DIKTAT KULIAH ANALISIS PENGANTAR ANALISI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tulisan ini kami persembahkan kepada penggiat dan pemerhati Matematika di Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah, akhirnya penulisan buku ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Sebagian besar materi buku ini diambil dari catatan kuliah Pengantar Analisis Real I di Jurusan Matematika Universitas Gadjah Mada pada tahun 2004 dan 2005. Pengantar Analisis Real I merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa S-1 Matematika. Materi dari buku ini mengacu pada Bartle, R.G dan Sherbert (2000) dalam bukunya yang berjudul Introduction to Real Analysis. Semoga dengan buku yang sederhana ini dapat membantu para mahasiswa dalam mempelajari dan memahaminya. Diharapkan mahasiswa telah mempelajari konsep logika pembuktian, himpunan, dan Kalkulus Lanjut.

Pada kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua teman kuliah di Matematika UGM angkatan 2002 dan 2003, khususnya yang telah banyak membantu, juga kepada rekan-rekan kuliah di Pascasarjana S2 Matematika UGM angkatan 2008.

Kami sangat menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi kelanjutan dan sempurnanya buku ini, terima kasih.

Yogyakarta, 13 Januari 2011 Penyusun

M. Zaki Riyanto, M.Sc.

E-mail : zaki@mail.ugm.ac.id http://zaki.math.web.id

BAB 1 BILANGAN REAL

Pada bab ini dibahas sifat-sifat penting dari sistem bilangan real ℝ , seperti sifat-sifat aljabar, urutan, dan ketaksamaan. Selanjutnya, akan diberikan beberapa pengertian seperti bilangan rasional, harga mutlak, himpunan terbuka, dan pengertian lainnya yang berkaitan dengan bilangan real.

1.1. Sifat-sifat Aljabar dan Urutan dalam ℝ Sebelum menjelaskan tentang sifat-sifat ℝ , diberikan terlebih dahulu tentang struktur aljabar dari sistem bilangan real. Akan diberikan penjelasan singkat mengenai sifat-sifat dasar dari penjumlahan dan perkalian, sifat-sifat aljabar lain yang dapat diturunkan dalam beberapa aksioma dan teorema. Dalam terminologi aljabar abstrak, sistem bilangan real membentuk lapangan (field) terhadap operasi biner penjumlahan dan perkalian biasa.

Sifat-sifat Aljabar ℝ Pada himpunan semua bilangan real ℝ terdapat dua operasi biner, dinotasikan dengan “+” dan “.” yang disebut dengan penjumlahan (addition) dan perkalian (multiplication). Operasi biner tersebut memenuhi sifat-sifat berikut:

(A1)

ab +=+ b a untuk semua ab , ∈ ℝ (sifat komutatif penjumlahan)

(A2)

( ab ++=++ ) c a ( bc ) untuk semua , , abc ∈ ℝ (sifat assosiatif penjumlahan) (A3) terdapat 0 ∈ ℝ sedemikian hingga 0 a += a dan a += 0 a untuk semua a ∈ ℝ

(eksistensi elemen nol) (A4) untuk setiap a ∈ ℝ terdapat −∈ a ℝ sedemikian hingga a +−= ( a ) 0 dan

( −+= a ) a 0 (eksistensi elemen negatif atau invers penjumlahan) (M1) ab ⋅=⋅ ba untuk semua , ab ∈ ℝ (sifat komutatif perkalian) (M2) ( abc ⋅⋅=⋅⋅ ) abc ( ) untuk semua , , abc ∈ ℝ (sifat assosiatif perkalian)

(M3) terdapat 1 ∈ ℝ sedemikian hingga 1 a ⋅= a dan a ⋅= 1 a untuk semua a ∈ ℝ (eksistensi elemen unit 1)

(M4)

1  1 untuk setiap a ∈ ℝ, a ≠ 0 terdapat ∈ ℝ sedemikian hingga a ⋅  = 1 dan

a  a  1

 ⋅= a 1 (eksistensi invers perkalian)  a

(D)

abc ⋅+=⋅+⋅ ( ) ( ab )( ac ) dan ( bca +⋅=⋅+⋅ ) ( ba )( ca ) untuk semua , , abc ∈ ℝ (sifat distributif perkalian atas penjumlahan)

Sifat-sifat di atas telah umum diketahui. Sifat (A1)-(A4) menjelaskan sifat penjumlahan, sifat (M1)-(M4) menjelaskan sifat perkalian, dan sifat terakhir menggabungkan kedua operasi.

Selanjutnya, diberikan beberapa teorema tentang elemen 0 dan 1 yang telah diberikan pada sifat (A3) dan (M3) di atas. Juga akan ditunjukkan bahwa perkalian dengan 0 akan selalu menghasilkan 0.

Teorema 1.1.1.

(a) Jika , za ∈ ℝ dengan z a += a , maka z = 0 .

(b) Jika u dan b ≠ 0 elemen ℝ dengan u b ⋅= b , maka u = 1 .

(c) Jika a ∈ ℝ , maka a ⋅= 0 0 .

Bukti.

(a) Menggunakan aksioma (A3), (A4), (A2), asumsi z += a a , dan (A4), diperoleh z =+ z 0

=++− z ( a ( a ) ) =++− ( z a )() a

=+− a () a

= 0. (b) Menggunakan aksioma (M3), (M4), (M2), asumsi u b ⋅= b , dan (M4), diperoleh = 0. (b) Menggunakan aksioma (M3), (M4), (M2), asumsi u b ⋅= b , dan (M4), diperoleh

  1  =⋅⋅ u  b  

  b   1

=⋅⋅ () ub 

 b  1

=⋅ b   b

(c) Karena a +⋅=⋅+⋅= a 0 a 1 a 0 a .10 ( +=⋅= ) a 1 a , maka a ⋅= 0 0 .

Dengan demikian, maka teorema terbukti.

Teorema 1.1.2. Jika a ∈ ℝ , maka

(a) () − 1 .a =− a . (b) −−= () a a . (c) ()() −⋅−= 1 1 1 .

Selanjutnya, diberikan dua sifat penting dari operasi perkalian, yaitu sifat ketunggalan elemen inversnya dan bahwa perkalian dua bilangan itu hasilnya nol apabila salah satu faktornya adalah nol.

Teorema 1.1.3.

(a) Jika ab += 0 , maka b =− a .

1 (b) Jika a ≠ 0 dan b ∈ ℝ sedemikian hingga ab ⋅= 1 , maka b = .

(c) Jika ab ⋅= 0 , maka a = 0 atau b = 0 .

Bukti.

(a) Karena ab += 0 , maka

ab += 0 ⇔ ()( −++=−+ a ab )() a 0

⇔ ( () −++=− a a ) b a (A2 dan A3) ⇔ 0b +=− a (A4)

⇔ b =− a .

(A3)

(b) Karena ⋅= , maka

ab ⋅= 1 ⇔  () ab ⋅=⋅ 1

 a a

 ⋅ a  () b =

⇔ 1 1b ⋅=

(c) Diketahui ⋅= , maka

ab ⋅= 0 ⇔  ⋅⋅= () ab  ⋅ 0

 a  a

⇔  ⋅ a  () b = 0

⇔  ⋅ a  () b = 0

 a  ⇔ 1 ⋅= b 0

Dengan cara yang sama, kedua ruas dikalikan dengan , maka diperoleh a = 0 .

Dengan demikian teorema terbukti.

Teorema tersebut di atas menjelaskan beberapa sifat aljabar sederhana dari sistem bilangan real. Beberapa akibat dari teorema tersebut diberikan sebagai bahan latihan soal di bagian akhir subbab ini.

Operasi pengurangan (substraction) didefinisikan dengan ab −=+− : a ( b ) untuk ab , ∈ ℝ . Sama halnya dengan operasi pembagian (division), untuk , ab ∈ ℝ

a  1 dengan b ≠ 0 didefinisikan : =⋅ a  .

b  b

Untuk selanjutnya, a b 2 ⋅ cukup dituliskan dengan ab , dan penulisan a untuk

() a a , dan secara umum didefinisikan a : = () a a untuk n ∈ ℕ . Lebih

3 2 n + 1 aa, n a untuk

0 − 1 1 lanjut, a = a , dan jika a ≠ 0 , maka dapat ditulis a = 1 dan a untuk , dan jika

 1 n ∈ ℕ , dapat ditulis a untuk  .

 a

Bilangan Rasional dan Irrasional

Telah diketahui bahwa himpunan ℕ dan ℤ adalah subset dari ℝ . Elemen ℝ yang

dapat dituliskan dalam bentuk

di mana , ab ∈ ℤ dan a ≠ 0 disebut dengan bilangan

rasional (rational numbers). Himpunan semua bilangan rasional di ℝ dinotasikan dengan ℚ . Dapat ditunjukkan bahwa penjumlahan dan perkalian dua bilangan rasional

adalah bilangan rasional. Lebih lanjut, sifat-sifat lapangan juga berlaku untuk ℚ . Akan tetapi, tidak semua elemen ℝ merupakan elemen ℚ , seperti 2 yang

tidak dapat dinyatakan ke dalam bentuk . Elemen ℝ yang bukan elemen ℚ disebut

bilangan irrasional (irrational numbers). Akan ditunjukkan bahwa tidak terdapat bilangan rasional yang kuadratnya adalah 2. Untuk membuktikannya digunakan istilah genap dan ganjil. Suatu bilangan asli disebut genap apabila bilangan itu mempunyai bentuk 2n untuk suatu n ∈ ℕ , dan

disebut ganjil apabila bilangan itu mempunyai bentuk 2 n − 1 untuk suatu n ∈ ℕ.

Teorema 1.1.4. 2 Tidak ada elemen r ∈ ℚ sedemikian hingga r = 2 .

Bukti. 2 Andaikan ada r ∈ ℚ sedemikian hingga r = 2 . Karena r ∈ ℚ , maka r dapat p

dituliskan sebagai dengan p dan q tidak mempunyai faktor berserikat selain 1, q

2 2 2 sehingga diperoleh 2   = 2 atau p = 2 q . Karena 2q genap, maka p genap.

Akibatnya p juga genap, sebab jika ganjil, maka p = 2 m − 1 untuk suatu m ∈ ℕ , atau

2 m − 1 ) = 4 m − 4 m += 1 22 ( m − 2 m ) + 1 yang berarti bahwa p ganjil. Jadi, p

haruslah genap. Karena p genap, maka p = 2 k untuk suatu k ∈ ℕ , sehingga

2 k = 4 k . Di lain pihak diketahui p = 2 q dan p genap, akibatnya q ganjil, sebab jika q genap, maka faktor berserikat p dan q bukan 1. Jadi, q haruslah ganjil.

2 2 2 2 p 2 = ()

2 2 2 2 2 Sehingga diperoleh 2 p = 2 q ⇔ 4 k = 2 q ⇔ 2 k = q yang berarti q genap. Timbul kontradiksi bahwa q ganjil. Jadi, pengandaian salah, yang benar adalah tidak ada r ∈ ℚ

sedemikian hingga 2 r = 2 .

Sifat-sifat Urutan pada ℝ Sifat urutan menjelaskan tentang kepositifan (positivity) dan ketaksamaan (inequalities) di antara bilangan-bilangan real.

Ada subset tak kosong

⊂ ℝ , yang disebut dengan himpunan bilangan-

bilangan real positif tegas , yang memenuhi sifat-sifat berikut:

(i) Jika , ab ∈ , maka a b +∈ . (ii) Jika , ab ∈ , maka ab ∈ .

(iii) Jika a ∈ , maka memenuhi tepat satu kondisi berikut:

−∈ a .

Sifat pertama dan kedua pada teorema di atas menjelaskan tentang sifat tertutup terhadap operasi penjumlahan dan perkalian. Sifat yang ketiga (iii) sering disebut Sifat Trikotomi (Trichotomy Property), sebab akan membagi ℝ ke dalam tiga jenis

elemen yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa himpunan { − aa : ∈ } dari bilangan elemen yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa himpunan { − aa : ∈ } dari bilangan

ℝ =∪− { aa : ∈ }{} ∪ 0 .

Definisi 1.1.5. (i) Jika a ∈ , ditulis a > 0 , artinya a adalah bilangan real positif .

(ii) Jika a ∈∪ {} 0 , ditulis a ≥ 0 , artinya a adalah bilangan real nonnegatif . (iii) Jika a −∈ , ditulis a < 0 , artinya a adalah bilangan real negatif .

(iv) Jika −∈∪ a {} 0 , ditulis a ≤ 0 , artinya a adalah bilangan real nonpositif .

Definisi 1.1.6. Diberikan , ab ∈ ℝ. (a) Jika a b −∈ , maka ditulis a > b atau b < a .

(b) Jika ab −∈∪ {} 0 , maka ditulis a ≥ b atau b ≤ a .

Sifat Trikotomi di atas berakibat bahwa untuk , ab ∈ ℝ memenuhi tepat satu kondisi berikut:

Selanjutnya, jika a ≤ b dan b ≤ a , maka a = b . Jika a << b c , maka artinya

bahwa a < b dan b < c .

Teorema 1.1.7. Diberikan sebarang , , abc ∈ ℝ.

(a) Jika a > b dan b > c , maka a > c . (b) Jika a > b , maka a +>+ c bc . (c) Jika a > b dan c > 0 , maka ca > cb . Jika a > b dan c < 0 , maka ca < cb .

(d) Jika a > 0 , maka > 0 .

Jika a<0, maka < 0 .

Bukti.

(a) Diketahui a > b dan b > c , ,, abc ∈ ℝ . Karena a > b , maka a b −∈ . Karena

b > c , maka b c −∈ . Menurut sifat urutan, maka a b +∈ , sehingga diperoleh

( ab −+−∈ )( bc ) ⇔−+−∈ abbc ⇔ ( ac −+−+∈ )( bb )

⇔ ( ac −+∈ ) 0

⇔−∈ ac ⇔> a c .

(b) Jika a b −∈ , maka ( a +−−=−∈ c )( bc ) ab . Sehingga diperoleh bahwa

a +>+ c bc .

(c) Jika a b −∈ dan c ∈ , maka − ca cb = cab ( −∈ ) . Akibatnya ca > cb untuk

c > 0 . Gunakan langkah yang sama untuk c < 0

(d) Cobalah Anda buktikan sendiri.

Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa bilangan asli juga merupakan bilangan real positif. Sifat ini diperoleh dari sifat dasar urutan, berikut ini diberikan teoremanya.

