Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Kader Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kota Medan Tahun 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja
Menurut Gibson dan Donnelly (2005) kinerja adalah penampilan karya
personal baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat
merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personal. Menurut
Mangkunegara (2007), kinerja adalah kegiatan atau program yang diprakarsai dan
dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan
mengendalikan prestasi karyawan. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
Menurut Robbins (2006) kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal
ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan
berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pencapaian kinerja yang optimal
sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu
menjadi perhatian para pemimpin organisasi.
Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam

menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.

12
Universitas Sumatera Utara

13

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personel, dilakukanlah
pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Menurut Gibson dan Donnelly (2005),
secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan
kinerja yaitu : Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada
akhirnya memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja
adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk
mencapai sasaran tugas. Diagram skematis teori perilaku dan kinerja digambarkan
sebagai berikut :
Variabel Individu
• Kemampuan dan
keterampilan :

- Mental
- Fisik
• Latar belakang
- Keluarga
- Tingkat sosial
- Pengalaman
• Demografis :
- Umur
- Etnis
- Jenis kelamin

Perilaku Individu
(apa yang dikerjakan)
Kinerja
(hasil yang diharapkan)

Psikologis:
• Persepsi
• Sikap
• Kepribadian

• Belajar
• Motivasi

Variabel Organisasi
• Sumber daya
• Kepemimpinan
• Imbalan
• Struktur
• Desain pekerjaan

Gambar 2.1. Diagram Skematis Kinerja Gibson dan Donnelly (2005)
Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan
keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan

Universitas Sumatera Utara

14

keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja
individu. Variabel demografis, mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan

kinerja individu.
Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial
dan pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis
seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit
untuk diukur, selain itu sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari kerja
pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan yang
lainnya (Gibson dan Donnelly, 2005).
Mangkunegara (2007) mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor Kemampuan (Ability)
Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk
mencapai kinerja yang diharapkan.
b. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau
organisasi.

Universitas Sumatera Utara


15

2.1.3 Indikator Kinerja Kader Posyandu Lansia
Pengukuran kinerja kader posyandu lansia mengacu kepada tugas dan
fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam Depkes RI (2003), yaitu :
a. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelayanan lansia
b. Melaksanakan pembagian tugas untuk pelayanan kepada lansia
c. Menyiapkan materi dan media penyuluhan
d. Mengundang lansia untuk datang ke posyandu
e. Pendekatan dengan tokoh masyarakat
f. Melakukan penndaftaran lansia
g. Mencatat kegiatan sehari-hari lansia
h. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan lansia
i. Membantu petugas kesehatan dalam melakukan pemeriksaan, kesehatan dan
status mental, serta mengukur tekanan darah lansia
j. Memberikan penyuluhan kepada lansia
k. Membuat catatan kegiatan posyandu lansia
l. Melakukan kunjungan rumah kepada lansia yang tidak hadir di posyandu
m. Melakukan evaluasi bulanan dan perencanaan kegiatan posyandu lansia.


2.2 Lanjut Usia (Lansia)
2.2.1 Pengertian Lansia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia,
pengertian lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke

Universitas Sumatera Utara

16

atas. Keadaan ini dibagi menjadi dua, yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak
potensial. lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/ jasa, sedangkan
lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Sedangkan WHO menggolongkan lanjut usia menjadi empat, yaitu
a. Usia pertengahan (middle age) : umur 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) : umur 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) : umur 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) : umur diatas 90 tahun

Departemen Kesehatan RI menggolongkan lanjut usia menjadi tiga
kelompok, yaitu
a. Kelompok Lansia Dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia
b. Kelompok Lansia (65 tahun ke atas)
c. Kelompok Lansia resiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu : aspek biologis, aspek ekonomi dan aspek sosial (Wijayanti,
2008).
Secara biologis, penduduk yang disebut lansia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus-menerus, yang ditandai dengan menurunnya

Universitas Sumatera Utara

17

daya tahan fisik yaitu semakin rentan terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan dalam
struktur sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, lansia dipandang sebagai

beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak yang beranggapan bahwa kehidupan
masa tua tidak lagi memberikan manfaat, bahkan ada yang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan negatif, sebagai beban keluarga dan
masyarakat. Sedangkan secara sosial, lansia merupakan satu kelompok sosial sendiri.
Dinegara barat, lansia menempati strata sosial dibawah kaum muda, sedangkan di
Indonesia, lansia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh
warga muda (Wijayanti, 2008).
2.2.2 Masalah Kesehatan Lansia
Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang
lain karena pada penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan
yang timbul akibat penyakit dan proses menua yaitu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti sel serta
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Menurut Siburian (2008) menyatakan bahwa ada beberapa yang menjadi
masalah kesehatan pada lansia, yaitu :
a. Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan fisik, jiwa dan faktor
lingkungan sehingga dapat menyebabkan lansia kurang bergerak. Keadaan ini

Universitas Sumatera Utara


18

dapat disebabkan oleh gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf dan
penyakit jantung.
b. Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat disebabkan oleh faktor intrinsik
(yang berkaitan dengan tubuh penderita), baik karena proses menua, penyakit
maupun ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obatan tertentu dan
faktor lingkungan. Akibatnya akan timbul rasa sakit, cedera, patah tulang yang
akan membatasi pergerakan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan
psikologik berupa hilangnya harga diri dan perasaan takut akan terjadi.
c. Incontinence (buang air) yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dan frekuensinya
sering. Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi sebenarnya tidak
dikehendaki oleh lansia dan keluarganya. Hal ini akan membuat lansia
mengurangi minum untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat
menyebabkan kekurangan cairan.
d. Intellectual Impairment (gangguan intelektual/ dementia), merupakan kumpulan
gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup
berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari.
e. Infection (infeksi), merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada

lansia, karena sering didapati juga dengan gejala tidak khas bahkan asimtomatik
yang menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan.
f. Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalencence,
skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi, penyembuhan dan kulit),
merupakan akibat dari proses menua dimana semua panca indera berkurang

Universitas Sumatera Utara

19

fungsinya, demikian juga pada otak, saraf dan otot-otot yang dipergunakan untuk
berbicara, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan
trauma yang minimal.
g. Impaction (konstipasi=sulit buang air besar), sebagai akibat dari kurangnya
gerakan, makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum, dan lainnya.
h. Isolation (depresi), akibat perubahan sosial, bertambahnya penyakit dan
berkurangnya kemandirian sosial. Pada lansia, depresi yang muncul adalah
depresi yang terselubung, dimana yang menonjol hanya gangguan fisik saja
seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pecernaan,
dan lain-lain.

i. Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena perubahan lingkungan maupun
kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih
makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat), terutama karena
kemiskinan, gangguan panca indera; sedangkan faktor kesehatan berupa penyakit
fisik, mental, gangguan tidur, obat-obatan, dan lainnya.
j. Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya usia, maka kemampuan
tubuh untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan semaki berkurang, sehingga jika
tidak dapat bekerja maka tidak akan mempunyai penghasilan.
k. Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering dijumpai pada lansia yang
mempunyai riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan dalam waktu yang
lama, jika tanpa pengawasan dokter maka akan menyebabkan timbulnya penyakit
akibat obat-obatan.

Universitas Sumatera Utara

20

l. Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh lansia, dimana mereka
mengalami sulit untukmasuk dalam proses tidur, tidur tidak nyenyak dan mudah
terbangun, tidur dengan banyak mimpi, jika terbangun susah tidur kembali,
terbangun didini hari-lesu setelah bangun di pagi hari.
m. Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun), merupakan salah satu akibat dari
prose menua, meskipun terkadang dapat pula sebagai akibat dari penyakit
menahun, kurang gizi dan lainnya.
n. Impotence (impotensi), merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau
mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang
memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 (tiga) bulan. Hal ini disebabkan karena
terjadi hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan
pada dinding pembuluh darah, baik karena proses menua atau penyakit.

2.3 Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut
disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat
dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia
yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta
para

lansia,

keluarga,

tokoh

masyarakat

dan

organisasi

sosial

dalam

penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

21

Posyandu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk
bersama-sama menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan pelayanan sesuai
kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum (Henniwati,
2008).
Menurut Depkes RI (2005), posyandu lansia adalah suatu bentuk
keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia ditingkat desa/ kelurahan dalam
masing-masing wilayah kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa
keterpaduan pada pelayanan yang dilatar belakangi oleh kriteria lansia yang memiliki
berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu lansia adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama lansia.
2.3.1

Tujuan Posyandu Lansia
Menurut Erfandi (2008), tujuan posyandu lansia secara garis besar adalah

a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta
dalam pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara
masyarakat usia lanjut.
2.3.2

Manfaat Posyandu Lansia
Manfaat dari posyandu lansia adalahpengetahuan lansia menjadi meningkat,

yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi

Universitas Sumatera Utara

22

mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia sehingga lebih percaya diri
dihari tuanya.
2.3.3

Sasaran Posyandu Lansia
Sasaran posyandu lansia adalah :

a. Sasaran langsung, yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia
lanjut (60 tahun ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun
ke atas).
b. Sasaran tidak langsung, yaitu keluarga dimana lansia berada, organisasi sosial
yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas (Depkes RI, 2006).
2.3.4

Kegiatan Posyandu Lansia
Bentuk pelayanan pada posyandu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan

fisik dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat
(KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau ancaman masalah
kesehatan yang dialami. Beberapa kegiatan pada posyandu lansia adalah :
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat
tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua) menit
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan dan dicatat pada grafik Indeks Masa Tubuh (IMT).

