Fenomena Shinju Dalam Masyarakat Jepang

TINJAUAN UMUM TERHADAP SHINJU

2.1

Sejarah Shinju di Jepang
Shinju(心中) merupakan bentuk jisatsu(自殺) yang dilakukan sepasang kekasih
sebagai bentuk kesetiaan cinta, sesuai dengan karakter kanji pada shinju(心中) yakni
kokoro(心) dan naka(中), shinju(心中) berarti dari dalam hati dan kepemilikan hati
(Walsh, 1969: www.japanpsychiatrist.com). Lebra menambahkan bahwa istilah shinju(心
中) secara implisit menunjukkan mogoro(真心) atau ketulusan hati mengorbankan demi
cinta. Shinju(心中) melibatkan sepasang laki-laki dan perempuan yang berkomitmen
untuk melakukan bunuh diri bersama demi cinta. Shinju(心中) merupakan peninggalan
dari sistem feodal dimana pernikahan berdasarkan keinginan dan pilihan sendiri tidak
dibolehkan.

Ikatan

yang

kuat


antar

individu

atas

dasar

cinta

ini

mampu

mengesampingkan perintah ketua ie(家). Menurut Yasuma Takada dalam Lebra (1969:
195-196) menjelaskan penyebab sepasang kekasih melakukan shinju( 心 中 ) sebagai
berikut : (1)Ketidakadaan harapan membawa cinta kedalam penyempurnaan akhir
(pernikahan);(2)Salah satu dari mereka tidak dapat dipisahkan karena cinta yang
nantinya, karena alasan lain, tidak ada pilihan lain selain mati;(3)Keduanya tidak dapat
hidup dengan alasan masing –masing dan memilih untuk mati bersama karena mereka

jatuh cinta;(4)Salah satu dari mereka akan menghadapi kematian yang tak dapat
dihindari, memaksa yang lain untuk mati bersama...”
Dilihat dari empat klarifikasi yang dipaparkan tersebut, inti dari melakukan
shinju(心中)adalah keinginan untuk selalu bersama atas dasar cinta. Keinginan untuk

Universitas Sumatera Utara

tidak dapat dipisahkan tidak hanya pada tujuan akhir yang ingin dicapai, tapi pada cara
dalam melakukan jisatsu(自殺) dalam bentuk ini karena dalam beberapa kasus shinju(心
中) yang ada sebagian besar dari mereka mengikat diri bersama ketika melakukan jisatsu(
自殺).
Shinju(心中) yang sudah ada sejak zaman edo tetap muncul di Jepang dewasa ini
dan mengalami perluasan makna. Dewasa ini, istilah shinju(心中) bukan hanya mengacu
pada jisatsu(自殺)yang dilakukan oleh sepasang kekasih, tetapi juga jisatsu(自殺) yang
melibatkan kematian lebih dari satu orang. Shinju(心中) adalah perbuatan dimana lebih
dari dua orang yang berkomitmen untuk melakukan jisatsu( 自 殺 ) bersama secara
sukarela pada waktu, tempat, dan tujuan yang sama (Ohara,1985: 330-331). Pernyataan
tersebut diperluas dengan mengklarifikasikan shinju(心中) sebagai pembunuhan-bunuh
diri. Yang dimaksud dengan pembunuhan-bunuh diri adalah suatu kasus jisatsu(自殺)
yang dilakukan lebih dari satu orang, dimana salah satu dari korban jisatsu( 自 殺 )

mengalami kematian tanpa keinginan dari diri sendiri untuk mati (Fukushima, 1984: 430431). Ada sebuah contoh kasus di Jepang seorang menteri melakukan bunuh diri,
sementara ayahnya juga menghabisi nyawanya dengan cara yang sama terlebih dahulu.
Mereka yang melakukan bunuh diri, dari cerita yang didapat, dikarenakan mentalnya
yang drop. Merasa bertanggung jawab lantaran tak berhasil, kemudian melakukan bunuh
diri (http://www.tribunnews.com/).
Berdasarkan pendapat tersebut, maka definisi dari istilah shinju(心中) dewasa ini
adalah jisatsu(自殺) yang dilakukan atas perjanjian bersama, membantu seseorang untuk
melakukan jisatsu( 自殺 ) yang diikuti dengan melakukan jisatsu( 自殺) pada dirinya

Universitas Sumatera Utara

sendiri dan sebagai bentuk lain pembunuhan-bunuh diri. Dewasa ini Shinju( 心
中 )mengalami perluasan makna, ini didasari oleh siapa pelaku yang melakukannya.
Bentuk shinju(心中)yang muncul adalah Jyoushi(情死) yaitu jisatsu(自殺) yang
dilakukan oleh sepasang kekasih, Oyako-Shinju (親子心中)yaitu jisatsu(自殺) yang
dilakukan oleh orang tua dan anak, Boshi-Shinju(母子心中)yaitu jisatsu(自殺) yang
dilakukan oleh ibu dan anak, Fushi-Shinju(父子心中)yaitu jisatsu yang dilakukan
oleh ayah dan anak, Ikka-Shinju(一家心中)yaitu jisatsu(自殺) yang dilakukan oleh
satu keluarga, dan terakhir netto jisatsu ( ネ ッ ト 自 殺 ) yaitu jisatsu( 自 殺 ) yang
dilakukan bersama-sama dengan internet sebagai medianya.

