Hubungan Kepatuhan Hemodialisa Dengan Kualitas Hidup Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

SKRIPSI

Oleh

MERI MERLIANA GULTOM 101101003

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

UN

MERI M

FAKULT

NIVERSIT

SKRIP

Oleh MERLIAN 1011010

TAS KEP

TAS SUM

MEDA

2014

PSI

h

NA GULTO 003

PERAWA

MATERA

AN

4

OM

ATAN

UTARA


(3)

(4)

dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Kepatuhan Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara.

Pada saat penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp. KMB sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, bimbingan, ilmu, serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga motivasi serta dukungan kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini. 4. Rosina Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, CWCC selaku penguji I dan Ikram

S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji II yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.


(5)

6. Azrizal, S.Kep, Ns, RN, WOC(ET)N, CHtN, Ikram S.Kep, Ns, M.Kep dan Iwan Rusdi, S.Kep, MNS yang telah menvalidkan kuesioner peneliti dan memberikan masukan yang berharga terhadap penelitian ini.

7. Direktur Utama RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSUP HAM Medan. 8. Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi selama proses penelitian

berlangsung.

9. Teristimewa kepada orang tuaku tercinta Dapot Hasiholan Gultom dan Romada Sihombing yang tetap setia memberikan doa dan dukungannya dalam memberi materi, semangat, dan perhatiannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Abangku Johan Gultom dan Kakak-kakakku Elisa Gultom, Mei Triana Gultom, Yanti Gultom yang sudah mendoakan dan memberikan semangat serta motivasi yang baik serta terkhusus juga buat Yusuf Pardamean Manalu yang selalu memberikan semangat, telah mendoakan dan memberi motivasi serta menambah warna warni dalam kehidupan penulis.

10. Teman-teman mahasiswa S1 stambuk 2010 angkatan pertama KBK yang sama-sama berjuang dan memberikan semangat serta masukan dalam penyelesaian skripsi ini.


(6)

Keperawatan USU.

Semoga Tuhan Yesus Kristus mencurahkan berkat dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Juli 2014

Penulis


(7)

Daftar Tabel ... vii

Daftar Skema ... viii

Abstrak ... ix

Abstract ... x

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepatuhan Pasien ... 7

2.1.1 Pengertian Kepatuhan ... 7

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ... 12

2.1.3 Kepatuhan Hemodialisis dalam Model Kamerrer ... 16

2.1.4 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan ... 18

2.1.5 Ketidakpatuhan ... 19

2.1.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan ... 19

2.1.5.2 Mengurangi Ketidakpatuhan ... 20

2.2 Hemodialisa ... 21

2.2.1 Pengertian Hemodialisa ... 21

2.2.2 Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemodialisa ... 23

2.2.3 Komplikasi Hemodialisa ... 24

2.3 Kualitas Hidup ... 25

2.3.1 Pengertian Kualitas Hidup ... 25

2.3.2 Aspek dalam Kualitas Hidup ... 26

2.3.3 Komponen Kualitas Hidup ... 27

2.3.4 Pengukuran Kualitas Hidup ... 28

2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ... 29

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 30

3.2 Defenisi Operasional ... 31

3.3 Hipotesa Penelitian... 32

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 33

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

4.2.1. Populasi Penelitian ... 33


(8)

4.5.3 Kuesioner Kualitas Hidup ... 37

4.6 Uji Validitas dan Realibilitas ... 39

4.7 Metode Pengumpulan Data ... 40

4.8 Analisa Data ... 40

4.8.1 Analisis Univariat ... 41

4.8.2 Analisis Bivariat ... 41

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 42

5.1.1 Distribusi Karakteristik Data Demografi Responden ... 42

5.1.2 Kepatuhan Hemodialisa Pasien ... 44

5.1.3 Kualitas Hidup Pasien ... 44

5.1.4 Hubungan Kepatuhan Hemodialisa dengan Kualitas Hidup ... 46

5.2 Pembahasan ... 46

5.2.1 Kepatuhan Hemodialisa Pasien ... 46

5.2.2 Kualitas Hidup Pasien ... 51

5.2.3 Hubungan Kepatuhan Hemodialisa dengan Kualitas Hidup ... 55

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN

1.Lembar Penjelasan Penelitian

2.Lembar Persetujuan Menjadi Responden 3. Jadwal Tentatif Penelitian

4.Taksasi Dana

5.Instrumen Penelitian 6.Surat Izin Survey Awal 7.Surat Izin Reliabilitas 8.Surat Izin Penelitian

9.Lembar Bukti Bimbingan Skripsi

10.Hasil Pengolahan Data Dengan Komputerisasi 11.Master Data Uji Reliabilitas


(9)

Tabel 4.1 Tabel hasil uji hipotesa korelasi……….. 41 Tabel 5.1.1 Tabel distribusi dan frekuensi karakteristik responden…… 43 Tabel 5.1.2 Tabel distribusi dan frekuensi kepatuhan hemodialisa…… 44 Tabel 5.1.3 Tabel distribusi dan frekuensi kualitas hidup pasien……... 45 Tabel 5.1.4 Tabel hasil analisis hubungan……….. 46


(10)

(11)

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

Abstrak

Hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Gangguan fungsi ginjal yang membuat kondisi pasien harus bergantung pada mesin hemodialisa seumur hidup. Kepatuhan pasien yang menjalani terapi hemodialisa merupakan aspek yang sangat penting untuk kesuksesan terapi. Ketidakpatuhan akan memberikan dampak negatif yang luar biasa bagi pasien. Hal ini juga akan mengakibatkan komplikasi penyakit yang mengganggu kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan yang dilakukan pada tanggal 29 Maret-29 April 2014 dengan jumlah responden 60 orang. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pengambilan sampel purpusive sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner kepatuhan, dan kuesioner kualitas hidup. Hasil penelitian diuji dengan spearman rank dan menunjukkan kepatuhan hemodialisa pasien mayoritas dalam kategori patuh sebesar 88,3% (53 orang) dan kategori tidak patuh sebesar 11,7% (7 orang) dan kualitas hidup pasien dalam kategori tinggi sebesar 86,7% (52 orang) dan kategori sedang sebesar 13,3% ( 8 orang). Dari uji koefisien korelasi Spearman rank didapat nilai p sebesar 0,001 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien, kekuatan korelasi (r) = 0,404 yang mengidentifikasikan bahwa kekuatan hubungan dalam kategori sedang dan arah korelasi (+). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas pasien hemodialisa patuh terhadap tindakan hemodialisis, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.


(12)

Faculty : Faculty of Nursing Academic Year : 2014

Abstract

Hemodialysis is the most widely conducted substitute therapy of the kidney and the number keeps growing from year to year. Kidney function disorder causes patients to be permanently dependent on hemodialysis machines. The Obedience of patients undergoing hemodialysis therapy is the most essential aspect to the success of the therapy. Disobedience will lead to extremely negative impact to the patients. It will also cause complications harming the patients’ quality of life. This research aimed to figure out the correlation between hemodialysis obedience and patients’ quality of life in Hemodialysis Unit of RSUP Haji Adam Malik Medan conducted from March 29th up to April 29th involving 60 respondents. This research used descriptive correlational design with the data collection of purposive sampling. Questionnaire and demographic data, questionnaire of obedience, questionnaire of quality of life were the research instruments. The results of the research were tested using spearman rank and showed the majority of the hemodialysis patients in the category Obedient as many as 88.3% (53 patients) and in the category of Disobedient as many as 11.7%(7 patients) and patients’ quality of life in the category High as many as 86.7%(52 patients) and in the category Fair as many as 13.3% (8 patients). Through correlation coefficient test Spearman rank p as many as 0.001 (p<0.05) was obtained which indicates that there is a meaningful correlation between hemodialysis obedience and patients’ quality of life, the strength of the correlation (r) =0.404 which indicates that the strength of the correlation is in the category Fair and the correlation direction (+). Based on this research, it can be concluded that the majority of hemodialisys patients are obedient towards hemodialysis measures, in order that patients’ quality of life can be upgraded.


(13)

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

Abstrak

Hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Gangguan fungsi ginjal yang membuat kondisi pasien harus bergantung pada mesin hemodialisa seumur hidup. Kepatuhan pasien yang menjalani terapi hemodialisa merupakan aspek yang sangat penting untuk kesuksesan terapi. Ketidakpatuhan akan memberikan dampak negatif yang luar biasa bagi pasien. Hal ini juga akan mengakibatkan komplikasi penyakit yang mengganggu kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan yang dilakukan pada tanggal 29 Maret-29 April 2014 dengan jumlah responden 60 orang. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pengambilan sampel purpusive sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner kepatuhan, dan kuesioner kualitas hidup. Hasil penelitian diuji dengan spearman rank dan menunjukkan kepatuhan hemodialisa pasien mayoritas dalam kategori patuh sebesar 88,3% (53 orang) dan kategori tidak patuh sebesar 11,7% (7 orang) dan kualitas hidup pasien dalam kategori tinggi sebesar 86,7% (52 orang) dan kategori sedang sebesar 13,3% ( 8 orang). Dari uji koefisien korelasi Spearman rank didapat nilai p sebesar 0,001 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien, kekuatan korelasi (r) = 0,404 yang mengidentifikasikan bahwa kekuatan hubungan dalam kategori sedang dan arah korelasi (+). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas pasien hemodialisa patuh terhadap tindakan hemodialisis, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.


