Laporan Edisi 18 Desember 2017 Negara Islam di Kalimantan

NEGARA-NEGARA ISLAM
DI KALIMANTAN
1425

1905 M

K. Subroto

Edisi 18 / Desember 2017

SYAMINA

Negara-negara Islam di Kalimantan
1425 – 1905 M

K. Subroto

Laporan
Edisi 18 / Desember 2017

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah
lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala
bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh
semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak
media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk
menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas
dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada
metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,
kirimkan e-mail ke:
[email protected]
Seluruh laporan kami bisa didownload di website:

www.syamina.org

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI — 3
EXECUTIVE SUMMARY — 4
Islamisasi Kalimantan 7
Negara Islam Kesultanan Brunei Darussalam (1425-1888) — 8
Hukum Islam di Kesultanan Brunei Darussalam — 10
Negara Islam Kesultanan Banjar (1526–1905) — 12
Masa Keemasan Kesultanan Banjar — 14
Hukum Islam dan Peran Syekh Al Banjari di Kesultanan Banjar — 14
Penghapusan Hukum Islam dan Kedaulatan Banjar — 17
Jihad Sultan Hidayatullah dan Sultan Antasari Melawan Belanda — 18
Negara Islam Kesultanan Sambas (1671 -1855 M) — 20
Hukum Islam di Sambas — 23
Kesultanan Kutai Karta Negara (1732-1844) — 23
Islamisasi Kutai — 24
Hukum Islam di Kutai — 25
Penutup — 27
Daftar Pustaka — 28


3

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

EXECUTIVE SUMMARY

K

alimantan atau juga disebut Borneo pada jaman penjajahan (kolonial), adalah
pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan
di sebelah barat Pulau Sulawesi. Saat ini pulau Kalimantan masuk ke wiliyah
tiga negara, Indonesia (73%), Malaysia (26%), dan Brunei (1%). Pulau Kalimantan
terkenal dengan julukan "Pulau Seribu Sungai" karena banyaknya sungai yang
mengalir di pulau ini.
Nama Borneo, yang berasal dari nama kesultanan Brunei (karena Brunei saat
itu merupakan pelabuhan yang ramai dan strategis) adalah nama yang dipakai oleh
penjajah Spanyol, Perancis, Inggris dan Belanda untuk menyebut pulau ini secara
keseluruhan. Sedangkan Kalimantan adalah nama yang digunakan oleh penduduk

kawasan timur pulau ini yang sekarang termasuk wilayah Indonesia. Jika ditilik dari
bahasa Jawa, nama Kalimantan berarti "Sungai Intan”.
Negara-negara Islam muncul, berkembang dan berjaya di Kalimantan pada
saat kekuatan Islam secara global sedang kuat dan berjaya. Terbukti tahun 1453
kekhilafahan Turki Utsmani berhasil menaklukkan Konstantinopel di Barat dan di
ujung Timur, Islam berkembang di kepulauan Indonesia dan Filipina. Sebaliknya
kekuatan Eropa (Barat) belum menjadi kekuatan yang diperhitungkan di tataran
global maupun kawasan Asia Tenggara.
Sebelum abad ke-17 banyak umat Islam yang menulis sejarahnya sendiri.
Namun setelah abad ke-17 penulisan sejarah didominasi oleh para penulis Barat
(Eropa) yang mulai menancapkan kuku-kuku penjajahannya di dunia Islam. Pada
masa penjajahan tersebut sejarah peradaban Islam ditulis oleh orang Barat yang
kebanyakan menngunakan perspektif penjajah. Penulisan sejarah Islam oleh
sejarahwan dari negara penjajah tersebut berusaha mengecilkan peran Islam dan
politik Islam dengan berusaha memunculkan dan membesar-besarkan peran dan
kejayaan politik pra Islam (nativisme).
Di Nusantara hal ini terjadi karena hampir di semua daerah, penjajah Belanda
selalu berhadapan dengan orang Islam ketika mereka hendak mencapai tujuan
penjajahannya. Para ulama dan pemimpin Islam memimmpin jihad untuk
mempertahankan wilayah dan hak-hak mereka yang berusaha dirampas oleh

penjajah kafir. Oleh sebab itu, seorang arsitek politik kolonial yang mashur, Snouck
Hurgronje menyimpulkan bahwa Islam menjadi ancaman paling berbahaya bagi
penjajah Belanda untuk mewujudkan dan melanggengkan misi penjajahannya
(Gold, Glory and Gospel).

4

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

Para penjajah sadar bahwa sejarah menjadi sarana yang efektif untuk
mempropagandakan idiologi dan peradaban selain Islam, yang lebih bisa kompromi
dengan penjajah. Maka, tulisan-tulisan sarjana Belanda banyak sekali mengangkat
sejarah era pra Islam. Bahkan De Graaf, seorang sejarahwan Belanda, menyebut
bahwa terlalu banyak tulisan mengenai sejarah di abad 20 yang meneliti dan
mengulas peradaban pra Islam yang merupakan peradaban yang datang dari India
tersebut.
Perusakan sejarah yang didukung dengan teori nativikasi (kembali ke aslinya)
yang dilakukan oleh penjajah adalah salah satu upaya mereka mencegah kebangkitan

kembali institusi politik yang berdasarkan Islam yang bisa mengancam kepentingan
dan keberlangsungan penjajahan.
Eksistensi negara Islam berusaha dikaburkan dalam penulisan sejarah Belanda
di masa lalu, dan berlanjut di era kemerdekaan. Tegaknya negara yang berdasarkan
Islam di Asia Tenggara dan khusunya di Kalimantan adalah sebuah fakta sejarah
yang tidak bisa ditutup-tutupi, dan mulai terkuak seiring dengan berjalannya waktu.
Kejayaan politik dan peradaban Islam tidak kalah dengan kejayaan peradaban pra
Islam yang selalu berusaha dipromosikan oleh Penjajah.
Berdasar konvensi Montevideo 27 Desember 1933 mengenai hak dan kewajiban
Negara (Rights and Duties of States) menyebutkan bahwa Negara sebagai subjek
dalam hukum internasional harus memiliki empat unsur yaitu : penduduk yang tetap,
wilayah tertentu, pemerintahan yang berdaulat dan kapasitas untuk berhubungan
dengan Negara lain.
Dalam konteks Islam, sebuah negara bisa disebut sebagai sebuah negara Islam
(Daarul Islam), bila memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan syar’i (hukum Islam).
Ibnu Qayyim berkata, “Jumhur ulama telah bersepakat bahwa Daarul Islam adalah
negeri yang dikuasai kaum muslimin dan ditegakan hukum-hukum Islam. Sedangkan
negeri yang tidak berlaku padanya hukum-hukum Islam, maka ia bukan termasuk
Daarul Islam meskipun ia berbatasan langsung (dengan Daarul Islam).”
Seiring dengan berjalannya waktu, keemasan masa kejayaan peradaban Islam di

wilayah ini mulai terkuak sedikit demi sedikit. Emas tetaplah emas walaupun tertutup
dengan lumpur penjajahan Eropa. Emas itu berusaha ditutupi dengan berbagai
propaganda penjajah yang menyatakan bahwa masa Islam adalah masa yang penuh
dengan kekerasan dan pertumpahan darah. Namun sejarah justru membuktikan
sebaliknya, rakyat negara-negara Islam di kepulauan Nusantara hidup damai, aman,
tentram dan penuh keadilan dengan syariat Islam, sebelum kedatangan penjajah.
Ketika penjajah datang keadaan berubah demikian cepat; kekerasan, ketidak
adilan dan pertumpahan darah terjadi di mana-mana, di tempat penjajah berusaha
menamcapkan kepentingannya. Negara-negara Islam yang menerapkan hukum
(syariat) Islam -yang dianggap tidak berperikemanusiaan oleh para penjajah Baratjustru terbukti berhasil mencapai tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang aman,
adil dan makmur. Sebaliknya penjajah yang membawa sistem hukum Barat terbukti
gagal mewujudkan semua itu.

