FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH. docx
MAKALAH
Perlindungan Anak & Perempuan
(kekrasan dalam rumah tangga)
HENDRIEANTO PRATAMA P
09400214
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
TAHUN 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT bahwa saya telah menyelesaikan
artikel yang berjudul: Kekerasan pada istri dalam rumah tangga Walaupun masih jauh dari
kesempurnaan, namun saya bersyukur dapat selesai tepat waktu dan untuk itu kami
mengharapkan saran yang bersifat mem-bangun untuk perbaikan artikel ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami tentang kekerasan dalam rumah tangga.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai referensi yang berpengetahuan tentang
pemahaman
tentand
hukum
perlindungan
anakdanperempuan
Adapun maksud dan tujuan menyusun makalah ini adalah untuk melengkapi dan
menyelesaikan tugas yang diberikan pada mata kuliah Hukum perlindungan anak dan
perempuan. Penulis berharap agar makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi penulis
dan para pembaca makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan.Dengan
segala kerendahan hati kami berharap artikel ini berguna dan bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................ i
Daftar Isi ................................................................. ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Tujuan Penulisan...................................................................................................
II. PEMBAHASAN..................................................................................................
A. Kekerasan Terhadap Perempuan...........................................................................
B. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan..................................................
C. Faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan pada istri dalam
Rumah tangga............................................................................................................
D. Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga.............................................
III. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
Kesimpulan ....................................................................................................
Saran .............................................................................................................
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang
serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum
karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak
kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan terjaga
privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga , ketiga: tindak
kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga,
keempat: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu
perkawinan.
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada
umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga,
sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal
(ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa
menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku
bangsa.Perspektif gender beranggapan tindak kekerasan terhadap istri dapat dipahami melalui
konteks sosial. Menurut Berger (1990), perilaku individu sesungguhnya merupakan produk
sosial, dengan demikian nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat turut membentuk
prilaku individu artinya apabila nilai yang dianut suatu masyarakat bersifat patriakal yang
muncul adalah superioritas laki-laki dihadapan perempuan, manifestasi nilai tersebut dalam
kehidupan keluarga adalah dominasi suami atas istri.Mave Cormack dan Stathern
menjelaskan terbentuknya dominasi laki-laki atas perempuan ditinjau dari teori nature and
culture. Dalam proses transformasi dari nature ke culture sering terjadi penaklukan. Laki-laki
sebagai culture mempunyai wewenang menaklukan dan memaksakan kehendak kepada
perempuan (nature). Secara kultural laki-laki ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari
perempuan, karena itu memiliki legitimasi untuk menaklukan dan memaksa perempuan. Dari
dua teori ini menunjukkan gambaran aspek sosiokultural telah membentuk social structure
yang kondusif bagi dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga mempengaruhi prilaku
individu dalam kehidupan berkeluarga.
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan
yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada istri
yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon masyarakat
terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan. Istri memendam sendiri
persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan
yang keliru, suami dominan terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi
sosial paling kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup
dari jangkauan kekuasaan publikCampur tangan terhadap kepentingan masing-masing rumah
tangga merupakan perbuatan yang tidak pantas, sehingga timbul sikap pembiaran
(permissiveness) berlangsungnya kekerasan di dalam rumah tangga. Menurut Murray A.
Strause (1996), bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan moralitas pribadi dalam
rangka mengatur dan menegakkan rumah tangga sehingga terbebas dari jangkauan kekuasaan
publik.
Di Indonesia data tentang kekerasan terhadap perempuan tidak dikumpulkan secara
sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis perempuan, menunjukkan
adanya peningkatan tindak kekerasan terhadap perempuan,. Menurut Komisi Perempuan
(2005) mengindikasikan 72% dari perempuan melaporkan tindak kekerasan sudah menikah
dan pelakunya selalu suami mereka. Mitra Perempuan (2005) 80% dari perempuan yang
melapor pelakunya adalah para suami, mantan suami, pacar laki-laki, kerabat atau orang tua,
4,5% dari perempuan yang melapor berusia dibawah 18 tahun. Pusat Krisis Perempuan di
Jakarta (2005); 9 dari 10 perempuan yang memanfaatkan pelayanan mengalami lebih dari
satu jenis kekerasan (fisik, fisiologi, seksual, kekerasan ekonomi, dan pengabaian), hampir
17% kasus tersebut berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi perempuan.Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rifka Annisa Womsis Crisis Centre (RAWCC, 1995) tentang kekerasan
dalam rumah tangga terhadap 262 responden (istri) menunjukan 48% perempuan (istri)
mengalami kekerasan verbal, dan 2% mengalami kekerasan fisik. Tingkat pendidikan dan
pekerjaan suami (pelaku) menyebar dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi (S2);
pekerjaan dari wiraswasta, PNS, BUMN, ABRI. Korban (istri) yang bekerja dan tidak bekerja
mengalami kekerasan termasuk penghasilan istri yang lebih besar dari suami (RAWCC,
1995)Hasil penelitian kekerasan pada istri di Aceh yang dilakukan oleh Flower (1998)
mengidentifikasi dari 100 responden tersebut ada 76 orang merespon dan hasilnya 37 orang
mengatakan pernah mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan berupa
psikologis (32 orang), kekerasan seksual (11 orang), kekerasan ekonomi (19 orang),
kekerasan fisik (11 orang). Temuan lain sebagian responden tidak hanya mengalami satu
kekerasan saja. Dari 37 responden, 20 responden mengalami labih dari satu kekerasan,
biasanya dimulai dengan perbedaan pendapat antara istri (korban) dengan suami lalu muncul
pernyataan-pernyataan yang menyakitkan korban, bila situasi semakin panas maka suami
melakukan kekerasan fisik.