(14)

Faculty : Faculty of Nursing Academic Year : 2014

Abstract

Hemodialysis is the most widely conducted substitute therapy of the kidney and the number keeps growing from year to year. Kidney function disorder causes patients to be permanently dependent on hemodialysis machines. The Obedience of patients undergoing hemodialysis therapy is the most essential aspect to the success of the therapy. Disobedience will lead to extremely negative impact to the patients. It will also cause complications harming the patients’ quality of life. This research aimed to figure out the correlation between hemodialysis obedience and patients’ quality of life in Hemodialysis Unit of RSUP Haji Adam Malik Medan conducted from March 29th up to April 29th involving 60 respondents. This research used descriptive correlational design with the data collection of purposive sampling. Questionnaire and demographic data, questionnaire of obedience, questionnaire of quality of life were the research instruments. The results of the research were tested using spearman rank and showed the majority of the hemodialysis patients in the category Obedient as many as 88.3% (53 patients) and in the category of Disobedient as many as 11.7%(7 patients) and patients’ quality of life in the category High as many as 86.7%(52 patients) and in the category Fair as many as 13.3% (8 patients). Through correlation coefficient test Spearman rank p as many as 0.001 (p<0.05) was obtained which indicates that there is a meaningful correlation between hemodialysis obedience and patients’ quality of life, the strength of the correlation (r) =0.404 which indicates that the strength of the correlation is in the category Fair and the correlation direction (+). Based on this research, it can be concluded that the majority of hemodialisys patients are obedient towards hemodialysis measures, in order that patients’ quality of life can be upgraded.


(15)

Perkembangan teknologi yang semakin pesat memberikan hasil yang positif dalam berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pasien yang lebih baik. Salah satu teknologi yang berkembang di bidang kesehatan adalah terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialisa dan transplantasi ginjal. Terapi hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Dialysis atau Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk-produk sisa metabolisme yang tidak terpakai dari dalam tubuh ketika ginjal sudah tidak mampu lagi berfungsi dengan baik sesuai fungsinya (Smeltzer & Bare, 2001).

Hemodialisa dapat mencegah kematian, namun tidak dapat menyembuhkan penyakit atau memulihkan keadaan pasien secara semula. Pasien dengan terapi hemodialisa tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal sehingga akan berdampak pada kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2002).

Data dari United States Renal Data System (2005) menyatakan bahwa prevalensi pasien Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik di Amerika Serikat pada akhir tahun 2002 sekitar 345.000 orang, dan tahun 2007 bertambah 80.000 orang, sehingga angka tersebut meningkat menjadi 425.000


(16)

orang, dan hampir setiap tahunnya sekitar 70.000 orang di negara ini meninggal dunia disebabkan oleh gagal ginjal yang memerlukan tindakan hemodialisis.

Data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, menyatakan bahwa jumlah pasien hemodialisa mengalami peningkatan sebesar 5,2% dari 2.148 orang pada tahun 2007 menjadi 2.260 pada tahun 2008 (Soelaiman, 2009 dalam Farida 2010).  Diperkirakan bahwa ada lebih dari 100.000 pasien setiap tahunnya menjalani Hemodialisa (Smletzer, 2002). Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di RSUP Haji Adam Malik Medan, terdapat 693 orang pasien gagal ginjal kronik yang mendapatkan terapi hemodialisa pada tahun 2012.

Penurunan fungsi ginjal mengharuskan pasien menjalani terapi hemodialisa sepanjang hidupnya. Biasanya pasien melakukan 2 - 3 kali seminggu selama 3 - 4 jam per sekali terapi hemodialisa (Smeltzer, 2002). Terapi pengganti ginjal ini menjadi salah satu pilihan bagi pasien penyakit gagal ginjal tahap akhir untuk mempertahankan fungsi tubuh (Lemone & Burke, 2008).

Pasien dengan terapi hemodialisa mengalami perubahan pada beberapa aspek kehidupannya sehingga mengakibatkan pasien dengan gagal ginjal kronik harus mendatangi unit hemodialisa secara rutin 2-3 kali seminggu, konsisten terhadap obat-obatan yang harus dikonsumsinya, memodifikasi dietnya secara besar-besaran, mengatur asupan cairan hariannya serta mengukur balance cairan setiap harinya, penurunan hemoglobin, pengaturan kalium, kalsium, Fe (zat besi) dan lain-lain. Kondisi ini menjadi beban berat bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisa dan memberikan dampak pada kesehatan pasien, termasuk masalah psikososial dan ekonomi yang mengakibatkan pasien menjadi hipotensi, cemas,


(17)

stress, ketakutan, depresi sehingga menimbulkan peluang kegagalan terapi dan memperburuk kondisi pasien (Kim, 2010).

Faktor lainnya yang berkontribusi pada kesuksesan ataupun kegagalan terapi hemodialisa adalah kepatuhan pasien. Kepatuhan pasien dapat dilihat dari sejauh mana perilaku pasien yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan, dan dapat juga dilihat dari tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003). Kenyataannya, pasien tidak patuh untuk menjalani terapi hemodialisa sehingga berdampak pada berbagai aspek perawatan pasien, termasuk konsistensi kunjungan, regimen pengobatan serta pembatasan makanan dan cairan. Dampak yang timbul dari ketidakpatuhan pasien seperti sesak akibat tidak konsistennya kunjungan regimen hemodialisa, peningkatan berat badan akibat retensi cairan atau nutrisi yang tidak diatur dietnya serta komplikasi penyakit yang timbul akibat ketidakpatuhan terapi hemodialisa. Pasien hemodialisa yang tidak mematuhi setidaknya sebagian dari regimen hemodialisa diperkirakan ada sekitar 50 % (Kamerrer, 2007).

Kepatuhan pasien CKD merupakan aspek yang sangat penting untuk kesuksesan terapi. Ketidakpatuhan memberikan dampak negatif yang luar biasa bagi pasien, seperti dapat mengalami banyak komplikasi penyakit yang mengganggu kualitas hidupnya, gangguan-gangguan secara fisik, psikis maupun sosial, fatique atau kelelahan yang luar biasa sehingga menimbulkan frustasi. Dampak-dampak tersebut menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas pasien CKD yang tinggi menjadi semakin tinggi. Tingginya biaya kesehatan tentu


(18)

menjadi beban tersendiri baik bagi pasien, keluarga maupun negara (Kamerrer, 2007).

Penelitian Bame, Petersen & Wray tahun 1993 didapatkan hasil ketidakpatuhan pasien dialisis secara umum meliputi 4 (empat) aspek yaitu ketidakpatuhan mengikuti program hemodialisis (0 % - 32,3 %), ketidakpatuhan dalam program pengobatan (1,2 % - 81 %), ketidakpatuhan terhadap restriksi cairan (3,4 % - 74%) dan ketidakpatuhan mengikuti program diet (1,2 – 82,4 %). Kepatuhan pasien gagal ginjal kronik yang mendapat terapi hemodialisa, terdapat pasien yang tidak patuh terhadap semua regimen hemodialisa sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup, meningkatnya biaya perawatan kesehatan, meningkatnya morbiditas, dan mortilitas pasien (Kim, 2010).

Gaya hidup terencana yang berhubungan dengan terapi dialisa dan pembatasan asupan makanan serta cairan sering menghilangkan semangat hidup pasien dan keluarganya. Hal ini juga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare,2001). Kualitas hidup merupakan tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya (Universitas Toronto, 2004). Kualitas hidup yang rendah juga akan meningkatkan angka rawat dan mortalitas pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa sehingga tindakan hemodialisa sangat erat hubungannya dengan kualitas hidup pasien. Kualitas hidup merupakan penilaian dan kepuasan klien terhadap tingkat dan fungsi kehidupan mereka dibandingkan dengan keadaan ideal yang seharusnya bisa dicapai menurut klien (Cella dan Cherin, 2001 dalam Wijaya 2005). Dari penelitian sebelumnya oleh Togatorop (2011)


(19)

diperoleh data kualitas hidup pasien yang mendapat terapi hemodialisa dalam kategori tinggi sebesar 62,5% (20 orang) dan kategori sedang sebesar 37,5% (12 orang).

Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan, peneliti ingin meneliti tentang hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Latar belakang diatas menggambarkan permasalahan penelitian yaitu bagaimana hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum:

Untuk mengetahui hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus:

1. Mengetahui gambaran kepatuhan hemodialisa pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Mengetahui gambaran kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

3. Mengetahui bagaimana hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.


(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1.4.1 Pasien & Keluarga

Hasil penelitian ini dimaksudkan kepada pasien agar mendapatkan tindakan yang tepat dari perawat sehingga dalam pelaksanaannya sesuai dengan target ketercapaian status kesehatan pasien yang maksimal dan keluarga dapat berperan aktif dalam kegiatan pengobatan pasien seperti memberikan dukungan dan mengatur diet pasien.

1.4.2 Tenaga Kesehatan (Perawat)

Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja perawat di unit hemodialisis melalui intervensi keperawatan seperti penjelasan dan konseling mengenai pembatasan diet dan cairan, serta hal-hal yang penting dalam kepatuhan hemodialisa yang ditujukan kepada pasien yang beresiko tidak patuh terhadap pelaksanaan terapi hemodialisa, menambah wawasan perawat tentang kepatuhan hemodialisa pasien, dapat dijadikan informasi bagi perawat untuk meningkatkan kompetensinya sebagai perawat yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.

1.4.3 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti selanjutnya dan data tambahan dalam penelitian keperawatan sehingga menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya yang dikembangkan dalam ruang lingkup yang sama terkait area hemodialisa.


(21)

2.1.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Kepatuhan atau ketaatan (compliance/ adherence) adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain (Smeltzer, 2002).

Menurut Sacket (dalam Niven, 2002: 192), mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan sebuah terapi pada pasien yang mengikuti ketentuan-ketentuan kesehatan profesional.

Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003).

Kepatuhan terhadap pengobatan pasien membutuhkan partisipasi yang aktif dari pasien sehingga proses pengobatan medis yang telah ditentukan berjalan sesuai dengan sistem manajemen perawatannya. Penderita hemodialisa yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan. Penderita hemodialisa dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 kali berturut-turut dari tanggal


(22)

perjanjian dan dikatakan Droup Out jika lebih dari 2 bulan berturut-turut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan (Depkes RI, 2000).

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh Saran et al (2003), pasien dianggap tidak patuh jika mereka sudah melewatkan satu atau lebih sesi dialisis dalam satu bulannya, memperpendek waktu dialisis dengan satu atau lebih sesi dengan lebih dari 10 menit setiap terapi, memiliki tingkat kalium serum lebih besar dari 6 mEq/L, kadar fosfat serum lebih besar dari 7,5 mg/ dl, atau IDWG lebih besar dari 5,7 % dari berat badan. Melewatkan satu atau lebih dialisis dalam sebulan dihubungkan dengan 30 persen peningkatan risiko kematian, dan memperpendek waktu dialisis dikaitkan dengan 11 % lebih tinggi Risiko Relatif (RR) dari kematian (Kamerrer, 2007).

Kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan perawatan dari pemberi pelayanan kesehatan adalah penting untuk kesuksesan suatu intervensi. Sayangnya, ketidakpatuhan menjadi masalah yang besar terutama pada pasien yang menjalani hemodialisis. Dan dapat berdampak pada berbagai aspek perawatan pasien, yaitu termasuk konsistensi kunjungan, regimen pengobatan serta pembatasan makanan dan cairan. Secara keseluruhan, telah diperkirakan bahwa sekitar 50 % pasien HD tidak mematuhi setidaknya sebagian dari regimen hemodialisis mereka (Kamerrer, 2007).

Pasien yang menjalani hemodialisis kronis beresiko memiliki banyak masalah, termasuk dalam retensi garam dan air, retensi fosfat, hiperparatiroidisme sekunder, hipertensi, anemia kronik, hiperlipidemia dan penyakit jantung. Hampir setengah dari pasien dialysis memiliki diabetes, dan lebih jauh mengarah pada


(23)

komplikasi tambahan. Untuk mengatasi semua masalah ini, pasien mungkin memerlukan pembatasan cairan, pengikat fosfat, vitamin D, agen calcimimetik, obat antihipertensi, agen hipoglikemik, eritropoetin, suplemen zat besi, dan berbagai obat-obat lain. Belum lagi pengaturan diet serta rutinitas mendatangi unit hemodialisis. Hal ini menimbulkan kejenuhan yang luar biasa dari pasien karena harus banyak merubah pola hidupnya. (Loghman-Adham 2003; Saran et al 2003 dalam Kamerrer, 2007).

Banyak penelitian yang dikhususkan untuk memahami ketidakpatuhan pasien hemodialisis, walaupun pada umumnya gagal untuk menunjukkan bahwa karakteristik demografi atau psikologis pasien menjadi prediktor yang konsisten dari kepatuhan (Cvengros, Christiansen, & Lawton, 2004; dalam Kamerrer, 2007). Seberapa baik pasien hemodialisis mengelola perawatan mereka dapat dinilai dengan menggunakan banyak parameter. Selain kepatuhan terhadap obat yang diresepkan dan kehadiran rutin di sesi hemodialisis, peneliti dapat juga menggunakan parameter kenaikan berat badan interdialitik atau interdialytic weightgain (IDWG), fosfor serum dan kadar potassium. (Kammerer, 2007).

Terdapat 2 (dua) karakteristik yang berbeda mengenai kepatuhan pada pasien dengan model perawatan akut dan model perawatan kronik. Pada model perawatan akut, intervensi cenderung berfokus pada gejala dengan tujuan „menyembuhkan/ mengobati. Dalam model ini pengetahuan terutama dikuasai dari pemberi pelayanan kesehatan. Sedangkan pada model perawatan kronis berfokus pada upaya pengendalian perkembangan kondisi, meningkatkan kelangsungan hidup serta meningkatkan kualitas hidup. Pada model perawatan


(24)

kronis mengharuskan para professional perawatan kesehatan, pasien dan keluarga berbagi pengetahuan untuk mengatasi berbagai masalah kronis secara efektif (Sabate, 2001 dalam Kamerrer, 2007). Definisi kepatuhan WHO cenderung menggambarkan kondisi untuk penyakit kronis sehingga sangat tepat diterapkan pada pasien hemodialisis.

Riset yang dilakukan Block et al (2004); Saran et al.,( 2003); Sezer et al, (2002); Szczech et al., (2003); dalam Kim, (2010), mengenai kepatuhan klien ERSD (End Stage Renal Disease) yang mendapat terapi hemodialisis didapatkan pasien yang tidak patuh terhadap semua regimen hemodialisis tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup, meningkatnya biaya perawatan kesehatan, meningkatnya morbiditas, dan mortilitas pasien.

Pasien yang diharuskan melaksanakan hemodialisa, harus merubah seluruh aspek kehidupannya. Pasien harus mendatangi unit hemodialisa secara rutin 2-3 kali seminggu, konsisten terhadap obat-obatan yang harus dikonsumsinya, memodifikasi dietnya secara besar-besaran, mengatur asupan cairan hariannya serta mengukur balance cairan setiap harinya, penurunan hemoglobin, pengaturan kalium, kalsium, Fe dan lain-lain. Kondisi ini menjadi beban berat bagi pasien yang menjalani hemodialisis, termasuk masalah psikososial dan ekonomi yang berdampak penyebab kegagalan terapi dan memperburuk kondisi pasien (Kim, 2010).

The End- Stage Renal Disease Adherence Questionnaire (ESRD-AQ) dari Kim (2010) berisi pernyataan tentang perilaku kepatuhan (6 item), meliputi perilaku kehadiran HD, perilaku kebiasaan mempercepat frekuensi dan waktu


(25)

durasi HD, perilaku kebiasaan minum obat, perilaku restriksi cairan, dan perilaku diet makanan.

Tabel 2.1

Skore Perilaku Kepatuhan ERSD-AQ Pertanyaan nomor Rentang

Skore

Skore Mean ± SD #14 : Frekuensi ketidakhadiran HD 0-300 284.80 ± 52.80 #17 : Frekuensi memperpendek waktu HD 0-200 186.70 ± 34.50 # 18 : Durasi waktu HD yang diperpendek 0-100 91.40 ± 21.80 # 26 : Kepatuhan terhadap minum obat 0-200 179.47 ± 30.15 #31 : Kepatuhan terhadap pembatasan cairan 0-200 154.97 ± 48.56 #46 : Kepatuhan terhadap pembatasan diet 0-200 143.38 ± 47.50 Sumber : ESRD-AQ, (Kim, 2010)

Kebanyakan pasien menyadari pentingnya HD karena mereka memiliki pengetahuan tentang penyakit mereka (95,4%). Beberapa pasien (2,6%) melaporkan belajar pentingnya HD dari pengalaman pribadi sehingga menjadi tidak patuh, dan 79,5% peserta lainnya tidak menjelaskan banyak kesulitan dalam menjalani seluruh sesi dialisis mereka. Secara keseluruhan, tingkat kehadiran mereka ke HD selama sebulan dievaluasi adalah 90,7%, dan persentase sesi selesai HD setiap episode terapi mengalami pemendekan 84,1%. Angka ini setara dengan nilai rata-rata ESRD-AQ dari frekuensi ketidakhadiran HD 284,80 ± 52.80; memperpendek waktu HD 186,70 ± 34,50; dan serta durasi waktu HD 91,40 ± 21.80 (lihat Tabel 1).