5

Edisi 18 / Desember 2017

SYAMINA
Negara-negara kesultanan Islam yang banyak terdapat di pulau Kalimantan
seperti, Kesultanan Samudera Brunei Darussalam, Banjar, Kutai serta negara-negara

lainnya memenuhi syarat disebut sebagai sebuah negara dan negara Islam. Di
negara-negara tersebut Islam menjadi agama resmi negara yang dianut oleh para
pemimpinnya dan mayoritas rakyatnya. Kehidupan bermasyarakat dan bernegara
juga dilandaskan pada aturan syariat Islam.
Negara Islam Kesultanan Brunei berdaulat dan menerapkan hukum Islam secara
menyeluruh termasuk dalam hal jinayah (pidana). Brunei telah mempunyai Undangundang tertulis yang menjadi pedoman hukum islam yang sudah dikodifikasi
menjadi Hukum Kanun Brunei yang berdasarkan ketentuan hukum (syariat) Islam.
Demikian juga negara Islam kesultanan Banjar yang berdaulat dan berhasil
memakmurkan rakyatnya serta menciptakan keadilan dengan menerapkan syariat
Islam selama ratusan tahun. Hukum Islam yang yang dijalankan berdasarkan Al
Qur’an dan Hadits Nabi juga mengakomodasi adat setempat yang sudah mengalami
proses islamisasi sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Di masa akhir
Banjar baru dilakukan kodifikasi hukum Islam yang sebelumnya telah dilaksanakan.
Sebelum adanya campur tangan penjajah Belanda, Pengadilan Agama di
Kesultanan Sambas secara turun-temurun melaksanakan hukum Islam yang juga
menerapkan Qisas menurut hukum Islam. Misalnya membunuh dihukum bunuh,
berzina dikenakan hukum rajam.
Setelah masa penjajahan hukum Islam berusaha dikebiri, hanya diberlakukan
untuk masalah keluarga dan ibadah mahdhah saja. Sedangkan untuk perkara pidana
tidak boleh lagi dilaksanakan dan diganti dengan hukum penjajah yang dibawa dari

Eropa.
Rakyat di kesultanan Kutai dan Sambas serta negara-negara Islam lainnya di
Kalimantan hidup dengan makmur, temtram dan damai sebelum kedatangan para
penjajah Eropa. Para sultan di negara-negara Islam di Kalimantan tersebut semuanya
muslim dan berusaha mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta berusaha menerapkan
aturan hukum syariat Islam. Adapun mengenai adanya unsur adat dalam kitab
hukum yang ditemukan para sejarahwan bukan sesuatu yang mengejutkan, karena
memang hukum islam bisa menerima dan mentolerir adat selama adat tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran Islam atau telah mengalami proses Islamisasi.
Para pemimpin dan ulama tidak tinggal diam dengan terjadinya penjajahan,
dan kezaliman di negerinya. Mereka bahu membahu bersama rakyat mengobarkan
perang sabil untuk melawan penjajah Belanda. Pangeran Hidayatullah dari
Kesultanan Banjar contohnya, menganggap perang melawan Belanda adalah perang
sabil atau jihad terhadap orang kafir Belanda. Untuk itu Belanda memberikan
imbalan atas kepala Pangeran Hidayatullah seperti juga Pangeran Antasari sebesar
10.000,- gulden bagi siapa saja yang berhasil menangkapnya atau membunuhnya.

6

SYAMINA


Edisi 18 / Desember 2017

Negara-negara Islam di
Kalimantan
1425 – 1905 M

A. Islamisasi Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan, semula lebih dikenal dengan nama Borneo,
melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai Kesultanan
Islam setelah Perlak dan Pasai. Jalur kedua, Islam datang dan disebarkan oleh para
mubaligh dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai puncaknya
saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini.
Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan melanjutkan misi
dakwah ini. Maka lahirlah para ulama besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari. Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i
yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.1
Jatuhnya Kesultanan Malaka (1511) -sebagai bandar perdagangan terbesar
dan teramai di Asia Tenggara saat itu- ke tangan Portugis, justru membawa berkah
bagi penyebaran Islam. Sebagaimana jatuhnya Baghdad (1258), runtuhnya kota

pelabuhan Malaka membuat perkembangan Islam lebih luas dan lebih jauh dari
sebelumnya. Pedagang-pedagang muslim yang pindah dari Malaka kemudian
mencari dan membuat pemukiman baru serta melakukan perdagangan ke daerahdaerah bagian Timur kepulauan Nusantara. Oleh sebab itu proses Islamisasi secara
efektif di daerah-daerah kepulauan Nusantara bagian Timur baru terjadi pada
dasawarsa kedua abad ke-16.
Di antara para pedagang muslim dari Malaka, banyak yang pindah dan menetap
di Kalimantan. Sejak awal Kalimantan merupakan penghasil dan pusat perdagangan
intan. Akhirnya di pesisir Kalimantan Barat bagian utara berdiri negara Islam yang
1

Puguh Prasetyo, Penyebaran Agama Islam Di Indonesia, Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura Ponianak 2012. h.10

7

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

masyhur, Kesultanan Brunei. Dan di bagian selatan pesisir Kalimantan Barat berdiri
Kesultanan Sukadana.
Penyebaran Islam ke daerah-daerah Kalimantan Selatan dan Timur banyak
dilakukan oleh orang-orang Islam yang datang dari Jawa. Para Mubaligh banyak
dikirim oleh negara Islam Kesultanan Demak untuk berdakwah menyebarkan ajaran
Islam di daerah tersebut. Pusat dakwah Islam di Kalimantan Selatan berada di
Banjarmasin. Maka di daerah ini kemudian berdiri sebuah negara Islam, Kesultanan
Banjar. Sedangkan di Kalimantan Timur juga berdiri sebuah negara Islam, Kesultanan
Kutai, yang merupakan kelanjutan kerajaan Kutai yang bercorak Hindu.2

B. Negara Islam Kesultanan Brunei Darussalam (1425-1888)
Diperkirakan pada tahun 1425 M. penguasa Brunei Wang Alak Betatar pergi ke
Malaka untuk mengunjungi Sultan Muhammad Syah,dan di sana ia masuk Islam. 3
2
3

8

A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, Penerbit Ombak Yogyakarta,
2012, h.193-194
Acep Zoni Saeful Mubarak, Hukum Keluarga Islam di Negara Brunei Darussalam, dalam Atho’ Mudzhar dan
Khaeruddin Nasuion [Editor], Hukum Keluarga di Dunia Islam Moderen (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 176

