%, meningkatkan resistensi tanaman terhadap gangguan hama
penyakit dan tingkat produksi yang tinggi dapat dipertahankan dalam jangka
waktu lebih lama (Setyamidjaja, 1993).
Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan tanaman
karet. Tujuannya adalah membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks
cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan berkurang bila takaran cairan lateks
pada kulit berkurang.
Kebun karet yang memiliki tingkat pertumbuhan normal siap disadap pada saat
umur lima tahun dengan masa produksi selama 25-35 tahun. Pohon karet siap

sadap adalah pohon yang sudah memiliki tinggi satu meter dari batas pertautan
okulasi atau dari permukaan tanah untuk tanaman asal biji dan memiliki lingkar

10

Universitas Sumatera Utara

11

batang 45 cm. Menurut Tim Penulis (2013) Kebun karet mulai disadap bila 55%
pohonnya sudah menunjukkan matang sadap. Jika belum mencapai 55%, maka
sebaiknya penyadapan ditunda, karena akan mengurangi produksi lateks dan akan
mempengaruhi pertumbuhan pohon karet. Kebun yang dipelihara dengan baik
biasanya memiliki 60 – 70% jumlah tanaman berumur 5 – 6 tahun yang berlilit
batang 45 cm.
Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas
kambium dengan menggunakan pisau sadap. Jika penyadapan terlalu dalam dapat
membahayakan kesehatan tanaman. Bentuk irisan berupa saluran kecil, melingkar
batang arah miring ke bawah. Melalui saluran irisan akan mengalir lateks selama
1-2 jam sesudah itu lateks akan mengental (Budiman, 2012).

Dalam pelaksanaan penyadapan harus diperhatikan ketebalan irisan, kedalaman
irisan, waktu pelaksanaan dan pemulihan kulit bidang sadap. Tebal irisan yang
dianjurkan 1,5-2 mm, kedalaman irisan yang dianjurkan 1-5 mm dari lapisan
kambium. Penyadapan hendaknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 05.0006.00 pagi. Sedang pengumpulan lateksnya dilakukan antara pukul 08.00-10.00
pagi. Kulit pulihan bisa disadap kembali setelah 9 tahun untuk kulit pulihan
pertama dan dapat disadap kembali pada bidang yang sama setelah 8 tahun untuk
kulit pulihan kedua (Tim Penulis, 2013).

11

Universitas Sumatera Utara

12

2.2 Landasan Teori
Usahatani adalah cara seseorang dalam mengusahakan dan mengkoordinir faktorfaktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga
memberikan manfaat yang sebaik-baiknya sehingga usaha tersebut memberikan
pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009).
2.2.1 Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan
Menurut Tim Penulis (2011) Sebelum tanaman karet ditanam hingga berproduksi

diperlukan biaya-biaya diantaranya adalah biaya pembukaan lahan, biaya
penanaman, biaya pemeliharaan sebelum menghasilkan, dan biaya lain. Biaya itu
disebut biaya pokok. Sedangkan biaya operasional adalah biaya sadap, biaya
perawatan, biaya pemrosesan, dan biaya pengelolaan.
Biaya-biaya diatas sangat berpengaruh terhadap hasil akhir. Penyertaan sejumlah
biaya untuk memperoleh hasil maksimal harus diperhitungkan. Untuk itu
diperlukan perencanaan sebelumnya.
Dalam perhitungan biaya ini disertakan tenaga kerja, sarana dan prasarananya.
Jumlah ini tidak kecil, apalagi saat menanti tanaman karet berproduksi. Setelah
berproduksi, semua biaya tidak akan kembali dalam beberapa tahun pertama.
Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usaha tani dibedakan
menjadi: Biaya tetap (fixed cost): biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Yang
termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak, dan penyusutan alat pertanian.
Biaya tidak tetap (variable cost): biaya besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi
yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisida, danbibit).

12

Universitas Sumatera Utara


13

TC = TFC + TVC
Dimana:
TC = Total cost atau biaya total
FC = Fixed cost atau biaya tetap
VC = Variable cost atau biaya variabel.
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual. Penerimaan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = P.Q
Dimana:
P = Harga jual
Q = Jumlah produksi
Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani
dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik
sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan
usahatani merupakan selisih penerimaan dengan total biaya usahatani, dimana
penerimaan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dan harga jual yang
diterima petani (Soekartawi, 2002).

Pd = TR-TC
Dimana:
Pd = Pendapatan
TR = Total revenue atau total penerimaan
TC = Total cost atau total biaya
13

Universitas Sumatera Utara

14

2.2.2. Uji Chow
Menurut Tarigan (2011) uji Chow adalah perbandingan dua model persamaan
regresi untuk mengetahui perbedaan parameter dalam model antara regresi linier
yang satu dengan linier yang lainnya. Chow test atau juga disebut uji statistik F
berguna untuk menguji bilamana nilai konstanta adalah tetap atau berubah-ubah
untuk setiap individu dan waktu (Gujarati, 2004).
Model regresi 1 dan 2 mengasumsikan bahwa regresi pada kedua periode waktu
adalah berbeda, maka intercept dan koefisiennya berbeda. Sedangkan model
regresi gabungan mengasumsikan bahwa tidak ada perbedaan diantara periode
waktu tersebut sehingga estimasi hubungan antara variabel dependen dan variabel
independen untuk seluruh total observasi. Dengan kata lain, regresi ini
mengasumsikan bahwa intercept seperti halnya koefisien kemiringan tetap sama
sepanjang waktu, yang berarti tidak ada perubahan struktural. Perubahan
struktural bisa disebabkan oleh pengaruh eksternal, perubahan kebijakan, dan
faktor-faktor lainnya (Kurniasih,E. 2012).
Pada dua kondisi yaitu regresi pada periode waktu 1 dan regresi pada periode
waktu 2, dapat dibangun masing-masing fungsi sebagai berikut:
Pada saat periode waktu 1:
Y1 = a1 + b1X1
Dimana:
Y1 = Y pada saat periode waktu 1
X1 = X pada saat periode waktu 1

14

Universitas Sumatera Utara

15

Pada saat periode waktu 2:
Y2 = a2 + b2X2
Dimana:
Y2 = Y pada saat periode waktu 2
X2 = X pada saat periode waktu 2
Dari dua fungsi penerimaan diatas dibandingkan untuk mengetahui apakah
parameter dalam model fungsi penerimaan itu terdapat perbedaan yang nyata.
Perbedaan ini baik pada parameter intersep (a1 vs a2) juga pada parameter slope
(b1 vs b2).
Dengan tingkat signifikansi α= 5%, jika F hitung < F tabel maka Ho diterima
yaitu tidak ada perubahan struktural diantara 2 periode waktu. Sedangkan jika F
hitung > F tabel maka Ho ditolak dan menerima H1 artinya model regresi untuk
dua periode waktu yang berarti variabel independen mengalami perubahan
struktural diantara dua periode waktu.
Nilai Uji Chow dihitung dengan rumus :
�� =
Keterangan:

�� /�
�� /(�� + �� − ��)

G4

= Jumlah Kuadrat Galat dari Regresi dua periode waktu (G2+G3)

G5

= Jumlah Kuadrat Galat dari Regresi dua periode waktu (G4-G1)

k

= jumlah variabel independen.

n1

= jumlah pengamatan pada periode 1

n2

= jumlah pengamatan pada periode 2 (Tarigan, 2011).

15

Universitas Sumatera Utara

16

2.3 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan skripsi Erni Kurniasih dengan judul “Pengaruh Capital Adequacy
Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio
(FDR), Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Suku Bunga, dan
Inflasi Terhadap Profitabilitas (Perbandingan Bank Umum Syariah (BUS) dan
Bank Umum Konvensional (BUK))”. Dalam penelitian ini, variabel dependen
yang digunakan adalah Return On Asset (ROA), dan variabel independen adalah
CAR, NPF, FDR, BOPO, Suku Bunga, dan Inflasi. Untuk metode analisis peneliti
menggunakan regresi linier berganda dan uji Chow test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwaCAR, NPF, FDR, BOPO, Suku Bunga, dan Inflasi secara
simultan berpengaruh terhadap profitabilitas BUS dan BUK. Hasil pengujian
menghasilkan nilai Chow test F sebesar 4,819 sedangkan F tabel diperoleh sebesar
2,19. Dengan demikian diperoleh nilai Chow test (4,819) > F tabel (2,19) artinya
model regresi untuk dua kelompok bank (BUS dan BUK) yang beroperasi di
Indonesia memang berbeda yang berarti variabel independen mengalami
perubahan struktural diantara dua kelompok bank.
Berdasarkan skripsi Henri Siregar dengan judul “Dampak Turunnya Harga
Tandan Buah Segar terhadap Pemeliharaan Usahatani Kelapa Sawit Rakyat”.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji Chow dan data yang diteliti adalah
data sebelum dan sesudah turunnya harga Tandan Buah Segar (TBS). Dari hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa turunnya harga TBS menyebabkan
menurunnya produksi dan jumlah pemakaian input, serta mempunyai dampak
terhadap jumlah pemakaian pupuk (Fhit>Ftabel; 4,70>3,15) (Fhit>Ftabel;
6,05>4,98), jumlah pemakaian tenaga kerja (Fhit>Ftabel; 6,05>4,98) dan jumlah

16

Universitas Sumatera Utara

17

pemakaian pestisida (Fhit>Ftabel; 18,48>4,98). Namun petani masih menerima
keuntungan dalam jumlah tertentu.
2.4 Kerangka Pemikiran
Usahatani merupakan suatu kegiatan untuk mengombinasikan dan mengkoordinir
penggunaan berbagai faktor-faktor produksi agar menghasilkan hasil yang
maksimal dan berkelanjutan. Dalam usaha perkebunan karet rakyat, terkhusus
dalam

pengelolaan

perkebunan,

seorang

petani

karet

harus

dapat

mengombinasikan input-input produksi seperti pupuk, herbisida, dan tenaga kerja
sehingga perkebunan karet rakyat menghasilkan lateks atau getah karet yang
berkualitas.
Dalam usahatani karet rakyat, harga jual getah karet merupakan salah satu faktor
petani berlomba untuk memilih tanaman karet sebagai usahataninya. Namun
beberapa tahun ini harga jual getah karet mengalami penurunan. Sehingga petani
harus mampu mengelola perkebunan walaupun dalam kondisi turunnya harga jual,
yang menyebabkan penerimaan serta pendapatan yang menurun.
Pendapatan adalah selisih dari penerimaan dan biaya produksi. Penerimaan adalah
perkalian dari harga komoditi dengan hasil produksi getah karet. Sebelum harga
jual getah karet turun penggunaan input produksi digunakan sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan tanaman karet untuk mempertahankan produksi getah
karet. Bila penerimaan tinggi maka pendapatan juga cukup tinggi.

17

Universitas Sumatera Utara

18

Sesudah harga jual getah karet turun, maka petani mengambil tindakan untuk
membatasi atau mengurangi pemakaian input sehingga jumlah produksi menurun.
Menurunnya jumlah produksi menyebabkan turunnya penerimaan, maka
pendapatan juga menurun. Jadi ada dampak penurunan harga getah karet terhadap
pengelolaan perkebunan.

18

Universitas Sumatera Utara

19

Gambar 2 SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

Perkebunan
Karet Rakyat

Produksi

Harga Jual Getah
Karet

Harga Jual Getah
Karet Sudah
Turun

Harga Jual Getah
Karet Belum
Turun

Produksi

Pupuk,
Herbisida,
Tenaga
Kerja

Produksi

PENERIMAAN
SEBELUM HARGA
TURUN

Pupuk,
Herbisida,
Tenaga
Kerja

PENERIMAAN
SESUDAH HARGA
TURUN

Fungsi Produksi Yang
Berbeda

Dampak Turunnya Harga Jual Getah
Karet
KETERANGAN
: Mempengaruhi
: Saling Mempengaruhi
: Menjelaskan

19

Universitas Sumatera Utara

20

2.4 Hipotesis Penelitian
1. Turunnya harga jual getah karet berdampak terhadap penggunaan pupuk pada
pengelolaan tanaman karet rakyat di daerah penelitian.
2. Turunnya harga jual getah karet berdampak terhadap penggunaan herbisida
dan pada pengelolaan tanaman karet rakyat di daerah penelitian.
3. Turunnya harga jual getah karet berdampak terhadap pencurahan tenaga kerja
dan pada pengelolaan tanaman karet rakyat di daerah penelitian.

20

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus Di Desa Huta II Tumorang, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)

2 56 84

Identifikasi Bibit Unggul Daun Tanaman Karet Melalui Deteksi Tepi Menggunakan Metode Sobel

9 76 54

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57

Dampak Turunnya Harga Jual Getah Karet Terhadap Pengelolaan Tanaman Karet Rakyat (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus: Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu)

1 18 128

Dampak Turunnya Harga Jual Getah Karet Terhadap Pengelolaan Tanaman Karet Rakyat (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus: Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu)

2 4 15

Dampak Turunnya Harga Jual Getah Karet Terhadap Pengelolaan Tanaman Karet Rakyat (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus: Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu)

0 0 1

Dampak Turunnya Harga Jual Getah Karet Terhadap Pengelolaan Tanaman Karet Rakyat (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus: Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu)

1 3 7

Dampak Turunnya Harga Jual Getah Karet Terhadap Pengelolaan Tanaman Karet Rakyat (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus: Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu)

2 3 2

Dampak Turunnya Harga Jual Getah Karet Terhadap Pengelolaan Tanaman Karet Rakyat (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus: Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu)

0 0 45