Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

(1)

1

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM POLA PENCARIAN PENGOBATAN DI DESA DOLOKSARIBU LUMBAN NABOLON

KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh:

KRISTY IVO.A.SIRAIT 111000283

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM POLA PENCARIAN PENGOBATAN DI DESA DOLOKSARIBU KECAMATAN ULUAN

KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2015

Skripsi ini telah diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana kesehatan masyarakat

OLEH

KRISTY IVO A SIRAIT 111000283

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

3 i


(4)

pengobatannya. Dengan menggunakan akal pikiran dan berdasarkan pengalaman, mereka mencoba melakukan berbagai cara untuk menjaga kesehatan. Pengobatan yang dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional (dukun, datu, maupun tabib) maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis cara ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat di perkotaan maupun yang berada di pedesaan.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan bertujuan untuk gambaran perilaku masyarakat dalam pola pencarian pengobatan di desa doloksaribu lumban nabolon kecamatan uluan kabupaten toba samosirtahun 2015. Metode yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam terhadap informan yang terpilih. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 5 orang.

Di desa Dolok Saribu Lumban Nabolon terdapat 5 pola perilaku pencarian pengobatan yang berkembang yaitu,pengobatan sendiri, pengobatan ke tradisional, pengobatan ke medis modern, kombinasi pengobatan medis dan tradisional dan penghentian pengobatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan pengobatan.

Diharapkan kepada tenaga pengobat medis dan tenaga pengobat tradional melakukan kerjasama yang lebih baik ( mengobati penyakit yang memang bisa diobati oleh keahliannya, jika tidak maka langsung segera mengarahkan masyarakat ke tenaga pengobat yang memang ahlinya ) dalam hal memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat di desa Doloksaribu dapat meningkat.


(5)

5

ABSTRACT

Since the first.humans have known some kind of disease,way to prevention and treatment. By using reasoning and ba sed on experience, they try to do a variety of ways to ma intain health. Treatment is done either tradisional( shaman,datu or physician) as well as the treatment and healing by medical means. Both types different from each other and in this way can not be met and so far both ways is still needed by the community,both in urban or rural.

This is a descriptive research with qualitative approach, and aims to describe human‟s behavior in a search pattern treatment in Desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir,2015. The method use is depth interviews with selected informants. The number of informants in this study were 5 peoples.

In Doloksaribu Lumban Nabolon, there are 5 patterns of helath seeking behavior that develops namely, traditional medicine, modern menidal treatment, to, a combunation of traditional and modern medicine (Fragmentation) and discontinuation of treatment.

Expected to medical personnel and tradisional healers personnel perform better coorperation in terms of providing health service for the community( treat diseases that are treatable by his skill, if not immediately then immediately directing people to power who is an expeert healer) so that the degree of public health in Doloksaribu can increased.

Key word: Behavior, People‟s in Doloksaribu, Helath seeking behavior


(6)

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan kebaikan serta anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul” Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan Di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015”.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan bermanfaat.

Skripsi ini saya persembahkan terutama untuk orang yang begitu berarti dan sangat saya sayangi dalam hidup saya yaitu Among saya Jener Sirait, S.Hut dan Mami saya Masni Siagian. Orangtua yang selalu mendukung, mendoakan serta memotivasi saya selama menjalani masa pendidikan di FKM USU ini, hingga akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih yang tidak terhingga saya ucapkan atas segalanya yang telah diberikan untuk saya, Tuhan selalu memberkati Among dan Mami. Begitu juga untuk 2 orang adik saya Putri Windasari Sirait dan Gabriella Prettycia Sirait, terimakasih atas dukungan dan doanya untuk kakak. Semoga kalian berdua sukses dan sehat selalu.

Penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, untuk itu saya sebagai penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada:

1 Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(7)

7

2 Dra. Syarifah, MS selaku dosen Pembimbing saya yang mengajarkan saya banyak hal. Terimakasih atas bimbingan nya selama ini. Sukses untuk ibu.

3 Drs. Alam Bakti Kaloko, M.Kes selaku dosen pembimbing saya juga. Bapak yang sangat baik dan pengertian kepada saya. Selalu mendukung saya supaya segera menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada pak Alam. Semoga sukses dan sehat selalu.

4 Drs. Eddy Syahrial, Ms dan Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku dosen penguji saya. Terimakasih kepada bapak atas kritik dan saran yang sangat bermanfaat dan membangun, mulai sejak proposal hingga sidang skripsi.

5 Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing Akademik saya. Terimakasih atas arahan selama saya menjalani pendidikan di FKM USU ini.

6 Kepada seluruh dosen pengajar yang ada di FKM USU secara khusus juga dosen di Departemen PKIP serta staff yang membantu saya. Terimakasih telah mengajarkan banyak hal selama saya disini.

7 Seluruh staff dan pegawai mulai dari bagian kemahasiswaan, keuangan dan pendidikan atau sub. bagian di FKM USU lainnya yang belum saya sebutkan, terimakasih telah membantu saya dalm hal pengurusan surat dan lain sebagainya yang terkait selama saya kuliah di FKM USU.

8 Untuk teman-teman saya yang ada di FKM USU khususnya untuk geng IMADA(Devy, Nenti, Amah, Yanti, Ratna, Friska, Dian) terimakasih atas dukungannya terimakasih untuk kebersamaan dan semua kegilaan yang udah kita jalani selama 4 tahun ini.

9 Untuk teman kelompok saya ketika PBL ( Rolentina, Rapika, Elisabeth, Wilda, Elvira dan Kodir) yang mana kita saling dan selalu mendukung terlebih ketika kita sama-samaa berjuang untuk selesaikan kuliah kita.


(8)

terimakasih atas dukungannya.

11 Spesial untuk sahabat kecil saya hingga sekarang. Buat Hetti H Napitupulu, Kartini F Lumban Gaol, Riris Manik dan lelaki idaman seluruh wanita Wino T.M. Sihite. Bersyukur punya sahabat seperti kalian. Terimakasih atas dukungan dan doa kalian semua.

12 Keluargaku Sirait CS, opung, pak tua, mak tua, bou, amangboru, uda, inanguda, tulang, nantulang, kakak, abang, adek semuanya yang mendoakan aku di sini, terimakasih atas doanya. Tuhan memberkati.

13 Warga di Komplek PT.Toba Pulp Lestari Parmaksian, yang selalu ingin tahu kapan saya wisuda. Itu menjadi motivasi saya spaya cepat sidang dan segera wisuda.

14 Kepada abang Sukamto Lubis, SH terimakasih sudah mendoakan saya, mendukung saya selama menyusun skripsi. Tuhan memberkati kerjaannya juga, semoga makin sukses. 15 Kepada Kepala Desa di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan

Kabupaten Toba Samosir yang telah memberikan izin untuk meneliti di sana.

Dan yang pasti kepada seluruh pihak yang telah mendukung saya namun tidak bisa saya sebutkan namanya satu per satu. Terimakasih


(9)

9

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... . i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR MATRIKS ... x

RIWAYAT HIDUP ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Perilaku ... 10

2.1.1 Konsep Perilaku ... 10

2.1.2 Jenis Perilaku ... 11

2.1.3 Determinan Perilaku ... 12

2.2 Perilaku Kesehatan... 18

2.3 Domain Perilaku ... 20

2.3.1 Pengetahuan ... 21

2.3.2 Sikap ... 23

2.3.3 Tindakan ... 24

2.4 Perilaku Pencarian Pengobatan ... 25

2.5 Reaksi dalam Proses Mencari Pengobatan ... 29

2.6 Kerangka Pikir ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Pemilihan Informan ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5 Defenisi Istilah ... 37

3.6 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 38


(10)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1 Geografis Desa Doloksaribu Lumban Nabolon ... 39

4.2 Gambaran Informan ... 42

4.2.1 Karakteristik Informan ... 42

4.2.2 Matriks Pola Pencarian Pengobatan Informan ... 44

BAB V PEMBAHASAN ... 51

5.1 Karakteristik Informan tentang Pola Pencarian Pengobatan ... 51

5.2 Pola Pencarian Pengobatan Informan ... 59

5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pencarian Pengobatan pada Masyarakat di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon... 67