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

Negara Brunei terletak di pesisir Barat Kalimantan bagian Utara. Pengaruh Islam di
negara ini sampai ke Filipina. Banyak mubaligh dari Brunei yang dikirim ke pulaupulau yang sekarang menjadi wilayah negara Filipina bagian Selatan.
Peran Brunei dalam perdagangan cukup penting. Itulah sebabnya Portugis pada
tahun 1530 datang pada Sultan Brunei untuk memohon normalisasi perdagangan
dengan Malaka yang putus karena ulah Portugis mengekspansi Malaka pada tahun
1511. Utusan Portugis juga meminta agar kapal-kapalnya diizinkan untuk berlayar ke
wilayah Brunei. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan Brunei yang membuat lalu
lintas perdagangan di Brunei semakin ramai.
Perdagangan Brunei-Filipina juga cukup ramai. Legapsi, seorang pelaut Spanyol
yang mendarat di Filipina pada tahun 1565 menjumpai banyak agen sultan Brunei di
sana. Komoditas yang diperjual-belikan antara lain; tembaga, timah, porselen Cina,
kemenyan, katun India, besi dan baja. Brunei banyak mengekspor baja ke Filipina.
Kekuasaan Sultan Brunei meluas sampai ke Serawak, Mindanao dan Luzon.
Melihat perkembangan kekuasaan Negara Brunei dan aktifitasnya dalam
penyebaran Islam, membuat Spanyol khawatir dan berusaha membendungnya.
Raja Spanyol Filip V kemudian memerintahkan De Sande, raja mudanya di Filipina
untuk mengultimatum Sultan Brunei, Sultan Reksar agar menghentikan usaha untuk
menyebarkan Islam di Filipina. Tuntutan itu dengan tegas ditolak sultan. De Sande
kemudian dengan kekuatan militer yang tangguh menyerbu Brunei dan berhasil
mengalahkan pasukan kesultanan tersebut dan menguasainya pada tahun 1578.4
Pada awal abad ke-16, Kesultanan Brunei merupakan Negara yang kuat dan
memiliki otoritas tidak hanya meliputi seluruh pulau Borneo tetapi juga beberapa
bagian pulau-pulau Sulu dan Filipina. Namun kemudian memasuki abad ke-17 hingga
pada abad ke-18, kekuasaan Kesultanan Brunei mulai berkurang akibat adanya konsesi5
yang dibuat dengan Belanda, Inggris, Raja Serawak, British North Borneo Company
dan juga serangan-serangan para pembajak. Namun kebijakan atas konsesi tersebut
justru merugikan Brunei sendiri. Dan akhirnya memasuki abad ke-19, wilayah
Negara Brunei Darussalam terreduksi menjadi sangat kecil sampai batas-batas yang
ada sekarang.6
Pada tahun 1847 Sultan Brunei mengadakan perjanjian dengan Inggris Raya
untuk memajukan hubungan dagang dan penumpasan para pembajak. Perjanjian
berikutnya diadakan pada tahun 1881 yaitu perjanjian negara Brunei berada dibawah
proteksi Inggris Raya. Pada tahun 1963 negara Brunei berbentuk negara Merdeka
Melayu Inggris dengan tidak bergabung dengan federasi Malaysia. Sampai akhirnya
tanggal 1 Januari 1984 Brunei Darusalam menjadi negara Kesultanan yang merdeka
dan berdaulat.7
4
5
6
7

A. Daliman, op.cit. h.194-195
Konsesi adalah Pemberian izin untuk membuka tambang atau untuk menebang hutan, dsb. Lihat: Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II (Jakarta: Balai
Pustaka, 1995), h. 520
Acep Zoni Saeful Mubarak, Hukum Keluarga Islam di Negara Brunei Darussalam, h. 178-179, dalam: Atho’
Mudzhar dan Khaeruddin Nasuion [Editor], Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern,Jakarta: Ciputat Press,
2003.
Inamulah khan (Ed), The World Muslim Gazeteer, (Delhi: Internaional Islamic publisher, 1992), h. 175

9

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

Islam menjadi agama resmi negara semenjak Raja Awang Alak Betatar
masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah (1406-1408).8
Perkembangan Islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan Islam
di Malaka jatuh ke tangan portugis (1511) sehingga banyak ulama dan pedagang
Islam pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakian nyata pada
masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya meliputi Suluk,
Selandung, seluruh Pulau Kalimantan (Borneo), Kepulauan Sulu, Kepulauan Balakac,
Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan Utara Pulau Pallawan sampai ke
Manila.

Pada masa Sultan Hassan, Sultan ke-9 (1605-1619 M) dilakukan
penyempurnaan tata pemerintahan, yaitu : 1) menyusun institusi-institusi
pemerintahan agama, karena agama memainkan peranan penting dalam
memandu negara Brunei ke arah kesejahteraan. 2) menyusun adat-istiadat
yang dipakai dalam semua upacara, baik suka maupun duka, disamping
menciptakan atribut kebesaran dan perhiasan raja; 3) menguatkan undangundang Islam, yaitu Hukum Qanun yang mengandung 46 pasal dan 6 bagian.9

Hukum Islam di Kesultanan Brunei Darussalam
Sebelum kedatangan penjajah Inggris, Undang-Undang yang dilaksanakan di
Brunei ialah Undang-Undang Islam yang telah dikanunkan dengan Hukum Qanun
Brunei. Hukum Qanun Brunei tersebut ditulis pada masa pemerintahan Sultan

10

8
9

Ibid
Ensiklopedia Islam, Op.Cit., hal. 257-258

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

Hassan (1605-1619 M) yang disempurnakan oleh Sultan Jalilul jabbar (1619-1652 M).10
Pada tahun 1888-1983 Brunei di bawah jajahan Inggris. Brunei memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 31 Desember 1983.
Setelah campur tangan penjajah Inggris, Mahkamah Syari’ah Brunei hanya
diberi wewenang melaksanakan undang-undang Islam yang berkaitan dengan
perkara-perkara kawin, cerai, dan ibadat (khusus) saja. Sedangkan masalah yang
berkaitan dengan jinayat (pidana) diserahkan kepada undang-undang Inggris yang
berdasarkan Common Law England.
Pada tahun 1871 M., W.H Treacher, Pejabat Konsul General Inggris dalam
lawatan ke Brunei dengan menggunakan kapal perang angkatan laut Inggris telah
mencatat bahawa undang-undang Brunei pada waktu itu ialah undang-undang
yang berasal dari al-Qur’an.11 Undang-undang yang dimaksudkan itu ialah beberapa
aturan hukum syarak yang terdapat di dalam Hukum Kanun Brunei. Hukum Kanun
Brunei dan Undang-Undang serta Adat Brunei Lama (Old Brunei Law and Custom)
merupakan dua naskah undang-undang Islam tertulis dan dikanunkan. Keduanya
menjadi bukti pelaksanaan undang-undang Islam di Brunei Darussalam.12
H.R Hughes-Hallet juga berpendapat bahwa zaman perintahan Sultan Hassan
merupakan zaman awal pemakaian Undang-Undang Hukum Kanun.13
Kenyataan ini mungkin berdasarkan beberapa faktor; pertama walaupun tidak
tercatat tanggal dan tahun penulisannya tetapi naskah Hukum Kanun didapati di
dalam pemerintahannya. Kedua; di zaman Sultan Hassan mungkin dilakukan
penyesuaian Hukum Kanun yang dijalankan sebelum Islam pada undang-undang
yang berdasarkan hukum Islam.14 Ketiga di zaman Sultan Hasan mungkin dilakukan
penyusunan dan penulisan ulang Hukum Kanun supaya lebih teratur.
Pada zaman pemerintahan Sultan Abdul Jalilul Akbar (1598-1659),
Undang-Undang Hukum Kanun Brunei telah dilaksanakan dengan baik.15
Sultan Abdul Jalilul Akbar juga berwasiat agar anaknya Sultan Jalilul Jabbar
melaksanakan Undang-Undang Hukum Kanun Brunei dalam menjalankan
pemerintahan negaranya.

