Pembelajaran Kimia Berbasis Kurikulum 20

Pembelajaran Kimia Berbasis Kurikulum 2013: Suatu Alternatif Desain
Membelajarkan Kompetensi Dasar 3.2 dan 4.2
Oleh
Syahrial

ABSTRAK
Telah disusun contoh disain perencanaan pembelajaran kimia untuk Kompetensi Dasar
(KD) 3.2 dan 4.2 kelas XII SMA/MA. Pengembangan disain perencanaan pembelajaran
berpedoman kepada sejumlah aturan yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan yang mendukung penerapan kurikulum 2013. Disain perencanaan pembelajaran
yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi alternatif pedoman dan pembanding dalam
pengembangan perencanaan pembelajaran kimia. KD 3.2 dan 4.2 dikembangkan menjadi suatu
rencana pembelajaran dengan memperhatikan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif
yang terkandung di dalamnya. Dimensi pengetahuan yang terkandung di dalam KD 3.2 dan 4.2
yaitu pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif serta tingkat analyze (C4)
untuk dimensi proses kognitif. Paling tidak ada delapan aktifitas belajar yang harus dilalui
pebelajar agar mampu memahami KD 3.2 dan 4.2. Delapan aktifitas belajar tersebut dibelajarkan
dengan menerapkan pendekatan saintifik; model interaksi sosial; strategi interaktif; dan metode
pembelajaran kooperatif serta didukung oleh program simulasi PhET (Physic Education
Technology). Tahap pelaksanaan pembelajaran mengikuti pola sebagaimana yang disarankan pada
lampiran IV Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Disain perencanaan pembelajaran KD 3.2 dan

4.2 masih perlu dikembangkan lebih terperinci dan lebih lengkap, misal melengkapi perencanaan
dengan lembar kerja siswa, bahan ajar yang memuat seluruh urutan aktifitas belajar, dan
assessment.
Kata kunci: disain pembelajaran, perencanaan pembelajaran, dimensi proses kognitirf, dimensi
pengetahuan, kurikulum 2013.
I. PENDAHULUAN
Pelaksanaan kurikulum 2013 dimulai pada 16 Juli 2013 secara parsial, atau dengan istilah
lain penerapannya hanya pada sejumlah sekolah tertentu dan pada rombongan belajar tertentu pula.
Pelaksanaan menyeluruh akan dilakukan pada tahun 2015 yang ditandai dengan penerapan
kurikulum 2013 di seluruh sekolah dan pada seluruh rombongan belajar
Untuk memperkuat pelaksanaan kurikulum 2013, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah
peraturan. Tercatat paling tidak ada satu peraturan pemerintah, delapan peraturan menteri
pendidikan dan kebudayaan, satu keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan, satu surat edaran
menteri pendidikan dan kebudayaan, dan satu surat edaran bersama antara menteri pendidikan dan
kebudayaan dan menteri dalam negeri yang mengatur tentang penerapan kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 telah memuat Standar Kompetensi Kelulusan (SKL), Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas,
dan Kejuruan, Standar Proses, Implimentasi, Standar Penilaian, dan Buku untuk siswa dan guru.
Agar pelaksanaan kurikulum 2013 berlangsung secara terkoordinir, maka Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan membentuk Unit Implimentasi Kurikulum 2013.

Meski secara dokumen kurikulum 2013 dapat diklasifikasikan sangat baik, akan tetapi
keberhasilan pelaksanaan kurikulum 2103 sangat bergantung kepada kondisi di lapangan.
Kesempurnaan suatu kurikulum pada tataran dokumen tidak menjamin keberhasilan penerapannya
di lapangan. Berbagai faktor terlibat secara langsung atau tidak langsung di dalam penerapan suatu
kurikulum di lapangan, misal
guru, siswa, kepala sekolah, dan masyarakat
(http://peoplelearn.homestead.com/ASSESS/Module_7.Implementation.doc, diakses 5 April 2014).

1

2
Secara terperinci faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan suatu kurikulum yaitu
kenyamanan guru terhadap tuntutan materi yang akan diajarkan, dan perencanaan pembelajaran
yang
cukup
memadai
(http://www.oakdiocese.org/ministries/safeenvironment/handbook/Curriculum% 20Implementation.pdf, diakses 5 April 2014), serta termasuk
bahan ajar dan fasilitas yang memadai (Chikumbu dan Makamure. 2000:52). Hakikatnya,
bagaimana membelajarkan suatu materi ajar di dalam kelas merupakan kunci utama menuju
kesuksesan penerapan suatu kurikulum.