2.2

Penyebab Terjadinya Shinju
Seperti yang kita ketahui fenomena bunuh diri di Jepang bukanlah hal yang baru
karena pada dasarnya bunuh diri merupakan kebudayaan masyarakat Jepang yang telah
ada sejak lama dan tidak dianggap sebagai hal yang tabu, begitu pula Shinju(心中).
Dewasa ini Shinju(心中)sendiri telah berkembang tidak hanya dilakukan oleh pasangan
kekasih atau orang-orang yang memiliki hubungan darah, tetapi juga orang-orang dengan
tujuan yang sama pun dapat melakukan bunuh diri bersama. Hal ini didorong oleh
beberapa faktor, diantaranya:

2.2.1 Faktor Ekonomi
Selama tahun 1960-an hingga1980-an,Jepang mengalami kemajuan yang amat pesat
dalam bidang ekonomi yang berarti tersedianya banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat pada
saat itu. Dapat dikatakan hal ini merupakan sebuah keajaiban bagi perekonomian Jepang dan
banyak masyarakat yang puas dengan situasi tersebut. Namun pada tahun 1990-an Jepang

Universitas Sumatera Utara

mengalami keruntuh ekonomi terbesar dalam sejarah. Para ahli ekonomi saat ini menyebut

peristiwa tersebut dengan istilah“Lost Decade” yang berarti keruntuhan masa kejayaan ekonomi
Jepang atau krisis ekonomi, yang mengakibatkan hilangnya banyaklapangan pekerjaan bagi
karyawan biasa. J. Sean Curtin, seorang penulis dari Asia Times, menyatakan bahwa, "... faktor
ekonomi secara dominan memberi kontribusi pada krisis bunuh diri saat ini termasuk
kebangkrutan besar-besaran yang menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran, iklim
bisnis menjadi lesu, akumulasi hutang, pendapatan yang lebih rendah , hukum yang tidak
memadai bagi penanggulangan kebangkrutan, stagnasi ekonomi yang berkepanjangan, pasar
pinjaman keuangan tidak diatur dan restrukturisasi perusahaan ...”
Kemerosotan ekonomi ini menjadi pukulan keras bagi para pekerja. Banyak dari mereka
menjadi pengangguran dan tidak mampu membayar hutang kepada rentenir yang kemudian
memunculkan ide bahwa satu-satunya jalan untuk mengakhiri tekanan dan kesengsaraantersebut
adalah dengan cara mengakhiri hidup mereka secara bersama-sama. Curtin terus menyatakan
bahwa, "Meskipun perekonomian Jepang telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan ternyata
kabar baik tersebut belum mampu menyentuh kehidupan kelas pekerja Jepang. Mereka tetap
melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari gedung, melemparkan diri di depan kereta api,
secara berbondong-bondong, bahkan gantung diri". Pada awal abad ke-21, Jepang perlahan-lahan
pulih dan menjadi salah satu negara pertama yang membangun pembangkit tenaga listrik pada
pertengahan tahun 1980-an. Namun karena peningkatan ini berjalan lambat, banyak masyarakat
yang belum merasakan efeknya dan masih menganggap bunuh diri sebagai satu-satunya
carauntuk membebaskan diri dari masalah mereka.

Banyak orang percaya bahwa sejak terjadinya keruntuhan ekonomi yang menjadi bagian
sejarah terbesar bagi Jepang tersebut juga menjadi penyebab utama dari tingginya tingkat bunuh

Universitas Sumatera Utara

diri dalam masyarakat.Pada dasarnya hal ini tidaklah benar, meskipun ekonomi menjadi salah
satu faktor penyebab bunuh diri namun hal tersebut bukanlah alasan sebenarnya, melainkan ada
faktor penyebab lain yang memicu terjadinya hal tersebut baik secara langsung maupun yang
menjadi faktor pendukung.

2.2.2 Faktor Kondisi Kesehatan atau Fisik
Selain dari faktor ekonomi, faktor kondisi kesehatan atau fisik juga merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya masalah Jisatsu(自殺)atau shinju(心中)
di Jepang. Kondisi fisik atau tubuh yang lemah, sakit atau menderita luka juga
menyebabkan seseorang menjadi stres dan depresi karena tidak dapat melakukan rutinitas
seperti orang dalam keadaan normal. Selain itu, bagi beberapa orang yang menderita
penyakit yang tak kunjung sembuh, juga akhirnya mengambil tindakan untuk bunuh diri.
Pada umumnya kondisi ini dialami oleh kaum lansia. Banyak ditemukan para lansia yang
menjadi pelaku Jisatsu(自殺)dengan motif kesehatan. Hal ini tidaklah mengherankan
mengingat Jepang adalah negara dengan populasi lansia terbanyak jika dibandingkan

dengan jumlah generasi mudanya. Menurut penelitian U.S. Census Bureau (Internasional
Data Base) dan Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan pada tahun 2008 jumlah lansia
Jepang mencapai seperlima dari populasi dan rata-rata harapan hidup orang Jepang
meningkat pula, yaitu menjadi 82 tahun dibandingkan dengan tahun 1947 yang hanya
mencapai 50 tahun. Pemerintah Jepang sendiri menyadari proporsi penduduk berusia 65
tahun diprediksi mencapai 40 persen pada 2060 jika tidak segera ditemui jalan keluar. Ini
menyebabkan makin meningkatnya biaya kesejahteraan dan perawatan yang harus
diberikan pemerintah kepada lansia padahal biaya kesejahteraan itu diambil dari pajak

Universitas Sumatera Utara

penghasilan masyarakat Jepang, namun berkurangnya tenaga muda yang bekerja
menyebabkan berkurangnya pajak penghasilan yang didapat. Akhirnya mereka yang
tidak memiliki cukup biaya untuk menunjang kehidupan dan kesehatannya memilih
bunuh diri.

2.2.3 Faktor Mental atau Permasalahan Individu
Beberapa gangguan

mental seperti gangguan bipolar dan skizofrenia


menyebabkan seseorang memiliki dorongan yang lebih kuat untuk bunuh diri.Pada
beberapa kasus pasien kejiwaan, seorang penderita schizhophrenia yang selalu merasa
bahwa mereka mendengar suara-suara atau melihat seseorang yang selalu memerintah
dirinya untuk membunuh dirinya sendiri, atau penderita manic dimana si pasien merasa
bahwa dia dapat terbang lalu loncat dari gedung tinggi yang pada akhirnya menyebabkan
kematian, juga pada anak-anak, dimana mereka kerap kali melakukan hal-hal berbahaya
yang tidak disadari akibatnya dapat menyebabkan kematian.