Teorema 1.1.8.

(a) 2 Jika a ∈ ℝ dan a ≠ 0 , maka a > 0 .

(b) 1 > 0 .

(c) Jika n ∈ ℕ , maka n > 0 .

ab +

Teorema 1.1.9. Jika , ab ∈ ℝ dan a < b , maka a <

( ab + )

Bukti. Karena a < b , maka a +<+⇔ a ab 2 a <+ ab , diperoleh a < . Karena

( ab + )

a < b , maka ab +<+⇔+< bb ab 2 b , diperoleh

< b . Akibatnya, dari kedua

ab +

pernyataan di atas diperoleh bahwa a <

Dapat ditunjukkan bahwa tidak ada bilangan real positif yang terkecil, sebab jika

diberikan a > 0 , dan karena > 0 , maka diperoleh

Selanjutnya, untuk membuktikan bahwa suatu himpunan a ≥ 0 adalah sama dengan nol, maka harus ditunjukkan bahwa a selalu lebih kecil dari sebarang bilangan positif yang diberikan.

Teorema 1.1.10.

Jika a ∈ ℝ sedemikian hingga 0 ≤< a ε untuk setiap ε > 0 , maka

Bukti. Andaikan a > 0 , maka a >> 0 . Diambil ε 0 =

ε ( 0 bilangan real positif

tegas), maka a > ε 0 > 0 . Kontradiksi dengan pernyataan 0 ≤< a ε untuk setiap ε > 0 .

Jadi, pengandaian salah, yang benar adalah a = 0 .

Perkalian antara dua bilangan positif hasilnya adalah positif. Akan tetapi, hasil perkalian yang positif belum tentu setiap faktornya positif.

Teorema 1.1.11. Jika ab > 0 , maka berlaku (i) a > 0 dan b > 0 , atau (ii) a < 0 dan b < 0 .

Akibat 1.1.12. Jika ab < 0 , maka berlaku (i) a < 0 dan b > 0 , atau (ii) a > 0 dan b < 0 .

Ketaksamaan (Inequalities) Selanjutnya, akan ditunjukkan bagaimana sifat urutan dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu ketaksamaan. Perhatikan contoh di bawah ini.

Contoh 1.1.13.

(a) Tentukan himpunan A dari bilangan real x sedemikian hingga 2 x +≤ 3 6 .

Jawab. Diketahui x ∈ A dan 2 x +≤ 3 6 , maka

2 x +≤ 3 6 ⇔ 2 x ≤ 3 ⇔ x ≤ .

Jadi, A =  x ∈ ℝ : x ≤  .

(b) 2 Diberikan B =∈ {

x ℝ : x +> x 2 } . Tentukan bentuk lain dari B.

2 Jawab. Diketahui 2 x ∈ B dan x +> x 2 atau x +−> x 2 0 atau ( x − 1 )( x +> 2 ) 0 . Sehingga diperoleh bahwa (i) x −> 1 0 dan x +> 2 0 , atau

(ii) x −< 10 dan x +< 2 0 . Untuk kasus (i) diperoleh bahwa x > 1 dan x >− 2 , yang berarti x > 1 . Untuk kasus (ii) diperoleh bahwa x < 1 dan

x <− 2 , yang berarti x <− 2 . Jadi, himpunannya adalah

B =∈ { x ℝ : x >∪∈ 1 }{ x ℝ : x <− 2 } .

Teorema 1.1.14. Jika a ≥ 0 dan b ≥ 0 , maka

2 (a) 2 a <⇔ b a < b ⇔ a < b .

2 (b) 2 a ≤⇔ b a ≤ b ⇔ a ≤ b .

1.1.15. Ketaksamaan Bernoulli n Jika x >− 1 , maka (1 + x ) ≥+ 1 nx untuk semua n ∈ ℕ.

Bukti. Akan dibuktikan menggunakan induksi. Untuk n = 1 , maka

1 + x ) ≥+⋅⇔+≥+ 11 x 1 x 1 x (pernyataan benar).

Misalkan benar untuk n k = k , yaitu (1 + x ) ≥+ 1 kx . Akan dibuktikan benar untuk n =+ k 1 , yaitu

k + 1 (1 k + x ) =+ (1 x ) (1 +≥+ x ) (

1 kx )( 1 + x )

=+++ 2 1 kx x kx

k 1 ) x + kx .

2 k + Karena 1 kx ≥ 0 , maka (1 + x ) ≥++ 1 (

k 1 ) x , yang berarti benar untuk n =+ k 1 . Jadi,

terbukti bahwa (1 n + x ) ≥+ 1 nx untuk semua n ∈ ℕ.

1.1.16. Ketaksamaan Cauchy Jika ∈ ℕ dan a 1 ,..., ab n , ,..., 1 b n ∈ ℝ , maka

ab 11 + ab 22 ++ ... ab nn ) ≤ ( a 1 + a 2 ++ ... a n )( b 1 + b 2 ++ ... b n )

atau

 2   n  n 

 ∑ ab ii  ≤  ∑ a i  ∑ a i  .

 i = 1   i = 1  i = 1 

Selanjutnya, jika tidak semua b i = 0 , maka  ∑ ab ii  =  ∑ a i  ∑ b i  jika dan

2  n 2 

 i = 1   i = 1  i = 1  hanya jika terdapat s ∈ ℝ sedemikian hingga a 1 = sb 1 , a 2 = sb 2 , ..., a n = sb n .

Bukti. Didefinisikan fungsi F : ℝ → ℝ sebagai berikut:

2 2 Ft 2 () = (

a 1 − tb 1 )( + a 2 − tb 2 ) ++ ... ( a n − tb n ) , t ∈ ℝ.

Jelas bahwa Ft () ≥ 0 , untuk setiap t ∈ ℝ . Selanjutnya,

2 2 2 2 2 2 2 2 Ft 2 () = (

a 1 − 2 ta b 11 + tb 1 )( + a 2 − 2 ta b 22 + tb 2 ) ++ ... ( a n − 2 ta b nn + tb n )

( a 1 + a 2 ++ ... a n ) − 2 tab ( 11 + ab 22 ++ ... ab nn ) + t ( b 1 + b 2 ++ ... b n )

=  ∑ a i  − 2 t  ∑ ab ii  + t  ∑ b i  .

2 Ingat bahwa 2 A + 2 Bt + Ct ≥ 0 jika dan hanya jika ()

2 B − 4 AC ≤ 0 , yang berakibat

B 2 ≤ AC . Sehingga diperoleh bahwa

 2 n   n  n 

 ∑ ab ii  ≤  ∑ a i  ∑ a i  .

 i = 1   i = 1  i = 1 

Dengan demikian teorema terbukti.

SOAL LATIHAN SUBBAB 1.1

1. Jika , ab ∈ ℝ , tunjukkan bahwa:

(a) −+=−+− ( ab ) ( a )( b ) . (b) ( −−= a )( b ) ab .

a − (c) a − jika b 0 () .

2. Selesaikan persamaan berikut.

(a) 2 x += 5 8 . (b) 2 x = 2 x .

3. Jika a ≠ 0 dan b ≠ 0 , tunjukkan bahwa

( ab )  a b

4. 2 Buktikan bahwa tidak ada bilangan rasional t sedemikian hingga t = 3 .