Kebanyakan pasien merasakan pentingnya minum obat sebagai yang sudah dijadwalkan atau diresepkan tetapi ada beberapa pasien meminum obat hanya jika merasa sesak nafas sehingga pasien tidak rutin meminum obat yang sudah diresepkan oleh dokter. Beberapa pasien ( 19,9 % ) mengalami kesulitan mengambil obat yang diresepkan, sedangkan sebagian besar peserta ( 80,1 % )


(26)

mengakui tidak mengalami kesulitan akan hal tersebut. Tingkat kepatuhan terhadap asupan obat selama seminggu 68,2 %, yang menyebabkan ESRD - AQ memiliki skor 179.47 ± 30.15. Kepatuhan terhadap pembatasan cairan selama seminggu 79,5 % mengakibatkan ESRD - AQ memiliki skor 154,97 ± 48,56 ( lihat Tabel 1 ). Sembilan puluh lima persen ( 95 % ) pasien menyadari pentingnya cairan pembatasan terutama mengurangi mengkonsumsi jenis buah yang mengandung banyak air dan mengatur asupan cairan harian karena mereka memiliki pengetahuan tentang penyakit mereka. Enam puluh dua persen ( 62 % ) dari beberapa pasien melaporkan kesulitan mengikuti pedoman pembatasan cairan dan 36 % dari 62 % mengeluh banyak atau ekstrim kesulitan dengan pembatasan asupan cairan. Dua peserta menyatakan mereka benar-benar tidak dapat mengikuti rekomendasi pembatasan cairan mereka apalagi dengan pembatasan diet makanan, seperti memodifikasi diet, menurunkan konsumsi protein, mengurangi jenis makanan yang berkelium dan diukur ESRD - AQ berarti skor dalam diet pembatasan kepatuhan pada peserta studi adalah 143,38 ± 47,50 ( lihat Tabel 2.1). 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Green (dikutip dari Notoadmojdo, 2003) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku klien untuk menjadi taat/tidak taat terhadap program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong, yaitu :


(27)

1. Faktor Predisposisi

Faktor presisposisi merupakan faktor utama yang ada didalam diri individu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan dan keyakinan, nilai-nilai serta sikap.

2. Faktor Pendukung

Faktor pendukung merupakan faktor yang diluar individu seperti : a. Pendidikan

Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif dalam hal ini sekolah-sekolah umum mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi yang menggunakan buku-buku dan penggunaan kaset secara mandiri.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat memengaruhi kepatuhan, sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri harus dapat merasakan bahwa dia dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami ansietas dalam menghadapi sesuatu, harus diturunkan dahulu tingkat ansietasnya dengan cara meyakinkan dia atau dengan teknik-teknik lain sehingga dia termotivasi untuk mengikuti anjuran pengobatan dan jika tingkat ansietas terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka kepatuhan pasien akan berkurang.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan


(28)

terhadap program-program pengobatan seperti pengurangan berat badan, membatasi asupan cairan, dan menurunkan konsumsi protein.

d. Perubahan model terapi

Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks.

e. Meningkatkan interaksi tenaga kesehatan dengan pasien

Suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk melakukan konsultasi selanjutnya dapat membantu meningkatkan kepatuhan. Untuk meningkatkan interaksi tenaga kesehatan dengan pasien, diperlukan suatu komunikasi yang baik oleh seorang perawat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Niven, 2000).

3. Faktor Pendorong

Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain. Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam buku ajar keperawatan medikal bedah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :


(29)

1. Faktor Demografi seperti usia, jenis kelamain, suku bangsa, status sosial, ekonomi dan pendidikan.

2. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi.

3. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termaksud dalam mengikuti regimen.

Menurut Smet (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah:

a. Faktor Komunikasi

Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter mempengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasaan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter, ketidakpuasaan terhadap obat yang diberikan.

b. Pengetahuan

Ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit terutama sekali penting dalam pemberian dalam pemberian antibiotik. Karena sering sekali pasien menghentikan obat tersebut setelah gejala yang dirasakan hilang bukan saat obat itu habis.

c. Fasilitas Kesehatan

fasilitas Kesehatan merupakan sarana penting dimana dalam memberikan penyuluhan terhadap penderita diharapkan penderita menerima penjelasan dari


(30)

tenaga ke untuk peny 2.1.3 Ke Fa digambark interaksi p Fa Kamerrer 1. Faktor P

Fa pengetahu analog den 2. Sistem Fa Dalam ha perawatan cukup unt esehatan ya yuluhan dan epatuhan H aktor–faktor

kan dalam s pada gamba aktor- faktor adalah : Pasien aktor-faktor uan, sikap, ngan Faktor Pelayanan K asilitas pelay

al ini, kom n, sehingga

tuk berbagi

ng meliput n lain-lain. Hemodialisi

r yang m sebuah inte ar berikut.

r yang mem

yang berh keyakinan, r Predisposi Kesehatan yanan hem munikasi d

pemberi pe i dengan pa

Patient

ti: jumlah t

is dalam M mempengaru eraksi komp

mpengaruhi k

hubungan d , persepsi d isi (Predisp

modialisis da dengan pas elayanan ke asien dalam Helath C System tenaga kese Model Kame uhi kepatu pleks (Kam kepatuhan p dengan pasi dan harapa posing factor apat dikaitk sien adalah esehatan har m diskusi te Prov r Care ehatan, ged errer uhan pasie errer, 2007) pasien hemo ien meliput n pasien. F rs) dari Gre

kan dengan h kompone rus mempun entang peril vide dung serba en hemodi ), dengan m

odialisis me uti sumber Faktor-fakto een. ketidakpat en penting nyai waktu laku mereka guna ialisis model enurut daya, or ini tuhan. dari yang a dan


(31)

motivasi untuk perawatan diri. Fasilitas hemodialisis yang besar dengan beberapa perubahan dan pergantian cepat pasien dapat membuat situasi yang lebih sulit untuk memberikan perawatan pribadi. Tampaknya sistem pelayanan kesehatan sendiri menjadi tantangan yang paling berat untuk kemampuan pasien berpartisipasi secara efektif dalam perawatan mereka sendiri dan pengobatan. Banyak penyedia layanan kesehatan cenderung untuk menekankan kepatuhan yang ketat dan mungkin mempercayai bahwa pasien hemodialisis mampu mengelola dirinya sendiri. Pada model perilaku Green, faktor-faktor ini analog dengan faktor-faktor pemungkin (enabling factors).

3. Petugas Hemodialisis (Provider)

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan adalah hubungan yang dijalin oleh anggota staf hemodialisis dengan pasien, dimana staf hemodialisis memberikan edukasi kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan. Edukasi yang dapat dilakukan oleh staf hemodialisis atau petugas kesehatan lainnya dengan cara memberikan penjelasan mengenai pengaturan diet nutrisi seperti batasan makanan yang rendah kalium, kalsium, Protein, Fe dan lain-lain, pembatasan cairan harian serta mengukur balance cairan setiap harinya, konsistensi terhadap obat yang dikonsumsinya, dan rutinitas mendatangi unit hemodialisa sesuai dengan jadwal terapi. Hal ini dapat dilakukan staf hemodialisis melalui komunikasi yang dilakukan langsung kepada pasien saat melakukan hemodialisa. DOPPS menunjukkan hubungan antara kehadiran seorang ahli diet di fasilitas tersebut kemungkinan akan lebih rendah dalam hal ketidakpatuhan kelebihan IDWG. Waktu yang didedikasikan perawat untuk konseling pasien


(32)

dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Selain itu, kehadiran ahli diet terlatih (teregistrasi) tampaknya juga menurunkan kemungkinan kelebihan interdialytic weightgain (IDWG).

2.1.4 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet (1994) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah :

1) Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik Dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.

2) Dukungan sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

3) Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi.


(33)

4) Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.

Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam meningkatkan tingkat kepatuhan adalah

1. Pasien memerlukan dukungan, bukan disalahkan.

2. Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi jangka panjang adalah tidak tercapainya tujuan terapi dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan.

3. Peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan keamanan penggunaan obat.

4. Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup penting dalam mencapai efektifitas suatu system kesehatan.

5. Memperbaiki kepatuhan dapat merupakan intervensi terbaik dalam penanganan secara efektif suatu penyakit kronis

6. Sistem kesehatan harus terus berkembang agar selalu dapat menghadapiberbagai tantangan baru

7. Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam menyelesaikan masalah ketidakpatuhan (Badan POM RI,2006).

2.1.5 Ketidakpatuhan

2.1.5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Faktor – faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain :


(34)

1. Pemahaman tentang intruksi

Tak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya.

2. Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

3. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

4. Keyakinan, sikap dan kepribadian

Becker et al (1979) dalam Niven (2002) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

2.1.5.2 Mengurangi Ketidakpatuhan

Niven (2002) mengusulkan lima titik rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien :

1. Pasien harus mengembangkan tujuan kepatuhan serta memiliki keyakinan dan sikap yang positif terhadap suatu penatalaksanaan, dan keluarga serta teman juga harus mendukung keyakinan tersebut.

2. Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, maka dari itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut.


(35)

Perilaku disini membutuhkan pemantau terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap perilaku yang baru tersebut.

3. Pengontrolan terhadap perilaku sering tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri. Faktor kognitif juga berperan penting.

4. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman dapat membantu mengurangi ansietas, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan, dan mereka sering menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. 5. Dukungan dari professional kesehatan, terutama berguna saat pasien

menghadapi perilaku sehat yang penting untuk dirinya sendiri. Selain itu tenaga kesehatan juga dapat meningkatkan antusias terhadap tindakan tertentu dan memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.

2.2 Hemodialisa

2.2.1 Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa adalah proses difusi melintasi membrane semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara menambahkan komponen yang diinginkan. Aliran konstan darah dari satu sisi membrane dan larutan dialisat pembersih disisi lain menyebabkan penyingkiran produk buangan dalam cara serupa dengan filtrasi glomerulus (Harrison,2000).

Hemodialisa adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Brunner & Suddarth,2002).


(36)

Menurut Nursalam (2006) hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.

Biasanya hemodialisa dilakukan terhadap pasien dengan penurunan fungsi ginjal berat, dimana ginjal tidak mampu lagi mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta memproduksi hormon-hormon. Ketidakmampuan ginjal mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme menimbulkan gejala uremia. Hemodialisa dilakukan bila tes kliren kreatinin < 15 ml/menit. Pada proses hemodialisis, aliran darah ke ginjal dialihkan melalui membran semipermiabel dari ginjal tiruan (mesin cuci ginjal) sehingga produk-produk sisa metabolisme dapat dikeluarkan oleh tubuh (Almatser,2006).

Hemodialisa diindikasikan pada klien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau klien dengan penyakit ginjal tahap akhir yang membutuhkan terapi jangka panjang/permanen (Smeltzer et al,2002). Hemodialisis di Indonesia biasanya dilakukan 2 kali seminggu dengan lama hemodialisis 5 jam, atau dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan lama hemodialisis 4 jam (Raharjo,Susalit & Suharjono,2006).

Pasien Hemodialisa (HD) rutin diartikan sebagai pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisis dengan 2 atau 3 kali seminggu,


(37)

sekurang-kurangnya sudah berlangsung selama 3 bulan secara berlanjut atau yang telah menjalani hemodialisa lebih dari setahun (Susalit, E, 2003).

2.2.2 Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemodialisa

Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dilaisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. Air yang belebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai


(38)

kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan). Sistem dapar (buffer system) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh vena pasien. Pada akhir terapi dialisis, banyak zat limbah dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan sistem dapat juga telah diperbaharui (Smeltzer, 2001).

2.2.3 Komplikasi Hemodialisa

Meskipun hemodialisa dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi.

Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut (Brunner & Suddarth, 2002) :

a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja

terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit.


(39)

e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.

f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.

g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

2.3 Kualitas Hidup

2.3.1 Pengertian Kualitas Hidup

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

Menurut WHO tahun 1994 (dalam Desita,2010) kualitas hidup adalah sebagai persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka .


(40)

Kualitas hidup akan mewakili kedalaman pribadi seseorang. Dalam pelayanan kesehatan, peneliti mencoba membuat ukuran kualitas hidup untuk menjelaskan secara ilmiah nilai dan intervensi media terkini. Ilmuwan sosial telah mengajukan formula atau ukuran objektif lainnya sesuai dengan situasi klien. Semua formula tersebut diperhitungkan ke dalam usia klien, kemampuan klien dalam beradaptasi dengan masyarakat dalam berbagai cara. Suatu ukuran kualitas hidup membantu klien dan keluarga dalam memutuskan keuntungan yang didapat dari intervensi berisiko terkini, seperti transplantasi organ atau manajemen obat-obatan eksprimental (Potter & Perry,2005).

2.3.2 Aspek dalam Kualitas Hidup

Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003) kualitas hidup dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada aspek hidup yang baik, yaitu :

a. Kualitas hidup subjektif yaitu suatu hidup yang baik yang dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka.

b. Kualitas hidup eksistensial yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan.

c. Kualitas hidup objektif yaitu bagaiman hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan


(41)

seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

2.3.3 Komponen Kualitas Hidup

University of Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu kesehatan (fisik, psikologis, spiritual), kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungan) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).

a. Kesehatan

Kesehatan dalam kualitas hidup dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik, personal higiene, nutrisi, olah raga, pakaian dan penampilan fisik secara umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri. Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standar-standar pribadi dan kepercayaan spiritual. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik, domain psikologis, dan domain spiritual.

b. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup di bagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik terdiri dari rumah, tempat kerja/sekolah, tetangga/lingkungan dan masyarakat. Secara sosial dekat dengan orang lain, keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan masyarakat. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup


(42)

dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial.

c. Harapan

Merupakan keinginan dan harapan yang akan dicapai sebagai perwujudan dari individu seperti terpenuhinya nilai (prestasi dan aspirasi individu) sehinggaa individu tersebut merasa berharga atau dihargai di dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya melalui suatu tindakan nyata yang bermanfaat dari hasil karyanya. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain lingkungan.

2.3.4 Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup meliputi tiga komponen kualitas hidup yaitu kesehatan, kepemilikan, dan harapan. Komponen kesehatan yaitu terdiri dari kesehatan fisik, psikologis dan spiritual. Komponen kepemilikan meliputi hubungan dengan lingkungan serta hubungan dengan teman-teman atau tetangga. Komponen harapan yaitu bagaimana seseorang itu merasa dihargai dalam kehidupan sehari-hari (Anonimous, 2004 dalam Kurtus, 2005).

Pengukuran kualitas hidup tersebut dibuat dalam bentuk kuisioner yang dimodifikasi dari WHOQOL-SRPB Field Test Instrument ( Saxena, 2002), The World Health Organitation Quality of Life (WHOQOL)-BREF (Anonimous,2004) dan WHOQOL User Manual Division of Menthal Health (Anonimous, 1998).


(43)

2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Avis (2005) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dimana faktor ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang pertama adalah sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/ etnik, pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan. Bagian kedua adalah medis yaitu lama menjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani.


(44)

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014. Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel independen dan dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepatuhan hemodialisa, sedangkan variabel dependennya adalah kualitas hidup.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:

Skema 3.1 Kerangka Penelitian Kepatuhan pasien yang

menjalani hemodialisa

Kualitas hidup pasien hemodialisa (kesehatan,kepemilikan,dan harapan):

 Rendah  Sedang  Tinggi


(45)

3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Hasil ukur Variabel Independen 1 Kepatuhan Hemodialisa Kepatuhan responden dalam melaksanakan dan mengikuti semua tindakan hemodialisis/ proses pengobatan baik restriksi cairan, konsumsi obat-obatan dan kunjungan setiap sesi hemodialisa sesuai dengan yang disarankan oleh dokter, perawat, atau tenaga kesehatan. kuesioner yang terdiri dari 15 pernyataan.

Ordinal Patuh, jika skore yang diperoleh 8 - 15

Tidak patuh, jika skore yang diperoleh 0 - 7

Variabel Dependen 2 Kualitas Hidup Kondisi yang memungkinkan pasien hemodialisa dapat melakukan aktifitas tanpa adanya masalah akibat penyakitnya sehingga kepuasan atau kenikmatan didapatkan oleh pasien yang ditinjau dari komponen kesehatan, kepemilikan dan harapan. Kuisioner sebanyak 25 pernyataan dengan pilihan 4=Selalu saya lakukan(SL) 3=Sering saya lakukan(SR) 2=Kadang-kadang saya lakukan(KD) 1=Tidak pernah saya lakukan(TP )

Ordinal Hasil yang akan didapat :

25-50 = Rendah 51-75 = Sedang 76-100= Tinggi


(46)

3.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian (Hidayat,2011).

Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yaitu : terdapat hubungan antara hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan. Tetapi apabila hipotesis nol ( ∶ maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.


(47)

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia atau pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2009). Hasil survey awal yang diperoleh peneliti ada 597 pasien yang menjalani hemodialisa pada bulan Januari – Oktober 2013 di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2009). Penentuan besar sampel menurut Arikunto (2002) yaitu apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik seluruh populasi diambil semua dijadikan sampel penelitian. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25%. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi yaitu 60 orang. Teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah nonprobability sampling dengan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan


(48)

sampel dengan pertimbangan kriteria inklusi dan eklusi tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Semua pasien yang menjalani terapi hemodialisis minimal 2 kali / minggu.

2. Pasien sadar dan dapat berkomunikasi baik. 3. Pasien bersedia menjadi responden.

4. Mampu membaca dan menulis.

5. Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent. 6. Yang telah menjalani hemodialisa sekurang - kurangnya sudah

berlangsung selama 3 bulan secara berlanjut atau yang telah menjalani hemodialisa lebih dari setahun.

Dan kriteria ekslusi dalam penelitian ini : 1.Pasien drop out / mengundurkan diri. 2. Pasien yang tidak sadarkan diri.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu rumah sakit umum milik pemerintah sekaligus sebagai rumah sakit pendidikan di kota Medan, mudah dijangkau dan mempunyai unit hemodialisis. Pengumpulan data telah dilakukan pada bulan 29 Maret – 29 April 2014.


(49)

4.4 Pertimbangan Etik Peneliti

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin serta rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari RSUP HAM Medan. Setelah memperoleh izin dari RSUP HAM Medan, peneliti mulai melakukan pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada pasien sebagai responden. Sebelum responden mengisi dan mendatangani lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan, prosedur penelitian yang akan dilakukan. Jika calon responden bersedia untuk menjadi objek penelitian, maka calon responden harus mendatangani lembar persetujuan. Jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung.

Peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghargai haknya. Peneliti akan menjaga identitas responden dengan memakai kode tertentu serta tidak mencampuri hal-hal yang bersifat pribadi dari responden (Anonimity). Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian (Confidentiality). Jika dalam pengisian kuesioner responden kurang mengerti, maka peneliti akan memberikan penjelasan. Setelah seluruh kuesioner dijawab responden, kemudian dikembalikan kepada peneliti.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan mengacu kepada tinjauan pustaka. Peneliti akan menggunakan


(50)

kuesioner sebagai intrumen dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pertama kuesioner data demografi, kuesioner kedua yaitu kuesioner kepatuhan hemodialisa pasien dan kuesioner ketiga adalah kuesioner kualitas hidup.

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa yang meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, status, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan, dan lamanya menjalani hemodialisa.

4.5.2 Kuesioner Kepatuhan Hemodialisa Pasien

Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang akan diteliti, maka kuesioner kepatuhan yang digunakan dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu kepada tinjauan pustaka. Kuesioner ini bertujuan untuk mengindentifikasi kepatuhan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa, dengan jumlah kuesioner yang terdiri dari 15 pernyataan. Kategori jawabannya yaitu Ya atau Tidak. Penilaian menggunakan skala Guttman yang terbagi menjadi dua bagian pernyataan positif dan pernyataan negatif. Kuesioner pernyatan positif ada sebanyak 10 pernyataan yaitu nomor 1,3,7,8,9,11,13,14,15. Kuesioner pernyataan negatif ada sebanyak 5 pernyatan yaitu 2,4,5,6,10. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 15. Dengan menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2001), maka diperoleh banyak kelas dibagi menjadi dua kelas yaitu kategori patuh dengan skor 8-15 dan kategori tidak patuh dengan skor 0-7.


(51)

4.5.3 Kuesioner Kualitas Hidup

Kuesioner kualitas hidup bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Kuesioner ini diambil dari penelitian sebelumnya yaitu “Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP HAM Medan” (Lina, 2011). Kuesioner kualitas hidup ini terdiri dari 25 pernyataan yang akan mewakili setiap komponen kualitas hidup (kesehatan, kepemilikan, dan harapan hidup) yaitu komponen kesehatan (kesehatan fisik no. 1-5, psikologis no. 6-10, dan spiritual no.11-15), komponen kepemilikan (no 16-20), dan komponen harapan (no 21-25). Kategori jawaban yaitu selalu saya lakukan (SL), sering saya lakukan (SR), kadang saya lakukan (KD), dan tidak pernah saya lakukan (TP). Penilaian menggunakan skala Likert yang terbagi menjadi dua bagian pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif dengan empat pilihan jawaban yaitu selalu saya lakukan (SL) bernilai 4, sering saya lakukan (SR) bernilai 3, kadang-kadang saya lakukan (KD) bernilai 2, dan tidak pernah saya lakukan (TP) bernilai 1. Pernyataan negatif dengan 4 jawaban yaitu selalu saya lakukan (SL) bernilai 1, sering saya lakukan (SR) bernilai 2, kadang-kadang saya lakukan (KD) bernilai 3, dan tidak pernah saya lakukan (TP) bernilai 4. Kuesioner pernyatan positif ada sebanyak 19 pernyataan yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 23,24,25. Kuesioner pernyataan negatif ada sebanyak 6 pernyatan yaitu 6,7,8,9,21,22. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 25 dan nilai tertinggi adalah 100. Dengan menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2001),


(52)

p=rentang/banyak kelas dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) yaitu sebesar 75 dan banyak kelas dibagi atas tiga kategori kelas untuk kualitas hidup, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 25.

Dengan p=25 dan nilai terendah 25 sebagai batas bawah kelas pertama, maka kualitas hidup pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan dikategorikan atas tiga kelas sebagai berikut :

25-50 = kualitas hidup rendah 51-75 = kualitas hidup sedang 76-100 = kualitas hidup tinggi

Untuk kuesioner masing-masing komponen kualitas hidup kesehatan (fisik, psikologis, spiritual) kepemilikan dan harapan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 20 dan nilai terendah adalah 5. Dengan menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (2001), p=rentang/banyak kelas yaitu 15 dan banyak kelas dibagi atas tiga kategori kelas untuk masing-masing komponen kualitas hidup, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 5.

Maka untuk masing-masing komponen kualitas hidup tersebut dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

5-10 = Kualitas hidup rendah 11-15 = Kualitas hidup sedang 16-20 = Kualitas hidup tinggi


(53)

4.6 Uji Validitas dan Realibilitas

Instrument harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas instrument diuji kelayakannya dengan cara mengoreksi instrument dan dilakukan penilaian oleh tenaga ahli yang berkompeten dibidangnya yaitu dosen keperawatan Universitas Sumatera Utara. Uji validitas yang dilakukan adalah validitasi isi (content validity) yaitu dengan memberikan instrument kepada para pakar yang menguasai topik yang akan diteliti untuk mengetahui sampai sejauh mana instrument tersebut dapat mewakili faktor yang diteliti (Dempsey & Dempsey, 2002). Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. Kuesioner kepatuhan hemodialisa dan kualitas hidup pasien yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi oleh dosen keperawatan yang ahli dibidangnya. Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas konsistensi internal karena memiliki kelebihan yaitu pemberian instrument hanya satu kali dengan satu bentuk instrument kepada suatu objek studi (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji reabilitas pada penelitian ini dilakukan sebelum pengumpulan data kepada sampel yang memenuhi kriteria seperti sampel sebanyak 30 orang. Uji reabilitas untuk kuesioner kepatuhan pasien hemodialisa menggunakan uji Kuder Richardson (KR 20)  dan uji reabilitas untuk kuesioner kualitas hidup menggunakan uji cronbac’h alpha dengan menggunakan program komputerisasi. Uji reabilitas kuesioner dilakukan di unit hemodialisis RSUD Dr.Pirngadi Medan. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki reliabilitas lebih dari 0,70 (Polit & Hungler, 1995). Hasil uji reabilitas yang diperoleh untuk kuesioner variabel


(54)

kepatuhan pasien hemodialisa adalah 0,77 dan nilai reabilitas variabel kualitas hidup adalah 0,86.

4.7 Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data telah dilakukan peneliti dengan cara terlebih dahulu mendapat izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ke RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapat izin dari RSUP HAM Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian, kemudian peneliti memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada pasien sebagai responden.

Dalam pengumpulan data peneliti harus memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada responden mengenai maksud, tujuan, manfaat dan proses penelitian. pengisian kuisioner, kemudian responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Penelitian ini dilakukan saat pasien sedang menjalani terapi hemodialisa dengan terlebih dahulu membuat kontrak dengan pasien, kemudian peneliti bertanya kepada pasien terkait dengan isi kuesioner. Interaksi antara peneliti dan pasien berlangsung selama 20 menit. Setelah semua kuisioner diisi, kemudian data dikumpulkan untuk diolah.