Keberhasilan pelaksanaan suatu kurikulum akan terlihat setelah sekian lama kurikulum
tersebut diterapkan. Hal ini disebabkan tujuan hakiki penerapan suatu kurikulum adalah
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan indikator kualitas sumber daya manusia tersebut
tidak semata perolehan nilai atau sekedar mampu menjawab pertanyaan pada saat ujian
dilaksanakan. Oleh karena demikian proses penerapan kurikulum di kelas menjadi penting
diperhatikan karena menentukan berhasil atau tidak pelaksanaan suatu kurikulum.
Kurikulum dalam arti sempit sesungguhnya adalah tujuan yang akan dicapai, apa yang
diajarkan, serta bagaimana implimentasi (http://ptgmedia.pearsoncmg.com
/images/9780137034833/downloads/Hoover_Ch_1_p3_14.pdf, diakses 6 April 2014), dan dengan
demikian menempatkan guru sebagai posisi kunci yang menentukan keberhasilan pelaksanaan
suatu kurikulum. Demikian pula halnya dengan penerapan kurikulum 2013 di Indonesia, guru
dituntut untuk mampu menterjemahkan secara operasional kurikulum di dalam kelas. Adanya
standar kompetensi lulusan yang berbeda untuk tiap jenjang pendidikan dan kompetensi inti yang
berbeda di setiap kelas menuntut guru harus mampu menyampaikan materi dengan kedalaman serta
keluasan berbeda dan cara pembelajaran yang berbeda pula. Tuntutan demikian bukanlah sesuatu
yang mudah dan ini menjadi masalah mendasar untuk keberhasilan pelaksanaan kurikulum 2013.
Pada Mata pelajaran Kimia di jenjang Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, guru
harus mensinergiskan KI 1, 2, 3, dan 4 dengan kedalaman, keluasan materi serta cara pembelajaran
di kelas. Untuk maksud tersebut guru ideanya memiliki disain pembelajaran yang spesifik untuk
setiap tingkatan (kelas).

II. PEMBAHASAN
2.1 Pembelajaran Kimia Menurut Kurikulum 2013
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) didefinisikan sebagai kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL dijadikan acuan
atau standar pengembangan standar lainnya, misal standar proses, standar penilaian, standar
fasilitas dan lainnya. (Lampiran Permendikbud No 54 Tahun 2013). Oleh karena demikian, guru
harus memahami SKL agar mampu mengembangkan rencana dan melaksanakan pembelajaran
yang sesuai dengan kurikulum 2103. Tabel 1 berikut memuat SKL untuk jenjang pendidikan
menengah.
Tabel 1. SKL Kurikulum 2013 untuk Jenjang Pendidikan SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C.
Dimensi
Kualifikasi Kemampuan
Sikap
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia,
berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak

fenomena dan kejadian.
Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah
abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah

3
secara mandiri.
Sumber: Lampiran Permendikbud No 54 Tahun 2013
Pembelajaran kimia di kelas harus dikembangkan agar pebelajar memiliki kompetensi
dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang dicantumkan di dalam SKL di
atas. Proses pengajaran merujuk kepada upaya pemerolehan masing-masing dimensi melalui
aktivitas spesifik. Menurut Lampiran Permendikbud No 65 Tahun 2013, kompetensi dimensi sikap
diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan.
Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.
Pada Lampiran IV Permendikbud No 81A Tahun 2013 pengalaman belajar yang harus
dialami pebelajar yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasi. Melalui kelima pengalaman belajar tersebut diyakini terjadi proses pemerolehan
tiga dimensi kompetensi yang harus dikuasai setiap lulusan lembaga pendidikan formal di
Indonesia. Tabel 2 berikut ini memperlihatkan bagaimana hubungan kelima pengalaman belajar

tersebut dengan kompetensi yang diperoleh.
Tabel 2. Keterkaitan Pengalaman Belajar dengan Kompetensi yang Dicapai
Langkah
Kegiatan Belajar
Kompetensi yang Dikembangkan
Pembelajaran
Mengamati
Membaca, mendengar, menyimak,
Melatih kesungguhan, ketelitian,
melihat (tanpa atau dengan alat)
mencari informasi
Menanya
Mengajukan pertanyaan tentang
Mengembangkan kreativitas, rasa
informasi yang tidak dipahami dari
ingin tahu, kemampuan
apa yang diamati atau pertanyaan
merumuskan pertanyaan untuk
untuk mendapatkan informasi
membentuk pikiran kritis yang perlu