2.2.4 Melemahnya Interaksi Sosial (Fureai)
Setelah Perang Dunia II Jepang mengalami modernisasi besar-besaran terutama
dalam bidang ekonomi dan sosial. Industrialisasi berkembang sangat pesat yang
kemudian mengubah Jepang menjadi negara industri. Kemajuan di bidang ekonomi ini
turut mempengaruhi terjadinya perubahan sosial, berbeda dengan modernisasi yang
terjadi sebelum perang dunia kedua demi kepentingan negara, modernisasi setelah perang
dunia kedua adalah demi kepentingan individu. DampaknyaMasyarakat Jepang saat ini
menghabiskan seluruh waktunya ditempat kerja menyebabkan mereka apatis terhadap

Universitas Sumatera Utara


orang-orang dilingkungan tempat tinggalnya. Kesibukan tersebut akhirnya menyebabkan
para tetangga yang rumahnya berdekatan tidak lagi sering saling menyapa. Selain itu sifat
masyarakat Jepang yang cenderung tertutup menyebabkan mereka tidak ingin
mencampuri urusan orang lain dan sebaliknya tidak ingin urusannya dicampuri. Menurut
sebuah survei yang dikutip penyiaran TBS menyatakan 70 persen penduduk Jepang tidak
menginginkan tetangga untuk masuk dalam kehidupan mereka. Ini mengindikasikan
meskipun terjadi interaksi antar tetangga hanya berupa ucapan salam dan obrolan ringan
saja.
Berdasarkan survei nilai dunia yang dilakukan oleh Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) yang meminta para responden memberitahu
tentang kontak sosial mereka didapati bahwa Jepang merupakan salah satu negara paling
kesepian di dunia. Orang Jepang tampaknya memiliki paling sedikit kontak sosial
dengan teman-teman, rekan kerja, dan kenalannya bahkan keluarga tidak dapat lagi
menjadi tempat untuk berkeluh kesah ketika ada masalah. Karenanya masyarakat Jepang
cenderung individualis dan merasa hidup nyaman tanpa harus berinteraksi dengan
banyak orang. Akhirnya ketika masalah tersebut tidak mampu diselesaikan dan
menganggap tidak ada lagi yang mampu menolong maka mereka menganggap bunuh
diri sebagai penyelesaian terbaik.

2.2.5 Persaingan yang Ketat

Jepang adalah negara maju dengan tingkat persaingan yang sangat ketat. Didalam
dunia kerja Para pekerja di Jepang secara tradisional maupun struktural didorong untuk

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan pendapatan dengan bekerja lembur. Perusahaan tidak memaksa pegawai
bekerja lebih panjang, akan tetapi pegawai secara sukarela melakukannya demi prestasi.
Mereka secara sukarela harus bekerja lebih lama, baik untuk prestasi atau meraih
pendapatan lebih tinggi karena dalam budaya kerja masyarakat Jepang kenaikan pangkat
dinilai berdasarkan prestasi kerja.Bahkan masyarakat Jepang lebih mementingkan
pekerjaannya daripada kehidupan sosial.
Persaingan ini juga terjadi didunia pendidikan. Penekanan terhadap pentingnya
mendapat sekolah yang bagus menciptakan suatu tekanan bagi orang tua terutama sang
anak, agar dapat memasukkan anak ke sekolah yang bagus dan mendapat riwayat
pendidikan yang baik diperlukan biaya yang besar sehingga banyak keluarga dengan
ayah dan ibu harus bekerja demi memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Bagi sang anak,
tekanan dari orang tua dan lingkungan yang sangat mementingkan riwayat pendidikan
kemudian menciptakan suatu istilah lain yang disebut neraka ujian.
Tekanan-tekanan sosial inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya shinju(心中)di zaman modern saat ini.


2.2.6 Budaya Malu di Jepang
Malu merupakan salah satu bentuk dari emosi manusia yaitu suatu kondisi yang
dialami manusia akibat sebuah tindakan yang dilakukannya dimana tindakan tersebut
bertentangan dengan peraturan atau norma-norma yang berlaku di masyarakat sehingga
dia ingin menutupinya. Penyandang rasa malu secara alami ingin menyembunyikan diri
dari orang lain karena perasaan tidak nyaman jika perasaannya diketahui oleh orang lain.
Dari pengertian di atas budaya malu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam

Universitas Sumatera Utara

kehidupan manusia dalam bermasyarakat karena rasa malu adalah kontrol alami manusia
agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, aturan atau normanorma yang berlaku dikehidupan masyarakat.
Budaya malu sangat erat kaitannya dengan kemajuan suatu peradapan
masyarakat, tingginya budaya malu di suatu kelompok masyarakat akan meningkatkan
keberadapan masyrakat itu. Budaya malu akan membuat kehidupan lebih tertata
sehingga energi positif akan membuat aspek-aspek kehidupan akan berjalan dengan baik
dan pada akhirnya akan menciptakan kehidupan yang sejahtera dan damai.
Jepang merupakan salah satu negara di dunia yang masih memiliki budaya malu
yang sangat tinggi.Banyak tindakan yang dibatasi budaya malu di Jepang.Ada 3 alasan
budaya malu dianggap sebagai budaya Jepang. Pertama, banyak orang Jepang takut
membuat kesalahan dan berbeda dengan orang lain. Sebenarnya, mahasiswa Jepang
tidak bisa mengekspresikan dirinya dengan mahasiswa asing, karena mereka takut
membuat kesalahan. Oleh karena itu, ketika mahasiswa Jepang belajar di luar negeri,
mereka akan terkejut dengan sikap positif dari mahasiswa asing. Kedua, Sejarah malu
sangat mendalam.Jepang memiliki budaya malu ini sejak zaman Samurai.Dalam era ini,
ketika orang merasa malu, mereka bahkan melakukan bunuh diri.Bunuh diri pada jaman
samurai tersebut di kenal dengan istilah Seppuku(切腹) atau hara-kiri.Jepang memiliki
budaya yang sangat ekstrim oleh karena itu sulit untuk mengahapus budaya ini di saat
sekarang.Sekarang, budaya malu berhubungan dengan bunuh diri.Terakhir, banyak
orang Jepang tidak mengatakan pikiran mereka karena malu. Kadang-kadang mereka
mengatakan kata-kata yang berlawanan dari apa yang mereka pikirkan. Malu membuat
komukasi menjadi buruk.

Universitas Sumatera Utara

2.3

Cara Melakukan Shinju
Shinju(心中)merupakan bentuk bunuh diri yang berbeda dari lainnya karena
dilakukan oleh dua orang atau lebih. Cara melakukan Shinju(心中)ini ada beberapa
macam, diantaranya:

2.3.1 Gantung diri
Awalnya gantung diri adalah bentuk hukuman yang sudah ada sejak zaman
romawi. Seutas tali akan diikatkan pada sebuah tiang gantungan, dan ujung tali yang
satunya disimpulkan dan diikat ke leher target. Kemudian dasar pijakan target akan
dilepaskan sehingga target akan mati tergantung. Cara ini kemudian lazim digunakan dan
menjadi salah satu bentuk jisatsu atau shinju. Kematian terjadi karena dua sebab, pertama
jisatsusha (自殺者) yang terikat lehernya dengan tanpa pijakan (posisi tergantung) akan
mematahkan leher karena berat tubuhnya tertarik oleh gravitasi. Kedua, meskipun leher
jisatsusha(自殺者)tidak patah, tetapi tercekiknya leher menyebabkan sesak nafas dan
pada akhirnya menyebabkan kematian.
2.3.1 Meracunin Diri Sendiri
Meracunin diri sendiri dapat dilakukan dengan berbagai contohnya saja dicampurkan ke
dalam makanan, minuman atau di hirup melalui udara.Kasus yang relatif jarang terjadi adalah
bunuh diri yang dilakukan secara berkelompok, tiga, empat atau bahkan lima orang sekaligus.
Waktu yang biasanya dipilih adalah pada saat musim dingin, dengan cara mengurung diri di
dalam mobil yang sudah dihubungkannya dengan knalpot, atau kadang ditambah membakar

Universitas Sumatera Utara

arang untuk menguras O2. Pelaku biasannya meminum obat tidur sebelumnya. Dari berbagai
kasus yang terungkap, pelaku umum tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya dan
“persahabatan” dijalin lewat internet dan sepakat untuk melakukan tindakan jisatsu ini bersama
sama karena merasa senasib
2.3.2 Loncat dari Gedung
Melompat dari sebuah gedung adalah salah satu cara melakukan Jisatsu(自殺).Rasanya
sudah tak asing bila mendengar berita kasus bunuh diri dengan cara melompat dari gedung yg
tinggi.Hal ini dilakukan dikarena caranya yang simple dan tidak sulit.Jika membahas tentang
bunuh diri melompat dari gedung, biasanya pelaku adalah orang yang sudah berusia dewasa
atau remaja.Namun yang membuat terkejut, ketika kasus bunuh diri sudah menjangkau murid
Sekolah Dasar.Dua orang siswi SD di Tokyo nekat bunuh diri dengan cara melompat bersama
dari gedung apartemen lantai tujuh. Pelaku yang dirahasiakan identitasnya itu berusia 11 dan 12
tahun. Keduanya diduga kuat melakukan bunuh diri setelah meninggalkan sepatu yang
dijajarkan di apartemen salah satu siswi. Dalam sepatu itu, ada pesan sebelum kematian mereka.
“Pesan itu ditujukan untuk kedua orang tua mereka. Itu personal,” ujar juru bicara kepolisian.
Pesan tersebut memang tidak dipublikasikan karena bersifat sangat pribadi dan akan digunakan
sebagai bukti penyelidikan.
Pihak sekolah mengaku kaget dengan peristiwa tersebut, karena kedua siswi yang
melakukan bunuh diri dinilai tak memiliki masalah di sekolah. Mereka juga bukan korban
intimidasi teman-temannya atau yang seperti itu.
“Mereka berada di kelas yang sama dan keduanya baik dengan siswa lain,” ujar seorang
perwakilan sekolah. “Mereka juga tidak menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran terhadap
sesuatu hal,” ujar teman sekelas korban.

Universitas Sumatera Utara

Warga Jepang sendiri, yang sudah terbiasa dengan kasus bunuh diri merasa shock
dengan peristiwa ini. “Bagaimana saya mengomentari kejadian ini? Saya kehilangan kata-kata,”
ujar salah seorang warga.
Pihak kepolisian dan para warga masih bingung dengan peristiwa ini, bagaimana
seorang anak bisa memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Sementara
itu WHO mencatat bahwa di tahun ini saja, sudah terjadi 29.442 kasus bunuh diri di Jepang.

2.3.2 Menabrakkan Diri ke Kereta Api
Menabrak diri ke kereta yang sedang melaju merupakan salah satu cara untuk
melakukan shinju(心中). Tetapi cara ini sudah jarang dilakukan oleh jisatsusha(自殺者). Untuk
kasus menabrakkan diri ke kereta api yang sedang melaju di jalurnya, jalur kereta api Chuo
(Chuo Line) di Tokyo merupakan jalur kereta yang banyak di pilih.

Alasan kenapa jalur chuo (Chuo Line) banyak dipiliholeh jisatsusha(自殺者) adalah
karena jadwal kereta cepatnya yang padat dan banyak sehingga memudahkan jisatsusha(自殺者
) untuk melakukan bunuh diri.

2.4

Bentuk-bentuk Shinju
Adapun bentuk-bentuk shinju( 心中) dikelompokkan berdasarkan orang yang

melakukan shinju tersebut, yaitu:
2.4.1 Jyoushi (情死)

Universitas Sumatera Utara

Jyoushi (情死)memiliki arti dan bentuk yang sama dengan shinju (心中) hanya
saja jyoushi(情死)tidak lagi memiliki nilai yang sama dengan shinju(心中). Kasus shinju(
心中) pada zaman feodal sudah mulai berkurang sejak campur tangan keluarga dalam
urusan pernikahan tidak lagi ada, dan kasus jyoushi ( 情 死 )yang terjadi dewasa ini
biasanya bukan lagi berdasarkan alasan pertentangan pernikahan dan tidak bisa
menyatunya cinta.Pada masa ini, apapun motifnya, selama kedua pelaku yang melakukan
jisatsu(自殺) adalah sepasang kekasih, maka kasus tersebut akan disebut sebagai jyoushi
(情死). Inamura menjelaskan bahwa pada tahun 1993, kasus jyoushi (情死) hanya 1,6%
dari keseluruhan kasus jisatsu(自殺) yang ada. Kasus bunuh diri semacam ini tidak
banyak lagi terjadi jika dibandingkan yang lainnya
2.4.2 Boshi-Shinju(母子心中)dan Fushi-Shinju(夫子心中)
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, jisatsu(自殺) jenis ini disebut sebagai
pembunuhan-bunuh dirikarena tidak semua korban jisatsu( 自 殺 ) jenis ini memang
menginginkan kematian. Hanya saja, yang membedakan shinju( 心 中 ) dengan
pembunuhan jisatsu(自殺) adalah, pada kasus shinju(心中), para korban memiliki ikatan
emosional yang kuat, seperti ayah pada anak, ibu pada anak, dan lain sebagainya. Sang
anak pada kasus ini biasa disebut korban karena biasanya sang anak dibunuh dulu oleh
ibu atauayahnya tanpa diketahui apakah ia memang menginginkan kematian, setelah
anaknya dipastikan meninggal, baru sang ibu atau ayah melakukan jisatsu(自殺). Ada
perbedaan yang cukup jelas antara boshi-shinju(母子心中) dan fushi-shinju (父子心中).
Ohara mengatakan bahwa pada kasus boshi-shinju (母子心), kebanyakan darianak-anak
yang dijadikan korban adalah anak-anak yang masih dibawah usia sekolah (kurang dari

Universitas Sumatera Utara

sepuluh tahun), dan sang ibu yang melakukan shinju(心中) tipe ini ada dalam rentang
usia 20 sampai 30 tahun. Sedangkan menurut Inamura (1977-1993), pada kasus fushishinju (父子心中), usiaanak-anak yang dijadikan korban berusia lebih tua daripada usia
anak-anak korban boshi-shinju (母子心中), dan sang ayah yang melakukan shinju(心中)
berusia diatas 30 tahun.Adanya perbedaan pada boshi-shinju (母子心中) danfushi-shinju
(父子心中) terletak pada latar belakang sang ibu atau ayah untuk melakukan jisatsu (自
殺). Pada boshi-shinju(母子心中), alasan ibu melakukan jisatsu(自殺) adalah karena
ketidaksanggupan menghadapi konflik keluarga dan atau gangguan kejiwaan karena
ketidaksiapanuntuk berumah tangga. Sedangkan pada fushi-shinju ( 父子心中), yang
menjadi alasan sang ayah untuk melakukan jisatsu(自殺) biasanya adalah alasan ekonomi
dan atau gangguan kesehatan. Ketidaksanggupan ibu atau ayah untuk mengatasi konflik
dan masalah dalam berumah tangga, atau munculnya perasaan ketidaksiapan berumah
tangga dapat dikatakan sebagai akibat kurangnya interaksi pelaku dengan keluarga masa
kecilnya. Seperti yang diungkapkan oleh Robert Firestone, jisatsu( 自 殺 ) dapat
disebabkan dari masa kecil yang tidak memberikan rasa aman, kurangnya proteksi sosial
dari orang tua, dan dibesarkan dalam lingkungan yang tidak seimbang secara psikologis,
sehingga membunuh keyakinan sang anak akan kemampuannya menghadapi dunia.
Robert juga menambahkan bahwa kesulitan untuk berintegrasi bahkan dengan anggota
keluarga sendiri diikuti dengan semakin besarnya tekanan lingkungan yang dialami,
menguatkan perasaan ketidakmampuan untuk menjalani hidup.
2.4.3 Oyako-Shinju(親子心中)danIkka-Shinju(一家心中)

Universitas Sumatera Utara

Oyako-shinju (親子心中) dan ikka-shinju (一家心中) merupakan bentuk lain
dari shinju(心中) di masa modern. Sama seperti Boshi-Shinju(母子心中) dan Fushishinju( 夫 子 心 中 )pada shinju( 心 中 )jenis ini pun anak-anak tetap dianggap sebagai
korban. Bedanya oyaku-shinju (親子心中)dilakukan oleh orang tua dan anak-anaknya
tetapi belum tentu semua anggota keluarga ikut serta, sedangkan ikka-shinju(一家心中
)dilakukan oleh semua anggota keluarga.
Salah satu contoh dari kasus ikka-shinju( 一 家 心 中 )tersebut adalah, Satu
keluarga Jepang terdiri dari ibu dan dua anak lelakinya, bunuh diri bersama.Dua orang
bunuh diri di dalam mobil dan seorang lagi gantung diri di pohon besar yang ada di dekat
mobil yang diparkir tersebut. “Sekitar jam 18.30 tanggal 19 November lalu di
Izumo Perfektur Shimane, tiga anggota keluarga diduga bunuh diri bersama-sama," kata
sumber Tribunnews.com, Senin (21/11/2016).Seorang lelaki yang sedang jalan-jalan
bersama anjingnya menemukan seorang lelaki gantung diri di pohon besar dan dua orang
lagi ditemukan di dalam mobil mereka.Dua penumpang di dalam mobil di dekat sebuah
padang rumput, adalah ibu keluarga tersebut Namiko Akiyoshi (96) dan adiknya Tadao
Akiyoshi (65).Sedangkan yang gantung diri di pohon adalah kakaknya, Higuchi Akiyoshi
(69).Dua penumpang dengan mesin mobil menyala terus saat ditemukan dan penumpang
telah meninggal dunia saat ditemukan polisi. Ketiganya dinyatakan meniggal dunia
setelah dibawa ke rumah sakit.Belum diketahui penyebab bunuh diri satu keluarga
tersebut dan polisi masih terus menyelidiki kasus itu sampai hari ini.Lokasi penemuan
adalah sekitar 2,5 kilometer dari kuil Izumo di Perfektur Shimane Jepang.
2.4.3 Netto Jisatsu(ネット自殺)

Universitas Sumatera Utara

Menurut Badan Kepolisian Nasional Jepang, jisatsu( 自 殺 )bersama melalui
internet ini mulai merebak di Jepang pada tahun 1900 dan angka kasus ini terus
meningkat sekitar 7% setiap tahunnya.Meskipun angka kasus tersebut masih terbilang
kecil, BBC Tokyomelaporkan bahwa dalam hitungan tahun, jumlah situs jisatsu(自殺)
yang bermunculan sudah mencapai angka puluhan.Para pelaku netto jisatsu(ネット自殺
)ini biasanya memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup tetapi takut untuk melakukan
sendiriankarena itu mereka mencari orang-orang yang memiliki keinginan yang sama
untuk kemudian membuat janji pertemuan untuk membicarakan, merencanakan, dan
melakukan jisatsu( 自 殺 ) secara bersama-sama dengan situs internet sebagai media
pertemuan. Situs jisatsu(自殺) ini menawarkan berbagai cara dan nasihat bagi mereka
yang ingin melakukan jisatsu(自殺) serta menyediakan fasilitas bagi para jisatsusha(自
殺者) untuk saling berbagi pendapat, perasaan serta memberikan berbagai pilihan kalimat
kematian sebagai surat wasiat. Meskipun diantara pelaku netto jisatsu (ネット自殺)
tidak ada hubungan sebelumnya, ikatan emosi terbentuk karena adanya perasaan
kebersamaan diantara pelaku. Adanya perasaan kebersamaan inilah yang membuat netto
jisatsu(ネット自殺) dapat diklasifikasikan sebagai shinju( 心中) pada masa modern
dalam bentuk yang berbeda.
Data kepolisian Jepang per 1 Januari 2014 memperlihatkan jumlah orang yang
melakukan jisatsu ( 自 殺 ) perhari mencapai 75 orang.Jumlah bunuh diri tetap banyak dan
bahkan dengan situs internet bunuh diri bersama, menjadikan beberapa orang Jepangberani
melakukan bunuh diri di beberapa tempat di Jepang.

Universitas Sumatera Utara

"Polisi Shimane menemukan seorang wanita dan pria bunuh diri bersamaan setelah bertemu di
situs internet," papar sumber kepolisian kepada Tribunnews.com pagi ini (4/5/2015).Kejadiannya
2 April tahun lalu, ungkapnya, di sebuah rumah kosong di kota Matsue perfektur
Shimane Jepang.Dua

orang

ditemukan

di

dalam

rumah

kosong

tersebut.

Namun satu orang wanita usia 18 tahun, pelajar akademi di Nagoya telah ditemukan meninggal
dan satu lelaki dalam keadaan pingsan. Beruntunglah yang lelaki dapat diselamatkan pihak
rumah sakit setempat setelah keduanya berusaha bunuh diri dengan membakar batu bara lalu
menghisap uap bakaran di dalam kamar tertutup rapat.
"Kami memang akan bunuh diri dan dia sudah mengatakan kepada saya agar membunuhnya,"
papar Mizuki Okada, lelaki yang mencoba bunuh diri tetapi berhasil diselamatkan, bercerita
kepada polisi dan berada dalam tahanan dengan tuduhan pembunuhan.Sehari sebelum bunuh
diri, sang gadis memberitahukan ibunya bahwa dia meninggalkan rumahnya di Nagoya karena
ingin bertemu seseorang yang dikenalnya lewat internet. Lalu pada detik terakhir sebelum bunuh
diri sang gadis memberitahukan ibunya bahwa dia akan bunuh diri dengan seorang lelaki di
Shimane.Ibunya langsung pergi ke tempat yang diberitahukan putrinya, melaporkan kepada
polisi dan polisi akhirnya mendobrak rumah kosong tersebut dan menemukan sang gadis telah
meninggal dunia dalam keadaan duduk.
Rumah kosong tersebut adalah milik kakek Mizuki Okada, yang dituduh pembunuhan dengan
sengaja.Namun banyak pihak di Jepang mempertanyakan tuduhan pembunuhan tersebut karena
dia pun juga sempat mau bunuh diri dan ditemukan pingsan pula.
Ketika menceritakan kasus sang gadis, Okada menekankan bahwa sang gadis sebenarnya
telah terluka dan cacat di beberapa bagian tubuhnya sehingga tidak mampu bekerja lagi, ia
mengalami stres berat

lalu

ingin bunuh diri bahkan

meminta untuk

dibunuh.Okada

Universitas Sumatera Utara

menemukannya di internet, berkomunikasi dan Okada memberikan simpati kepadanya sehingga
akhirnya bertemu dan berjanji untuk bunuh diri bersama.Apabila terbukti Okada membunuh
maka dia akan diganjar hukuman penjara antara 6 bulan sampai dengan 7 tahun penjara. Namun
sampai kini belum diketahui kelanjutannya karena masih banyak pro dan kontra mengenai diri
Okada, karena dia pun sebenarnya juga mau bunuh diri saat ini dan sudah dalam keadaan
pingsan.
Data kepolisian juga memperlihatkan saat ini penyebab paling banyak bunuh
diri di Jepang justru karena alasan kesehatan.Barulah alasan kedua terbesar karena stres tak
punya uang atau terlibat hutang besar.Lalu masalah keluarga, dan masalah pekerjaan. Dua per
tiga yang bunuh diri adalah lelaki

2.5

Makna Kematian dalam Kehidupan Masyakat Jepang
Mati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berarti sudah hilang nyawa
atau tidak hidup lagi. Mati berarti terpisahnya ruh dengan raga. Di Jepang, yang mana
jisatsu(自殺)telah menjadi fenomena sosial, pertanyaan berupa mengapa orang Jepang
tidak takut untuk mati sehingga berani untuk melakukan jisatsu(自殺) dapat di jelaskan
dengan melihat makna tentang kematian tersebut. Makna kematian tentu akan dikaitkan
dengan sudut pandang agama atau kepercayaan. Di Jepang, jumlah penduduk beragama
lebih besar daripada jumlah penduduk Jepangnya sendiri. Departemen penduduk jepang
pada tahun 2006 menyebutkan dari selitar 127 juta penduduk Jepang yang ada, pengikut
agama Shinto(神道) adalah 106,6 juta, Buddha 95,7 juta, Kristen 1,4 juta, dan agama
lainnya sebesar 10,8 juta. Data tersebut menggambarkan keadaan kehidupan agama
masyarakat Jepang yang sekuler. Agama tidak dipandang sebagai

landasan hidup,

Universitas Sumatera Utara

negara pun memisahkan urusan dengan urusan agama. Maksudnya, negara tidak
mencantumkan agama dalam tanda pengenal penduduk atau surat resmi lainnya, dalam
bidang pendidikan pun agama tidak dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran. Agama
merupakan suatu bentuk kebudayaan bagi masyarakat Jepang.
Orang Jepang tidak memilki kepercayaan terhadap Tuhan, melainkan percaya
kepada dewa-dewa. Kepercayaan masyarakat Jepang ini timbul dari rasa syukur mereka
terhadap alamnya yang diturunkan dari masyarakat Jepang kuno yang menyembah dan
memuja alam semesta. Maka dari itu, masyarakat Jepang lebih tepat di sebut dengan
negara religi, bukan negara agama, karena istilah agama dan religi memiliki pengertian
yang jelas berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama memiliki arti sistem,
kepercayaan terhadap Tuhan, dengan ajaran kebaktian, doktrin, dan kewajiban-kewajiban
yang bertalian, sedangkan religi adalah kepercayaan akan adanya kekuatan lain diatas
manusia; magis (dinamisme, animesme, dan lain sebagainya). Hal tersebut dibuktikan
dengan keadaan

kehidupan beragama masyarakat Jepang yang sekuler, maka dapat

dikatakan bahwa agama yang mereka anut tidak memiliki sistem yang mengikat mereka
untuk melakukan doktrin ataupun kewajiban beragama mereka. Dengan contoh,
kebanyakan dari orang Jepang merayakan pernikan atau kelahiran di kuil Shinto(神道
)sedangkan para pemuda Jepang dewasa ini melangsungkan pernikahan mereka di gereja.
namun untuk upacara kematian, orang Jepang menggunakan upacara Buddha. Orang
Jepang juga memiliki kepercayaan terhadap dewa-dewa yang menghuni alam ini dan
leluhur yang akan menjadi kamisama(神様) serta mengunjungi kuil-kuil untuk memohon
keselamatan, kesehatan, dan lain sebagainya.
Dengan menginterpretasikan fungsi agama oleh masyarakat Jepang yang berbeda,

Universitas Sumatera Utara

maka makna kematian pun akan berbeda. Oleh karena itu, makna kematian di mata
masyarakat Jepang dilihat berdasarkan dua agama besar di Jepang yaitu Shinto(神道)
dan Buddha.

2.5.1 Makna Kematian dalam Shinto
Shinto(神道) memiliki arti “jalan dewa” dan hasil dari perkembangan masyarakat
Jepang kuno yang menyembah alam semesta, karena itu shinto(神道)disebut sebagai
agama asli Jepang. Kami(神) adalah objek pemujaan dalam ajaran shinto(神道)dan yang
dimaksud dengan kami(神) adalah jiwa atau roh yang disucikan, yang dihormati, dan
dimuliakan. Kami(神) memiliki dua konsep, yaitu shizengami(自然神) dan jinkakukami(
人格神). Shinzengami(自然神)adalah dewa-dewa alam. Dipercaya semua hal yaitu;
fenomena alam seperti petir, hujan, angin; benda-benda alam seperti bulan, matahari,
batu, pohon, dan sungai; serta hewan-hewan memiliki jiwa atau dewa bersemayam.
Sedangkan yang kedua,jinkakugami(自然神), adalah kami(神) yang memiliki
karakter manusia. Dan yang paling dihormati sebagai kami( 神 ) adalah amaterasu
omikami atau dewi matahari yang dipercaya sebagai nenek moyang dan cikal bakal para
kaisar jepang. Yang juga dihormati seperti kami(神) tidak hanya leluhur atau jiwa orangorang hebat seperti; roh penjaga tanah leluhur; para pahlawan yang berjasa bagi
peradaban;

kebudayaan;

dan

kesejahteraan

manusia,

serta

orang-orang

yang

mengobankan dirinya demi kepentingan komunitas; tetapi bahkan orang-orang lemah dan
mati menyedihkan pun dapat menjadi kami( 神 ). Mereka dihormati seperti kami( 神
)karena menurut kepercayaan kuno di Jepang, bahwa orang-orang yang sudah mati akan

Universitas Sumatera Utara

melanjutkan hidupnya sebagai roh atau reikon(霊魂) dan pada saat-saat tertentu akan
kembali ke dunia nyata bersama kami(神) untuk menerima pemujaan dari yang masih
hidup dan sebagai balasannya mereka akan memberkati yang masih hidup.
Dalam ajaran shinto(神道), dunia orang yang telah meninggal atau tokoyo(常世
)tidaklah dipandang sebagai surga atau neraka. Tokoyo( 常 世 )berada di dasar laut
terdalam ataudi hutan terjauh, dan diyakini sebagai tempat bersemayamnya para kami(神).
Pada dasarnya, shinto( 神 道 )bukanlah suatu agama yang memperdulikan kehidupan
setelah kematian, namun merupakan agama yang fokus kepada dunia nyata atau dunia
kehidupan. Segala pemujaan yang dilakukan adalah demi kepentingan duniawi. Dengan
adanya keyakinan bahwa kami(神) dan roh-roh para leluhur atau reikon(霊魂) akan
melindungi dan memberkati mereka, maka keturunannya melakukan ritual bagi keluarga
yang telah meninggal. Maka shinto( 神 道 ) mendedikasikan diri untuk melakukan
pelayanan dan pemujaan terhadap kami(神).
Dari uraian di atas dapat dikatakn bahwa semua agama shinto(神道) di dunia ini
memiliki kami( 神 )-nya, dan leluhur serta keluarga yang telah meningagal,
bagaimanapun caranya dia meninggal, akan menjadi roh atau reikon( 霊 魂 ) yang
bersama kami(神) akan melanjutkan kehidupannya dan sekali waktu akan kembali ke
dunia nyata untuk menerima pemujaan dan memberikan perlindungan serta pemberkatan
kepada keturunannya. Karena itu, kematian bukanlah sekedar berhenti hidup atau
terpisahnya jiwa dari raga, tetapi kematian hanyalah perubahan wujud dan hubungan
antara yang hidup dengan yang mati dapat terus berlanjut.
2.5.2 Makna Kematian dalam Agama Buddha

Universitas Sumatera Utara

Buddha adalah agama yang berasal dari India dan masuk ke Jepang pada abad
ke-6 masehi.Dan seiring berkembangnya zaman, agama Buddha tersebut berkembang
menjadi agama Buddha Jepang. Maksudnya, nilai-nilai yang terkandung dalam agama
asli India tersebut telah diinterpretasikan dengan cara dan pola pikir Jepang. Hasil dari
Buddha yang di-Jepangkan adalah jodoshinshu, yang dilakukan oleh Shiran Shonin
(1173-1236).
Dalam ajaran Shiran, manusia adalah makhluk yang tidak lepas dari nafsu
duniawi seperti hasrat seksual, mengkonsumsi alkohol, mengejar kekayaan, iri, dengki,
dan lain sebagainya. Pencerahan atau penyelamatan hanya akan terjadi bila ia dengan
sungguh-sungguh dari dalam hati mengakui bahwa ia adalah makhluk yang berdosa. Hal
tersebut akan di jelaskan melalui konsep okunin shoki yang dikeluarkan oleh Shinra
berikut: 「善人なを持ちって往生を遂ぐ、況や悪人をや」”zenninna wo mochitte
ojo wo togo, iwanya okuni wo ya” yang artinya orang jahat saja bisa masuk surga,
apalagi orang baik. Maksud konsep tersebut adalah, orang baik sudah pasti akan masuk
surga, namun pencerahan akan diutamakan bagi orang jahat yang benar-benar mengakui
kejahatan yang diperbuatnya dan mengakui bahwa dirinya jahat serta menyebut namu
amida butsu sekali secara bersungguh-sunguh dari dalam hati.

Tidak berbeda jauh dari agama shinto( 神道), agama Buddha juga memiliki
keyakinan bahwa yang telah mati akan tetap bisa berhubungan dengan yang masih hidup.
Dalam ajaran buddha secara umum, orang yang telah mati tidak berarti menjadi hilang,
namun mereka akan menuju pencerahan dan kemudian menjadi Buddha. Dalam agama
Buddha di Jepang, kematian tidak diartikan putusnya hubungan antara yang hidup

Universitas Sumatera Utara

dengan yang mati. Kematian hanya dianggap sebagai perpindahan tempat.
Yanagi Kunio mengatakan bahwa arwah orang tidak akan pernah pergi jauh dari
dunianya dan komunikasi antara keduanya ( dunia orang mati dan dunia nyata ) dapat
dilakukan. Komunikasi antara ruh di dunia orang mati dengan mereka yang masih hidup
di dunia nyata dapat dilakukan pada saat tertentu seperti pada saat O-Bon. Dapat
disimpulkan bahwa kematian bukanlah berarti hilangnya diri dan putus dengan kerabat,
karena kematian hanyalah suatu perpindahan tempat. Ini diperkuat juga dengan
pemikiran dalam agama Buddha yang percaya dengan adanya reinkarnasi, dimana jika
tidak ada harapan untuk bersama pada kehidupan yang sekarang, maka kebahagiaan
dapat diperoleh dikehidupan yang akan mendatang.
Dari penjelasan mengenai kematian pada agama shinto(神道) maupun Buddha
tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kematian buat orang Jepang bukanlah
sesuatu hal yang menakutkan.Kematian bukanlah hilangnya seseorang dari kehidupan
dunia ini karena kematian merupakan suatu fase yang merubah wujud atau
memindahkan tempat yang kemudian melanjutkan kehidupan yang lain tanpa harus
terputus hubungan dengan yang masih hidup. Selain itu, kegiatan membunuh diri sendiri
tidaklah dianggap sebagai sebuah dosa, maka dari itu, tindakanjisatsu( 自 殺 ) dapat
dilakukan dengan mudah tanpa harus takut untuk mati.

Universitas Sumatera Utara