Hukum had
(hukum
Islam) pernah
diberlakukan
di kesultanan
Banjar
bagi kasus
pembunuhan,
murtad dan
perzinaan
sebagai
pengamalan
hukum syariat
Islam.

Sebagai contoh pelaksanaan Undang-Undang Hukum Kanun Brunei ialah
kasus pencurian. Perbuatan ini dilakukan oleh beberapa orang pencuri yang telah
berhasil mencuri beberapa jenis barang termasuk sebuah jam tangan emas dan
sebuah senapan dari kapal perang Inggris yang berlabuh di sungai Brunei. Tiga orang

10
11
12
13
14
15

Haji Mahmud Saedon Awang Othman, Mahkamah Syari’ah di Negara Brunei Darussalam dan Permasalahannya,
dalam Jurnal Mimbar Hukum No.22 Tahun VI, September-Oktober 1995, h. 41-42
W. H Treacher, “Briish Borneo : Sketches of Brunei, Sarawak, Labuan and North Borneo”, JMBRAS , Vol. 20,
1880, hlm. 39
Dato Dr. Haji Mahmud Saedon Awang Othman, Perlaksanaan Dan Pentadbiran Undang-undang Islam di
Negara Brunei Darussalam : Satu Tinjauan, hlm. 21
H. R. Hughes-Hallet, A Sketch of the History of Brunei, JMBRAS, Vol. XV111, part 11, 1940, hlm. 31
Hajah Masnon bt. Haji Ibrahim, Perlaksanaan Undang-undang Keluarga Islam di Brunei dan Perbandingannya
dengan Undang-Undang Keluarga Islam di Sarawak, Tesis MA, Universii Kebangsaaan Malaysia, 1988, hlm. 3
Dato Dr. Haji Mahmud Saedon Awang Othman, Perlaksanaan Dan Pentadbiran Undang-undang Islam di
Negara Brunei Darussalam : Satu Tinjauan, hlm. 2

11

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

yang terlibat dalam kejadian itu kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman potong
tangan.16

Setelah campur
Kasus lainnya ialah hukuman bunuh terhadap seorang nara pidana bernama
tangan penjajah Maidin. Kesalahannya ialah melakukan perampokan harta benda dan membunuh
inggris, beberapa orang pedagang yang berdagang bolak-balik antara Brunei ke Labuan dan
17
mahkamah sepanjang pantai di bawah kekuasaan Brunei.
Berdasarkan keterangan di atas, jelas sebelum kedatangan Inggris, Brunei telah
syari’ah brunei
hanya diberi diperintah berdasarkan Undang-Undang Hukum Kanun Brunei yang berasaskan
wewenang hukum Islam yang telah18 dikanunkan. Pemakaian dan perlaksanaannya adalah
meluas dan menyeluruh.
melaksanakan
Setelah diteliti dan dikaji tentang Hukum Kanun Brunei dan dibandingkan
undang-undang
dengan ajaran Islam, maka didapati bahwa Hukum Kanun Brunei itu sebagian
islam yang
besarnya berdasarkan ajaran Islam, khususnya dalam masalah perkawinan dan
berkaitan dengan perceraian, jenayah (pidana) dan mahkamah, demikian juga dalam hal jual beli
perkara-perkara dan riba. Sebagian isi yang lain berdasarkan adat, seperti yang dinyatakan dalam
kawin, cerai, dan mukaddimah Hukum Kanun tersebut, yaitu adat yang tidak bertentangan dengan
ibadat (khusus) hukum Islam.19
saja. Sedangkan
masalah yang
berkaitan dengan C. Negara Islam Kesultanan Banjar (1526–1905)
jinayat (pidana)
Kesultanan Banjar merupakan kelanjutan dari sebuah kerajaan Hindu
diserahkan di Kalimantan Selatan yaitu Kerajaan Daha. Pada akhir abad ke-15 Kalimantan
kepada undang- Selatan dibawah pengaruh Kerajaan Daha, yang pada saat itu dipimpin oleh Raja
undang inggris Sukarama, ia mempunyai tiga orang anak yaitu Pangeran Mangkubumi, Pangeran
yang berdasarkan Tumenggung, dan Putri Galuh. Peristiwa kelahiran Kerajaan Banjar bermula dari
konflik yang dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana. Konflik
common law
terjadi antara Pangeran Samudera dengan pamannya Pangeran Tumenggung, yang
england. mana Pangeran Samudera adalah pewaris sah Kerajaan Daha sesuai keputusan dari
Raja Sukarama sebelum meninggal.20
Pangeran Samudera adalah cucunya Raja Pangeran Sukarama. Mengetahui
keputusan ayahnya ini, keempat puteranya tidak menyetujuinya, terlebih Pangeran
Tumenggung yang sangat berambisi terhadap kekuasaan Kerajaan Daha.21 Setelah
Pangeran Sukarama meninggal, jabatan raja dipegang ole anak tertuanya yaitu
16
17
18
19

20

12

21

W. H Treacher, “Briish Borneo : Sketches of Brunei, Sarawak, Labuan and North Borneo”, JMBRAS , 1880, Vol.
20, hlm. 40
W. H Treacher, “Briish Borneo : Sketches of Brunei, Sarawak, Labuan and North Borneo”, JMBRAS, 1880, Vol.
20, hlm. 41.
Haji Mahmud Saedon Awang Othman, Perlaksanaan dan Pentadbiran Undang-Undang Islam di Negara Brunei
Darussalam : Satu Tinjauan, hlm. 2
Dr. Hajah Saadiah, Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Negara Brunei Darussalam Pada Zaman Briish,
Universii Brunei Darussalam, disampaikan dalam Seminar Sejarah Brunei III Sempena Sambutan Hari
Kebangsaan Negara Brunei darussalam ke 22 Tahun 2006, pada 8-9hb March 2006M/ 8-9 Safar 1427H
bertempat di Dewan Persidangan 2, Pusat Persidangan Antarabangsa, Berakas, Brunei. h.4-6 www.
bruneiresources.com/pdf/nd06_saadiah.pdf
Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung: AlMa’arif, 1979),
386,
Badri Yaim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1997), 386.

