Krisis Utang Amerika Latin serta Respons

Abdullah Faqih 07141132106-UAS PIE

Krisis Utang Amerika Latin 1980an serta Respons Brazil dan Chili dalam Mengatasinya
Periode tahun 1970an sampai 1980an bukanlah tahun yang mudah bagi Amerika Latin.
Periode tahun 1970an-sampai 1980an seperti pembalasan akan perkembangan cepat dan
praktis yang didapatkan oleh negara-negara Amerika latin pada tahun 1970an awal. Negara
negara kawasan latin telah berbenah diri sejak tahun 1960an. berbagai metode dilakukan oleh
negara-negara Amerika Latin untuk memajukan kawasannya. Metode utang menjadi salah
satu cara yang dipilih oleh negara-negara Amerika latin termasuk Brazil dan Argentina. Utang
yang dilakukan Brazil dan negara-negara maerika latin yang lain bertujuan untuk
mengurangi tingkat kemiskinan dan stabilisasi ekonomi (Davlin & Davis, 1995:118). Namun,
ketidak sanggupan mereka untuk mengembalikan utang luar negerinya menjadikan banyak
proyek yang mandeg di tengah jalan dan krisis moneter di kawasan Amerika Latin.
U.S Bank waktu itu berada pada masa puncak karena adanya surplus ekonomi yang
menjadikan U.S Bank membuka pinjaman pada negara-negara berkembang seperti di
kawasan Amerika Latin dan Asia. Amerika Latin menjadi kawasan dengan jumlah hutang
paling besar dan diikuti oleh hampir seluruh negara yang berada di kawasan Amerika Latin
yaiitu Argentina, Brazil, Chile, Kolombia, Meksiko, Peru dan Venezuela yang terus menerus
meningkat 10 kali lipat antara tahun 1970 sampai 1982. Pada awalnya, utang negara
dijadikan sebagai aliran modal yang dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi pada negaranegara Amerika Latin. Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh negara-negara Amerika
Latin rata-rata mencapai 5,6 persen pertahun antara tahun 1973 sampai 1980. Namun, rasio

utang negara-negara Amerika latin mencapai 30 persen dalam pendapatan eksport, setingkat
lebih tinggi daripada standar bank. Beberapa negara berkembang seperti Brazil mempunyai
utang sekira 60 persen pada periode awal 1980an dan meningkat pada karena terjadinya
inflasi internasional, penguatan nilai dolar sebesara 11 persen pada tahun 1981 dan
peningkatan sebesar 17% pada tahun 1982 (Edwards, 1988:4). Melihat keadaan seperti ini,
negara-negara Amerika Latin justru terus melakukan pinjaman. Tingkat utang negara-negara
Amerika Latin meningkat dari yang semula $159 miliar menjadi $327 miliar. Utang
perbankan negara negara amerika latin naik menjadi hampir 30% setiap tahun pada tahun
1970an (Devlin & Davis, 1995:123)
Krisis Utang Amerika Latin pada tahun 1980an diakibatkan oleh problematika sistematis
yang terjadi antara tiga pihak, debitur, Swasta, dan institusi multilateral yang ada (Devlin and

Abdullah Faqih 07141132106-UAS PIE

Davis, 1995:117). Utang yang dimiliki oleh negara-negara Amerika Latin akhirnya tidak bisa
terbendung dan terus membesar. Pergolakan dengan pihak ketiga yaitu institusi multilateral
yang diperankan oleh IMF (International Monetary Fund) dan World Bank, dan U.S Bank.
IMF kemudian ingin negara negara amerika latin membuka pasarnya. Pada intinya pihak
ketiga menginginkan negara-negara debitur untuk membuka pasarnya dan menghapus
halangan pada arus modal pada masyarakat umum. Pada saat pihak institusi multilateral yaitu

salah satunya U.S Bank memberikan Re-scheduling, pihak debitu yaitu negara-negara
Amerika Latin waktu itu mengalami kenaikan pada GDP sebanyak 5.5% pertahun dan
peningkatan pada jumlah ekspor sebanyak 8% tetapi, peningkatan yang terjadi ini hanya
sebuah ilusi lkarena diikuti oleh inflasi internasional setara 12% setiap tahunnya. Sehingga
tingkat inflasi ini menunjukkan tingkat Utang sebenarnya suatu negara yang memiliki utang
luar negeri yang masif. Naiknya harga minyak pada tahun 1973 yang disebabkan oleh
embargo dari negara-negara pengimpor minyak berdampak pada terjadinya resesi ekonomi
pada tahun 1974-75 menjadikan penurunan komoditas pertanian dan mineral dan menjadikan
negara negara berkembang yang bergantung pada komoditas tersebut terberatkan dengan
utang (Devlin & Davis, 1995:121). Resesi yang terjadi sangat parah dan mengakibatkan
penurunan GDP pada negara-negara kawasan tiga tahun berturut-turut (Bertola & Ocampo,
17). Selain itu, Dilaksankannya kebijakan untuk pemberlakuan regulasi makroekonomi
berjalan secara tidak efisiean karena tingginya tarif dan banyaknya regulasi impor serta
campur tangan negara didalamnya (Bertola & Ocampo, 2012:4)
Pada taraf ini, Kondisi krisis yang menghimpit karena utang dari pihak external sudah tidak
bisa menolong lagi, mengakibatkan negara-negara Amerika Latin mau tidak mau harus
mengurangi pengeluarannya (Devlin & Davis, 1995:117). Negara–negara Amerika Latin
mengalami defisit karena utang bank yang tak bisa dikembalikan. Kebijakan inward-looking
oleh pemerintah untuk menambah pengeluaran negara (Konsumsi dan investasi) dengan
mengandalkan pinjaman dari pihak eksternal, yaitu bank menjadi salah satu faktor krisis