5.4 Spesifikasi Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon ... 71

BAB VI KESIMPILAN DAN SARAN ... 72

6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75 DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Penelitian


(11)

11

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis kelamin dan Jumlah Kepala Rumah Tangga di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon... 40 Tabel 4.2 Distribusi Penduduk berdasarkan Agama di Desa

Doloksaribu Lumban Nabolon ... 41 Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Fasilitas kesehatan di Desa

Doloksaribu Lumban Nabolon ... 41 Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Di Desa

Doloksaribu Lumban Nabolon ... 42 Tabel 4.5 Karakteristik informan meliputi umur, jenis kelamin,penghasilan,

jumlah taanggungan dan agama ... 42


(12)

Matriks 4.2 Pola Pencarian Pengobatan Informan jika Ada Anggota Keluarga yang Sakit. 43

Matriks 4.3 Penyakit yang bisa sembuh sendiri ... 45

Matriks 4.4 Penyakit yang tidak perlu diobati ... 46

Matriks 4.5 Penyakit yang dibawa ke pengobatan tradisional ... 46

Matriks 4.6 Penyakit yang dibawa ke pengobatan medis modern ... 48

Matriks 4.7 Penyakit yang harus ke pengobat tradisional sekaligus ke pengobat medis ( fragmentation ) ... 49


(13)

13

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama :Kristy Ivo Ayundasari Sirait Tempat lahir :Pematang Siantar

Tanggal lahir :21 Juli 1993 Suku bangsa :Batak Toba Agama :Kristen Protestan Nama Ayah :Jener Sirait, S.Hut Suku Bangsa Ayah :Batak Toba Nama Ibu :Masni Siagian Suku Bangsa Ibu :Batak Toba

Riwayat Pendididkan Formal

1. SD Yayasan Bonapasogit Sejahtera Parmaksian Porsea :1999-2005 2. SMP Yayasan Bonapasogit Sejahtera Parmaksian Porsea :2005-2008

3. SMAN 4 Pematang Siantar :2008-2011

4. Akademik di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU :2011-2015

5. Lama studi di FKM USU :2011-2015


(14)

pengobatannya. Dengan menggunakan akal pikiran dan berdasarkan pengalaman, mereka mencoba melakukan berbagai cara untuk menjaga kesehatan. Pengobatan yang dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional (dukun, datu, maupun tabib) maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis cara ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat di perkotaan maupun yang berada di pedesaan.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan bertujuan untuk gambaran perilaku masyarakat dalam pola pencarian pengobatan di desa doloksaribu lumban nabolon kecamatan uluan kabupaten toba samosirtahun 2015. Metode yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam terhadap informan yang terpilih. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 5 orang.

Di desa Dolok Saribu Lumban Nabolon terdapat 5 pola perilaku pencarian pengobatan yang berkembang yaitu,pengobatan sendiri, pengobatan ke tradisional, pengobatan ke medis modern, kombinasi pengobatan medis dan tradisional dan penghentian pengobatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan pengobatan.

Diharapkan kepada tenaga pengobat medis dan tenaga pengobat tradional melakukan kerjasama yang lebih baik ( mengobati penyakit yang memang bisa diobati oleh keahliannya, jika tidak maka langsung segera mengarahkan masyarakat ke tenaga pengobat yang memang ahlinya ) dalam hal memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat di desa Doloksaribu dapat meningkat.


(15)

5

ABSTRACT

Since the first.humans have known some kind of disease,way to prevention and treatment. By using reasoning and ba sed on experience, they try to do a variety of ways to ma intain health. Treatment is done either tradisional( shaman,datu or physician) as well as the treatment and healing by medical means. Both types different from each other and in this way can not be met and so far both ways is still needed by the community,both in urban or rural.

This is a descriptive research with qualitative approach, and aims to describe human‟s behavior in a search pattern treatment in Desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir,2015. The method use is depth interviews with selected informants. The number of informants in this study were 5 peoples.

In Doloksaribu Lumban Nabolon, there are 5 patterns of helath seeking behavior that develops namely, traditional medicine, modern menidal treatment, to, a combunation of traditional and modern medicine (Fragmentation) and discontinuation of treatment.

Expected to medical personnel and tradisional healers personnel perform better coorperation in terms of providing health service for the community( treat diseases that are treatable by his skill, if not immediately then immediately directing people to power who is an expeert healer) so that the degree of public health in Doloksaribu can increased.

Key word: Behavior, People‟s in Doloksaribu, Helath seeking behavior


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh masyarakat Indonesia. Berbagai program pembangunan yang diselengarakan oleh pemerintah selama ini, pada hakikatnya adalah upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Peran serta mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif (UU Kesehatan RI,2009).

Tindakan manusia dalam mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada, baik pengobatan tradisional maupun pengobatan modern. Namun hubungan antara sehat dengan permintaan pelayanan kesehatan tidaklah sesederhana itu. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya jarak, tarif maupun pelayanan kesehatan yang memuaskan atau tidak, tapi juga dipengaruhi oleh


(17)

2

Sejak dahulu manusia telah mengenal beberapa jenis penyakit, cara pencegahan dan pengobatannya. Dengan menggunakan akal pikiran dan berdasarkan pengalaman, mereka mencoba melakukan berbagai cara untuk menjaga kesehatan. Pengobatan yang dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional (dukun, datu, maupun tabib) maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis cara ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat di perkotaan maupun yang berada di pedesaan. Hal ini tergantung bagaimana pola pencarian pengobatan yang dipahami oleh individu tersebut dan yang berkembang di lingkungan sekitar (Tinendung, 2009).

Sebagai salah satu unsur kebudayaan daerah yang telah diwarisi turun temurun oleh masyarakat pendukungnya, adalah pengetahuan yang berkenaan dengan pengobatan tradisional.Bagaimana pun juga setiap kebudayaan manapun di dunia ini, mempunyai unsur-unsur yang berhubungan dengan konsep mengenai kondisi sakit,serta sebabnya dan cara pengobatannya.Masih digunakannya cara pengobatan tradisional dikalangan masyarakat pendukungnya, disebabkan fungsinya mampu memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan kesehatan.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarianpelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo(1993), perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompokatau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan.


(18)

Pengobatan tradisional erat kaitannya dengan budaya suatu suku bangsa yang mendiami suatu wilayah geografis tertentu. Pengobatan tradisional ini, juga lazim digunakan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan baik di desa maupun di kota – kota besar. Perbedaaan mendasar antara pengobatan modern dan pengobatan tradisional adalah, bahwa pengobatan modern lebih menganggap bahwa manusia lebih bersifat materialistik (darah, tulang, daging, dan mengabaikan aspek spritual manusia) dan menggunakan obat- obat dan alat- alat yang semakin canggih untuk mendiagnosa pasiennya. (Wan. Sri, 2009).

Pengobatan modern merupakan cara-cara pengobatan yang dilakukan berdasarkan penelitian ilmiah dan berdasarkan pengetahuan dari berbagai aspek. Biasanya pengobatan medis menggunakan beberapa terapan disiplin ilmu pengetahuan dalam mengobati sebuah penyakit, cara pemeriksaan dan diagnose penyakit pun lebih akurat daripada pengobatan tradisional.Selain itu, obat yang gunakan dalam pengobatan medis semuanya merupakan hasil uji klinis yang mendalam dan memiliki fungsi yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Pengobatan modern memiliki sebuah prosedur yang sesuai dan terus di tingkatkan seiring dengan kemajuan teknologi.

Merupakan fakta bahwa, sebagian anggota masyarakat dalam mencari pemecahan masalah kesehatan atau kebiasaan mencari pengobatan (health seeking behaviour), yaitu sebagian besar masyarakat di Indonesia akan mencoba mengobati sendiri terlebih dahulu kalau sakit dengan cara atau bahan tradisional sehari-hari dipergunakan di lingkungan keluarga atau meminta pertolongan


(19)

4

pelayanan kesehatan, hasilnya akan jauh lebih baik daripada tidak mengobati (Agoes & Jacob,1996).

Meskipun perkembangan obat modern maju pesat,namun pengobatan tradisional tak pernah surut dari arus kemajuan teknologi kedokteran,hal ini karena pengobatan tradisional telah diakui fungsinya sebagai sarana penyembuhan penyakit yang telah dikenal oleh masyarakat.