Universitas Sumatera Utara

23

d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit
gula (diabetes mellitus)
g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan
kelainan pada pemeriksaan butir-butir diatas.
i. Penyuluhan kesehatan, biasa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam
rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah
kesehatan yang dihadapi oleh individu dan kelompok usia lanjut.
j. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia lanjut yang
tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.
Selain itu banyak juga posyandu lansia yang mengadakan kegiatan tambahan
seperti senam lansia, pengajian, membuat kerajian ataupun kegiatan silaturahmi antar
lansia. Kegiatan seperti ini tergantung dari kreasi kader posyandu yang bertujuan
untuk membuat lansia beraktivitas kembali dan berdisiplin diri.
2.3.5

Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Mekanisme pelayanan posyandu lansia tentu saja berbeda dengan posyandu

balita pada umumnya. Mekanisme pelayanan ini tergantung pada mekanisme dan
kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah penyelenggara. Ada yang

Universitas Sumatera Utara

24

menyelenggarakan posyandu lansia ini dengan sistem 5 meja seperti posyandu balita,
ada pula yang hanya 3 meja. 3 meja tersebut meliputi :
a. Meja I: pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau
tinggi badan.
b. Meja II : melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan dan index massa tubuh
(IMT); juga pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan
kasus.
c. Meja III : melakukan kegiatan konseling atau penyuluhan, dapat juga dilakukan
pelayanan pojok gizi.
2.3.6

Penilaian Keberhasilan Posyandu Lansia
Menurut Henniwati (2008), penilaian keberhasilan pembinaan lansia melalui

kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu, dilakukan dengan menggunakan data
pencatatan, pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut
dapat dilihat dari :
a. Meningkatnya sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya jumlah orang
masyarakat lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya
b. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah atau swasta yang memberikan
pelayanan kesehatan bagi lansia
c. Berkembangnya jenis pelayanan konseling pada lembaga
d. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia
e. Penurunan daya kesakitan dan kematian akibat penyakit pada lansia

Universitas Sumatera Utara

25

2.4 Kader Posyandu
2.4.1 Pengertian Kader Posyandu
Kader posyandu, menurut Depkes RI (2006) adalah seseorang atau tim
sebagai pelaksana posyandu yang berasal dari dan dipilih oleh masyarakat setempat
yang memenuhi ketentuan dan diberikan tugas serta tanggung jawab untuk
pelaksanakan, pemantauan, dan memfasilitasi kegiatan lainnya (Henniwati, 2008).
Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih dalam bidang
tertentu yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dan merasa berkewajiban untuk
melaksanakan meningkatkan dan membina kesejahteraan masyarakat dengan rasa
ikhlas tanpa pamrih dan didasarkan panggilan jiwa untuk melaksanakan tugas-tugas
kemanusiaan.
Jumlah kader posyandu lansia di setiap kelompok tergantung pada jumlah
anggota kelompok, volume dan jenis kegiatan yaitu sedikitnya 3 orang. Kader
sebaiknya berasal dari anggota kelompok sendiri atau bilamana sulit mencari kader
dari anggota kelompok dapat saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang
bersedia menjadi kader (Depkes RI, 2003).
Persyaratan untuk menjadi kader, antara lain: (1) dipilih dari masyarakat
dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat, (2) mau dan mampu
bekerja secara sukarela, (3) bisa membaca dan menulis huruf latin, (4) sabar dan
memahami usia lanjut (Depkes RI, 2003).
Tugas kader posyandu lansia adalah : 1) menyiapkan alat dan bahan,
2) melaksanakan pembagian tugas, 3) menyiapkan materi/media penyuluhan,

Universitas Sumatera Utara

26

4) mengundang ibu-ibu untuk datang ke posyandu, 5) pendekatan tokoh masyarakat,
6) mendaftar lansia, 7) mencatat kegiatan sehari-hari lansia, 8) menimbang berat
badan dan mengukur tinggi badan lansia, 9) membantu petugas kesehatan dalam
melakukan pemeriksaan, kesehatan dan status mental, serta mengukur tekanan darah
lansia, 10) memberikan penyuluhan, 11) membuat catatan kegiatan posyandu,
12) kunjungan rumah kepada ibu-ibu yang tidak hadir di posyandu, 13) evaluasi
bulanan dan perencanaan kegiatan posyandu (Depkes RI, 2003).