Dari penelitian ini terungkap bahwa sebagai suami yang melakukan tindak kekerasan
kepada istri meyakini kebenaran tindakannya itu, karena prilaku istri dianggap tidak menurut
kepada suami, melalaikan pekerjaan rumah tangga, cemburu, pergi tanpa pamit. Hal ini
diyakini oleh pihak istri, sehingga mereka mengalami kekerasan dari suaminya dan
cenderung diam tidak membantah.
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak pada
kesehatan reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto (1996), dikatakan secara psikologi
tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga menyebabkan gangguan emosi, kecemasan,
depresi yang secara konsekuensi logis dapat mempengaruhi kesehatan reproduksinya.
Menurut model Dixon-Mudler (1993) tentang kaitan antara kerangka seksualitas atau gender
dengan kesehatan reproduksi; pemaksaan hubungan seksual atau tindak kekerasan terhadap
istri mempengaruhi kesehatan seksual istri. Jadi tindak kekerasan dalam konteks kesehatan
reproduksi dapat dianggap tindakan yang mengancam kesehatan seksual istri, karena hal
tersebut menganggu psikologi istri baik pada saat melakukan hubungan seksual maupun
tidakdari latar belakang ini, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai tindakan
kekerasan pada istri dalam rumah tangga berdampak terhadap kesehatan reproduksi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum: mampu memahami secara menyeluruh tentang tindak kekerasan pada istri
dalam rumah tangga dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi perempuan serta
implikasi keperawatan yang dapat diberikan.
2. Tujuan Khusus:
a. Dapat mengidentifikasi bentuk tindakan kekerasan dan kategori pada istri dalam rumah
tangga.
b. Dapat menjelaskan faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan dalam rumah
tangga.
c. Memperoleh persepsi istri terhadap tindakan kekerasan yang dialaminya.
d. Dapat menjelaskan dampak tindak kekerasan pada istri terhadap kesehatan repro-duksinya.
e. Dapat mengetahui adanya issu tentang kekerasan dalam rumah tangga
f. Dapat mengimplikasikan peran perawat dalam melakukan pendampingan korban tindak
kekerasan dalam rumah tangga
II. PEMBAHASAN
A.Kekerasan Terhadap Perempuan
Dasar pertanyaan,jika ada soerang suami selingkuh lalu si istri tahu, apakah termasuk
kategori kekerasan terhadap perempuan? “Dua dari tiga orang perempuan menjawab
pertanyaan tersebut adalah tidak termasuk kekerasan terhadap perempuan, karena asumsi dan
dua orang perempuan tersebut kekerasan dua orang perempuan tersebut kekerasan terhadap
perempuan adalah kekerasan yang bersifat fisik. Apakah anda setuju dengan jawaban 2 orang
perempuan tersebut? Yang bagaimanakah kategori kekerasan terhadap perempuan?
Kekerasan terhadap perempuan (kekerasan fisik, psikologis, sesksual, sosial, dan ekonomi)
akan memberikan dampak psikologis ini tidak di tanggulangi dengan baik akan merugikan
berbagai pihak yaitu individunya sendiri, keluarga dan masyarakat. berbagai kekerasan
terhadap perempuan seingkali di sembunyikan dan di tutup-tutupi karena berbagai alas an
karena merasa aib atau mendapat tekanan atau ancaman dari pihak pelaku. Kekerasan
terhadap perempuan biasanya berkaitan dengan masalah kesehatan dan hak asasi manusia.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang berkaitan atau mungkin
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan, secara fisik, seksual, psikologis,
ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan perampasan kebebasan baik yang terjadi di
lingkungan masyarakat maupun di lingkungan rumahtangga(DepkesRI,2006).Kekerasan
dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Adapun yang termasuk lingkup rumah tangga adalah :
Suami, Istri dan anak.
Orang – orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri dan anak, kanrea
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga, dan atau.
Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
BENTUK – BENTUK KEKERASAN
1. Bentuk – bentuk kekerasan terhadap perempuan di lingkungan masyarakat.
· Perdagangan perempuan (Trafficking)
· Pelecehan seksual di tempat kerja / umum.
· Pelanggaran hak-hak repdoduksi.
· Perkosaan, pencabulan.
· Kebijakan / Perda yang diskriminatif / represif.
· Aturan dan praktek yang merampas kemerdekaan perempuan di lingkungan masyarakat.
2. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dilingkungan rumah tangga.
· Kekerasan fisik, psikis dan seksual (KDRT)
· Pelanggaran hak-hak reproduksi.
· Penelantaran ekonomi kekeluarga (KDRT)
· Inses (KDRT)
· Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (KDRT)
· Ingkar janji / kekerasan dalam pacaran.
· Pemaksaan aborsi oleh pasangan.
· Kejahatan perkawinan (Poligami tanpa izin) atau kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Jenis – jenis Kekerasan
Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dalam bentuk :
3. Tindak kekerasan fisik: yaitu tindakan yang bertujuan untuk melukai, menyiksa atau
menganiaya orang lain, dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau
dengan alat-alat lain. Bentuk kekerasan fisik yang dialami perempuan, antara lain: tamparan,
pemukulan, penjambakan, mendorong secara kasar, penginjakan, penendangan, pencekikan,
pelemparan benda keras, penyiksaan menggunakan benda tajam, seperti : pisau, gunting,
setrika serta pembakaran. Tindakan tersebut mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit dan luka
berat bahkan sampai meninggat dunia.
4. Tindak kekerasan psikologis: yaitu tindakan yang bertujuan merendahkan citra seorang
perempuan, baik metalui kata-kata maupun perbuatan (ucapan menyakitkan, kata-kata kotor,
bentakan, penghinaan, ancaman) yang menekan emosi perempuan. Tindakan tersebut
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kernampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya dan/atau penderitAan psikis berat pada seseorang.
5. Tindak kekerasan seksual: yaitu kekerasan yang bernuansa seksual, termasuk berbagai
perilaku yang tak diinginkan dan mempunyai makna seksual yang disebut pelecehan seksual,
maupun berbagai bentuk pemaksaan hubungan seksuat yang disebut sebagai perkosaan.
Tindakan kekerasan ini bisa diklasifikasikan dalam bentuk kekerasan fisik maupun
psikotogis.
Tindak kekerasan seksual meliputi:
a) Pernaksaan hubungan seksual (perkosaan) yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut : Perkosaan ialah hubungan seksual yang terjadi tanpa
dikehendaki oleh korban. Seseorang laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun kedalam
vagina, anus, atau mulut atau tubuh perempuan tanpa sekendak perempuan itu.
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang anggota dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan / atau tujuan tertentu.
c) Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran. Pelecehan
seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, dikampus/ sekolah, di
pesta, tempat rapat, dan tempat urnum lainnya. Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar,
atasan di tempat kerja.
6. Tindak kekerasan ekonomi: yaitu dalam bentuk penelantaran ekonomi dimana tidak diberi
nafkah secara rutin atau dalarn jumlah yang cukup, membatasi dan/ atau metarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban di bawah kendati orang
tersebut.
Penyebab Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan
Ada beberapa penyebab terjadinya tindak kekerasan dipandang dari berbagai aspek yaitu :
7. Terkait dengan struktur sosial-budaya/politik/ekonomi/ hukum/agama, yaitu pada sistim
masyarakat yang menganut patriarki, dimana garis ayah dianggap dominan, laki-laki
ditempatkan pada kedudukan yang tebih tinggi dari wanita, dianggap sebagai pihak yang
lebih berkuasa. Keadaan ini menyebabkan perempuan mengalami berbagai bentuk
diskriminasi, seperti: sering tidak diberi hak atas warisan, dibatasi peluang bersekolah,
direnggut hak untuk kerja di luar rumah, dipaksa kawin muda, kelemahan aturan hukum yang
ada yang seringkali merugikan perempuan. Terkait dengan nilai budaya, yaitu keyakinan,
stereotipe tentang posisi, peran dan nilai laki-laki dan perempuan, seperti adanya perjodohan
paksa, poligami, perceraian sewenang-wenang.
8. Terkait dengan kondisi situasional yang memudahkan, seperti terisotasi, kondisi konflik
dan perang. Dalam situasi semacam ini sering terjadi perempuan sebagai korban, misaInya
dalam lokasi pengungsian rentan kekerasan seksual, perkosaan. Dalam kondisi kemiskinan
perempuan mudah terjebak pada pelacuran. Sebagai imptikasi maraknya teknologi informasi,
perempuan terjebak pada kasus pelecehan seksual, pornografi dan perdagangan.
Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah
segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau
kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun
psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja.
Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-kungkung
kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat.
Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-rampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.Tindakan kekerasan terhadap istri dalam
rumah tangga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan
dan terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan baik
fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekatTindak
kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa
masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah
superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan
mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi. Di samping itu,
terdapat interpretasi yang keliru terhadap stereotipi jender yang tersosialisasi amat lama
dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki, umumnya lebih kuat. Sesuai dengan
yang dinyatakan oleh Sciortino dan Smyth, 1997; Suara APIK,1997, bahwa menguasai atau
memukul istri sebenarnya merupakan manifestasi dari sifat superior laki-laki terhadap
perempuan.
Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena faktor
dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan bisa
diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang
diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila istri mendebat suami, dipukul.
Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah
tangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh ikut campur (http://kompas.com).
Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti kekerasan dalam rumah tangga
disetujui tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya urusan suami
istri tetapi sudah menjadi urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut mencegah dan
mengawasi bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga (http://kompas.com).
B. Bentuk KDRT terhadap perempuan
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah
tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul,
meludahi,
menarik
rambut
(menjambak),
menendang,
menyudut
dengan
rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak
seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan /
atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari
dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya,
memaksa
melakukan
hubungan
seksual,
memaksa
selera
seksual
sendiri,
tidak
memperhatikan kepuasan pihak istri.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut
hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis
ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi tindak kekerasan dalam
Rumah tangga
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masya-rakat
dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital
violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga
mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita
(istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
mengalami tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika
terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri
sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan
laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki
merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan
terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya,
diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau
ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum
bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
D.Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah :
1. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter dan one stop crisis
center.
2. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik korban. Disini
perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi
perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan. Perawat
berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui upaya
pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya dan
pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan penerapan asuhan keperawatan
sesuai
permasalah-an
yang
dihadapi
klien,
dan
pencegaha
tertier
melalui
pelatihan/pendidikan, pem-bentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
3. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
4. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban kekerasan.
5. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan dalam rumah
tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korban.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapat perhatian dan jangkauan hukum pidana. Bentuk kekerasannya dapat berupa
kekerasan fisik, psikis, seksual, dan verbal serta penelantaran rumah tangga.Faktor yang
mendorong terjadinya tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga yaitu pembelaan atas
kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan pembatasan bidang ekonomi, beban pengasuhan anak,
wanita sebagai anak-anak, dan orientasi peradilan pidana pada laki-laki.Implikasi
keperawatan yang harus dilakukan adalah sesuai dengan peran perawat antara lain mesupport
secara psikologis korban, melakukan pendamping-an, melakukan perawatan fisik korban dan
merekomendasikan crisis women centre.
Fenomena KDRT mulai terungkap setelah undang-undang KDRT tahun 2004
diberlakukan, dimana KDRT yang sebelumnya masalah privacy manjadi masalah publik
ditandai laporan kasus KDRT semakin meningkat setiap tahunnya dan pelaku mendapat
hukuman pidana walaupun saat ini kultur Indonesia masih dominasi laki-laki.
B. SARAN
Dengan disahkan undang-undang KDRT, pemerintah dan masyarakat lebih berupaya
menyadarkan dan membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus KDRT
lebih ditingkatkan pengawasannya.
Meningkatkan peran perawat untuk ikut serta menangani kasus KDRT dan menekan dampak
yang terjadi pada kesehatan repsoduksinya dengan memfasilitasi setiap Rumah Sakit
memiliki ruang perlindungan korban KDRT, mendampingi dan memulihkan kondisi
psikisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar Ana Nadhya, Tamtari Wini (Ed) (2001). Konstruksi Seksualitas Antara Hak
dan Kekuasaan. Yogyakarta: UGM.
Dep. Kes. RI. (2003). Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003. Jakarta: Dep.
Kes. RI
__________. (2006). Sekilas Tentang Undang-undang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. Diambil pada tanggal 26 Oktober 2006 dari
http://www.depkes.co.id.
Hasbianto, Elli N. (1996). Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Potret Muram Kehidupan
Perempuan Dalam Perkawinan, Makalah Disajikan pada Seminar Nasional
Perlindungan Perempuan dari pelecehan dan Kekerasan seksual. UGM
Yogyakarta, 6 November.
Komnas Perempuan (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia.
Jakarta: Ameepro.
Kompas. (2006). Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dipengaruhi Faktor Idiologi.
Diambil pada tanggal 26 oktober 2006 dari http://kompas.com.
Kompas. (2007). Kekerasan Rumah Tangga Bukan Lagi Urusan Suami Istri. Diambil
pada tanggal 25 Maret 2007 dari http://kompas.com.
Monemi Kajsa Asling et.al. (2003). Violence Againts Women Increases The Risk Of
Infant and Child Mortality: a case-referent Study in Niceragua. The
International Journal of Public Health, 81, (1), 10-18.
Rahman, Anita. (2006). Pemberdayaan PerempuanDikaitkan Dengan 12 Area of
Concerns (Issue Beijing, 1995). Tidak diterbitkan, Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia.
Sciortino, Rosalia dan Ine Smyth. (1997). Harmoni: Pengingkaran Kekerasan
Domestik di Jawa. Jurnal Perempuan, Edisi: 3, Mei-Juni.
WHO. (2006). Menggunakan Hak Asasi Manusia Untuk Kesehatan Maternal dan
Neunatal: Alat untuk Memantapkan Hukum, Kebijakan, dan Standar
Pelayanan. Jakarta: Dep. Kes. RI.
____ . (2007). Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Bagi Wanita. Diambil pada
tanggal 25 Maret 2007 dari www.depkes.go.id.
Perlindungan Anak & Perempuan
(kekrasan dalam rumah tangga)
HENDRIEANTO PRATAMA P
09400214
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
TAHUN 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT bahwa saya telah menyelesaikan
artikel yang berjudul: Kekerasan pada istri dalam rumah tangga Walaupun masih jauh dari
kesempurnaan, namun saya bersyukur dapat selesai tepat waktu dan untuk itu kami
mengharapkan saran yang bersifat mem-bangun untuk perbaikan artikel ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami tentang kekerasan dalam rumah tangga.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai referensi yang berpengetahuan tentang
pemahaman
tentand
hukum
perlindungan
anakdanperempuan
Adapun maksud dan tujuan menyusun makalah ini adalah untuk melengkapi dan
menyelesaikan tugas yang diberikan pada mata kuliah Hukum perlindungan anak dan
perempuan. Penulis berharap agar makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi penulis
dan para pembaca makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan.Dengan
segala kerendahan hati kami berharap artikel ini berguna dan bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................ i
Daftar Isi ................................................................. ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Tujuan Penulisan...................................................................................................
II. PEMBAHASAN..................................................................................................
A. Kekerasan Terhadap Perempuan...........................................................................
B. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan..................................................
C. Faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan pada istri dalam
Rumah tangga............................................................................................................
D. Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga.............................................
III. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
Kesimpulan ....................................................................................................
Saran .............................................................................................................
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang
serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum
karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak
kekerasan pada istri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan terjaga
privacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga , ketiga: tindak
kekerasan pada istri dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga,
keempat: tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu
perkawinan.
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada
umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga,
sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal
(ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa
menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku
bangsa.Perspektif gender beranggapan tindak kekerasan terhadap istri dapat dipahami melalui
konteks sosial. Menurut Berger (1990), perilaku individu sesungguhnya merupakan produk
sosial, dengan demikian nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat turut membentuk
prilaku individu artinya apabila nilai yang dianut suatu masyarakat bersifat patriakal yang
muncul adalah superioritas laki-laki dihadapan perempuan, manifestasi nilai tersebut dalam
kehidupan keluarga adalah dominasi suami atas istri.Mave Cormack dan Stathern
menjelaskan terbentuknya dominasi laki-laki atas perempuan ditinjau dari teori nature and
culture. Dalam proses transformasi dari nature ke culture sering terjadi penaklukan. Laki-laki
sebagai culture mempunyai wewenang menaklukan dan memaksakan kehendak kepada
perempuan (nature). Secara kultural laki-laki ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari
perempuan, karena itu memiliki legitimasi untuk menaklukan dan memaksa perempuan. Dari
dua teori ini menunjukkan gambaran aspek sosiokultural telah membentuk social structure
yang kondusif bagi dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga mempengaruhi prilaku
individu dalam kehidupan berkeluarga.
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan
yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada istri
yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon masyarakat
terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan. Istri memendam sendiri
persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan
yang keliru, suami dominan terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi
sosial paling kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup
dari jangkauan kekuasaan publikCampur tangan terhadap kepentingan masing-masing rumah
tangga merupakan perbuatan yang tidak pantas, sehingga timbul sikap pembiaran
(permissiveness) berlangsungnya kekerasan di dalam rumah tangga. Menurut Murray A.
Strause (1996), bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan moralitas pribadi dalam
rangka mengatur dan menegakkan rumah tangga sehingga terbebas dari jangkauan kekuasaan
publik.
Di Indonesia data tentang kekerasan terhadap perempuan tidak dikumpulkan secara
sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis perempuan, menunjukkan
adanya peningkatan tindak kekerasan terhadap perempuan,. Menurut Komisi Perempuan
(2005) mengindikasikan 72% dari perempuan melaporkan tindak kekerasan sudah menikah
dan pelakunya selalu suami mereka. Mitra Perempuan (2005) 80% dari perempuan yang
melapor pelakunya adalah para suami, mantan suami, pacar laki-laki, kerabat atau orang tua,
4,5% dari perempuan yang melapor berusia dibawah 18 tahun. Pusat Krisis Perempuan di
Jakarta (2005); 9 dari 10 perempuan yang memanfaatkan pelayanan mengalami lebih dari
satu jenis kekerasan (fisik, fisiologi, seksual, kekerasan ekonomi, dan pengabaian), hampir
17% kasus tersebut berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi perempuan.Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rifka Annisa Womsis Crisis Centre (RAWCC, 1995) tentang kekerasan
dalam rumah tangga terhadap 262 responden (istri) menunjukan 48% perempuan (istri)
mengalami kekerasan verbal, dan 2% mengalami kekerasan fisik. Tingkat pendidikan dan
pekerjaan suami (pelaku) menyebar dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi (S2);
pekerjaan dari wiraswasta, PNS, BUMN, ABRI. Korban (istri) yang bekerja dan tidak bekerja
mengalami kekerasan termasuk penghasilan istri yang lebih besar dari suami (RAWCC,
1995)Hasil penelitian kekerasan pada istri di Aceh yang dilakukan oleh Flower (1998)
mengidentifikasi dari 100 responden tersebut ada 76 orang merespon dan hasilnya 37 orang
mengatakan pernah mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan berupa
psikologis (32 orang), kekerasan seksual (11 orang), kekerasan ekonomi (19 orang),
kekerasan fisik (11 orang). Temuan lain sebagian responden tidak hanya mengalami satu
kekerasan saja. Dari 37 responden, 20 responden mengalami labih dari satu kekerasan,
biasanya dimulai dengan perbedaan pendapat antara istri (korban) dengan suami lalu muncul
pernyataan-pernyataan yang menyakitkan korban, bila situasi semakin panas maka suami
melakukan kekerasan fisik.
Dari penelitian ini terungkap bahwa sebagai suami yang melakukan tindak kekerasan
kepada istri meyakini kebenaran tindakannya itu, karena prilaku istri dianggap tidak menurut
kepada suami, melalaikan pekerjaan rumah tangga, cemburu, pergi tanpa pamit. Hal ini
diyakini oleh pihak istri, sehingga mereka mengalami kekerasan dari suaminya dan
cenderung diam tidak membantah.
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak pada
kesehatan reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto (1996), dikatakan secara psikologi
tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga menyebabkan gangguan emosi, kecemasan,
depresi yang secara konsekuensi logis dapat mempengaruhi kesehatan reproduksinya.
Menurut model Dixon-Mudler (1993) tentang kaitan antara kerangka seksualitas atau gender
dengan kesehatan reproduksi; pemaksaan hubungan seksual atau tindak kekerasan terhadap
istri mempengaruhi kesehatan seksual istri. Jadi tindak kekerasan dalam konteks kesehatan
reproduksi dapat dianggap tindakan yang mengancam kesehatan seksual istri, karena hal
tersebut menganggu psikologi istri baik pada saat melakukan hubungan seksual maupun
tidakdari latar belakang ini, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai tindakan
kekerasan pada istri dalam rumah tangga berdampak terhadap kesehatan reproduksi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum: mampu memahami secara menyeluruh tentang tindak kekerasan pada istri
dalam rumah tangga dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi perempuan serta
implikasi keperawatan yang dapat diberikan.
2. Tujuan Khusus:
a. Dapat mengidentifikasi bentuk tindakan kekerasan dan kategori pada istri dalam rumah
tangga.
b. Dapat menjelaskan faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan dalam rumah
tangga.
c. Memperoleh persepsi istri terhadap tindakan kekerasan yang dialaminya.
d. Dapat menjelaskan dampak tindak kekerasan pada istri terhadap kesehatan repro-duksinya.
e. Dapat mengetahui adanya issu tentang kekerasan dalam rumah tangga
f. Dapat mengimplikasikan peran perawat dalam melakukan pendampingan korban tindak
kekerasan dalam rumah tangga
II. PEMBAHASAN
A.Kekerasan Terhadap Perempuan
Dasar pertanyaan,jika ada soerang suami selingkuh lalu si istri tahu, apakah termasuk
kategori kekerasan terhadap perempuan? “Dua dari tiga orang perempuan menjawab
pertanyaan tersebut adalah tidak termasuk kekerasan terhadap perempuan, karena asumsi dan
dua orang perempuan tersebut kekerasan dua orang perempuan tersebut kekerasan terhadap
perempuan adalah kekerasan yang bersifat fisik. Apakah anda setuju dengan jawaban 2 orang
perempuan tersebut? Yang bagaimanakah kategori kekerasan terhadap perempuan?
Kekerasan terhadap perempuan (kekerasan fisik, psikologis, sesksual, sosial, dan ekonomi)
akan memberikan dampak psikologis ini tidak di tanggulangi dengan baik akan merugikan
berbagai pihak yaitu individunya sendiri, keluarga dan masyarakat. berbagai kekerasan
terhadap perempuan seingkali di sembunyikan dan di tutup-tutupi karena berbagai alas an
karena merasa aib atau mendapat tekanan atau ancaman dari pihak pelaku. Kekerasan
terhadap perempuan biasanya berkaitan dengan masalah kesehatan dan hak asasi manusia.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang berkaitan atau mungkin
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan, secara fisik, seksual, psikologis,
ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan perampasan kebebasan baik yang terjadi di
lingkungan masyarakat maupun di lingkungan rumahtangga(DepkesRI,2006).Kekerasan
dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Adapun yang termasuk lingkup rumah tangga adalah :
Suami, Istri dan anak.
Orang – orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri dan anak, kanrea
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga, dan atau.
Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
BENTUK – BENTUK KEKERASAN
1. Bentuk – bentuk kekerasan terhadap perempuan di lingkungan masyarakat.
· Perdagangan perempuan (Trafficking)
· Pelecehan seksual di tempat kerja / umum.
· Pelanggaran hak-hak repdoduksi.
· Perkosaan, pencabulan.
· Kebijakan / Perda yang diskriminatif / represif.
· Aturan dan praktek yang merampas kemerdekaan perempuan di lingkungan masyarakat.
2. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dilingkungan rumah tangga.