utang terjadi. Menanggapi krisis yang ada, akhirnya negara-negara Amerika Latin
mengeluarkan kebijakan moneter kontraktif berupa ekspansi pada skala pembatasan
pengeluaran nasional. Kemudian menerapkan kebijakan fiskal pada negara-negara yang
berbasis pada industri. Selain itu, Pemberlakuan kebijakan fiskal berupa halangan untuk
masuknya pendananaan pihak eksternal menjadi salah satu alasan proses normalisasi krisis
utang sangat riskan.

Abdullah Faqih 07141132106-UAS PIE

Respons Brazil pada permaslahan krisis utang tergolong lambat karena pertimbangan yang
diambil presiden Brazil kala itu masih cenderung protektif. Awal dari usaha untuk merespons
terjadinya krisis utang ini adalah dengan menunjuk Luiz Carlos Bresser Pereira, seorang
pakar ekonomi sekaligus politisi, sebagai menteri luar negeri Brasil pada tahun 1987. Bresser
menyodorkan aspek-aspek pokok dalam memperbaiki ekonomi serta utang yang diderita
Brasil pada saat krisis utang amerika latin tahun 1980an. Program yang disodorkan oleh
Bresser berupa, pelaksanaan program stabilisasi jangka pendek, dengan melakukan konversi
harga barang yang ada dipasar, namun usaha ini juga tidak cukup untuk membendung krisis
utang yang terjadi. kemudian kebijakan lain dari Bresser berupa The Bresser plan efektif
pada bulan juni dan mampun menormalkan kembali ekonomi dengan tetap bertahan pada
minimum macroeconomic balance. Dalam tahap ini Brasil mampu mengembalikan GDP pada

tataran surplus meskipun sedikit dan harus membatasi anggaran untuk melaksanakan
pemerintahan (Pereira, 1999:125-127). Brazil kemudian pada tahun 1994 yaitu dengan
berfokus pada inovasi dan pasar yang berbasis persahabatan dengan negara lain. Kemudian
diberlakukannya reformasi moneter dengan menerapkan indeks baru terhadap nilai tukar
nasional dari uang Brazil (Pereira, 1999:128).

Jika Brazil mengatasi krisis utang dengan melaksanakan “Real Plan”, lain halnya dengan
Chili. Chili yang pada tahun 1982 sudah terkena gelombang neoliberalisasi merespons krisis
utang 1980 dengan menasionalisasi sektor keuangan untuk menghindari krisis bank yang
lebih besar lagi. Kebijakan nasionalisasi sektor keungan diikuti dengan pemberian skema
subsidi bagi debitur. Keputusan untuk mensubsidi debitur merupakan langkah untuk menarik
mata uang asing ke dalam negeri untuk menetapkan kurs tetap. Kebijakan subsidi ini juga
bertujuan untuk mem bail-out bank bank yang bermasalah yang akhinya menghasilkan bail
outnya bank sentral yang berkontribusi besar terhadap defisit anggaran. Selain itu, sistem
nilai tukar yang berbeda juga diterapkan termasuk kurs mengambang. Rencana ini bagi Chili
hanyalah rencana jangka pendek dan akan diganti dengan rencana selanjutnya yaitu
restrukturasi sektor indsutri dan berbagai rencana perbaikan ekonomi makro lainnya
(Countrystudies, t.t).
Referensi :
Devlin, Robert & Davis, Ricardo, F. 1995. The Great Latin American Debt : A Decade of

Assymmetric Adjusment. Revista de Econmia Politica, Volume 15, September 1995

Abdullah Faqih 07141132106-UAS PIE

Nomer 3.

hal 117-141 (pdf) tersedia pada : http://www.rep.org.br/pdf/59-8.pdf.

Diakses pada tanggal 30 Desember 2015

CountryStudies, t.t. The Debt Crisis: Further Reforms and Recovery. (online) Tersedia pada :
http://countrystudies.us/chile/67.htm. Diakses pada tanggal 30 Desember 2015.
Pereira, Luiz, C.B. 1995. A Turning Point in the Debt Crisis Brazil. Revista de Econmia
Politica, Volume 19,

Juni 1999 Nomer 2.

hal 105-130 (pdf) tersedia pada :

http://www.rep.org.br/PDF/74-7.PDF. Diakses pada tanggal 30 Desember 2015

Bertola, Luis & Ocampo, Jose, A. 2012. Learning From Latin America: Debt Crisis, Debt
Rescues

and

When

and

Why

They

Work.

(pdf)

tersedia

pada


http://ilas.sas.ac.uk/sites/default/files/files/filestoredocuments/events/Papers/Bertola_and_Ocampo_paper.pdf Diakses pada tanggal 30
Desember 2015.
Edwards, Sebastian. 1988. “The Debt Crisis and Economic Adjustment in Latin America.
UCLA Working Paper, No.531, November 1988. (pdf). Tersedia pada :
http://www.econ.ucla.edu/workingpapers/wp531.pdf
Desember 2015.

Diakses

pada

tanggal

30