Sementara di Indonesia, sumber pengobatan mencakup tiga sektor yang saling berhubungan yaitu pengobatan sendiri, pengobatan medis profesional, dan pengobatan tradisional. Didapati 62,65% penduduk Indonesia yang sakit melakukan pengobatan sendiri dan sisanya ke pengobatan medis, pengobat tradisional, dan tidak berobat. Pengobatan sendiri adalah upaya pengobatan sakit menggunakan obat atau cara lain tanpa petunjuk dokter, pengobatan sendiri merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesehatan bagi semua orang yang memungkinkan masyarakat dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Depkes RI, 2009).

Hasil Susenas 2007 menunjukkan penduduk Indonesia yang mengeluh sakit dalam kurun waktu satu bulan sebanyak 30,90%. Dari penduduk yang mengeluh sakit, 65,01% memilih pengobatan sendiri menggunakan obat dan atau obat tradisional.Dari seluruh, penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan penuh dan memutuskan untuk berobat jalan sebagian besar berada di provinsi Bali yaitu 55,04% yang diikuti oleh Sumatra Barat 50,75% dan DKI Jakarta sebesar 50,71 %. Sedangkan daerah dengan persentase terendah adalah Sulawesi Tenggara sebesar 28,03%, Kalimantan Tengah sebesar 28,10% dan


(20)

Maluku sebesar 31,97%. Persentase penduduk yang mengobati diri sendiri selama sebulan penuh di Provinsi Lampung adalah 21,3% (Susenas, 2007).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2005, mendapati persentase penduduk Indonesia yang berobat ke Puskesmas adalah sebesar 37, 26 persen (21,9 juta jiwa); ke praktik dokter sebesar 24,39 persen (14,3 juta jiwa); ke poliklinik sebesar 3,86 persen (2,27 juta jiwa); rumah sakit pemerintah sebesar 6,01 persen (3,5 juta jiwa); dan ke rumah sakit swasta sebesar 3,32 persen (1,95 juta jiwa) (Ikatan Dokter Indonesia, 2007).

Pada kenyataanya dalam masyarakat terdapat beraneka ragam konsep sehat sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan. Timbulnya perbedaan tentang konsep sehat sakit ini disebabkan adamya persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan penyelenggara kesehatan (Notoatmodjo 2003).

Berdasarkan data profil kabupaten/kota tahun 2013, jumlah kunjungan rawat jalan dan inap di seluruh RS di Sumatera Utara adalah 1.902.788 kunjungan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 yaitu 1.525.784 kunjungan dan tahun 2011 yaitu 682.105 kunjungan. Jumlah kunjungan rawat jalan dan inap di seluruh puskesmas di Provinsi Sumatera Utara adalah 4.396.694 kunjungan, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 yaitu 3.740.818 kunjungan atau sekitar 21,99% (Profil Kesehatan SUMUT, 2013)


(21)

6

Sedangkan menurut keluhan kesehatan, keluhankesehatan yang sering dialami penduduk adalah batuk (13,99%), pilek (12,88%), dan panas(11,33%).Angka persentase yang dihasilkan pada SUSENAS 2011 merupakan pengolahan dari pertanyaan kepada responden tentang pengobatan sendiri. Dari jawaban responden yangmelakukan pengobatan sendiri dengan cara memakai obat tradisional sebanyak 22,18 % ,kemudian yang memakai obat modern sebanyak 88,09% dan cara lainnya sebanyak 2,21% (Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011)

Penduduk di Desa Doloksaribu mempunyai beberapa masalah kesehatan.Dari survei awal yang dilakukan,menurut data Poskesdes di desa Doloksaribu penyakit yang paling banyak diderita penduduk adalah ISPA.Jumlah kejadian ISPA tahun 2014 sebanyak 105 orang dan berobat ke Poskesdes.Penyakit lainnya yang diderita masyarakat adalah hipertensi, diabetes, karies gigi,dan reumatik.Desa ini merupakan daerah yang sebagian masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani dan berkebun.Namun belum dijangkau oleh pertanian yang modern sehingga taraf hidup masih relative rendah.Untuk menambah penghasilan mereka,sebagian besar masyarakat desa Doloksaribu juga beternak hewan unggas seperti ayam,bebek,entok dan angsa.Hal ini jugalah yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat yang tinggal di desa ini dan tingginya angka kesakitan ISPA.

Namun berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan beberapa penduduk,di desa ini ada beberapa pola pengobatan yang berkembang, diantaranya pengobatan sendiri terhadap penyakit yang diderita,menggunakan pengobatan tradisional,menggunakan pengobatan medis modern,dan menggunakan


(22)

pengobatan medis modern dan tradisional.Pada umumnya pola pengobatan yang domain dilakukan oleh penduduk adalah dengan melakukan pengobatan sendiri karena pada umumnya masyarakat mempunyai pengetahuan dan teknik khusus dalam meramu obat yang sesuai dengan penyakitnya dengan memanfaatkan bahan-bahan atau tanaman-tanaman yang tersedia di lingkungannya. Proses pencarian pengobaan sebagian besar dimulai dengan membeli obat di warung lalu dilanjutkan ke pengobatan tradisional pada akhirnya apabila tidak sembuh pergi berobat ke pengobatan modern.

Di Desa Doloksaribu juga terdapat pengobatan tradisional seperti tukang pijat dan juga dukun patah.Kebanyakan dari masyarakat lebih memilih untuk berobat ke pelayanan pengobatan tradisional ini untuk mengobati berbagai macam penyakit mereka. Apabila merasa tidak enak badan maka kebanyakan masyarakat akan menggunakan jasa tukang pijat.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul gambaran perilaku pencarian pelayanan pengobatan pada masyarakat di desa Doloksaribu Kabupaten Toba Samosir.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di diatas, maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran perilaku masyarakat dalam pola pencarian pertolongan pengobatan di desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir tahun 2015.


(23)

8

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku masyarakat dalam pola pencarian pertolongan pengobatan di desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir tahun 2015

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini,yaitu:

1.Untuk mengetahui pola pencarian pertolongan pengobatan masyarakat di desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir tahun 2015.

2.Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola pencarian pengobatan pada masyarakat di desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini,yaitu:

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari kalangan akademis, masyarakat, dan peneliti, yang berkaitan dengan penelitian ini.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Poskesdes di Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir sebagai pertimbangan untuk mengambil langkah-langkah terbaik dalam


(24)

melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berada diwilayah kerjanya.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi bagi masyarakat di Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir dalam melakukan pencarian pelayanan pengobatan.

4) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dinas kesehatan Kabupaten Toba Samosir, dalam penyusunan rencana promosi kesehatan masyarakat.


(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku

2.1.1 Konsep Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice. (Sarwono, 2004)

Menurut Skinner(1983) seorang ahli psikologi,merumuskan bahwa perila ku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus(rangsangan dari luar).Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,dan kemudian organisme merespon,maka teori skiner ini disebut dengan teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon.Skiner membedakan ada dua respon.


(26)

1. Respondent respons atau reflexive,yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu.Stimulus semacam ini disebut Eliciting stimulation karena menimbulkan respon yang relatif cepat.Misalnya makanan yang lezat menimbulkan reaksi untuk makan.Respondent respon ini juga memcakup perilaku emosional,misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih aau menangis,lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta dan sebagainya.

2. Operant Respon atau instrumental respon,yakni respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh stimulus dan perangsang tertentu.Perangsang ini disebut dengan reinfocing stimulation atau reinfocer,karena memperkuat respon.

2.1.2 Jenis Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus,maka prilaku dapat dibedakan menjadi dua.

1.Perilaku tertutup

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup.Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,persepsi dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut,belum dapat diamati oleh orang lain secara jelas.Misalnya,seorang ibu hamil tau pentingnya pemeriksaan kehamilan,seorang pemuda tau bahwa merokok berbahaya untuk kesehatan. 2.Perilaku terbuka

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan


(27)

12

atau praktek yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.Misalnya seorang ibu yang memeriksakan kehanilannya.

