CL Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang

CL Praktikum TPP (Teknologi Pengolahan Pangan)
BLANSING


Prinsip:
Proses termal yang merupakan perlakuan pendahuluan dengan air panas atau uap air pada suhu
85-90oC.



Tujuan:
- Menginaktifkan enzim
- Mengurangi gas antar sel
- Memperbaiki tekstur
- Menurunkan jumlah mikroba awal
- Mempermudah pengisian pada proses pengalengan
- Menaikkan suhu awal sebelum proses selanjutnya




Metode:
1. Water Blansing  Merebus dengan memasukkan bahan ke air dengan suhu 85-90 oC.
2. Steam Blansing  Perlakuan pendahuluan dengan proses termal dengan menggunakan uap air
panas, suhu 75-95oC.



Fungsi Natrium Metabisulfit:
- Mencegah terjadinya pencoklatan, dengan mengikat zat fenolase pada apel
- Mengaktivasi enzim
- Mencegah oksidasi dengan menurunkan gas antar ruang sel
- Memperbaiki tekstur dan menaikkan suhu bahan



Kelebihan dan Kekurangan:
1. Water Blansing:
(+) Dapat ditambahkan bahan-bahan yang diperlukan, misalnya gula dan garam

(+) Biaya operasional rendah
(-) Kehilangan komponen yang larut air
(-) Air yang digunakan merupakan pertumbuhan yang baik untuk mikroba
2. Steam Blansing:
(+) Kehilangan komponen larut air sedikit
(-) Tidak dapat ditambahkan bahan-bahan lain



Faktor yang Mempengaruhi Blansing:
1. Sifat bahan  adanya senyawa volatil dan larut air
2. Tujuan dari blansing  inaktivasi enzim dan perlakuan pendahuluan sebelum pengalengan
3. Biaya
4. Peralatan yang tersedia



Rumus Penyusutan =

Berat Awal−Berat Akhir

X 100
Berat Awal

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang

PASTEURISASI
 Pasteurisasi merupakan proses termal dengan suhu sedang yang diberikan pada produk pangan
di bawah suhu 100oC dengan waktu bervariasi dari 0,5 detik – 30 menit.


Prinsip:
Memperpanjang daya simpan atau masa simpan produk pangan dengan mematikan sebagian
bakteri pembusuk dan seluruh bakteri patogen serta menginaktivasi enzim yang terdapat pada
produk pangan.



Tujuan:
- Membunuh mikroba vegetatif tertentu terutama patogen

- Inaktivasi sel vegetatif / spora
- Inaktivasi enzim, sehingga daya simpan produk pangan meningkat mulai dari beberapa hari
seperti susu hingga beberapa gula pada buah dan tetap menjaga perubahan karakteristik
sensoris dan nutrisi produk yang minimum.



Faktor:
- Suhu pemanasan
- Jenis produk pangan yang diproses
- Waktu pemanasan
- Media penghantar panas
- pH produk
- Resistensi mikroba



Karakteristik produk pangan yang dapat di pasteurisasi yaitu bahan pangan yang tidak
tergelatinisasi, berwujud cair, tidak stabil terhadap pemanasan, ex: jus buah, susu, santan.




Proses pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme vegetatif dan hampir semua bakteri
pembentuk spora. Produk pasteurisasi harus dikemas dan disimpan pada suhu rendah dengan
penambahan pengawet, pengemasan atmosfer termodifikasi, pengaturan pH / pengaturan
aktivitas air untuk miminimalkan pertumbuhan mikroba.



Kecukupan suhu yang digunakan dipengaruhi oleh pH, cita rasa, warna, dan vitamin pada
produk pangan. Kecukupan panas ini ditentukan oleh nilai D dari enzim dan mikroba yang paling
tahan terhadap panas yang ada dalam produk pangan tersebut.
Ex: Pasteurisasi susu didasarkan pada D 60 dan reduksi 12 siklus log mikroba Clostridium burnet,
nilai D yang diperoleh dari berbagai suhu pemanasan diplotkan pada sumbu Y dan suhu pada
sumbu X, maka akan diperoleh persamaan logaritmik.



Peningkatan suhu yang diperlukan untuk mendapatkan 1 nilai D disebut nilai Z. nilai Z dinyatakan
dengan satuan oC / oF. Nilai D dan nilai Z adalah spesifik bergantung pada jenis mikroba, jenis

bahan, dan komponen bahan.



Metode pasteurisasi dirancang supaya produk dapat mencapai suhu dan lama proses yang
disyaratkan. Sistemnya dibagi menjadi 2 taitu sistem batch dan kontinyu. Sementara metodenya
dibagi menjadi LTLT (Low Temperature Long Time), HTST (High Temperature Short Time), dan UHT
(Ultra High Temperature) atau Flash Pasteurisasi.

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang
1. LTLT: Merupakan proses pasteurisasi dengan suhu rendah waktu lama yaitu proses
pemanasan susu pada suhu 61oC selama 30 menit. Ex: Pasteurisasi sari kedelai.
2. HTST: Merupakan proses pasteurisasi dengan suhu tinggi waktu singkat yaitu proses
pemanasan selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 75 oC dengan alat plate heat exchancger.
Ex: Pasteurisasi jus buah.
3. UHT atau Flash pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada suhu 131 oC selama 0,5
detik. Ex: Pasteurisasi pada susu, pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi untuk
menghasilkan perputasan dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas.



Rumus:
F0 = t. 10

(T-65,5)/Z

t = waktu dalam menit
T = suhu yang dicapai saat (t) dalam oC
Z = tergantung target mikroba yang akan dibunuh

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang

STERILISASI


Prinsip:
Mematikan mikroorganisme yang tidak diinginkan dengan proses termal untuk menjaga
keamanan dan memperpanjang umur simpan.




Tujuan:
- Membunuh semua mikrooganisme yang dapat tumbuh dalam bahan pangan dalam kondisi
suhu ruang dan bersifat pathogen
- Memperpanjang umur simpan



Metode:
1. Sterilisasi Total  Digunakan untuk alat kedokteran, semua alat harus steril, suhu yang
digunakan lebih tinggi dari sterilisasi komersial.
2. Sterilisasi Komersial  Digunakan untuk bahan pangan, tidak semua mikroorganisme mati,
spora masih ada, suhu yang digunakan 121,1 oC. Kelemahannya yaitu penggunaan suhu tinggi
yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti kerusakan senyawa nutrisi,
pembentukan senyawa atau komponen toksin, dan perubahan karakteristik.



Penggunaan Medium dalam Sterilisasi:

Pemberi cita rasa atau bumbu, dapat menghantarkan panas
Ex Medium: gula, garam



Fungsi Exhausting:
- Mengeluarkan udara dalam mencegah pemuaian berlebihan ketika kemasan dan produk
pangan dipanaskan
- Mencegah korosi dan perubahan oksidatif produk pangan



Pengaruh Sterilisasi Produk Pangan:
- Perubahan warna  perubahan pigmen dalam bahan pangan dan reaksi pencoklatan, maillard,
dan karamelisasi
- Perubahan bau dan cita rasa
- Perubahan tekstur dan viskositas
- Perubahan nilai gizi dan daya cerna meningkat




Faktor-Faktor yang Berpengaruh:
1. Faktor Intrinsik
- pH  pH < 4,5 memiliki daya awet tinggi, makanan dengan pH 4,5-7,5 rentan mikroba
pembusuk dan pembentukan toksin.
- AW (Aktivitas Air) tinggi  mudah rusak
- Tekanan Oksidasi / Potensi Oksidasi Reduksi  Mikroorganisme aerobik membutuhkan O2
(Oksigen), kalau anareobik tidak bisa hidup jika ada O 2 (Oksigen).
- Komposisi Nutrisi Substrat  Makanan dengan nutrisi yang tinggi merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroba.
- Anti Mikroba  Dapat ditambahkan / sudah ada secara alami pada bahan pangan tersebut.
2. Faktor Ekstrinsik
- Suhu  Mikroorganisme Psycotrop dan Psycrofil tumbuh baik pada suhu -7–10 oC,
Mesofil 25-40oC, Termofil 55-65oC.

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang
- RH (Kelembaban udara)  RH tinggi makanan cepat rusak karena air yan terserap pada bahan
pangan menjadi tempat media tumbuh mikroba.
- Jenis dan Konsentrasi Gas  Gas tertentu bisa mengawetkan, ex: CO2.

- Radiasi  Dapat merusak dan mendestruksi mikroba.

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang

PENDINGINAN
 Pendinginan merupakan metode pengawetan bahan dengan suhu di atas titik beku dan di bawah
suhu normal, suhu yang biasa digunakan yaitu -1 – 8 oC.


Prinsip:
Pendinginan mekanik menggunakan refrigerator, selama pendinginan bahan melepaskan panas
sensible. Panas ini akan digunakan refrigerant untuk melakukan perubahan fase dalam system
pendinginan.



Sistem: Evaporator & Kondensor



Tujuan:
- Menghambat aktivitas enzim
- Menghambat mikroorganisme mesofil dan termofil
- Produksi etilen untuk memperpanjang umur simpan
- Mempertahankan kualitas produk pangan dengan parameter warna, tekstur, rasa, dan aroma
serta nutrisi



Produk yang sesuai diawetkan dengan pendinginan yaitu sayur dan buah-buahan non-tropis,
produk hasil pengolahan dengan metode pasteurisasi.
 -1 – 1oC : ikan, daging, sosis
 0 – 5oC : daging kaleng pasteurisasi, pasta, yoghurt
 0 – 8oC : daging & ikan olahan, mentega, margarine, keju



Faktor:
- Faktor pendiginan
- Metode pendinginan
- Karakteristik bahan
- Kecepatan sirkulasi zat pendingin



Metode:
- Pendinginan vacuum
- Cooling room
- Air blast cooling
- Pendinginan kriogenik
- Hidorocooling
- Pendinginan dengan es



Perubahan Karakteristik produk selama pendinginan yaitu perubahan tekstur, warna, berat,
penampakan, aroma, dan cita rasa.

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang

PEMBEKUAN
 Pembekuan merupakan pengawetan bahan pangan dengan menyimpan dan mempertahankan
suhu pada titik beku produk.


Prinsip:
Bahan dipaparkan ke temperature dingin maka bahan akan kehilangan panas akibat ada laju
pindah panas yang terjadi dari bahan ke medium bertemperatur rendah di sekitarnya.



Tujuan:
Pengawetan bahan panagn dalam keadaan beku untuk menginaktivasi enzim dan mengurangi
Aw (aktivitas air) bahan sehingga aktivitas mikroba menurun dan kerusakan pada bahan pangan
dapat dihambat.



Produk yang biasa dibekukan adalah produk yang mudah mengalami kerusakan tetapi tidak
rusak pada suhu pembekuan -12 – -24 oC. Ex: es krim, nugget, sayuran kecil (polong, wortel
potong, pipilan jagung).



Thawing  Dalam proses pembekuan dikenal thawing. Thawing merupakan proses pencairan
baahn-bahan yang telah dibekukan dengan tujuan reabsorbsi cairan oleh dinding sel dan
mengurangi kerusakan tekstur.



Jenis:
1. Pembekuan Cepat
2. Pembekuan Lambat



Metode:
1. Penggunaan udara dingin
2. Kontak tidak langsung (Freon, ammonia)
3. Perendaman / pencelupan / penyemprotan cairan pendingin



% Penyusutan =



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembekuan:
- Waktu penyimpanan
- Perlakuan sebelum pembekuan
- Kelembaban udara
- Mutu bahan
- Sifat bahan
- Metode & kecepatan pembekuan

Berat Awal−Berat Akhir
X 100
Berat Awal

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang

PENGGORENGAN


Prinsip:
Proses pemasakan menggunakan minyak/lemak sebagai media transfer panas pada proses
penggorengan terjadi pemindahan air dari produk dan transfer panas dari permukaan
penggorengan ke medium serta dari medium ke medium pemanas permukaan bahan pangan.



Metode Berdasarkan Medium yang Dipakai:
1. Minyak
a) Shallow Frying  Pemanasan searah, lebih murah, terbentuk crush/ tekstur yang renyah di
pinggir karena rongga kosong yang ditinggalkan oleh air diisi minyak, menggunakan sedikit
minyak. Kelebihan: Lebih cepat dan optimal, cocok untuk bahan yang cepat matang, bentuk
datar dan teratur. Ex: omelet, pancake.
b) Deep Fat Frying  Suhu tinggi antara 170 – 220oC, seluruh permukaan bahan terendam
minyak, transfer panas optimal dari segala arah, terbentuk crush, penguapan air optimal dan
mengurangi absorbs air, ukuran berbeda. Ex: kentang goring.
c) Vacuum Frying  merupakan metode penggorengan pada kondisi vakum sehingga titik didih
minyak yang awalnya 110 – 200 oC menjadi 80 – 100oC. Kelebihan: Warna tidak gosong,
nutrisi tidak banyak yang hilang, mempertahankan flavor dan aroma, sesuai untuk produk
dengan kadar air tinggi, ex: buah-buahan. Kelemahan: alat mahal, biaya listrik tinggi, boros
minyak.
2. High Stability Shortening  Merupakan lemak padat dari campuran minyak nabati yang
mengalami hidrogenasi parsial atau campuran minyak nabati dan hewani.
Tujuan: untuk memperbaiki cita rasa dan aroma
Hidrogenasi Parsial merupakan penambahan gugus H pada lemak nabati sehingga wujudnya
padat pada suhu ruang dan daya simpan lebih lama. Ex: mentega, margarine.
3. Pasir  Produk mengalami susut berat karena mengalami penguapan air tanpa ada bahan
lain yang menggantikan, cepat terbentuk crush, sehingga uap air yang dihasilkan tidak dapat
mengalir keluar secara sempurna dan pengembangan tidak maksimal. Sangat cocok untuk
bahan dengan kadar iar rendah seperti kacang-kacangan dan biji-bijian.



Mekanisme Pengembangan karena Kehilangan Air:
1. Kerupuk mengandung pati yang tinggi, sebagian proses gelatinisasi pati terjadi saat proses
pengukusan dan dilanjutkan saat penggorengan sehingga kerupuk mengembang.
2. Keripik tidak mengandung tambahan pati (tanpa tepung), proses gelatinisasi terjadi saat
penggorengan saja.



Fungsi Penambahan Natrium Bisulfit:
- Untuk mempertahankan warna pada bahan pangan
- Utuk menginaktivasi enzim pada bahan pangan, ex: fenolase



Pada penggorengan vakum, penyerapan minyak pada bahan hanya sedikit karena adanya
pembekuan pada apel yang mengakibatkan adanya Kristal es. Proses Kristal es pada apel terlebih
dahulu mencair kemudian minyak masuk hanya sedikit ke bahan pangan.

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang
Berat Awal−Berat Akhir
X 100
Berat Awal



% Penyusutan =



Faktor yang Mempengaruhi Lama Waktu Proses Penggorengan:
- Jenis bahan
- Temperatur minyak
- Metode penggorengan
- Ketebalan bahan

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang

PENGGARAMAN


Prinsip:
Pengolahan dengan konsentrasi garam tinggi sehingga bahan menjadi lebih awet karena garam
menyerap air dalam tubuh ikan karena proses osmosis dan bersifat bakteriostatik. Kandungan
tertinggi dari garam adalah NaCl dimana Na + bersifat higroskopis dan Cl- bersifat toksik untuk
membunuh bakteri hingga 105 cfu/gr yang ada pada ikan/sampel.



Tujuan:
- Untuk mengawetkan bahan pangan
- Menambah flavor dan cita rasa
- Menambah nilai ekonomis
- Diversifikasi produk
- Meningkatkan nilai gizi



Fungsi  Mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik dan kadar
air yang rendah.



Faktor yang Mempengaruhi Penggaraman:
1. Tingkat Kemurnian Garam 95% NaCl:
a) Mengandung Elemen Mg & Ca  Garam akan lambat menembus masuk ke dalam daging
ikan, sehingga proses pembusukan tetap berjalan selama proses. Ikan asin yang dihasilkan
bersifat higroskopis.
b) Mengandung CaSO4 0,5-1%  Produk akan berdaging putih / pucat, kaku, agak pahit.
c) Mengandung MgCl2 / MgSO4  Produk agak pahit.
d) Mengandung Fe & Cu  Ikan asin akan berwarna kuning / coklat kotor.
e) Mengandung CaCl2  Ikan asin berwarna putih, keras, dan mudah pecah.
2. Kadar Lemak Ikan  Lemak menghambat keluarnya air dan masuknya garam.
3. Ketebalan Daging Ikan  Semakin tebal daging maka penetrasi garam akan semakin rendah.
4. Faktor Kesegaran Ikan  Kesegaran ikan yang rendah akan mengakibatkan penetrasi garam
semakin tinggi karena struktur daging ikan sudah banyak yang rusak sehingga garam mudah
masuk.
5. Temperatur Ikan  Temperatur yang tinggi menyebabkan penetrasi garam semakin cepat
namun juga cepat rusak karena bakteri juga tumbuh semakin cepat.
6. Konsentrasi Garam  semakin tinggi perbedaan konsentrasi garam dengan tubuh ikan maka
penetrasi garam akan semakin cepat, namun produk yang dihasilkan juga akan terlalu asin.



Kyuring  Merupakan proses pengolahan pangan pada daging dengan penambahan bahan
garam nitrit. Penambahan nitrit bertujuan untuk membunuh Clostridium botulinum (pada
konsentrasi 120-200 ppm) dan mempertahankan warna bahan.



Mekanisme  Nitrit dalam daging membentuk Nitrit Oksida (NO) yang bereaksi dengan Heme
dari Mioglobin membentuk Nitrosomioglobin yang berwarna merah muda.

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang

PENGAWETAN DENGAN GULA
Prinsip:
Mengawetkan bahan dengan cara menurunkan kadar air dan pH dengan penambahan gula
konsentrasi tinggi dan asam sorbet sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Tujuan:
- Menghasilkan produk dengan daya simpan lama
- Memiliki struktur dan tekstur tertentu seperti membentuk struktur matriks gel 3 dimensi pada
selai
- Menaikkan nilai jual sebagai bentuk diversifikasi produk
Faktor yang Mempengaruhi:
1. Kematangan Buah:
 Muda  Belum terbentuk pektin dan masih dalam bentuk protopektin yang tidak larut dalam
air, sehingga sulit membentuk gel (lemah) dan daya oles rendah.
 Setengah Matang  Protopektin dihidrolisis menjadi pectin oleh enzim metil esterase,
sehingga terbentuk gel yang plastis dan daya oles yang baik.
 Matang  Pektin terhidrolisis menjadi Asam galakturonat, sehingga gel terbantuk sangat kuat
dan cenderung menggumpal, serta memiliki daya oles rendah (putus-putus).
2. Penambahan Pektin dari Luar  Bertujuan untuk mengatasi gagalnya pembentukan gel pada
proses pembuatan selai dengan kadar pectin yang rendah. Ex: Penambahan papaya pada
selai nanas.
3. Kadar Gula  Penambahan gula akan membentuk matriks gel 3 dimensi yang akan
memerangkap air. Kadar gula yang tinggi akan membentuk gel yang kuat, cenderung padat
sehingga sulit dioles (daya oles rendah). Kadar gula yang rendah akan membentuk gel yang
rapuh dengan daya oles yang rendah (putus-putus).
4. Keasaman (pH)  Penamabahan asam yang tinggi akan membentuk gel yang menggumpal
atau sangat padat karena pH rendah akan merusak gel dan adanya hidrolisis pektin. Asam
yang rendah akan membentuk gel yang encer karena tidak mampu memerangkap cairan
serabut gel yang rendah/lemah.
5. Proses Pemasakan:
 Suhu  Suhu pemasakan 100 – 105 oC, suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan rusaknya
gel atau tidak terbentuk gel dan komponen asam rusak.
 Waktu  Semakin lama proses pemasakan akan menyebabkan berkurangnya aroma, warna,
dan terjadinya hidrolisis pektin, sehingga menghasilkan gel yang kental dan keras (kuat),
sebaliknya semakin cepat proses pemasakan akan membentuk gel yang rendah.
 Cara  Proses pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan campuran dan membentuk
struktur gel. Kalau pengadukan terlalu cepat dapat menimbulkan gelembung yang merusak
tekstur dan penampakan akhir.
Mekanisme Terbentuknya Gel:
Gula dan pektin mula-mula terdispersi dalam air membentuk koloid hidrofilik, dengan adanya
asam akan membentuk ikatan hydrogen yang mengubah bentuk rantai polimer pectin dan gula

Wahyu Erwin Firmansyah
THP – FTP – UB - Malang
yang semula lurus menjadi matriks gel 3 dimensi yang mampu memerangkap air. Konsentrasi
gula, asam, dan pektin harus seimbang agar terbentuk gel yang baik.