Analisis Strategi Peningkatan Produksi Komoditi Kakako Rakyat di Kecamatan Silau Laut (Studi Kasus : Desa Lubuk Palas Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara) Chapter III V
27
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pemilihan Lokasi
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive di Desa Lubuk Palas
Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan di Sumatera Utara, petani kakao di lima
kecamatan di Kabupaten Asahan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Petani Kakao di Lima Kecamatan di Kabupaten Asahan
No
1
2
3
4
5
Kecamatan
Air Joman
Desa Punggulan
Desa Air Joman
Desa Pasar Lembu
Kelurahan Binjai Serbangan
Silau Laut
Desa Lubuk Palas
Desa Silo Gonto
Desa Silo Lama
Desa Bangun Sari
Buntu Pane
Desa Buntu Pane
Desa Sei Silau Timur
Sei Dadap
Desa Sei Alim Hassak
Air Batu
Desa Hessa Air Genting
Jumlah Petani
18 orang
50 orang
21 orang
18 orang
9 orang
Sumber: Data Primer Penyuluh Pertanian Kabupaten Asahan, 2016
3.2 Metode Penentuan Sampel
Responden penelitian ini terdiri dari 3 komponen yaitu: pejabat Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Asahan, Penyuluh perkebunan tanaman kakao, petani
kakao dan pedagang pengumpul kakao. Metode penentuan sampel dalam
penelitian ini dengan Cluster Sampling.
Universitas Sumatera Utara
28
Tabel 4. Responden / Sampel
Responden/Sampel
DinasKehutanan dan
Perkebunan di
Kabupaten Asahan
Jumlah
3
Koordinator Penyuluh
Perkebunan Tanaman
Kakao
1
Petani Kakao
26
Pedagang Kakao
2
Data
Pelatihan, Pendampingan Petani, Fungsi
Kelembagaan, Bantuan Sarana Produksi,
Bantuan Pengadaan Peralatan Penunjang
untuk Petani Kakao dan Bantuan Modal
Pelatihan, Pendampingan Petani, Fungsi
Kelembagaan, Bantuan Sarana Produksi,
Bantuan Pengadaan Peralatan Penunjang
untuk Petani Kakao dan Bantuan Modal
Pengalaman Berusahatani, Kemampuan
Petani Mengatasi HPT, Harga Jual
Kakao di Tingkat Petani, Modal yang
Digunakan
Petani,
Luas
Lahan,
Ketersediaan Tenaga Kerja, Penggunaan
Bibit Unggul, Sarana Pendukung,
Infrastruktur dan
Pelaksanaan GAP
(Good Agriculture Practice)
Permintaan Kakao
Sumber : Data Primer Dinas, Penyuluh dan Petani
Jumlah responden/sampel ditentukan dengan purposive yaitu 3 orang
Dinas Kehutanan dan Perkebunan di Kabupaten Asahan, 1 orang Koordinator
Penyuluh Perkebunan tanaman kakao, 26 orang Petani Kakao yang masuk
kelompok tani, dan 1 orang Pedagang Pengumpul Kakao Desa dan 1 orang
Pedagang Pengumpul Kakao Kabupaten.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Analisis strategi peningkatan produksi komoditi kakao rakyat dalam
penelitian ini memerlukan data – data pendukung yang berasal dari Dinas
Kehutanan dan Perkebunan, Penyuluh Perkebunan Tanaman Kakao, Petani Kakao
dan Pedagang Kakao. Adapun data – data yang diperlukan melalui dua cara
pengumpulan data, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
29
1.
Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara
dan diskusi dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Penyuluh Perkebunan
Tanaman Kakao, Petani Kakao dan Pedagang Kakao dengan menggunakan
kuisioner yang telah dipersiapkan guna penilaian dan pembahasan strategi yang
akan di tentukan yang berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Data primer
merupakan faktor lingkungan eksternal dan internal Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Asahan.
2.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang di peroleh dari literatur – literatur yang
ada seperti buku, internet, thesis, data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang
memiliki keterkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data
sekunder yang dikumpulkan mencakup:
a. Data luas lahan, produksi, dan produktivitas tanaman kakao Indonesia 2010 –
2014
b. Data prediksi peningkatan produksi kakao di Indonesia dan Provinsi Sumatera
Utara 2015 – 2019 (ribu ton)
3.4 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan
deskriptif. Menurut Whitney (1960) dalam Moh. Nazir 2005, metode deskriptif
adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Secara harfiah metode
deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi
atau kejadian. Dalam mengumpulkan data digunakan teknik wawancara.
Universitas Sumatera Utara
30
Pendekatan ini bertujuan memaparkan (mendeskripsikan) berbagai hal dengan
menggunakan metode Matriks SWOT. Metode SWOT merupakan metode
penyusunan strategi dengan mengevaluasi kekuatan (strength), kelemahan
(weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat). Langkah-langkah
pembuatan SWOT, sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan penelitian/objek penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menentukan strategi dalam meningkatkan
produksi komoditi kakao rakyat.
2. Menentukan faktor-faktor lingkungan/pengaruh
Dari hasil penelitian sebelumnya dan hasil pra survei di peroleh faktor –
faktor strategis untuk meningkatkan produksi kakao di Desa Lubuk Palas
Kecamatan Silau Laut sebagai berikut:
- Pengalaman berusahatani
- Kemampuan petani mengatasi HPT
- Harga jual kakao di tingkat petani
- Modal yang digunakan petani
- Luas lahan
- Permintaan kakao
- Ketersediaan tenaga kerja
- Penggunaan bibit unggul
- Sarana pendukung dan infrastruktur
- Pelaksanaan GAP (Good Agriculture Practice)
- Pelatihan
Universitas Sumatera Utara
31
- Pendampingan petani
- Fungsi kelembagaan
- Bantuan sarana produksi
- Bantuan pengadaan peralatan penunjang untuk petani kakao
- Bantuan modal
3. Menentukan faktor strategis
Setelah
diperoleh
faktor
–
faktor
yang
dapat
mempengaruhi
pengembangan komoditi kakao rakyat di Desa Lubuk Palas Kecamatan Silau Laut
Kabupaten Asahan Sumatera Utara dimana faktor ini di sebut sebagai faktor
strategis. Pemilihan faktor – faktor tersebut diperoleh dari penelitian sebelumnya
dan program kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan.
4. Klasifikasi faktor strategis menjadi faktor eksternal dan faktor internal
Setelah itu faktor – faktor strategis itu diklasifikasikan menjadi 2 (dua)
bagian yaitu: 1) Faktor Eksternal, adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan. 2) Faktor Internal, adalah
faktor yang dapat dikendalikan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Asahan.
5. Penentuan faktor S,W,O dan T berdasarkan skor
Setelah faktor – faktor internal dan eksternal tersebut diklasifikasi,
kemudian kuisioner disusun untuk dinyatakan kepada responden agar diperoleh
penilaian setiap faktor. Nilai skor berkisar antara 1 dan 4, dari penilaian terendah
sampai tertinggi. Untuk faktor internal, skor 1 dan 2 menunjukkan kelemahan
(Weakness) sedangkan 3 dan 4 kekuatan (Strength). Untuk faktor eksternal, skor 1
Universitas Sumatera Utara
32
dan 2 menunjukkan ancaman (Threat) sedangkan 3 dan 4 peluang (Opportunity).
Setelah diperoleh skor setiap faktor dari setiap responden, kemudian dicari nilai
rata – rata aritmatika dari seluruh responden.
6. Penentuan bobot
Pembobotan dilakukan dengan cara teknik komparasi berpasangan
dengan membandingkan faktor yang satu dengan faktor yang lainnya sehingga
diperoleh nilai kepentingan dari masing – masing faktor dengan memakai
pembobotan. Nilai dari masing – masing faktor tidak lepas dari skala banding
berpasangan yang ditemukan oleh Saaty 1988 dalam Pilliang (2013) dengan
tingkat perbandingan.
Kepentingan
Defenisi
1
Kedua elemen sama pentingnya
Penjelasan
Kedua elemen mempunyai
pengaruh
yang
sama
terhadap tujuan yang akan
dicapai
2
Elemen yang satu lebih penting
dari elemen lainnya
Penilaian
lebih
sedikit
mempengaruhi satu faktor
dibandingkan faktor lainnya
3
Satu faktor mutlak lebih penting
dari faktor lainnya
Faktor
tersebut
paling
penting daripada faktor
lainnya
yang
memiliki
tingkat penegasan tertinggi
Metode ini menggunakan model Pairwise Comparison Scale yaitu
dengan membandingkan faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam satu tingkat
hirarki berpasangan, sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing – masing
faktor. Rincian nilai kepentingan tersebut ditentukan berdasarkan kemampuan
responden untuk membedakan nilai antar faktor yang dipasangkan. Semakin besar
Universitas Sumatera Utara
33
kemampuan reponden untuk membedakan, maka akan semakin rinci juga
pembagian nilainya.
7. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk tiap responden
Setelah pembobotan dilakukan dan diperoleh nilai kepentingan masing –
masing faktor dari tiap responden dari nilai kepentingan berpasangan 2 faktor
tersebut kemudian disatukan dalam matriks. Berdasarkan faktor eksternal dan
internal tersebut, kemudian disusun 2 matriks (faktor eksternal dan faktor internal)
yang diperoleh dari responden untuk memperoleh bobot setiap faktor. Setelah
diperoleh matriks faktor internal dan matriks faktor eksternal dari setiap
responden, kemudian dicari nilai rata – rata aritmatik dari seluruh responden.
8. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk seluruh responden
Setelah diperoleh matriks perbandingan penilaian tiap faktor dari setiap
responden. Kemudian dicari nilai rata – rata geometris perbandingan dari seluruh
responden dengan rumus:
�
G = √X1. X2. X3 … … … … X�
Keterangan :
G
= Nilai rata – rata geometris
X1
= Nilai faktor internal atau eksternal untuk reponden 1
X2
= Nilai faktor internal atau eksternal untuk responden 2
X3
= Nilai faktor internal atau eksternal untuk responden 3
Xn
= Nilai faktor internal atau eksternal n untuk responden n
9. Normalisasi dan rata – rata bobot
Setelah nilali rata – rata geometris di peroleh maka nilai rata – rata
geometris ini di normalisasi agar nilai penting antar faktor dapat dibandingkan.
Selanjutnya dihitung nilai rata – rata aritmatik tiap faktor dengan melakukan
Universitas Sumatera Utara
34
penjumlahan secara horizontal untuk setiap nilai yang ternormalisasi dan dibagi
dengan jumlah faktor. Nilai inilah yang akan menjadi bobot faktor – faktor
strategi peningkatan produksi komoditi kakao.
10. Menentukan skor terbobot dan prioritas
Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan
cara mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap
faktor. Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui nilai prioritas dari
faktor – faktor strategis eksternal dan faktor strategis internal dari peningkatan
produksi komoditi kakao rakyat.
11.Penyusunan strategis dengan menggunakan matriks SWOT
Selanjutnya dilakukan penyusunan strategis dengan menggunakan matriks
SWOT. Penyusunan matriks SWOT dengan melihat kekuatan dan kelemahan
serta peluang dan ancaman yang telah didapatkan dari hasil penelitian yang
dilakukan. Setelah didapatkan nilai bobot dan skor dari faktor eksternal dan
internal tersebut maka strategi dapat dirumuskan. Strategi SWOT tersebut disusun
berdasarkan hasil dari faktor eksternal dan internal.
3.4.1. Matriks Faktor Strategis Eksternal
Sebelum membuat matriks faktor strategis eksternal, kita perlu
mengetahui terlebih dahulu Faktor Strategis Eksternal (EFAS). Adapun cara
menentukan Faktor Strategis Eksternal:
a. Menyusun kolom peluang dan ancaman
b. Memberi bobot masing – masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor – faktor
Universitas Sumatera Utara
35
tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor
strategis.
c. Menghitung skor (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan
memberikan skala 4 (outstanding) dan 1 (poor) berdasarkan pengaruh
faktor
tersebut
terhadap
kondisi
perusahaan
yang
bersangkutan.
Mengkalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing – masing faktor yang nilainya bervariasi mulai
dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,00 (poor)
d. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total
skor pembobotan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana reaksi terhadap
faktor – faktor strategis eksternalnya.
3.4.2. Matriks Faktor Strategis Internal
Setelah faktor – faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi,
suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk
merumuskan faktor – faktor strategis internal tersebut dalam kerangka strength
and weakness perusahaan, tahapannya adalah:
a. Menentukan faktor – faktor
yang menjadi kekuatan serta kelemahan
perusahaan dalam kolom 1
b. Memberi bobot masing – masing faktor tersebut dengan skala mulai dari
1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh
faktor – faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (Semua bobot
tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00)
Universitas Sumatera Utara
36
c. Menghitung skor (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor),
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk
kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat
baik) dengan membandingkannya dengan rata – rata industri atau dengan
pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikkannya.
d. Mengkalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing – masing faktor yang nilainya bervariasi mulai
dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,00 (poor).
e. Menjumlah skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor –
faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk
membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam
kelompok industri yang sama.
3.4.3. Matriks Threats-Opprtunities-Weakness-Strengths (TOWS/SWOT)
Matriks
merupakan
alat
Threats-Opportunities-Weakness-Strenghts
pencocokan
yang
penting
yang
(TOWS/SWOT)
membantu
manajer
mengembangkan empat tipe strategis: strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan
strategi WT. Mencocokkan faktor – faktor eksternal dan internal kunci merupakan
bagian sulit terbesar untuk mengembangkan Matriks TOWS/SWOT dan
memerlukan penilaian yang baik dan tidak ada satu pun kecocokan terbaik.