Seperti telah disebutkan diatas,sebagian besar perilaku manusia adalah operant respon.Oleh sebab itu untuk membentuk jenis respon atau perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi yang disebut dengan operant conditioning.Prosedur pembentukan prilaku dalam operant conditioning ini menurut skinner adalah sebagai berikut.

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinfocer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki.Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,mengidentifikasi reinfocer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

2.1.3 Determinan Perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya (Notoatmodjo,2003).


(28)

Faktor - faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua yakni:

a. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: jenis kelamin, tingkat emosional, tingkat kecerdasan,dan lain-lain.

b. Faktor eksternal, yakni lingkungan: baik lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, dan ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo,2003).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara berbagai faktor baik internal maupun eksternal.Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, persepsi, kepercayaan- kepercayaan, dan penilaian - penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan ). dan lain-lain.

2. Orang penting sebagai refrensi

Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia lakukan ataupun katakan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok refrensi seperti kepala suku, guru, kepala desa, dan lain-lain.


(29)

14

3. Sumber-sumber daya

Yang termasuk adalah fasilitas - fasilitas misalnya: waktu, uang , tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

4. Kebudayaan

Norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut dengan kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap perilaku. Kebudayaan selau berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal atau faktor lingkungan.

Suatu teori lain dikembangkan oleh Lawrence Green yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, yang mengatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 (tiga) faktor.

1) Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakatterhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadaphal-hal yang berkaitan dengan


(30)

kesehatan,sistem nilai yang dianutmasyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan,dan sebagainya.

2) Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana ataufasilitas kesehatan bagimasyarakat, misalnya: air bersih, tempatpembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaanmakanan bergizi, dsb. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatansepertipuskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, posobat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dsb. Termasuk jugadukungan sosial, baik dukungan suami maupun keluarga.

3) Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokohmasyarakat (toma), tokoh agama (toma), sikap dan perilaku padapetugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang peraturanperaturanbaik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yangterkait dengan kesehatan.

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) , perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya, ataupun ekonomi dimana ia beraktifitas.

2. Perubahan terencana (planned change) ialah perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.


(31)

16

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesedian untuk berubah yang berbeda-beda.

Berdasarkan teori Health Belief Model berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan atau penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Edberg, 2009). Ada 6 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya:

1. Persepsi Kerentanan (perceived susceptibility)

Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan kalau ia rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Persepsi Keparahan ( perceived seriousness)

Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahanpenyakit dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial.


(32)

3. Persepsi Manfaat (perceived benefits)

Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktor lainnya termasuk yang tidak termasuk dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat menghemat uang.

4. Persepsi Hambatan ( perceived barriers)

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan tindakan tersebut.

5. Petunjuk untuk Bertindak (cues to action)

Kesiapan seseorang akibat kerentanan atau manfaat yang dirasakan dapat menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain factor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa atau anjuran dari keluarga, teman-teman dan sebagainya.

6. Efikasi Diri (self efficacy)

Efikasi diri adalah kepercayaaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan.

HBM mengasumsikan proses internal dan rasional, yakni seseorang menilai derajat resiko mereka dan membuat perhitungan untung rugi jika mereka tidak ikut dalam perilaku kesehatan preventif atau kegiatan berorientasi kesehatan. Namun perhitungan tersebut bervariasi berdasarkan informasi dan interpretasi yang dibuat.


(33)

18

2.2 Perilaku kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2005), respon seseorang terhadap rangsangan atau objek-objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit adalah merupakan suatu perilaku kesehatan ( healthy behavior ). Ringkasnya perilaku kesehatan itu adalah semua aktivitas seseorang yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati( unobservable). Pemeliharaan kesehatan ini meliputi pencegahan dan perlindungan diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyenbuhan apabila sakit. Dengan demikian, perilaku kesehatan bisa dibagi dua, yaitu:

a. Perilaku orang sehat agar tetap sehat dan meningkat, sering disebut dengan perilaku sehat (healthy behavior) yang mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindar dari penyakit dan penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif). Contoh: olah raga teratur, tidak merokok, cuci

tangan pakai sabun sebelum makan dan sebagainya.

b. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang untuk memperoleh penyembuhan atau terlepas dari masalah kesehatan yang dideritanya. Pelayanan kesehatan yang dicari adalah fasilitas kesehatan


(34)

moden (rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya) maupun tradisional (dukun, sinshe, paranormal), maupun pengobatan modern atau profesional (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2005), beliau membagikan perilaku kesehatan menjadi tiga, yaitu:

1) Perilaku sehat (healthy behavior)

Perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain:

1. Kegiatan fisik yang teratur dan cukup. 2. Makanan dengan menu seimbang .

3. Tidak merokok serta meminum minuman keras dan tidak memakai narkoba. 4. Istirahat yang cukup.

5. Pengendalian stress.

6. Perilaku atau gaya hidup pasitif. 2) Perilaku sakit ( Illness behavior)

Perilaku sakit adalah tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Tindakan yang muncul pada orang sakit atau anaknya sakit adalah:

1. Didiamkan saja dan tetap manjalani aktivitas sehari-hari.

2.Melakukan tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri melalui cara tradisional atau cara modern.


(35)

20

3. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan modern atau tradisional.

3) Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)

Becker mengatakan hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role beha vior). Perilaku peran orang sakit antara lain:

1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan .

2. Tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan.

3. Melakukan kewajibannya sebagai pasien.

4. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. 5. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya

2.3. Domain Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalamamn serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar atau dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat aktif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono,2000).

Meskipun perilaku adalah bentuk reaksi atau respon terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakterisitik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor- faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang


(36)

berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005), beliau mendapati terdapat tiga domain perilaku yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ahli pendidikan di Indonesia kemudian menterjemahkan ketiga domain ini ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan peritindak. Untuk kepentingan pendidikan praktis, tiga tingkat ranah perilaku telah dikembangkan sebagai berikut:

2.3.1 Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Terdapat intensitas yang berbeda-beda pada setiap pengetahuan sesorang terhadap objek. Tingkat pengetahuan dapat dibagi dalam 6 tingkat, yaitu:


(37)

22

a) Tahu (know)

Tahu diartikanhanya hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b) Memahami (comprehension)

Memahami sesuatu objek bukan sekadar tahu objek tersebut, tetapi orang itu harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksudkan dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain atau kondisi yang sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan- perhitungan hasil penelitian.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-kompenen yang terdapat dalam sebuah masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang itu sudah dapat menggambarkan (membuat bagan), memisahkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya. Misalnya, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi.


(38)

e) Sintesis (syntesis)

Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Umumnya, analisis adalah kemampuan untuk menghasilkan formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata- kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu, yang berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau yang sedang berlaku dalam masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak.

2.3.2Sikap (attitude)

Menurut Campbell (1950), sikap dapat didefinisikan dengan sederhana, yakni :" An individual's attitude is syndrome of response consistency with regard to object." Dengan kata lain, sikap itu adalah kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Sementara itu, Newcomb menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi yang terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005), pula merumuskan bahwa sikap terbentuk dari 3 komponen utama,yaitu :


(39)

24

a) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. c) Kecendrungan untuk bertindak.

Sikap bisa dibagi menurut tingkat intensitasnya, yaitu : 1) Menerima

Menerima diartikan individu atau subjek mau menerima stimulus atau objek yang diberikan.

2) Menanggapi

Menanggapi diartikan subjek memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3) Menghargai

Menghargai diartikan apabila subjek dapat memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4) Bertanggungjawab

Bertanggung jawab diartikan subjek tersebut berani mengambil resiko terhadap apa yang diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3.3 Tindakan (practise)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlakukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Faktor-faktor misalnya adanya fasilitas


(40)

atau sarana dan prasarana perlu supaya sikap meningkat menjadi tindakan. Praktik atau tindakan dapat dikelompokkan menjadi 4 tingkatan mengikut kualitasnya, yaitu:

1) Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi untuk anak balitanya. 2) Respons terpimpin ( guide response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya seseorang ibu dapat memasak sayur dengan benar.

3) Mekanisme (mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur- umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

4) Adopsi (adoption) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya seorang ibu dapat memasak makanan yang bergizi dengan bahan – bahan yang murah dan sederhana.

