Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap satu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendegaraan, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan dan kognitif merupkan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior ). Tindakan seseorang biasannya
muncul dan sesuai dengan pola ataupun model yang ada pada masyarakat.
Ada enam tingkatan pengetahuan, yakni :
1.

Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) seseuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefenisiskan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan
tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
2.

Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

10
Universitas Sumatera Utara

11

secara benar. Orang telah memahami atau dapat harus menjelaskan objek (materi),
menyebutkan contoh, menyampaikan,

meramalkan objek yang dipelajari.

Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.

3.

Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang real (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, buku,
rumus, metode, prinsip dan sebagainnya dalam konteks, atau situasi yang lain.
Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitunganperhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving

cycle)

di dalam pemecahan masalah

kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.
4.

Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu


objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5.

Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan katan lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi- formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat

Universitas Sumatera Utara

12

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkatan di atas. Misalnya,
dapat membandingkan

antara anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekurangan gizi, dapat menaggapi terjadinnya diare di suatu tempat, dapat
menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagaiinya
(Notoatmodjo, 2012).
2.2 Sikap
Sikap dapat dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk berespons
atau bertindak secara positif atau negative terhadap suatu objek atau orang disertai

emosi positif atau negatif. Dengan kata lain sikap perlu penilaian. Ada penilaian
positif, negatif dan netral tanpa reaksi afektif apapun, umpama tertarik kepada
seseorang, benci terhadap suatu iklan, suka makanan tertentu. Ini semua adalah
contoh sikap. Sikap dipengaruhi oleh kepribadian, pengalaman, pendapat umum,
dan latar belakang. Sikap mewarnai pandangan terhadap seseorang terhadap suatu
objek, mempengaruhi perilaku dan relasi dengan orang lain. Untuk bersikap harus

Universitas Sumatera Utara

13

ada penilaian sebelumnya. Sikap bisa baik atau tidak baik. Perasaan sering berakar
dalam sikap dan sikap dapat diubah. Sikap biasannya sedikit atau banyak
berhubungan dengan kepercayaan. Dalam beberapa hal sikap merupakan akibat
dari suatu kumpulan kepercayaan (Maramis, 2006).
Menurut Notoatmodjo (2012), Sikap adalah reaksi atau respon seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung
dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus social.
Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka
atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoadmodjo,2003).
2.2.1

Pembentukan Sikap
Manusia mempunyai dua sumber dasar informasi tentang “dunia”, yaitu

pengalaman kita sendiri dan apa yang dikatan orang lain. Penelitian menunjukan
bahwa pengalaman memang mempengaruhi sikap, namun kadang-kadang tidak
begitu jelas pengaruhnya. Misalnya, kebiasaan melakukan sesuatu karena sikap
positif terhadap hal itu. Karena sikap positif, maka hal itu kemudian lebih sering
dilakukan sehingga stimulus yang didapatkan menjadi lebih sering juga. Lalu
dikatakan bahwa hal itu lebih disenangi dibandingan hal lain. Karena sikap kita
mengenai banyak aspek lingkungan tidak berdasarkan pada pengalaman langsung,

Universitas Sumatera Utara


14

maka banyak “informasi” yang diberikan oleh orang lain mengenai hal itu
mungkin merupakan penentu paling penting dalam sikap kita. Sikap kita terhadap
hal-hal yang belum pernah kita temui atau alami dipengaruhi oleh informasi dari
orang lain, mungkin orang-orang yang dekat dengan kita, orang tua, saudara, atau
mungkin sumber berita yang lebih jauh, seperti surat kabar, majalah maupun
internet (Maramis,2006).
--------------------------------------------------------------------------------

Stimulus
Rangsangan

Proses Stimulus

Reaksi
Tingkah laku
(terbuka)

Sikap (tertutup)

Gambar 2.2.1 : Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi
Menurut Notoatmodjo (2012) yang mengutip pendapat Allport (1954)
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Universitas Sumatera Utara

