Pengaruh Motivasi Ibu Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo Tahun 2012

59

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam
pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Karena hal
tersebut merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam
peningkatan kualitas manusia (Depkes RI, 2004).
Persentase bayi berumur 6 bulan yang diberi ASI eksklusif paling tinggi di
Swedia yaitu sebesar 72,5%, Secara global pemberian ASI eksklusif telah meningkat
secara signifikan dengan kemajuan yang luar biasa khususnya di wilayah Sub-Sahara
Afrika, di mana suku telah meningkat dari 22% pada tahun 1996 menjadi 30% tahun
2006. Demikian juga di wilayah Asia Selatan mencapai 45% dan Asia Timur &
Pasifik sebesar 43% adalah ASI eksklusif. Peningkatan substansial tersebut telah
memberikan kontribusi untuk kelangsungan hidup anak, kesehatan dan gizi bayi
(UNICEF, 2009).
Di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas (2010), persentase bayi yang
mendapat ASI eksklusif sebesar 27,2%.


Dibandingkan hasil riset sebelumnya

menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif
yaitu 32,4% tahun 2007. UNICEF menyimpulkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan di
Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38%. Banyaknya kasus kurang gizi
pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun yang sempat melanda beberapa wilayah

Universitas Sumatera Utara

60

Indonesia dapat diminimalisir melalui pemberian ASI secara eksklusif. Oleh sebab itu
ASI eksklusif dijadikan sebagai prioritas program negara berkembang ini (UNICEF,
2009).
Pencapaian program pemberian ASI eksklusif di Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2010 sebesar 36,72%. Hasil ini belum mencapai target yang ditetapkan
Depkes RI yaitu sebesar 80% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2011).
Di Kabupaten Karo, dari 6.029 bayi yang ada hanya sebanyak 2.167 bayi
(36,0%) yang diberikan ASI eksklusif. Pencapaian program pemberian ASI di
Kecamatan Naman Teran sangat rendah dari seluruh kecamatan di Kabupaten Karo,

yaitu sebesar 24% (Dinkes Kabupaten Karo, 2011)
Kebijakan tentang pemberian ASI eksklusif sampai umum bayi 6 bulan baru
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004, hal ini
mengacu kepada kajian World Health Organization (WHO) pada tahun 1999
menyatakan bahwa pemberian ASI selama 6 bulan adalah jangka waktu yang paling
optimal untuk pemberian ASI eksklusif, karena memberi berbagai manfaat bagi bayi.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti
ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan
perkembangannya. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan
bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat
kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak
seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu
menjarangkan kelahiran (Linkages, 2009).

Universitas Sumatera Utara

61

Menyusui adalah suatu proses yang alamiah. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia
berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Bahkan ibu

yang buta huruf pun dapat menyusui anaknya dengan baik. Menyusui akan menjamin
bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. ASI
merupakan makanan terbaik bagi bayi, Karena mengandung zat gizi yang paling
sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap percepatan tumbuh kembang,
terutama pada 2 tahun pertama (Eveline, 2008).
Bayi yang diberi ASI secara khusus terlindung dari serangan penyakit sistem
pencernaan. Hal ini disebabkan zat-zat kekebalan tubuh didalam ASI memberikan
perlindungan langsung melawan serangan penyakit. Dan kandungan nutrisinya yang
sempurna meningkatkan daya tahan tubuhnya dan mencerdaskannya ke level optimal.
Bayi menjadi tumbuh sehat, tidak kegemukan, dan tidak terlalu kurus. Oleh karena
itu amat dianjurkan setiap ibu hanya memberikan ASI eksklusif pada bayi (Rosita,
2008).
Manfaat pemberian ASI eksklusif dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak telah diketahui secara luas, namun kesadaran ibu untuk
memberikan ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Pemasaran yang agresif dari
produsen susu pengganti ASI merupakan salah satu faktor penghambat pemberian
ASI di Indonesia.
The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tahun 2006