· Kekerasan fisik, psikis dan seksual (KDRT)
· Pelanggaran hak-hak reproduksi.
· Penelantaran ekonomi kekeluarga (KDRT)
· Inses (KDRT)
· Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (KDRT)
· Ingkar janji / kekerasan dalam pacaran.
· Pemaksaan aborsi oleh pasangan.
· Kejahatan perkawinan (Poligami tanpa izin) atau kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Jenis – jenis Kekerasan
Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dalam bentuk :
3. Tindak kekerasan fisik: yaitu tindakan yang bertujuan untuk melukai, menyiksa atau
menganiaya orang lain, dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau
dengan alat-alat lain. Bentuk kekerasan fisik yang dialami perempuan, antara lain: tamparan,
pemukulan, penjambakan, mendorong secara kasar, penginjakan, penendangan, pencekikan,
pelemparan benda keras, penyiksaan menggunakan benda tajam, seperti : pisau, gunting,
setrika serta pembakaran. Tindakan tersebut mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit dan luka
berat bahkan sampai meninggat dunia.
4. Tindak kekerasan psikologis: yaitu tindakan yang bertujuan merendahkan citra seorang
perempuan, baik metalui kata-kata maupun perbuatan (ucapan menyakitkan, kata-kata kotor,
bentakan, penghinaan, ancaman) yang menekan emosi perempuan. Tindakan tersebut
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kernampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya dan/atau penderitAan psikis berat pada seseorang.
5. Tindak kekerasan seksual: yaitu kekerasan yang bernuansa seksual, termasuk berbagai
perilaku yang tak diinginkan dan mempunyai makna seksual yang disebut pelecehan seksual,
maupun berbagai bentuk pemaksaan hubungan seksuat yang disebut sebagai perkosaan.
Tindakan kekerasan ini bisa diklasifikasikan dalam bentuk kekerasan fisik maupun
psikotogis.
Tindak kekerasan seksual meliputi:
a) Pernaksaan hubungan seksual (perkosaan) yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut : Perkosaan ialah hubungan seksual yang terjadi tanpa
dikehendaki oleh korban. Seseorang laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun kedalam
vagina, anus, atau mulut atau tubuh perempuan tanpa sekendak perempuan itu.
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang anggota dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan / atau tujuan tertentu.
c) Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran. Pelecehan
seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, dikampus/ sekolah, di
pesta, tempat rapat, dan tempat urnum lainnya. Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar,
atasan di tempat kerja.
6. Tindak kekerasan ekonomi: yaitu dalam bentuk penelantaran ekonomi dimana tidak diberi
nafkah secara rutin atau dalarn jumlah yang cukup, membatasi dan/ atau metarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban di bawah kendati orang
tersebut.
Penyebab Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan
Ada beberapa penyebab terjadinya tindak kekerasan dipandang dari berbagai aspek yaitu :
7. Terkait dengan struktur sosial-budaya/politik/ekonomi/ hukum/agama, yaitu pada sistim
masyarakat yang menganut patriarki, dimana garis ayah dianggap dominan, laki-laki
ditempatkan pada kedudukan yang tebih tinggi dari wanita, dianggap sebagai pihak yang
lebih berkuasa. Keadaan ini menyebabkan perempuan mengalami berbagai bentuk
diskriminasi, seperti: sering tidak diberi hak atas warisan, dibatasi peluang bersekolah,
direnggut hak untuk kerja di luar rumah, dipaksa kawin muda, kelemahan aturan hukum yang
ada yang seringkali merugikan perempuan. Terkait dengan nilai budaya, yaitu keyakinan,
stereotipe tentang posisi, peran dan nilai laki-laki dan perempuan, seperti adanya perjodohan
paksa, poligami, perceraian sewenang-wenang.
8. Terkait dengan kondisi situasional yang memudahkan, seperti terisotasi, kondisi konflik
dan perang. Dalam situasi semacam ini sering terjadi perempuan sebagai korban, misaInya
dalam lokasi pengungsian rentan kekerasan seksual, perkosaan. Dalam kondisi kemiskinan
perempuan mudah terjebak pada pelacuran. Sebagai imptikasi maraknya teknologi informasi,
perempuan terjebak pada kasus pelecehan seksual, pornografi dan perdagangan.
Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah
segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau
kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun
psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja.
Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-kungkung
kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat.
Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-rampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.Tindakan kekerasan terhadap istri dalam
rumah tangga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan
dan terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan baik
fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekatTindak
kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa
masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah
superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan
mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi. Di samping itu,
terdapat interpretasi yang keliru terhadap stereotipi jender yang tersosialisasi amat lama
dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki, umumnya lebih kuat. Sesuai dengan
yang dinyatakan oleh Sciortino dan Smyth, 1997; Suara APIK,1997, bahwa menguasai atau
memukul istri sebenarnya merupakan manifestasi dari sifat superior laki-laki terhadap
perempuan.
Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena faktor
dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang nomor dua dan bisa
diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang
diperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata suami, bila istri mendebat suami, dipukul.
Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah
tangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh ikut campur (http://kompas.com).
