Analisis Pola Asuh Orangtua Remaja Dalam Mengantisipasi Bahaya Penyalahgunaan Narkoba di Kampung Kubur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis
Analisis berasal dari bahasa inggris yaitu analysis, maknanya adalah uraian,
ulasan, memilah. Artinya dalam hal ini analisis dapat berupa sikap atau perhatian
terhadap suatu fakta, fenomena yang mampu menguraikan suatu informasi menjadi
komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami (Joko, 2014.
www.pengertianahli.com, diakses pada tanggal 3 Maret 2016 pukul 23.55 WIB).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian dari analisis adalah
penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan) untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya (sebab, musabab, dan sebagainya), penguraian suatu pokok atau berbagai
bagian dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (Lubis,
2008:58).
Menurut Dwi Prastowo Darminto, analisis diartikan sebagai penguraian suatu
pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan
antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti
keseluruhan (Kurniawan, 2015.www.gurupendidikan.com, diakses pada tanggal 4
Maret 2016 pukul 11.10 WIB).


2.2 Pengertian Pola Asuh Orangtua
2.2.1 Keluarga
Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.
Menurut Iver dan Page, keluarga dirumuskan sebagai kelompok sosial yang terkecil

Universitas Sumatera Utara

yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Secara historis, keluarga terbentuk
paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas dan mempunyai ukuran
yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan.
Disimpulkan bahwa keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang
lahir dan berada di dalamnya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciriciri tersebut karena tumbuhnya mereka ke arah pendewasaan.
Beberapa pengertian tentang keluarga, pada hakikatnya keluarga merupakan
hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur melalui kehidupan
perkawinan bersama searah dengan keturunannya yang merupakan satuan yang
khusus. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari
suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan
dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak dalam keluarga tersebut (Su’adah,
2005:22-23).
2.2.2 Ciri-ciri Keluarga

Selanjutnya Iver dan Page memberikan ciri-ciri umum keluarga yang
meliputi:
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata-tata norma termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok
yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi
yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan
membesarkan anak.

Universitas Sumatera Utara

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau
bagaimana pun tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga
(Su’adah, 2005:22).
2.2.3 Tugas dan Fungsi Keluarga
1. Tugas Keluarga
Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut:
1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Pembagian

tugas

masing-masing

anggotanya

sesuai

dengan

kedudukannya masing-masing.
4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan

ketertiban


anggota

keluarga

dalam

masyarakat

yang

lebih luas.
7. Penempatan

anggota-anggota

keluarga

dalam

masyarakat


yang

lebih luas.
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.
2. Fungsi Keluarga
Mengenai fungsi keluarga adalah sebagai suatu pekerjaan atau tugas yang
harus dilakukan di dalam atau diluar keluarga. Adapun fungsi keluarga sebagai
berikut:
1. Fungsi Sosialisasi Anak
Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk
kepribadian anak.Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal

Universitas Sumatera Utara

selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah
laku, sikap keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan oleh mereka.
Dengan demikian sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap
seorang anak.

2. Fungsi Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau rasa
cinta. Pandangan psikiatri mengatakan bahwa penyebab utama gangguan
emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni
tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan
yang intim. Banyak fakta menunjukkan bahwa kebutuhan persahabatan dan
keintiman sangat penting bagi anak. Data-data menunjukan bahwa kenakalan
anak serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang tidak mendapatkan
perhatian atau merasakan kasih sayang.
3. Fungsi Edukatif
Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik anak. Hal itu dapat dilihat
dari pertumbuhan sorang anak mulai dari bayi, belajar jalan, hingga mampu
berjalan.

Kemudian

keluarga

juga


menyekolahkan

anaknya

untuk

mempersiapkan kedewasaan dan masa depannya, akan tetapi bimbingan di
rumah sangat penting karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya di
lingkungan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

4. Fungsi Religius
Bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota
keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur
kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.
5. Fungsi Protektif
Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Fungsi ini
bertujuan agar para anggota keluarga dapat terhindar dari hal-hal yang
negatif. Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik,

ekonomis, dan psikologis bagi seluruh anggotanya.
6. Fungsi Rekreatif
Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang menyenangkan dalam
keluarga, seperti nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masingmasing, dan lainnya.
7. Fungsi Ekonomis
Bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
8. Fungsi Biologis
Bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya
(Permana, 2010. dodypp.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 22 Maret 2016
pukul 17.47 WIB).
Bila dilihat dari urgensitas keluarga diatas dapat dipahami bahwa peran dan
fungsi keluarga akan mampu mempengaruhi dan membentuk watak seseorang.
Keluarga menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut
menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi,

Universitas Sumatera Utara

gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak
ditentukan oleh keadaan dan proses-proses yang ada dan terjadi sebelumnya jelas apa

yang dialami dalam lingkungan keluarganya. Di lingkungan rumah khususnya
orangtua menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian dari benih-benih yang
akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Buruk dialami keluarga akan buruk pula
diperlihatkan dalam lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya
adalah akibat suasana dan perlakuan negatif yang diperoleh dari keluarga.
2.2.4

Pola Asuh Orangtua

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Anton Moeliono), bahwa kata pola memiliki arti sebagai sistem,
cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap, sedangkan kata asuh memiliki arti sebagai
menjaga (merawat dan mendidik), membimbing (membantu, melatih dan
sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri. Dapat dijabarkan bahwa pengertian pola
asuh adalah suatu sistem atau cara pendidikan, pembinaan yang diberikan oleh
seseorang

kepada

orang


lain

(Definisi-pengertian,

2015.

www.definisi-

pengertian.com, diakses pada tanggal 22 Maret 2016 pukul 16.42 WIB).
Orangtua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan
merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk
sebuah keluarga. Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh, dan
membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan
anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Pengertian orangtua di atas,tidak
terlepas dari pengertian keluarga, karena orangtua merupakan bagian keluarga besar
yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu,
dan anak-anak.