memperkirakan 1 juta bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI

pada 1 jam pertama kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan

Universitas Sumatera Utara

62

enam bulan. Kelompok masyarakat yang paling rentan terancam penyakit dan
kekurangan gizi adalah ibu hamil dan bayi.
Berdasarkan hasil penelitian UNICEF di Indonesia dalam Santosa (2004)
setelah krisis ekonomi dilaporkan bahwa hanya 14% bayi yang disusui dalam 12 jam
setelah kelahiran. Kolostrum dibuang oleh kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan
tidak baik bagi bayi. UNICEF juga mencatat penurunan yang tajam dalam menyusui
berdasarkan tingkat umur dari pengamatannya diketahui bahwa 63% disusui hanya
pada bulan pertama, 45% bulan kedua, 30% bulan ketiga, 19% bulan keempat, 12%
bulan kelima dan hanya 6% pada bulan keenam bahkan lebih dari 200.000 bayi atau
5% dari populasi bayi di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali.
Motivasi yang rendah pada ibu yang mempunyai bayi merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan pemberian ASI eksklusif masih rendah. Motivasi ibu untuk
menyusui akan bangkit kalau memperoleh rasa percaya diri dan mendapat informasi
yang benar tentang menyusui. Karena itu, sejalan dengan tema Pekan ASI Sedunia

tahun 2008, betapa penting dukungan bagi ibu untuk menyusui. Dukungan itu
tentunya bertujuan untuk meningkatkan pemberian ASI. Kesepakatan global yang
ditetapkan World Health Organization (WHO), pemberian ASI eksklusif harus segera
dimulai satu jam setelah bayi dilahirkan sampai usia bayi mencapai 6 bulan. Ini
karena ASI merupakan makanan terbaik dan paling cocok untuk bayi. ASI dapat
menjamin pertumbuhan bayi menjadi manusia yang berkualitas (Hatta, 2000).
Banyak faktor yang memengaruhi seorang ibu dalam menyusui secara
eksklusif kepada bayinya, beberapa penelitian yang telah dilakukan di daerah

Universitas Sumatera Utara

63

perkotaan maupun pedesaan di Indonesia dan negara berkembang lainnya,
menunjukan bahwa faktor sistem dukungan, pengetahuan ibu terhadap pemberian
ASI secara eksklusif, promosi susu formula dan makanan tambahan mempunyai
pengaruh terhadap praktek pemberian ASI eksklusif itu sendiri. Pengaruh-pengaruh
tersebut dapat memberikan dampak negatif maupun positif dalam memperlancar
pemberian ASI eksklusif (Santosa, 2004).
Menurut Roesli (2004) faktor lain memengaruhi pemberian ASI adalah faktor

sosial budaya ekonomi (pendidikan formal ibu, pendapatan keluarga dan status kerja
ibu), faktor psikologis (takut kehilangan daya tarik sebagai wanita, tekanan batin),
faktor fisik ibu (ibu yang sakit, misalnya mastitis, dan sebagainya), faktor rendahnya
mutu pelayanan

petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat

penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif. Menurut Roesli
(2004), bahwa fenomena kurangnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya : pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang ASI
eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik tentang pemberian ASI eksklusif, serta
kesibukan ibu dalam melakukan pekerjaannya dan singkatnya pemberian cuti
melahirkan yang diberikan oleh pemerintah terhadap ibu yang bekerja, merupakan
alasan-alasan yang sering diungkapkan oleh ibu yang tidak berhasil menyusui secara
eksklusif.
Disamping faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya ternyata pemberian
ASI eksklusif juga dipengaruhi oleh faktor motivasi atau dorongan dari dalam diri ibu

