Peran Tendensi Atribusi Bermusuhan Sebagai Mediator Penolakan Sosial Terhadap Perilaku Tweet War

BAB I
PENDAHULUAN

I.A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan

teknologi

komunikasi

yang kini terjadi menimbulkan

banyak perubahan dalam interaksi manusia. Interaksi melalui dunia maya kini
menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan, dimana interaksi
interpersonal kini tidak lagi hanya terbatas pada interaksi tatap muka, namun telah
difasilitasi oleh sebuah media sosial yang menawarkan kemudahan dalam
interaksi. Kaplan dan Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai
sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas dasar ideologi dan
teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran
informasi.
Media sosial yang kini sedang digemari oleh banyak orang di Indonesia

salah satunya adalah twitter. Terlihat dari sebuah situs yang dikelola oleh suatu
perusahaan di Paris yaitu Semiocast (2012) yang menyediakan data intelijen dan
penelitian pada media sosial, menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat
kelima jumlah akun twitter paling banyak di dunia dengan jumlah 29,4 juta.
Sementara itu, data yang dirilis sebuah situs yang menyediakan data statistik dari
pengguna twitter dengan metode geolocation atau pemantauan jumlah pengguna
twitter dengan satelit berdasarkan lokasi wilayah, menempatkan Indonesia sebagai

Universitas Sumatera Utara

negara ketiga terbanyak di dunia dalam menulis tweet, yakni sebesar 10,87% (A
World of Tweets, 2012).
Twitter adalah layanan pesan yang menyediakan beragam karakteristik alat
komunikasi. Pesan yang kita tuliskan di Twitter berupa pesan singkat hingga 140
karakter yang disebut dengan tweet, pesan tersebut bersifat publik dan dapat
dibaca oleh siapa saja seperti menulis di blog. Pengguna Twitter dapat memilih
aliran pesan dari akun-akun yang ingin ia dapatkan, yang disebut dengan
following dan follower (O’Reilly & Milstein, 2009).
Pada dasarnya penggunaan twitter dapat dimanfaatkan dengan dijadikan
media interaksi untuk menambah kedekatan dengan kelompok sosial, berbagi

berita, komentar, dan pengalaman, serta percakapan bisnis (O’Reilly & Milstein,
2009). Namun fakta juga menunjukkan bahwa masih banyak orang yang
menggunakan twitter untuk hal-hal negatif, seperti munculnya kasus penipuan
dalam bisnis online, maraknya penculikan, pergaulan yang tidak terkontrol, dan
menjadi tempat pertengkaran (Teknologi Kompasiana, 2012). Pertengkaran yang
terjadi di twitter salah satunya adalah seperti yang terjadi antara dua artis terkenal
yaitu Marissa Haque dan Kevin Aprilio yang merupakan anak dari penyanyi
Memes dan Adi MS.

Permasalahan antara mereka muncul karena tuduhan seseorang pada
Marissa Haque yang mempertanyakan status gelar doktor Marissa. Berdasarkan
artikel yang dikutip dari Jelajah (2012) dikatakan bahwa Marissa kemudian
menjadi marah, dan membuktikan kemarahannya dengan berbagai cara,

Universitas Sumatera Utara

diantaranya lewat mengunggah video ke YouTube dan menulis di blog-nya.
Kemudian, persoalan ini melebar ke pasangan suami istri Addie MS dan Memes
serta anaknya Kevin Aprilio yang menjadi perbincangan di twitter karena tweet
Marissa yaitu,


“Hapus komentar kamu di youtube Kevin! Faham ya? @apriliokevin. Kamu
telpon saya malam ini, Papa dan Mama kamu punya no HP saya, saya
jelaskan duduk perkaranya. Saya tahu kamu sejak bayi!”
(Dikutip dari Jelajah, 2012).
Kevin yang menerima pesan itu kemudian bertanya-tanya dan mengatakan
bahwa ia tidak mengerti mengapa ia terlibat dalam permasalahan yang
menyangkut Marissa Haque, ia membalas tweet Marissa dengan sindiran dan
panggilan ‘tante blog’ serta menggunakan tanda seru dalam tulisannya, hal ini
kemudian menyebabkan Marissa semakin kesal dan terus berbalasan tweet dengan
Kevin (Jelajah, 2012).