Universitas Sumatera Utara


Orangtua

merupakan

orang

pertama

yang

paling

berperan

dalam

perkembangan anak. Anak berinteraksi dengan ibu dan ayah dalam kehidupan
kesehariannya. Apa yang diberikan dan dilakukan oleh orangtua tersebut menjadi
sumber perlakuan pertama yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik
pribadi perilaku anak. Dalam keluarga, orangtua harus mampu menciptakan
hubungan keluarga yang harmonis dan agamis. Karena sebagian besar waktu anak
digunakan dalam lingkungan keluarga, maka hubungan dengan anggota keluarga
menjadi landasan sikap anak dalam kehidupan sosial. Pergaulan anak dalam keluarga
inilah yang akan membentuk sikap dari kepribadian anak.
Jadi pola asuh orangtua adalah interaksi antara orangtua dengan anaknya yang
bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta
nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orangtua, agar anak dapat mandiri,
tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal selama mengadakan pengasuhan.
Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta
melindungi anak untuk mencapai kedewasaan dengan norma-norma yang ada di
masyarakat.
Ada empat pola pengasuhan yang biasa diterapkan orangtua dalam mengasuh
anak-anaknya, yaitu :
a. Pola Pengasuhan Autoritatif (demokratis)
Kebanyakan orangtua yang menerapkan pola asuh jenis autoritatif ini lebih
memilih untuk bertindak rasional dan demokratis terhadap anak-anaknya. Dalam
penerapan pola asuh autoritatif (demokratis) orangtua lebih banyak memberi
kebebasan kepada anaknya untuk beraktivitas, bergaul, dan berkreasi mengikuti

Universitas Sumatera Utara

keinginan dan kemampuannya. Anak-anak bebas bersosialisasi dengan orang-orang
di sekelilingnya namun masih tetap berada di bawah pengawasan.
Disisi lain, orangtua menunjukkan sikap yang tegas dan konsisten dalam
menerapkan disiplin, nilai-nilai, dan aturan-aturan, namun orangtua tetap
mendengarkan keinginan dan pandangan anaknya sendiri. Orangtua juga mendidik
anaknya untuk tidak meminta sesuatu secara berlebihan namun tetap memikirkan
kondisi dan kesanggupan orangtua untuk menenuhi permintaan dan keinginannya.
Orangtua bernegosiasi dan menghargai hak serta pendapat anak sehingga ikatan
kekeluargaan bagaikan hubungan antar teman yang lebih erat dan akrab. Secara
keseluruhan, pendekatan orangtua terhadap anaknya terkesan lebih hangat dan mesra.
Dibawah ini beberapa indikator penerapan yang dilakukan dalam pola asuh
demokratis menurut Beaumrind (1967):
1. Peraturan dari orangtua lebih luwes
Salah satu ciri pola asuh demoktaris ini adalah peraturan dari orangtua lebih
luwes yaitu orangtua menentukan peratuan-peraturan dan disiplin dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan, perasaan, dan pendapat si
anak serta memberikan alasan-alasan yang dapat dipahami, dimengerti anak.
Selain itu semua larangan dan perintah yang disampaikan kepada anak
menggunakan kata-kata yang mendidik, bukan menggunakan kata-kata kasar,
seperti kata ‘tidak boleh’, ‘wajib’, ‘harus’. Kemudian memberikan
pengarahan perbuatan yang baik perlu dipertahankan dan yang jelek supaya
ditinggalkan.

Universitas Sumatera Utara

2. Menggunakan penjelasan dan diskusi dalam berkomunikasi dengan anak
Indikator dari pola asuh ini adalah orangtua menggunakan penjelasan dari
diskusi dalam berkomunikasi dengan anak. Artinya ketika terjadi suatu
masalah masalah dalam keluarga, maka orangtua dan anak mendiskusikannya
serta mencari solusi dengan berdiskusi. Ketika sang anak berbuat salah maka
orangtua tidak langsung menghukum anak tersebut akan tetapi menjelaskan
terlebih dahulu bahwa apa yang dilakukannya itu salah dan menasehatinya
supaya tidak mengulanginya lagi. Selain itu juga terjadi komunikasi yang
baik dua arah yang baik sehingga antara orangtua dan anak menjadi terjadi
keakraban.
3. Adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak
Sikap terbuka antara orangtua dan anak adalah ketika orangtua melakukan
sesuatu dalam keluarga secara musyawarah dan kalau terjadi sesuatu pada
anggota keluarga selalu dicarikan jalan keluarnya (secara musyawarah), juga
dihadapi dengan tenang, wajar, dan terbuka.
4. Adanya pengakuan orangtua terhadap kemampuan anak
Orangtua yang baik adalah orangtua yang mengakui kemampuan anak, ia
memandang anak sebagai individu yang sedang berkembang sehingga
memberikan kesempatan kepadanya untuk mengembangkan dirinya dengan
segala kemungkinan yang dimilikinya. Orangtua seperti ini memiliki hakikat
perkembangan anak yakni mencapai kedewasaan fisik, mental, emosional,
dan sosial. Orangtua yang memahami hal ini akan menanggapi secara positif
seluruh ekspresi anak dalam bentuk apapun, memberi kebebasan kepada
anak, untuk berkreasi mengembangkan bakatnya, serta mendukung seluruh

Universitas Sumatera Utara

keinginan anak yang positif dengan terus menerus memantau dan
mengarahkan anak.
5. Memberi kesempatan untuk mandiri
Indikator dari pola asuh demokratis berikutnya adalah orangtua memberi
kesempatan kepada anak untuk tidak selalu bergantung pada orangtua.
Dengan kata lain orangtua melatih anak untuk mandiri yaitu dengan memberi
anak kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit
anak berlatih untuk tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Selain itu anak
juga dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi mengatur
hidupnya, sehingga anak dapat belajar secara aktif dalam mengembangkan
dan mengajukan potensi bawaannya serta anak dapat kreatif dan inovatif.
b. Pola Pengasuhan Otoriter
Orangtua menilai dan menuntut anak untuk mematuhi standar mutlak yang
ditentukan sepihak oleh orangtua, memutlakkan kepatuhan, dan rasa hormat atau
sopan santun. Orangtua merasa tidak pernah berbuat salah. Mereka membentuk atau
memperlakukan anak-anak dengan keras dengan tujuan untuk menakut-nakuti anak
atau pun agar anak patuh dan tidak berani melawan. Padahal tanpa disadari orangtua
yang menerapkan pola asuh ini, anak tersebut sebenarnya membantah segala aturan
dan perintah yang diterapkan tersebut, sehingga dengan cara kekerasan juga.
Anak-anak yang dididik dengan pola asuh ini kebanyakan menuruti kehendak
orangtuanya bukan karena rasa hormat tapi karena takut akan hukuman yang akan
diberikan seandainya tidak menuruti atau melawan, maka anak memilih untuk
berdiam diri dan tidak berani untuk berinisiatif dalam melakukan sesuatu.

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi yang tercipta orangtua dan anak lebih bersifat satu arah yang segalanya
ditentukan oleh orangtua tanpa mempertimbangkan pikiran dan perasaan anak.
Orangtua jenis otoriter ini cenderung menjaga jarak dengan anaknya dan
jarang untuk mengajak anak berdiskusi tentang hal apapun. Biasanya orangtua
berbicara kasar walaupun ingin meminta bantuan dari anak. Tidak ada keramahan
atau kelemah-lembutan dalam berkomunikasi dengan anak. Anak juga berusaha
menghindar untuk duduk satu ruangan atau pun makan bersama-sama dengan
orangtuanya karena rasa tidak enak dan tidak tenang dengan situasi yang kaku
tersebut.
Kebanyakan anak yang diasuh dengan pola ini (otoriter) cenderung menarik
diri secara sosial, kurang spontan, dan tampak kurang percaya diri. Pola pengasuhan
ini seringkali menjadi pola warisan yang berulang-ulang pada generasi keluarga yang
berikutnya anak yang diasuh dengan cara kekerasan masalah cenderung untuk
mendidik anaknya dengan cara yang sama pada masa yang akan datang.
Adapun indikator pola asuh ini menurut Furqon (2010) beberapa indikator dalam
penerapan pola asuh otoriter :
1. Peraturan dan pengaturan yang keras (kaku)
Salah satu indikator dari pola asuh otoriter adalah peraturan yang diberikan
orangtua kepada anaknya sangat ketat. Kebebasan untuk bertindak atas nama
diri sendiri dibatasi bahkan cenderung memaksa dan terkadang keras. Anak
harus mematuhi segala peraturan orangtua dan tidak boleh membantah dan
apabila membantah maka anak tersebut dianggap memberontak dan akan
menimbulkan masalah. Orangtua yang seperti ini biasanya hanya cenderung
memberikan perintah dan larangan. Orangtua cenderung menentukan segala

Universitas Sumatera Utara

sesuatu untuk anak sehingga maka hanya sebagai pelaksana. Dengan
peraturan yang kaku anak merasa terkekang di rumah sehingga bisa bersifat
agresif di luar rumah.
2. Pemegang semua kekuasaan adalah orangtua
Indikator dari pola asuh otoriter lainnya adalah pemegang semua kekuasaan
adalah orangtua, yaitu orangtua menjadikan dirinya dalam keluarga sebagai
seorang pemimpin absolut (mutlak). Orangtua cenderung menentukan segala
sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana. Semua kegiatan yang
akan dilakukan anak ditentukan oleh orangtua, bahkan sampai hal-hal kecil
misalnya selalu mengatur jadwal kegiatan anak, cara membelanjakan uang,
teman-teman bermain dan sebagainya. Anak-anak yang dibesarkan dalam
situasi seperti ini, jika mereka dewasa akan memiliki sifat rendah diri dan
tidak bisa memikul tanggung jawab.
3. Anak tidak memiliki hak untuk berpendapat
Indikator dari pola asuh otoriter lainnya adalah anak tidak memiliki hak
untuk berpendapat. Orangtua merasa bahwa dirinya paling benar, sehingga
orangtua sedikit bahkan tanpa melibatkan pendapat dan inisiatif anak. Kalau
terdapat perbedaan antara orangtua dengan anak, maka anak dianggap sebagai
orang yang suka melawan atau membangkang, sehingga anak menjadi
penakut, tidak berani mengeluarkan pendapat, pasif, dan kurang sekali
berinisiatif, bahkan cenderung ragu-ragu dalam mengambil keputusan dalam
hal apa saja. Sebab anak terbiasa bertindak harus dengan persetujuan dari
orangtua dan tidak terbiasa mengambil keputusan sendiri.

Universitas Sumatera Utara

4. Hukuman dijadikan alat jika anak tidak mau nurut
Salah satu ciri orangtua otoriter adalah selalu menghukum anaknya ketika
anaknya berbuat salah bahkan hukuman tersebut terkadang keras dan
mayoritas hukuman tersebut hukuman fisik. Orangtua sering mengancam dan
menghukum anaknya ketika anak tersebut tidak menurut pada orangtuanya.
5. Seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya
Pola asuh ini orangtua sering memaksa anak untuk berperilaku seperti
dirinya. Hal ini disebabkan karena orangtua merasa dirinya paling benar dan
anak harus mencontoh segala perilaku yang dilakukan orangtua. Walaupun
terkadang perilaku orangtua salah, akan tetapi orangtua merasa hal itu benar
dan anak harus menurutinya.
c. Pola Pengasuhan Permisif (pemanja)
Pola asuh jenis ini bertolak belakang atau kebalikan dari pola asuh otoriter.
Orangtua yang mendidik anak dengan cara ini justru memprioritaskan kebutuhan dan
kepentingan anak di tempat yang paling utama. Semua harapan dan kemauan anak
dituruti tanpa bertanya apa alasan dan tujuan anak tersebut menginginkan harapan
dan kemauannya tersebut dipenuhi. Selain itu, orangtua juga tidak memikirkan
apakah dengan memenuhi harapan dan kemauan anak tersebut akan memberi
manfaat yang baik untuk anak. Orangtua lebih suka anaknya memperoleh sesuatu
dengan cara yang mudah tanpa perlu mempersulit diri si anak.
Kasih sayang dan perhatian yang diberikan orangtua kepada anak-anak terlalu
berlebihan sehingga sampai kesatu tahap orangtua tidak akan berani atau malah tidak
pernah untuk menegur segala kesalahan yang dilakukan anaknya karena takut
anaknya sakit hati, kecewa, sedih sehingga menangis dan sebagainya. Dalam pola

Universitas Sumatera Utara

pengasuhan ini, orangtua cenderung untuk bersikap melindungi anak dalam apapun
situasi dan kondisi walaupun anaknya tersebut sebenarnya berada pada posisi yang
salah. Bagi orangtua, anak mereka selalu berada pada posisi yang tepat dan benar
walaupun pada situasi tertentu anak tersebut tahu yang dia melakukan kesalahan
namun ragu karena orangtuanya tidak menegur atau menyatakan bahwa apa yang
dilakukannya itu salah.
Orangtua tidak pernah berpikir bahwa anak yang diperlakukan seperti itu suatu
masa nanti akan cenderung menjadi impulsive (memerlukan dorongan dari orang
lain), manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, egois, kurang percaya diri,
sombong dan lain-lain. Dari segi hubungan dengan orang luar selain lingkungan
keluarga, kebanyakan orang yang datang dari latar belakang pola pengasuhan
permisif kurang matang secara sosial. Mereka tidak mau memikirkan hati dan
perasaan orang lain serta hanya menuntut pemahaman dan pengertian dari orangorang terhadap diri mereka. Hal yang paling utama, mereka harus menjadi yang
pertama dalam segala-galanya dan dengan kata lain prioritas mereka hendaklah yang
paling utama.
Sifat lain yang timbul seiring dengan berkembangnya pribadi anak maupun
pada kenyataan banyak juga anak yang malah menjadi agresif, tidak patuh, dan
menentang orangtuanya lantaran tidak pernah ditegur atau dilarang ketika mereka
melakukan sesuatu hal yang salah, contohnya memukul atau menganiaya orangorang di sekitarnya. Biasanya hal seperti ini mulai kelihatan apabila orangtua mulai
membatasi keperluan atau kebutuhan anak sehingga merasakan orangtua mereka
sudah tidak menyayangi mereka dan tidak peduli dengan mereka lagi.

Universitas Sumatera Utara

Indikator dari pola asuh permisif (pemanja) menurut Hurlock (2009):
1. Orangtua tidak memberikan aturan atau pengarahan kepada anak
Salah satu indikator pola asuh permisif adalah tidak memberikan aturan atau
pengarahan kepada anak dengan membiarkan apa saja yang dilakukan anak.
Dengan kata lain orangtua terlalu memberikan kebebasan kepada anak untuk
mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan, dan norma-norma yang digariskan
orangtua.
2. Pengawasan orangtua sangat lemah
Orangtua membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan
membimbingnya. Seperti orangtua membiarkan anak main sampai larut
malam tanpa pengawasan. Sikap orangtua yang seperti ini sangat berbahaya
dan menjadikan anak bersikap sesuka hati.
3. Mendidik secara terbatas
Pola asuh permisif ini juga ditandai dengan orangtua mendidik anaknya
secara bebas yaitu dengan mendidik acuh tak acuh, bersifat pasif atau masa
bodoh. Hal tersebut menyebabkan kurang sekali keakraban dan hubungan
yang hangat dalam keluarga, sehingga anak merasa kurang menikmati kasih
sayang orangtua.
4. Tidak memberikan bimbingan yang cukup
Pola asuh permisif juga ditandai dengan orangtua tidak memberikan
bimbingan yang cukup kepada anaknya, sehingga anak merasa kurang
mendapat perhatian yang cukup dari orangtuanya. Oleh karena itu,
pertumbuhan jasmani, rohani, dan sosial sangat jauh berbeda bahkan di
bawah rata-rata jika dibandingkan dengan anak-anak yang diperhatikan

Universitas Sumatera Utara

orangtuanya. Biasanya orangtua bersikap demikian karena orangtua terlalu
sibuk dengan pekerjaan, karir, dan urusan sosial. Oleh karena itu walaupun
sibuk, orangtua harus memberi perhatian dan bimbingan yang cukup kepada
anak agar anak tersebut merasa mendapat kasih sayang dan tumbuh kembang
menjadi anak yang baik.
5. Menganggap selalu benar
Indikator dari pola asuh permisif berikutnya adalah orangtua menganggap
semua yang dilakukan anak sudah benar dan tidak perlu diberikan teguran.
Biasanya orangtua bersikap demikian karena menganggap bahwa anak
tersebut sudah dewasa sehingga sudah bisa memilih mana yang baik dan
buruk. Akan tetapi sikap demikian tidak cocok diterapkan pada anak-anak,
karena kalau diterapkan pada anak-anak atau remaja maka anak tersebut akan
bertindak sesuka hati dan sangat berbahaya sekali terhadap perkembangan
anak (Anisa, 2015. rahmaanisa17.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 21
April 2016 pukul 22.16 WIB).
d. Pola Pengasuhan Penelantar
Anak yang diasuh dengan pola ini adalah anak yang kurang mendapatkan
kasihsayang dan perhatian dari orangtuanya.Orangtuasibuk bekerja sehingga lupa
tanggung jawabnya sebagai ibu atau bapak yang merupakan sosok yang penting
dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mental, fisik dan psikologis
anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti
bekerja, dan juga kadang kala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Anak
dibiarkan berkembang dengan kemampuannya sendiri serta pengalaman-pengalaman
yang terjadi di lingkungan sekitarnya tanpa mendapat tuntunan dan pedoman dari

Universitas Sumatera Utara

orangtuanya. Selain itu, tidak jarang juga ditemukan anak yang diterlantarkan oleh
orangtuanya ini tidak mendapat pendidikan akademik ataupun agama yang memadai
untuk menunjang kehidupannya dimasa yang akan datang.
Terdapat berbagai macam alasan yang menyebabkan orangtua menerapkan
pola pengasuhan penelantar dan salah satunya adalah anak yang ditolak
kehadirannya di dalam keluarga. Banyak kasus yang terjadi dalam kehidupan nyata,
orangtua yang menolak kehadiran anaknya tersebut karena anak adopsi, anak tiri,
anak dari hasil selingkuhan maupun anak yang kurang sempurna (cacat dari mental,
fisik, maupun psikis) dan lain-lain. Anak yang tidak mampu untuk hidup sendiri
dibiarkan terlantar tanpa diperhatikan. Orangtua menganggap bahwa memiliki anak
dalam kondisi seperti itu malah memberikan kesusahan dan menambah beban dalam
hidup mereka.
Selain itu, kemiskinan juga mengakibatkan banyak anak-anak yang terpaksa
hidup dalam keadaan terlantar tanpa mendapat perhatian dari orangtuanya. Mereka
masih belum mampu untuk melakukan pekerjaan lain atau tidak bisa mencari
pekerjaan yang lebih baik karena tidak memiliki pendidikan. Pola asuh penelantar
merupakan

pengasuhan

yang

beresiko

paling

tinggi

yang

menyebabkan

penyimpangan kepribadian dan perilaku anti sosial.
Indikator dari pola asuh penelantar menurut Prasetya (2003):
1. Orangtua lebih mementingkan kepentingan sendiri misalnya terlalu sibuk,
tidak peduli bahkan tidak tahu anaknya dimana atau sedang dengan siapa,
dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

2. Anak-anak dibiarkan berkembang sendiri baik fisik maupun psikis
Dari hasil penelitian di Firlandia, ternyata anak dengan pola asuh orangtua
penelantar berperilaku lebih agresif, impulsif, pemurung dan kurang
konsentrasi pada suatu kegiatan penyimpangan kepribadian dan perilaku anti
sosial lebih tampak pada pola asuh ditelantarkan. Pengasuhan penelantaran
merupakan pengasuhan yang beresiko paling tinggi. Gejala-gejala perilaku
negatif tersebut semakin tampak pada anak usia 8-12 tahun. Bahkan pada
anak dengan pola asuh penelantar kecenderungan perilaku negatif seringkali
mengarah pada perilaku negatif orang dewasa seperti merokok, minumminuman beralkohol, seks bebas atau melacur dan tidak jarang terlibat
tindakan kriminal (Prasetya, 2003:28).

2.3 Remaja
Remaja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mulai dewasa, sudah
sampai

umur

untuk

kawin

muda

(Lubis,

2008:1160),

sedangkan

WHO

mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual. Ada beberapa kriteria dalam
memahami remaja yaitu biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi, dengan batasan
usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai
berikut :
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa.

Universitas Sumatera Utara

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan menjadi relatif lebih mandiri (Hikmat, 2007: 34).
Sebenarnya anak remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak
termasuk golongan anak-anak, tapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau
golongan tua. Remaja ada di antara anak-anak dan orang dewasa. Remaja masih
belum mampu menguasai fungsi-fungsi fisik dan psikisnya.
Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual.
Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak
hanya mampu mengintegrasikan dirinya kedalam masyarakat dewasa, tetapi juga
merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan
(Wirawan, 2002:20).
Pembagian masa perkembangan anak ini dimaksudkan untuk mempermudah
dalam mempelajari masa remaja. Padahal dikemukakan beberapa pendapat dan
pembagian masa perkembangan anak dari beberapa ahli. Berikut ini adalah beberapa
pembagian masa perkembangan anak sampai usia 21 tahun. Menurut Priyanto, masa
perkembangan anak sampai usia 21 tahun dibagi ke dalam tiga tahap : Pertama, usia
0-7 tahun adalah tahap bermain (fase egosentris), kedua, usia 7-12 tahun adalah
tahap sekolah dasar (fase realistis),ketiga, usia 12-21 tahun adalah tahap pubertas
(fase idealistis) (Mappiare, 1982:25).
Menurut Kohnstamm seorang ahli psikologi Belanda sebagaimana dikutip B.
Simanjuntak, membagi fase ini ke dalam tiga masa perkembangan yakni pertama,
usia 0-7 tahun adalah masa bayi dan kanak-kanak, kedua, usia 7-13 tahun adalah
tahap sekolah atau masa intelektual, ketiga,usia 12-21 tahun adalah masa sosial.
Adapun masa sosial itu sendiri masih dibagi ke dalam empat masa yakni :

Universitas Sumatera Utara

Pertama, masa pueral yakni usia 12-14 tahun, kedua, masa pra pubertas (awal
remaja) dengan usia 14-15, ketiga, masa pubertas (remaja) dengan usia 15-18 tahun
dan keempat, masa adolesensi dengan usia 18-21 tahun (Simanjuntak, 1979:65).
Menurut Zakiyah Darajat seorang ustadzah dan intelektual Muslimah
kenamaan membagi masa perkembangan anak ke dalam empat masa yakni :
1. Masa bayi dengan usia 0-2 tahun.
2. Masa kanak-kanak usia 2-5 tahun.
3. Masa sekolah dengan usia 5-12 tahun.
4. Masa remaja usia 12-21 tahun.
Pendapat beberapa tokoh diatas dapat kita pahami bahwa yang dimaksud
dengan usia masa remaja adalah mereka yang berusia antara 12 tahun sampai dengan
21 tahun. Pembatasan ini kelihatan dapat dipahami seluruh tokoh dalam membangun
konsep remaja sebagai manusia yang penuh dengan gejolak dan pencarian identitas
diri. Dalam konteks ini pula remaja tentu sangat dinamis dalam merespon setiap
gejala sosial yang mengitarinya. Bila mereka salah asuh dan salah pola dalam
mengarahkannya akan berdampak kepada pembinaan mental mereka sebelum sampai
manusia usia matang (dewasa). Berikut ini adalah beberapa yang dapat ditangkap
dari perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja :
a. Perubahan fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek fisiologis,
dimasa remaja kelenjar hifopesa menjadi masak dan mengeluarkan beberapa
hormon, seperti hormon gonotrop yang berfungsi untuk mempercepat kemasakan sel
telur dan sperma, serta mempengaruhi produksi hormon kortikortop berfungsi
mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosteron, estrogen dan suprenalis yang

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan.
Dampak dari produksi hormon adalah :
1. Ukuran otot bertambah dan semakin kuat.
2. Menghasilkan sperma dan estrogen memproduksi sel telur sebagai tanda
kemasakan.
3. Munculnyatanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara,
berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambut-rambut halus
disekitar kemaluan, ketiak, dan muka.
b. Perubahan emosional
Pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak.
Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira,
sedih, dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan
emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja umumnya memiliki
kondisi emosi yang labil pengalaman emosi yang ekstrim dan selalu merasa
mendapatkan tekanan. Bila pada akhir masa remaja mampu menahan diri untuk tidak
mengekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan
dengan cara yang dapat diterima masyarakat, dengan kata lain remaja yang mencapai
kematangan emosi pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagaimana
dicatat oleh (Hurlock, 1999:125) sebagai berikut:
1. Tidak bersifat kekanak-kanakan.
2. Bersikap rasional.
3. Bersikap objektif.
4. Dapat menerima kritikan orang lain sebagai pedoman untuk bertindak lebih
lanjut.