Universitas Sumatera Utara


64

yang mempunyai bayi

maupun dorongan dari luar yang memungkinkan

dilakukannya pemberian ASI sampai 6 bulan (Roesli, 2004).
Penelitian Afifah (2007) menemukan motivasi ibu yang rendah merupakan
penyebab kegagalan pemberian ASI eksklusif. Analisis statistik menyimpulkan
bahwa motivasi berkorelasi positif dengan pemberian ASI eksklusif. Memberikan
ASI pada saat istirahat merupakan upaya yang perlu dilakukan dalam peningkatan
pemberian ASI eksklusif.
Penelitian Romero et al (2006), menyimpulkan bahwa program pemberian
ASI eksklusif di Italia perlu didukung pelatihan bagi tenaga kehatan yang berkaitan
dengan manajemen laktasi serta perlu dirumuskan program-program dalam
mengubah keyakinan yang keliru tentang pemberian ASI. Demikian juga studi Stamp
dan Casanova (2006), menyimpulkan bahwa tenaga bidan sebagai pelaksana program
kesehatan di Australia diharapkan mendidik ibu yang memyi dan mempromosikan
pemberian ASI khususnya bagi ibu tinggal di wilayah pedesaan.
Penelitian Sahab et.al (2010) di Kanada menyimpulkan bahwa tingkat

pemberian ASI eksklusif kepada bayi sampai berumur 6 bulan masih rendah, yaitu
13,8%. Saran penelitian tersebut adalah perlu disusun pola (disain) intervensi yang
praktis dalam pemberian ASI sesuai rekomendasi dari WHO.
Survei pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara terhadap 5 orang ibu
yang mempunyai bayi yang bertempat tinggal di sekitar Puskesmas Naman Teran
menunjukkan sebanyak 4 orang (80%) ibu kurang termotivasi dalam pemberian ASI
kepada bayinya dengan berbagai alasan. Umumnya ibu memberikan alasan sebagai

Universitas Sumatera Utara

65

penyebab utama ibu kurang memperhatikan bayinya adalah dampak terhadap kondisi
ibu jika memberikan ASI, merepotkan jika bayi diberi ASI serta kurangnya
pemahaman ibu terhadap kodratnya sebagai perempuan yang wajib menyusui
bayinya.
Alasan tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yang dikemukakan
ibu-ibu yang diwawancarai menggambarkan aspek atau indikator faktor motivasi dari
dalam diri (intrinsik) maupun dari luar diri (ekstrinsik) pada teori Hezberg dalam
Hasibuan (2005). Oleh karena itu penelitian difokuskan pada motivasi ibu dalam

pemberian ASI eksklusif.
Rendahnya pemberian ASI eksklusif diduga karena kurangnya motivasi ibu
untuk memberikan ASI kepada bayi. Kesenjangan antara harapan pencapaian
program ASI eksklusif (80%) dengan kenyataan di Puskesmas Naman Teran (24%)
merupakan masalah penelitian dan dugaan bahwa faktor motivasi sebagai
penyebabnya akan dibuktikan dalam penelitian melalui analisis statistik.
Dengan demikian permasalahan yang dihadapi dalam pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Naman Teran adalah kurangnya motivasi pada ibu. Faktor
motivasi ini tidak berdiri sendiri, karena terkait dengan faktor lain seperti kurangnya
dukungan dari keluarga maupun tenaga kesehatan (bidan desa) yang bertugas sebagai
pelayan kesehatan di desa tempat tinggalnya.
Berdasarkan uraian tentang pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Naman
Teran, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh motivasi ibu terhadap pemberian

Universitas Sumatera Utara

66

ASI eksklusif, dengan mengukur aspek motivasi dari dalam diri ibu (motivasi
intrinsik) dan faktor dari luar diri ibu (motivasi ekstrinsik).


1.2 Permasalahan
Bertitik tolak dari latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian adalah : masih rendahnya pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Naman
Teran dan bagaimana pengaruh motivasi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif di
Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2012 ?.

1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh motivasi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif
di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2012.

1.4 Hipotesis
Ada pengaruh motivasi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif di Kecamatan
Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dalam
merumuskan kebijakan tentang program pemberian ASI Eksklusif, sehingga
mencapai target yang telah ditetapkan.
2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Naman Teran dalam melaksanakan

program Kesehatan Ibu dan Anak, khususnya peningkatan status gizi bayi
melalui program pemberian ASI eksklusif.

Universitas Sumatera Utara

67

3. Hasil penelitian ini dijadikan perbandingan dan referensi pada penelitian
selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara