Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial Pada Pasien Hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir dapat juga dikatakan
sebagai penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak bisa pulih dimana
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan
cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang menyebabkan uremia.
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh penyakit tubulointerstitial, penyakit
peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, dan nefropati
obstruktif (Wilson dan Price, 2003).
Penyakit ginjal kronis sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh
dunia. Prevalensi penyakit ginjal kronis dengan batasan nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2, dilaporkan bervariasi. Prevalensi
global penyakit ginjal kronis (CKD) meningkat dan menciptakan beban sosial
ekonomi yang sangat besar bagi pasien, keluarga, masyarakat, dan sistem
perawatan kesehatan di seluruh dunia.
Dari data yang diperoleh bahwa gagal ginjal kronis merupakan masalah kedua
terbesar di negara- negara maju dan berkembang. Secara global lebih dari 500
juta orang mengalami gagal ginjal kronis. National Health dan Gizi Survei
(NHANES 1999-2004) menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 8 orang dewasa

Amerika menderita gagal ginjal kronis (Martins, Agodoa &Norris, 2012).

Universitas Sumatera Utara

1

Perkiraan Sebanding telah dilaporkan di Asia, Australia, dan di seluruh Eropa
.Menurut United State Renal Data System (USRDS) di Amerika Serikat
prevalensi penyakit gagal ginjal kronis meningkat sebesar 20-25% setiap
tahunnya (Ernita, 2011). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita
gagal ginjal kronis yang cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi
Indonesia diperkirakan ada sekitar 70 ribu penderita gagal ginjal. Di Medan
sendiri, berdasarkan hasil survei awal peneliti di RSUP Haji Adam Malik
Medan, jumlah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa cukup
besar. Dari data yang didapatkan, jumlah pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa rata-rata perbulannya sekitar 77 orang selama tahun
2012.
Pengobatan gagal ginjal kronis stadium akhir adalah dengan dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan utuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak

mampu untuk melaksanakn proses tersebut. Tujuan dialisis ini adalah untuk
memepertahankan kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan pasien. Salah
satu metode terapi dengan prinsip dialisis adalah hemodialisa (Bare and
Smeltzer, 2002).
Hemodialisa (HD) merupakan suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari
tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut
dialiser. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal
yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu,
sedangkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam
tiap sekali tindakan terapi. Dari sekitar 400.000 populasi penderita gagal ginjal

Universitas Sumatera Utara

kronis, 300.000 diantaranya menjalani hemodialisa ( Agodoa, 2001, Rafii dan
Rambod, 2010). Di Amerika sendiri, sekitar 65% dari penderita gagal ginjal
kronis menjalani terapi hemodialisis. Namun di Indonesia yang terdeteksi
menderita gagal ginjal kronis yang menjalani cuci darah (Hemodialisa) hanya
sekitar 4000 sampai 5000 saja dari sekitar 70.000 penderita gagal ginjal
kronis. Banyak pasien yang meninggal akibat tidak mampu berobat dan cuci
darah, dikarenakan biayanya mahal ( Syamsir Alam dkk, 2007 ).

Tidak bisa diperkirakan berapa lama penderita gagal ginjal kronis yang
melakukan dialisis dapat bertahan hidup. Tidak juga bisa dikatakan bahwa
penderita gagal ginjal kronis memiliki harapan bertahan hidup lebih rendah
dibandingkan dengan orang yang sehat, karena banyak sekali kasus dimana
penderita gagal ginjal kronis dapat hidup lebih lama daripada orang yang tidak
terkena penyakit ini ( YGDI, 2011). Namun demikian, kualitas hidup pasien
diharapkan dapat meningkat dengan terapi yang dijalani. Untuk itu pasien
sangat tergantung pada terapi dialisis untuk meningkatkan kualitas hidupnya
(Brunner dan Suddath, 2002).
WHO dalam WHOQOL (World Health Organization Quality of Life) (1997)
mendefenisikan kualitas hidup adalah persepsi individu tentang posisinya
dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana ia tinggal, dan
dalam hubungannya dengan tujuan, pengharapan, standar dan perhatian.
Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisis, menyebabkan
pasien harus melakukan penyesuaian diri secara terus menerus selama sisa
hidupnya. Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan
dalam memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap

Universitas Sumatera Utara


perubahan fisik dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada
orang lain serta ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. Keadaan
seperti ini dapat menimbulkan perasaan tertekan bahkan dapat menimbulkan
gangguan-gangguan mental seperti depresi
Dalam kondisi seperti ini, maka dukungan sosial sangat dibutuhkan bagi
pasien yang menjalni hemodialisa untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Ketika seseorang dihadapkan pada masalah atau kesulitan hidup dan ia
mendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya berupa tersedianya orang
yang dapat memberikan motivasi yang diperlukan ketika sedang terpuruk,
mendengarkan keluh kesah, memberikan informasi yang diperlukan, diajak
berdiskusi dan bertukar pikiran maka orang tersebut akan merasa lebih
nyaman, merasa diperhatikan, serta merasa memiliki tempat untuk berbagi
keluh kesah yang dialami sehingga beban psikologis yang terasa berat, jika
harus ditanggung sendirian, bisa lebih ringan. Demikian halnya jika dukungan
sosial ini tidak ia peroleh, maka beban yang dialami orang tersebut akan terasa
lebih berat sehingga bisa memunculkan stres dan frustasi saat menghadapi
masa-masa sulitnya. Selain itu, Individu yang berada pada suatu kondisi yang
tidak berdaya sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang yang berada
didekatnya, seperti halnya pasien-pasien yang sedang mengalami sakit gagal
ginjal dan sekarang harus menjalani hemodialisis (Oktaviana, 2003).

Gangguan pada fungsi ginjal dan perawatannya serta penyesuaian diri
terhadap kondisi sakit dapat juga menimbulkan stres pasien hemodialisa.
Dukungan sosial yang tepat dapat membantu pasien dalam menghadapi stres
yang ditimbulkan, sedangkan dukungan sosial yang tidak tepat dapat

Universitas Sumatera Utara

menambah stres baru pada pasien hemodialisa yang malah dapat
memperburuk keadaannya (Juairiani, 2006).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Van, Duangpaeng, Deenan &
Bonner (2012) mengenai kualitas hidup pada pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodiaisa, dukunga sosial seperti dukungan dari keluarga, teman
dan orang-orang terdekat merupakan hal yang paling memepengaruhi kualitas
hidup pasien hemodialisa. Dukungan sosial yang baik juga tidak terlepas dari
hubungan personal yang baik antara seseorang

dengan orang lain di

lingkungannya. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa
makin


baik

hubungan

interpersonal,

makin

terbuka

orang

untuk

mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan
persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung
diantara komunikan.
Melihat bahwa dukungan sosial maupun hubungan personal sangat
berpengaruh terhadap pasien hemodialisa dalam meningkatkan kualitas

hidupnya, maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana kualitas hidup pada
pasien hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik apabila ditinjau dari dimensi
hubungan sosial dimana dimensi ini salah satunya mencakup dukungan sosial
dan hubungan personal itu sendiri.

2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kualitas hidup
berdasarkan dimensi hubungan sosial pada pasien hemodialisa.
3. Pertanyaan Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Bagaimana kualitas hidup berdasarkan dimensi hubungan sosial pada
pasien hemodialisa?
4. Manfaat Penelitian
a. Praktek Pelayanan Keperawatan
Data tentang kualitas hidup pasien sangat diperlukan sebagai bahan
masukan untuk merumuskan intervensi yang tepat dalam pelayanan
keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dalam meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan

keperawatan yang diberikan.
b. Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi
penelitian selanjutnya dalam lingkup yang sama tentang kualitas hidup
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

Universitas Sumatera Utara