Saat ini dengan berlakunya undang-undang anti kekerasan dalam rumah tangga
disetujui tahun 2004, maka tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya urusan suami
istri tetapi sudah menjadi urusan publik. Keluarga dan masyarakat dapat ikut mencegah dan
mengawasi bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga (http://kompas.com).
B. Bentuk KDRT terhadap perempuan
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah
tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul,
meludahi,
menarik
rambut
(menjambak),
menendang,
menyudut
dengan
rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak
seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan /
atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari
dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya,
memaksa
melakukan
hubungan
seksual,
memaksa
selera
seksual
sendiri,
tidak
memperhatikan kepuasan pihak istri.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut
hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis
ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi tindak kekerasan dalam
Rumah tangga
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masya-rakat
dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital
violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga
mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita
(istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
mengalami tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika
terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri
sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan
laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki
merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan
terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya,
diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau
ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum
bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
D.Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah :
1. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter dan one stop crisis
center.
2. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik korban. Disini
perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi
perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan. Perawat
berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui upaya
pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya dan
pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan penerapan asuhan keperawatan
sesuai
permasalah-an
yang
dihadapi
klien,
dan
pencegaha
tertier
melalui
pelatihan/pendidikan, pem-bentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
3. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
4. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban kekerasan.
5. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan dalam rumah
tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korban.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang
mendapat perhatian dan jangkauan hukum pidana. Bentuk kekerasannya dapat berupa
kekerasan fisik, psikis, seksual, dan verbal serta penelantaran rumah tangga.Faktor yang
mendorong terjadinya tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga yaitu pembelaan atas
kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan pembatasan bidang ekonomi, beban pengasuhan anak,
wanita sebagai anak-anak, dan orientasi peradilan pidana pada laki-laki.Implikasi
keperawatan yang harus dilakukan adalah sesuai dengan peran perawat antara lain mesupport
secara psikologis korban, melakukan pendamping-an, melakukan perawatan fisik korban dan
merekomendasikan crisis women centre.
Fenomena KDRT mulai terungkap setelah undang-undang KDRT tahun 2004
diberlakukan, dimana KDRT yang sebelumnya masalah privacy manjadi masalah publik
ditandai laporan kasus KDRT semakin meningkat setiap tahunnya dan pelaku mendapat
hukuman pidana walaupun saat ini kultur Indonesia masih dominasi laki-laki.
B. SARAN
Dengan disahkan undang-undang KDRT, pemerintah dan masyarakat lebih berupaya
menyadarkan dan membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus KDRT
lebih ditingkatkan pengawasannya.
Meningkatkan peran perawat untuk ikut serta menangani kasus KDRT dan menekan dampak
yang terjadi pada kesehatan repsoduksinya dengan memfasilitasi setiap Rumah Sakit
memiliki ruang perlindungan korban KDRT, mendampingi dan memulihkan kondisi
psikisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar Ana Nadhya, Tamtari Wini (Ed) (2001). Konstruksi Seksualitas Antara Hak
dan Kekuasaan. Yogyakarta: UGM.
Dep. Kes. RI. (2003). Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003. Jakarta: Dep.
Kes. RI
__________. (2006). Sekilas Tentang Undang-undang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. Diambil pada tanggal 26 Oktober 2006 dari
http://www.depkes.co.id.
Hasbianto, Elli N. (1996). Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Potret Muram Kehidupan
Perempuan Dalam Perkawinan, Makalah Disajikan pada Seminar Nasional
Perlindungan Perempuan dari pelecehan dan Kekerasan seksual. UGM
Yogyakarta, 6 November.
Komnas Perempuan (2002). Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia.
Jakarta: Ameepro.
Kompas. (2006). Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dipengaruhi Faktor Idiologi.
Diambil pada tanggal 26 oktober 2006 dari http://kompas.com.
Kompas. (2007). Kekerasan Rumah Tangga Bukan Lagi Urusan Suami Istri. Diambil
pada tanggal 25 Maret 2007 dari http://kompas.com.
Monemi Kajsa Asling et.al. (2003). Violence Againts Women Increases The Risk Of
Infant and Child Mortality: a case-referent Study in Niceragua. The
International Journal of Public Health, 81, (1), 10-18.
Rahman, Anita. (2006). Pemberdayaan PerempuanDikaitkan Dengan 12 Area of
Concerns (Issue Beijing, 1995). Tidak diterbitkan, Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia.
Sciortino, Rosalia dan Ine Smyth. (1997). Harmoni: Pengingkaran Kekerasan
Domestik di Jawa. Jurnal Perempuan, Edisi: 3, Mei-Juni.
WHO. (2006). Menggunakan Hak Asasi Manusia Untuk Kesehatan Maternal dan
Neunatal: Alat untuk Memantapkan Hukum, Kebijakan, dan Standar
Pelayanan. Jakarta: Dep. Kes. RI.
____ . (2007). Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Bagi Wanita. Diambil pada
tanggal 25 Maret 2007 dari www.depkes.go.id.