Infante dkk (1984) menyatakan bahwa perilaku yang berkaitan dengan
panggilan nama, ancaman dan ultimatum merupakan bentuk-bentuk dari agresi
verbal. Agresi verbal adalah salah satu bentuk dari agresi, dimana Krahe (2005)
membagi agresi menjadi dua jenis berdasarkan modalitas respon yaitu agresi
verbal dan agresi fisik. Agresi

merupakan


segala bentuk perilaku

yang

dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain, baik secara
fisik maupun psikis (Baron & Richardson dalam Krahe, 2005). Berdasarkan
pendapat di atas, maka kasus di atas adalah salah satu bentuk agresi verbal, yang
apabila terjadi di twitter biasa disebut tweet war.

Universitas Sumatera Utara

Menurut artikel yang dikutip dari Metro TV News (2012) mengenai
perilaku jejaring sosial di Indonesia, tweet war adalah adu argumen serta saling
menyerang di twitter yang berujung saling memaki dan menjatuhkan. Tweet war
biasanya bermula dari status dengan nada kasar dan terkesan masa bodoh,
sindiran, umpatan, menjelek-jelekkan orang lain maupun propaganda melalui
media sosial. Status tersebut kemudian ditimpali yang bersangkutan dan
diperparah dengan komentar para followers, maka terjadilah tweet war.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2012), seorang mahasiswa
Universitas Negeri Malang dalam skripsinya mengenai fenomena agresi di media

sosial menunjukkan bahwa tujuan utama agresi yang dilakukan di jejaring sosial
adalah untuk menyakiti orang lain di ruang publik secara umum sehingga
mendapat respon dari orang lain, yang mana dengan melakukannya dalam ruang
publik maka agresi akan dirasa

efektif

dan

tepat

sasaran.

Hasil juga

menunjukkan bahwa menyerang orang di ruang publik akan membuat orang
tersebut merasa malu dan membuat orang lain tahu, sehingga rasa sakit yang
ditimbulkan menjadi lebih dalam.
Suler (dalam Norman, 2008) mengungkapkan salah satu penyebab
munculnya agresi di media sosial adalah karena Online Disinhibition Effect, yaitu

efek yang membuat seseorang menjadi lebih terbuka selama berinteraksi online di
internet, efek ini menyebabkan orang menjadi lebih mudah berperilaku agresi di
media sosial, disebabkan oleh anonimitas dan invisibilitas serta respon yang dapat
ditunda. Seringkali seseorang yang berinteraksi di internet tidak menggunakan
identitas aslinya sehingga ia merasa lebih mudah dalam mengeluarkan apa yang

Universitas Sumatera Utara

ingin ia katakan. Kemudian juga walaupun identitas kita diketahui oleh orang lain
dalam dunia online, invisibilitas juga mempengaruhi bagaimana seseorang
berprilaku online, pemikiran bahwa ekspresi, gerakan dan reaksi tidak dapat
dilihat oleh orang lain yang menjadi lawan bicara menyebabkan seseorang lebih
mudah mengungkapkan apa yang ia rasakan.
Hal tersebut di atas menggambarkan bahwa jejaring sosial dapat dijadikan
sebagai media pelampiasan agresi yang paling aman karena anonimitasnya, dan
twitter sebagai media microblogging dengan interaksi yang langsung dan cepat
serta identitas yang tidak terlalu ditonjolkan menjadi pendukung munculnya
agresi. Berkaitan dengan anonimitas dan invisibilitas yang terjadi pada interaksi
online, jejaring sosial seringkali dijadikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan
individu berinteraksi dengan orang lain dan menjalin hubungan. Winarno (2012),

seorang dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiah Malang
mengatakan bahwa media sosial seringkali dijadikan media katarsis oleh
penggunanya, di tengah permasalahan hidup yang semakin rumit dan juga
terjadinya kebuntuan komunikasi diantara orang-orang terdekat, media sosial
hadir mengisi ruang itu.
Dari hal di atas, kebuntuan komunikasi interpersonal di dunia nyata menjadi
salah satu faktor penyebab seseorang berprilaku agresi di media sosial. Kebuntuan
komunikasi dalam lingkungan sosial berhubungan dengan penerimaan dan
penolakan sosial, dimana Leary (2001) menyatakan penolakan sosial merupakan
salah satu faktor yang berperan pada munculnya perilaku agresi, pengalaman
penolakan dapat menyebabkan sejumlah konsekuensi psikologis yang merugikan

Universitas Sumatera Utara

seperti depresi, cemburu, bermusuhan, dan agresi. Pernyataan di atas juga
didukung oleh Miller (dalam Soliha, 2010) yang menyatakan bahwa penolakan
sosial dapat mengakibatkan perilaku agresi, dan Kartono (dalam Soliha, 2010)
menambahkan alasan hal ini terjadi adalah karena seseorang mengembangkan
reaksi kompensatoris dalam bentuk dendam, sikap bermusuhan dengan dunia luar
serta mencari keenakan hidup dengan cara-cara yang mengundang perhatian.