2.4 Perilaku Pencarian Pengobatan

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit (disease but not illness) sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.


(41)

26

Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pola pencarian pengobatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat dijelaskan hanya karena adanya perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga (Sarwono, 2004).

Young (1980) menyatakan bahwa ada tiga pertanyaan pokok yang biasanya dipakai dalam pengambilan keputusan yaitu :

a. Alternatif apa yang dilihat oleh anggota masyarakat agar mampu menyelesaikan masalahnya, disini alternatf yang dimaksud adalah pengobatan sendiri, pengobatan tradisional, paramedis, dokter dan rumah sakit.

b. Kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari berbagai alternatif yang ada. Kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah keparahannya, pengetahuan tentang pengalaman sakit dan pengobatannya, keyakinan efektivitas pengobatan dan obat, serta biaya dan jarak yang terjangkau.

c. Bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif tersebut. Proses pengambilan keputusan ini dimulai dengan penerimaan informasi, memproses berbagai informasi dengan kemungkinan dampaknya, kemudian mengambil keputusan dari berbagai kemungkinan dan melaksanakannya.


(42)

Masyarakat yang berpenyakit dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) pasti tidak akan berbuat apa-apa mengenai penyakitnya. Ini berbeda apabila seseorang itu berpenyakit dan merasakan sakit, maka baru timbul berbagai macam perilaku dan usaha, misalnya:

1. Tidak melakukan apa-apa. Ini disebabkan oleh kondisi yang sakit tersebut tidak mengganggu kegiatan mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa pun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Selain itu ada juga yang beralasan bahwa kesehatan bukan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.Alasan yang lain adalah fasilitas kesehatan jauh,para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak sanggup biaya, takut ke rumah sakit, dan lain-lain.

2. Tindakan berobat sendiri (self treatment). Alasannya juga sama seperti diatas (1). Perkara lain yang bisa dijadikan tambahan untuk tindakan mengobat sendiri ini adalah mereka percaya kepada diri sendiri karena pengalaman yang lalu dimana pengobatan sendiri mendatangkan kesembuhan. Hal ini menngakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.

3. Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy). Bagi masyarakat desa pengobatan tradisional ini masih menjadi pilihan utama. Selain itu bagi masyarakat sederhana pula pencarian pengobatan lebih cenderung ke arah sosial budaya masyarakat berbanding hal-hal yang masih dianggap masih asing.


(43)

28

4. Tindakan berobat melalui pembelian obat-obat di warung. Obat-obat dibeli umumnya tidak memakai resep dan belum menimbulkan masalah kesehatan yang cukup serius.

5. Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan yang modern seperti balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

6. Tindakan mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yaitu ke praktik dokter.

Menurut Lewin dalam Notoatmodjo (2007), apabila individu bertindak untuk mengobati sesuatu penyakit, ada empat variable yang penting dalam tindakan 1. Kerentanan yang dirasakan

Merupakan suatu tindakan pencegahan terhadap penyakit apabila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan pada penyakit tersebut. 2. Keseriusan yang dirasakan

Merupakan suatu tindakan mencari pengobatan dan pencegahan penyakit karena didorong oleh keseriusan penyakit tersebut pada dirinya atau masyarakat

3. Manfaat dan rintangan- rintangan yang dirasakan

Apabila seseorang merasakan dirinya rentan untuk suatu penyakit, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.


(44)

4. Isyarat atau tanda- tanda

Faktor-faktor seperti pesan-pesan pada media massa, nasihat kawan-kawan atau individu lain perlu supaya pasien mendapatkan tingkat penerimaan yang benar mengenai kerentanan, kegawatan dan keuntungan sesuatu tindakan. 2.5. Reaksi dalam Proses Mencari Pengobatan

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Penyelidikan E.A. Suchman (1965) tentang perilaku kesehatan dalam konteks sosial budaya cukup memberi harapan, dan menyangkut hubungan yang bersifat hipotesis antara orientasi kesehatan atau perilaku dengan hubungan sosial atau struktur kelompok. Model Suchman yang terpenting adalah menyangkut pola sosial dan perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan perawatan.

Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur yang merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu:

1. Perilaku itu sendiri;

2. Sekuensinya;

3. Tempat atau ruang lingkup dan


(45)

30

Suchman sangat memperhatikan perilaku sakit. Ia mendefenisikan sebagai cara bilamana gejala dirasakan, dinilai dan kemudian bertindak untuk mengenalinya sebagai rasa sakit, disconfort atau mengatasi rasa sakit tersebut. Analisis ini untuk mengidentifikasikan pola pencarian, penemuan dan penyelenggaraan perawatan. Oleh karena itu pengembangan teori yang mengikuti individu mulai dari cara pandang dan mengenal penyakit sehingga kembali sehat di tangan petugas kesehatan. Unsur pertama, perilaku sakit menyangkut serangkaian konsep-konsep yang menggambarkan alternatif perilaku, berikut akibatnya yaitu:

1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.

2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan dukun. 3. Procastination ialah proses penundaan, menangguhkan atau mengundurkan upaya pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan. 4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.

5. Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian pengobatan.

Menurut paradigma Suchman, urutan peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat, yaitu: pengalaman dengan gejala penyakit, penilaian terhadap peran sakit, kontak dengan perawatan medis, jadi pasien, sembuh atau masa rehabilitasi. Pada setiap


(46)

tingkat setiap orang harus mengambil keputusan-keputusan dan melakukan perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada tingkat permulaan terdapat tiga dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya ketidakberesan dalam diri seseorang, yaitu:

1. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami. 2.Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan terhadap fungsi sosialnya.

3. Perasaan terhadap gejala penyakit tersebut berupa rasa takut atau cemas. Perlu diketahui bahwa kesimpulan yang diperoleh seseorang pada tahap pengenalan gejala penyakit (seperti juga pada tahap-tahap lainnya), berbeda satu sama lain. Secara teoritis, setelah tahap pengalaman gejala hingga tahap mengira bahwa dirinya sakit, terbuka beberapa alternatif yang dapat dipilih seseorang, misalnya menolak anggapan bahwa dirinya sakit atau mengulur waktu mencari pertolongan medis.

Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang akan mencoba mengurangi atau mengontrol atau mengurangi gejala tersebut melalui pengobatan sendiri. Sementara itu pihak keluarga dan teman-teman dimintai nasehat, sistem rujukan awam (lay-referral system) dapat mempengaruhi seseorang untuk berperan untuk berperan sakit, sedangkan upaya mendiskusikan gejala itu dengan orang-orang terdekat atau “orang penting” lainnya betujuan untuk memperoleh “pengakuan” yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan dari tuntutan dan tanggung jawab sosial tertentu. Selanjutnya, pada saat berhubungan dengan pihak


(47)

32

pelayanan kesehatan, pelaksana tenaga kesehatan dapat membantu kebutuhan fisik dan psikologis pasien, dengan jalan memberikan diagnosis dan pengobatan terhadap gejala, atau memberikan pengesahan (legitimacy) agar pasien dibebaskan dari tuntutan-tuntutan, tanggung jawab dan kegiatan tertentu. Seperti juga pada tahap-tahap sebelumnya, seseorang bisa dipercaya dan menerima tindakan atau saran untuk pengobatan, dan bisa juga menolaknya. Boleh jadi juga ia akan mencari informasi serta pendapat-pendapat dari sumber pelayanan kesehatan lainnya. Suchman (1965) memformulasikan suatu pernyataan teoritis mengenai hubungan antara struktur sosial dan orientasi kesehatan dengan variasi respon individu terhadap penyakit dan perawatan kesehatan. Dalam pengembangan model ini, Suchman membahas fungsi dari berbagai faktor lain (faktor tempat, variasi respon terhadap penyakit, perawatan kesehatan) sesuai dengan kelima tahap penyakit dan proses perawatan kesehatan tersebut.