Universitas Sumatera Utara

5. Bertanggung jawab terhadap yang dilakukan.
6. Mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi.
c. Perubahan sosial
Perubahan fisik dan emosi pada masa remaja juga mengakibatkan perubahan
dan perkembangan remaja, menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja yaitu,
memisahkan diri dari orangtua dan menuju kearah teman sebaya. Remaja berusaha
melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan maksud menemukan jati diri. Remaja
lebih banyak berada di luar rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan
membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi
ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap
penampilan, dan perilaku.
Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual. Remaja
akan memperlihatkan perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis menjadi
lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan, dan dicintai oleh lawan jenis
dan kelompoknya(Monks, 1999:277).
Menurut Hurlock, sebab-sebab umum pertentangan keluarga selama masa remaja
adalah sebagai berikut :
1. Standarperilaku
Remaja sering menganggap standar perilaku orangtua yang kuno dan modern
berbeda dan standar perilaku orangtua yang kuno harus menyesuaikan diri
dengan yang modern.
2. Metode disiplin
Kalau metode disiplin yang digunakan orangtua dianggap “tidak adil“
atau“kekanak-kanakan“ maka remaja akan memberontak. Pemberontakan

Universitas Sumatera Utara

yang terbesar terjadi dalam keluarga dimana salah satu orangtua lebih
berkuasa dari yang lainnya, terutama bila ibu yang mempunyai kekuasaan
terbesar.
3. Hubungan dengan saudara
Remaja mungkin menghina adik-adiknya dan membenci kakak-kakaknya
sehingga menimbulkan pertentangan dengan mereka dan juga dengan
orangtua yang dianggap bersikap “pilih kasih”.
4.

Merasa menjadi korban
Remaja seorang merasa benci kalau status sosial/ekonomi keluarga tidak
memungkinkannya mempunyai simbol-simbol status yang mana dengan yang
dimiliki teman, seperti pakaian, mobil, dan sebagainya. Remaja tidak
menyukai bila memikul tanggungjawab rumah tangga seperti merawat adikadik, atau bila orangtua tiri masuk ke rumah dan mencoba “memerintah”.
Hal ini tidak disukai orangtua dan menambah ketegangan hubungan antara
orangtua remaja.

5. Sikap yang sangat kritis
Anggota keluarga tidak menyukai sikap remaja yang terlampau kritis
terhadap diri mereka dan terhadap pola kehidupan keluarga pada umumnya.
6. Besarnya keluarga
Dalam keluarga sedang, yang terdiri dari tiga atau empat anak lebih sering
terjadi pertentangan dibandingkan dengan keluarga kecil dan keluarga besar.
Orangtua dalam keluarga besar tidak membenarkan adanya pertentangan,
sedangkan dalam keluarga kecil remaja bersikap lebih lunak dan tidak merasa
perlu untuk memberontak.

Universitas Sumatera Utara

7. Perilaku yang kurang matang
Orangtua yang sering mengembangkan sikap menghukum bila para remaja
mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab

atau

membelanjakan uang semaunya. Remaja membenci sikap kritis dan sikap
menghukum ini.
8. Memberontak terhadap sanak saudara
Orangtua dansanak keluarga menjadi marah bila remaja mengungkapkan
perasaannya secara terang-terangan bahwa pertemuan-pertemuan keluarga
“membosankan” atau bila remaja menolak usul dan nasihat-nasihat mereka
(Hurlock, 1999:127).
Penjelasan di atas dapat mengantar kepada kita bahwa remaja dengan segala
keunikan dan permasalahannya tentu menjadi patokan bagi setiap orangtua dan
masyarakat luas dalam menyikapi dan memperlakukan remaja. Orangtua yang gagal
memahami anak remajanya akan salah dalam menerapkan pengasuhan yang baik dan
elegan. Namun bila mereka mampu memahami anak remaja mereka akan menjadi
suatu modal dalam membangun kepribadian seorang anak remaja sehingga berhasil
dalam mencapai cita-citanya.

2.4 Mengantisipasi
Antisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu anticipation dan kata ini
berdasarkan latin ante (sebelum) dan capere (mengambil). Arti kata mengantisipasi
/meng·an·ti·si·pa·si [v]menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah
membuat perhitungan (ramalan, dugaan) tentang hal-hal yang belum (akan) terjadi
(KBBI, 2016. kbbi.web.id, diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pukul 20.47 WIB).

Universitas Sumatera Utara

2.5 Narkoba
Popularitas narkoba di tengah masyarakat sudah tidak diragukan lagi baik
mereka yang menaruh perhatian maupun yang membencinya. Dalam dunia hukum,
medis, sosial, dan dunia pendidikan, terlebih dunia remaja yang memang sangat
rentan dalam hal tersebut. Narkoba adalah akronim dari narkotika, psikotropika, dan
bahan-bahan adiktif lainnya. Istilah ini muncul pada tahun 1998 karena banyak
terjadi peristiwa penggunaan narkoba atau pemakaian barang-barang yang termasuk
narkotika dan obat-obat adiktif yang terlarang. Oleh karena itu, untuk memudahkan
orang berkomunikasi dan tidak menyebut istilah yang tergolong panjang, maka katakata “narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan adiktif lainnya” ini disingkat dengan
kata “narkoba”.
Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) narkoba adalah zat-zat kimiawi
yang jika dimasukkan ke dalam tubuh manusia (baik secara oral dihirup maupun
intravena dan suntik) yang dapat mengubah dan bahkan merusak pikiran, suasana
hati, ataupun perasaan, perilaku seorang, dan organ tubuh (Nasution, 2013:1).
Pada umumnya, penggunaan narkoba hanyalah untuk tujuan yang positif dan
sangat dibutuhkan dalam hal-hal tertentu seperti medis atau pengobatan seperti
menghilangkan rasa sakit pada saat bius. Namun bila digunakan yang tidak sesuai
dengan dosis dan tidak dalam rekomendasi ahli atau medis maka dapat merusak,
mental dan sikap serta perilaku hidup masyarakat. Berikut ini akan dijelaskan ketiga
jenis barang haram tersebut untuk lebih memudahkan pemahaman dan juga wawasan
tentang bahaya narkoba tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Narkotika
Narkotika berasal dari bahasa Yunani Narkoum yang berarti membuat
lumpuh atau membuat mati rasa. Dalam bahasa inggris naecotics yang berarti obat
yang menidurkan atau obat bius. Dalam pengertian lain, narkotika mempunyai arti
obat yang berfungsi menenangkansyaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan
rasa mengantuk atau rangsangan (opium, ganja, dan sebagainya) (Depdikbud,
1998:90). Dapat pula dipahami bahwa narkotika adalah zat-zat obat yang dapat
mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja
mempengaruhi susunan syaraf sentral.
Menurut Undang-Undang narkotika No. 35 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1
tentang narkotika, dijelaskan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut
organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organitation), pada pokoknya
memberikan definisi tentang narkotika adalah “segala bahan bilamana dimasukkan
ke dalam tubuh manusia maka ia bekerja pada susunan syaraf pusat yang mempunyai
pengaruh terhadap badan, jiwa atau pikiran serta tingkah lakunya”.
Beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa narkotika ialah
segala obat yang bekerja pada susunan syaraf pusat dan menimbulkan pengaruh
terhadap badan, jiwa atau pikiran serta tingkah lakunya bila dimasukkannya seperti
penurunan kesadaran, hilangnya rasa serta dapat,menyebabkan ketergantungan bagi
penggunanya. Catatan BNN dalam jurnalnya edisi 08 tahun 2009, bila dilihat dari
segi penggunaannya narkotika dibagi kedalam tiga golongan yakni untuk tujuan

Universitas Sumatera Utara

pembangunan ilmu pengetahuan, pengobatan dan penelitian. Demikian juga dalam
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, narkotika digolongkan ke dalam tiga golongan
yaitu :
1. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmupengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggimengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Daun
Kokain, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ekstasi, dan lebih dari 65
macam jenis lainnya.
2. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan dua berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon, dan lain-lain.
3. Narkotika Golongan III
Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan 3 narkotika
ini banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina,
Propiram, dan ada 13 macam termasuk beberapa campuran lainnya(IndoDrugs,
2013. indodrugs.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 29 Februari 2016 pukul
21.36 WIB).

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba sungguh sangat marak walau para pelaku
sesungguhnya

tahu

dampak

negatif

dan

bahaya

yang

ditimbulkannya.

Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba di luar keperluan medis, tanpa
pengawasan dokter dan merupakan perbuatan melanggar hukum.
Dalam khazanah intelektual Widjono, penyalahgunaan berarti pemakaian
narkoba secara terus menerus atau sekali-kali atau kadang-kadang dan berlebihan
serta tidak merujuk kepada petunjuk dokter dan praktek kedokteran. Penyalahgunaan
narkoba dapat menimbulkan gangguan-gangguan tertentu pada badan dan jiwa
seseorang dengan akibat sosial yang merugikan.
Sebagaimana diketahui bahwa ada banyak sekali dampak buruk yang dialami
jika narkoba dikonsumsi, diantaranya:
1. Dampak narkoba terhadap fisik dan kesehatan
Dalam konteks ini adanya gangguan pada sistem syaraf (neurologis), seperti:
kejang-kejang,imajinasi, dan halusinasi.Gangguan pada jantung dan pembuluh
darah (kardiovaskuler), gangguan pada kulit (dermatologis), gangguan pada paruparu (pulmoner), sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, suhu tubuh
meningkat, pengecilan hati, dan insomnia. Gangguan terhadap kesehatan
reproduksi yaitu gangguan pada endokrin, seperti penurunan fungsi hormon
reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.
Gangguan terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain
perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak
haid). Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum
suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C,

Universitas Sumatera Utara

dan HIV. Bahaya narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis yaitu
konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis
bisa menyebabkan kematian.
2. Dampak narkoba terhadap psikologi
Pada psikologi juga adanya dampak yang signifikan seperti kerja lamban dan
ceroboh, sering tegang, dan gelisah. Hilang rasa percaya diri, apatis, pengkhayal,
penuh curiga, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal, Sulit berkonsentrasi,
perasaan kesal dan tertekan dan cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman,
bahkan bunuh diri.
3. Dampak narkoba terhadap lingkungan sosial
Dalam tataran sosial dampak buruk narkoba dapat kita lihat seperti gangguan
mental, anti-sosial, dan asusila. Dikucilkan oleh lingkungan, merepotkan dan
menjadi beban keluargaserta pendidikan menjadi terganggu dan masa depan
suram. Terakhir yang paling berbahaya bila suatu saat si pecandu narkoba ingin
tobat memakai narkoba, sayang sekali tapi efek dari pemakaian narkoba tidak bisa
sembuh total. Jadi, si pemakai tetap akan terkontaminasi dengan berbagai
penyakit yang tidak dapat disembuhkan, seperti HIV. Bila dilihat dari segi
dampak buruk narkoba menurut jenisnya sebagai berikut:
1. Opioid
a.

Depresi berat.

b.

Apatis, gugup dan gelisah.

c.

Banyak tidur, rasa lelah berlebihan.

d.

Malas bergerak, kejang-kejang, dan denyut jantung bertambah cepat.

e.

Selalu merasa curiga, rasa gembira berlebihan, rasa harga diri meningkat.

Universitas Sumatera Utara

f.

Banyak bicara namun cadel, pupil mata mengecil.

g.

Tekanan darah meningkat, berkeringat dingin.

h.

Mual hingga muntah.

i.

luka pada sekat rongga hidung.

j.

Kehilangan nafsu makan, turunnya berat badan.

2. Kokain
a.

Denyut jantung bertambah cepat.

b.

Gelisah, banyak bicara.

c.

Rasa gembira berlebihan, rasa harga diri meningkat.

d.

Kejang-kejang, pupil mata melebar.

e.

Berkeringat dingin, mual hingga muntah.

f.

Mudah berkelahi.

g.

Pendarahan pada otak.

h.