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

Pangeran Mangkubumi. Karena pada saat itu Pangeran Samudera masih berumur 7
tahun.
Pangeran Mangkubumi tidak lama berkuasa, ia dibunuh oleh seorang pegawai istana
atas hasutan Pangeran Tumenggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi
maka Pangeran Tumenggunglah yang menggantikannya sebagai raja Kerajaan Daha.
Pada saat itu, Pangeran Samudera menjadi musuh besar Pangeran Tumenggung.
Ia kemudian dibantu oleh Patih Masih yang menguasai Bandar Pelabuhan Banjar.
Karena tidak mau menyerahkan upeti kepada Pangeran Tumenggung, maka Patih
Masih ingin mengangkat Pangeran Samudera sebagai Raja.22
Patih Masih banyak bergaul dengan para Mubaligh yang datang dari Tuban dan
Gresik. Dari para Mubaligh inilah ia mendengar kisah tentang Wali Songo dalam
memimpin Kesultanan Demak dan membangun masyarakat yang adil dan makmur.
Bagi Patih Masih, kisah tersebut sangat mengagumkan, seiring berjalannya waktu, ia
akhirnya memeluk agama Islam.23
Atas bantuan Patih Masih Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan
perlawanan dan mulai menyerang Pangeran Tumenggung. Dalam serangan
pertamanya Pangeran Samudera berhasil menguasai Muara Bahan, sebuah
pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang luar, seperti utara Jawa,
Gujarat, dan Malaka.
Peperangan terus berlangsung, Patih Masih mengusulkan kepada Pangeran
Samudera untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Demak. Waktu itu Sultan
Kerajaan Demak adalah Sultan Trenggono. Sultan Demak bersedia membantu dengan
syarat Pangeran Samudera masuk Islam. Sultan Demak kemudian mengirimkan
bantuan seribu orang tentara beserta seorang penghulu bernama Khatib Dayan
untuk mengislamkan Pangeran Samudera beserta seluruh masyarakat Banjar.24
Dalam peperangan tersebut dengan bantuan dari Demak, Pangeran Samudera
memperoleh kemenangan dan sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat
kraton dan rakyat Banjar menyatakan diri masuk Islam.25
Jumlah orang yang masuk Islam saat itu
mencapai 400.000 orang.26
Setelah masuk Islam pada tahun 1526 M, Kerajaan Daha berubah menjadi Kesultanan
Islam Banjar dan Pangeran Samudera pun diberi gelar Sultan Suryanullah atau Sultan
Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja pertama dalam Negara Islam Kesultanan
Banjar.27

22
23
24
25

Harun Yahya, Kerajaan Islam Nusantara: Abad XVI Dan XVII (Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera, 1995), h.72
Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia , 392
Zuhri, Op.Cit. h.220
J.J Ras, Hikayat Banjar a study in Malay Historiography (Leiden, 1968), 426, dalam: Nisa Ushulha, Kerajaan
Banjar Dan Perang Banjar (1859-18905 M), Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya 2016, h.17
26 Zuhri, Op.cit. h.389
27 Yaim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, 220

13

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

Syekh
Muhammad
Arsyad Al
Banjari
mengusulkan
kepada
Sultan agar
di kesultanan
Banjarmasin
diberlakukan
hukum Islam,
bukan hanya
terbatas
pada hukum
perdata, tetapi
juga hukum
pidana Islam,
misalnya,
hukuman
mati bagi
pembunuh,
potong tangan
bagi pencuri,
dicambuk bagi
penzina, dan
hukum mati
bagi orang
Islam yang
murtad

Masa Keemasan Kesultanan Banjar
Puncak kejayaan Kerajaan Banjar terjadi di masa Sultan Mustain Billah, ia
menggantikan ayahnya setelah ayahnya meninggal dunia, yaitu Sultan Hidayatullah.
Pada masa ini, lada menjadi komoditas perdagangan utama di Kesultanan Banjar.
Banjarmasin sebagai ibukota Kerajaan Banjar mulai berkembang menjadi bandar
perdagangan yang besar. Para pedagang dari berbagai suku datang ke Banjarmasin
untuk mencari berbagai barang dagangan seperti lada hitam, rotan, damar, emas,
intan, madu, dan kulit binatang.28
Khususnya lada hitam, komoditi yang satu ini menjadi primadona dalam
perdagangan internasional. Sebagai bandar perdagangan, penduduk di Banjarmasin
banyak yang berstatus sebagai pedagang. Mereka juga melakukan perdagangan
sampai ke Pulau Jawa, tepatnya ke pelabuhan Banten.

Hukum Islam dan Peran Syekh Al Banjari di Kesultanan Banjar
Agama Islam merupakan agama resmi negara dan menempatkan kedudukan para
ulama pada tempat yang terhormat dalam Kesultanan, tetapi selama berabad-abad
lamanya hukum Islam belum melembaga dalam pemerintahan karena pada saat itu
belum ada ulama yang mendampinginya. Setelah Sultan Tahmidullah II berkuasa
pada tahun 1761 -1801 M, barulah hukum Islam melembaga di Negara Islam Banjar
dengan didampingi oleh Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, salah seorang ulama
besar yang telah berhasil membina masyarakat Banjar untuk mengamalkan ajaran
Islam.29
Kehadiran Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari menimbulkan terjadinya
perubahan dalam pemerintahan, terutama setelah beliau datang dari Mekah dan
tiba di Martapura pada tahun 1772 M. 30
Dengan kebijakan Syeikh al-Banjari, perlahan-lahan hukum dan ajaran Islam
masuk ke Istana Banjar. Hukum Islam dijadikan hukum pemerintahan sebagai
sumber pokok dalam membuat undang-undang dan peraturan yang berdasarkan
Al-qur’an dan Hadist berdasarkan pemahaman Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan
madzhab Syafi’i. Di masyarakat Banjar ajaran fiqih madzab syafi’i sangat berpengaruh
sehingga menjadi hukum adat rakyat. Hukum had (hukum pidana Islam) pernah
diberlakukan di kesultanan Banjar bagi kasus pembunuhan, murtad dan perzinaan
sebagai pengamalan hukum syariat Islam.
Syeikh Muhammad Arsyad menyadari bahwa pelaksanaan hukum Islam
secara nyata tidak mungkin tanpa adanya lembaga hukum yang mengatur dan
melaksanakannya. Oleh karena itu ia mengusulkan kepada Sultan untuk membentuk
Mahkamah Syari’ah dan disetujui Sultan, yakni suatu lembaga pengadilan agama
yang dipimpin seorang mufti sebagai ketua hakim tertinggi, pengawas pengadilan
28
29

14

30

Suriansyah Ideham, Urang Banjar dan Kebudayaannya (Banjarmasin: Badan Peneliian dan Pengembangan
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pustaka Benua, 2007), 20.
Yusuf Halidi, Syekh Muhammad Al-Banjari Ulama Besar Kalimantan Selatan Silsilah Raja -raja yang Berkuasa
Pada Masa al-Banjari dari Lahir Hingga Wafat (Surabaya: Al-Ihsan, 1968), h.25.
Azzumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung:
Mizan, 1994), h.252

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

umum. Lembaga ini bertugas mengurusi masalah-masalah keagamaan yang timbul
dalam masyarakat agar senantiasa terbimbing dengan kebenaran hukum Islam.
Mufti sebagai ketua mahkamah syariah didampingi oleh seorang Qadhi yang
bertugas sebagai pelaksana hukum dan mengatur jalannya pengadilan. Dengan
kepastian hukum Islam yang diterapkan dalam Kerajaan, segala urusan dalam
masyarakat dapat diselesaikan dalam pengadilan agama yang mendapat legitimasi
dari Kerajaan.31
Dari sudut pandang Islam, otoritas sultan berasal dari perannya sebagai pelaksana
hukum Islam (Syari’ah). Menurut teori tentang pemerintahan, sultan bertanggung
jawab atas pelaksanaan syari’ah di negaranya, sedangkan rakyat bertanggung jawab
kepadanya. Bahkan sebuah pemerintahan militer dipandang sebagi pemerintahan
yang sah sepanjang ia mengakomodasi syari’ah dan memenuhi kebutuhan mendasar
kaum muslim secara umum.32
Perkembangan Islam yang sangat berarti terjadi pada masa pemerintahan Sultan
Tahmidullah II (Pangeran Nata Alam), sekitar tahun 1785-1808; dan Sultan Sulaiman
(1808-1825), yang kedatangan seorang ulama besar yaitu Syekh Muhammad Arsyad
al-Banjari dari perantauannya, setelah menuntut ilmu di dua kota suci di Mekkah
dan Madinah. Dalam menyebarkan agama Islam, Syekh Muhammad Arsyad alBanjari mendapat dukungan dengan disediakannya segala sarana dan fasilitas dalam
menyebarkan agama Islam oleh Sultan.33
Hasil-hasil pemikiran yang cermelang dari Syekh Muhammad Arsyad alBanjari
menambah berkembangnya agama Islam di Banjarmasin, antara lain:

31
32
33
34

1.

Mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat Banjarmasin;

2.

Mengusulkan kepada Sultan agar diangkat Mufti dan Qadi di kesultanan
Banjarmasin, serta diangkat pengurus mesjid seperti khatib, imam, muazzin,
dan penjaga mesjid;

3.

Mengusulkan kepada Sultan agar di kesultanan Banjarmasin diberlakukan
hukum Islam, bukan hanya terbatas pada hukum perdata, tetapi juga hukum
pidana Islam, misalnya, hukuman mati bagi pembunuh, potong tangan bagi
pencuri, dicambuk bagi penzina, dan hukum mati bagi orang Islam yang
murtad;

4.

Untuk melaksanakan hukuman secara Islam tersebut, beliau mengusulkan
dibentuk Mahkamah Syariah, semacam pangadilan tingkat banding, di
samping lembaga qadi.34

5.

Menulis beberapa kitab yang berisi ajaran-ajaran agama Islam sebagai
pegangan dan pedoman bagi umat Islam. Di antara kitab-kitabnya yang
terkenal dan menjadi rujukan dakwah adalah: (1) Ushuluddin, (2) Luqtatul

Yahya Harun, Kerajaan Islan Nusantara Abad XVI dan XVII, Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera, 1995, h.83-84
Ira Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: PT Raja Graindo Persada, 1999), 492.
Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichiar Baru Van Hoeve, 1992, h. 229
Zamzam, n.y.; Daudi, 1980; dan Ensiklopedi Islam, 1992, dalam: Ita Syamtasiyah Ahyat, Perkembangan Islam
di Kesultanan Banjarmasin, SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 8(1) Mei
2015, h.15, by; Minda Masagi Press Bandung, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, Indonesia ISSN 19790112 website: www.sosiohumanika-jpssk.com.

15

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

‘Ajlan, (3) Kitabul Faraid, (4) Kitabun Nikah, (5) Tuhfatur Raghibin, (6)
Sabilal Muhtadin, (7) Qawlul Mukhtasar, (8) Kanzul Ma’rifah, (9) Hasyiah
Fathil Jawad, dan (10) Mushaf al Quranil Karim.35
Untuk memimpin Mahkamah Syariah, maka ditunjuklah seorang Mufti. Dan
Mufti pertama yang diangkat oleh Sultan adalah Syekh Muhamad As’ad, cucu dari
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari; dan bertindak sebagai Qadi pertama adalah Abu
Zu’ud, anak dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Kemudian, Sultan mengangkat
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sebagai Musytasyar (Mufti Besar) kesultanan
Banjarmasin untuk mendampingi Sultan dalam menjalankan pemerintahan seharihari. 36
Kedudukan agama Islam sebagai agama Negara juga terlihat dengan jelas pada
masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah yang memerintah pada tahun
1825-1857 M, ia mendapatkan gelar Sultan Muda sejak tahun 1782. Ia mengeluarkan
Undang-Undang Negara pada tahun 1835 yang kemudian dikenal sebagai UndangUndang Sultan Adam, yang mana dalam Undang-Undang tersebut terlihat jelas
bahwa sumber hukum yang dipergunakan adalah hukum Islam.37
Undang-Undang Sultan Adam adalah hukum Islam dalam bidang politik sebagai
proses perkembangan perundangan Islam di dalam kesultanan Banjarmasin.
Sebagai seorang penguasa, Sultan Adam dikenal sebagai Sultan yang shalih dan
gemar dalam menjalankan ajaran Islam serta dihormati oleh rakyatnya. Beliau juga
merupakan salah seorang Sultan yang sangat memperhatikan perkembangan Islam
di Kalimantan.38
Undang-Undang Sultan Adam terdiri atas 31 pasal yang materinya dapat
dikelompokkan kedalam enam masalah, sebagai berikut:
Pertama, masalah-masalah Agama dan Peribadatan, yang mencakup: pasal
1 tentang masalah kepercayaan; pasal 2 tentang mendirikan tempat ibadah dan
sembahyang berjemaah; serta pasal 20 tentang kewajiban melihat awal Ramadhan
atau awal bulan puasa.
Kedua, masalah-masalah Hukum dan Tata-Pemerintahan, yang mencakup: pasal
3 dan pasal 21 tentang kewajian tetuha kampung; serta pasal 31 tentang kewajiban
lurah dan mantri-mantri.
Ketiga, masalah Hukum Perkawinan, yang mencakup: pasal 4 dan pasal 5 tentang
syarat nikah; pasal 6 tentang perceraian; pasal 18 tentang barambangan; pasal 25
tentang mendakwa istri berzinah; serta pasal 30 tentang perzinahan.
Keempat, masalah Hukum Acara Peradilan, yang mencakup: pasal 7 dan pasal
9 tentang tugas mufti; pasal 10 tentang tugas hakim; pasal 11 tentang pelaksanaan
putusan; pasal 12 tentang pengukuhan keputusan; pasal 13 tentang kewajiban
bilal dan kaum; pasal 14 tentang surat dakwaan; pasal 15 tentang tenggang waktu
35

16

36
37
38

Shaghir Abdullah, H.W. Muhd. (1990). Syekh Muh. Arsyad al-Banjari: Matahari Islam. Banjarmasin: Seri Ulama
Pengarang Asia Tenggara, Periode III. h. 41-42
Zamzam, n.y.; dan Daudi, 1980, dalam: Ita Syamtasiyah Ahyat, op.cit. h.15-16
Undang-Undang Negara, Undang-Undang Sultan Adam, 1835, dalam: Nisa Ushulha, op.cit. h.22
Kiaibondan, Amir Hasan. (1953). Suluh Sedjarah Kalimantan. Bandjarmasin: Penerbit Fadja, 1953, dalam : Ita
Syamtasiyah Ahyat, op.cit. h.17

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

gugatmenggugat; pasal 19 tentang larangan raja-raja atau mantri-mantri campur
tangan urusan perdata, kecuali ada surat dari hakim; serta pasal 24 tentang kewajiban
hakim memeriksa perkara.
Kelima, masalah Hukum Tanah, yang mencakup: pasal 17 tentang gadai tanah;
pasal 23 dan pasal 26 tentang masalah daluarsa; pasal 27 tentang sewa tanah; pasal
28 tentang pengolahan tanah; serta pasal 29 tentang menterlantarkan tanah.
Keenam, masalah Peraturan Peralihan, yang mencakup: pasal 16 tentang
peraturan peralihan.
Undang-Undang Sultan Adam ditetapkan pada tahun 1251 Hijriah oleh Sultan
Adam sendiri. Undang-undang ini dibuat oleh sebuah tim dengan pimpinan Sultan
Adam, serta dibantu oleh para anggota, antara lain menantu Sultan Adam, Pangeran
Syarif Hussein, Mufti H. Jamaluddin, dan lain-lain. Maksud dan tujuan dari UndangUndang Sultan Adam itu dikeluarkan, seperti yang jelas tertulis, adalah: untuk
menyempurnakan agama dan kepercayaan rakyat; untuk mencegah jangan sampai
terjadi pertentangan di kalangan rakyat; serta untuk memudahkan bagi para hakim
dalam menetapkan hukum, sehingga rakyatnya menjadi baik.39

Penghapusan Hukum Islam dan Kedaulatan Banjar
Kedaulatan Banjar sebenarnya telah berusaha digerogoti penjajah Belanda
dengan adanya perjanjian pada tahun 1787 M. Pernjanjian antara Kerajaan Banjar
yang diwakili oleh Sultan Tahmidillah II dan Belanda yang diwakili oleh Kapten
Christoffel Hoffman ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 1787. Dalam perjanjian
itu, salah satu poin penting yang menunjukkan bahwa Belanda telah menanamkan
pengaruh yang kuat di Kerajaan Banjar adalah pengalihan kedaulatan atas Kerajaan
Banjar kepada Belanda dan penyerahan bagian-bagian penting dari Kerajaan
Banjar kepada Belanda yang kemudian menjadi wilayah milik Belanda. 21 Daerah
tersebut, menurut Pasal 6 perjanjian 13 Agustus 1787, membentang dari pantai
Timur Kalimantan ke Barat, termasuk Pasir, Pulau Laut, Tabanio, Mendawai, Sampit,
Pembuang, dan Kota Waringin dengan lingkungan sekitar dan daerah taklukannya,
serta sebagian dari desa Tatas.40
Kedaulatan Banjar benar-benar telah lenyap pada tahun 1826 M ketika diadakan
sebuah kontrak baru yang ternyata bertahan sampai penghapusan Kerajaan Banjar
secara sepihak oleh Belanda pada tahun 1860 M.
Kontrak itu isinya antara lain adalah:
1.

39
40

Pemilihan dan penetapan putra mahkota harus disetujui oleh pemerintah
Hindia Belanda. Demikian pula penunjukan perdana menteri yang bertugas
melaksanakan perintah Sultan atas seluruh daerah kekuasaan Kerajaan
Banjar.

Kiaibondan, op.cit. h.151-155
Poesponegoro, Sejarah Nasioanl Indonesia IV, h.219

17

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

2.

Tidak ada seluruh wilayahpun yang diperintah Sultan bisa diserahkan kepada
pihak lain tanpa seizin Gubernemen.

3.

Sultan, anak-anaknya, dan keluarganya tidak diizinkan menerima surat atau
duta dari negara-negara asing, raja-raja lain atau mengirimkannya kepada
mereka tanpa memberitahu sebelumnya kepada Residen.

4.

Mangkubumi dan masyarakat Banjar yang tinggal di daerah Sultan di
Banjarmasin atau di tempat-tempat lain, bila berbuat kejahatan terhadap
pemerintah Hindia Belanda atau pegawainya akan dihukum oleh pengadilan
yang didirikan oleh Sultan dan Gubernemen wilayah Banjarmasin.

5.

Semua orang Banjar yang tinggal dalam wilayah Kerajaan Banjar akan diadili
oleh pengadilan yang diatur oleh Kerajaan Banjar itu sendiri.

6.

Semua hukuman yang merusak badan misalnya memotong tangan, dan
sebagainya dihapuskan.

7.

Tiap orang diizinkan berdagang dan raja mempunyai hak untuk
mengadakan cukai dan pajak yang adil, dan lain sebagainya.41

Jihad Sultan Hidayatullah dan Sultan Antasari Melawan Belanda
Pangeran Hidayatullah diangkat menjadi Sultan Banjar berdasarkan Surat
Wasiat Kakek beliau Sultan Adam. Pengangkatan ini dilakukan karena ayah Pangeran
Hidayatullah, Sultan Muda Abdurrahman wafat.
Penghapusan hukum Islam di Banjar dan campur tangan Belanda yang semakin
mencengkeram kedaulatan negara Banjar membuat rakyat marah dan melakukan
perlawanan, jihad, perang sabil melawan penjajah Belanda. Perlawanan rakyat
terhadap Belanda mulai berkobar di daerah-daerah yang dipimpin oleh Pangeran
Antasari yang berhasil menghimpun 3.000 orang dan menyerbu pos-pos Belanda.
Pos-pos Belanda di Martapura dan Pangaron diserang oleh Pangeran Antasari pada
tanggal 28 April 1859. Disamping itu, kawan-kawan seperjuangan Pangeran Antasari
juga telah melakukan penyerangan terhadap pasukan-pasukan Belanda yang
dijumpainya.
Pada saat Pangeran Antasari mengepung benteng Belanda di Pengaron,
Kyai Demang Leman dengan pasukannya telah bergerak di sekitar Riam Kiwa
dan mengancam benteng Belanda di Pengaron. Lalu bersama-sama dengan
Haji Nasrun pada tanggal 30 Juni 1859 ia menyerbu pos Belanda yang berada
di istana Martapura. Dalam bulan Agustus 1859 Kyai Demang Leman bersama
Haji Buyasin dan Kyai Langlang berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio.42

41

18

42

Naskah fotocopy Proklamasi Penghapusan Kerajaan Banjar oleh Belanda , 11 Juni 1860. h.3 dalam: Nisa
Ushulha, Kerajaan Banjar Dan Perang Banjar (1859-18905 M), Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya 2016, h.36-37
Soeri Soeroto, Perang Banjar (Jakarta: Departemen Ketahanan dan Keamanan Pusat Sejarah ABRI, 1973),
h.171.

SYAMINA
Dengan meluasnya perlawanan rakyat ini pemerintah Hindia Belanda di
Banjar menghadapi kesulitan. Meluasnya pengaruh perlawanan di kalangan rakyat
diusahakan untuk dibatasi. Kepala-kepala daerah dan para ulama diberi peringantan,
agar mereka menunjukkan sikap setia kepada pemerintah Belanda, dan agar mereka
mengecam kaum pejuang. Peringatan tersebut dikemukakan dengan disertai suatu
ancaman yang berat bagi siapa saja yang tidak mengindahkannya.
Kepala-kepala daerah dan para ulama menjadi cemas karena adanya
pengumuman tersebut. Namun kebanyakan dari mereka tidak mau
mengindahkan ancaman tersebut dan justru bergabung dengan para pejuang.43
Dalam perang ini, seperti juga perang di daerah lain, Belanda juga menerapkan
strategi licik, belah bambu dan pecah belah (devide et empera), menggunakan
pejabat Kerajaan yang memihak padanya untuk menindas perlawanan rakyaknya
sendiri.44
Sebenarnya bagi para pengikut dan pemimpin-pemimpin perjuangan lainnya,
Pangeran Hidayatullah lebih merupakan sebuah simbol perjuangan mereka
daripada seorang yang aktif dalam pertempuran. Namanya digunakan sebagai sebuah
titik tumpu untuk mendapatkan lebih banyak pengikut. Tampaknya Pangeran
Antasari, Demang Lehman, Aminullah, dan lainnya, mula-mula melakukan
perlawanan itu untuk kepentingannya. Pangeran Hidayatullah juga menganggap
perang melawan Belanda adalah perang sabil atau jihad terhadap orang Belanda
“kafir.” Untuk itu Belanda memberikan imbalan atas kepala Pangeran Hidayatullah
seperti Pangeran Antasari sebesar 10.000,- gulden.45

Edisi 18 / Desember 2017

Sebelum adanya
campur tangan
penjajah Belanda,
Pengadilan Agama
di Kesultanan
Sambas secara
turun-temurun
melaksanakan
hukum Islam yang
juga menerapkan
Qisas menurut
hukum Islam.
Misalnya membunuh
dihukum bunuh,
berzina dikenakan
hukum rajam

Perlawanan semakin meluas, kepala-kepala daerah dan para ulama ikut
memberontak, memperkuat barisan pejuang Pangeran Antasari bersama-sama
pangeran Hidayat, langsung memimpin pertempuran di berbagai medan melawan
pasukan kolonial Belanda. Tetapi karena persenjataan pasukan Belanda lebih lengkap
dan modern, pasukan Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat terus terdesak serta
semakin lemah posisinya. Setelah memimpin pertempuran selama hampir tiga
tahun, karena kondisi kesehatan, akhirnya Pangeran Hidayat menyerah pada tahun
1861 dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat.
Setelah Pangeran Hidayat menyerah, maka perjuangan umat Islam Banjar
dipimpin sepenuhnya oleh pangeran Antasari, baik sebagai pemimpin rakyat yang
penuh dedikasi maupun sebagai pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan
kedudukannyasebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Kalimantan
Selatan, maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278
Hijriah, dimulai dengan seruan: "Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah," seluruh
rakyat, pejuang-pejuang,para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan
43
44
45

Idwar Saleh, Pangeran Antasari (Proyek Infentaris Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993), h.9 dalam; Nisa
Ushulha, op.cit. h.41-42
A Gazali Usman, “Pangeran Hidayatullah” (Banjarmasin: Kalimantan Scienie, 1988), h.6
Rees, De Bandjermasinsche Krijg van 1859—1863, II, h. 161-162. Lihat juga; Happe, Memorie van over, ANRI,
dalam; Ita Syamtasiyah Ahyat, Pangeran Hidayatullah Melawan Belanda: Kasus Perang Banjarmasin (18591863), Departemen Sejarah, Fakulras Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, makalah Prosiding
The 5 th Internaional Conference on Indonesian Studies: “Ethnicity and Globalizaion”. h.298

19

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi 'Panembahan Amiruddin
Khalifatul Mukminin'.46

Pangeran
Hidayatullah
menganggap
perang melawan
Belanda adalah
perang sabil
atau jihad

Setelah Sultan Antasari wafat, kemudian digantikan putranya, Muhammad
Seman untuk meneruskan perjuangan melawan penjajah Belanda. Muhammad
Seman gugur pada 24 Januari 1905 ditembak Belanda yang mengakhiri Perang
Banjar dan banyak para pahlawan pejuang yang tertangkap, Pangeran Aminullah
(menantu Pangeran Prabu Anom) dibuang ke Surabaya, Ratu Zaleha diasingkan ke
Bogor, keturunan Tumenggung Surapati yang tertangkap diasingkan ke Bengkulu,
dan sebagai penerus Sultan Muhammad Seman adalah Gusti Berakit. Negeri Banjar
menjadi sepenuhnya di bawah pemerintahan Residen Belanda dilanjutkan Gubernur
Haga, Pimpinan Pemerintahan Civil, Pangeran Musa Ardi Kesuma (Ridzie Zaman
Jepang), Pangeran Muhammad Noor (Gubernur Kalimantan I), sekarang menjadi
Provinsi Kalimantan Selatan.

terhadap orang
kafir Belanda.
Untuk itu Belanda
memberikan
imbalan atas
kepala Pangeran
Hidayatullah
seperti Pangeran
Antasari sebesar
10.000,- gulden

D. Negara Islam Kesultanan Sambas (1671 -1855 M)
Wilayah Kesultanan Sambas, saat ini terletak di ibukota Sambas, tepatnya di
antara pertemuan tiga anak sungai yakni, sungai Sambas Kecil, sungai Sungai Subah,
dan sungai Teberau. Istana Kesultanan Sambas berada di daerah Muara Ulakan,
sekarang di Desa Dalam Kaum, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Provinsi
Kalimantan Barat. Saat ini wilayah tempat Kesultanan Sambas lebih dikenal dengan
masyarakat Melayu Sambas. Melayu Sambas merupakan etnoreligius Muslim yang
berbudaya Melayu, berbahasa Melayu dan menempati sebagian besar wilayah
Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang dan sebagian kecil
Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.47
Jauh sebelum agama Islam masuk dan berkembang di Kalimantan Barat, tepatnya
di Sambas, Islam sudah berkembang di daerah Kalimantan bagian lain seperti
Banjarmasin. Agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Arab yang kemudian
diperkenalkan lagi oleh para pedagang dari Banjarmasin dan Brunei Darussalam.
Agama Islam masuk di Kalimantan Barat sekitar abad ke-15 Masehi. Daerah yang
pertama kali bersentuhan dengan agama Islam adalah Pontianak pada tahun 1741,
Matan pada tahun 1743, dan Mempawah pada tahun 1750.
Berdasarkan perkembangan agama Islam yang terjadi di Kalimantan Barat,
turut berdiri juga Kesultanan Pontianak pada tanggal 23 Oktober 1771 Miladiah
(14 Rajab 1185 H) dengan raja yang bernama Sultan Syarif Abdurahman Al Qadrie.
Dengan semakin berkembangnya agama Islam di Kesultanan Pontianak, semakin
memudahkan terjadinya proses Islamisasi terhadap daerah-daerah pedalaman yang
memiliki akses ke Kesultanan Pontianak dan berada di daerah aliran sungai Kapuas.
Proses ini banyak dilakukan oleh para pedagang dari Banjarmasin dan Brunei
Darussalam yang datang dengan tujuan berniaga. Kebanyakan dari para pedagang
46

20

47

Abdul Qadir Djaelani, Perang Sabil Versus Perang Salib Ummat Islam Melawan Penjajah Kristen Portugis Dan
Belanda, Penerbit: Yayasan Pengkajian Islam Madinah Al-Munawwarah Jakarta 1420 H / 1999 M h.52
Mario Inirgo Oki Menes Belo, Islam Di Kesultanan Sambas Kalimantan Barat 1600 – 1732, Skripsi Program
Studi Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2016. h.30

SYAMINA

Edisi 18 / Desember 2017

ini melakukan perjalanan melalui aliran sungai Kapuas. Para pedagang masuk
ke Sambas dimulai sejak abad ke-14 M yang pada waktu itu masih berada dalam
kekuasaan kerajaan Hindu. Dengan melakukan proses perdagangan dan hidup
cukup lama di Sambas, para pedagang ini mendapat izin dari raja untuk menetap.
Peny