tambahan tentang apa yang diamati
untuk hidup cerdas dan belajar
(dimulai dari pertanyaan faktual
sepanjang hayat
sampai ke pertanyaan yang bersifat
hipotetik)
Mengumpulkan
- melakukan eksperimen
Mengembangkan sikap teliti,
informasi/
- membaca sumber lain selain buku
jujur,sopan, menghargai pendapat
eksperimen
teks
orang lain, kemampuan
- mengamati objek/kejadian
berkomunikasi, menerapkan
- aktivitas
kemampuan mengumpulkan
- wawancara dengan nara sumber

informasi melalui berbagai cara
yang dipelajari, mengembangkan
kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ - mengolah informasi yang sudah
Mengembangkan sikap jujur, teliti,
mengolah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil
disiplin, taat aturan, kerja keras,
informasi
kegiatan mengumpulkan/eksperimen
kemampuan menerapkan prosedur
mau pun hasil dari kegiatan
dan kemampuan berpikir induktif
mengamati dan kegiatan
serta deduktif dalam
pengumpulkan informasi.
menyimpulkan .
- Pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang bersifat

menambah keluasan dan kedalaman
sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari
solusi dari berbagai sumber yang

4

Mengkomuni
kasikan

memiliki pendapat yang berbeda
sampai kepada yang bertentangan
Menyampaikan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau
media lainnya

Mengembangkan sikap jujur,
teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis,

mengungkapkan pendapat dengan
singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik danll benar.

Sumber: Lampiran IV Permendikbud No 81A Tahun 2013
Secara lebih terperinci dan lebih teknik, pembelajaran kimia di kelas harus berpedoman
kepada Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). KI 1 sama untuk setiap kelas, dan KI 2
untuk kelas X sedikit berbeda dengan KI 2 untuk kelas XI dan XII, serta KI 3 dan 4 saling berbeda
untuk kelas X, XI dan kelas XII. Pebelajar kelas X dituntut untuk memiliki kompetensi
penyelesaian masalah yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan pebelajar kelas XI dan XII.
Pebelajar kelas X dan XI tidak dituntut untuk mampu mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural. Akan tetapi pebelajar kelas XI sudah harus mampu memahami,
menerapkan, dan menganalisis pengetahuan metakognitif. Hanya pebelajar kelas XII yang harus
mampu mencipta dalam ranah abstrak dan kongkrit. Baik pebelajar kelas XII maupun kelas XI
harus mampu bertindak secara efektif dan kreatif.
Berpedoman pada perbedaan KI 2, 3, dan 4, maka kedalaman dan keluasan pengembangan
Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Kimia juga harus saling berbeda di antara kelas X, XI, dan
XII. Pebelajar kelas X hanya disajikan materi yang lebih sederhana, diminta untuk menyelesaikan
masalah sederhana, dan bertindak sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan sebelumnya.

Pebelajar kelas XI dan XII harus mampu menyelesaikan masalah yang lebih rumit, materi yang
lebih sulit (pengetahuan metakognitif), dan bertindak secara kreatif dan efektif, bahkan pebelajar
kelas XII dituntut hingga mampu mencipta dalam ranah kongkrit dan abstrak.
Dimensi pengetahuan yang harus dikuasai oleh pebelajar kelas X, XI, dan XII yaitu
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif (hanya untuk kelas XI dan XII). Berdasarkan
Anderson dan Krathwohl, eds. (2001:45-60), maka ke-empat dimensi pengetahuan tersebut dapat
dijelaskan sebagaimana berikut ini.
1. Pengetahuan faktual.
Pengetahuan faktual meliputi unsur dasar dimana pada umumnya simbol yang terkait
dengan sejumlah rujukan kongkrit dan relatif memiliki tingkat abstraks rendah. Pengetahuan
faktual dapat diklasifikasikan menjadi pengetahuan terminologi serta rincian spesifik dan unsur
spesifik. Pengetahuan terminologi meliputi pengetahuan verbal spesifik dan label non verbal serta
simbol. Salah satu contoh adalah pengetahuan nama partikel sub atomik (elektron, proton,
neutron). Pengetahuan rincian spesifik dan unsur meliputi pengetahuan tentang kejadian, lokasi,
tanggal, sumber informasi, dan orang. Sebagai salah satu contoh yaitu pengetahuan nama penemu
teori atom.
2. Pengetahuan konseptual
Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan kategori dan klasifikasi serta hubungan di
antaranya. Beberapa pengetahuan konseptual yaitu pengetahuan skema, model mental, atau teori
eksplisit maupun implisit. Pengetahuan konseptual diklasifikasikan menjadi pengetahuan
klasifikasi dan kategori; prinsip dan generalisasi; serta teori, model, dan struktur. Pengetahuan
klasifikasi dan kategori adalah umumnya suatu refleksi bagaimana seorang ahli mengenali dan
mengidentifikasi masalah. Sebagai contoh adalah pengetahuan tentang variasi konsep redoks.
Pengetahuan prinsip dan generalisasi terdiri dari klasifikasi dan kategori yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah atau mempelajari fenomena. Ciri khas pengetahuan ini adalah kemampuan
mengenali pola yang bermakna dan abstraksi ringkasan pengamatan suatu fenomena. Salah satu
contoh yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum dasar kimia. Pengetahuan teori, model, dan

5
struktur meliputi pengetahuan tentang paradigma berbeda, epistimologi, dan models berbeda untuk
mendeskripsikan, memahami, menjelaskan, dan memperkirakan fenomena. Sebagai salah satu
contoh adalah pengetahuan tentang saling keterkaitan di antara prinsip kimia sebagai dasar untuk
teori kimia.
3. Pengetahuan prosedural
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan “bagaimana” melakukan sesuatu yang sering
merupakan sederet atau sejumlah urutan tahap-tahap tertentu yang harus diikuti. Pengetahuan
prosedural meliputi pengetahuan keterampilan, algoritmik, teknik dan metode serta pengetahuan
tentang kriteria yang digunakan untuk menentukan variasi prosedur. Pengetahuan prosedural
dikelompokkan menjadi pengetahuan keterampilan spesifik subjek dan algoritmik; metode dan
teknik spesifik subjek; dan kriteria untuk menentukan penggunaan prosedur yang tepat.
Pengetahuan keterampilan spesifik subjek dan algoritmik meliputi pengetahuan tentang
memutuskan urutan tahap-tahap yang harus digunakan dalam memperoleh hasil serta pengetahuan
matematis (berhitung). Salah satu contoh pengetahuan keterampilan spesifik subjek dan algoritmik
adalah kemampuan mengurutkan tahap-tahap kerja pada proses distilasi (mulai dari merangkai
hingga mendapatkan hasil) dan menyelesaikan perhitungan kimia. Pengetahuan metode dan teknik
spesifik subjek meliputi pengetahuan tentang faktor yang menentukan hasil dari penerapan suatu
metode atau teknik. Sebagai salah satu contoh dari pengetahuan ini adalah pengetahuan tentang
teknik yang digunakan para ahli untuk mencari penyelesaian masalah. Contoh lebih spesifik yaitu
teknik yang digunakan para ahli untuk mengatasi perkaratan. Pengetahuan kriteria untuk
menentukan penggunaan prosedur yang tepat meliputi kemampuan untuk menentukan atau
memilih prosedur yang sesuai dengan masalah yang dihadapi. Salah satu contoh pengetahuan
kriteria untuk menentukan penggunaan prosedur yang tepat yaitu pengetahuan kriteria penggunaan
teknik gravimetri.
4. Pengetahuan metakognitif.
Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi yang secara umum dikenal
sebagai kepedulian (awareness) seseorang terhadap pengetahuannya. Para peneliti membedakan
antara peraturan metakognitif (metacognitive regulation) dan pengetahuan metakognitif
(metacognitive knowledge). https://teal.ed.gov/tealGuide/metacognitive menyebutkan bahwa
pengetahuan metakognitif mengacu pada apa yang orang tahu tentang diri mereka sebagai prosesor
kognitif, tentang pendekatan berbeda yang dapat digunakan untuk belajar dan pemecahan masalah,
dan tentang tuntutan tugas belajar tertentu. Peraturan metakognitif mengacu pada penyesuaian
individu membuat proses mereka untuk membantu mengendalikan pembelajaran mereka, seperti
perencanaan, strategi manajemen informasi, pemantauan pemahaman, dan evaluasi kemajuan serta
tujuan.
Pengetahuan metakognitif diklasifikasikan menjadi pengetahuan strategi; tugas kognitif,
pengetahuan kondisonal dan konstekstual; dan pengetahuan tentang diri sendiri (self-knowledge).
Pengetahuan strategi adalah pengetahuan strategi umum untuk belajar, berpikir, dan penyelesaian
masalah. Salah satu contoh dari pengetahuan strategi yaitu pengetahuan tentang strategi mnemonik
untuk mengingat, misalnya Fatimah Calon Baru Isteri Ateng untuk mengingat unsur golongan VIIA
F, Cl, Br, I, dan At. Pengetahuan tugas kognitif, pengetahuan kondisonal dan konstekstual meliputi
kemampuan seseorang membedakan sejumlah pilihan dan memilih jawaban yang benar atau yang
paling tepat. Salah satu contoh adalah pengetahuan bahwa buku sumber utama lebih sulit dipahami
dibandingkan dengan buku teks umum. Pengetahuan tentang diri sendiri (self-knowledge) meliputi
pengetahuan sesorang tentang kelemahan dan kekuatannya. Salah satu ciri-ciri pengetahuan ini
adalah manakala seseorang tahu kapan dia tidak tahu dan dia memiliki sejumlah strategi umum
untuk mendapatkan informasi yang diperlukan atau yang sesuai. Salah satu contohnya adalah
pengetahuan seseorang tentang kemampuannya bahwa dia menguasai suatu bidang ilmu tetapi
tidak pada bidang lainnya. Pada kesempatan yang berbeda, Flavell pada tahun 1979 di dalam

6
Hammond, et al. (www.learner.org/courses/learningclassroom/support/09_metacog.pd:160)
mendeskripsikan tiga jenis pengetahuan metakognitif yaitu:
a) awareness of knowledge: pemahaman apa yang diketahui, apa yang kita tidak diketahui, dan apa
yang ingin diketahui. ("Saya tahu bahwa saya memahami jika air ditambahkan sejumlah garam
dapur, maka akan membutuhkan pemanasan lebih lama untuk dapat mendidih, tetapi saya tidak
tahu mengapa.") Kategori ini juga dapat mencakup kesadaran pengetahuan orang lain. ("Saya
tahu bahwa teman saya A memahami tentang sifat koligatif larutan, jadi saya akan memintanya
untuk menjelaskan masalah ini kepada saya");
b) awareness of thinking: memahami tugas-tugas kognitif dan hakikat apa yang diperlukan untuk
melengkapinya. ("Saya tahu bahwa membaca deskripsi konsep-konsep tentang sifat koligatif di
dalam buku A level akan lebih mudah bagi saya daripada membacanya di buku Fundamental
Chemistry karya Nivaldo.";
c) awareness of thinking strategies: pemahaman terhadap pendekatan untuk mengarahkan
pembelajaran. ("Saya mengalami kesulitan untuk memahami sifat koligatif larutan setelah
membaca di berbagai buku. Saya harus meringkas apa saja yang baru saya baca.").
Pengetahuan metakognitif dan strategi (keterampilan) metakognitif dapat diperoleh melalui
aktifitas yang sama. Ada sejumlah aktifitas yang dapat melatih ataupun menumbuhkan kedua hal
tersebut dan dapat dijadikan alat pembelajaran (instructional tools), diantaranya mind mapping,
illustrating and drawing, brainstorming, planning strategies, generating question and other
inquiry strategies, evaluating actions, teaching capability, communication skill, journal keeping
(Hassard, 2005, 203-204), problem solving, concept maps, concept tests, PredictObserve-Explain
(POE) tasks, dan the Model-ObserveReflect-Explain (MORE) Thinking Frame (Rickey &
Stacy, 2000:914-919).
Berdasarkan dimensi proses kognitif, pebelajar kelas X dan XI dituntut agar memiliki
kompetensi memahami, menerapkan, dan menganalisis serta untuk kelas XII ditambah dengan
mengevaluasi. Menurut Anderson dan Krathwohl, eds. (2001:67-68) dimensi proses kognitif
memahami (understand) merupakan proses membangun makna dari pesan pembelajaran termasuk
komunikasi oral, tulisan, dan grafik. Sejumlah proses kognitif digolongkan ke dalam kategori
memahami, yaitu: interpreting, exemplifying, classifying, summarizing, inferring, comparing, dan
explaining. Lebih lanjut diterangkan bahwa menerapkan (apply) merupakan proses menjalankan
atau membawa atau menggunakan prosedur ke situasi tertentu. Proses kognitif yang termasuk ke
dalam kategori ini yaitu: executing dan implimenting. Analisis (analyze) merupakan proses
penguraian menjadi bagian-bagian penyusun dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut
berhubungan satu dengan lainnya atau dengan struktur secara keseluruhan atau dengan tujuan. Ada
tiga proses kognitif yang termasuk ke dalam kategori menganalisis, yaitu: differentiating,
organizing, dan attributing. Sementara itu, evaluasi (evaluate) merupakan proses membuat
penilaian berdasarkan kriteria atau standar serta mencakup proses checking dan critiquing.
Kurikulum 2013 menuntut penguasaan kompetensi keterampilan yang diselaraskan dengan
temuan Jeffrey H. Dyers, et al (2009) dari Harvard University karena diyakini mampu
menghasilkan kreatifitas. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta diselaraskan dengan
keterampilan questioning, associating, experimenting, dan networking menurut Dyers.
2. Disain Pembelajaran Sifat Koligatif
Jika berpedoman kepada KI 3, maka pebelajar kelas XII yang rata-rata berusia 17-18 tahun
seharusnya mendapat pengetahuan berdimensi metakognitif di dalam pembelajaran kimia karena
menurut Kuhn (2000:178) metakognisi telah berkembang pada anak berusia 3 tahun. Hal ini juga
menjadi pertanyaan mendasar mengapa pebelajar kelas X belum diperkenalkan kepada
pengetahuan berdimensi metakognitif.
Pengetahuan metakognitif sesungguhnya suatu pemerolehan pengetahuan tentang proses
kognitif, pengetahuan yang selanjutnya mengatur proses kognitif tersebut. Pengetahuan ini
sesungguhnya menurut Flavell boleh tidak berbeda dengan pengetahuan kognitif. (Livingstone,
2003:2-3). Oleh karena itu tidak mengherankan jika di dalam suatu aktifitas dimensi proses