4.8 Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan data, kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti


(55)

dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kemudian memasukkan (entry) data ke komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. 4.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan prosedur yang dilakukan untuk menganalisa data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungger, 1995). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen yaitu kepatuhan hemodialisa pasien dan variabel dependen yaitu kualitas hidup. Analisa univariat ini ditampilkan berupa distribusi frekuensi dan persentasi.

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat yaitu analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen terhadap dependen. Pada penelitian ini dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik korelasi spearman rank. Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah korelasinya.

Tabel 4.1 Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesa Berdasarkan Kekutan Korelasi, Nilai P, dan Arah Korelasinya

No. Parameter Nilai Interpretasi

1. Kekuatan korelasi 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000 Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat 2. Nilai p P< 0,05

P> 0,05

Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji

Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji

3. Arah korelasi

+ (positif) - (negatif)

Searah, semakin besar nilai suatu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya

Berlawanan arah, semakin besar nilai suatu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.


(56)

kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dimulai pada tanggal 29 Maret 2014 sampai dengan tanggal 29 April 2014 di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan jumlah responden 60 orang.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dibagi atas empat bagian yaitu distribusi karakteristik data demografi responden, kepatuhan hemodialisa pasien, kualitas hidup pasien, dan mengidentifikasi ada tidaknya hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1.1 Distribusi Karakteristik Data Demografi Responden

Karakteristik responden tertinggi berdasarkan usia ada pada rentang usia 41-60 tahun sebanyak 29 orang (35%), jenis kelamin pria sebanyak 44 orang (73,3%), status sudah menikah sebanyak 51 orang (85%), beragama kristen protestan sebanyak 30 orang (50%), pendidikan SMA sebanyak 22 orang (36,7%), tidak bekerja sebanyak 44 orang (73,3%), berpenghasilan dibawah Rp. 1.505.850 sebanyak 35 orang (58,3%), dan lamanya pasien menjalani hemodialisis selama lebih dari 1 tahun sebanyak 45 orang (75%).


(57)

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden (n=60) di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Bulan Maret-April 2014.

No Karakteristik Frekuensi Persentasi (%) 1 Umur

12-17 Tahun 1 1.7

18-40 Tahun 21 35.0

41-60 Tahun 29 48.3

> 60 Tahun 9 15.0

2 Jenis Kelamin

Pria 44 73.3

Wanita 16 26.7

3 Status

Menikah 51 85.0

Belum Menikah 9 15.0

4 Agama

Kristen Protestan 30 50.0

Islam 27 45.0

Budha 1 1.7

Katolik 2 3.3

5 Pendidikan

SD 10 16.7

SMP 8 13.3

SMA 22 36.7

Perguruan Tinggi 20 33.3

6 Pekerjaan

Bekerja 16 26.7

Tidak Bekerja 44 73.0

7 Pendapatan per bulan

< 1.505.850 35 58.3

> 1.505.850 19 31.7

Tidak Ada 6 10.0

8 Lama menjalani hemodialisa

< 1 Tahun 15 25.0


(58)

5.1.2 Kepatuhan hemodialisa pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan

Data distribusi frekuensi kepatuhan hemodialisa pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan yang di jelaskan dalam tabel 5.1.2 menunjukkan bahwa mayoritas pasien hemodialisa yang menjadi responden memiliki kepatuhan hemodialisa yang patuh sebanyak 53 orang dengan persentase 88,3% sedangkan yang memiliki kepatuhan hemodialisa yang tidak patuh sebanyak 7 orang dengan persentase 11,7%.

Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kepatuhan Hemodialisa Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan pada Bulan Maret-April 2014 (n=60)

Kepatuhan hemodialisa Frekuensi Persentasi (%)

Patuh 53 88.3

Tidak Patuh 7 11.7

5.1.3 Kualitas Hidup Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan

Data distribusi frekuensi kualitas hidup pasien di unit RSUP Haji Adam Malik Medan yang di jelaskan dalam tabel 5.1.3 menunjukkan bahwa mayoritas pasien hemodialisa yang menjadi responden memiliki kualitas hidup yang tinggi dengan frekuensi 52 orang yaitu sebanyak 86,7%, sedangkan yang memiliki kualitas hidup yag sedang sebanyak 8 orang dengan persentase 13,3%.

Berdasarkan hasil analisa data dari setiap komponen kualitas hidup terhadap 60 pasien yang menjadi responden, mayoritas pasien untuk komponen kesehatan fisik ada pada kategori tinggi sebesar 91,7% (55 orang) dan kategori sedang sebesar 8,3% (5 orang). Kualitas hidup pasien dari kesehatan psikologis


(59)

mayoritas pada kategori tinggi sebesar 50% (30 orang), kategori sedang ada 46,7% (28 orang) dan pada kategori rendah 3,3% (2 orang). Kualitas hidup pada kesehatan spiritual mayoritas kategori tinggi sebesar 95% (57 orang) dan kategori sedang ada 5% (3 orang). Berdasarkan kualitas hidup dari komponen kepemilikan mayoritas pasien dalam kategori tinggi sebesar 96,7% (58 orang) dan kategori sedang ada 3,3% (2 orang). Kualitas hidup dari komponen harapan pasien mayoritas dalam kategori tinggi ada 60% (36 orang), kategori sedang sebesar 31,7% (19 orang) dan pada kategori rendah 8,3% (5 orang).

Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kualitas Hidup Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan pada Bulan Maret-April 2014 (n=60)

Kualitas Hidup Frekuensi Persentasi (%) Komponen Kesehatan

Kesehatan Fisik

Sedang 5 8.3

Tinggi 55 91.7

Kesehatan Psikologis

Rendah 2 3.3

Sedang 28 46.7

Tinggi 30 50.0

Kesehatan Spiritual

Sedang 3 5.0

Tinggi 57 95.0

Komponen Kepemilikan

Sedang 2 3.3

Tinggi 58 96.7

Komponen Harapan

Rendah 5 8.3

Sedang 19 31.7

Tinggi 36 60.0

Total Kualitas Hidup

Sedang 8 13.3


(60)

5.1.4 Hubungan Kepatuhan Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

Analisa hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan diukur dengan menggunakan uji korelasi spearman rank. Analisa data dilakukan dengan uji korelasi spearman rank didapat koefisien korelasi (r) antara Hubungan kepatuhan hemodialisa dengan Kualitas hidup pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan yaitu (r) 0,404 dengan tingkat signifikan (p) 0,001 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan kepatuhan hemodialisa dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan dengan kekuatan hubungannya sedang dan positif.

Tabel 5.1.4 Hasil Analisa Hubungan Kepatuhan Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan pada Bulan Maret-April 2014 (n=60)

Variabel r p

Kepatuhan hemodialisa 0,404 0,001

Kualitas hidup

α = 0,01 (2-tailed)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Kepatuhan Hemodialisa Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan

Kepatuhan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan. Kepatuhan terhadap pengobatan pasien membutuhkan partisipasi yang aktif dari pasien sehingga proses pengobatan medis yang telah ditentukan berjalan sesuai dengan sistem manajemen


(61)

perawatannya sehingga kepatuhan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada kesuksesan atau kegagalan terapi hemodialisa (WHO, 2003).

Hasil analisa data mengenai kepatuhan hemodialisa pasien di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan terhadap 60 orang responden menunjukkan bahwa 88,3% (53 orang) dalam kategori patuh sedangkan 11,7 % (7 orang) dalam kategori tidak patuh. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien hemodialisa di unit hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan (88,3%) patuh dalam menjalani semua proses regimen hemodialisa. Regimen hemodialisa yang dimaksud disini meliputi kunjungan regimen hemodialisa, kepatuhan minum obat, kepatuhan diet cairan dan kepatuhan diet nutrisi. Hasil penelitian ini juga didukung oleh studi kamerrer (2007) mengenai kepatuhan pasien, dimana menunjukkan bahwa kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan perawatan dari pemberi pelayanan kesehatan adalah penting untuk kesuksesan suatu intervensi, dan apabila kepatuhan tidak berjalan maka akan berdampak pada berbagai aspek perawatan pasien, yaitu termasuk konsistensi kunjungan, regimen pengobatan serta pembatasan makanan dan cairan. Dampak yang timbul dari ketidakpatuhan pasien seperti sesak akibat tidak konsistennya kunjungan regimen hemodialisa, peningkatan berat badan akibat retensi cairan atau nutrisi yang tidak diatur dietnya serta komplikasi penyakit yang timbul akibat ketidakpatuhan terapi hemodialisa.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dikemukakan Bame, Petersen & Wray (1993 dalam Kim 2010) yang mendapatkan hasil ketidakpatuhan pasien dialisis secara umum meliputi 4(empat) aspek yaitu ketidakpatuhan mengikuti program hemodialisis termasuk didalam aspek frekuensi dan durasi


(62)

waktu hemodialisa (0 % - 32,3 %), ketidakpatuhan dalam program pengobatan (1,2 % - 81 %), ketidakpatuhan terhadap restriksi cairan (3,4 % - 74%) dan ketidakpatuhan mengikuti program diet (1,2 – 82,4 %). Banyak faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan yang berdampak pada kegagalan pasien dalam mengikuti program terapi hemodialisa.

Kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor dari karakteristik demografi, dalam penelitian ini karakteristik yang dapat diuraikan peneliti yang berhubungan dengan kepatuhan hemodialisa pasien seperti usia, jenis kelamin, pendidikan serta lama pasien menjalani hemodialisa. Karakteristik usia dalam penelitian ini diketahui bahwa mayoritas 83,3% responden berusia dewasa madya dan dewasa akhir dengan rentang usia 41-60 tahun dan lebih dari 60 tahun. Hal ini didukung oleh hasil penelitian DOPPS, usia muda menjadi prediktor peluang untuk ketidakpatuhan yang lebih tinggi dibandingkan usia yang lebih tua terutama untuk melewatkankan sesi hemodialisis, memperpendek waktu dialysis, IDWG berlebihan dan hiperphospatemia (Kamerrer, 2007). Selain itu, Siagian (2001 dalam Rohman 2007) menyatakan bahwa umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas, yang berarti bahwa semakin meningkat umur seseorang, akan semakin meningkat pula kedewasaannya atau kematangannya baik secara teknis, psikologis maupun spiritual, serta akan semakin mampu melaksanakan tugasnya. Umur yang semakin meningkat akan meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi, toleran dan semakin terbuka terhadap pandangan orang


(63)

lain termasuk pula keputusannya untuk mengikuti program-program terapi yang berdampak pada kesehatannya.

Jenis Kelamin dalam penelitian ini mayoritas ada pada gender pria dengan persentase 73,3% (44 orang). Perbedaan gender hingga kini masih terus dipertanyakan dan dikaji, Laki-laki dan perempuan sudah pasti berbeda. Berbeda dalam cara berespon, bertindak, dan bekerja di dalam situasi yang mempengaruhi setiap segi kehidupan. Riset menunjukkan jenis kelamin perempuan memiliki prediktor yang kuat untuk ketidakpatuhan hemodialisa (Saran et al, 2003 dalam Kamerrer, 2007).

Pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas pribadi seseorang, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin besar kemampuannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya (Siagian, 2001 dalam Rohman, 2007). Beberapa bukti menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pasien berperan dalam kepatuhan. Hal ini didukung oleh teori Niven (2000) bahwa pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan pasien.

Periode sakit atau lamanya menjalani suatu terapi dapat mempengaruhi kepatuhan. Beberapa penyakit yang tergolong penyakit kronik, banyak mengalami masalah kepatuhan. Pengaruh sakit yang lama, belum lagi perubahan pola hidup yang kompleks serta komplikasi-komplikasi yang sering muncul sebagai dampak sakit yang lama mempengaruhi bukan hanya pada fisik pasien, namun lebih jauh emosional, psikologis dan sosial pasien. Pada pasien hemodialisis didapatkan hasil riset yang memperlihatkan perbedaan kepatuhan pada pasien yang sakit kurang


(64)

dari 1 tahun dengan yang lebih dari 1 tahun. Semakin lama sakit yang diderita oleh pasien, maka akan terjadi penurunan ketidakpatuhan terhadap pasien (Kamerrer, 2007). Dari hasil data demografi yang dilakukan peneliti dimana persentase lama pasien yang menjalani hemodialisa lebih dari 1 tahun (75%) lebih banyak dibanding dengan lama hemodialisa yang kurang dari 1 tahun (25%). Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa semakin lama pasien menjalani HD, maka semakin patuh pasien tersebut karena pasien sudah mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan (Sapri, 2004).

Berbagai riset juga berusaha menghubungkan variasi demografi dengan ketidaktaatan, akan tetapi karakteristik demografi pada beberapa penelitian belum secara konsisten yang memprediksi perubahan sikap kepatuhan yang terjadi pada pasien. Menurut Green (dikutip dari Notoadmojdo, 2003) mengemukakan bahwa perilaku kepatuhan yang merupakan suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, dimana respon tersebut sangat bergantung pada karakteristik demografi atau faktor-faktor lainnya seperti faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Teori tersebut juga didukung oleh studi Kamerrer (2007) mengenai model kepatuhan hemodialisa, dimana faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hemodialisis digambarkan dalam sebuah interaksi yang kompleks yaitu faktor pasien yang meliputi karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pendidikan, lamanya sakit, tingkat pengetahuan, status bekerja, sikap, keyakinan,


(65)

nilai-nilai, persepsi, motivasi, harapan pasien, kebiasaan merokok), faktor pelayanan kesehatan, dan faktor petugas kesehatan (Provider).

Ketidakpatuhan memiliki dampak yang sangat memprihatinkan sebab akan berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi akut dan kronis, lamanya perawatan dan berdampak pada produktivitas dan menurunkan sumber daya manusia. Selain itu, dampak masalah ini bukan hanya mengenai individu dan keluarga saja, lebih jauh akan berdampak pada sistem kesehatan suatu negara. Negara akan mengeluarkan biaya yang banyak untuk mengobati dan merawat pasien CKD dengan hemodialisis yang umumnya menjadi pengobatan seumur hidup. Upaya pencegahan dan penanggulangan tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah saja tetapi harus dibantu oleh semua pihak baik masyarakat maupun profesi yang terkait, khususnya tenaga kesehatan. Perawat sebagai salah satu profesi kesehatan memiliki peran yang sangat besar karena memiliki waktu interaksi terlama dengan pasien di institusi kesehatan, khususnya dalam memberikan informasi yang penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien.

5.2.2 Kualitas hidup Pasien di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan

Menurut Brunner & Suddarth (2002), pasien yang menjalani terapi hemodialisa dihadapkan dengan berbagai masalah sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien. Hal ini akan menyebabkan ketidakpuasaan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti waktu mereka masih sehat. Menurut Smeltzer dan Bare, (2001) pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dihadapkan kepada berbagai masalah finansial, kesulitan dalam


(1)

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.863 25

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p1 3.73 .691 30

p2 3.80 .551 30

p3 3.87 .434 30

p4 4.00 .000 30

p5 4.00 .000 30

p6 3.43 .504 30

p7 3.50 .682 30


(2)

p9 3.17 .379 30

p10 3.77 .626 30

p11 3.97 .183 30

p12 3.70 .651 30

p13 3.73 .583 30

p14 3.40 .855 30

p15 3.97 .183 30

p16 3.83 .531 30

p17 3.83 .531 30

p18 3.80 .551 30

p19 3.97 .183 30

p20 4.00 .000 30

p21 3.33 .802 30

p22 3.30 .702 30

p23 3.13 .819 30

p24 3.37 .669 30


(3)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 87.70 38.976 .636 .850

p2 87.63 42.447 .306 .861

p3 87.57 43.082 .294 .861

p4 87.43 44.944 .000 .864

p5 87.43 44.944 .000 .864

p6 88.00 41.310 .522 .855

p7 87.93 40.547 .452 .857

p8 87.97 40.516 .646 .851

p9 88.27 44.409 .077 .866

p10 87.67 41.885 .329 .861

p11 87.47 44.464 .183 .863

p12 87.73 40.271 .514 .855

p13 87.70 39.597 .682 .849

p14 88.03 37.689 .621 .850

p15 87.47 44.947 -.015 .865

p16 87.60 41.283 .496 .856

p17 87.60 41.283 .496 .856

p18 87.63 43.689 .131 .866

p19 87.47 44.464 .183 .863

p20 87.43 44.944 .000 .864

p21 88.10 40.231 .400 .860

p22 88.13 40.671 .422 .858

p23 88.30 38.217 .598 .851

p24 88.07 39.720 .567 .853

p25 88.07 36.892 .863 .840

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 91.43 44.944 6.704 25


(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Meri Merliana Gultom

Tempat/Tanggal Lahir

: Tebing Tinggi, 13 Mei 1993

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

:

Kristen

Protestan

Alamat

: Jl. Jamin Ginting Gg Sarmin No. 1B Padang Bulan,

Medan

Riwayat Pendidikan

:

1. 1997 – 1998 TK BHAYANGKARI Tebing Tinggi

2. 1998 – 2004 SD Negeri 165733 Tebing Tinggi

3. 2004 – 2007 SMP Negeri 3 Tebing Tinggi

4. 2007 – 2010 SMA Negeri 3 Tebing Tinggi

5. 2010 – Fakultas Keperawatan USU

Pengalaman Lainnya

:

1.

Berorganisasi di BEM PEMA FKEP USU periode 2010 – 2012.

2.

Anggota P3MI ( Pemuda-pemudi) Tebing Tinggi di Gereja Methodis