Penyumbatan pembuluh darah.

i.

Pergerakan mata tidak terkendali.

j.

Kekakuan otot leher.

3. Ganja
a.

Mata sembab, kantung mata terlihat bengkak, merah, dan berair.

b.

Sering melamun, pendengaran terganggu, selalu tertawa.

c.

Terkadang cepat marah.

d.

Tidak bergairah, gelisah.

e.

Dehidrasi, liver.

f.

Tulang dan gigi keropos.

g.

Syaraf otak dan syaraf mata rusak.

Universitas Sumatera Utara

h.

Skizofrenia.

4. Ekstasi
a.

Enerjik tapi matanya sayu dan wajahnya pucat, berkeringat.

b.

Sulit tidur.

c.

Kerusakan syaraf otak.

d.

Dehidrasi.

e.

Gangguan liver.

f.

Tulang dan gigi keropos.

g.

Tidak nafsu makan.

h.

Syaraf mata rusak.

5. Shabu-shabu
a.

Enerjik.

b.

Paranoid.

c.

Sulit tidur.

d.

Sulit berfikir.

e.

Kerusakan syaraf otak, terutama syaraf pengendali pernafasan hingga
merasa sesak nafas.

f.

Banyak bicara.

g.

Denyut jantung bertambah cepat.

h.

Pendarahan otak.

i.

Shock pada pembuluh darah jantung yang akan berujung pada kematian.

6. Benzodiazepin
a.

Berjalan sempoyongan.

b.

Wajah kemerahan.

Universitas Sumatera Utara

c.

Banyak bicara tapi cadel.

d.

Mudah marah.

e.

Konsentrasi terganggu.

f.

Kerusakan

organ-organ

tubuh

terutama

otak

(Iman,

2015.

www.indotipstricks.net, diakses pada tanggal 29 Februari 2016 pukul
22.25 WIB).
Melihat dampak negatif penyalahgunaan narkoba di atas sungguh sangat
mengerikan. Dalam pengertian lain bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan suatu
proses yang makin meningkat dari coba-coba ke taraf ketergantungan. Oleh karena
sifat narkoba yang mempunyai daya

yang menimbulkan kerusakan dan

ketergantungan yang tinggi, penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan dengan cara
ditelan, dihisap, dihirup dengan hidung disuntikkan ke dalam pembuluh darah balik
(intravena), disuntikkan kedalam otot atau disuntikkan ke dalam lapisan lemak di
bawah kulit. Banyak remaja yang terjerumus ke dalam narkoba dengan berbagai
faktor baik keluarga, lingkungan sekolah atau kampus, lingkungan masyarakat, dan
pengaruh media elektronik dan media massa (Parapat, 2002:5).

2.6 Kerangka Pemikiran
Peran dan andil orangtua dalam membentengi dan mendidik anak-anak
mereka adalah sesuatu kewajiban keluarga. Apabila sebuah keluarga mengalami
ketimpangan terhadap peranan orangtua, maka hal ini akan membahayakan
ketahanan keluarga itu sendiri. Oleh karena itu, pola asuh orangtua yang baik dan
benar menjadi salah satu kunci membangun masa depan generasi muda secara
terarah. Sebagaimana disebut pada bagian terdahulu bahwa dalam pemberian arahan

Universitas Sumatera Utara

dan bimbingan orangtua dalam mengasuh anak-anak remaja mereka terdapat empat
hal yakni autoritatif/demokratis, otoriter, permisif/pemanja, dan penelantar.
Keempat teori tersebut akan peneliti teliti mengenai hal yang lebih dominan
dalam masyarakat Kampung Kubur. Penelitian ini akan dilihat berdasarkan pola asuh
orangtua dan dampak perilaku anak remaja mereka. Kemudian akan menarik korelasi
teori pola asuh orangtua terhadap penyalahgunaan narkoba di Kampung Kubur.
Penelusuran pola asuh yang digunakan keluarga Kampung Kubur dalam
mendidik anak mereka untuk dapat melihat bagaimana mereka memberikan
pendidikan, agama, bimbingan, sikap, dan termasuk cara mereka dalam
memperlakukan anak-anak remaja mereka sehari-hari meliputi perilaku-perilaku
yang disadari atau tidak olehnya. Perlakuan-perlakuan yang tampak itu juga bersifat
sama dan terus menerus dari waktu ke waktu.
Pola asuh yang diberikan orangtua tentu ada di dalamnya yang cenderung
untuk menjadikan anak kurang pertimbangan sehingga menjerumuskannya pada
penyalahgunaan narkoba. Di antara kasus ini adalah anak yang ditolak orangtuanya
sehingga sering diperlakukan keras dan kasar. Demikian juga anak yang terlalu
sering diperhatikan kemudian membuat mereka manja atau dilindungi secara
berlebihan sehingga pergaulannya sangat terbatas sehingga tidak bisa berinteraksi
dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, menuruti keinginan anak secara masif
dan kasus-kasus lainnya.
Penyalahgunaan narkoba adalah sebuah alarm yang sangat membahayakan
bukan saja bagi anak atau keluarga tertentu tapi ia juga membuat suatu bangsa akan
kehilangan satu generasi (lose generation). Bila hal ini tidak dilawan dengan secara
terstruktur, masif, dan terus-menerus akan terjadi hal-hal yang sangat mengerikan

Universitas Sumatera Utara

pada sebuah keluarga, masyarakat atau suatu negara akan ambruk. Untuk lebih
jelasnya di bawah ini dapat dilihat kerangka pemikiran yang akan di dalami dalam
penelitian selanjutnya seperti terlihat dalam bagan berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Bagan Alur Pikir:

Pola Asuh Orangtua

Fungsi Orangtua

Sosialisasi anak
Autoritatif/
Demokratis

Otoriter

Permisif/
Pemanja

Penelantar

Afeksi
Edukatif
Religius
Protektif
Rekreatif
Ekonomis
Biologis

Mengantisipasi penyalahgunaan narkoba
Remaja

Universitas Sumatera Utara

2.7 Definisi Konsep
Konsep adalah bagian penting dari metodologi penelitian, karena apabila
konsep penelitian dibangun secara asal-asalan maka akan mengacaukan bagian
penting lainnya. Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam
upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Konsep