15

Sikap juga terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang teerhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu mengajak ibu
yang

lain

untuk

pergi

menimbangkan

anaknya


ke

posyandu

atau

mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang
tuanya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

16

Menurut Purwanto (1999) yang dikutip oleh Notoatmodjo, Sikap memiliki
Ciri – ciri, yaitu :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif - motif biogenetis seperti lapar, haus, atau
kebutuan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motifasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang.
Fungsi sikap juga dibagi menjadi empat golongan yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang udah menjalar sehingga mudah pula

menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seorang tahu bahwa tingkah laku anak
kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap

Universitas Sumatera Utara

17

sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada
orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umunya
tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara
sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya
bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat
hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan
kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan
sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari
dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua
pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia
tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan yang mana tidak perlu
dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek
tertentu, sedikit banyak orang bias mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi
sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang,
kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut.
Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin

Universitas Sumatera Utara

18

tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikapsikap tersebut.
2.3 Tindakan (Practice)
Menurut Notoatmodjo (2005), Suatu sikap belum optimis terwujud dalam
suatu tindakan dan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkin. Tindakan terdiri
dari empat tingkatan, yaitu :
1.

Persepsi (Perception)
Mengenal dan milih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2.

Respon terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua.

3.

Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.

4.

Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik
artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

19

2.4 Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2005), respon seseorang terhadap rangsangan atau
objek-objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi sehat-sakit adalah merupakan suatu perilaku kesehatan (healthy
behavior ). Ringkasan perilaku kesehatan itu adalah semua aktivitas seseorang

yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik yang dapat
diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable).
Pemeliharaan kesehatan ini meliputi pencegahan dan perlindungan diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari
penyembuhan apabila sakit. Dengan demikian, perilaku kesehatan bisa dibagi dua,
yaitu:
a.

Perilaku orang sehat agar tetap sehat dan meningkat, sering disebut dengan
perilaku sehat (healthy behavior ) yang mencakup perilaku-perilaku dalam
mencegah atau menghindar dari penyakit dan penyebab masalah kesehatan
(perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya
kesehatan (perilaku promotif). Contoh : olahraga teratur, tidak merokok, cuci
tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan dan beraktifitas.

b.

Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah. perilaku ini disebut
perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior ). Perilaku
ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang untuk memperoleh
penyembuhan atau terlepas dari masalah kesehatan yang dideritannya.
Pelayanan kesehatan yang dicari adalah fasilitas kesehatan modern (rumah

Universitas Sumatera Utara

20

sakit, puskesmas, poliklinik, dan sebagainnya), maupun traditional (dukun,
sinshe, paranormal).
Menurut becker (1979) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), beliau
membagikan perilaku kesehatan menjadi tiga, yaitu :
1.

Perilaku sehat (healthy behavior )
Perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan, antara lain:
a. Kegiatan fisik yang teratur dan cukup.
b. Makanan dengan menu seimbang.
c. Tidak merokok serta meminum-minuman keras dan tidak memakai
narkoba.
d. Istirahat yang cukup.
e. Pengendalian stress.
f. Perilaku dan gaya hidup positif

2.

Perilaku sakit (illness behavior )
Perilaku sakit adalah tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit atau terkena
masalah

kesehatan

pada

dirinya

atau

keluarganya,

untuk

mencari

penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.
Tindakan yang muncul pada orang sakit atau anaknya sakit adalah :
1. Didiamkan saja dan tetap menjalani aktivitas sehari-hari.
2. Melakukan tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri melalui cara
traditional atau cara modern.

Universitas Sumatera Utara

21

3. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas
pelayanan kesehatan modern atau traditional.
3.

Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior )
Hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran
orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang sakit antara lain :
1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
2. Tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk
memperoleh kesembuhan.
3. Melakukan kewajibannya sebagai pasien.
4. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya.
5. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya.
Sedangkan Menurut Notoatmodjo (2007), berdasarkan batasan perilaku

dari Skinner, perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini,
perilaku kesehatan dapat diklafikasikan menjadi dua kelompok yaitu:
1.

Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek
yaitu :

a.

Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

Universitas Sumatera Utara

22

b.

Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka
dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat
kesehatan yang seoptimal mungkin.

c.

Perlu gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada
perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2.

Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior ).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
2.5 Teori tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loomba dalam Ilyas (2003), yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau
bersama-sama

dalam

suatu

organisasi

untuk

memelihara

meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati penyakit

dan

serta memulihkan

kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian
pelayanan

kesehatan

oleh

seseorang

maupun

kelompok.

Menurut

Notoatmodjo (1993), perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu

Universitas Sumatera Utara

23

maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan.
Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama di negara sedang
berkembang sangat bervariasi (Ilyas, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), respons seseorang apabila sakit adalah
sebagai berikut:
1.

Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Dengan
alasan antara lain :
a. bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja
mereka sehari-hari,
b. bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya
akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan
belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya,
c. fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugas
kesehatan kurang ramah kepada pasien,
d. takut disuntik dokter dan karena biaya mahal.

2.

Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti
telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau
masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa bahwa
berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat
mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian obat keluar
tidak diperlukan.

3.

Mencari

pengobatan

ke

fasilitas-fasilitas

pengobatan

tradisional

(traditional remedy), seperti dukun.

Universitas Sumatera Utara

24

4.

Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat
(chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.

5.

Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh
pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke
dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

6.

Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan khusus yang diselenggarakan
oleh dokter praktek (private medicine).

2.5.1

Teori Andersen/Health System Model
Menurut Anderson R (1968) dalam behavioral model of families use of

health services, perilaku orang sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara
bersama-sama dipengaruhi oleh faktor predisposisi (usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan), faktor pemungkin (ekonomi keluarga, akses terhadap
sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya berobat) dan faktor
kebutuhan (kondisi individu yang mencakup keluhan sakit). (Supardi dkk, 2011).

Predisposing

Enabling

Need

Health Service
Use

Gambar 2.5.1 : Ilustrasi Teori Andersen/Health System Model
2.5.2

Model Kepercayaan Kesehatan/ Health Belief Model
Menurut Glanz (2002),Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran

dari model sosio-psikologis seperti disebutkan diatas. Munculnya model ini
didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh
kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha
pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider

Universitas Sumatera Utara

25

kesehatan. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku
pencegahan penyakit (preventive health behavior ), yang oleh Becker (1974)
dikembangkan dari teori lapangan (Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan
kesehatan (health belief model).
Ada 5 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya :
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang
bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan
bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.
2. Keparahan yang dirasakan (perceived seriousness)
Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit
dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan
misalnya dapat menimbulkan kecacatan,kematian,atau kelumpuhan, dan juga
dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan
hubungan sosial.
3. Keuntungan yang dirasakan (perceived benefits)
Penerimaan seseorang terhadap pengobatan pengobatan penyakit dapat
disebabkan karena keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
penyakit.faktor lainnya termasuk yang tidak berhubungan dengan perawatan
seperti,berhenti merokok dapat menghemat uang.
4. Hambatan yang dirasakan (perceived barriers)
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan
mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan

Universitas Sumatera Utara

26

lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan
dalam melakukan tindakan tersebut.
5. Isyarat atau tanda-tanda untuk bertindak (cues to action)
Kesiapan seseorang akibat kerentanan dan manfaat yang dirasakan dapat
menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain
faktor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa, atau anjuran dari
keluarga, teman-teman dan sebagainnya.
6. Keyakinan akan diri sendiri (self efficacy)
Kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan.
2.5.3

Theory of Reasoned Action
Theory of Reasoned Action

(TRA) pertama kali diperkenalkan oleh

Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori ini menghubungkan
antara keyakinan (belief), sikap
(behavior).

(attitude), Niat (intention ) dan perilaku

Fishbein, mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk

melihat hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).
Factor yang paling penting dalam seseorang berperilaku adalah adannya
niat. Niat akan ditentukan oleh sikap seseorang. Dan sikap ditentukan oleh
keyakinan seseorang akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Diukur dengan
evaluasi terhadap masing-masing akibat. Jadi, seseorang yang memiliki keyakinan
yang kuat akan akibatdari tindakan yang dilakukan secara positif akan
menghasilkan sikap yang positif pula. Sebaliknya, jika seseorang tidak yakin akan
akibat dari perilaku yang dilakukan dengan positif akan menghasilkan sikap yang
negative (Glanz, 2002).

Universitas Sumatera Utara

27

Niat seseorang untuk berperilaku juga dapat dipengaruhi oleh norma
individu dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu dapat dipengaruhi oleh
norma-norma atau kepercayaan di masyarakat.
2.6

Perilaku pencarian pengobatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak

merasakan sakit (disease but not illness) sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa
terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.
Menurut Sarwono (2004), dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan pola pencarian pengobatan pada beberapa daerah. Hal ini
tidak dapat dijelaskan hanya karena adannya perbedaan morbidity rate atau
karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya yang
menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan
kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi
dapat diukur berdasarkan unit keluarga.
Young (1980) menyatakan bahwa ada tiga pertayaan pokok yang
biasannya dipakai dalam pengambilan keputusan, yaitu :
a.

Alternatif apa yang dilihat oleh anggota masyarakat agar mampu
menyelesaikan

masalahnya,

disini

alternatif

yang

dimaksud

adalah

pengobatan sendiri, pengobatan traditional, paramedis, dokter, dan rumah
sakit.
b.

Kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari berbagai alternatif
yang ada. Kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah

Universitas Sumatera Utara

28

keparahannya, pengetahuan tentang pengalaman sakit dan pengobatannya,
keyakinan efektivitas pengobatan dan obat, serta biaya dan jarak yang
terjangkau.
c.

Bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif tersebut.
Proses pengambilan keputusan ini dimulai dengan penerimaan informasi,
memproses berbagai informasi dengan kemungkinan dampaknya, kemudian
mengambil keputusan dari berbagai kemungkinan dan melaksanakannya.
Masyarakat yang berpenyakit dan tidak merasakan sakit (disease but not

illness) pasti tidak akan berbuat apa-apa mengenai penyakitnya. Ini berbeda

apabila seseorang itu berpenyakit dan merasakan sakit, maka baru timbul berbagai
macam perilaku dan usaha, misalnya :
1.

Tidak melakukan apa-apa. Ini disebabkan oleh kondisi yang sakit tersebut,
tidak menggangu kegiatan mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan
bahwa tanpa bertindak apa pun gejala yang dideritannya akan lenyap dengan
sendirinya. Selain itu ada juga yang beralasan bahwa kesehatan bukan
prioritas di dalam hidup dan kehidupannya. Alasan yang lain adalah fasilitas
kesehatan jauh, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak sanggup dalam
hal biaya, takut ke rumah sakit, dan lain-lain.

2.

Tindakan berobat sendiri (self treatment). Alasannya juga sama seperti diatas
(1). Perkara lain yang bisa dijadikan tambahan untuk tindakan mengobat
sendiri ini adalah mereka percaya kepada diri sendiri karena pengalaman
yang lalu dimana pengobatan sendiri mendatangkan kesembuhan. Hal ini
mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.

Universitas Sumatera Utara

29

3.

Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional
remedy). Bagi masyarakat desa pengobatan traditional ini masih menjadi

pilihan utama. Selain itu bagi masyarakat sederhana pula pencarian
pengobatan lebih cenderung ke arah sosial budaya masyarakat berbanding
hal-hal yang dianggap masih asing.
4.

Tindakan berobat melalui pembelian obat-obat di warung. Obat-obat dibeli
umumnya tidak memakai resep dan belum menimbulkan masalah kesehatan
yang cukup serius.

5.

Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan yang modern seperti balai
pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

6.

Tindakan mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yaitu ke
praktek dokter.
Menurut Lewin yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), apabila individu

bertindak untuk mengobati sesuatu penyakit, ada empat variabel yang penting
dalam tindakan yaitu :
1.

Kerentanan yang dirasakan
Merupakan suatu tindakan pencegahan terhadap penyakit apabila seseorang
telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan pada penyakit tersebut.

2.

Keseriusan yang dirasakan
Merupakan suatu tindakan mencari pengobatan dan pencegahan penyakit
karena didorong oleh keseriusan penyakit tersebut pada dirinya atau
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

30

3.

Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan
Apabila seseorang merasakan dirinya rentan untuk suatu penyakit, ia akan
melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada
manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam
mengambil tindakan tersebut.

4.

Isyarat atau tanda-tanda
Faktor-faktor seperti pesan-pesan pada media massa,nasihat kawan-kawan
atau individu lain perlu supaya pasien mendapatkan tingkat penerimaan yang
benar mengenai kerentanan, kegawatan dan keuntungan sesuatu tindakan.

2.7 Reaksi dalam Proses Mencari Pengobatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak
merasakan sakit (disease but no illness) sudah berarti tentu tidak akan bertindak
apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan
juga merasakan sakit, maka baru timbul berbagai macam perilaku dan usaha.
Penyelidikan E.A. Schuman (1965) tentang perilaku kesehatan dalam konteks
sosial budaya cukup memberi harapan, dan menyangkut hubungan yang bersifat
hipotesis antara orientasi kesehatan atau perilaku dengan hubungan sosial atau
struktur kelompok. Model Schuman yang terpenting adalah menyangkut pola
sosial dan perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan
melakukan perawatan.
Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur yang
merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu:
1.

Perilaku itu sendiri;

Universitas Sumatera Utara

31

2.

Sekuensinya;

3.

Tempat atau ruang lingkup dan

4.

Variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan.
Menurut Schuman

yang dikutip oleh Muzaham (1995),

sangat

memperhatikan perilaku sakit. Ia mendefenisikan sebagai cara bilamana gejala
dirasakan, dinilai dan kemudian bertindak untuk mengenalinya sebagai rasa sakit,
disconfort

atau

mengatasi

rasa

sakit

tersebut.

Analisis

ini

untuk

mengidentifikasikan pola pencarian, penemuan dan penyelenggaraan perawatan.
Oleh karena itu pengembangan teori yang mengikuti individu mulai dari cara
pandang dan mengenal penyakit sehingga kembali sehat di tangan petugas
kesehatan. Unsur pertama, perilaku sakit menyangkut serangkaian konsep-konsep
yang menggambarkan alternatif perilaku, berikut akibatnya yaitu :
1.

Shopping

adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan

guna menemukan

seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan
harapan si sakit.
2.

Fragmentation

adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang
sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan dukun.
3.

Procastination

adalah proses penundaan, menangguhkan atau

mengundurkan upaya

pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

Universitas Sumatera Utara

32

4.

Self medication

adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan
atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.
5.

Discontinuity

adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian pengobatan
(Muzaham, 1995).
Menurut paradigma Schuman, urutan peristiwa medis dibagi atas 5
tingkat, yaitu: pengalaman dengan gejala penyakit, penilaian terhadap peran sakit,
kontak dengan perawatan medis, jadi pasien, sembuh atau masa rehabilitasi.
Pada setiap tingkat setiap orang harus mengambil keputusan-keputusan dan
melakukan perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada
tingkat permulaan terdapat tiga dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya
ketidakberesan dalam diri seseorang, yaitu :
1.

Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami.

2.

Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat
penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan
terhadap fungsi sosialnya.

3.

Perasaan terhadap gejala penyakit tersebut berupa rasa takut atau cemas.
Perlu diketahui bahwa kesimpulan yang diperoleh seseorang pada

tahap pengenalan gejala penyakit (seperti juga pada tahap-tahap lainnya), berbeda
satu sama lain. Secara teoritis, setelah tahap pengalaman gejala hingga tahap
mengira bahwa dirinya sakit, terbuka beberapa alternatif yang dapat dipilih

Universitas Sumatera Utara

33

seseorang, misalnya menolak anggapan bahwa dirinya sakit atau mengulur waktu
mencari pertolongan medis.
Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang akan mencoba
mengurangi atau mengontrol atau mengurangi gejala tersebut melalui pengobatan
sendiri. Sementara itu pihak keluarga dan teman-teman dimintai nasehat, sistem
rujukan awam (lay-referral system) dapat mempengaruhi seseorang untuk
berperan untuk berperan sakit, sedangkan upaya mendiskusikan gejala itu dengan
orang-orang terdekat atau “orang penting” lainnya betujuan untuk memperoleh
“pengakuan” yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan dari tuntutan dan
tanggung jawab sosial tertentu. Selanjutnya, pada saat berhubungan dengan pihak
pelayanan kesehatan, pelaksana tenaga kesehatan dapat membantu kebutuhan fisik
dan psikologis pasien, dengan jalan memberikan diagnosis dan pengobatan
terhadap gejala, atau memberikan pengesahan ( legitimacy) agar pasien dibebaskan
dari tuntutan-tuntutan, tanggung jawab dan kegiatan tertentu. Seperti juga pada
tahap-tahap sebelumnya, seseorang bisa dipercaya dan menerima tindakan atau
saran untuk pengobatan, dan bisa juga menolaknya. Boleh jadi juga ia akan
mencari informasi serta pendapat-pendapat dari sumber pelayanan kesehatan
lainnya. Schuman (1965) memformulasikan suatu pernyataan teoritis mengenai
hubungan antara struktur sosial dan orientasi kesehatan dengan variasi respon
individu terhadap penyakit dan perawatan kesehatan. Dalam pengembangan
model ini, Schuman membahas fungsi dari berbagai faktor lain (faktor tempat,
variasi respon terhadap penyakit, perawatan kesehatan) sesuai dengan kelima
tahap penyakit dan proses perawatan kesehatan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

34

Struktur sosial kelompok ditentukan oleh keadaan sosial dari tiga tingkat
kelompok, yaitu tingkat komunitas, persahabatan, dan keluarga. Pada tingkat
komunitas, derajat hubungan sosial diukur dengan kuat tidaknya rasa kesukuan,
pada tingkat sosial diukur dengan solidaritas persahabatan, dan pada tingkat
keluarga ditandai dengan kuat tidaknya orientasi terhadap tradisi dan otoritas.
Ketiga dimensi hubungan sosial tersebut dikombinasikan kedalam suatu indeks
kosmopolitan parokial struktur sosial. Parokialisme diartikan sebagai suatu

keadaan sosial dimana terdapat rasa kesukuan yang kuat, solidaritas persahatan
tinggi, dan sangat berorientasi pada tradisi dan otoritas dalam keluarga. Orientasi
kesehatan seseorang dilihat sebagai suatu kontinum yang dibedakan atas orientasi
ilmiah (bersifat objektif, profesional, dan impersonal) dan orientasi populer
(bersifat subjektif, awam dan personal), yang disesuaikan menurut tingkat
pengetahuan

pasien

mengenai

penyakit,

skeptisisme terhadap perawatan

kesehatan, dan ketergantungan seseorang akibat penyakit. Orientasi pada
kesehatan populer ditandai oleh rendahnya tingkat pengetahuan tentang penyakit
(dimensi kognitif), tingginya tingkat skeptisisme terhadap perawatan medis
(dimensi afektif), dan tingginya tingkat ketergantungan seseorang akibat penyakit
(dimensi perilaku).
Schuman mengemukakan hipotesis bahwa, perilaku kesehatan yang terjadi
pada setiap tahap penyakit seperti dikemukakan di atas mencerminkan orientasi
kesehatan serta afiliasi masing-masing kelompok sosial. Variasi perilaku ini
mempengaruhi kemajuan setiap tahap penyakit tersebut. Misalnya, seseorang
yang berorientasi kepada kesehatan populer dan cenderung pada afiliasi

Universitas Sumatera Utara

35

kelompok parokial akan berperilaku : kurang cepat tanggap dan kurang serius
terhadap bahaya yang mungkin terjadi selama masa permulaan gejala yang
dirasakan; meminta persetujuan orang lain secara berulang-ulang untuk
menyakinkan bahwa ia boleh meninggalkan tanggung jawab tertentu; berusaha
melakukan pengobatan sendiri dengan obat paten atau ramuan-ramuan dan ragu
bertindak pada saat ia mengetahaui dirinya sakit; lalai dalam mencari pertolongan
medis, bertukar-tukar dokter serta sanksi terhadap diagnosis pelayanan kesehatan,
selama masa kontak dengan pelayanan medis; sulit mengatasi berbagai masalah
yang timbul pada saat sakit dan tidak sanggup menjalankan aturan perawatan
medis; dan cepat meninggalkan peran sakit (bila ia menderita penyakit kronis ia
menolak “sakit” berkepanjangan atau mengabaikan rehabilitasi kesehatannya).

Universitas Sumatera Utara

36

2.8 Kerangka Pikir

Faktor predisposisi
- Usia
-

Jenis Kelamin

-

Pendidikan

Faktor pemungkin
- Ekonomi Keluarga
-

-

Akses terhadap
Sarana Pelayanan
Kesehatan yang

Keyakinan
Sikap
Niat
Perilaku

ada
-

Penanggung Biaya

- Mencari
alternative
sumber pengobatan
- Proses pengobatan oleh
beberapa
fasilitas
kesehatan pada lokasi
yang sama
- Proses
penundaan,
mengundurkan
- Pengobatan sendiri
- Proses membatalkan
pengobatan

berobat

Faktor Kebutuhan
(Kondisi Individu yang
mencakup keluhan

sakit )

Pola pencarian
pengobatan
Penyakit
Infeksi pada
Anak

Gambar 2.8 : Kerangka Pikir Berdasarkan Kombinasi Teori Andersen
(Health System Model), TRA dan Teori Schuman
Penelitian

ini

bermaksud

untuk

menggambarkan

pola

pencarian

pengobatan penyakit infeksi pada anak. Dari skema di atas dapat dilihat
berdasarkan modifikasi dari tiga teori yang berbeda. Teori Andersen/ Health

Universitas Sumatera Utara

37

System Model yang merupakan teori perilaku orang sakit berobat ke pelayanan
kesehatan secara bersama-sama diantarannya oleh faktor predisposisi (usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan), faktor pemungkin (ekonomi keluarga, akses
terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya berobat)
dan faktor kebutuhan (kondisi individu yang mencakup keluhan sakit) dan juga
Theory of Reasoned Action (TRA) yang merupakan teori Factor seseorang
berperilaku seperti adannya niat, sikap, keyakinan, dan perilaku. Kombinasi
Theory Andersen dan TRA maka akan menimbulkan teori Schuman yang
merupakan teori perilaku kesehatan dalam mencari, menemukan proses
pengobatan melalui alternative perilaku diantarannya Shopping, Fragmentation,
Procastination, Self medication, Discontinuity dan akhirnya membentuk pola
pencarian pengobatan penyakit infeksi pada anak yang terkena.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

6 98 91

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Masyarakat di Desa Baru Kecamatan Pancur Batu Tahun 2016

6 32 147

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 1 18

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 9

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 4

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 2 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 9

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM POLA PENCARIAN PENGOBATAN DI DESA DOLOKSARIBU LUMBAN NABOLON KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2015 SKRIPSI

0 0 13