Beberapa penelitian lain juga mendukung bahwa penolakan sosial dapat
menimbulkan perilaku agresi. Beberapa studi laboratorium telah menunjukkan
hubungan sebab akibat antara penolakan sosial dengan agresi (Twenge, 2004).
Hasil penelitian oleh Baumeister & Leary; Hogan, Jones, & Cheek; Leary;
Schlenker (dalam Leary, 2001) mendapatkan bahwa manusia secara akut
memperhatikan bagaimana orang lain mempersepsikan dan mengevaluasi mereka.
Tentu, ketika seseorang merasa diterima atau ditolak, reaksi mereka tidak
didasarkan pada tingkat objektif bagaimana orang lain menilai hubungan mereka,
tapi lebih pada persepsi seberapa besar mereka dihargai orang lain.
Dari beberapa penelitian di atas kuat dikatakan bahwa penolakan sosial
dapat mengakibatkan agresi, namun ada beberapa penelitian yang menemukan
bahwa saat seseorang ditolak, ia akan dengan cepat mencari cara untuk
memperbaiki situasi tersebut dengan mencari jalan untuk dapat bergabung
kembali dalam kelompok dan kembali membangun hubungan, yaitu beberapa
penelitian menemukan bahwa individu yang ditolak dapat menjadi lebih prososial
(William, Cheung & Choi; Williams & Sommer dalam Twenge, 2004) dan

Universitas Sumatera Utara

menjadi lebih reseptif pada isyarat sosial (Gardner & Picket dalam Twenge, 2004)

untuk dapat membangun kembali hubungan dengan orang lain.
Selain beberapa hal di atas, Twenge (2004) dalam penelitiannya
menemukan bahwa banyaknya anak-anak dan dewasa yang mengalami penolakan
namun kemudian hanya beberapa dari mereka yang menjadi agresi atau terlibat
kekerasan, artinya, ada variabel lain yang menjadi penentu dalam menentukan
muncul atau tidaknya agresi setelah adanya penolakan. Dodge (dalam Leary,
2001) menyatakan bahwa perspektif atribusional menjadi salah satu hal yang
berperan dalam munculnya agresi, tokoh lainnya yaitu Krahe (2005) juga
menyatakan bahwa salah satu variabel yang berperan penting dalam munculnya
agresi adalah kecenderungan cara seseorang mempersepsikan stimulus yang ia
terima dari orang lain melalui interaksi, yaitu dikenal sebagai proses atribusi, dan
kecenderungan atribusi yang dekat dengan perilaku agresi adalah atribusi
bermusuhan.
Lebih lanjut, orang yang mengalami penolakan dapat memicu munculnya
kecenderungan seseorang untuk menginterpretasikan aksi ambigu dari orang lain
sebagai sesuatu yang disengaja dan memiliki niat bermusuhan, dan orang yang
kesepian akan cenderung membuat atribusi yang bersifat merugikan orang lain
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian (Snodgrass, Qualter
& Munn, dalam Qualter dkk, 2012)
Krahe (2005) mendefinisikan tendensi atribusi bermusuhan sebagai

kebiasaan seseorang untuk menginterpretasi stimulus ambigu dengan cara

Universitas Sumatera Utara

bermusuhan. Stimulus dalam tweet war yang berasal dari tweet yang bersifat
ambigu seringkali diartikan sebagai sesuatu yang mengancam dirinya oleh orang
yang memiliki tendensi atribusi bermusuhan tinggi.
Menurut Krahe (2005) kemungkinan individu bereaksi dengan respon
agresif sangat bergantung pada interpretasinya terhadap stimulus yang ia terima,
didukung dengan pernyataannya yang mengatakan bahwa proses kognitif sangat
penting dalam pembentukan respons agresi, cara orang memikirkan kejadian
aversif dan reaksi emosional yang mereka alami sebagai sebuah akibat merupakan
aspek penting dalam menentukan manifestasi dan kekuatan respon agresinya.
Interaksi dengan media twitter mendasarkan proses interaksinya dengan
penggunaan tulisan ataupun gambar. Selama ini tampilan berupa tulisan di buku
maupun media cetak lainnya memiliki kesan bahwa pesan yang ditulis selalu
mewakili pemikiran yang baik dan telah diedit dengan cermat oleh penulisnya,
namun, seringkali tulisan yang ada merupakan hasil dari ungkapan tanpa
pemikiran matang dari penulisnya. Komunikasi dalam bentuk tulisan seringkali
terlihat lebih dingin dan lebih impersonal dibandingkan dengan yang

dimaksudkan oleh penulis, humor dan sarkasme seringkali sulit diungkapkan
dalam tulisan karena tidak adanya nada suara dan bahasa tubuh, seringkali orang
melihat sarkasme sebagai amarah atau agresi apabila ditampilkan lewat tulisan
(King & Moreggi dalam Gackenbach, 2007)
Pada interaksi bentuk tulisan, orang-orang terikat dalam proses atribusi
berlebihan (Lea & Spears dalam Gackenbach, 2007) dan mengasumsikan suatu

Universitas Sumatera Utara

hal mengenai orang lain berdasarkan pada proyeksi bawah sadarnya. Menurut
mereka, mereka mengisi bagian-bagian dari gambar seseorang di dunia online
dengan isyarat-isyarat yang mereka punya, tanpa pernah sepenuhnya sadar bahwa
sebagian besar dari gambar tersebut didasarkan pada asumsi dan misatribusi
mereka sendiri (King & Moreggi dalam Gackenbach, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Reijntjes dkk (2011) mendapatkan
bahwa pada saat seseorang yang berada pada masa remaja mengalami penolakan
yang akut oleh teman sebaya, seringkali mereka akan berperilaku agresi pada
orang-orang di sekitarnya, dan hasil eksperimen mendapatkan bahwa tendensi
atribusi bermusuhan adalah variabel yang menjadi mediator pada respon agresi
setelah adanya penolakan. Artinya, adanya penolakan teman sebaya yang akut
akan menyebabkan munculnya tendensi atribusi bermusuhan dan akhirnya
memunculkan perilaku tweet war.
Dari keterangan di atas jelas bahwa persepsi seseorang terhadap dirinya
bahwa ia ditolak oleh kelompok sosial dapat meningkatkan kecenderungan
seseorang untuk agresi di media Twitter, namun hal ini tergantung dari cara
seseorang mempersepsikan perilaku orang lain yang ia terima, yaitu tendensi
atribusi bermusuhan. Dari hal di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat peran
tendensi atribusi bermusuhan dalam memediasi hubungan antara penolakan sosial
terhadap perilaku tweet war.

Universitas Sumatera Utara

I.B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini: apakah tendensi atribusi bermusuhan
memediasi hubungan antara penolakan sosial dan perilaku tweet war?
I.C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tendensi atribusi
bermusuhan memediasi hubungan antara penolakan sosial dengan perilaku tweet
war.
I.D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu :
1. Secara teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya temuan di
bidang Psikologi Sosial di bidang perilaku di media sosial dan konflik
interpersonal.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menguatkan teori agresi verbal dalam
konteks dunia maya.
c. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya terkait dengan penelitian perilaku di
media sosial dan konflik interpersonal yang terjadi di media sosial.

Universitas Sumatera Utara

2. Secara praktis
a. Sebagai wacana bagi para pengguna jejaring sosial twitter mengenai peran
penolakan sosial dan tendensi atribusi bermusuhan terhadap perilaku tweet
war.
b. Sebagai masukan dalam pembangunan solusi untuk menekan perilaku
tweet war para pengguna twitter.
I.E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Bab I :

Pendahuluan
Berisikan latar belakang masalah yaitu mengenai maraknya perilaku
agresi yang ditunjukkan para pengguna media sosial, salah satunya tweet
war yang kerap terjadi, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori
Berisikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek
penelitian, yang meliputi landasan teori dari perilaku tweet war yang
menggunakan konsep agresi verbal, penolakan sosial, dan tendensi
atribusi bermusuhan.

Universitas Sumatera Utara

Bab III: Metode Penelitian
Berisikan mengenai metode-metode dalam penelitian yaitu identifikasi
variabel, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian,
instrumen dan alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel,
uji coba aitem pada skala penelitian, hasil uji coba aitem skala
penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis data.
BAB IV: Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisi uraian tentang gambaran partisipan penelitian, hasil
penelitian yang meliputi hasil uji asumsi, hasil utama penelitian,
deskripsi data penelitian, hasil tambahan, serta pembahasan.
BAB V: Kesimpulan dan Saran
Bab ini memaparkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil
penelitian.

Universitas Sumatera Utara