Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Dengan Perubahan Anggaran Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten Kota di Sumatera Utara
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Teori Keagenan / Agency Theory
Teori keagenan (agency theory) yang dikemukakan oleh Jensen dan
Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak
antara seseorang atau lebih (disebut juga sebagai prinsipal) yang menunjuk orang
lainnya (yang disebut sebagai agen) untuk menjalankan layanan sesuai dengan
kepentingan prinsipal, yang mencakup pendelegasian beberapa kewenangan
pengambilan keputusan kepada agen (Ghulam, 2012).
Pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang
(prinsipal) memilih orang atau kelompok lain (agen) untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan prinsipal (Lupia & McCubins, 2000). Teori keagenan yang
menjelaskan hubungan prinsipal dan agen berakar pada teori ekonomi, teori
keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori keagenan menganalisis susunan
kontraktual diantara dua atau lebih individu, kelompok atau organisasi. Salah satu
pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit,
dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan
pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal (Abdullah dan Asmara, 2006).
Menurut Ghulam (2012), akibat positif yang ditimbulkan dari penerapan
teori keagenan adalah dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang
menimbulkan hal negatif dalam bentuk prilaku oportunistik (opportunistic
behaviour). Hal tersebut terjadi karena pihak agensi memiliki informasi keuangan
Universitas Sumatera Utara
11
yang lebih banyak daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan
dari pihak prinsipal memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri
(self interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Menurut Lane (2003), Teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi
publik. Ia menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada
serangkaian hubungan prinsipal-agen. Masalah keagenan yang timbul dikalangan
eksekutif cenderung memaksimalkan utiliti (self interest) dalam pembuatan atau
penyusunan anggaran APBD, karena memiliki keunggulan informasi (asimetri
informasi). Akibatnya, eksekutif cenderung melakukan “budgetary slack”. Hal ini
terjadi disebabkan pihak eksekutif akan mengamankan posisinya dalam
pemerintahan dimata legislatif dan masyarakat, bahkan untuk kepentingan pilkada
berikutnya, tetapi budgetary slack APBD lebih banyak untuk kepentingan pribadi
kalangan eksekutif (self interest) daripada untuk kepentingan masyarakat (Latifah,
2010).
Di dalam proses penyusunan dan perubahan anggaran, muncul dua
perspektif yang mengindikasikan aplikasi teori keagenan, yaitu hubungan antara
rakyat dengan legislatif, dan legislatif dengan eksekutif. Dalam hubungan
keagenan antara legislatif dengan eksekutif, eksekutif adalah agent dan legislatif
adalah principal (Halim & Abdullah, 2006). Dalam hubungannya dengan rakyat,
pihak legislatif adalah agent yang membela kepentingan rakyat (principal), akan
tetapi, tidak ada kejelasan mekanisme dan pengaturan serta pengendalian dalam
pendelegasian kewenangan rakyat terhadap legislatif. Hal inilah yang seringkali
menyebabkan adanya distorsi anggaran yang disusun oleh legislatif sehingga
anggaran tidak mencerminkan alokasi pemenuhan sumber daya kepada
Universitas Sumatera Utara
12
masyarakat, melainkan cenderung mengutamakan self-interest para pihak
legislatif tersebut.
Hubungan keagenan di pemerintahan daerah memang unik, selain tidak
terdapat kontrak yang eksplisit dan lengkap antara prinsipal dan agen, juga tidak
terdapat sistem reward and punishment yang memadai. Itulah sebabnya mengapa
kemudian bentuk hubungan kontrak di pemerintahan disebut incomplete contract.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa hubungan keagenan di pemerintahan daerah
mencakup hubungan DPRD-kepala daerah, kepala daerah-pemilih (masyarakat),
DPRD-pemilih, dan kepala daerah-kepala SKPD (Abdullah, 2012).
2.1.2. Teori Peacock & Wiseman
Ada beberapa teori tentang perkembangan pengeluaran pemerintah, salah
satunya adalah teori peacock & wiseman. Manurut Mangkoesoebroto (1993), teori
peacock & wiseman merupakan teori dan model terbaik mengenai perkembangan
pengeluaran pemerintah. Teori mereka sering disebut dengan The Displacement
Effect, dimana teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah
senantiasa memperbesar pengeluaran sedangkan masayarakat tidak suka
membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah
yang semakin besar tersebut. Teori Peacock & Wiseman adalah sebagai berikut
(Mangkoesoebroto, 1993) :
“Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin
meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan
pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat, oleh
karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan
pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah
menjadi semakin besar.”
Universitas Sumatera Utara
13
Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa
masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana
masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari
bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah.
sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan untuk membayar pajak. Tingkat
toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikan pemungutan
pajak secara semena-mena (Ferry, 2012).
2.1.3. Penyerapan Anggaran
Anggaran pemerintah di daerah disebut dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Menurut Halim (2001), Anggaran Pemerintah adalah rencana kegiatan
yang diwujudkan dalam bentuk finansial, yang meliputi usulan pengeluaran yang
diperkirakan untuk suatu periode waktu tertentu, beserta usulan cara-cara
memenuhi pengeluaran tersebut. Sedangkan menurut Darise (2008), Anggaran
pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan
legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan
pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja
tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit
atau surplus. Dengan demikian, anggaran mengkoordinasikan aktivitas belanja
Universitas Sumatera Utara
14
pemerintah dan memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan dan
pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu periode tertentu yang biasanya
mencakup periode tahunan.
Bertitik tolak dari pengertian anggaran, maka tindak lanjut dari anggaran
adalah merealisasikan anggaran yang telah dialokasikan sesuai dengan apa yang
telah ditetapkan dalam APBD. Dalam hal ini, yang ditindaklanjuti adalah realisasi
terhadap kegiatan yang sudah direncanakan untuk dilaksanakan dalam satu tahun
anggaran. Dengan demikian, pencapaian realisasi kegiatan yang sudah ditentukan
merupakan cerminan dari penyerapan anggaran.
Penyerapan anggaran merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa
jauh target rencana yang telah dicapai oleh pemerintah dalam bentuk finansial.
Penyerapan anggaran merupakan salah satu dari tahapan siklus anggaran yang
dimulai dari perencanaan anggaran, penetapan dan pengesahan anggaran oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), penyerapan anggaran, pengawasan anggaran
dan pertanggungjawaban penyerapan anggaran. Tahapan penyerapan anggaran
pemerintah daerah akan dimulai ketika Peraturan Daerah (Perda) tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah disahkan oleh DPRD.