Struktur sosial kelompok ditentukan oleh keadaan sosial dari tiga tingkat kelompok, yaitu tingkat komunitas, persahabatan, dan keluarga. Pada tingkatkomunitas, derajat hubungan sosial diukur dengan kuat tidaknya rasa kesukuan, pada tingkat sosial diukur dengan solidaritas persahabatan, dan pada tingkat keluarga ditandai dengan kuat tidaknya orientasi terhadap tradisi dan otoritas. Ketiga dimensi hubungan sosial tersebut dikombinasikan kedalam suatu indeks kosmopolitan parokial struktur sosial. Parokialisme diartikan sebagai suatu keadaan sosial dimana terdapat rasa kesukuan yang kuat, solidaritas persahatan tinggi, dan sangat berorientasi pada tradisi dan otoritas dalam keluarga. Orientasi kesehatan seseorang dilihat sebagai suatu kontinum yang dibedakan atas orientasi


(48)

ilmiah ( bersifat objektif, profesional, dan impersonal ) dan orientasi populer ( bersifat subjektif, awam dan personal ), yang disesuaikan menurut tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, skeptisisme terhadap perawatan kesehatan, dan ketergantungan seseorang akibat penyakit. Orientasi pada kesehatan populer ditandai oleh rendahnya tingkat pengetahuan tentang penyakit (dimensi kognitif), tingginya tingkat skeptisisme terhadap perawatan medis ( dimensi afektif ), dan tingginya tingkat ketergantungan seseorang akibat penyakit ( dimensi perilaku ).

Suchman mengemukakan hipotesis bahwa, perilaku kesehatan yang terjadi pada setiap tahap penyakit seperti dikemukakan di atas mencerminkan orientasi kesehatan serta afiliasi masing-masing kelompok sosial. Variasi perilaku ini mempengaruhi kemajuan setiap tahap penyakit tersebut. Misalnya, seseorang yang berorientasi kepada kesehatan polpuler dan cenderung pada afiliasi kelompok parokial akan berperilaku : kurang cepat tanggap dan kurang serius terhadap bahaya yang mungkin terjadi selama masa permulaan gejala yang dirasakan; meminta persetujuan orang lain secara berulang-ulang untuk menyakinkan bahwa ia bolehmeninggalkan tanggung jawab tertentu ; berusaha melakukan pengobatan sendiri dengan obat paten atau ramuan-ramuan dan ragu bertindak pada saat ia mengetahaui dirinya sakit; lalai dalam mencari pertolongan medis, bertukar-tukar dokter serta sanksi terhadap diagnosis pelayanan kesehatan, selama masa kontak dengan pelayanan medis; sulit mengatasi berbagai masalah yang timbul pada saat sakit dan tidak sanggup menjalankan aturan perawatan medis; dan cepat meninggalkan uperan sakit ( atau, bila ia menderita penyakit


(49)

34

kronis ia menolak “sakit” berkepanjangan atau mengabaikan rehabilitasi kesehatannya ).


(50)

2.7 Kerangka Pikir

Skema kerangka pikir diatas menggambarkan bahwa jenis kelamin, penghasilan, agama, dukungan budaya, dukungan keluarga dan masyarakat, umur dan kepercayaan akan memengaruhi reaksi individu terhadap penyakit dan setelah bereaksi masyarakat akan memilih pola pencarian pengobatan yang akan digunakan.

 Jenis Kelamin

 Penghasilan

 Dukungan

Budaya

 Dukungan

Keluarga dan Masyarakat

 Umur

 Kepercayaan

 Pengalaman

Reaksi Individu Terhadap Penyakit

Pola Pencarian Pengobatan Masyarakat.


(51)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan pendekatan kualitatif. Untuk mengetahuigambaran perilaku masyarakat dalam pola pencarian pengobatan di desa Doloksaribu Lum ban Nabolon Kec. Uluan Kab.Toba Samosir tahun 2015.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Juli 2015.

3.3,3 Pemilihan Informan

Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di Desa DoloksaribuKabupaten Toba Samosir. Informan adalah tokoh masyarakat,tokoh agama serta masyarakat yang ada di desa Desa Doloksaribu Kabupaten Toba Samosir.Diperoleh dengan cara menggunakan key informan, seterusnya dilakukan teknik snowball, yaitu proses penentuan informan berdasarkan informan sebelumnya tanpa menentukan jumlah secara pasti dengan menggali informasi


(52)

terkait dengan penelitian ini, untuk menentukan informan berikutnya. Informan dipilih berdasarkan metode kecukupan dan kesesuaian.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui data primer dengan cara wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun. Dalam wawancara peneliti menggunakan alat bantu tulis, alat perekam dan kamera sebagai dokumentasi. Wawancara dilakukan di rumah informan.

3.5 Defenisi Istilah

1. Jenis kelamin adalah ciri khas biologis yang dimiliki setiap orang yang dibedakan atas laki-laki dan perempuan.

2. Penghasilan adalah jumlah seluruh pendapatan pokok dan sampingan dibagi dengan jumlah tanggungan keluarga. .

3. Dukungan budaya adalah kaitan antara pola pencarian pengobatan pada masyarakat dan hubungannya dengan tekhnis pengobatan yang akan digunakan jika terkena penyakit yang di anut oleh masyarakat di Desa Doloksaribu. 4. Dukungan keluarga dan masyarakat adalah besarnya pengaruh keluarga inti dan

masyarakat di Desa Doloksaribu terhadap tekhnis pengobatan yang akan digunakan jika terkena penyakit.

5. Umur adalah usia informan dihitung dari tanggal lahir sampai ulang tahunnya yang terakhir menurut pengakuan dari informan.

6. Pengalaman adalah pengalaman masa lampau informan tentang penyakit dan tindakan yang dilakukan


(53)

38

7. Kepercayaan adalah keyakinan informan untuk sembuh terhadap respon yang dilakukan ketika mengetahui sedang mengalami sakit.

8.Respon individu terhadap penyakit adalah reaksi yang timbul dari seseorang ketika mengetahui bahwa dirinya sedang mengalami sakit.

9..Pola pencarian pengobatan adalah suatu model upaya masyarakat mencari atau memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam rangka pengobatan, baik itu secara medis, non medis dan kolaborasi antara keduanya atau bahkan tidak melakukan pengobatan sama sekali.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara, data yang dikumpulkan dirubah dari bentuk rekaman menjadi bentuk verbatim atau tertulis . Penganalisaan data dilakukan dengan analisa kualitatif berdasarkan data-data yang telah diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan dan kemudian dibandingkan dengan teori dan kepustakaan yang ada.


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Geografis Desa Doloksaribu Lumban Nabolon

Desa Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan merupakan salah satu Desa dari 17 (tujuh belas) Desa di Kecamatan Uluan. Adapun matapencaharian masyarakat Desa Doloksaribu Lumban Nabolon adalah dari pertanian dan berkebun. Namun belum dijangkau oleh pertanian yang modern sehingga taraf hidup masyarakat masih relatif rendah. Sarana dan Prasarana sudah mulai berkembang, namun belum memadai secara optimal, khususnya dibidang pertanian dan agroindustri. Situasi dan kondisi keamanan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon pada dasarnya adalah kondusif.

Desa Doloksaribu Lumban Nabolon mempunyai luas wilayah 3,5 Km2 dengan ratio terhadap luas Kecamatan Uluan adalah 3,21%. Adapun batas wilayah Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, yaitu:

 Sebelah Utara : Desa Nalela Kecamatan Porsea  Sebelah Timur : Desa Raut Bosi Kecamatan Porsea  Sebelah Barat : Desa Dolok Nagodang

 Sebelah Selatan : Desa Lumban Nabolon

Desa Doloksaribu Lumban Nabolon berada pada 02o27’01,0” Lintang Utara dan 99o06’56,3” Bujur Timur. Desa Doloksaribu Lumban Nabolon terletak 970 dibawah permukaan laut, merupakan daerah landai dan berbukit serta didominasi oleh tanah liat berpasir. Luas lahan yang digunakan untuk persawahan adalah 100


(55)

40

ha, padang rumputnya mempunyai luas sekitar 5 ha, luas pemukimannya 20 ha, tempat pemakaman sekitar 5 ha dan lahan pertokoan 0 ha.