Universitas Sumatera Utara
37
Adapun masing – masing strategis dalam matriks TOWS/SWOT strategi SO,
strategi WO, strategi ST, dan strategi WT.
Tabel 5. Matriks Analisis SWOT
PELUANG – O
1
2
3.Daftar Peluang
4
5
ANCAMAN – T
1
2
3.Daftar Ancaman
4
5
KEKUATAN – S
1
2
3.Daftar Kekuatan
4
5
KELEMAHAN – W
1
2
3.Daftar Kelemahan
4
5
STRATEGI SO
Gunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
STRATEGI WO
Atasi kelemahan dengan
memanfaatkan peluang
STRATEGI ST
Gunakan kekuatan untuk
menghindari ancaman
STRATEGI WT
Minimalkan kelemahan
dan menghindari
ancaman
Strategi SO atau strategi kekuatan – peluang menggunakan kekuatan
internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Semua manajer
menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi kekuatan internal dapat
dipakai untuk memanfaatkan kecenderungan dan peristiwa eksternal. Strategi WO
atau strategi kelemahan – peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan
dengan memanfaatkan peluang eksternal. Kadang – kadang peluang eksternal
kunci ada, tetapi sebuah perusahaan mempunyai kelemahan internal yang
menghambatnya menggunakan peluang itu. (David, 2006)
Strategi ST atau strategi kekuatan – ancaman menggunakan kekuatan
perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Hal
Universitas Sumatera Utara
38
ini tidak berarti bahwa organisasi yang kuat pasti selalu menghadapi ancaman
frontal dalam lingkungan eksternal. Strategi WT atau strategi kelemahan ancaman
merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal
dan menghindari ancaman lingkungan. Sebuah organisasi dihadapkan pada
berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal bahkan mungkin dalam posisi
penuh resiko.
Skema yang mewakili matriks TOWS/SWOT terdiri dari sembilan sel.
Seperti terlihat, terdapat empat sel faktor utama yang menentukan, empat sel
strategi, dan satu sel yang kosong. Empat sel strategi dengan label SO, WO, ST,
dan WT, dikembangkan setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci, berlabel S,
W, O, dan T.
Faktor eksternal dan internal harus dipertimbangkan dalam analisis
SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths)
dan kelemahan (weakness) dapat digambarkan dalam diagram.
SELISIH FAKTOR EKSTERNAL
1. Mendukung strategi
Turnaround
1. Mendukung strategi
agresif
SELISIH FAKTOR
INTERNAL
2.
Mendukung strategi
Defensif
2. Mendukung strategi
diversifikasi
Gambar 3. Diagram Analisis SWOT
Universitas Sumatera Utara
39
Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan.
Perusahaan
tersebut
memiliki
peluang
dan
kekuatan
sehingga
dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini
adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented
strategy).
Kuadran 2: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi (produk/pasar)
Kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di
lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi
perusahaan ini adalah meminimalkan masalah – masalah internal perusahaan
sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
3.5
Defenisi dan Batasan Oprasional
3.5.1
Defenisi
1. Kakao adalah tanaman komoditi perkebunan yang diusahakan petani dimana
tanaman ini jika diolah menghasilkan coklat.
2. Dinas perkebunan adalah Dinas Kehutanan dan perkebunan Kabupaten
Asahan Sumatera Utara
3. Petani adalah petani (tenaga kerja) yang menanam komoditi kakao di Desa
Lubuk Palas
Universitas Sumatera Utara
40
4. Produksi biji kakao adalah hasil biji kakao yang diperoleh dari tanaman
kakao
5. Strategi peningkatan produksi kakao adalah cara – cara atau teknik yang
efisien dan sistematis untuk meningkatkan komoditi kakao dimasa yang akan
datang.
6. Kekuatan merupakan pendukung faktor internal usahatani kakao
7. Kelemahan adalah masalah atau kekurangan yang berasal dari dalam atau
internal yang perlu diminimalkan dalam usahatani kakao
8. Peluang adalah kesempatan yang mendukung usahatani kakao yang berasal
dari luar
9. Ancaman merupakan masalah yang berasal dari luar dan perlu dihindari
dalam usahatani kakao
10. Pelatihan merupakan kegiatan pelatihan SL-PHT yang dilakukan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan untuk meningkatkan
produksi petani kakao
11. Pendampingan merupakan kegiatan pendampingan inventarisasi calon
petani/calon lahan, pendampingan pelaksanaan intensifikasi tanaman,
pendampingan kegiatan GAP pada lahan masing – masing petani,
pendampingan pelaksanaan PsPSP yang dilakukan petani di kebun kakao
petani seluruh calon petani di lahan masing – masing
12. Fungsi kelembagaan merupakan peranan lembaga Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Asahan dan Penyuluh yaitu: kegiatan sosialisasi
kepada kelompok tani/petani mengenai kebijakan intensifikasi kakao,
lembaga teknis membuat program dan penyaluran/pemberian subsidi,
Universitas Sumatera Utara
41
mengkoordinasikan
peningkatan
pelaksanaan
produksi
kakao,
kegiatan
melakukan
teknis
dan
administrasi
pengawalan,
pembinaan,
pendampingan dan monitoring evaluasi kegiatan teknis pengembangan
tanaman kakao dan kelembagaan petani.
13. Bantuan sarana produksi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah
yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan kepada petani
14. Bantuan pengadaan peralatan dan penunjang untuk petani kakao merupakan
bantuan peralatan sebagai peralatan penunjang budidaya tanaman kakao.
15. Bantuan modal merupakan bantuan dana dari program Peningkatan Produksi
kakao kepada petani yang diberikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
dengan persyaratan yang telah ditetapkan
16. Pengalaman berusahatani merupakan seluruh pelajaran atau pengetahuan
yang dipetik oleh petani dari peristiwa – peristiwa yang dilaluinya dalam
perjalanannya menghadapi permasalahan kakao dan cara mengatasi masalah
yang dihadapi
17. Kemampuan petani mengatasi HPT merupakan cara yang dapat dilakukan
petani dalam mengatasi hama dan penyakit tanaman pengganggu kakao
18. Harga jual kakao di tingkat petani merupakan harga jual kakao dari
pedagang pengumpul Desa
19. Modal yang digunakan petani adalah jumlah dana yang dipakai petani dalam
mengusahakan kakao petani
20. Luas lahan adalah luas lahan milik petani yang ditanami komoditi kakao
21. Permintaan kakao merupakan permintaan biji kakao di tingkat pedagang
pengumpul Desa atau pedagang Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
42
22. Ketersediaan tenaga kerja merupakan orang yang bekerja dalam budidaya
tanaman kakao
23. Penggunaan bibit unggul merupakan pemakaian bibit yang di gunakan petani
yang mendapat rekomendasi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
24. Sarana pendukung dan infrastruktur merupakan sarana jalan dari dan menuju
desa beraspal, transportasi umum dari dan menuju desa mudah, dan sarana
pendukung KUD
25. Pelaksanaan GAP (Good Agriculture Practice) yaitu pemakaian bibit unggul,
melaksanakan teknik PsPSP pada kebun kakao, melakukan pemberantasan
hama dan penyakit.
3.5.2
Batasan Oprasional
1.
Penelitian mengambil wilayah Sumatera Utara
2.
Waktu penelitian dilakukan April 2016
3.
Data yang diambil adalah data faktor internal dan eksternal komoditi
kakao di Desa Lubuk Palas Kecamatan Sialu Laut Kabupaten Asahan
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah
Desa Lubuk Palas merupakan salah satu Desa di Kecamatan Silau Laut
Kabupaten Asahan. Desa Lubuk Palas memiliki luas wilayah 34,70 km2 terletak
pada ketinggian 4 m dpl dan luas lahan 3.309 ha. Letak geografis di Lintang Utara
3,052240 dan 99.731020. Desa Lubuk Palas berjarak 5 km dari Ibu Kota
Kecamatan ke Ibu Kota Desa. (BPS Kecamatan Silau Laut, 2015)
4.1.2 Penggunaan Lahan
Desa Lubuk Palas mempunyai luas wilayah penggunaan lahan
perkebunan 3.309 ha. Luas lahan untuk tanaman perkebunan yaitu tanaman
kelapa, kelapa sawit, dan coklat seluas 3.252 ha sisanya 57 ha untuk tanaman lain.
Luas lahan bukan pertanian seluas 161 ha terdiri dari 102 ha digunakan untuk
rumah/bangunan dan 59 ha lahan rawa – rawa. (BPS Kecamatan Silau Laut, 2015)
4.1.3 Keadaan Penduduk
Desa Lubuk Palas memiliki 14 dusun dimana jumlah penduduk tahun
2013 sebanyak 5.399 jiwa dan 2014 sebanyak 5.522 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk pada tahun 2013 – 2014 sebesar 2,28% dan jumlah rumah
tangga 1.331 jiwa. Jumlah penduduk laki – laki pada tahun 2014 sebanyak 2.686
jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 2.836 jiwa. Rata – rata jumlah
anggota rumah tangga 4 jiwa dan rata – rata kepadatan penduduk Desa Lubuk
Palas sekitar 159 jiwa/km2. (BPS Kecamatan Lubuk Palas, 2015)
Universitas Sumatera Utara
44
4.1.4 Penduduk Menurut Lapangan Usaha/Pekerjaan
Jenis lapangan usaha/pekerjaan penduduk Desa Lubuk Palas untuk
pertanian sebanyak 1.488 orang, industri pengolahan 442 orang, listrik, gas dan
air sebanyak 4 orang, yang bekerja pada bagian bangunan/kontruksi sebanyak 44
orang, bidang perdagangan, hotel dan rumah makan 121 orang, lembaga keuangan
dan bank 2 orang, bagian pengangkutan/komunikasi sebanyak 11 orang dan untuk
jasa kemasyarakatan sebanyak 45 orang. Jenis pekerjaan/lapangan usaha yang
menjadi mata pencaharian masyarakat Desa Lubuk Palas terbanyak pada bidang
pertanian. (BPS Kecamatan Lubuk Palas, 2015)
4.1.5 Sarana dan Prasarana Desa
Jumlah sarana dan prasarana Desa Lubuk Palas adalah 1 unit pasar, 2
unit toko, 53 unit kios, dan 1 unit koperasi yang menjadi koperasi satu – satunya
di Kecamatan Silau Laut. Banyak kendaraan bus/truk/mini bus sebanyak 31 unit,
becak 3 unit, sepeda motor 1.390 unit dan sepeda 793 unit. Panjang jalan menurut
jenis permukaan: hotmix 1 km, aspal 3 km, krikil 2 km, batu 18 km dan tanah 10
km. (BPS Kecamatan Lubuk Palas, 2015)
4.2 Karakteristik Petani dan Usahatani
Tabel 6. Karakteristik Petani dan Usahatani
No
Karakteristik
1 Umur (tahun)
2 Pendidikan (tahun)
3 Luas Lahan (ha)
4 Lama Berusahatani (tahun)
5 Umur Tanaman Kakao (tahun)
Sumber : Lampiran 5
Rentang
30 – 70
6 – 17
0,2 – 2,0
5 – 34
4 – 25
Rata – Rata
52.38
9
0,8
22.15
10.96
Universitas Sumatera Utara
45
Dari hasil wawancara dengan petani kakao di Desa Lubuk Palas maka di
dapat karakteristik petani pada Tabel 6. Umur petani mempengaruhi cara berfikir
dan mempengaruhi kemampuan fisik petani dalam mengelola usahatani yang
mereka miliki. Dari hasil wawancara dapat dilihat bahwa rata – rata umur petani
adalah 52 tahun. Petani yang memiliki umur 30 – 50 tahun sebanyak 33,77% dan
66,23% petani memiliki umur 51 – 70 tahun. Pada umumnya petani yang berusia
muda dan sehat jasmani mempunyai kemampuan yang lebih baik dan lebih cepat
menerima inovasi dibandingkan petani yang berumur tua. Rata – rata pendidikan
yang dimiliki petani adalah 9 tahun. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan
formal yang pernah dijalani petani responden. 40,68% petani memiliki pendidikan
6 – 9 tahun dan 59,32% petani memiliki pendidikan 12 – 17 tahun. Cara petani
dalam berpikir dan dalam merespon perkembangan teknologi pertanian sangat
dipengaruhi oleh pendidikan formal yang dimiliki oleh petani, petani yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi lebih cepat menerima inovasi baru serta
mampu
menggunakan
setiap
bantuan
teknologi
yang
diberikan
untuk
meningkatkan produksi usahataninya.
Notoatmodjo (1998) pendidikan dan latihan merupakan upaya untuk
mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan
kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Setiap lembaga pendidikan,
terutama pendidikan formal menghendaki adanya perubahan tingkah laku pada
peserta didik (sasaran pendidikan), antara lain perubahan pengetahuan sikap dan
kemampuan bekerja.
Pada umumnya lahan pertanaman kakao yang dikelola oleh petani
merupakan lahan yang berstatus hak milik atau sewa. Rata – rata luas lahan yang
Universitas Sumatera Utara
46
dimiliki oleh petani responden seluas 0,8 ha. 41,43% petani kakao memiliki lahan
seluas 0,2 – 0,8 ha dan 58,58% petani memiliki luas lahan 1 – 2 ha dan tersebar di
beberapa tempat. Poedjiwidodo (1996) skala usaha tani yang kecil dan tersebar
memerlukan biaya produksi yang besar sehingga tidak effisien dan patokan
seorang tenaga kerja mampu mengurus 2 ha kebun kakao dengan baik.
Rata – rata lama berusahatani petani kakao responden 22 tahun, lama
berusahatani menggambarkan pengalaman petani dalam berusahatani tanaman
kakao. 36,46% petani kakao memilliki lama berusahatani 5 – 20 tahun dan
63,54% petani kakao memiliki lama berusahatani 21 – 34 tahun. Pengalaman
berusahatani kakao yang dimiliki petani merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keterampilan dan cara pengambilan keputusan yang dilakukan
petani dalam menjalankan usahataninya. Pengalaman berusahatani sebagai
penunjang keberhasilan suatu usahatani dan lamanya berusahatani dapat
menggambarkan kebiasaan petani dalam menghadapi masalah – masalah yang
berkaitan dengan usahatani kakako yang dijalankan termasuk masalah yang
memiliki resiko berat serta bagaimana strategi yang dilakukan dalam menghadapi
masalah
tersebut.
berpengalaman
Petani
dalam
dengan
menghadapi
pengalaman
setiap
yang
masalah
lebih
yang
lama
terjadi
lebih
dalam
berusahatani.
Kakao yang dimiliki responden rata – rata berumur 10 tahun. Menurut
Rahardjo (2011) umumnya tanaman kakao sehat dan kuat mulai berbunga setelah
umur 3 tahun dan pada umur 10 tahun lebih tanaman akan menghasilkan bunga
yang banyak karena telah mengalami pertumbuhan yang penuh. Berdasarkan hasil
penelitian dari tujuh kebun kakao di Jawa Timur, menyebutkan produksi puncak
Universitas Sumatera Utara
47
kakao dapat dicapai pada umur 10 – 20 tahun. Keuntungan nominal rata – rata
pertahun terbesar dapat diperoleh jika tanaman kakao diusahakan sampai umur 37
tahun. ( Kristanto, 2015)
4.3 Karakteristik Pedagang
Karakteristik pedagang pengumpul kakao di Desa Lubuk Palas yang di
peroleh dari hasil wawancara dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karateristik Pedagang
No
1
2
3
4
5
Karakteristik
Umur (tahun)
Pendidikan (tahun)
Lama Berusaha (tahun)
Harga (Rp)
Penjualan Kakao (ton)
Tertinggi
Terendah
Yang terpenuhi
Yang dibutuhkan
Sumber : Lampiran 7
Rentang
32 – 45
6 – 17
15 -25
30.000 – 34.000
Rata – Rata
39
12
20
32.000
0.5 – 6
0.1 – 6
0.5 – 6
1 – 10
3.25
3.05
3.25
5.5
Tabel 7. Menjelaskan umur pedagang kakao di Desa Lubuk Palas rata –
rata 39 tahun, pedagang kakao masih berumur produktif dalam menjalankan
usahanya. Pendidikan yang dimiliki pedagang selama 12 tahun. Lama berusaha
padagang 20 tahun, menjelaskan pedagang sudah sangat memiliki pengalaman
sebagai pedagang kakao. Harga rata – rata kakao Rp 32. 000 dimana harga kakao
tersebut sudah cukup baik bagi petani. Rata – rata penjualan kakao yang tertinggi
di Desa Lubuk Palas sebesar 3,25 ton dan terendah 3,05 ton. Produksi kakao yang
terpenuhi rata - rata sebesar 3,25 ton sementara rata – rata kebutuhan kakao yang
Universitas Sumatera Utara
48
dibutuhkan sebesar 5,5 ton. Produksi kakao di Desa Lubuk Palas belum mampu
mencukupi kebutuhan yang diinginkan pedagang pengumpul kakao.
4.4 Karakteristik Pejabat Dinas Pertanian
Pejabat dinas yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki
jabatan yang berbeda – beda, yaitu Kepala Bidang Dinas Perkebunan Kabupaten
Asahan, Kepala Seksi Analisa Pengembangan dan Penelitian, dan Kepala Seksi
Usahatani dan Perlindungan Tanaman. Kepala Bidang Dinas Perkebunan
Kabupaten Asahan berusia 55 tahun dan pendidikan terakhir S2. Kepala Seksi
Analisa Pengembangan dan Penelitian berusia 56 tahun dan pendidikan terakhir
S1. Kepala Seksi Usahatani dan Perlindungan Tanaman berusia 43 tahun dan
pendidikan terakhir S1.
4.5 Karakteristik Penyuluh
Responden dalam penelitian ini adalah Penyuluh Perkebunan tanaman
kakao Desa Lubuk Palas. Penyuluh Perkebunan tanaman kakao Desa Lubuk Palas
memiliki karakteristik berusia 52 tahun dan pendidikan terakhir S1. Peran
penyuluh sebagai fasilitator antara Dinas Perkebunan yang membuat dan
melaksanakan program peningkatan produksi kakao dengan petani yang memiliki
dan mengelola tanaman kakao.
4.6 Hasil dan Pembahasan
4.6.1 Analisis Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan dalam peningkatan
produksi kakao yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Asahan adalah : pelatihan, pendampingan petani, fungsi kelembagaan, bantuan
Universitas Sumatera Utara
49
sarana produksi, bantuan pengadaan peralatan penunjang untuk petani kakao, dan
bantuan modal.
4.6.1.1 Analisis Kondisi Eksisting Faktor Internal Dianalisis dengan Skor
Dari hasil kuisioner penelitian dan observasi diperoleh faktor internal
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan maka dilakukan skoring.
Skoring faktor internal bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan,
dimana jika nilai skor yang di peroleh 1 dan 2 maka menunjukkan kelemahan dari
faktor tersebut dan skor 3 dan 4 menunjukkan kekuatan dari faktor tersebut. Dari
hasil penelitian didapatkan hasil pada Tabel 8.
Tabel 8. Kondisi Eksisting Faktor Internal dengan Skor
No
1
2
3
4
5
Uraian
Pelatihan
Pendampingan Petani
Fungsi Kelembagaan
Bantuan Sarana Produksi
Bantuan Pengadaan Peralatan
Penunjang untuk Petani Kakao
6
Bantuan Modal
Sumber : Lampiran 8
Rata – rata Skor
4
2
3
4
4
4
Keterangan
Kekuatan
Kelemahan
Kekuatan
Kekuatan
Kekuatan
Kekuatan
Dari Tabel 8. Menjelaskan hasil penelitian faktor internal peningkatan
produksi kakao dimana yang menjadi kekuatan faktor internal adalah pelatihan,
fungsi kelembagaan, bantuan sarana produksi, bantuan pengadaan peralatan
penunjang untuk petani kakao, bantuan modal dan kelemahan faktor internal
adalah pendampingan petani. Faktor internal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
50
a. Pelatihan
Pelatihan memiliki skor 4 parameter yang ditentukan adalah Sekolah
Lapang dengan melakukan pembinaan kelompok melalui pemberian materi
tentang teknis budidaya kakao yang dilakukan selama 10 bulan ke petani,
merupakan kekuatan dalam faktor internal. Pelatihan merupakan kegiatan dari
program Peningkatan Produksi Kakao yang dilakukan Dinas Kehutanan dan
Pekebunan Kabupaten bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Provinsi ke petani
kakao untuk melatih keterampilan petani agar dapat meningkatkan produksi kakao
dan mampu mengenal juga mampu mengatasi masalah yang terdapat pada
tanaman kakao. Pada tahun 1999 proyek Program Pengendalian Hama TerpaduPerkebunan Rakyat (PHT-PR) dengan mengembangkan Sekolah LapangPengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) yang diselenggarakan oleh Balai
Pengembangan Proteksi Tanaman Perkebunan (BP2TP) pada tahun 2004 di Desa
Lubuk Palas menjadi salah satu Desa pengembangan proyek tersebut. Lembaga
Swadaya Masyarakat PANSU memperkuat petani kakao Desa Lubuk Palas dalam
menangani Hama PBK lewat teknik PsPSP Plus.( Sabirin, 2006)
Petani Desa Lubuk Palas sudah sangat berpengalaman dalam budidaya
tanaman kakao. Kemampuan petani dalam mengatasi hama sudah sangat baik dan
petani kakao mampu menciptakan bibit unggul tanaman kakao yaitu bibit RCL
(Rahmadi Clon Lubuk Palas). Pelatihan yang dilakukan pada saat ini hanya
sebatas sosialisasi program pemerintah dalam meningkatkan produksi kakao
nasional untuk meningkatkan ekspor biji kakao sehingga devisa bagi negara bisa
meningkat dan terpenuhinya kebutuhan biji kakao.
Universitas Sumatera Utara
51
b. Pendampingan Petani
Pendampingan petani merupakan salah satu faktor internal penelitian
memiliki skor 2 merupakan kelemahan faktor dengan parameter kurang baik
dengan indikator pendampingan yaitu : inventarisasi calon petani/calon lahan,
pelaksanaan intensifikasi tanaman, sambung samping, dll, dan pendampingan
kegiatan pelaksanaan GAP pada lahan masing – masing petani, pendampingan
pelaksanaan PsPSP yang dilakukan petani di kebun kakao petani seluruh calon
petani di lahan masing – masing. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Asahan, penyuluh lapangan dan tenaga pendamping petani tidak lagi melakukan
pendampingan petani ke lahan masing – masing petani.
Pendampingan petani diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan. Praktek – praktek dan penemuan – penemuan baru dalam
teknologi yang terkadang terdapat tidak jauh dari tempat tinggal petani atau yang
berasal dari daerah – daerah lain bahkan dari luar negeri yang diperkenalkan
kepada petani butuh pendampingan dalam penerapannya yang merupakan fungsi
dari penyuluh pertanian. Pendampingan petani merupakan fungsi dari penyuluh
pertanian yang menjadi koordinator semua program dan kebijaksanaan
pemerintah. Pendampingan petani diharapkan mampu memperbaiki cara bercocok
tanam, memelihara dan memetik hasil – hasil pertanian dengan teknologi yang
ada sehingga petani mampu meningkatkan hasil pertanian dan penghasilan
keluarganya. (Mubyarto, 1984)
c. Fungsi Kelembagaan
Fungsi kelembagaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi
kelembagaan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan dan
Universitas Sumatera Utara
52
Penyuluh Pertanian Kabupaten dari Kementerian Pertanian. Dari hasil wawancara
dengan reponden penelitian adapun fungsi dari kelembagaan Dinas Kehutanan
dan Perkebunan dan Penyuluh Lapangan Kabupaten yaitu: - sosialisasi kepada
kelompok tani/petani mengenai kebijakan intensifikasi kakao, - lembaga teknis
membuat program dan penyaluran/pemberian subsidi, - mengkoordinasikan
pelaksanaan kegiatan teknis dan administrasi peningkatan produksi kakao,
- melakukan pengawalan, pembinaan, pendampingan dan monitoring evaluasi
kegiatan teknis pengembangan tanaman kakao dan kelembagaaan petani. Untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik, para pejabat pelaksana di setiap daerah harus
mampu memahami latar belakang setiap program pemerintah sejauh program itu
menyangkut bidang tugasnya. Untuk menjamin agar para pelaksana tugas tersebut
mampu dengan cepat memahami maksud dan tujuan setiap program maka setiap
instruksi dan pedoman haruslah dibuat jelas dengan sistem dan patokan – patokan
tertentu.
Fungsi kelembagaan memiliki skor 3 merupakan kekuatan faktor
internal, ini menerangkan bahwa fungsi kelembagaan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Asahan dan Penyuluh Lapangan melaksanakan tugas
dengan baik ke petani/kelompok tani komoditi kakao. Salah satu syarat yang
harus dipenuhi para pejabat yang selalu berhubungan dengan petani adalah bahwa
mereka itu harus bersifat simpatik pada setiap persoalan yang dihadapi petani.
Pejabat tersebut juga harus mampu melayani keperluan petani, menerima dan
memperhatikan persoalan – persoalannya dan berusaha sejauh mungkin
membantu mengatasi persoalan – persoalan itu. (Mubyarto, 1984)
Universitas Sumatera Utara
53
d. Bantuan Sarana Produksi
Bantuan sarana produksi memiliki skor 4 merupakan kekuatan faktor
internal strategi peningkatan produksi kakao dengan parameter penelitian, ada
bantuan sarana produksi dan dilaksanakan. Pemerintah memberikan bantuan
pupuk bersubsidi dan bantuan obat – obatan/pestisida tanaman. Berdasarkan
Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Kakao Berkelanjutan 2015 pupuk yang
digunakan adalah pupuk majemuk (compound) non subsidi formula khusus,
dikemas dalam karung bertuliskan “ Pupuk Pengembangan Kakao APBN-P
2015”, pada karung ditulis nama provinsi, kandungan pupuk, berat bersih pupuk
perkemasan 50 kg, nama dan alamat penyedia dan produsen, berbentuk granule
(butiran)/tablet/briket dengan formula khusus dan diaplikasikan 1 (satu) kali yaitu
pada awal musim hujan. Pestisida menggunakan insektisida dan fungisida yang
efektif, efisien, terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian dengan dosis
sesuai anjuran, pemilihan pestisida didasarkan terhadap hasil pengamatan/
inventarisasi serangan hama dan penyakit yang dilaksanakan oleh kabupaten, dan
penggunaan perangkap Feromon untuk pengendalian hama PBK yang efektif,
terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian. Pemasangan perangkap harus
tepat waktu, kegiatan tersebut sebaiknya dikombinasikan dengan pemangkasan,
sanitasi, panen sering dan pemupukan (PsPSP). Desa Lubuk Palas yang tergabung
dalam kelompok diberi bantuan pupuk urea 150 kg/tahun/ha, SP36 pengganti TSP
100 kg/tahun/ha, KCL 75 kg/tahun/ha, ZA 100 kg/tahun/ha dan pupuk kandang.
e. Bantuan Pengadaan Peralatan Penunjang untuk Petani Kakao
Faktor internal bantuan pengadaan peralatan penunjang untuk petani
kakao memiliki skor 4 menjelaskan faktor ini merupakan kekuatan pada faktor
Universitas Sumatera Utara
54
internal. Berdasarkan Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Kakao
Berkelanjutan 2015 bantuan peralatan alat semprot (knapsack sprayer) dan
gunting galah 1 unit per hektar. Petani kakao mendapatkan bantuan alat semprot 1
unit perkelompok tani, 1 unit gunting galah dan 1 unit gergaji pangkas dengan
tahun yang beragam yaitu pada tahun 2004, 20011, 2012 dan 2015 ke petani yang
masuk ke kelompok tani binaan.
f. Bantuan Modal
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Dinas Kehutanan
dan Perkebunan dan Penyuluh Lapangan Kabupaten Asahan, bantuan modal
mendapatkan skor 4 menjelaskan bantuan modal merupakan kekuatan faktor
internal dengan parameter ada bantuan modal dan dilaksanakan. Penyediaan dana
APBN untuk intensifikasi kerja bagi petani peserta untuk intensifikasi tanaman
kakao, sebesar Rp. 750.000 per hektar dan diberikan sesuai dengan tahapan
pekerjaan yang telah diselesaikan oleh petani.
4.6.2 Analisis Faktor Eksternal
Faktor eksternal pada penelitian ini terdiri dari peluang dan ancaman
dalam peningkatan produksi kakao di Kabupaten Asahan adalah : pengalaman
berusahatani kakao, kemampuan petani mengatasi HPT, harga jual kakao
ditingkat petani, modal yang digunakan petani, luas lahan, permintaan kakao,
ketersediaan tenaga kerja, penggunaan bibit unggul, sarana pendukung dan
infrastruktur, dan pelaksanaan GAP (Good Agriculture Practice).
Universitas Sumatera Utara
55
4.6.2.1 Analisis Kondisi Eksisting Faktor Eksternal Dianalisis dengan Skor
Faktor eksternal hasil kuisioner penelitian dan observasi yang diperoleh
lalu di skoring. Skoring faktor eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi peluang
dan ancaman, dimana jika nilai skor yang di peroleh 1 dan 2 maka menunjukkan
ancaman dari faktor tersebut dan skor 3 dan 4 menunjukkan peluang dari faktor
tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan hasil pada Tabel 9.
Tabel 9. Kondisi Eksisting Faktor Eksternal dengan Skor
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Uraian
Pengalaman Berusahatani
Kemampuan Petani Mengatasi HPT
Harga Jual Kakao di Tingkat Petani
Modal yang Digunakan Petani
Luas Lahan
Permintaan Kakao
Ketersediaan Tenaga Kerja
Penggunaan Bibit Unggul
Sarana Pendukung dan Infrastruktur
Pelaksanaan GAP (Good
Agriculture Practice)
Sumber : Lampiran 9
Rata – rata Skor
4
3
4
4
3
3
4
4
1
2
Keterangan
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Ancaman
Ancaman
Dari Tabel 9. Menjelaskan hasil penelitian faktor eksternal peningkatan
produksi komoditi kakao di Desa Lubuk Palas Kecamatan Silau Laut Kabupaten
Asahan dimana yang menjadi peluang faktor eksternal adalah pengalaman
berusahatani, kemampuan petani mengatasi HPT, harga jual kakao ditingkat
petani, modal yang digunakan petani, luas lahan, permintaan kakao, ketersediaan
tenaga kerja dan penggunaan bibit unggul dan ancaman faktor eksternal adalah
sarana pendukung dan infrastruktur dan pelaksanaan GAP (Good Agriculture
Practice). Faktor eksternal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
56
a. Pengalaman Berusahatani
Pengalaman berusahatani merupakan peluang faktor eksternal dengan
skor 4 dengan parameter > 15 tahun. Berdasarkan penilaian pengalaman tersebut
petani memiliki pengalaman yang cukup berpengalaman dalam mengendalikan
permasalahan tanaman kakao. Lamanya pengalaman yang dimiliki oleh petani
responden sangat berpengaruh baik terhadap pengambilan keputusan yang akan di
ambil petani dalam menjalankan usahatani dan merupakan salah satu faktor yang
dapat dikategorikan sebagai penunjang keberhasilan suatu usahatani. Pengalaman
berusahatani yang lama menunjukkan telah terbiasanya petani menghadapi
masalah – masalah yang beresiko berkaitan dengan usahatani yang dijalankan
sehingga lebih berpengalaman dalam menghadapinya.
b. Kemampuan Petani Mengatasi HPT
Serangan hama dan penyakit tanaman paling besar pengaruhnya dalam
produksi kakao. Hasil wawancara yang diperoleh dari petani bahwa menurunnya
produksi kakao umumnya disebabkan serangan hama dan penyakit tanaman
kakao.
Jenis Hama Pada Tanaman Kakao
50,00
92,31
34,62
Hama PBK
Hama HELOPELTIS
Hama ULAT
80,77
11,54
Sumber : Lampiran 9
84,62
Hama PB
Gambar 4. Jenis Hama Pada Tanaman Kakao
Universitas Sumatera Utara
57
Dari Gambar 4 berdasarkan hasil wawancara dan observasi di wilayah
petani hama yang menyerang tanaman kakao rakyat di Desa Lubuk Palas
Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan yang paling tinggi adalah PBK
(Penggerek Buah Kakao) sebesar 92,31 %, 84,62% serangan helopeltis, 80,77%
serangan penggerek batang, 50% serangan tupai, 34,62% serangan tikus dan
11,54% ulat kilan.
Gambar 5. Jenis penyakit pada tanaman kakao menjelaskan penyakit
yang tertinggi menyerang tanaman kakao 88,46% adalah penyakit busuk buah,
61,54% diserang oleh penyakit bercak daun dan kanker batang dan 30,77%
penyakit VSD (Vascular Streak Dieback).
Jenis Penyakit Pada Tanaman kakao
30,77
Penyakit VSD
61,54
Penyakit BBU
61,54 88,46
Penyakit BD
Penyakit KB
Sumber : Lampiran 9
Gambar 5. Jenis Penyakit Pada Tanaman Kakao
Kemampuan petani mengatasi HPT merupakan peluang dalam faktor
eksternal dengan skor 3 dimana parameter kemampuan petani mengatasi HPT 50
– 80%. Yang artinya petani kakao mampu mengatasi hama dan penyakit yang
menyerang tanaman kakao sebesar 50 – 80 % dimana dari keterangan ini dapat
kita ketahui petani memiliki kemampuan untuk mengatasi hama dan penyakit
tanaman kakao.
Universitas Sumatera Utara
58
c. Harga Jual Kakao di Tingkat Petani
Harga merupakan faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi
kakao. Harga jual kakao memiliki skor 4, merupakan peluang faktor eksternal
dengan parameter harga kakao diatas Rp. 30.000/kg. Pada saat penelitian harga
kakao terendah yang pernah dialami petani untuk kakao yang di fermentasi Rp
30.000/kg dan tertinggi Rp. 35.000/kg sedangkan biji kakao yang tidak
difermentasi harga terendah Rp. 5.000/kg dan yang tertinggi Rp.10.000/kg pada
pedagang pengumpul desa. Biji kakao yang difermentasi memiliki harga terendah
Rp.32.000/kg dan harga tertinggi Rp.38.000/kg sedangkan biji kakao yang tidak
di fermentasi memiliki harga terendah Rp. 8.000/kg dan harga tertinggi Rp.
32.000/kg pada pedagang kabupaten.
Tidak ada yang lebih menggembirakan petani produsen dari pada
diperolehnya harga yang tinggi pada waktu ia menjual produksinya. Harga baik
atau buruk (tinggi atau rendah) pada umumnya dilihat oleh petani dalam
hubungan dengan harga – harga saat panen sebelumnya. Masalah fluktuasi harga
hasil – hasil pertanian yang disebabkan oleh adanya fluktuasi musiman
merupakan fenomena yang biasa dalam kehidupan ekonomi pertanian. Variasi
harga merupakan sifat yang khas dari hasil – hasil pertanian. Perubahan harga
lebih besar di negara – negara yang belum maju disebabkan: 1) peranan sektor
pertanian masih sangat penting, 2) pemerintah dan sektor – sektor di luar
pertanian belum mampu untuk menyumbang pada stabilitas harga – harga hasil
pertanian itu. Karena harga hasil – hasil pertanian yang sangat besar fluktuasinya,
maka petani selalu berusaha untuk mencari harga – harga yang “baik”. Fluktuasi
harga yang terlalu besar merupakan penghambat pembangunan pertanian. Harga
Universitas Sumatera Utara
59
dan pendapatan yang rendah mengurangi semangat petani untuk berproduksi dan
sebaliknya harga dan pendapatan yang tinggi merangsang kaum tani.
(Mubyarto, 1984)
d. Modal yang Digunakan Petani
Modal merupakan faktor yang sangat penting bagi petani. Dalam
memelihara tanaman kakao, petani memerlukan modal dalam usahatani mereka
untuk mengelola lahan seperti untuk pembukaan lahan, pemberantasan hama dan
penyakit, untuk pemupukan tanaman dan lainnya. Modal yang digunakan petani
dalam budidaya kakao mendapat skor 4 dengan parameter 100% petani memakai
modal sendiri dan pinjaman. Petani mendapat modal bantuan dari pemerintah
dalam mengusahakan tanaman kakao. Modal bantuan yang diperoleh petani yaitu
modal pemerintah yang disalurkan melalui program rehabilitasi tanaman kakao.
Petani kakao yang memakai modal sendiri sebesar 100%. Petani kakao
yang memakai modal pinjaman dalam memelihara tanaman kakao setelah ditanam
ada 50% dan 69,23% petani kakao di Desa Lubuk Palas menggunakan bantuan
pemerintah yang digunakan untuk meningkatkan produksi komoditi kakao petani.
Modal adalah uang tidak dibelanjakan, jadi disimpan untuk kemudian
diinvestasikan. Modal merupakan salah satu faktor produksi dalam pertanian di
samping tanah, tenaga kerja dan pengusaha, sedangkan kredit tidak lain dari pada
suatu alat untuk membantu penciptaan modal itu. Ada petani yang dapat
memenuhi semua keperluan modalnya dari kekayaan yang dimilikinya, bahkan
petani kaya dapat meminjamkan modal kepada petani lain yang memerlukan.
Tetapi secara ekonomi dapatlah dikatakan bahwa modal pertanian dapat berasal
dari milik sendiri atau pinjaman dari luar. (Mubyarto, 1984)
Universitas Sumatera Utara
60
e. Lahan
Lahan merupakan faktor utama dalam budidaya kakao karena tanaman
kakao dibudidayakan pada lahan. Desa Lubuk Palas memiliki luas lahan 3.309 ha
yang digunakan untuk tanaman perkebunan seluas 3.252 ha. Luas lahan tanaman
kakao rata – rata petani 0,8 ha dan pada umumnya lahan tersebut adalah lahan
milik petani. Skor luas lahan yang diperoleh adalah 3 merupakan peluang bagi
faktor eksternal dengan parameter luas lahan 0,6 – 1 ha yang artinya luas lahan
yang dimiliki petani masih memungkinkan untuk usaha tani kakao. Luas lahan
komoditi kakao di Desa Lubuk Palas menurun akan tetapi masih ada petani yang
mempertahankan lahan kakao. Menurunnya luas lahan kakao di Desa Lubuk Palas
merupakan faktor yang sangat penting untuk di perhatikan sebab komoditi
pertanian dibudidayakan di lahan agar berproduksi.
f. Permintaan Kakao
Permintaan kakao merupakan peluang bagi peningkatan tanaman kakao.
Permintaan kakao terus meningkat karena semakin meningkatnya kebutuhan
kakao dunia untuk konsumsi. Kakao dapat menghasilkan coklat yang banyak
digemari sebagai bahan makanan. Permintaan kakao lebih besar dibandingkan
tersedianya kakao yang ada. Permintaan kakao di Desa Lubuk Palas diharapkan
dapat mencapai > 1 ton, sementara jika buah kakao dalam kondisi baik kakao
yang mampu tersedia di Desa Lubuk Palas sekitar 500 kg - < 1 ton. Permintaan
kakao memiliki skor 3 merupakan peluang faktor eksternal dengan parameter
tinggi dan tidak kontiniu. Kondisi ini menjelaskan bahwa permintaan kakao selalu
tinggi sedangkan ketersediaan pkakao tidak selalu mampu memenuhi permintaan,
ini menunjukkan produksi komoditi kakao masih memiliki peluang untuk
Universitas Sumatera Utara
61
ditingkatkan. Sebab itu peningkatan produksi kakao sangat penting agar kakao
yang di butuhkan tersedia setiap saat.
g. Tenaga Kerja
Dalam usahatani tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang
utama, maka yang dimaksudkannya adalah mengenai kedudukan si petani dalam
usahataninya. Petani dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja,
tapi lebih dari pada itu. Petani adalah pemimpin usahatani yang mengatur
organisasi produksi secara keseluruhan. Petani memutuskan berapa pupuk akan
dibeli dan digunakan, berapakali tanah dibajak dan diratakan, berapa kali rumput
– rumput akan dibersihkan dan bah
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pemilihan Lokasi
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive di Desa Lubuk Palas
Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan di Sumatera Utara, petani kakao di lima
kecamatan di Kabupaten Asahan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Petani Kakao di Lima Kecamatan di Kabupaten Asahan
No
1
2
3
4
5
Kecamatan
Air Joman
Desa Punggulan
Desa Air Joman
Desa Pasar Lembu
Kelurahan Binjai Serbangan
Silau Laut
Desa Lubuk Palas
Desa Silo Gonto
Desa Silo Lama
Desa Bangun Sari
Buntu Pane
Desa Buntu Pane
Desa Sei Silau Timur
Sei Dadap
Desa Sei Alim Hassak
Air Batu
Desa Hessa Air Genting
Jumlah Petani
18 orang
50 orang
21 orang
18 orang
9 orang
Sumber: Data Primer Penyuluh Pertanian Kabupaten Asahan, 2016
3.2 Metode Penentuan Sampel
Responden penelitian ini terdiri dari 3 komponen yaitu: pejabat Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Asahan, Penyuluh perkebunan tanaman kakao, petani
kakao dan pedagang pengumpul kakao. Metode penentuan sampel dalam
penelitian ini dengan Cluster Sampling.
Universitas Sumatera Utara
28
Tabel 4. Responden / Sampel
Responden/Sampel
DinasKehutanan dan
Perkebunan di
Kabupaten Asahan
Jumlah
3
Koordinator Penyuluh
Perkebunan Tanaman
Kakao
1
Petani Kakao
26
Pedagang Kakao
2
Data
Pelatihan, Pendampingan Petani, Fungsi
Kelembagaan, Bantuan Sarana Produksi,
Bantuan Pengadaan Peralatan Penunjang
untuk Petani Kakao dan Bantuan Modal
Pelatihan, Pendampingan Petani, Fungsi
Kelembagaan, Bantuan Sarana Produksi,
Bantuan Pengadaan Peralatan Penunjang
untuk Petani Kakao dan Bantuan Modal
Pengalaman Berusahatani, Kemampuan
Petani Mengatasi HPT, Harga Jual
Kakao di Tingkat Petani, Modal yang
Digunakan
Petani,
Luas
Lahan,
Ketersediaan Tenaga Kerja, Penggunaan
Bibit Unggul, Sarana Pendukung,
Infrastruktur dan
Pelaksanaan GAP
(Good Agriculture Practice)
Permintaan Kakao
Sumber : Data Primer Dinas, Penyuluh dan Petani
Jumlah responden/sampel ditentukan dengan purposive yaitu 3 orang
Dinas Kehutanan dan Perkebunan di Kabupaten Asahan, 1 orang Koordinator
Penyuluh Perkebunan tanaman kakao, 26 orang Petani Kakao yang masuk
kelompok tani, dan 1 orang Pedagang Pengumpul Kakao Desa dan 1 orang
Pedagang Pengumpul Kakao Kabupaten.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Analisis strategi peningkatan produksi komoditi kakao rakyat dalam
penelitian ini memerlukan data – data pendukung yang berasal dari Dinas
Kehutanan dan Perkebunan, Penyuluh Perkebunan Tanaman Kakao, Petani Kakao
dan Pedagang Kakao. Adapun data – data yang diperlukan melalui dua cara
pengumpulan data, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
29
1.
Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara
dan diskusi dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Penyuluh Perkebunan
Tanaman Kakao, Petani Kakao dan Pedagang Kakao dengan menggunakan
kuisioner yang telah dipersiapkan guna penilaian dan pembahasan strategi yang
akan di tentukan yang berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Data primer
merupakan faktor lingkungan eksternal dan internal Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Asahan.
2.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang di peroleh dari literatur – literatur yang
ada seperti buku, internet, thesis, data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang
memiliki keterkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data
sekunder yang dikumpulkan mencakup:
a. Data luas lahan, produksi, dan produktivitas tanaman kakao Indonesia 2010 –
2014
b. Data prediksi peningkatan produksi kakao di Indonesia dan Provinsi Sumatera
Utara 2015 – 2019 (ribu ton)
3.4 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan
deskriptif. Menurut Whitney (1960) dalam Moh. Nazir 2005, metode deskriptif
adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Secara harfiah metode
deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi
atau kejadian. Dalam mengumpulkan data digunakan teknik wawancara.
Universitas Sumatera Utara
30
Pendekatan ini bertujuan memaparkan (mendeskripsikan) berbagai hal dengan
menggunakan metode Matriks SWOT. Metode SWOT merupakan metode
penyusunan strategi dengan mengevaluasi kekuatan (strength), kelemahan
(weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat). Langkah-langkah
pembuatan SWOT, sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan penelitian/objek penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menentukan strategi dalam meningkatkan
produksi komoditi kakao rakyat.
2. Menentukan faktor-faktor lingkungan/pengaruh
Dari hasil penelitian sebelumnya dan hasil pra survei di peroleh faktor –
faktor strategis untuk meningkatkan produksi kakao di Desa Lubuk Palas
Kecamatan Silau Laut sebagai berikut:
- Pengalaman berusahatani
- Kemampuan petani mengatasi HPT
- Harga jual kakao di tingkat petani
- Modal yang digunakan petani
- Luas lahan
- Permintaan kakao
- Ketersediaan tenaga kerja
- Penggunaan bibit unggul
- Sarana pendukung dan infrastruktur
- Pelaksanaan GAP (Good Agriculture Practice)
- Pelatihan
Universitas Sumatera Utara
31
- Pendampingan petani
- Fungsi kelembagaan
- Bantuan sarana produksi
- Bantuan pengadaan peralatan penunjang untuk petani kakao
- Bantuan modal
3. Menentukan faktor strategis
Setelah
diperoleh
faktor
–
faktor
yang
dapat
mempengaruhi
pengembangan komoditi kakao rakyat di Desa Lubuk Palas Kecamatan Silau Laut
Kabupaten Asahan Sumatera Utara dimana faktor ini di sebut sebagai faktor
strategis. Pemilihan faktor – faktor tersebut diperoleh dari penelitian sebelumnya
dan program kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan.
4. Klasifikasi faktor strategis menjadi faktor eksternal dan faktor internal
Setelah itu faktor – faktor strategis itu diklasifikasikan menjadi 2 (dua)
bagian yaitu: 1) Faktor Eksternal, adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan. 2) Faktor Internal, adalah
faktor yang dapat dikendalikan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Asahan.
5. Penentuan faktor S,W,O dan T berdasarkan skor
Setelah faktor – faktor internal dan eksternal tersebut diklasifikasi,
kemudian kuisioner disusun untuk dinyatakan kepada responden agar diperoleh
penilaian setiap faktor. Nilai skor berkisar antara 1 dan 4, dari penilaian terendah
sampai tertinggi. Untuk faktor internal, skor 1 dan 2 menunjukkan kelemahan
(Weakness) sedangkan 3 dan 4 kekuatan (Strength). Untuk faktor eksternal, skor 1
Universitas Sumatera Utara
32
dan 2 menunjukkan ancaman (Threat) sedangkan 3 dan 4 peluang (Opportunity).
Setelah diperoleh skor setiap faktor dari setiap responden, kemudian dicari nilai
rata – rata aritmatika dari seluruh responden.
6. Penentuan bobot
Pembobotan dilakukan dengan cara teknik komparasi berpasangan
dengan membandingkan faktor yang satu dengan faktor yang lainnya sehingga
diperoleh nilai kepentingan dari masing – masing faktor dengan memakai
pembobotan. Nilai dari masing – masing faktor tidak lepas dari skala banding
berpasangan yang ditemukan oleh Saaty 1988 dalam Pilliang (2013) dengan
tingkat perbandingan.
Kepentingan
Defenisi
1
Kedua elemen sama pentingnya
Penjelasan
Kedua elemen mempunyai
pengaruh
yang
sama
terhadap tujuan yang akan
dicapai
2
Elemen yang satu lebih penting
dari elemen lainnya
Penilaian
lebih
sedikit
mempengaruhi satu faktor
dibandingkan faktor lainnya
3
Satu faktor mutlak lebih penting
dari faktor lainnya
Faktor
tersebut
paling
penting daripada faktor
lainnya
yang
memiliki
tingkat penegasan tertinggi
Metode ini menggunakan model Pairwise Comparison Scale yaitu
dengan membandingkan faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam satu tingkat
hirarki berpasangan, sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing – masing
faktor. Rincian nilai kepentingan tersebut ditentukan berdasarkan kemampuan
responden untuk membedakan nilai antar faktor yang dipasangkan. Semakin besar
Universitas Sumatera Utara
33
kemampuan reponden untuk membedakan, maka akan semakin rinci juga
pembagian nilainya.
7. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk tiap responden
Setelah pembobotan dilakukan dan diperoleh nilai kepentingan masing –
masing faktor dari tiap responden dari nilai kepentingan berpasangan 2 faktor
tersebut kemudian disatukan dalam matriks. Berdasarkan faktor eksternal dan
internal tersebut, kemudian disusun 2 matriks (faktor eksternal dan faktor internal)
yang diperoleh dari responden untuk memperoleh bobot setiap faktor. Setelah
diperoleh matriks faktor internal dan matriks faktor eksternal dari setiap
responden, kemudian dicari nilai rata – rata aritmatik dari seluruh responden.
8. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk seluruh responden
Setelah diperoleh matriks perbandingan penilaian tiap faktor dari setiap
responden. Kemudian dicari nilai rata – rata geometris perbandingan dari seluruh
responden dengan rumus:
�
G = √X1. X2. X3 … … … … X�
Keterangan :
G
= Nilai rata – rata geometris
X1
= Nilai faktor internal atau eksternal untuk reponden 1
X2
= Nilai faktor internal atau eksternal untuk responden 2
X3
= Nilai faktor internal atau eksternal untuk responden 3
Xn
= Nilai faktor internal atau eksternal n untuk responden n
9. Normalisasi dan rata – rata bobot
Setelah nilali rata – rata geometris di peroleh maka nilai rata – rata
geometris ini di normalisasi agar nilai penting antar faktor dapat dibandingkan.
Selanjutnya dihitung nilai rata – rata aritmatik tiap faktor dengan melakukan
Universitas Sumatera Utara
34
penjumlahan secara horizontal untuk setiap nilai yang ternormalisasi dan dibagi
dengan jumlah faktor. Nilai inilah yang akan menjadi bobot faktor – faktor
strategi peningkatan produksi komoditi kakao.
10. Menentukan skor terbobot dan prioritas
Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan
cara mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap
faktor. Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui nilai prioritas dari
faktor – faktor strategis eksternal dan faktor strategis internal dari peningkatan
produksi komoditi kakao rakyat.
11.Penyusunan strategis dengan menggunakan matriks SWOT
Selanjutnya dilakukan penyusunan strategis dengan menggunakan matriks
SWOT. Penyusunan matriks SWOT dengan melihat kekuatan dan kelemahan
serta peluang dan ancaman yang telah didapatkan dari hasil penelitian yang
dilakukan. Setelah didapatkan nilai bobot dan skor dari faktor eksternal dan
internal tersebut maka strategi dapat dirumuskan. Strategi SWOT tersebut disusun
berdasarkan hasil dari faktor eksternal dan internal.
3.4.1. Matriks Faktor Strategis Eksternal
Sebelum membuat matriks faktor strategis eksternal, kita perlu
mengetahui terlebih dahulu Faktor Strategis Eksternal (EFAS). Adapun cara
menentukan Faktor Strategis Eksternal:
a. Menyusun kolom peluang dan ancaman
b. Memberi bobot masing – masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor – faktor
Universitas Sumatera Utara
35
tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor
strategis.
c. Menghitung skor (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan
memberikan skala 4 (outstanding) dan 1 (poor) berdasarkan pengaruh
faktor
tersebut
terhadap
kondisi
perusahaan
yang
bersangkutan.
Mengkalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing – masing faktor yang nilainya bervariasi mulai
dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,00 (poor)
d. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total
skor pembobotan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana reaksi terhadap
faktor – faktor strategis eksternalnya.
3.4.2. Matriks Faktor Strategis Internal
Setelah faktor – faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi,
suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk
merumuskan faktor – faktor strategis internal tersebut dalam kerangka strength
and weakness perusahaan, tahapannya adalah:
a. Menentukan faktor – faktor
yang menjadi kekuatan serta kelemahan
perusahaan dalam kolom 1
b. Memberi bobot masing – masing faktor tersebut dengan skala mulai dari
1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh
faktor – faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (Semua bobot
tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00)
Universitas Sumatera Utara
36
c. Menghitung skor (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor),
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk
kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat
baik) dengan membandingkannya dengan rata – rata industri atau dengan
pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikkannya.
d. Mengkalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing – masing faktor yang nilainya bervariasi mulai
dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,00 (poor).
e. Menjumlah skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total
skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor –
faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk
membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam
kelompok industri yang sama.
3.4.3. Matriks Threats-Opprtunities-Weakness-Strengths (TOWS/SWOT)
Matriks
merupakan
alat
Threats-Opportunities-Weakness-Strenghts
pencocokan
yang
penting
yang
(TOWS/SWOT)
membantu
manajer
mengembangkan empat tipe strategis: strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan
strategi WT. Mencocokkan faktor – faktor eksternal dan internal kunci merupakan
bagian sulit terbesar untuk mengembangkan Matriks TOWS/SWOT dan
memerlukan penilaian yang baik dan tidak ada satu pun kecocokan terbaik.
Universitas Sumatera Utara
37
Adapun masing – masing strategis dalam matriks TOWS/SWOT strategi SO,
strategi WO, strategi ST, dan strategi WT.
Tabel 5. Matriks Analisis SWOT
PELUANG – O
1
2
3.Daftar Peluang
4
5
ANCAMAN – T
1
2
3.Daftar Ancaman
4
5
KEKUATAN – S
1
2
3.Daftar Kekuatan
4
5
KELEMAHAN – W
1
2
3.Daftar Kelemahan
4
5
STRATEGI SO
Gunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
STRATEGI WO
Atasi kelemahan dengan
memanfaatkan peluang
STRATEGI ST
Gunakan kekuatan untuk
menghindari ancaman
STRATEGI WT
Minimalkan kelemahan
dan menghindari
ancaman
Strategi SO atau strategi kekuatan – peluang menggunakan kekuatan
internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Semua manajer
menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi kekuatan internal dapat
dipakai untuk memanfaatkan kecenderungan dan peristiwa eksternal. Strategi WO
atau strategi kelemahan – peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan
dengan memanfaatkan peluang eksternal. Kadang – kadang peluang eksternal
kunci ada, tetapi sebuah perusahaan mempunyai kelemahan internal yang
menghambatnya menggunakan peluang itu. (David, 2006)
Strategi ST atau strategi kekuatan – ancaman menggunakan kekuatan
perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Hal
Universitas Sumatera Utara
38
ini tidak berarti bahwa organisasi yang kuat pasti selalu menghadapi ancaman
frontal dalam lingkungan eksternal. Strategi WT atau strategi kelemahan ancaman
merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal
dan menghindari ancaman lingkungan. Sebuah organisasi dihadapkan pada
berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal bahkan mungkin dalam posisi
penuh resiko.
Skema yang mewakili matriks TOWS/SWOT terdiri dari sembilan sel.
Seperti terlihat, terdapat empat sel faktor utama yang menentukan, empat sel
strategi, dan satu sel yang kosong. Empat sel strategi dengan label SO, WO, ST,
dan WT, dikembangkan setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci, berlabel S,
W, O, dan T.
Faktor eksternal dan internal harus dipertimbangkan dalam analisis
SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths)
dan kelemahan (weakness) dapat digambarkan dalam diagram.
SELISIH FAKTOR EKSTERNAL
1. Mendukung strategi
Turnaround
1. Mendukung strategi
agresif
SELISIH FAKTOR
INTERNAL
2.
Mendukung strategi
Defensif
2. Mendukung strategi
diversifikasi
Gambar 3. Diagram Analisis SWOT
Universitas Sumatera Utara
39
Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan.
Perusahaan
tersebut
memiliki
peluang
dan
kekuatan
sehingga
dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini
adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented
strategy).
Kuadran 2: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi (produk/pasar)
Kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di
lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi
perusahaan ini adalah meminimalkan masalah – masalah internal perusahaan
sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
3.5
Defenisi dan Batasan Oprasional
3.5.1
Defenisi
1. Kakao adalah tanaman komoditi perkebunan yang diusahakan petani dimana
tanaman ini jika diolah menghasilkan coklat.
2. Dinas perkebunan adalah Dinas Kehutanan dan perkebunan Kabupaten
Asahan Sumatera Utara
3. Petani adalah petani (tenaga kerja) yang menanam komoditi kakao di Desa
Lubuk Palas
Universitas Sumatera Utara
40
4. Produksi biji kakao adalah hasil biji kakao yang diperoleh dari tanaman
kakao
5. Strategi peningkatan produksi kakao adalah cara – cara atau teknik yang
efisien dan sistematis untuk meningkatkan komoditi kakao dimasa yang akan
datang.
6. Kekuatan merupakan pendukung faktor internal usahatani kakao
7. Kelemahan adalah masalah atau kekurangan yang berasal dari dalam atau
internal yang perlu diminimalkan dalam usahatani kakao
8. Peluang adalah kesempatan yang mendukung usahatani kakao yang berasal
dari luar
9. Ancaman merupakan masalah yang berasal dari luar dan perlu dihindari
dalam usahatani kakao
10. Pelatihan merupakan kegiatan pelatihan SL-PHT yang dilakukan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan untuk meningkatkan
produksi petani kakao
11. Pendampingan merupakan kegiatan pendampingan inventarisasi calon
petani/calon lahan, pendampingan pelaksanaan intensifikasi tanaman,
pendampingan kegiatan GAP pada lahan masing – masing petani,
pendampingan pelaksanaan PsPSP yang dilakukan petani di kebun kakao
petani seluruh calon petani di lahan masing – masing
12. Fungsi kelembagaan merupakan peranan lembaga Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Asahan dan Penyuluh yaitu: kegiatan sosialisasi
kepada kelompok tani/petani mengenai kebijakan intensifikasi kakao,
lembaga teknis membuat program dan penyaluran/pemberian subsidi,
Universitas Sumatera Utara
41
mengkoordinasikan
peningkatan
pelaksanaan
produksi
kakao,
kegiatan
melakukan
teknis
dan
administrasi
pengawalan,
pembinaan,
pendampingan dan monitoring evaluasi kegiatan teknis pengembangan
tanaman kakao dan kelembagaan petani.
13. Bantuan sarana produksi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah
yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan kepada petani
14. Bantuan pengadaan peralatan dan penunjang untuk petani kakao merupakan
bantuan peralatan sebagai peralatan penunjang budidaya tanaman kakao.
15. Bantuan modal merupakan bantuan dana dari program Peningkatan Produksi
kakao kepada petani yang diberikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
dengan persyaratan yang telah ditetapkan
16. Pengalaman berusahatani merupakan seluruh pelajaran atau pengetahuan
yang dipetik oleh petani dari peristiwa – peristiwa yang dilaluinya dalam
perjalanannya menghadapi permasalahan kakao dan cara mengatasi masalah
yang dihadapi
17. Kemampuan petani mengatasi HPT merupakan cara yang dapat dilakukan
petani dalam mengatasi hama dan penyakit tanaman pengganggu kakao
18. Harga jual kakao di tingkat petani merupakan harga jual kakao dari
pedagang pengumpul Desa
19. Modal yang digunakan petani adalah jumlah dana yang dipakai petani dalam
mengusahakan kakao petani
20. Luas lahan adalah luas lahan milik petani yang ditanami komoditi kakao
21. Permintaan kakao merupakan permintaan biji kakao di tingkat pedagang
pengumpul Desa atau pedagang Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
42
22. Ketersediaan tenaga kerja merupakan orang yang bekerja dalam budidaya
tanaman kakao
23. Penggunaan bibit unggul merupakan pemakaian bibit yang di gunakan petani
yang mendapat rekomendasi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
24. Sarana pendukung dan infrastruktur merupakan sarana jalan dari dan menuju
desa beraspal, transportasi umum dari dan menuju desa mudah, dan sarana
pendukung KUD
25. Pelaksanaan GAP (Good Agriculture Practice) yaitu pemakaian bibit unggul,
melaksanakan teknik PsPSP pada kebun kakao, melakukan pemberantasan
hama dan penyakit.
3.5.2
Batasan Oprasional
1.
Penelitian mengambil wilayah Sumatera Utara
2.
Waktu penelitian dilakukan April 2016
3.
Data yang diambil adalah data faktor internal dan eksternal komoditi
kakao di Desa Lubuk Palas Kecamatan Sialu Laut Kabupaten Asahan
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah
Desa Lubuk Palas merupakan salah satu Desa di Kecamatan Silau Laut
Kabupaten Asahan. Desa Lubuk Palas memiliki luas wilayah 34,70 km2 terletak
pada ketinggian 4 m dpl dan luas lahan 3.309 ha. Letak geografis di Lintang Utara
3,052240 dan 99.731020. Desa Lubuk Palas berjarak 5 km dari Ibu Kota
Kecamatan ke Ibu Kota Desa. (BPS Kecamatan Silau Laut, 2015)
4.1.2 Penggunaan Lahan
Desa Lubuk Palas mempunyai luas wilayah penggunaan lahan
perkebunan 3.309 ha. Luas lahan untuk tanaman perkebunan yaitu tanaman
kelapa, kelapa sawit, dan coklat seluas 3.252 ha sisanya 57 ha untuk tanaman lain.
Luas lahan bukan pertanian seluas 161 ha terdiri dari 102 ha digunakan untuk
rumah/bangunan dan 59 ha lahan rawa – rawa. (BPS Kecamatan Silau Laut, 2015)
4.1.3 Keadaan Penduduk
Desa Lubuk Palas memiliki 14 dusun dimana jumlah penduduk tahun
2013 sebanyak 5.399 jiwa dan 2014 sebanyak 5.522 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk pada tahun 2013 – 2014 sebesar 2,28% dan jumlah rumah
tangga 1.331 jiwa. Jumlah penduduk laki – laki pada tahun 2014 sebanyak 2.686
jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 2.836 jiwa. Rata – rata jumlah
anggota rumah tangga 4 jiwa dan rata – rata kepadatan penduduk Desa Lubuk
Palas sekitar 159 jiwa/km2. (BPS Kecamatan Lubuk Palas, 2015)
Universitas Sumatera Utara
44
4.1.4 Penduduk Menurut Lapangan Usaha/Pekerjaan
Jenis lapangan usaha/pekerjaan penduduk Desa Lubuk Palas untuk
pertanian sebanyak 1.488 orang, industri pengolahan 442 orang, listrik, gas dan
air sebanyak 4 orang, yang bekerja pada bagian bangunan/kontruksi sebanyak 44
orang, bidang perdagangan, hotel dan rumah makan 121 orang, lembaga keuangan
dan bank 2 orang, bagian pengangkutan/komunikasi sebanyak 11 orang dan untuk
jasa kemasyarakatan sebanyak 45 orang. Jenis pekerjaan/lapangan usaha yang
menjadi mata pencaharian masyarakat Desa Lubuk Palas terbanyak pada bidang
pertanian. (BPS Kecamatan Lubuk Palas, 2015)
4.1.5 Sarana dan Prasarana Desa
Jumlah sarana dan prasarana Desa Lubuk Palas adalah 1 unit pasar, 2
unit toko, 53 unit kios, dan 1 unit koperasi yang menjadi koperasi satu – satunya
di Kecamatan Silau Laut. Banyak kendaraan bus/truk/mini bus sebanyak 31 unit,
becak 3 unit, sepeda motor 1.390 unit dan sepeda 793 unit. Panjang jalan menurut
jenis permukaan: hotmix 1 km, aspal 3 km, krikil 2 km, batu 18 km dan tanah 10
km. (BPS Kecamatan Lubuk Palas, 2015)
4.2 Karakteristik Petani dan Usahatani
Tabel 6. Karakteristik Petani dan Usahatani
No
Karakteristik
1 Umur (tahun)
2 Pendidikan (tahun)
3 Luas Lahan (ha)
4 Lama Berusahatani (tahun)
5 Umur Tanaman Kakao (tahun)
Sumber : Lampiran 5
Rentang
30 – 70
6 – 17
0,2 – 2,0
5 – 34
4 – 25
Rata – Rata
52.38
9
0,8
22.15
10.96
Universitas Sumatera Utara
45
Dari hasil wawancara dengan petani kakao di Desa Lubuk Palas maka di
dapat karakteristik petani pada Tabel 6. Umur petani mempengaruhi cara berfikir
dan mempengaruhi kemampuan fisik petani dalam mengelola usahatani yang
mereka miliki. Dari hasil wawancara dapat dilihat bahwa rata – rata umur petani
adalah 52 tahun. Petani yang memiliki umur 30 – 50 tahun sebanyak 33,77% dan
66,23% petani memiliki umur 51 – 70 tahun. Pada umumnya petani yang berusia
muda dan sehat jasmani mempunyai kemampuan yang lebih baik dan lebih cepat
menerima inovasi dibandingkan petani yang berumur tua. Rata – rata pendidikan
yang dimiliki petani adalah 9 tahun. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan
formal yang pernah dijalani petani responden. 40,68% petani memiliki pendidikan
6 – 9 tahun dan 59,32% petani memiliki pendidikan 12 – 17 tahun. Cara petani
dalam berpikir dan dalam merespon perkembangan teknologi pertanian sangat
dipengaruhi oleh pendidikan formal yang dimiliki oleh petani, petani yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi lebih cepat menerima inovasi baru serta
mampu
menggunakan
setiap
bantuan
teknologi
yang
diberikan
untuk
meningkatkan produksi usahataninya.
Notoatmodjo (1998) pendidikan dan latihan merupakan upaya untuk
mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan
kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Setiap lembaga pendidikan,
terutama pendidikan formal menghendaki adanya perubahan tingkah laku pada
peserta didik (sasaran pendidikan), antara lain perubahan pengetahuan sikap dan
kemampuan bekerja.
Pada umumnya lahan pertanaman kakao yang dikelola oleh petani
merupakan lahan yang berstatus hak milik atau sewa. Rata – rata luas lahan yang
Universitas Sumatera Utara
46
dimiliki oleh petani responden seluas 0,8 ha. 41,43% petani kakao memiliki lahan
seluas 0,2 – 0,8 ha dan 58,58% petani memiliki luas lahan 1 – 2 ha dan tersebar di
beberapa tempat. Poedjiwidodo (1996) skala usaha tani yang kecil dan tersebar
memerlukan biaya produksi yang besar sehingga tidak effisien dan patokan
seorang tenaga kerja mampu mengurus 2 ha kebun kakao dengan baik.
Rata – rata lama berusahatani petani kakao responden 22 tahun, lama
berusahatani menggambarkan pengalaman petani dalam berusahatani tanaman
kakao. 36,46% petani kakao memilliki lama berusahatani 5 – 20 tahun dan
63,54% petani kakao memiliki lama berusahatani 21 – 34 tahun. Pengalaman
berusahatani kakao yang dimiliki petani merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keterampilan dan cara pengambilan keputusan yang dilakukan
petani dalam menjalankan usahataninya. Pengalaman berusahatani sebagai
penunjang keberhasilan suatu usahatani dan lamanya berusahatani dapat
menggambarkan kebiasaan petani dalam menghadapi masalah – masalah yang
berkaitan dengan usahatani kakako yang dijalankan termasuk masalah yang
memiliki resiko berat serta bagaimana strategi yang dilakukan dalam menghadapi
masalah
tersebut.
berpengalaman
Petani
dalam
dengan
menghadapi
pengalaman
setiap
yang
masalah
lebih
yang
lama
terjadi
lebih
dalam
berusahatani.
Kakao yang dimiliki responden rata – rata berumur 10 tahun. Menurut
Rahardjo (2011) umumnya tanaman kakao sehat dan kuat mulai berbunga setelah
umur 3 tahun dan pada umur 10 tahun lebih tanaman akan menghasilkan bunga
yang banyak karena telah mengalami pertumbuhan yang penuh. Berdasarkan hasil
penelitian dari tujuh kebun kakao di Jawa Timur, menyebutkan produksi puncak
Universitas Sumatera Utara
47
kakao dapat dicapai pada umur 10 – 20 tahun. Keuntungan nominal rata – rata
pertahun terbesar dapat diperoleh jika tanaman kakao diusahakan sampai umur 37
tahun. ( Kristanto, 2015)
4.3 Karakteristik Pedagang
Karakteristik pedagang pengumpul kakao di Desa Lubuk Palas yang di
peroleh dari hasil wawancara dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karateristik Pedagang
No
1
2
3
4
5
Karakteristik
Umur (tahun)
Pendidikan (tahun)
Lama Berusaha (tahun)
Harga (Rp)
Penjualan Kakao (ton)
Tertinggi
Terendah
Yang terpenuhi
Yang dibutuhkan
Sumber : Lampiran 7
Rentang
32 – 45
6 – 17
15 -25
30.000 – 34.000
Rata – Rata
39
12
20
32.000
0.5 – 6
0.1 – 6
0.5 – 6
1 – 10
3.25
3.05
3.25
5.5
Tabel 7. Menjelaskan umur pedagang kakao di Desa Lubuk Palas rata –
rata 39 tahun, pedagang kakao masih berumur produktif dalam menjalankan
usahanya. Pendidikan yang dimiliki pedagang selama 12 tahun. Lama berusaha
padagang 20 tahun, menjelaskan pedagang sudah sangat memiliki pengalaman
sebagai pedagang kakao. Harga rata – rata kakao Rp 32. 000 dimana harga kakao
tersebut sudah cukup baik bagi petani. Rata – rata penjualan kakao yang tertinggi
di Desa Lubuk Palas sebesar 3,25 ton dan terendah 3,05 ton. Produksi kakao yang
terpenuhi rata - rata sebesar 3,25 ton sementara rata – rata kebutuhan kakao yang
Universitas Sumatera Utara
48
dibutuhkan sebesar 5,5 ton. Produksi kakao di Desa Lubuk Palas belum mampu
mencukupi kebutuhan yang diinginkan pedagang pengumpul kakao.
4.4 Karakteristik Pejabat Dinas Pertanian
Pejabat dinas yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki
jabatan yang berbeda – beda, yaitu Kepala Bidang Dinas Perkebunan Kabupaten
Asahan, Kepala Seksi Analisa Pengembangan dan Penelitian, dan Kepala Seksi
Usahatani dan Perlindungan Tanaman. Kepala Bidang Dinas Perkebunan
Kabupaten Asahan berusia 55 tahun dan pendidikan terakhir S2. Kepala Seksi
Analisa Pengembangan dan Penelitian berusia 56 tahun dan pendidikan terakhir
S1. Kepala Seksi Usahatani dan Perlindungan Tanaman berusia 43 tahun dan
pendidikan terakhir S1.
4.5 Karakteristik Penyuluh
Responden dalam penelitian ini adalah Penyuluh Perkebunan tanaman
kakao Desa Lubuk Palas. Penyuluh Perkebunan tanaman kakao Desa Lubuk Palas
memiliki karakteristik berusia 52 tahun dan pendidikan terakhir S1. Peran
penyuluh sebagai fasilitator antara Dinas Perkebunan yang membuat dan
melaksanakan program peningkatan produksi kakao dengan petani yang memiliki
dan mengelola tanaman kakao.
4.6 Hasil dan Pembahasan
4.6.1 Analisis Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan dalam peningkatan
produksi kakao yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Asahan adalah : pelatihan, pendampingan petani, fungsi kelembagaan, bantuan
Universitas Sumatera Utara
49
sarana produksi, bantuan pengadaan peralatan penunjang untuk petani kakao, dan
bantuan modal.
4.6.1.1 Analisis Kondisi Eksisting Faktor Internal Dianalisis dengan Skor
Dari hasil kuisioner penelitian dan observasi diperoleh faktor internal
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan maka dilakukan skoring.
Skoring faktor internal bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan,
dimana jika nilai skor yang di peroleh 1 dan 2 maka menunjukkan kelemahan dari
faktor tersebut dan skor 3 dan 4 menunjukkan kekuatan dari faktor tersebut. Dari
hasil penelitian didapatkan hasil pada Tabel 8.
Tabel 8. Kondisi Eksisting Faktor Internal dengan Skor
No
1
2
3
4
5
Uraian
Pelatihan
Pendampingan Petani
Fungsi Kelembagaan
Bantuan Sarana Produksi
Bantuan Pengadaan Peralatan
Penunjang untuk Petani Kakao
6
Bantuan Modal
Sumber : Lampiran 8
Rata – rata Skor
4
2
3
4
4
4
Keterangan
Kekuatan
Kelemahan
Kekuatan
Kekuatan
Kekuatan
Kekuatan
Dari Tabel 8. Menjelaskan hasil penelitian faktor internal peningkatan
produksi kakao dimana yang menjadi kekuatan faktor internal adalah pelatihan,
fungsi kelembagaan, bantuan sarana produksi, bantuan pengadaan peralatan
penunjang untuk petani kakao, bantuan modal dan kelemahan faktor internal
adalah pendampingan petani. Faktor internal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
50
a. Pelatihan
Pelatihan memiliki skor 4 parameter yang ditentukan adalah Sekolah
Lapang dengan melakukan pembinaan kelompok melalui pemberian materi
tentang teknis budidaya kakao yang dilakukan selama 10 bulan ke petani,
merupakan kekuatan dalam faktor internal. Pelatihan merupakan kegiatan dari
program Peningkatan Produksi Kakao yang dilakukan Dinas Kehutanan dan
Pekebunan Kabupaten bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Provinsi ke petani
kakao untuk melatih keterampilan petani agar dapat meningkatkan produksi kakao
dan mampu mengenal juga mampu mengatasi masalah yang terdapat pada
tanaman kakao. Pada tahun 1999 proyek Program Pengendalian Hama TerpaduPerkebunan Rakyat (PHT-PR) dengan mengembangkan Sekolah LapangPengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) yang diselenggarakan oleh Balai
Pengembangan Proteksi Tanaman Perkebunan (BP2TP) pada tahun 2004 di Desa
Lubuk Palas menjadi salah satu Desa pengembangan proyek tersebut. Lembaga
Swadaya Masyarakat PANSU memperkuat petani kakao Desa Lubuk Palas dalam
menangani Hama PBK lewat teknik PsPSP Plus.( Sabirin, 2006)
Petani Desa Lubuk Palas sudah sangat berpengalaman dalam budidaya
tanaman kakao. Kemampuan petani dalam mengatasi hama sudah sangat baik dan
petani kakao mampu menciptakan bibit unggul tanaman kakao yaitu bibit RCL
(Rahmadi Clon Lubuk Palas). Pelatihan yang dilakukan pada saat ini hanya
sebatas sosialisasi program pemerintah dalam meningkatkan produksi kakao
nasional untuk meningkatkan ekspor biji kakao sehingga devisa bagi negara bisa
meningkat dan terpenuhinya kebutuhan biji kakao.
Universitas Sumatera Utara
51
b. Pendampingan Petani
Pendampingan petani merupakan salah satu faktor internal penelitian
memiliki skor 2 merupakan kelemahan faktor dengan parameter kurang baik
dengan indikator pendampingan yaitu : inventarisasi calon petani/calon lahan,
pelaksanaan intensifikasi tanaman, sambung samping, dll, dan pendampingan
kegiatan pelaksanaan GAP pada lahan masing – masing petani, pendampingan
pelaksanaan PsPSP yang dilakukan petani di kebun kakao petani seluruh calon
petani di lahan masing – masing. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Asahan, penyuluh lapangan dan tenaga pendamping petani tidak lagi melakukan
pendampingan petani ke lahan masing – masing petani.
Pendampingan petani diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan. Praktek – praktek dan penemuan – penemuan baru dalam
teknologi yang terkadang terdapat tidak jauh dari tempat tinggal petani atau yang
berasal dari daerah – daerah lain bahkan dari luar negeri yang diperkenalkan
kepada petani butuh pendampingan dalam penerapannya yang merupakan fungsi
dari penyuluh pertanian. Pendampingan petani merupakan fungsi dari penyuluh
pertanian yang menjadi koordinator semua program dan kebijaksanaan
pemerintah. Pendampingan petani diharapkan mampu memperbaiki cara bercocok
tanam, memelihara dan memetik hasil – hasil pertanian dengan teknologi yang
ada sehingga petani mampu meningkatkan hasil pertanian dan penghasilan
keluarganya. (Mubyarto, 1984)
c. Fungsi Kelembagaan
Fungsi kelembagaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi
kelembagaan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan dan
Universitas Sumatera Utara
52
Penyuluh Pertanian Kabupaten dari Kementerian Pertanian. Dari hasil wawancara
dengan reponden penelitian adapun fungsi dari kelembagaan Dinas Kehutanan
dan Perkebunan dan Penyuluh Lapangan Kabupaten yaitu: - sosialisasi kepada
kelompok tani/petani mengenai kebijakan intensifikasi kakao, - lembaga teknis
membuat program dan penyaluran/pemberian subsidi, - mengkoordinasikan
pelaksanaan kegiatan teknis dan administrasi peningkatan produksi kakao,
- melakukan pengawalan, pembinaan, pendampingan dan monitoring evaluasi
kegiatan teknis pengembangan tanaman kakao dan kelembagaaan petani. Untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik, para pejabat pelaksana di setiap daerah harus
mampu memahami latar belakang setiap program pemerintah sejauh program itu
menyangkut bidang tugasnya. Untuk menjamin agar para pelaksana tugas tersebut
mampu dengan cepat memahami maksud dan tujuan setiap program maka setiap
instruksi dan pedoman haruslah dibuat jelas dengan sistem dan patokan – patokan
tertentu.
Fungsi kelembagaan memiliki skor 3 merupakan kekuatan faktor
internal, ini menerangkan bahwa fungsi kelembagaan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Asahan dan Penyuluh Lapangan melaksanakan tugas
dengan baik ke petani/kelompok tani komoditi kakao. Salah satu syarat yang
harus dipenuhi para pejabat yang selalu berhubungan dengan petani adalah bahwa
mereka itu harus bersifat simpatik pada setiap persoalan yang dihadapi petani.
Pejabat tersebut juga harus mampu melayani keperluan petani, menerima dan
memperhatikan persoalan – persoalannya dan berusaha sejauh mungkin
membantu mengatasi persoalan – persoalan itu. (Mubyarto, 1984)
Universitas Sumatera Utara
53
d. Bantuan Sarana Produksi
Bantuan sarana produksi memiliki skor 4 merupakan kekuatan faktor
internal strategi peningkatan produksi kakao dengan parameter penelitian, ada
bantuan sarana produksi dan dilaksanakan. Pemerintah memberikan bantuan
pupuk bersubsidi dan bantuan obat – obatan/pestisida tanaman. Berdasarkan
Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Kakao Berkelanjutan 2015 pupuk yang
digunakan adalah pupuk majemuk (compound) non subsidi formula khusus,
dikemas dalam karung bertuliskan “ Pupuk Pengembangan Kakao APBN-P
2015”, pada karung ditulis nama provinsi, kandungan pupuk, berat bersih pupuk
perkemasan 50 kg, nama dan alamat penyedia dan produsen, berbentuk granule
(butiran)/tablet/briket dengan formula khusus dan diaplikasikan 1 (satu) kali yaitu
pada awal musim hujan. Pestisida menggunakan insektisida dan fungisida yang
efektif, efisien, terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian dengan dosis
sesuai anjuran, pemilihan pestisida didasarkan terhadap hasil pengamatan/
inventarisasi serangan hama dan penyakit yang dilaksanakan oleh kabupaten, dan
penggunaan perangkap Feromon untuk pengendalian hama PBK yang efektif,
terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian. Pemasangan perangkap harus
tepat waktu, kegiatan tersebut sebaiknya dikombinasikan dengan pemangkasan,
sanitasi, panen sering dan pemupukan (PsPSP). Desa Lubuk Palas yang tergabung
dalam kelompok diberi bantuan pupuk urea 150 kg/tahun/ha, SP36 pengganti TSP
100 kg/tahun/ha, KCL 75 kg/tahun/ha, ZA 100 kg/tahun/ha dan pupuk kandang.
e. Bantuan Pengadaan Peralatan Penunjang untuk Petani Kakao
Faktor internal bantuan pengadaan peralatan penunjang untuk petani
kakao memiliki skor 4 menjelaskan faktor ini merupakan kekuatan pada faktor
Universitas Sumatera Utara
54
internal. Berdasarkan Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Kakao
Berkelanjutan 2015 bantuan peralatan alat semprot (knapsack sprayer) dan
gunting galah 1 unit per hektar. Petani kakao mendapatkan bantuan alat semprot 1
unit perkelompok tani, 1 unit gunting galah dan 1 unit gergaji pangkas dengan
tahun yang beragam yaitu pada tahun 2004, 20011, 2012 dan 2015 ke petani yang
masuk ke kelompok tani binaan.
f. Bantuan Modal
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Dinas Kehutanan
dan Perkebunan dan Penyuluh Lapangan Kabupaten Asahan, bantuan modal
mendapatkan skor 4 menjelaskan bantuan modal merupakan kekuatan faktor
internal dengan parameter ada bantuan modal dan dilaksanakan. Penyediaan dana
APBN untuk intensifikasi kerja bagi petani peserta untuk intensifikasi tanaman
kakao, sebesar Rp. 750.000 per hektar dan diberikan sesuai dengan tahapan
pekerjaan yang telah diselesaikan oleh petani.
4.6.2 Analisis Faktor Eksternal
Faktor eksternal pada penelitian ini terdiri dari peluang dan ancaman
dalam peningkatan produksi kakao di Kabupaten Asahan adalah : pengalaman
berusahatani kakao, kemampuan petani mengatasi HPT, harga jual kakao
ditingkat petani, modal yang digunakan petani, luas lahan, permintaan kakao,
ketersediaan tenaga kerja, penggunaan bibit unggul, sarana pendukung dan
infrastruktur, dan pelaksanaan GAP (Good Agriculture Practice).
Universitas Sumatera Utara
55
4.6.2.1 Analisis Kondisi Eksisting Faktor Eksternal Dianalisis dengan Skor
Faktor eksternal hasil kuisioner penelitian dan observasi yang diperoleh
lalu di skoring. Skoring faktor eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi peluang
dan ancaman, dimana jika nilai skor yang di peroleh 1 dan 2 maka menunjukkan
ancaman dari faktor tersebut dan skor 3 dan 4 menunjukkan peluang dari faktor
tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan hasil pada Tabel 9.
Tabel 9. Kondisi Eksisting Faktor Eksternal dengan Skor
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Uraian
Pengalaman Berusahatani
Kemampuan Petani Mengatasi HPT
Harga Jual Kakao di Tingkat Petani
Modal yang Digunakan Petani
Luas Lahan
Permintaan Kakao
Ketersediaan Tenaga Kerja
Penggunaan Bibit Unggul
Sarana Pendukung dan Infrastruktur
Pelaksanaan GAP (Good
Agriculture Practice)
Sumber : Lampiran 9
Rata – rata Skor
4
3
4
4
3
3
4
4
1
2
Keterangan
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Peluang
Ancaman
Ancaman
Dari Tabel 9. Menjelaskan hasil penelitian faktor eksternal peningkatan
produksi komoditi kakao di Desa Lubuk Palas Kecamatan Silau Laut Kabupaten
Asahan dimana yang menjadi peluang faktor eksternal adalah pengalaman
berusahatani, kemampuan petani mengatasi HPT, harga jual kakao ditingkat
petani, modal yang digunakan petani, luas lahan, permintaan kakao, ketersediaan
tenaga kerja dan penggunaan bibit unggul dan ancaman faktor eksternal adalah
sarana pendukung dan infrastruktur dan pelaksanaan GAP (Good Agriculture
Practice). Faktor eksternal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
56
a. Pengalaman Berusahatani
Pengalaman berusahatani merupakan peluang faktor eksternal dengan
skor 4 dengan parameter > 15 tahun. Berdasarkan penilaian pengalaman tersebut
petani memiliki pengalaman yang cukup berpengalaman dalam mengendalikan
permasalahan tanaman kakao. Lamanya pengalaman yang dimiliki oleh petani
responden sangat berpengaruh baik terhadap pengambilan keputusan yang akan di
ambil petani dalam menjalankan usahatani dan merupakan salah satu faktor yang
dapat dikategorikan sebagai penunjang keberhasilan suatu usahatani. Pengalaman
berusahatani yang lama menunjukkan telah terbiasanya petani menghadapi
masalah – masalah yang beresiko berkaitan dengan usahatani yang dijalankan
sehingga lebih berpengalaman dalam menghadapinya.
b. Kemampuan Petani Mengatasi HPT
Serangan hama dan penyakit tanaman paling besar pengaruhnya dalam
produksi kakao. Hasil wawancara yang diperoleh dari petani bahwa menurunnya
produksi kakao umumnya disebabkan serangan hama dan penyakit tanaman
kakao.
Jenis Hama Pada Tanaman Kakao
50,00
92,31
34,62
Hama PBK
Hama HELOPELTIS
Hama ULAT
80,77
11,54
Sumber : Lampiran 9
84,62
Hama PB
Gambar 4. Jenis Hama Pada Tanaman Kakao
Universitas Sumatera Utara
57
Dari Gambar 4 berdasarkan hasil wawancara dan observasi di wilayah
petani hama yang menyerang tanaman kakao rakyat di Desa Lubuk Palas
Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan yang paling tinggi adalah PBK
(Penggerek Buah Kakao) sebesar 92,31 %, 84,62% serangan helopeltis, 80,77%
serangan penggerek batang, 50% serangan tupai, 34,62% serangan tikus dan
11,54% ulat kilan.
Gambar 5. Jenis penyakit pada tanaman kakao menjelaskan penyakit
yang tertinggi menyerang tanaman kakao 88,46% adalah penyakit busuk buah,
61,54% diserang oleh penyakit bercak daun dan kanker batang dan 30,77%
penyakit VSD (Vascular Streak Dieback).
Jenis Penyakit Pada Tanaman kakao
30,77
Penyakit VSD
61,54
Penyakit BBU
61,54 88,46
Penyakit BD
Penyakit KB
Sumber : Lampiran 9
Gambar 5. Jenis Penyakit Pada Tanaman Kakao
Kemampuan petani mengatasi HPT merupakan peluang dalam faktor
eksternal dengan skor 3 dimana parameter kemampuan petani mengatasi HPT 50
– 80%. Yang artinya petani kakao mampu mengatasi hama dan penyakit yang
menyerang tanaman kakao sebesar 50 – 80 % dimana dari keterangan ini dapat
kita ketahui petani memiliki kemampuan untuk mengatasi hama dan penyakit
tanaman kakao.
Universitas Sumatera Utara
58
c. Harga Jual Kakao di Tingkat Petani
Harga merupakan faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi
kakao. Harga jual kakao memiliki skor 4, merupakan peluang faktor eksternal
dengan parameter harga kakao diatas Rp. 30.000/kg. Pada saat penelitian harga
kakao terendah yang pernah dialami petani untuk kakao yang di fermentasi Rp
30.000/kg dan tertinggi Rp. 35.000/kg sedangkan biji kakao yang tidak
difermentasi harga terendah Rp. 5.000/kg dan yang tertinggi Rp.10.000/kg pada
pedagang pengumpul desa. Biji kakao yang difermentasi memiliki harga terendah
Rp.32.000/kg dan harga tertinggi Rp.38.000/kg sedangkan biji kakao yang tidak
di fermentasi memiliki harga terendah Rp. 8.000/kg dan harga tertinggi Rp.
32.000/kg pada pedagang kabupaten.
Tidak ada yang lebih menggembirakan petani produsen dari pada
diperolehnya harga yang tinggi pada waktu ia menjual produksinya. Harga baik
atau buruk (tinggi atau rendah) pada umumnya dilihat oleh petani dalam
hubungan dengan harga – harga saat panen sebelumnya. Masalah fluktuasi harga
hasil – hasil pertanian yang disebabkan oleh adanya fluktuasi musiman
merupakan fenomena yang biasa dalam kehidupan ekonomi pertanian. Variasi
harga merupakan sifat yang khas dari hasil – hasil pertanian. Perubahan harga
lebih besar di negara – negara yang belum maju disebabkan: 1) peranan sektor
pertanian masih sangat penting, 2) pemerintah dan sektor – sektor di luar
pertanian belum mampu untuk menyumbang pada stabilitas harga – harga hasil
pertanian itu. Karena harga hasil – hasil pertanian yang sangat besar fluktuasinya,
maka petani selalu berusaha untuk mencari harga – harga yang “baik”. Fluktuasi
harga yang terlalu besar merupakan penghambat pembangunan pertanian. Harga
Universitas Sumatera Utara
59
dan pendapatan yang rendah mengurangi semangat petani untuk berproduksi dan
sebaliknya harga dan pendapatan yang tinggi merangsang kaum tani.
(Mubyarto, 1984)
d. Modal yang Digunakan Petani
Modal merupakan faktor yang sangat penting bagi petani. Dalam
memelihara tanaman kakao, petani memerlukan modal dalam usahatani mereka
untuk mengelola lahan seperti untuk pembukaan lahan, pemberantasan hama dan
penyakit, untuk pemupukan tanaman dan lainnya. Modal yang digunakan petani
dalam budidaya kakao mendapat skor 4 dengan parameter 100% petani memakai
modal sendiri dan pinjaman. Petani mendapat modal bantuan dari pemerintah
dalam mengusahakan tanaman kakao. Modal bantuan yang diperoleh petani yaitu
modal pemerintah yang disalurkan melalui program rehabilitasi tanaman kakao.
Petani kakao yang memakai modal sendiri sebesar 100%. Petani kakao
yang memakai modal pinjaman dalam memelihara tanaman kakao setelah ditanam
ada 50% dan 69,23% petani kakao di Desa Lubuk Palas menggunakan bantuan
pemerintah yang digunakan untuk meningkatkan produksi komoditi kakao petani.
Modal adalah uang tidak dibelanjakan, jadi disimpan untuk kemudian
diinvestasikan. Modal merupakan salah satu faktor produksi dalam pertanian di
samping tanah, tenaga kerja dan pengusaha, sedangkan kredit tidak lain dari pada
suatu alat untuk membantu penciptaan modal itu. Ada petani yang dapat
memenuhi semua keperluan modalnya dari kekayaan yang dimilikinya, bahkan
petani kaya dapat meminjamkan modal kepada petani lain yang memerlukan.
Tetapi secara ekonomi dapatlah dikatakan bahwa modal pertanian dapat berasal
dari milik sendiri atau pinjaman dari luar. (Mubyarto, 1984)
Universitas Sumatera Utara
60
e. Lahan
Lahan merupakan faktor utama dalam budidaya kakao karena tanaman
kakao dibudidayakan pada lahan. Desa Lubuk Palas memiliki luas lahan 3.309 ha
yang digunakan untuk tanaman perkebunan seluas 3.252 ha. Luas lahan tanaman
kakao rata – rata petani 0,8 ha dan pada umumnya lahan tersebut adalah lahan
milik petani. Skor luas lahan yang diperoleh adalah 3 merupakan peluang bagi
faktor eksternal dengan parameter luas lahan 0,6 – 1 ha yang artinya luas lahan
yang dimiliki petani masih memungkinkan untuk usaha tani kakao. Luas lahan
komoditi kakao di Desa Lubuk Palas menurun akan tetapi masih ada petani yang
mempertahankan lahan kakao. Menurunnya luas lahan kakao di Desa Lubuk Palas
merupakan faktor yang sangat penting untuk di perhatikan sebab komoditi
pertanian dibudidayakan di lahan agar berproduksi.
f. Permintaan Kakao
Permintaan kakao merupakan peluang bagi peningkatan tanaman kakao.
Permintaan kakao terus meningkat karena semakin meningkatnya kebutuhan
kakao dunia untuk konsumsi. Kakao dapat menghasilkan coklat yang banyak
digemari sebagai bahan makanan. Permintaan kakao lebih besar dibandingkan
tersedianya kakao yang ada. Permintaan kakao di Desa Lubuk Palas diharapkan
dapat mencapai > 1 ton, sementara jika buah kakao dalam kondisi baik kakao
yang mampu tersedia di Desa Lubuk Palas sekitar 500 kg - < 1 ton. Permintaan
kakao memiliki skor 3 merupakan peluang faktor eksternal dengan parameter
tinggi dan tidak kontiniu. Kondisi ini menjelaskan bahwa permintaan kakao selalu
tinggi sedangkan ketersediaan pkakao tidak selalu mampu memenuhi permintaan,
ini menunjukkan produksi komoditi kakao masih memiliki peluang untuk
Universitas Sumatera Utara
61
ditingkatkan. Sebab itu peningkatan produksi kakao sangat penting agar kakao
yang di butuhkan tersedia setiap saat.
g. Tenaga Kerja
Dalam usahatani tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang
utama, maka yang dimaksudkannya adalah mengenai kedudukan si petani dalam
usahataninya. Petani dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja,
tapi lebih dari pada itu. Petani adalah pemimpin usahatani yang mengatur
organisasi produksi secara keseluruhan. Petani memutuskan berapa pupuk akan
dibeli dan digunakan, berapakali tanah dibajak dan diratakan, berapa kali rumput
– rumput akan dibersihkan dan bah