7
kognitif juga mencerminkan suatu pengetahuan metakognitif. (Anderson dan Krathwohl, eds.,
2001:89-92)
Disain pembelajaran Sifat Koligatif disiapkan untuk KD 3.2 dan 4.2. Tahap pertama yang
harus dilakukan adalah analisis jenjang dimensi pengetahuan, dimensi proses kognisi dan
keterampilan yang harus dikuasai pebelajar pada masing-masing KD melalui aktifitas yang harus
dilakukan di dalam proses belajar mengajar.
Kompetensi Dasar (KD) 3.2 yaitu membedakan sifat koligatif larutan elektrolit dan larutan
nonelektrolit. Kata kerja “membedakan” harus dihubungkan dengan satu dari enam dimensi proses
kognisi. Sementara itu sifat koligatif larutan elektrolit dan non elektrolit tentunya berhubungan
dengan konsep. Kata “membedakan (differentiating)” berhubungan dengan dimensi proses kognisi
analisa (analyze, C4). Pembelajaran KD 3.2 harus berbarengan dengan KD 4.2 yaitu mengolah dan
menganalisis data percobaan untuk membandingkan sifat koligatif larutan elektrolit dengan sifat
koligatif larutan nonelektrolit yang konsentrasinya sama. Kata kerja “mengolah dan menganalisis”
berkaitan dengan analisa (analyze, C4) dan “membandingkan sifat koligatif larutan elektrolit
dengan sifat koligatif larutan nonelektrolit” membutuhkan pengetahuan konseptual. Analisa
(analyze) melibatkan proses kognitif membedakan (differentitating), mengorganisir (organizing),
dan menghubungkan (attributing).
Meskipun dimensi kognisi KD 3.2 adalah analisa, tetapi untuk membuktikan perbedaan
sifat koligatif larutan elektrolit dengan larutan non elektrolit secara kuantitatif diperlukan
pengetahuan prosedural, yaitu penerapan (apply) rumus penurunan titik beku, kenaikan titik didih,
penurunan tekanan uap jenuh, dan tekanan osmosis. Pengetahuan prosedural harus melibatkan
pengetahuan konseptual, misal mengingat (remember) definisi dari masing-masing komponen
penyusun suatu rumus. Oleh karena ada kemungkinan pebelajar melakukan kesalahan untuk
membedakan, mengorganisir, menghubungkan dan menggunakan rumus, maka diperlukan
mengingat kembali serta cara menerapkan pengetahuan metakognitif.
Berdasarkan hasil analisa terhadap kata kerja dan kata benda pada KD 3.2 serta KD 4.2,
maka dapat disusun aktifitas pembelajaran yang nantinya harus tercermin pada disain perencanaan.
Aktifitas pembelajaran yang diperlukan pada KD 3.2 dan 4.2 yaitu:
1. aktifitas yang dimaksudkan untuk membantu pebelajar mendeskriminasikan antara
informasi relevan dan tidak relevan tentang sifat koligatif larutan elektrolit dengan sifat
koligatif larutan nonelektrolit,
2. aktifitas yang dimaksudkan untuk membantu pebelajar mengenali informasi agar dapat
dikumpulkan ke dalam struktur koheren yang tepat.
3. aktifitas yang dimaksudkan untuk membantu pebelajar memastikan penyimpangan dan
nilai informasi yang diperoleh sesuai dengan yang diinginkan guru,
4. aktifitas yang dimaksudkan untuk membantu pebelajar mengingat rumus dengan
komponen penyusunnya yang digunakan untuk membedakan sifat koligatif larutan
elektrolit dan non elektrolit,
5. aktifitas yang dimaksudkan untuk membantu pebelajar menggunakan rumus yang sesuai
untuk menentukan sifat koligatif larutan elektrolit,
6. aktifitas yang dimaksudkan untuk membantu pebelajar memeriksa penggunaan rumus
7. aktifitas yang dimaksudkan untuk membantu pebelajar mengingat kembali strategi
metakognitif, dan
8. aktifitas yang dimaksudkan untuk membantu pebelajar menerapkan strategi metakognitif
yang sesuai.
Berikut ini penempatan KD 3.2 dan 4.2 dan aktifitas pembelajaran di dalam tabel taksonomi.

8
Tabel 3. Hubungan KD 3.2 dan 4.2 dan Aktifitas Pembelajaran Menurut Taksonomi Bloom yang
Direvisi.
Dimensi
Dimensi Proses Kognitif
Pengetahuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mengingat Memahami Menerapkan Menganalisa Mengevaluasi Mencipta
A. Pengetahuan
Faktual
B. Pengetahuan
KD 3.2 dan
Konseptual
Aktifitas 4
4.2
Aktifitas 1-3
C. Pengetahuan
Aktifitas 5
Aktifitas 6
Prosedural
D. Pengetahuan
Aktifitas 7
Aktifitas 8
Metakognitif
Sumber: dimodifikasi dari Anderson dan Krathwohl, eds. (2001:100)
Aktifitas ke-1 berkenaan dengan pengumpulan informasi tentang sejumlah data titik didih,
titik beku, dan tekanan osmosis sejumlah larutan, data interaksi yang terjadi di dalam larutan
elektrolit dan non elektrolit, dan faktor van’t Hoff. Aktifitas ke-2 dan ke-3 berkenaan dengan
klasifikasi faktor-faktor yang berperan mempengaruhi sifat koligatif larutan elektrolit dan yang
membedakannya dengan non elektrolit. Pemahaman konsep dilakukan dengan menggunakan model
mental yang dikaitkan dengan pengaruh kuantitatif yang diberikannya terhadap sifat koligatif
larutan elektrolit.
Membelajarkan KD 3.2 dan 4.2 membutuhkan pengetahuan awal (prior knowledge) berupa
konsep larutan elektrolit dan non elektrolit, konsentrasi larutan elektrolit dan non elektrolit kuat,
serta sifat koligatif dan penyebabnya. Oleh karena itu konsep-konsep tersebut perlu dikenali pada
saat permulaan proses pembelajaran melalui kegiatan appersepsi. Proses penjajakan atau
penyelidikan kemampuan awal perlu dilakukan untuk mengetahui informasi tentang perbedaan
sifat koligatif non elektrolit dan larutan elektrolit. Proses penjajakan atau penyelidikan dapat
dilakukan pada saat kegiatan motivasi melalui pengajuan pertanyaan misal, mengapa larutan garam
memiliki titik didih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan larutan gula meski memiliki
konsentrasi yang sama. Secara sederhana hubungan konsep-konsep yang terlibat pada KD 3.2 dan
4.2 diperlihatkan pada gambar berikut ini.

9
Merujuk kepada Permendikbud No 81A lampiran IV, membelajarkan KD 3.2 dan KD 4.2
melibatkan 5 M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi
(mengassosiasi), dan mengkomunikasikan) pada kegiatan inti. Pada proses mengamati, guru dapat
menampilkan video atau gambar atau wacana yang berkenaan dengan penerapan atau fakta sifat
koligatif larutan elektrolit dan non elektrolit. Agar pebelajar fokus pada pengamatannya, maka guru
dapat menyiapkan lembar observasi yang memuat zat yang digunakan, cara penggunaan, tujuan
penggunaan, dan data lain yang teramati di dalam video atau gambar atau wacana. Melalui
pengamatan yang terstruktur demikian diharapkan muncul pertanyaan dari pebelajar yang pada
gilirannya dapat menjadi pendorong bagi pebelajar untuk mengumpulkan informasi tambahan dari
berbagai sumber. Pada langkah pembelajaran ini guru dapat menampilkan model mental larutan
elektrolit dan non elektrolit serta dilanjutkan dengan simulasi yang menunjukkan perbedaan sifat
koligatif antara larutan elektrolit dan non elektrolit (jika guru memiliki model simulasi).
Pada langkah pembelajaran mengolah informasi, pebelajar diarahkan untuk mampu
menghubungkan informasi yang diperoleh antara level sub mikroskopik, simbolik (rumus) dengan
fakta (informasi yang diamati pada langkah mengamati). Kemampuan ini selanjutnya
dikomunikasikan pebelajar, dapat dilakukan secara individual atau berkelompok, di depan kelas
dalam bentuk sebuah rangkuman. Jika guru menginginkan terjadinya proses transfer (penerapan
pengetahuan prosedural), maka guru dapat mengajukan permasalahan yang penyelesaiannya
memerlukan pemahaman konsep sejenis dengan apa yang telah dipahami pebelajar sebelumnya.
Pada tahap penutup, pebelajar bersama guru menyimpulkan pembelajaran bahwa adanya
perbedaan antara sifat koligatif larutan elektrolit dan non elektrolit disebabkan oleh adanya
perbedaan jumlah gaya antar molekul. Secara kuantitatif, perbedaan tersebut direpresentasikan oleh
adanya faktor van’t Hoff pada larutan elektrolit encer. Tindak lanjut pada pembelajaran ini dapat
berupa pemberian latihan kepada pebelajar, baik soal konseptual maupun algoritmik.
III KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan disain pembelajaran yang berpedoman kepada kurikulum 2013 untuk mata
pelajaran kimia yang diajarkan di kelas XII, maka diperoleh kesimpulan dan saran sebagaimana
berikut ini.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan tentang pelaksanaan pembelajaran
kimia berdasarkan kurikulum 2013 adalah sebagai berikut.
1. Rencana pembelajaran dikembangkan dengan memperhatikan dimensi pengetahuan dan dimensi
proses kognitif yang terkandung di dalam KI dan KD, sebagai contoh pada KD 3.2 dan 4.2
mengandung pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif serta tingkat
analyze (C4) untuk dimensi proses kognitif-nya.
2. Agar pebelajar mampu menguasai konsep yang diajarkan, maka guru harus menyiapkan
aktifitas belajar yang sesuai dengan tuntutan KI dan KD seperti membelajarkan KD 3.2 dan 4.2
memerlukan delapan aktifitas belajar.
3.2 Saran
1. Disain pembelajaran KD 3.2 dan 4.2 yang telah dikembangkan ini masih belum mencerminkan
pelaksanaan rinci pembelajaran di kelas. Oleh karena itu perlu dikembangkan lebih lanjut model
perencanaan yang mampu menggambarkan secara rinci untuk delapan aktifitas belajar yang
diperlukan untuk membelajarkan KD tersebut. Selain itu perlu pula melengkapi perencanaan
dengan lembar kerja siswa, dan bahan ajar yang memuat seluruh urutan aktifitas belajar.
2. Membelajarkan KD 3.2 dan 4.2 melalui delapan aktifitas belajar dapat dilakukan dengan
menerapkan pendekatan saintifik; model interaksi sosial; strategi interaktif; dan metode
pembelajaran kooperatif serta didukung oleh program simulasi PhET (Physic Education
Technology).

10
IV. DAFTAR RUJUKAN
Anderson, L.W.. Krathwohl, D.R.. eds. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing,
a Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman
Chikumbu, T.J.. Makamure, R.. 2000. Module 13: Curriculum Theory , Design and Assessment.
The Commenwealth of Learning. Masvingo.
Dyers,

J.H., Gregersen, H.B., Christensen, C.M.. 2009. The
https://noppa.aalto.fi/noppa/kurssi/tu-91.2045/lisatty9442/TU91_2045_innovators_dna.pdf, diakses 6 April 2014.

Innovator’s

DNA.

Hammond, L.D., Austin, K., Cheung, M., & Martin, D.. Session 9 Thinking About Thinking:
Metacognition,
www.learner.org/courses/learningclassroom/support/09_metacog.pdf.
160. diakses 24 Maret 2014.
Hassard, J.. 2005. The Art of Teaching Science. New York: Oxford University Press.
https://teal.ed.gov/tealGuide/metacognitive. 2010. Metacognitive Processes. diakses 12 April 2014.
Kuhn, D.. 2000. Metacognitive Development. Psychological Science. 9. (5). 178-181
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 54 Tahun 2013.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 65 Tahun 2013.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 81A Tahun 2013.
Module 7: Curriculum Implementation,
http://peoplelearn.homestead.com/ASSESS/Module_7.Implementation.doc, diakses 5
April 2014.
Ricky, D.. Stacy, A.M.. 2000. The Role of Metacognition in Learning Chemistry. Journal of
Chemical Education. 77 (7). 914-919.
https://phet.colorado.edu/en/simulations/category/chemistry