2.5 Motivasi
Menurut Gerungan (2000) bahwa motivasi adalah penggerak, alasan-alasan,
atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan dirinya melakukan suatu
tindakan/bertingkah laku. Rusyam (1989) menyatakan pengertian motivasi sebagai
berikut: “motivasi merupakan penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan
didasari oleh adanya suatu keinginan/kebutuhan.” Wahjosumidjo (1987) memberikan
suatu definisi: “motivasi adalah suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi
antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang
untuk bertingkah laku dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dirasakan.”
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau
ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian
tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan (Siagian, 1995).

Universitas Sumatera Utara

27

Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam
diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah
lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan,
baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.
Menurut Gerungan (2000) istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat
penting, yaitu:
a) Pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam
tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota
organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan
yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka
tujuan pribadi akan ikut pula tercapai.
b) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan
tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila
seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.
c) Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha
tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan
menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu
pada diri seseorang.
Menurut Gitosudarmo (1986) motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk
bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan ini

Universitas Sumatera Utara

28

terdapat dua macam yaitu: (a) motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan
dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering
disebut Insentif; dan (b). motivasi non finansial yaitu dorongan yang diwujudkan
tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,
pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.
Faktor-faktor motivasi berdasarkan teori dua faktor Herzberg dalam Hasibuan
(2005), yang disebut faktor intrinsik meliputi :
1) Tanggung jawab (Responsibility).
Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi,
dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul
tanggung jawab yang lebih besar.
2) Prestasi yang diraih (Achievement)
Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian
prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan
untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
3) Pengakuan orang lain (Recognition)
Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan
bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.
4) Pekerjaan itu sendiri (The Work it Self)
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma
tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,
tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,

Universitas Sumatera Utara

29

merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi
motivasi untuk berforma tinggi.
5) Kemungkinan Pengembangan (The Possibility of Growth)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang
pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih
giat dalam bekerja.
6) Kemajuan (Advancement)
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai
dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya
promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja
menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara
lain :
1). Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada
tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi
pegawai.

Universitas Sumatera Utara

30

2). Keamanan dan Keselamatan Kerja
Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3). Kondisi Kerja
Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam
bekerja sehari-hari.
4). Hubungan Kerja
Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh
suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun
atasan dan bawahan.
5). Prosedur Kerja
Keadilan dan kebijakasanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh
terhadap motivasi pekerja.
6). Status
Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja
memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari
pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa
yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya.
Menurut Makmun (2003) bahwa untuk memahami motivasi individu dapat
dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi

Universitas Sumatera Utara

31

kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan
dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk
mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan; (7) tingkat kualifikasi hasil (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan.

2.6 Landasan Teori
Pemanfaatan posyandu lansia sebagai upaya meningkatkan kesehatan lansia
sangat tergantung kepada motivasi kader posyandu lansia sebagai pelaksana kegiatan
posyandu lansia. Secara teoritis motivasi dalam pemanfaatan posyandu lansia
mengacu kepada teori Hezberg dalam Hasibuan (2005), yaitu :
a. Motivasi intrinsik : (a) tanggungjawab, (b) prestasi yang diraih, (c) pengakuan
orang lain, (d) pekerjaan itu sendiri, (e) kemungkinan pengembangan, dan
(f) kemajuan.
b. Motivasi ekstrinsik, meliputi: (a) gaji atau kompensasi, (b) keamanan dan
keselamatan kerja, (c) kondisi kerja, (d) prosedur kerja, (e) hubungan kerja dan
(f) status.

2.7 Kerangka Konsep
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah akan alur penelitian
ini digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

32

Variabel Independen

-

-

Motivasi Intrinsik
Tanggungjawab
Prestasi yang Diraih
Pengakuan Orang Lain
Pekerjaan itu Sendiri
Kemungkinan Pengembangan
Kemajuan

Variabel Dependen

Kinerja Kader Posyandu
Lansia

Motivasi Ekstrinsik
Gaji atau Kompensasi
Keamanan dan Keselamatan Kerja
Kondisi Kerja
Prosedur Kerja
Hubungan Kerja
Status

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara