Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian Pengolahan di Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Intensitas Kebisingan
2.1.1 Pengertian Intensitas Kebisingan
Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang
merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga
tekanan udara yang mampu ditangkap oleh telinga manusia dalam batas 16-20.000
Hz (Gabriel, 1996). Pada bagian lainnya menyatakan bahwa pada umumnya manusia
hanya bisa mendengar suara yang frekuensinya berada dalam rentangan 20-20.000 Hz
(Sugeng Budiono, 2003).
Suara ditempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational
hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara fisik

(menyakitkan telinga pekerja) dan psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran
komunikasi) yang akan menjadi polutan bagi lingkungan, sehingga kebisingan
didefinisikan sebagai polusi lingkungan yang disebabkan oleh suara (Sihar Tigor
Benjamin, 2005).
Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh dua hal yaitu frekuensi dan
intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik ( Hertz, Hz),
telinga manusia mampu mendengar frekuensi antara 16-20.000 Hz. Intensitas atau


7

Universitas Sumatera Utara

8

arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritma yang disebut
desibel, ditulis dBA atau dB(A) (Sugeng Budiono, 2003)
2.1.2 Sumber Intensitas Kebisingan dan Tempat Intensitas Kebisingan
2.1.2.1 Sumber Intensitas Kebisingan
Menurut Sihar Tigor Benjamin (2005), sumber intensitas kebisingan di
Perusahaan yang dapat menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan,
antara lain:
1) Mengoperasikan mesin-mesin produksi ”ribut” yang sudah cukup tua.
2) Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup
tinggi dalam periode operasi cukup panjang.
3) Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya,
misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan
parah.
4) Melakukan modifikasi secara parsial pada komponen-komponen mesin

produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar ,termasuk
menggunakan komponen-komponen mesin tiruan.
5) Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat
(terbalik atau tidak rapat), terutama pada bagian penghubung antara modul
mesin (bad connection).

Universitas Sumatera Utara

9

6) Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya
penggunaan palu (hammer) atau alat pemukul sebagai alat pembengkok
benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut.
Menurut Nia (2009), sumber intensitas kebisingan dibedakan menjadi dua
bagian yaitu sebagai berikut :
1) Kebisingan transportasi
Kebisingan bersumber dari truk, kereta api, pesawat, dan jenis alat
transportasi lainnya. Kebisingan transportasi merupakan permasalahan yang
paling utama. Karakteristik kebisingan transportasi antara lain : menyebar luas
dan sangat keras. Ini sangat jelas terlihat dari level intensitas suaranya, seperti

perkiraan intensitas suara di kawasan bandara yaitu sekitar 75-85 dB.
2) Kebisingan di tempat kerja
Kebisingan yang terjadi ditempat kerja merupakan permasalahan kedua
setelah kebisingan transportasi.
Kebisingan yang berasal dari berbagai peralatan memiliki tingkat kebisingan
yang berbeda dari suatu model ke model lain. Sumber bising bermacam-macam
misalnya pesawat terbang, alat-alat rumah tangga yang digunakan, suara kendaraan
bermotor, suara radio dan televisi, peralatan konstruksi dan industri-industri (Dwi P
Sasongko dkk, 2000).

Universitas Sumatera Utara

10

2.1.2.2. Tempat Intensitas Kebisingan
Menurut Sugeng Budiono (2003), intensitas kebisingan yang dihasilkan
terdapat pada berbagai jenis pekerjaan sebagai berikut:
1) Kebisingan dibawah 85 dB, antara lain pada pekerjaan penjahit dan perajut,
berbagai pekerjaan di pabrik kertas, roti, keramik, percetakan, pekerjaan mengetik di
kantor.

2) Kebisingan berintensitas 85-100 dB pada berbagai pekerjaan yang menggunakan
mesin, pabrik tekstil, bengkel yang menggunakan kompresor, bor listrik, gergaji, dan
sebagainya.
3) Kebisingan dengan intensitas 100-115 dB dijumpai pada pemeliharaan alat-alat
berat ruang boiler, pabrik paku, pekerjaan dengan peralatan bertekanan tinggi.
4) Kebisingan dengan intensitas 115-130 dB, misalnya pada proses hidrolik,
kompresor bertekanan tinggi, mesin diesel, turbin, dan lain-lain.
5) Kebisingan dengan intensitas 130-160 dB dijumpai pada pekerjaan disekitar mesin
turbin pesawat terbang besar, mesin jet, peledakan, dan sebagainya.
6) Kebisingan dengan intensitas melebihi 160-174 dB dijumpai pada peluncuran
roket peledakan bom atom.
2.1.3 Jenis-Jenis Intensitas Kebisingan
Menurut Sihar Tigor Benjamin T. (2005), intensitas kebisingan di tempat
kerja diklasifikasikan menjadi lima jenis golongan, yaitu sebagai berikut:
1) Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas ( steady state, wide
band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin dan dapur pijar.

Universitas Sumatera Utara

11


2) Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit (steady state,
brand band noise ), misalnya gergaji sirkuler dan katup gas.

3) Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu-lintas dan suara kapal
terbang di lapangan udara.
4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise ) misalnya suara meriam, ledakan
dan tembakan.
5) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), misalnya mesin tempa di perusahaan.
Sifat dan spektrum frekuensi bunyi akan mempengaruhi waktu dan derajat
gangguan, baik gangguan fisik maupun psikis pada tenaga kerja, sehingga diperlukan
alat-alat khusus pada setiap tipe-tipe kebisingan (Suma’mur, 1996).
2.1.4. Pengukuran Intensitas Kebisingan
Pengukuran kebisingan bertujuan untuk memperoleh data intensitas
kebisingan di Perusahaan atau dimana saja, mengurangi tingkat kebisingan tersebut
sehingga tidak menimbulkan gangguan. Satuan yang digunakan dalam pengukuran
intensitas kebisingan adalah dB. Desibel (dB) adalah satuan dari tingkat tekanan
suara (sound pressure level). Alat utama yang digunakan dalam pengukuran intensitas
kebisingan adalah ”Sound Level Meter ”. Alat ini mengukur intensitas kebisingan di
antara 30-130 dB dan dari frekuensi antara 20-20.000 Hz. Alat intensitas kebisingan

yang lain adalah yang dilengkapi dengan Octave Band Analyzer dan Noise Dose
Meter (Sugeng Budiono, 2003).

Universitas Sumatera Utara

12

Pengukuran intensitas kebisingan impulsif digunakan ” Impact Noise
Analyzer ”, bagi survei pendahuluan masalah kebisingan kontinue, sekarang biasanya

diukur intensitas menyeluruh yang dinyatakan dengan dBA, menggunakan jaringan
A. Kebanyakan alat-alat pengukur kebisingan, hanya mengukur intensitas pada suatu
waktu dan suatu tempat tidak menunjukkan dosis kumulatif kepada seorang tenaga
kerja meliputi waktu-waktu kerjanya (Suma’mur, 1996).
2.1.5. Pengendalian Intensitas Kebisingan
Perlindungan individual memerlukan pendidikan dan persuasi para pekerja
untuk menggunakan alat pelindung telinga. Sumbat telinga plastik dan sumbat sekali
pakai dari lilin dapat mengurangi tingkat bising antara 8-30 dB. Pelindung telinga
tipe gumpalan kapas dan headphone lebih efektif (pengurangan 20-40 dB). Alat-alat
ini penting bila ada paparan singkat terhadap tingkat bunyi yang sangat tinggi (Joko

Suyono, 1995).
Menurut Sugeng Budiono (2003), ada beberapa sistem yang dapat digunakan
pada upaya pengendalian kebisingan :
a. Pengendalian secara teknis
1) Menggunakan pembatas akustik untuk mengabsorbsi atau memantulkan
kembali suara.
2) Menggunakan partial enclosure pada sekeliling mesin.

Universitas Sumatera Utara

13

3) Memisahkan operator dalam “sound proof room” dari mesin yang bising
atau pengendalian mesin dari jarak jauh (remote controle ).
4) Mengganti logam-logam yang menimbulkan intensitas suara tinggi dengan
“dynamic dampers” karet atau “plastic bumpers” fiber glass.
5) Memasang “silincer ” pada kutub penghisap, pada cerobong dan sistem
ventilasi.
6) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar bout dan sambungan tidak ada yang
goyang.

7) Pemeliharaan dan service yang teratur.
b. Pengendalian secara medis
Cara ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan secara teratur,
khususnya pemeriksaan audiometri yang bertujuan :
1) Mendeteksi secara dini adanya kelainan-kelainan.
2) Untuk memantau apakah program pengendalian efektif atau tidak.
c. Pengendaian secara administrative
Suatu cara untuk mengurangi pemaparan kebisingan dengan mengatur durasi
pemaparan sedemikian rupa sehingga kebisingan yang diterima oleh tenaga
kerja masih dalam batas-batas yang diperkenankan sesuai NAB. Pengaturan
durasi pemaparan penting sekali dilakukan apabila seorang pekerja didalam
pekerjaannya terpapar kebisingan dengan dua level suara atau lebih yang
berbeda.

Universitas Sumatera Utara

14

2.1.6 Nilai Ambang Batas
Nilai ambang batas adalah kadar yang dapat dihadapi oleh pekerja tanpa

menunjukkan gangguan kesehatan atau timbulnya penyakit atau kelainan dala
pekerjaan sehari-sehari untuk waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Dalam
penerapannya, NAB bukan merupakan pemisah antara batas aman dan bahaya,
melainkan digunakan untuk kadar standar perbandingan, pedoman perencanaan alat
pengendali, substitusi bahan beracun dengan bahan yang relative tidak beracun, serta
membantu menentukan terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
(Sugeng Budiono, 2003).
Dalam Lokakarya Hiperkes di Cibogo tahun 1974, telah ditentukan bahwa
NAB kebisingan di tempat kerja adalah 85 dBA dalam surat keputusan Menteri
Tenaga kerja No Kep.51/Men/1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja.

2.1.7 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Pekerja
Kebisingan memiliki dampak terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut:
(Buchari, 2007)
1. Gangguan Fisiologis
Gangguan ini dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi,
basal metabolisme, konstriksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian
kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Efek kebisingan
tehadap gangguan fisiologis lainnya adalah perubahan emosional akibat


Universitas Sumatera Utara

15

tekanan darah berubah seperti mudah marah yang akan berlanjut ke stress
(Kryter, 1972)
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, emosi dan lain–lain. Pemaparan dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit
jantung koroner, stress dan lain–lain. Menurut Naeni, R.L dan Bahri, S
(2014) efek paparan kebisingan jangka panjang akan mengakibatkan stress
dimana akan menurunkan performa pekerja dalam bekerja Eksposur
terhadap kebisingan yang berlebihan dapat menimbulkan pengaruh pada
perilaku seperti kehilangan konsentrasi, kehilangan keseimbangan dan
disorientasi (berkaitan dengan pengaruh kebisingan pada cairan di dalam
saluran semisirkular telinga dalam) dan juga kelelahan (Ridley, 2006).
3. .Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan
mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum

berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan
mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,
karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya
akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja. Menurut
Webster, J.C (1979) efek kebisingan yang paling serius adalah susahnya
berkomunikasi terhadap orang lain dan mengerti apa yang orang lain

Universitas Sumatera Utara

16

katakan. Untuk mengetahui apa yang dikatakan orang, orang tersebut
harus berbicara lebih keras di lingkungan yang bising.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkankesan berjalan di ruang
angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis
seperti kepala pusing, mual dan lain–lain.

5. Gangguan terhadap pendengaran (ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat
bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus
menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang
secara tetap atau tuli

2.2 Stres Kerja
2.2.1. Pengertian Stres Kerja
Bambang Tarupolo (2002), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses
yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan,
tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.

Universitas Sumatera Utara

17

Menurut Pandji Anoraga (2001), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan
seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang
dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Luthans (2000), mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam
menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis,
sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu
banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Stres kerja dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami
seseorang didalam suatu organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat dari lingkungan
fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial interpersonal, sruktur
pekerjaan, tingkah laku sebagai anggota dan aspek-aspek organisasi lainnya (Leila,
2002)
2.2.2. Kategori Stress Kerja
Menurut Jacinta (2002), seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja
bila:
1.Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat
individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena
masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang
terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja.

Universitas Sumatera Utara

18

2.Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.
3.Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk
menyelesaikan persoalan stres tersebut
Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan
menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological,
Psychological dan Behavior. (Robbins, 2003)
1. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada metabolisme
tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas, meningkatnya tekanan
darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.
2. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja,
tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan.
3. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada produktivitas,
ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya
konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan
susah tidur.

Universitas Sumatera Utara

19

2.2.3. Faktor Penyebab Stres Kerja
Menurut (Robbin 2003) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1. Faktor Lingkungan.
Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu:
a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila
perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan
kesejahteraan mereka.
b. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di
Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas
dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak
nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya
angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja.
c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka dilakukan
menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karyawan
harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu.
d. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin
meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC
oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa terancam
keamanannya dan merasa stres.

Universitas Sumatera Utara

20

2. Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan
untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu
terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan
kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis
mengkategorikannya

menjadi

beberapa

faktor dimana contoh-contoh itu

terkandung di dalamnya. Yaitu:
a. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan
untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang
sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik
peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau
dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan
lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila
harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa
yang harus dikerjakan.
c. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.
Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang
buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para
karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

21

d. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat
aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan
dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada
karyawan merupakan potensi sumber stres.
3. Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan
keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.
a. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan
bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu
yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan
disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres
bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber
daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat
menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam
bekerja.
c. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi
stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang
diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang
itu.

Universitas Sumatera Utara

22

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja,
yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat
berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan
pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman
pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan
mengembangkan diri, (Dwiyanti 2001).
Menurut Handoko (2000) kondisi-kondisi yang menyebabkan stres disebut
dengan istilah stressors. Stres dapat disebabkan oleh satu stessor, biasanya karyawan
mengalami stres karena kombinasi beberapa stessor . Ada dua kategori penyebab
stres, yaitu on- the-job dan off- the-job. Hampir dalam setiap kondisi pekerjaan di
perusahaan dapat menyebabkan stres tergantung pada reaksi karyawan. Misalnya,
seorang karyawan akan dengan mudah menerima dan mempelajari prosedur kerja
baru, sedangkan seorang karyawan yang lain tidak atau bahkan menolaknya.
Beberapa kondisi kerja yang menyebabkan stres bagi karyawan dinyatakan sebagai
penyebab stres “on the job “ antara lain:
1. Beban kerja yang berlebihan.
2. Tekanan atau desakan waktu
3. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
4. Wewenang yang tidak cukup untuk melaksanakan tanggung jawab
5. Ambiguitas peranan (role ambiguity)
6. Konflik antar pribadi dan antar kelompok

Universitas Sumatera Utara

23

7. Perbedaan antara nilai- nilai perusahaan dan karyawan
Stres kerja karyawan juga dapat disebabkan masalah – masalah yang terjadi diluar
perusahaan. Penyebab – penyebab stres “off- the-job” antara lain :
1. Kekuatiran finansial
2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak
3. Masalah-masalah fisik
4. Masalah-masalah perkawinan
5. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak keluarga

2.2.4. Pengaruh Stress Kerja
Pengaruh stres terhadap pekerja bermacam-macam tergantung pada tingkat
prediktabilitas dan tingkat kontabilitasnya. Stres dapat menimbulkan gangguan pada
kesehatan pekerja, gangguan di tempat kerja, masyarakat dan keluarganya (Setyawati,
2010).
Stres kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia. Reaksi tubuh
karena stres akibat kerja yang merupakan masalah kesehatan (Roestam, 2003),
diantaranya adalah :
1. Penyakit psikis yang diinduksi oleh stres kerja
Misalnya jantung koroner, hipertensi, tukak lambung dan gangguan psikomatik lain.
Kondisi lain yang juga mungkin terjadi adalah keletihan, sering pilek, gangguan tidur,

Universitas Sumatera Utara

24

nafas pendek, sakit kepala, migren, kaki tangan dingin, nyeri kuduk serta pundak,
gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi dan serangan asma.
2. Kecelakaan kerja
Berbagai data dapat dinyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi 90% karena tindakan
yang kurang berhati-hati.
3. Absen kerja
Absensi kerja sering terdapat pada pekerja yang sulit menyesuikan diri dengan
pekerjaannya. Ketidakhadiran ini biasanya karena gejala sakit psikis ringan.
4. Lesu kerja
Terjadi apabila tenaga kerja kehabisan motivasi dalam upaya mencari suatu kinerja
yang tinggi.
5. Gangguan jiwa
Berupa suatu continnum, mulai gejala subjektif yang mempunyai efek ringan seharihari hingga gangguan jiwa mengganggu fungsi pekerjaan.
2.2.5. Dampak Stres Kerja
Menurut Rice (1999), pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri
karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat
berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya.
Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja,
tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur
dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan
sebagainya. Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi

Universitas Sumatera Utara

25

yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya
kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu
dalam pengambilan keputusan (Waluyo, 2009).
Reaksi tubuh terhadap stressor pada seseorang sangat bervariasi dan berbeda
dari masing-masing orang yang menerimanya. Perbedaan reaksi tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain faktor psikologis dan faktor social-budaya seseorang.
Mathews (1989) menjelaskan secara spesifik tentang reaksi stres akibat kerja yaitu:
a.

Reaksi Psikologis

Stres biasanya merupakan perasaan subjektif seseorang sebagai bentuk
kelelahan, kegelisahan dan depresi. Reaksi psikologis kepada stres dapat
dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan dan perilaku.
b.

Respon Sosial

Setelah beberapa lama mengalami kegelisahan, depresi, konflik dan stres di
tempat kerja, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan keluarga
dan lingkungan sosial.
c.

Respon stres kepada gangguan kesehatan atau reaksi fisiologis

Bila tubuh mengalami stres maka akan terjadi perubahan fisiologis sebagai
jawaban atas stres.
d.

Respon Individu

Pengaruhnya tergantung dari sifat dan kepribadian seseorang. Dalam
menghadapi stres, individu dengan kepribadian introvert akan bereaksi akan

Universitas Sumatera Utara

26

bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang berkepribadian ekstrovert.
2.2.6 Pengendalian Stres Akibat Kerja
Cartwright, et. al. dalam Tarwaka (2010) memberikan cara-cara untuk
mengurangi stres kerja secara lebih spesifik yaitu melalui :
1) Redesain tugas-tugas pekerjaan,
2) Redesain lingkungan kerja,
3) Menerapkan waktu kerja yang fleksibel,
4) Menerapkan manajemen partisipatoris,
5) Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier,
6) Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan,
7) Mendukung aktivitas sosial,
8) Membangun kerja tim yang kompak.
9) Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan lain-lain.
Selain cara-cara tersebut diatas, menurut Tarwaka (2010) ada beberapa
langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya stres di tempat kerja
adalah sebagai berikut :
1) Menghilangkan faktor penyebab stres, khususnya yang berasal dari tasks,
organisasi kerja dan lingkungan kerja.
2) Memposisikan pekerja pada posisi yang sebenarnya ( the right man on the right
place).

Universitas Sumatera Utara

27

3) Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi masyarakat
pekerjanya.
4) Menjamin perasaan aman setiap pekerja.
2.2.7. Pengaruh Paparan Kebisingan terhadap Stres Kerja
Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja, mulai gangguan
ringan berupa gangguan terhadap konsentrasi kerja, pengaruh dalam komunikasi dan
kenikmatan kerja sampai pada cacat yang berat karena kehilangan daya pendengaran
(Anizar, 2009).
a. Gangguan terhadap konsentrasi kerja dapat mengakibatkan menurunnya
kuantitas dan kualitas kerja. Hal ini pernah dibuktikan pada sebuah
perusahaan film di mana penurunan intensitas kebisingan berhasil mengurangi
jumlah film yang rusak, sehingga dapat menghemat bahan baku.
b. Gangguan dalam kenikmatan kerja berbeda-beda untuk tiap orang. Untuk
beberapa orang yang rentan, kebisingan dapat menyebabkan rasa pusing,
kantuk, sakit, tekanan darah tinggi, tegang dan stres yang diikuti dengan sakit
maag, kesulitan tidur. Gangguan konsentrasi dan kehilangan semangat kerja.
c. Gangguan terhadap komunikasi akan mengganggu kerjasama antara pekerja
dan kadang-kadang mengakibatkan salah pengertian yang secara tidak
langsung menurunkan kuantitas dan kualitas kerja.
Kebisingan mempengaruhi daya kerja seseorang dan efek tersebut merugikan
baik ditinjau dari pelaksanaan kerja maupun dari hasil kerja boleh dikatakan telah

Universitas Sumatera Utara

28

merupakan pendapat masyarakat pada umumnya (Suma‟mur, 2013). Pengaruh
negatif demikian adalah sebagai berikut:
a. Gangguan secara umum
Selain gangguan terhadap kemampuan memusatkan perhatian atau
mengalihkan perhatian atau melemahkan motivasi, kebisingan dapat
menyebabkan rasa terganggu yang merupakan reaksi psikologis
seseorang; perasaan terganggu demikian bervariasi dalam besar dan
coraknya atas dasar sifat-sifat suatu kebisingan yang ditentukan oleh jenis
kebisingan itu sendiri, frekuensi dan intensitasnya.
b. Gangguan komunikasi dengan pembicaraan
Sebagai pegangan, gangguan komunikasi oleh kebisingan telah terjadi,
apabila komunikasi pembicaraan dalam pekerjaan harus dijalankan dengan
suara yang kekuatannya tinggi dan lebih nyata lagi apabila dilakukan dengan
cara berteriak. Gangguan komunikasi seperti itu menyebabkan terganggunya
pekerjaan, bahkan mungkin mengakibatkan kesalahan atau kecelakaan,
terutama pada penggunaan tenaga kerja baru oleh karena timbulnya salah
faham dan salam pengertian.
Intensitas kebisingan yang masih dibawah NAB secara fisiologis tidak
menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat
menyebabkan penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stres dan
gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena pemaparan kebisingan

Universitas Sumatera Utara

29

dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan depresi (Tarwaka,
2004). Secara spesifik stres karena kebisingan tersebut dapat
menyebabkan antara lain:
a. Stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur
b. Ganguan reaksi psikomotor
c. Kehilangan konsentrasi
d. Gangguan komunikasi antara lawan bicara
e. Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada
kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja
Kebisingan yang diterima manusia dan berlangsung dalam waktu lama harus
dilakukan pengendalian atau pencegahan. Kebisingan dengan level yang cukup tinggi
di atas 70 dB dapat menimbulkan kegelisahan, kurang enak badan, masalah
pendengaran dan penyempitan pembuluh darah (Leslie L. Doelle, 1993). Setiap aspek
dari lingkungan kerja dapat dirasakan sebagai stres oleh tenaga kerja. Tergantung dari
persepsi tenaga kerja terhadap lingkungannya, apakah ia merasakan adanya stres
ataukah tidak. Hal ini berarti bahwa pada situasi kerja yang sama, seorang tenaga
kerja dapat mengalami stres sedangkan lainnya tidak (Anies, 2014).

Universitas Sumatera Utara

30

2.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan antara konsep atau variabel yang akan
diamati dan diukur melalui penelitian yang dillakukan. Kerangka konsep dalam
penelitian ini dapat digambarkan.

Variabel Bebas (Independent)

Variabel Terikat (Dependent)

Intensitas Kebisingan

Stress Kerja

Gambar 2.1 Kerangka Konsep.

Universitas Sumatera Utara