Penyerapan anggaran memiliki arti penting dalam pencapaian tujuan
nasional, yaitu peningkatan dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat. UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa
fungsi anggaran sebagai instrumen kebijakan ekonomi, berperan untuk
mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan
pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Buruknya kualitas
penyerapan anggaran akan berpengaruh kepada perekonomian nasional secara
Universitas Sumatera Utara
15
keseluruhan, antara lain efektivitas alokasi belanja yang ditujukan untuk
pembangunan negara menjadi tidak tepat sasaran, berdasarkan indikator
keberhasilan anggaran yang telah ditetapkan.
Permasalahan mengenai minimnya penyerapan anggaran di pemerintah
daerah, kementerian dan lembaga kerap kali dituding sebagai buruknya kinerja
birokrasi. Penyerapan anggaran sendiri memang penting untuk mendorong
terciptanya multiplier effect terhadap ekonomi. Namun, kinerja birokrasi
semestinya tidak bisa diukur hanya dengan penyerapan anggaran saja.
Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menilai bahwa
dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja (performance based budget),
sebenarnya penyerapan anggaran bukan merupakan target alokasi anggaran.
Penganggaran berbasis kinerja lebih menitikberatkan pada kinerja ketimbang
penyerapan anggaran itu sendiri. Hanya saja, kondisi perekonomian kita saat ini
variabel dominan pendorong pertumbuhannya adalah faktor konsumsi, sehingga
belanja pemerintah yang merupakan konsumsi pemerintah turut menjadi penentu
pertumbuhan tersebut.
2.1.4. Perubahan Anggaran
Perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk
menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi.
Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran
penerimaan maupun pengeluaran atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk
mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD (Abdullah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
16
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah dinyatakan bahwa penyesuaian APBD dengan perkembangan
dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah
dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi : (a) Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi
kebijakan umum APBD, (b) Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan dan antarjenis belanja, (c)
Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk tahun berjalan, (d) Keadaan darurat, (e) Keadaan luar biasa.
Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan
alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan
perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk alasan perubahan atas anggaran
pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan berupa SiLPA (Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi salah satu alasan
utama mengapa perubahan APBD dilakukan (Abdullah, 2013).
Menurut Abdullah (2013), ada beberapa alasan kenapa perubahan harus
dilakukan, baik dari sisi pendapatan, belanja maupun pembiayaan. Anggaran
pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena
(a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran,
(b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, (c) penyesuaian target
berdasarkan perkembangan terkini, dan (d) target pendapatan dalam APBD
underestimated. Belanja merupakan bagian terpenting dalam perubahan,
khususnya pada kelompok belanja langsung. Anggaran belanja harus direvisi
karena (a) adanya varian SiLPA, (b) adanya pergeseran anggaran (virement), dan
Universitas Sumatera Utara
17
(c) adanya perubahan dalam penerimaan, khususnya pendapatan. Sedangkan dari
sisi pembiayaan, ketika besaran realisasi surplus/defisit dalam APBD berjalan
berbeda dengan anggaran yang ditetapkan sejak awal tahun anggaran, maka
diperlukan penyesuaian dalam anggaran penerimaan pembiayaan, setidaknya
untuk mengkoreksi penerimaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa
adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran
dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima
puluh persen). Adapun proses Perubahan APBD adalah sebagai berikut:
1.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
2.
Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah, selambat-lambatnya
3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
3.
Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan
APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
2.1.5. Waktu Penetapan Anggaran
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah selama masa waktu
satu tahun. APBD memliki fungsi perencanaan yang berarti bahwa APBD
Universitas Sumatera Utara
18
menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam merencanakan kegiatan pada
tahun yang bersangkutan. Fungsi ini menjadikan APBD penting karena program
kegiatan dan proyek pembangunan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dapat
dilaksanakan jika telah ada penetapan APBD sebelumnya (Sutaryo, 2014).
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD
beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan
kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD (Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011).
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh
kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dilakukan paling
lambat tanggal 31 (tiga puluh satu) Desember tahun anggaran sebelumnya.
Apabila DPRD sampai batas waktu yang telah ditetapkan dalam hal ini
satu bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan tidak mengambil keputusan
bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD, kepala daerah
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap
Universitas Sumatera Utara
19
bulan, yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.
Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana
dimaksud diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib.
Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri
menyatakan penetapan APBD harus dilakukan tepat waktu agar program kegiatan
dan pembangunan yang direncanakan terealisasi pada tahun anggaran sehingga
pemberian pelayanan publik terhadap masyarakat dapat berjalan dengan lancar.
2.1.6. Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan satu
kesatuan yang disusun berdasarkan suatu struktur yang terdiri dari :
1.
Pendapatan daerah, yang terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah yang berasal dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya, dana darurat dari
pemerintah, dana bagi hasil pajak dari provinsi, dana penyesuaian dan
otonomi khusus dan bantuan keuangan dari pemerintah provinsi atau dari
pemerintah daerah lainnya.
Universitas Sumatera Utara
20
2.
Belanja daerah, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah. Berdasarkan kelompoknya belanja dibedakan
menjadi :
a. Belanja tidak langsung, yang meliputi belanja pegawai, bunga, subsidi,
hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja
tidak terduga.
b. Belanja langsung, yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan
jasa dan belanja modal.
3.
Pembiayaan daerah, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayan
pemerintah terdiri dari :
a. Penerimaan pembiayaan, yang mencakup sisa lebih perhitungan anggaran
tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah,
penerimaan kembali pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah.
b. Pengeluaran pembiayaan, yang mencakup pembentukan dana cadangan,
penanaman modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok
utang dan pemberian pinjaman daerah.
Selisih lebih antara realisasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah
dalam satu tahun anggaran disebut sisa anggaran (SILPA). Sisa anggaran yang
belum terpakai sampai dengan akhir tahun anggaran akan terbawa ke tahun
anggaran berikutnya dan menjadi sumber penerimaan pembiayaan yang
Universitas Sumatera Utara
21
digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih
kecil daripada realisasi belanja.
Menurut Abdullah (2013), Sisa lebih anggaran tahun sebelumnya yang
menjadi penerimaan pada tahun berjalan (SiLPA) merupakan sumber penerimaan
internal pemerintah daerah yang dapat digunakan untuk mendanai kegiatankegiatan tahun berjalan. Bentuk penggunaan SiLPA pada pemerintah daerah ada
dua, yakni:
1.
Kegiatan Lanjutan, kegiatan lanjutan atau luncuran dari tahun sebelumnya
dilaksanakan pada awal tahun berjalan dengan menggunakan sisa anggaran
yang belum habis dengan terlebih dahulu menetapkan DPA-L (Dokumen
Pelaksanaan Anggaran-Lanjutan) pada akhir tahun sebelumnya.
2.
Kegiatan Baru, dalam perubahan APBD, penambahan kegiatan baru
dimungkinkan sepanjang dapat diselesaikan sampai pada akhir tahun
anggaran, kecuali dalam keadaan mendesak atau darurat (dengan persyaratan
tertentu).
Besaran nilai sisa anggaran tahun sebelumnya dapat diketahui secara pasti
setelah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun sebelumnya
disahkan.
2.1.7. Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan bersumber dari:
Universitas Sumatera Utara
22
1.
Pajak daerah
Hasil pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah yang bersifat wajib atau memaksa berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku ditetapkan melalui peraturan daerah. Pungutan ini
dikenakan kepada semua objek seperti orang atau badan dan benda bergerak
atau tidak bergerak, misalnya seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak
reklame, pajak parkir, dan pajak hiburan yang nantinya akan digunakan untuk
keperluan daerah dan kemakmuran rakyat.
2.
Retribusi daerah
Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau izin yang diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Dengan kata lain
retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu
jasa atau fasilitas yang diberikan secara nyata dan langsung, seperti pelayanan
kesehatan, pelayanan kebersihan,dan pelayanan pemakaman.
3.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Peneriman ini antara lain dari
BPD, perusahaan daerah, dividen BPR-BKK dan penyertaan modal daerah
kepada pihak ketiga.
4.
Lain-lain PAD yang sah
Penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah,
seperti hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,dan
pendapatan bunga.
Universitas Sumatera Utara
23
Menurut Mardiasmo (2002), pendapatan asli daerah adalah penerimaan
daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah. Tingginya pendapatan asli daerah suatu daerah menggambarkan
kemandirian suatu daerah otonom, sehingga tingkat ketergantungan pemerintah
daerah akan bantuan dana dari pemerintah pusat semakin rendah.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini peneliti menjadikan penelitian terdahulu sebagai
bahan referensi yang akan memberikan tambahan pengetahuan dan membuka
wawasan peneliti. Penelitian tentang penyerapan anggaran dan faktor yang
mempengaruhinya telah dilakukan oleh peneliti terdahulu.
Pada penelitian Abdullah,et.al. (2015) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi serapan anggaran pemerintah daerah, mengambil sampel pada
pemerintah daerah kabupaten/kota di Aceh. Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang bersumber dari APBD dan realisasi APBD pada 23 (dua puluh
tiga) kabupaten/kota di Aceh. Pengujian dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan metode regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa secara simultan, waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun
sebelumnya dan perubahan anggaran berpengaruh terhadap serapan anggaran.
Secara parsial, sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh (negatif) terhadap
serapan anggaran, perubahan anggaran dan waktu penetapan anggaran tidak
berpengaruh terhadap serapan anggaran.
Universitas Sumatera Utara
24
Arif dan Halim (2013) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor
penyebab minimnya penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2011, menggunakan data primer
yang diperoleh dari kepala dinas, kepala badan, sekretaris dinas, kepala biro
keuangan dan snowball informan yang ada hubungannya dengan penyusunan dan
pelaksanaan APBD tahun 2011. Data yang diperoleh di analisis dengan
menggunakan model Miles & Hubberman. Hasil penelitian menunjukan bahwa
masing-masing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau memiliki faktor-faktor
yang berbeda-beda yang mengakibatkan terjadinya minimnya penyerapan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2011. Faktor kapasitas
sumber daya manusia, faktor regulasi, faktor tender/lelang dan faktor lambatnya
pengesahan APBD tahun 2011 masih merupakan faktor yang paling mendominasi
terjadinya minimnya penyerapan APBD tahun 2011. Pada penelitian ini hasil
yang diperoleh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh abdullah,et.al.
(2015) yaitu pada variabel lambatnya pengesahan APBD, dimana pada penelitian
ini lambatnya pengesahan APBD atau yang berhubungan dengan waktu penetapan
anggaran berpengaruh terhadap minimnya penyerapan APBD, sedangkan pada
penelitian abdullah,et.al. (2015) waktu penetapan anggaran tidak berpengaruh
terhadap serapan anggaran.
Dalam penelitian yang dilakukan Viona (2015) tentang pengaruh
surplus/defisit, jenis pemerintah daerah dan perubahan anggaran terhadap sisa
anggaran pada kabupaten/kota di Indonesia, populasi yang digunakan adalah 497
(empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota se Indonesia. Data kuantitatif
yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Universitas Sumatera Utara
25
tahunan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P). Pengujian hipotesis
dilakukan dengan analisis regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
surplus/defisit berpengaruh terhadap sisa anggaran, jenis pemerintah daerah tidak
berpengaruh signifikan terhadap sisa anggaran dan perubahan anggaran
berpengaruh terhadap sisa anggaran. Penelitian ini menunjukan hasil yang
berbeda yaitu pada variabel perubahan anggaran dimana pada penelitian ini
perubahan anggaran berpengaruh terhadap sisa anggaran, sedangkan pada
penelitian abdullah,et.al. (2015) perubahan anggaran tidak berpengaruh terhadap
serapan anggaran.
Abdullah dan Halim (2006) telah meneliti mengenai pengaruh Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja
pemerintah daerah. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah kabupaten
dan kota di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), dan Bali. Data yang dianalisis bersumber dari laporan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) secara terpisah dan serentak berpengaruh terhadap belanja daerah.
Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Kurniawati (2010) tentang
pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap belanja daerah. Sampel penelitian yang digunakan adalah laporan
keuangan dari 228 provinsi, kota, dan kabupaten di Indonesia yang
dikelompokkan dalam 4 tahun. Laporan keuangan tersebut telah diaudit oleh BPK
RI serta diberikan pendapat wajar dan wajar dengan pengecualian. Hasil
Universitas Sumatera Utara
26
penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah.
Penelitian yang dilakukan Malahayati (2015) tentang pengaruh kapasitas
SDM, perencanaan anggaran dan pelaksanaan anggaran terhadap serapan
anggaran SKPD pada Pemerintah Kota Banda Aceh menunjukan bahwa kapasitas
sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan pelaksanaaan anggaran, baik
secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap serapan anggaran satuan
kerja perangkat daerah pada Pemerintah Kota Banda Aceh.
Herriyanto (2012) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada Satuan Kerja
Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode
analisis faktor eksploratori, yang menunjukan bahwa faktor perencanaan
mempengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran sebesar 42%, faktor
administrasi 8,84%, faktor SDM 7,80%, faktor dokumen pengadaan 6,4%, dan
faktor ganti uang persediaan 5,41%.
Penelitian yang dilakukan oleh Miliasih (2012) mengenai analisis
keterlambatan penyerapan anggaran belanja satuan kerja kementerian/lembaga
Tahun Anggaran 2010 di wilayah pembayaran KPPN Pekanbaru, menunjukan
bahwa permasalahan kebijakan teknis satker yang meliputi keterlambatan dalam
penunjukan pejabat pengelola anggaran, keterlambatan dalam penunjukkan
panitia pengadaan barang/jasa, tidak adanya dokumen perencanaan penarikan
dana, dan tidak adanya dokumen perencanaan pelaksanaan kegiatan pengadaan
barang/jasa, serta tidak adanya mekanisme reward and punishment dalam
pengelolaan anggaran di satker merupakan permasalahan kebijakan teknis dan
Universitas Sumatera Utara
27
kultural ini yang mempengaruhi dalam tahapan proses realisasi anggaran di satker
sehingga menyebabkan keterlambatan penyerapan anggaran belanja satker.
Menurut penelitian Fitriany (2015) yang diterbitkan pada South East Asia
Journal of Contemporary Business, Economics and Law, Vol. 7, Issue 3 (Aug.),
budget planning, budget applying, internal factor of work unit, human resources,
document, and administration secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
accumulation of budget absorption. Secara parsial hanya human resources dan
document yang berpengaruh signifikan terhadap accumulation of budget
absorption. Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan kuesioner dan
populasi yang digunakan adalah 81 (delapan puluh satu) SKPD di Pemerintah
Kota Pekalongan.
Rangkuman penelitian terdahulu yang telah diuraikan diatas secara ringkas
dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Syukriy
Abdullah,
Romaidon
Darma,
Hasan Basri
(2015)
Emkhad
Arif, Abdul
Halim
(2013)
Judul Penelitian
Variabel
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Serapan Anggaran
Pemerintah Daerah
Studi Pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/
Kota di Aceh
Dependen :
Serapan Anggaran
Identifikasi FaktorFaktor Penyebab
Minimnya Penyerapan
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten/
Kota di Provinsi Riau
Tahun 2011
Dependen :
Minimnya
Penyerapan Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Daerah
(APBD)
Independen :
• Waktu Penetapan
Anggaran
• Sisa Anggaran
Tahun Sebelumnya
• Perubahan
Anggaran
Hasil Penelitian
Waktu penetapan anggaran,
sisa anggaran tahun
sebelumnya dan perubahan
anggaran secara simultan
berpengaruh terhadap serapan
anggaran. secara parsial, sisa
anggaran tahun sebelumnya
berpengaruh (negatif)
terhadap serapan anggaran.
perubahan anggaran dan
waktu penetapan anggaran
tidak berpengaruh terhadap
serapan anggaran
Masing-masing daerah
kabupaten/kota di Provinsi
Riau memiliki faktor-faktor
yang berbeda-beda yang
mengakibatkan terjadinya
minimnya penyerapan
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD)
tahun 2011. Faktor kapasitas
Universitas Sumatera Utara
28
Independen :
• Lambatnya
Pengesahan APBD
Tahun 2011
• Kapasitas SDM
• Regulasi
• Lelang atau Tender
sumber daya manusia, faktor
regulasi, faktor tender/lelang
dan faktor lambatnya
pengesahan APBD tahun
2011 masih merupakan
faktor-faktor yang paling
mendominasi terjadinya
minimnya penyerapan APBD
tahun 2011
Pengaruh
Surplus/Defisit, Jenis
Pemerintah Daerah
dan Perubahan
Anggaran Terhadap
Sisa Anggaran pada
Kabupaten/Kota di
Indonesia
Dependen :
Sisa Anggaran
Surplus/defisit berpengaruh
terhadap sisa anggaran, jenis
pemerintah daerah tidak
berpengaruh signifikan
terhadap sisa anggaran,
perubahan anggaran
berpengaruh terhadap sisa
anggaran
Syukriy
Abdullah &
Abdul
Halim
(2003)
Pengaruh Dana
Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Terhadap Belanja
Pemerintah Daerah
Studi Kasus
Kabupaten Kota di
Jawa dan Bali
Dependen :
Belanja Pemerintah
Daerah
Fransisca
Roosiana
Kurniawati
(2010)
Pengaruh Dana
Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Terhadap Belanja
Pemerintah Daerah
Provinsi, Kota, dan
Kabupaten di
Indonesia
Dependen :
Belanja Daerah
Cut
Malahayati
(2015)
Pengaruh Kapasitas
SDM, Perencanaan
Anggaran dan
Pelaksanaan Anggaran
Terhadap Serapan
Anggaran SKPD Pada
Pemerintah Kota
Banda Aceh
Dependen :
Serapan Anggaran
SKPD
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Keterlambatan
Penyerapan Anggaran
Belanja pada Satuan
Dependen :
Keterlambatan
Penyerapan Anggaran
Cut Viona
(2015)
Hendris
Herriyanto,
(2012)
Independen :
• Surplus/Defisit
• Jenis Pemerintah
Daerah
• Perubahan
Anggaran
Independen :
• Dana Alokasi
Umum (DAU)
• Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Independen :
• Dana Alokasi
Umum (DAU)
• Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Independen :
• Kapasitas Sumber
Daya Manusia
• Perencanaan
Anggaran
Pelaksanaan
Anggaran
Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) secara terpisah dan
serentak berpengaruh
terhadap belanja daerah
Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
belanja daerah
Kapasitas sumber daya
manusia, perencanaan
anggaran dan pelaksanaaan
anggaran baik secara simultan
maupun parsial berpengaruh
terhadap serapan anggaran
Satuan Kerja Perangkat
Daerah pada Pemerintah
Kota Banda Aceh
Faktor perencanaan
mempengaruhi keterlambatan
penyerapan anggaran sebesar
42%, faktor administrasi
8,84%, faktor SDM 7,80%,
Universitas Sumatera Utara
29
Miliasih,
(2012)
Nur
Fitriany,
(2015)
Kerja Kementerian/
Lembaga di Wilayah
Jakarta
Independen :
• Perencanaan
• Administrasi
• SDM
• Dokumen
Pengadaan
• Ganti Uang
Persediaan
faktor dokumen pengadaan
6,4%, dan faktor ganti uang
persediaan 5,41%
Analisis
Keterlambatan
Penyerapan Anggaran
Belanja Satuan Kerja
Kementerian/Lembaga
TA 2010 di Wilayah
Pembayaran KPPN
Pekanbaru.
Dependen :
Keterlambatan
Penyerapan Anggaran
KPPN pekan baru mengalami
keterlambatan penyerapan
anggaran belanja karena
permasalahan internal satker
Exploring The Factors
That Impact The
Accumulation Of
Budget Absorption in
The End Of The Fiscal
Year 2013: A Case
Study In pekalongan
City Of Central Java
Indonesia
Dependen :
Budget Absorption
Independen :
• Kebijaan teknis
• Kultur pengelolaan
anggaran di satuan
kerja.
Independen :
• Budget Planning
• Budget Applying
• Internal Factor of
Work Unit
• Human Resources
• Document
• Administration
Budget planning, budget
applying, internal factor of
work unit, human resources,
document, and
administration secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap
accumulation of budget
absorption. Secara parsial
hanya human resources dan
document yang berpengaruh
signifikan terhadap
accumulation of budget
absorption.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Teori Keagenan / Agency Theory
Teori keagenan (agency theory) yang dikemukakan oleh Jensen dan
Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak
antara seseorang atau lebih (disebut juga sebagai prinsipal) yang menunjuk orang
lainnya (yang disebut sebagai agen) untuk menjalankan layanan sesuai dengan
kepentingan prinsipal, yang mencakup pendelegasian beberapa kewenangan
pengambilan keputusan kepada agen (Ghulam, 2012).
Pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang
(prinsipal) memilih orang atau kelompok lain (agen) untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan prinsipal (Lupia & McCubins, 2000). Teori keagenan yang
menjelaskan hubungan prinsipal dan agen berakar pada teori ekonomi, teori
keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori keagenan menganalisis susunan
kontraktual diantara dua atau lebih individu, kelompok atau organisasi. Salah satu
pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit,
dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan
pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal (Abdullah dan Asmara, 2006).
Menurut Ghulam (2012), akibat positif yang ditimbulkan dari penerapan
teori keagenan adalah dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang
menimbulkan hal negatif dalam bentuk prilaku oportunistik (opportunistic
behaviour). Hal tersebut terjadi karena pihak agensi memiliki informasi keuangan
Universitas Sumatera Utara
11
yang lebih banyak daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan
dari pihak prinsipal memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri
(self interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Menurut Lane (2003), Teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi
publik. Ia menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada
serangkaian hubungan prinsipal-agen. Masalah keagenan yang timbul dikalangan
eksekutif cenderung memaksimalkan utiliti (self interest) dalam pembuatan atau
penyusunan anggaran APBD, karena memiliki keunggulan informasi (asimetri
informasi). Akibatnya, eksekutif cenderung melakukan “budgetary slack”. Hal ini
terjadi disebabkan pihak eksekutif akan mengamankan posisinya dalam
pemerintahan dimata legislatif dan masyarakat, bahkan untuk kepentingan pilkada
berikutnya, tetapi budgetary slack APBD lebih banyak untuk kepentingan pribadi
kalangan eksekutif (self interest) daripada untuk kepentingan masyarakat (Latifah,
2010).
Di dalam proses penyusunan dan perubahan anggaran, muncul dua
perspektif yang mengindikasikan aplikasi teori keagenan, yaitu hubungan antara
rakyat dengan legislatif, dan legislatif dengan eksekutif. Dalam hubungan
keagenan antara legislatif dengan eksekutif, eksekutif adalah agent dan legislatif
adalah principal (Halim & Abdullah, 2006). Dalam hubungannya dengan rakyat,
pihak legislatif adalah agent yang membela kepentingan rakyat (principal), akan
tetapi, tidak ada kejelasan mekanisme dan pengaturan serta pengendalian dalam
pendelegasian kewenangan rakyat terhadap legislatif. Hal inilah yang seringkali
menyebabkan adanya distorsi anggaran yang disusun oleh legislatif sehingga
anggaran tidak mencerminkan alokasi pemenuhan sumber daya kepada
Universitas Sumatera Utara
12
masyarakat, melainkan cenderung mengutamakan self-interest para pihak
legislatif tersebut.
Hubungan keagenan di pemerintahan daerah memang unik, selain tidak
terdapat kontrak yang eksplisit dan lengkap antara prinsipal dan agen, juga tidak
terdapat sistem reward and punishment yang memadai. Itulah sebabnya mengapa
kemudian bentuk hubungan kontrak di pemerintahan disebut incomplete contract.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa hubungan keagenan di pemerintahan daerah
mencakup hubungan DPRD-kepala daerah, kepala daerah-pemilih (masyarakat),
DPRD-pemilih, dan kepala daerah-kepala SKPD (Abdullah, 2012).
2.1.2. Teori Peacock & Wiseman
Ada beberapa teori tentang perkembangan pengeluaran pemerintah, salah
satunya adalah teori peacock & wiseman. Manurut Mangkoesoebroto (1993), teori
peacock & wiseman merupakan teori dan model terbaik mengenai perkembangan
pengeluaran pemerintah. Teori mereka sering disebut dengan The Displacement
Effect, dimana teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah
senantiasa memperbesar pengeluaran sedangkan masayarakat tidak suka
membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah
yang semakin besar tersebut. Teori Peacock & Wiseman adalah sebagai berikut
(Mangkoesoebroto, 1993) :
“Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin
meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan
pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat, oleh
karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan
pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah
menjadi semakin besar.”
Universitas Sumatera Utara
13
Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa
masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana
masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari
bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah.
sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan untuk membayar pajak. Tingkat
toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikan pemungutan
pajak secara semena-mena (Ferry, 2012).
2.1.3. Penyerapan Anggaran
Anggaran pemerintah di daerah disebut dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Menurut Halim (2001), Anggaran Pemerintah adalah rencana kegiatan
yang diwujudkan dalam bentuk finansial, yang meliputi usulan pengeluaran yang
diperkirakan untuk suatu periode waktu tertentu, beserta usulan cara-cara
memenuhi pengeluaran tersebut. Sedangkan menurut Darise (2008), Anggaran
pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan
legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan
pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja
tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit
atau surplus. Dengan demikian, anggaran mengkoordinasikan aktivitas belanja
Universitas Sumatera Utara
14
pemerintah dan memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan dan
pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu periode tertentu yang biasanya
mencakup periode tahunan.
Bertitik tolak dari pengertian anggaran, maka tindak lanjut dari anggaran
adalah merealisasikan anggaran yang telah dialokasikan sesuai dengan apa yang
telah ditetapkan dalam APBD. Dalam hal ini, yang ditindaklanjuti adalah realisasi
terhadap kegiatan yang sudah direncanakan untuk dilaksanakan dalam satu tahun
anggaran. Dengan demikian, pencapaian realisasi kegiatan yang sudah ditentukan
merupakan cerminan dari penyerapan anggaran.
Penyerapan anggaran merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa
jauh target rencana yang telah dicapai oleh pemerintah dalam bentuk finansial.
Penyerapan anggaran merupakan salah satu dari tahapan siklus anggaran yang
dimulai dari perencanaan anggaran, penetapan dan pengesahan anggaran oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), penyerapan anggaran, pengawasan anggaran
dan pertanggungjawaban penyerapan anggaran. Tahapan penyerapan anggaran
pemerintah daerah akan dimulai ketika Peraturan Daerah (Perda) tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah disahkan oleh DPRD.
Penyerapan anggaran memiliki arti penting dalam pencapaian tujuan
nasional, yaitu peningkatan dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat. UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa
fungsi anggaran sebagai instrumen kebijakan ekonomi, berperan untuk
mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan
pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Buruknya kualitas
penyerapan anggaran akan berpengaruh kepada perekonomian nasional secara
Universitas Sumatera Utara
15
keseluruhan, antara lain efektivitas alokasi belanja yang ditujukan untuk
pembangunan negara menjadi tidak tepat sasaran, berdasarkan indikator
keberhasilan anggaran yang telah ditetapkan.