Jumlah penduduk didaerah ini adalah 403 jiwa, dengan uraian sebagai berikut: Tabel 4.1

Penduduk berdasarkan Jenis kelamin dan Jumlah Kepala Rumah Tangga No DUSUN

Jumlah Penduduk Jumlah Kepala Rumah Tangga Laki-

Laki

Perempuan Jumlah Laki- Laki

Perempuan Jumlah

1 Dusun I 43 54 97 22 8 30

2 Dusun II 41 43 84 13 9 22

3 Dusun III 72 67 139 29 7 36

4 Dusun IV 45 38 83 18 6 24

Jumlah 201 202 403 245 67 112

Tabel di atas menggambarkan bahwa di Desa Doloksaribu , penduduk yang terbanyak adalah berada di Dusun III dengan jumlah 139 orang dan didominasi oleh kaum laki-laki, sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah berada di Dusun IV dengan jumlah 83 orang dan didominasi juga oleh laki-laki. Suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa dibina, dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan falsafah negara Pancasila. Dalam menjalin kehidupan beragama Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, terutama untuk Kecamatan Uluan dan Desa Doloksaribu Lumban Nabolon berusaha membangun suasana hidup yang rukun dan saling menghargai di antara umat beragama yang diarahkan kepada peningkatan amal untuk kepentingan bersama dalam pembangunan masyarakat, sekaligus dapat mengatasi berbagai masalah sosial yang mungkin dapat menghambat kemajuan pembagunan


(56)

itu sendiri. Ada 6 agama yang diakui secara resmi di Indonesia, yaitu : Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Namun di wilayah ini, hanya agama Kristen Protestan yang berkembang. Adapun perkembangan pemeluk agama di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2

Penduduk berdasarkan Agama

NO DUSUN

JUMLAH PENDUDU

K

KEAGAMAAN

K.Protestan K. Katholik Islam Laki -Laki Perempu an Laki - Laki Perempu an Laki -Laki Perempu an

1 Dusun I 97 43 54 - - - -

2 Dusun I 84 41 43 - - - -

3 Dusun III

139 72 67 - - - -

4 Dusun IV

83 45 38 - - - -

Tabel di atas menggambarkan bahwa dari penduduk Desa Doloksaribu Lumban Nabolon , seluruhnya memeluk agama Kristen Protestan yauti sebanyak 403 Jiwa. Untuk memenuhi kebutuhan spiritual masyarakat, Desa Doloksaribu Lumban Nabolon telah memiliki 1 unit Gereja yaitu, HKBP Dame.

Desa Doloksaribu Lumban Nabolon adalah salah satu point yang menjadi indikator penentu tingkat perkembangan desa terutama di bidang kesehatan.

Adapun jumlah fasilitas kesehatan yang ada di desa ini, yaitu:

Tabel 4.3 Jumlah Fasilitas kesehatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon

NO FASILITAS KESEHATAN JUMLAH

1 Poskesdes 1

2 Posyandu 1

Desa Doloksaribu Lumban Nabolon hanya memiliki 1 Poskesdes dan 1 Posyandu.


(57)

42

Tabel 4.4 Jumlah Tenaga Kesehatan Di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon

NO DUSUN DOKTER UMUM

DOKTER GIGI

DOKTER SPESIALIS

BIDAN PERAWAT KADER POSYANDU 1 Dusun

I

- - - 2

2 Dusun II

- - - 1

3 Dusun III

- - - 2

4 Dusun IV

- - - 1 - 2

4.2. Gambaran Informan 4.2.1 Karakteristik Informan

Karakteristik informan meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, dan agama. Untuk lebih jelas dapat melihat dan membandingkan karakteristik masing-masing informan dapat kita lihat pada matrix berikut :

Tabel 4.5 Karakteristik informan meliputi umur, jenis kelamin, , penghasilan,jumlah tanggungan dan agama

No Nama Umur Jenis

kelamin

Penghasilan Jumlah Tanggungan(Or

ang)

Agama

1 Informan 1

46 Tahun

Laki-laki Rp.

1.500.000,-

2 Orang Kristen Protestan 2 Informan

2 63 Tahun Perempu an Rp. 500.000,-

1 orang Kristen Protestan 3 Informan

3 50 Tahun Perempu an Rp. 500.000,-

4 Orang Kristen Protestan 4 Informan

4 43 Tahun Perempu an Rp. 3.000.000,-

6 Orang Kristen Protestan 5 Informan

5 26 Tahun Perempu an Rp. 1.000.000,-

4 Orang Kristen Protestan

Berdasarkan matrix karakteristik informan diatas memperlihatkan bahwa umur informan bervariasi antara 26-63 tahun, dengan jenis kelamin 4orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Latar belakang pendidikan informan


(58)

berbeda-beda mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan pendidikan Sarjanadengan penghasilan yang bervariasi antara Rp500.000,- sampai dengan Rp3.000.000,- .Seluruh Informan memeluk agama Kristen Protestan.

Adapun hasil wawancara yang diperoleh untuk mengetahui pola pencarian pengobatan masyarakat suku Pak-pak Kelurahan Sidiangkat dapat dilihat pada matriks hasil wawancara berikut.

4.2.2 Matriks Pola Pencarian Pengobatan Informan 1.Reaksi Informan jika Ada Anggota Keluarga Sakit

Adapun jawaban informan, ketika ditanyakan reaksi yang dilakukan ketikainforman maupun anggota keluarga ada yang terkena penyakit adalah sebagaimana yang digambarkan pada matrix berikut :

Matriks 4.2 Pola Pencarian Pengobatan Informan jika Ada Anggota Keluarga yang Sakit

INFORMAN PERNYATAAN

1 Ya paling sering batuk lah, sakit kepala, flu.Ya gitulah yang sering biasanya pengalaman dari dulu.Biasanya berobat sendiri dulu dibeli obat dari apotik,kalau tidak sembuh baru pergi kebidan atau kedokter. Kadang kadang mau trus sembuh dia kalau kutahankan gitu.kalau masih ringan-ringannya biasanya trus sembuh gitu. Kayak batuk ginilah aku, kutahankan ajanya,sembuh nya dia. Aku karna masih tahannya makanya gak pala kubawa ke bidan langsung, tapi lain hal kalau dah gak sembuh atau gak kuat aku,barulah pergi.

2 Bah biasanya sakit badanlah, kalau enggak demam,batuk, flu. Gak ada aku berobat,kutahan tahan aja kayak gitu,enggak ada uang.Bah kek manalah kubuat kalau dah sakit kali, bah obat-obat alami itulah kumakan,obat-obat tradisional.Ngikuti yang zaman dulu itu pengobatannya. Misalnya sakitlah perutku,bah daun jambu itulah yang kuminum. Kalau gak sembuh juga baru lah ke bidan aku. Kalau aku kutahan tahannya dulu,kek manalah gara-gara uang ini.

3 Aku sering sakit maag,baru itu mataku juga pernah sakit. Demam pun iya sama pilek. Beli obat sendirilah dulu, baru kebidan. Gak pernah kerumah sakit. Kadang malasnya aku ke


(59)

44

parahlah nanti. Uang pun gak ada kan, gak cukup duitku, itulah yang kupikir pikir. Kek ginilah, kalau kita mau baju baru, tapi gak ada duit, kan mana bisa. Samalah kayak berobat ini. Aku lebih seringnya menahan, dan sembuh memang. Gak ada lagi kambuh,makanya sering kutahan.Umpanya batuk aku, kubikin bikinlah obat, percaya aku sembuh, bah sembuh aku. Berdampak baiknya yang kurasakan sejauh ini.

4 Flu lah, batuk, demam. Pernah juga aku sakit kupingku gara-gara radiasi HP. Kalau itu, kedokter aku walaupun mahal. Tapi karena kurang maksimal hasilnya kurasa, kubaca dari internet tentang sakit ini dan ada juga yang menyebut di internet minum jus bagus . yaudah kuminum dan hasilnya baik. Ditunggu dulu biasanya, ditahan dulu beberapa hari,kalo gak kuat lagi baru ke bidan. Karena masih ringan itu kurasa sakitnya, paling karna pertukaran cuaca aja makanya sakit,makanya ditahankan aja. Paling minum air putih lah biar kuat daya tahan tubuh. Kalau enggak, kutanya kawan kawanku biasanya obat apanya dibuat untuk sakitku ini. Kubaca juganya dari internet atau buku gitu. Dampaknya yah sejauh ini masih baiklah makanya tetap dipertahankan.

5 Paling pusing lah, demam, flu juga sama batuk. Beli obat diwarunglah aku. Kalau gak tahan lagi barulah pergi aku ke bidan aku. Bah adalah dampaknya pula, buktinya sembuhnya aku. Tapi kurasa kalau parah sakit ku, pergi juga aku kerumah sakit.hahah makanya kutahankan aja,dan kuyakini pasti sembuh.

Matriks diatas menggambarkan bahwa, jika anggota keluarga mengalami suatu penyakit yang masih ringan dan masih mungkin untuk ditahan, maka 5 orang informan mengatakan bahwa membeli obat diwarung lebih baik.

2. Pencarian Pengobatan Berdasarkan Jenis Penyakit a.Penyakit yang bisa sembuh sendiri (self medicated)

Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang penyakit yang bisa sembuh sendiri, maka informan memberikan jawaban sebagaimana berikut :


(1)

4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.

5. Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian pengobatan.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Karakteristik 7 informan, dapat diketahui bahwa umur informan bervariasi antara 26 – 63 tahun, 1 orang laki-laki dan 4orang perempuan, latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mulai dari Tamat SD sampai dengan Sarjana, penghasilan informan ada yang tinggi dan ada yang rendah, serta agama yang dianut adalah beragama Kristen Protestan.

2. Tindakan informan ketika ada anggota keluarga yang sakit terdiri dari 2 macam, ada yang langsung memberikan pengobatan baik dengan cara pengobatan sendiri, pengobatan tradisional maupun pengobatan medis. Ada juga yang tidak melakukan tindakan khusus untuk pengobatannya karena merupakan penyakit yang tidak perlu di obati dan diyakini akan sembuh dengan sendirinya.

3. Ada 5 pola pencarian pengobatan pada masyarakat di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon . Penyakit yang dapat sembuh hanya dengan diobati sendiri, penyakit yang akan sembuh jika berobat ke pengobat tradisional ( orang pintar ), penyakit yang hanya dapat disembuhkan dengan berobat ke pengobat medis, serta penyakit yang pengobatannya harus dilakukan dengan mengkombinasikan pengobatan tradisional dan pengobatan medis agar hasilnya maksimal dan penyakitnya dapat sembuh total dan penghentian pengobatan. Jenis pengobatan penyakit dengan melakukan pengobatan sendiri cenderung/ dominan dilakukan oleh masyarakat desa Doloksaribu Lumban


(3)

Nabolon, karena umumnya masyarakat memiliki pengetahuan dan memahami teknik khusus dalam meramu obat yang sesuai dengan penyakitnya dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada dilingkungan sekitar.

4. Pola pencarian pengobatan masyarakat desa Doloksaribu Lumban Nabolon dipengaruhi oleh faktor pengalaman dan kepercayaan, nilai ekonomis, dukungan budaya, serta dukungan keluarga dan pertemanan.

5. Pengobatan tradisional di Desa Doloksaribu terdiri dari dua jenis yakni pengobatan dengan menggunakan ramuan tradisional( daun jambu biji, daun sirsak, daun katuk, daun bangun-bangun, akar tumbuhan) biasanya digunakan untuk pengobatan penyakit-penyakit ringan dan penyakit-penyakit naturalistik. Daun katuk dipergunakan oleh ibu yang sedang dalam masa nifas, dan juga daun bangun-bangun. Jenis pengobatan kedua, yakni dengan membacakan mantra baik tanpa maupun menggunakan bahan tambahan yang disebut Datu, biasanya untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh intervensi dari makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun manusia (guna-guna atau mengirim begu ganjang) yang disebut juga istilahnya personalistik.

6. Penyakit yang pengobatannya harus ke pengobatan medis adalah penyakit yang baru muncul zaman sekarang dan pernah dialami seperti tumor, hipertensi, reumatik, asam urat, diabetes, rabies

7. Penyakit yang pengobatannya harus dikombinasikan antara pengobatan medisdan pengobatan tradisional,yaitu seperti diguna-guna orang . Ada juga penyakit paru-paru yang karna tidak sembuh ketika dibawa kedokter, lalu


(4)

dibawa ke orang pintar. Hal ini dilakukan agar penyakitnya dapat sembuh total.

6.2Saran

1. Diharapkan kepada tenaga pengobat medis dan tenaga pengobat tradional melakukan kerjasama yang lebih baik dan difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten Toba Samosir ( mengobati penyakit yang memang bisa diobati oleh keahliannya, jika tidak maka langsung segera mengarahkan masyarakat ke tenaga pengobat yang memang ahlinya ) dalam hal memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat di desa Doloksaribu dapat meningkat.

2. Melihat masih banyaknya jenis penyakit yang dapat diobati masyarakat dengan melalui pengobatan sendiri dengan menggunakan ramuan yang dibuat sendiri, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir untuk dapat melestarikan tekhnik tersebut dengan merangkumnya dalam bentuk buku.

3. Melihat belum adanya program BATRA( Pengobatan Obat Tradisional) di Poskesdes Doloksaribu, ada baiknya ditambahkan program tersebut agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah ini. Peran petugas kesehatan dalam hal ini sangat penting agar patugas bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar tidak salah dalam melakukan pengobatan tradisional.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, R.Syarifuddin., 1990. Pengobatan tradisional daerah Kalimantan Selatan.. Hal.1-2.Agoes, A dan Jacob, 1996.,Antropologi Kesehatan Indonesia, Jilid 1. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Anderson, Foster 2005. Antropologi Kesehatan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Pengobatan Sendiri Pada Pasien Rawat Jalan Puskesmas di Delapan Kabupaten. Buletin Penelitian Kesehatan,37 (2): 92-101.(diakses tanggal 20 Maret 2015). Ikatan Dokter Indonesia, 2007. Lesson Learn: Permasalahan Kedokteran

dan Kesehatan Indonesia 2007: Apresiasi dan Alternatif Solusi. Available from:http://www.idionline.org.(diaksestanggal 5 Maret 2015). Edberg, Mark, 2009. Buku Ajar : Kesehatan Masyarakat dan Teori

Sosial dan Perilaku. EGC, Jakarta.

Embong, Fakhruddin., 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pencarian Pelayanan Pengobatan pada Masyarakat Kelurahan Padang Bulan. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Holt, Gary A. & Edwin L. Hall.,1986. The Pros and Cons of Self-medication. Journal of Pharmacy Technology., Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,2012 : Profil Kesehatan RepublikIndonesia2011

from://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/profil data kesehatan Republik Indonesia.(diakses tanggal 20 Maret 2015).

Muzaham Fauzi.,1995. Sosiologi Kesehatan. Cetakan Pertama, Jakarta, Universitas Indonesia. Hal.44-45.

Notoadmojo., 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.Jakarta, Rineka Cipta, Hal .118-119.

Notoadmojo, 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Profil Kesehatan Sprovinsi Sumatera Utara,2013

from:http://diskes.sumutprov.go.id/editor/gambar/file/Profil%20%20Ke sehatan%202013.pdf(diakses tanggal 22 Maret 2015).

Sarwono S, 2007. Sosiologi Kesehatan.Cetakan Ketiga,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.


(6)

Survei Sosial Ekonomi Nasional

2011from:www.bkkbn.go.id/.../ALIH%20MEDIA%202011/.../362.1207 2%20MAE%20I.pdf.

Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007

from:www.bkkbn.go.id/.../ALIH%20MEDIA%202007/.../362.12072%20 MAE%20I.pdf.

Tinendung, Aryanto 2009.,Pola Pencarian Pengobatan pada Masyarakat Suku Pak Pak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara., Medan.

Undang-undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Wan. Sri.2008.,Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ibu Hamil Memilih

Persalinan. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Sumatera Utara. Medan.


Dokumen yang terkait

TEAL NI TOBA DALAM PERSPEKTIF ERVING GOFFMAN (STUDI KASUS DI DESA LUMBAN HOLBUNG KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR).

0 1 18

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 1 18

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 9

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 28

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 4

Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Penyakit Infeksi Pada Anak di Lumban Datu Kelurahan Patane III Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 2 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 9

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM POLA PENCARIAN PENGOBATAN DI DESA DOLOKSARIBU LUMBAN NABOLON KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2015 SKRIPSI

0 0 13