Permasalahan mengenai minimnya penyerapan anggaran di pemerintah
daerah, kementerian dan lembaga kerap kali dituding sebagai buruknya kinerja
birokrasi. Penyerapan anggaran sendiri memang penting untuk mendorong
terciptanya multiplier effect terhadap ekonomi. Namun, kinerja birokrasi
semestinya tidak bisa diukur hanya dengan penyerapan anggaran saja.
Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menilai bahwa
dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja (performance based budget),
sebenarnya penyerapan anggaran bukan merupakan target alokasi anggaran.
Penganggaran berbasis kinerja lebih menitikberatkan pada kinerja ketimbang
penyerapan anggaran itu sendiri. Hanya saja, kondisi perekonomian kita saat ini
variabel dominan pendorong pertumbuhannya adalah faktor konsumsi, sehingga
belanja pemerintah yang merupakan konsumsi pemerintah turut menjadi penentu
pertumbuhan tersebut.
2.1.4. Perubahan Anggaran
Perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk
menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi.
Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran
penerimaan maupun pengeluaran atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk
mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD (Abdullah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
16
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah dinyatakan bahwa penyesuaian APBD dengan perkembangan
dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah
dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi : (a) Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi
kebijakan umum APBD, (b) Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan dan antarjenis belanja, (c)
Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk tahun berjalan, (d) Keadaan darurat, (e) Keadaan luar biasa.
Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan
alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan
perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk alasan perubahan atas anggaran
pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan berupa SiLPA (Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi salah satu alasan
utama mengapa perubahan APBD dilakukan (Abdullah, 2013).
Menurut Abdullah (2013), ada beberapa alasan kenapa perubahan harus
dilakukan, baik dari sisi pendapatan, belanja maupun pembiayaan. Anggaran
pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena
(a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran,
(b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, (c) penyesuaian target
berdasarkan perkembangan terkini, dan (d) target pendapatan dalam APBD
underestimated. Belanja merupakan bagian terpenting dalam perubahan,
khususnya pada kelompok belanja langsung. Anggaran belanja harus direvisi
karena (a) adanya varian SiLPA, (b) adanya pergeseran anggaran (virement), dan
Universitas Sumatera Utara
17
(c) adanya perubahan dalam penerimaan, khususnya pendapatan. Sedangkan dari
sisi pembiayaan, ketika besaran realisasi surplus/defisit dalam APBD berjalan
berbeda dengan anggaran yang ditetapkan sejak awal tahun anggaran, maka
diperlukan penyesuaian dalam anggaran penerimaan pembiayaan, setidaknya
untuk mengkoreksi penerimaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa
adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran
dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima
puluh persen). Adapun proses Perubahan APBD adalah sebagai berikut:
1.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
2.
Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah, selambat-lambatnya
3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
3.
Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan
APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
2.1.5. Waktu Penetapan Anggaran
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah selama masa waktu
satu tahun. APBD memliki fungsi perencanaan yang berarti bahwa APBD
Universitas Sumatera Utara
18
menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam merencanakan kegiatan pada
tahun yang bersangkutan. Fungsi ini menjadikan APBD penting karena program
kegiatan dan proyek pembangunan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dapat
dilaksanakan jika telah ada penetapan APBD sebelumnya (Sutaryo, 2014).
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD
beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan
kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD (Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011).
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh
kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dilakukan paling
lambat tanggal 31 (tiga puluh satu) Desember tahun anggaran sebelumnya.
Apabila DPRD sampai batas waktu yang telah ditetapkan dalam hal ini
satu bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan tidak mengambil keputusan
bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD, kepala daerah
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap
Universitas Sumatera Utara
19
bulan, yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.
Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana
dimaksud diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib.
Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri
menyatakan penetapan APBD harus dilakukan tepat waktu agar program kegiatan
dan pembangunan yang direncanakan terealisasi pada tahun anggaran sehingga
pemberian pelayanan publik terhadap masyarakat dapat berjalan dengan lancar.
2.1.6. Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan satu
kesatuan yang disusun berdasarkan suatu struktur yang terdiri dari :
1.
Pendapatan daerah, yang terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah yang berasal dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya, dana darurat dari
pemerintah, dana bagi hasil pajak dari provinsi, dana penyesuaian dan
otonomi khusus dan bantuan keuangan dari pemerintah provinsi atau dari
pemerintah daerah lainnya.
Universitas Sumatera Utara
20
2.
Belanja daerah, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah. Berdasarkan kelompoknya belanja dibedakan
menjadi :
a. Belanja tidak langsung, yang meliputi belanja pegawai, bunga, subsidi,
hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja
tidak terduga.
b. Belanja langsung, yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan
jasa dan belanja modal.
3.
Pembiayaan daerah, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayan
pemerintah terdiri dari :
a. Penerimaan pembiayaan, yang mencakup sisa lebih perhitungan anggaran
tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah,
penerimaan kembali pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah.
b. Pengeluaran pembiayaan, yang mencakup pembentukan dana cadangan,
penanaman modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok
utang dan pemberian pinjaman daerah.
Selisih lebih antara realisasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah
dalam satu tahun anggaran disebut sisa anggaran (SILPA). Sisa anggaran yang
belum terpakai sampai dengan akhir tahun anggaran akan terbawa ke tahun
anggaran berikutnya dan menjadi sumber penerimaan pembiayaan yang
Universitas Sumatera Utara
21
digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih
kecil daripada realisasi belanja.
Menurut Abdullah (2013), Sisa lebih anggaran tahun sebelumnya yang
menjadi penerimaan pada tahun berjalan (SiLPA) merupakan sumber penerimaan
internal pemerintah daerah yang dapat digunakan untuk mendanai kegiatankegiatan tahun berjalan. Bentuk penggunaan SiLPA pada pemerintah daerah ada
dua, yakni:
1.
Kegiatan Lanjutan, kegiatan lanjutan atau luncuran dari tahun sebelumnya
dilaksanakan pada awal tahun berjalan dengan menggunakan sisa anggaran
yang belum habis dengan terlebih dahulu menetapkan DPA-L (Dokumen
Pelaksanaan Anggaran-Lanjutan) pada akhir tahun sebelumnya.
2.
Kegiatan Baru, dalam perubahan APBD, penambahan kegiatan baru
dimungkinkan sepanjang dapat diselesaikan sampai pada akhir tahun
anggaran, kecuali dalam keadaan mendesak atau darurat (dengan persyaratan
tertentu).
Besaran nilai sisa anggaran tahun sebelumnya dapat diketahui secara pasti
setelah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun sebelumnya
disahkan.
2.1.7. Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan bersumber dari:
Universitas Sumatera Utara
22
1.
Pajak daerah
Hasil pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah yang bersifat wajib atau memaksa berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku ditetapkan melalui peraturan daerah. Pungutan ini
dikenakan kepada semua objek seperti orang atau badan dan benda bergerak
atau tidak bergerak, misalnya seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak
reklame, pajak parkir, dan pajak hiburan yang nantinya akan digunakan untuk
keperluan daerah dan kemakmuran rakyat.
2.
Retribusi daerah
Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau izin yang diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Dengan kata lain
retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu
jasa atau fasilitas yang diberikan secara nyata dan langsung, seperti pelayanan
kesehatan, pelayanan kebersihan,dan pelayanan pemakaman.
3.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Peneriman ini antara lain dari
BPD, perusahaan daerah, dividen BPR-BKK dan penyertaan modal daerah
kepada pihak ketiga.
4.
Lain-lain PAD yang sah
Penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah,
seperti hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,dan
pendapatan bunga.
Universitas Sumatera Utara
23
Menurut Mardiasmo (2002), pendapatan asli daerah adalah penerimaan
daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah. Tingginya pendapatan asli daerah suatu daerah menggambarkan
kemandirian suatu daerah otonom, sehingga tingkat ketergantungan pemerintah
daerah akan bantuan dana dari pemerintah pusat semakin rendah.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini peneliti menjadikan penelitian terdahulu sebagai
bahan referensi yang akan memberikan tambahan pengetahuan dan membuka
wawasan peneliti. Penelitian tentang penyerapan anggaran dan faktor yang
mempengaruhinya telah dilakukan oleh peneliti terdahulu.
Pada penelitian Abdullah,et.al. (2015) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi serapan anggaran pemerintah daerah, mengambil sampel pada
pemerintah daerah kabupaten/kota di Aceh. Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang bersumber dari APBD dan realisasi APBD pada 23 (dua puluh
tiga) kabupaten/kota di Aceh. Pengujian dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan metode regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa secara simultan, waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun
sebelumnya dan perubahan anggaran berpengaruh terhadap serapan anggaran.
Secara parsial, sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh (negatif) terhadap
serapan anggaran, perubahan anggaran dan waktu penetapan anggaran tidak
berpengaruh terhadap serapan anggaran.
Universitas Sumatera Utara
24
Arif dan Halim (2013) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor
penyebab minimnya penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2011, menggunakan data primer
yang diperoleh dari kepala dinas, kepala badan, sekretaris dinas, kepala biro
keuangan dan snowball informan yang ada hubungannya dengan penyusunan dan
pelaksanaan APBD tahun 2011. Data yang diperoleh di analisis dengan
menggunakan model Miles & Hubberman. Hasil penelitian menunjukan bahwa
masing-masing daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau memiliki faktor-faktor
yang berbeda-beda yang mengakibatkan terjadinya minimnya penyerapan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2011. Faktor kapasitas
sumber daya manusia, faktor regulasi, faktor tender/lelang dan faktor lambatnya
pengesahan APBD tahun 2011 masih merupakan faktor yang paling mendominasi
terjadinya minimnya penyerapan APBD tahun 2011. Pada penelitian ini hasil
yang diperoleh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh abdullah,et.al.
(2015) yaitu pada variabel lambatnya pengesahan APBD, dimana pada penelitian
ini lambatnya pengesahan APBD atau yang berhubungan dengan waktu penetapan
anggaran berpengaruh terhadap minimnya penyerapan APBD, sedangkan pada
penelitian abdullah,et.al. (2015) waktu penetapan anggaran tidak berpengaruh
terhadap serapan anggaran.
Dalam penelitian yang dilakukan Viona (2015) tentang pengaruh
surplus/defisit, jenis pemerintah daerah dan perubahan anggaran terhadap sisa
anggaran pada kabupaten/kota di Indonesia, populasi yang digunakan adalah 497
(empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota se Indonesia. Data kuantitatif
yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Universitas Sumatera Utara
25
tahunan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P). Pengujian hipotesis
dilakukan dengan analisis regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
surplus/defisit berpengaruh terhadap sisa anggaran, jenis pemerintah daerah tidak
berpengaruh signifikan terhadap sisa anggaran dan perubahan anggaran
berpengaruh terhadap sisa anggaran. Penelitian ini menunjukan hasil yang
berbeda yaitu pada variabel perubahan anggaran dimana pada penelitian ini
perubahan anggaran berpengaruh terhadap sisa anggaran, sedangkan pada
penelitian abdullah,et.al. (2015) perubahan anggaran tidak berpengaruh terhadap
serapan anggaran.
Abdullah dan Halim (2006) telah meneliti mengenai pengaruh Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja
pemerintah daerah. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah kabupaten
dan kota di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), dan Bali. Data yang dianalisis bersumber dari laporan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) secara terpisah dan serentak berpengaruh terhadap belanja daerah.
Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Kurniawati (2010) tentang
pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap belanja daerah. Sampel penelitian yang digunakan adalah laporan
keuangan dari 228 provinsi, kota, dan kabupaten di Indonesia yang
dikelompokkan dalam 4 tahun. Laporan keuangan tersebut telah diaudit oleh BPK
RI serta diberikan pendapat wajar dan wajar dengan pengecualian. Hasil
Universitas Sumatera Utara
26
penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah.
Penelitian yang dilakukan Malahayati (2015) tentang pengaruh kapasitas
SDM, perencanaan anggaran dan pelaksanaan anggaran terhadap serapan
anggaran SKPD pada Pemerintah Kota Banda Aceh menunjukan bahwa kapasitas
sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan pelaksanaaan anggaran, baik
secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap serapan anggaran satuan
kerja perangkat daerah pada Pemerintah Kota Banda Aceh.
Herriyanto (2012) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada Satuan Kerja
Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode
analisis faktor eksploratori, yang menunjukan bahwa faktor perencanaan
mempengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran sebesar 42%, faktor
administrasi 8,84%, faktor SDM 7,80%, faktor dokumen pengadaan 6,4%, dan
faktor ganti uang persediaan 5,41%.
Penelitian yang dilakukan oleh Miliasih (2012) mengenai analisis
keterlambatan penyerapan anggaran belanja satuan kerja kementerian/lembaga
Tahun Anggaran 2010 di wilayah pembayaran KPPN Pekanbaru, menunjukan
bahwa permasalahan kebijakan teknis satker yang meliputi keterlambatan dalam
penunjukan pejabat pengelola anggaran, keterlambatan dalam penunjukkan
panitia pengadaan barang/jasa, tidak adanya dokumen perencanaan penarikan
dana, dan tidak adanya dokumen perencanaan pelaksanaan kegiatan pengadaan
barang/jasa, serta tidak adanya mekanisme reward and punishment dalam
pengelolaan anggaran di satker merupakan permasalahan kebijakan teknis dan
Universitas Sumatera Utara
27
kultural ini yang mempengaruhi dalam tahapan proses realisasi anggaran di satker
sehingga menyebabkan keterlambatan penyerapan anggaran belanja satker.
Menurut penelitian Fitriany (2015) yang diterbitkan pada South East Asia
Journal of Contemporary Business, Economics and Law, Vol. 7, Issue 3 (Aug.),
budget planning, budget applying, internal factor of work unit, human resources,
document, and administration secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
accumulation of budget absorption. Secara parsial hanya human resources dan
document yang berpengaruh signifikan terhadap accumulation of budget
absorption. Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan kuesioner dan
populasi yang digunakan adalah 81 (delapan puluh satu) SKPD di Pemerintah
Kota Pekalongan.
Rangkuman penelitian terdahulu yang telah diuraikan diatas secara ringkas
dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Syukriy
Abdullah,
Romaidon
Darma,
Hasan Basri
(2015)
Emkhad
Arif, Abdul
Halim
(2013)
Judul Penelitian
Variabel
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Serapan Anggaran
Pemerintah Daerah
Studi Pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/
Kota di Aceh
Dependen :
Serapan Anggaran
Identifikasi FaktorFaktor Penyebab
Minimnya Penyerapan
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten/
Kota di Provinsi Riau
Tahun 2011
Dependen :
Minimnya
Penyerapan Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Daerah
(APBD)
Independen :
• Waktu Penetapan
Anggaran
• Sisa Anggaran
Tahun Sebelumnya
• Perubahan
Anggaran
Hasil Penelitian
Waktu penetapan anggaran,
sisa anggaran tahun
sebelumnya dan perubahan
anggaran secara simultan
berpengaruh terhadap serapan
anggaran. secara parsial, sisa
anggaran tahun sebelumnya
berpengaruh (negatif)
terhadap serapan anggaran.
perubahan anggaran dan
waktu penetapan anggaran
tidak berpengaruh terhadap
serapan anggaran
Masing-masing daerah
kabupaten/kota di Provinsi
Riau memiliki faktor-faktor
yang berbeda-beda yang
mengakibatkan terjadinya
minimnya penyerapan
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD)
tahun 2011. Faktor kapasitas
Universitas Sumatera Utara
28
Independen :
• Lambatnya
Pengesahan APBD
Tahun 2011
• Kapasitas SDM
• Regulasi
• Lelang atau Tender
sumber daya manusia, faktor
regulasi, faktor tender/lelang
dan faktor lambatnya
pengesahan APBD tahun
2011 masih merupakan
faktor-faktor yang paling
mendominasi terjadinya
minimnya penyerapan APBD
tahun 2011
Pengaruh
Surplus/Defisit, Jenis
Pemerintah Daerah
dan Perubahan
Anggaran Terhadap
Sisa Anggaran pada
Kabupaten/Kota di
Indonesia
Dependen :
Sisa Anggaran
Surplus/defisit berpengaruh
terhadap sisa anggaran, jenis
pemerintah daerah tidak
berpengaruh signifikan
terhadap sisa anggaran,
perubahan anggaran
berpengaruh terhadap sisa
anggaran
Syukriy
Abdullah &
Abdul
Halim
(2003)
Pengaruh Dana
Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Terhadap Belanja
Pemerintah Daerah
Studi Kasus
Kabupaten Kota di
Jawa dan Bali
Dependen :
Belanja Pemerintah
Daerah
Fransisca
Roosiana
Kurniawati
(2010)
Pengaruh Dana
Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Terhadap Belanja
Pemerintah Daerah
Provinsi, Kota, dan
Kabupaten di
Indonesia
Dependen :
Belanja Daerah
Cut
Malahayati
(2015)
Pengaruh Kapasitas
SDM, Perencanaan
Anggaran dan
Pelaksanaan Anggaran
Terhadap Serapan
Anggaran SKPD Pada
Pemerintah Kota
Banda Aceh
Dependen :
Serapan Anggaran
SKPD
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Keterlambatan
Penyerapan Anggaran
Belanja pada Satuan
Dependen :
Keterlambatan
Penyerapan Anggaran
Cut Viona
(2015)
Hendris
Herriyanto,
(2012)
Independen :
• Surplus/Defisit
• Jenis Pemerintah
Daerah
• Perubahan
Anggaran
Independen :
• Dana Alokasi
Umum (DAU)
• Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Independen :
• Dana Alokasi
Umum (DAU)
• Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Independen :
• Kapasitas Sumber
Daya Manusia
• Perencanaan
Anggaran
Pelaksanaan
Anggaran
Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) secara terpisah dan
serentak berpengaruh
terhadap belanja daerah
Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
belanja daerah
Kapasitas sumber daya
manusia, perencanaan
anggaran dan pelaksanaaan
anggaran baik secara simultan
maupun parsial berpengaruh
terhadap serapan anggaran
Satuan Kerja Perangkat
Daerah pada Pemerintah
Kota Banda Aceh
Faktor perencanaan
mempengaruhi keterlambatan
penyerapan anggaran sebesar
42%, faktor administrasi
8,84%, faktor SDM 7,80%,
Universitas Sumatera Utara
29
Miliasih,
(2012)
Nur
Fitriany,
(2015)
Kerja Kementerian/
Lembaga di Wilayah
Jakarta
Independen :
• Perencanaan
• Administrasi
• SDM
• Dokumen
Pengadaan
• Ganti Uang
Persediaan
faktor dokumen pengadaan
6,4%, dan faktor ganti uang
persediaan 5,41%
Analisis
Keterlambatan
Penyerapan Anggaran
Belanja Satuan Kerja
Kementerian/Lembaga
TA 2010 di Wilayah
Pembayaran KPPN
Pekanbaru.
Dependen :
Keterlambatan
Penyerapan Anggaran
KPPN pekan baru mengalami
keterlambatan penyerapan
anggaran belanja karena
permasalahan internal satker
Exploring The Factors
That Impact The
Accumulation Of
Budget Absorption in
The End Of The Fiscal
Year 2013: A Case
Study In pekalongan
City Of Central Java
Indonesia
Dependen :
Budget Absorption
Independen :
• Kebijaan teknis
• Kultur pengelolaan
anggaran di satuan
kerja.
Independen :
• Budget Planning
• Budget Applying
• Internal Factor of
Work Unit
• Human Resources
• Document
• Administration
Budget planning, budget
applying, internal factor of
work unit, human resources,
document, and
administration secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap
accumulation of budget
absorption. Secara parsial
hanya human resources dan
document yang berpengaruh
signifikan terhadap
accumulation of budget
absorption.
Universitas Sumatera Utara