5. Buktikan bahwa jika a > 0 , maka

1 () a

2 6. 2 Jika , ab ∈ ℝ , tunjukkan bahwa a + b = 0 jika dan hanya jika a == b 0 .

2 7. 2 Buktikan bahwa  ( ab + )

 ≤ a + b , untuk semua , ab ∈ ℝ.

8. mn Tunjukkan bahwa jika a ∈ ℝ dan , mn ∈ ℕ , maka a = aa dan ( a ) = a . (Gunakan induksi matematik.)

mn +

mn mn

1.2. Nilai Mutlak dan Garis Bilangan Real

Dari sifat Trikotomi, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika a ∈ ℝ dan a ≠ 0 , maka a atau − a merupakan bilangan real positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai nilai positif dari dua bilangan tersebut.

Definisi 1.2.1. Nilai mutlak (absolute value) dari suatu bilangan real a, dinotasikan dengan |a|, didefinisikan sebagai

 a jika a > 0. 

a : =  0 jika a = 0.

 − a jika a < 0.

Sebagai contohnya, |3| = 3 dan −= 9 9 . Dapat dilihat dari definisi di atas bahwa

a ≥ 0 untuk semua a ∈ ℝ , dan bahwa a = 0 jika dan hanya jika a = 0 . Juga bahwa

−= a a untuk semua a ∈ ℝ . Berikut ini diberikan beberapa sifat nilai mutlak.

Teorema 1.2.2.

(a) ab = ab untuk semua a ∈ ℝ.

2 (b) 2 a = a untuk semua a ∈ ℝ.

(c) Jika c ≥ 0 , maka a ≤ c jika dan hanya jika c −≤≤ a c .

(d) −≤≤ a a a untuk semua a ∈ ℝ.

Bukti.

(a) Jika a == b 0 , maka terbukti. Jika a > 0 dan b > 0 , maka ab > 0 , sehingga

ab = ab = ab . Jika a > 0 dan b < 0 , maka ab < 0 , sehingga

ab =−=−= ab a () b ab .

2 2 2 (b) 2 Karena a ≥ 0 , maka a = a = aa = aa = a .

(c) Jika a ≤ c , maka a ≤ c dan a −≤ c yang berarti c −≤≤ a c . Sebaliknya, jika

−≤≤ c a c , maka diperoleh a ≤ c dan a −≤ c . Jadi, a ≤ c .

(d) Gunakan langkah yang sama seperti pada (c) dengan mengambil c = a .

Berikut ini diberikan sebuah teorema yang disebut dengan Ketaksamaan Segitiga (Triangle Inequality).

1.2.3. Ketaksamaan Segitiga Jika , ab ∈ ℝ , maka ab +≤+ a b .

Bukti. Dari Teorema 1.2.2(d), diketahui −≤≤ a a a dan −≤≤ b b b . Dengan menjumlahkan kedua ketaksamaan diperoleh

− ( a + b ) ≤+≤+ ab a b .

Menggunakan Teorema 1.2.2.(c) diperoleh bahwa ab +≤+ a b .

Akibat 1.2.4. Jika , ab ∈ ℝ , maka (a) a − b ≤− ab .

(b) ab −≤+ a b .

Bukti.

(a) Tulis a =−+ abb dan masukkan ke dalam Ketaksamaan Segitiga. Sehingga

a = ( ab −+≤−+ ) b ab b . Kurangkan kedua ruas dengan b , diperoleh

a −≤− b ab . Gunakan cara yang sama untuk b =−+ ba a , diperoleh −−≤− ab a b . Kombinasikan kedua ketaksamaan tersebut, diperoleh

−−≤−≤− ab a b ab .

Menggunakan Teorema 1.2.2(c) diperoleh bahwa a − b ≤− ab .

(b) Gantilah b pada Ketaksamaan Segitiga dengan –b, sehingga diperoleh

ab −≤+− a b . Karena −= b b , maka diperoleh bahwa ab −≤+ a b .

Ketaksamaan segitiga di atas dapat diperluas sehingga berlaku untuk sebarang bilangan real yang banyaknya berhingga.

Akibat 1.2.5. Jika aa 1 , 2 ,..., n a adalah sebarang bilangan real, maka

a 1 +++ a 2 ... a n ≤ a 1 + a 2 ++ ... a n .

Contoh 1.2.6.

2 2 x −+ 3 x 1 Diberikan fungsi f yang didefinisikan dengan fx () =

untuk x ∈ [] 2, 3 .

Tentukan konstanta M sedemikian hingga fx () ≤ M , untuk setiap x ∈ [] 2, 3 .

2 2 2 x −+ 3 x 1 2 x −+ 3 x 1

Diketahui fx () =

2 2 2 x −+≤ 3 x 1 2 x +− 3 x + 1 = 2 2 x + 3 x + 1

= 28 dan

2 x −≥ 1 2 x − 1

2 2 x −+ 3 x 1

28 28 Sehingga fx () =

. Jadi, dengan mengambil M = , didapat

fx () ≤ M , untuk setiap x ∈ [] 2, 3 .

Garis Bilangan Real (The Real Line)

Interpetasi geometri yang dikenal di antaranya garis bilangan real (real line). Pada garis real, nilai mutlak a dari suatu elemen a ∈ ℝ adalah jarak a ke 0. Secara umum, jarak

(distance) antara elemen a dan b di ℝ adalah ab − . Perhatikan gambar berikut.

-3 -2 -1 0 1 2 3

−− 2 (1) = 3 Gambar 1.1. Jarak antara a =− 2 dan b = 1 .

Definisi 1.2.6. Diberikan a ∈ ℝ dan ε > 0 . Persekitaran - ε ( ε -neighborhood) dari a didefinisikan sebagai himpunan

Va ε (): =∈ { x ℝ : xa −< ε } = ( a − ε , a + ε ) .

Va ε ()

Gambar 1.2. Persekitaran Va ε () .

Dapat dilihat bahwa xVa ∈ ε () jika dan hanya jika a −<<+ ε x a ε . Persekitaran juga sering disebut dengan kitaran .

Teorema 1.2.7.

Diberikan a ∈ ℝ . Jika x berada dalam persekitaran Va ε () untuk

setiap ε > 0 , maka x = a .

Bukti. Jika x memenuhi xa −< ε untuk setiap ε > 0 , maka berdasarkan Teorema

1.1.10 diperoleh bahwa xa −= 0 , yang berakibat x = 0 .

SOAL LATIHAN SUBBAB 1.2

1. Jika , ab ∈ ℝ dan b ≠ 0 , tunjukkan bahwa: (a) 2 a = a ,

(b) = .

2. Jika xyz ,, ∈ ℝ dan x ≤ z , tunjukkan bahwa x ≤≤ y z jika dan hanya jika x −+−=− y y z x z .

3. Jika a << x b dan a << y b , tunjukkan bahwa x −<− y ba .

4. Carilah semua nilai x ∈ ℝ sedemikian hingga x ++−= 1 x 2 7 .

5. Buatlah sketsa grafik persamaan y =−− x x 1 .

6. Diberikan ε > 0 dan δ > 0 , dan a ∈ ℝ . Tunjukkan bahwa Va ε () ∩ Va δ () dan Va ε () ∪ Va δ () merupakan persekitaran- γ dari a untuk suatu nilai γ .

7. Tunjukkan bahwa jika , ab ∈ ℝ , dan a ≠ b , maka terdapat persekiran- ε U dari a

dan V dari b sedemikian hingga U ∩=∅ V .

8. Tunjukkan bahwa jika , ab ∈ ℝ , maka

(a) max {} ab , = ( ab ++− ab ) dan min {} ab , = ( ab +−− ab ) .

(b) min { abc ,, } = min min { {} abc , , } .

1.3. Sifat Lengkap ℝ Pada bagian ini akan diberikan salah satu sifat dari ℝ yang sering disebut dengan Sifat Lengkap (Completeness Property). Tetapi sebelumnya, perlu dijelaskan terlebih dahulu konsep supremum dan infimum.

Supremum dan Infimum

Berikut ini diperkenalkan konsep tentang batas atas dan batas bawah dari suatu himpunan bilangan real.

Definisi 1.3.1. Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ. (a) Himpunan S dikatakan terbatas ke atas (bounded above) jika terdapat suatu bilangan u ∈ ℝ sedemikian hingga s ≤ u untuk semua s ∈ S . Setiap bilangan u seperti ini disebut dengan batas atas (upper bound) dari S. (b) Himpunan S dikatakan terbatas ke bawah (bounded below) jika terdapat suatu bilangan w ∈ ℝ sedemikian hingga w ≤ s untuk semua s ∈ S . Setiap bilangan w seperti ini disebut dengan batas bawah (lower bound) dari S. (c) Suatu himpunan dikatakan terbatas (bounded) jika terbatas ke atas dan terbatas ke bawah. Jika tidak, maka dikatakan tidak terbatas (unbounded).

Sebagai contoh, himpunan S : =∈ { x ℝ : x < 2 } ini terbatas ke atas, sebab

bilangan 2 dan sebarang bilangan lebih dari 2 merupakan batas atas dari S. Himpunan ini tidak mempunyai batas bawah, jadi himpunan ini tidak terbatas ke bawah. Jadi, S merupakan himpunan yang tidak terbatas.

Definisi 1.3.2. Diberikan S subset tak kosong ℝ . (a) Jika S terbatas ke atas, maka suatu bilangan u disebut supremum (batas atas terkecil) dari S jika memenuhi kondisi berikut:

(1) u merupakan batas atas S, dan (2) jika v adalah sebarang batas atas S, maka u ≤ v .

Ditulis u = sup S . (b) Jika S terbatas ke bawah, maka suatu bilangan u disebut infimum (batas

bawah terbesar) dari S jika memenuhi kondisi berikut: (1) w merupakan batas bawah S, dan (2) jika t adalah sebarang batas bawah S, maka t ≤ w .

Ditulis w = inf S .

Mudah untuk dilihat bahwa jika diberikan suatu himpunan S subset dari ℝ , maka hanya terdapat satu supremum, atau supremumnya tunggal. Juga dapat ditunjukkan bahwa jika ' u adalah sebarang batas atas dari suatu himpunan tak kosong

S, maka sup S ≤ u ' , sebab sup S merupakan batas atas terkecil dari S. Suatu subset tak kosong S ⊂ ℝ mempunyai empat kemungkinan, yaitu

(i) mempunyai supremum dan infimum, (ii) hanya mempunyai supremum, (iii) hanya mempunyai infimum, (iv) tidak mempunyai infimum dan supremum.

Setiap bilangan real a ∈ ℝ merupakan batas atas dan sekaligus juga merupakan batas bawah himpunan kosong ∅ . Jadi, himpunan ∅ tidak mempunyai supremum dan infimum.

Lemma 1.3.3. Suatu bilangan u merupakan supremum dari subset tak kosong S ⊂ ℝ jika dan hanya jika u memenuhi kondisi berikut:

(1) s ≤ u untuk semua s ∈ S , (2) jika v < u , maka terdapat ' s ∈ S sedemikian hingga x < s ' .

Lemma 1.3.4. Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ, (a) u = sup S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat s 1 ∈ S

sedemikian hingga u −< ε s 1 .

(b) w = inf S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat s 2 ∈ S

sedemikian hingga u −< ε s 2 .

Bukti.

(a) ⇒ Diketahui u = sup S dan diberikan ε > 0 . Karena u −< ε u , maka u − ε bukan merupakan batas atas S. Oleh karena itu, terdapat s 1 ∈ S yang lebih besar

dari u − ε , sehingga u −< ε s 1 . ⇐ Diketahui u −< ε s 1 . Jika u merupakan batas atas S, dan jika memenuhi

v < u , maka diambil ε=− :uv . Maka jelas ε > 0 , dan diperoleh bahwa u = sup S .

(b) Coba buktikan sendiri.

Contoh 1.3.5.

(a) Jika suatu himpunan tak kosong S mempunyai elemen sebanyak berhingga, 1

maka dapat dilihat bahwa S mempunyai elemen terbesar, namakan u, dan 1

elemen terkecil, namakan w. Maka u = sup S 1 dan w = inf S 1 , dan keduanya merupakan elemen S. 1

(b) Himpunan S 2 : = { x :0 ≤≤ x 1 } mempunyai batas atas 1. Akan dibuktikan bahwa

1 merupakan supremumnya. Jika v < 1 , maka terdapat s ' ∈ S 2 sedemikian hingga v < s ' . Oleh karena itu, v bukan merupakan batas atas S dan karena v 2

merupakan sebarang v < 1 , maka dapat disimpulkan bahwa sup S 2 = 1 . Dengan

cara yang sama dapat ditunjukkan bahwa inf S 2 = 0 .

Sifat Lengkap ℝ Akan ditunjukkan bahwa subset tak kosong ℝ yang terbatas ke atas pasti mempunyai

batas atas terkecil. Sifat seperti ini disebut Sifat Lengkap ℝ . Sifat Lengkap juga sering disebut dengan Aksioma Supremum ℝ.

1.3.6. Sifat Lengkap ℝ Jika subset tak kosong S ⊂ ℝ terbatas ke atas, maka supremumnya ada, yaitu terdapat u ∈ ℝ sedemikian hingga u = sup S .

Akibat 1.3.7.

Jika subset tak kosong S ⊂ ℝ terbatas ke bawah, maka infimumnya ada, yaitu terdapat w ∈ ℝ sedemikian hingga w = inf S .

Bukti. Misalkan himpunan T terbatas ke bawah, T ⊂ ℝ . Dibentuk himpunan

S =− { tt : ∈ T } , maka S terbatas ke atas dan tidak kosong. Menurut Aksioma Supremum, sup S ada, namakan u = sup S , maka −= u inf T .

SOAL LATIHAN SUBBAB 1.3

1. Diberikan S =∈ { x ℝ : x > 0 } . Apakah S mempunyai batas bawah dan batas

atas? Apakah inf S dan sup S ada? Buktikan jawabanmu.

∈ ℕ . Carilah inf T dan supT . }

2. n Diberikan T : =−− 1 ()

1 nn :

3. Diberikan S subset tak kosong ℝ yang terbatas ke bawah. Buktikan bahwa

inf S =− sup { − ss : ∈ S } .

4. Tunjukkan bahwa jika A dan B subset terbatas dari ℝ , maka A ∪ B merupakan

himpunan terbatas. Tunjukkan bahwa sup A ( ∪ B ) = sup sup , sup { A B } .

5. Diberikan S ⊆ ℝ dan misalkan * : sup s = S dalam S. Jika u ∉ S , tunjukkan bahwa sup ( S ∪ {} u ) = sup {} su *, .

6. Tunjukkan bahwa himpunan berhingga S ⊆ ℝ memuat supremumnya.

7. Jelaskan dan buktikan Lemma 1.3.3.

1.4. Penggunaan Sifat Aksioma Supremum Pada subbab ini dibahas beberapa akibat dari aksioma supremum.

Teorema 1.4.1.

Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ yang terbatas ke atas dan

sebarang a ∈ ℝ . Didefinisikan himpunan a += S : { a + ss : ∈ S } , maka berlaku sup ( a + S ) =+ a sup () S .

Bukti. Jika diberikan u : sup = S , maka x ≤ u untuk semua x ∈ S , sehingga

a +≤+ x au . Oleh karena itu, a u + merupakan batas atas dari himpunan a + S . Akibatnya sup a ( + S ) ≤+ au . Selanjutnya, misalkan v adalah sebarang batas atas

a + S , maka a +≤ x v untuk semua x ∈ S . Akibatnya x ≤− va untuk semua x ∈ S , sehingga va − merupakan batas atas S. Oleh karena itu, u = sup S ≤− va . Karena v

adalah sebarang batas atas a + S , maka dengan mengganti v dengan u = sup S , adalah sebarang batas atas a + S , maka dengan mengganti v dengan u = sup S ,

terbukti bahwa sup ( a + S ) =+=+ au a sup S .

Teorema 1.4.2.

Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ yang terbatas dan sebarang

bilangan real a > 0 . Didefinisikan himpunan aS : = { as s : ∈ S } , maka berlaku

inf () aS = a inf () S .

Bukti. Tulis u = inf aS dan v = inf S . Akan dibuktikan bahwa u = av . Karena u = inf aS , maka u ≤ as , untuk setiap s ∈ S . Karena v = inf S , maka v ≤ s untuk setiap s ∈ S . Akibatnya av ≤ as untuk setiap s ∈ S . Berarti av merupakan batas bawah aS. Karena u batas bawah terbesar aS, maka av ≤ u . Karena u ≤ as untuk setiap s ∈ S ,

uu maka diperoleh ≤ s untuk setiap s ∈ S (sebab a > 0 ). Karena v = inf S , maka ≤ v

a yang berakibat u ≤ av . Di lain pihak diketahui av ≤ u . Akibatnya u = av . Jadi, terbukti

bahwa inf () aS = a inf () S .

Teorema 1.4.3. Jika A dan B subset tak kosong ℝ dan memenuhi a ≤ b untuk semua

a ∈ A dan b ∈ B , maka

sup A ≤ inf B .

Bukti. Diambil sebarang b ∈ B , maka a ≤ b untuk semua a ∈ A . Artinya bahwa b merupakan batas atas A, sehingga sup A ≤ b . Selanjutnya, karena berlaku untuk semua

b ∈ B , maka sup A merupakan batas bawah B. Akibatnya diperoleh bahwa sup A ≤ inf B .

Sifat Archimedes Berikut ini diberikan salah satu sifat yang mengaitkan hubungan antara bilangan real dan bilangan asli. Sifat ini menyatakan bahwa apabila diberikan sebarang bilangan real x, maka selalu dapat ditemukan suatu bilangan asli n yang lebih besar dari x.

1.4.4. Sifat Archimedes. Jika x ∈ ℝ , maka terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga x < n .

Bukti. Ambil sebarang x ∈ ℝ . Andaikan tidak ada n ∈ ℕ sedemikian hingga x < n , maka n ≤ x , untuk setiap n ∈ ℕ . Dengan kata lain, x merupakan batas atas ℕ . Jadi,

ℕ ⊂ ℝ, ℕ ≠∅ , dan ℕ terbatas ke atas. Menurut aksioma supremum, maka sup ℕ ada, tulis u = sup ℕ . Karena u −< 1 u , maka terdapat m ∈ ℕ dengan sifat u −< 1 m . Akibatnya u <+ m 1 dengan m +∈ 1 ℕ . Timbul kontradiksi dengan u = sup ℕ . Berarti u batas atas ℕ , yaitu ada m +∈ 1 ℕ sehingga u <+ m 1 (u bukan batas atas ℕ ). Jadi,

pengandaian salah, yang benar adalah ada n ∈ ℕ sedemikian hingga x < n .

Akibat 1.4.5. Jika S : =  : n ∈ ℕ , maka inf  S = 0 .

Bukti. Karena S ≠∅ terbatas ke bawah oleh 0, maka S mempunyau infimum, tulis w : inf = S . Jelas bahwa w ≥ 0 . Untuk sebarang ε > 0 , menggunakan Sifat Archimedes,

terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga < n , akibatnya < ε . Oleh karena itu, diperoleh

bahwa

0 ≤≤< w ε .

Akan tetapi karena ε > 0 sebarang, maka berdasarkan Teorema 1.1.10 berakibat bahwa

w = 0 . Terbukti bahwa inf S = 0 .

1 Akibat 1.4.6. Jika t > 0 , maka terdapat n t ∈ ℕ sedemikian hingga 0 < < t . n t

Bukti. Karena inf  : n ∈ ℕ  = 0 dan t > 0 , maka t bukan batas bawah himpunan  n

1  :n ∈ ℕ . Akibatnya terdapat  n t ∈ ℕ sedemikian hingga 0 < < t .  n

Akibat 1.4.7. Jika y > 0 , maka terdapat n y ∈ ℕ sedemikian hingga n y −<< 1 y n y .

Bukti. Sifat Archimedes menjamin bahwa subset E y : = { m ∈ ℕ : y < m } dari ℕ tidak

kosong. Menggunakan Sifat Urutan, y

E mempunyai elemen yang paling kecil, yang dinotasikan dengan n . Oleh karena itu, y n y − 1 bukan elemen y E . Akibatnya diperoleh bahwa n y −<< 1 y n y .

Eksistensi Bilangan Real dan Densitas Bilangan Rasional di ℝ Salah satu penggunaan Sifat Supremum adalah dapat digunakan untuk memberikan jaminan eksistensi bilangan-bilangan real. Berikut ini akan ditunjukkan bahwa ada

bilangan real positif x sedemikian hingga 2 x = 2 .

Teorema 1.4.8. 2 Ada bilangan real positif x sedemikian hingga x = 2 .

Bukti. 2 Dibentuk himpunan S =∈ s ℝ { : s ≥ 0 dan s < 2 } . Jelas bahwa S ≠∅ sebab

0 ∈ S dan 1 S ∈ . S terbatas ke atas dengan salah satu batas atasnya adalah 2. Jika t ≥ 2 , maka 2 t ≥ 4 . Jadi, t =∉ 2 S . Menggunakan Aksioma Supremum, S ⊂ ℝ, S ≠∅ , dan S

terbatas ke atas, maka S mempunyai supremum. Namakan x = sup S , dengan x ∈ ℝ.

2 2 2 Akan dibuktikan bahwa 2 x = 2 . Andaikan x ≠ 2 , maka x < 2 atau x > 2 .

Kemungkinan I: 2 Untuk x < 2 .

2 2 1 1 Karena x < 2 , maka 2 − x > 0 . Karena 2 ≤ , maka

Karena 2 − x > 0 dan 2 x +> 1 0 , maka

> 0 . Menurut akibat Sifat Archimedes,

dapat ditemukan n ∈ ℕ sehingga

Akibatnya

2 x +<− 1 ) 2 x

dan

 x +  < x + ( 2 x +< 1 ) x +− 2 x = 2 .

Diperoleh bahwa  x +  < 2 , yang berarti bahwa x +∈ S . Kontradiksi dengan 

x 2 = sup S . Oleh karena itu tidak mungkin x < 2 .

Kemungkinan II: 2 x > 2 .

2 Karena 2 x > 2 , maka x −> 2 0 . Perhatikan bahwa

Karena 2 x −> 2 0 dan 2 x > 0 , maka dipilih m ∈ ℕ sedemikian hingga

2 atau

Akibatnya

( x −= 2 ) 2  . m  m

batas atas. Kontradiksi 

Diperoleh bahwa  x −  > 2 . Berarti x −∉ S , yaitu x −

m dengan 2 x = sup S . Oleh karena itu, tidak mungkin x > 2 . Jadi, pengandaiannya salah,

yang benar adalah 2 x = 2 .

1.4.9. Teorema Densitas (The Density Theorem) Jika , xy ∈ ℝ dengan x < y , maka ada bilangan rasional q ∈ ℚ sedemikian hingga x << q y .

Bukti. Dengan tidak mengurangi keumuman (without loss of generality), diambil x > 0 .

Karena x < y , maka y > 0 dan y −> x 0 . Akibatnya

> 0 , sehingga dapat dipilih

n ∈ ℕ sedemikian hingga

Untuk n di di atas, berlaku ny − nx > 1 , yaitu nx +< 1 ny . Karena nx > 0 , maka dapat dipilih m ∈ ℕ sehingga

m −≤ 1 nx < m .

Bilangan m di atas juga memenuhi m < ny , sebab dari m −≤ 1 nx diperoleh m ≤ nx +< 1 ny . Jadi

nx << m ny .

Akibatnya untuk q = mempunyai sifat x < =< q y . Jadi, terdapat bilangan

m rasional q = dengan sifat x << q y . n

Berikut ini diberikan akibat dari Teorema Densitas, yaitu di antara dua bilangan real pasti dapat ditemukan bilangan irrasional.

Akibat 1.4.10.

Jika xy , ∈ ℝ dengan x < y , maka ada bilangan irrasional r sedemikian hingga x << r y .

y Bukti. Menggunakan Teorema Densitas, ada bilangan real

dan dengan sifat

ada bilangan rasional q dengan sifat

<< q

. Akibatnya, x < q 2 < y dan q 2

merupakan bilangan irrasional.

SOAL LATIHAN SUBBAB 1.4

1. Diberikan himpunan tak kosong X dan fX : → ℝ mempunyai range terbatas di ℝ . Jika a ∈ ℝ , tunjukkan bahwa:

(a) sup { a + fx (): x ∈ X } =+ a sup { fx (): x ∈ X } . (b) inf { a + fx (): x ∈ X } =+ a inf { fx (): x ∈ X } .

2. Diberikan subset tak kosong A dan B dari ℝ . Dibentuk himpunan

AB += : { aba + : ∈ A dan b ∈ B } . Buktikan bahwa sup ( A + B ) = sup A + sup B

dan inf( A + B ) = inf A + inf B .

3. Jika diberikan sebarang x ∈ ℝ , tunjukkan bahwa terdapat dengan tunggal n ∈ ℤ

sedemikian hingga n −≤< 1 x n .

4. Jika y > 0 , tunjukkan bahwa terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga n < y .

5. Jika u > 0 adalah sebarang bilangan real dan x < y , tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sedemikian hingga x < ru < y .

1.5. Interval dalam ℝ Jika diberikan , ab ∈ ℝ dengan a < b , maka interval terbuka yang ditentukan oleh a

dan b adalah himpunan

(){ ab , =∈ x ℝ : a << x b } .

Titik a dan b disebut titik ujung (endpoints) interval. Titik ujung tidak termuat dalam interval terbuka. Jika kedua titik ujung digabungkan ke dalam interval terbukanya, maka disebut interval tertutup , yaitu himpunan

[] ab , =∈ { x ℝ : a ≤≤ x b } .

Interval setengah terbuka atau setengah tertutup adalah interval yang memuat salah satu titik ujungnya. Gabungan interval terbuka dengan titik ujung a, ditulis [ , ) ab,

dan gabungan interval terbuka dengan titik ujung b, ditulis ( , ] a b . Masing-masing interval tersebut terbatas dan mempunyai panjang (length) yang didefinsikan dengan

ba − . Jika a = b , maka interval terbukanya berkorespondensi dengan himpunan kosong

(,) aa =∅ , dan interval tertutupnya berkorespondensi dengan himpunan singleton

[] aa , = {} a . Berikut ini diberikan lima jenis interval tidak terbatas. Simbol ∞ (atau +∞ ) dan

−∞ digunakan sebagai simbol titik ujungnya yang tak berhingga. Interval terbuka tak

terbatas adalah himpunan dengan bentuk

( a , ∞=∈ ){ : x ℝ : x > a } dan ( −∞ , b ){ : =∈ x ℝ : x < b } .

Himpunan pertama tidak mempunyai batas atas dan yang kedua tidak mempunyai batas

bawah. Himpunan ( a , ∞ ) sering juga disebut dengan sinar terbuka (open a ray).

Diberikan interval tertutup tak terbatas , yaitu

[,): a ∞=∈ { x ℝ : a ≤ x } dan ( −∞ ,]: b =∈ { x ℝ : x ≤ b } .

Himpunan [ , ) a ∞ sering disebut dengan sinar tertutup (close a ray). Himpunan ℝ

dapat dituliskan sebagai ( −∞ ∞ = , ) : ℝ . Perhatikan bahwa ∞ dan −∞ bukan elemen ℝ .

1.5.1. Teorema Karakteristik Interval Jika S adalah subset ℝ yang memuat paling sedikit dua titik dan mempunyai sifat:

jika , xy ∈ S dan x < y , maka [] xy , ⊆ S ,

maka S merupakan suatu interval.

Interval Susut (Nested Intervals) Telah diketahui bahwa barisan adalah fungsi f : ℕ →≠∅ A . Jika A adalah himpunan

interval-interval, maka terbentuk barisan interval {} I n n ≥ 1 . Untuk mempersingkat

penulisan, barisan {} I n n ≥ 1 cukup ditulis I. n

Definisi 1.5.2. (Interval Susut)

∈ I, n ℕ dikatakan interval susut (nested intervals) jika

Barisan n

I 1 ⊇⊇ I 2 I 3 ... ⊇⊇ I n I n + 1 ⊇ ... .

Contoh 1.5.3.

(1) Diberikan I n =  0,  , n ∈ ℕ . Yaitu I 1 = [] 0,1 , I 2 =  0,  , I 3 =  0,  , ....

Maka I 1 ⊇⊇⊇ I 2 I 3 ... (nested) dan ∩ I n = {} 0 (mempunyai titik berserikat).

(2) Diberikan I n =  0,  , n ∈ ℕ . Diperoleh bahwa I n ⊃ I n + 1 , untuk setiap n ∈ ℕ.

Tetapi ∩ I n =∅ . Jadi, interval susut belum tentu mempunyai titik berserikat.

Sebab, andaikan terdapat x ∈ ∩ I n , maka x ∈ I n untuk setiap n ∈ ℕ . Karena

x > 0 , maka terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga < x . Kontradiksi dengan

pengandaian. Jadi pengandaian salah, yang benar adalah ∩ I n =∅ .

(3) Diberikan I n =  0,1 +  , maka I 1 = [] 0, 2 , I 2 =  0,1  , I 2 =  0,1  , ....

Diperoleh ∩ I n = [] 0,1 ≠∅ . (Ada tak hingga banyak ξ∈ [] 0,1 ). Perhatikan

 1  bahwa inf 1  + : n ∈ ℕ  = 1 .

Jika I n = [ ab n , n ] , n ∈ ℕ

1.5.4. Sifat Interval Susut (Nested Interval Property)

interval tertutup terbatas dan I n ⊇ I n + 1 untuk setiap n ∈ ℕ (interval susut), maka

∩ I n ≠∅ ,

yaitu terdapat ξ ∈ ℝ sedemikian hingga ξ ∈ I n untuk setiap n ∈ ℕ . Selanjutnya, jika

panjang I n =− b n a n memenuhi inf { b n − a n : n ∈ ℕ } = 0 , maka elemen berserikat ξ

tersebut tunggal.

Bukti. Dibentuk himpunan A = { a n : n ∈ ℕ } . Jelas A ≠∅ sebab a 1 ∈ A , dan A ⊂ ℝ.

Himpunan A terbatas ke atas, sebab I n ⊇ I n + 1 untuk setiap n ∈ ℕ . Sehingga diperoleh bahwa

untuk setiap n ∈ ℕ , yang berarti 1 b batas atas A. Menggunakan Sifat Lengkap ℝ , maka supremum A ada, yaitu terdapat ξ ∈ ℝ sedemikian hingga ξ = sup A . Jelas bahwa

untuk setiap m ∈ ℕ . Selanjutnya, untuk sebarang , mn ∈ ℕ berlaku

a n ≤ a nm + ≤ b nm + ≤ b m atau a n ≤ b m .

Hal ini berakibat

sup { a n : n ∈ ℕ } ≤ b m atau ξ ≤ b m .

Karena a m ≤ ξ dan ξ ≤ b m , maka diperoleh a m ≤≤ ξ b m untuk setiap m ∈ ℕ , berarti

ξ∈= I n [ ab n , n ] , untuk setiap n ∈ ℕ . Sehingga

∩ I n ≠∅ . Jika η= inf { b n : n ∈ ℕ } , maka dengan cara yang sama

yang berakibat

(sebelumnya), diperoleh η ∈ I m untuk setiap m ∈ ℕ . Sehingga diperoleh

Akan dibuktikan ketunggalannya, yaitu ηξ = . Diambil sebarang ε > 0 . Jika

inf { b n − a n : n ∈ ℕ } = 0 , maka terdapat n 0 ∈ ℕ sehingga

0 ≤−≤ ηξ bn 0 − an 0 < ε atau 0 ≤−< ηξε .

Karena berlaku untuk sebarang ε > 0 , maka ηξ −= 0 atau ηξ = . Jadi, terbukti bahwa

ηξ =∈ ∩ I n tunggal.

Himpunan Terhitung (Countable) Diberikan

n = { 1, 2, 3,..., n } , n ∈ ℕ . Dua himpunan A dan B dikatakan ekuivalen ,

ditulis A ∼ B jika ada fungsi bijektif fA : → B . Contoh:

1. Misalkan A = { 1, 2,3 } dan B = { abc ,, } , maka A ∼ B .

2. Misalkan fA : → C dengan C = { wxyz ,,, } , maka A ∼ C .

Suatu himpunan dikatakan tak berhingga (infinite) jika himpunan tersebut ekuivalen dengan salah satu himpunan bagian sejatinya. Jika tidak demikian, maka himpunan tersebut dikatakan berhingga (finite), yaitu ekuivalen dengan n . Contoh:

1. Himpunan A = { 1, 2,3 } berhingga.

2. ℕ = { 1, 2, 3,... } , T = { 2, 4, 6,... } ⊂ ℕ . fungsi

n ֏ fn () = 2 n

Jadi, ℕ tak berhingga, T juga tak berhingga.

Suatu himpunan D dikatakan denumerable jika D ∼ ℕ . Suatu himpunan dikatakan terhitung (countable) jika himpunan tersebut berhingga atau denumerable. Jika tidak, maka dikatakan himpunan tak terhitung (uncountable atau non denumerable), yaitu himpunan yang tidak ekuivalen dengan ℕ . Jika himpunan A

terhitung, maka A dapat disajikan sebagai A = { xxx 1 , 2 , 3 ,... } dengan x i ≠ x j untuk i ≠ j .

Contoh:

1. Himpunan ∅ terhitung berhingga.

2. Himpunan ℕ terhitung tak berhingga.

3. Himpunan A = { 1, 2,3 } terhitung berhingga.

Dapat ditunjukkan bahwa ℝ merupakan himpunana tak terhitung. Untuk

membuktikannya cukup hanya dengan membuktikan I = [] 0,1 tak terhitung. Berikut ini

diberikan teoremanya.

Teorema 1.5.5. Himpunan I = [] 0,1 tak terhitung.

Bukti. Andaikan I terhitung, maka dapat ditulis dengan

I = { xxx 1 , 2 , 3 ,..., x n ,... } .

Dikonstruksikan barisan interval tertutup, terbatas, susut (nested), dan

inf { b n − a n : n ∈ ℕ } = 0 . Interval I = [] 0,1 dibagi menjadi tiga sama panjang, yaitu

  ,  , dan  2 ,1 3  3 3  3  .

Titik x 1 ∈ I termuat dalam paling banyak dua sub interval. Pilih sub interval yang tidak

memuat x , namakan 1 I 1 = [ ab 1 , 1 ] . Jadi, x 1 ∉ I 1 . Selanjutnya, 1 I dibagi menjadi tiga

sama panjang, yaitu

 aa 

1 , 1 + 1  , a 1 + 1 , a 1 + 2     , dan  a 2, b 9  9 9   1 + 9 1  .

Kemudian pilih sub interval yang tidak memuat x , namakan 2 I 1 = [ ab 2 , 2 ] . Jadi, x 2 ∉ I 2 .

Jika proses diteruskan,

tertutup, terbatas,

I 1 ⊃⊃⊃⊃ I 2 I 3 ... I n dengan inf { b n − a n : n ∈ ℕ } = inf  ℕ . Menggunakan sifat 

Nested Interval, maka terdapat dengan tunggal y ∈ ∩ I n . Berarti y ∈ I , yaitu y = x n

untuk suatu n ∈ ℕ . Akibatnya x n ∈ ∩ I n , yaitu x n ∈ I n . Sedangkan dari konstruksi

diperoleh x n ∉ I n . Timbul kontradiksi, yang benar adalah I = [] 0,1 tak terhitung,

sehingga ℝ juga tak terhitung.

Teorema Bolzano-Weierstrass Sebelum dijelaskan tentang Teorema Bolzano-Weierstrass, terlebih dahulu dijelaskan mengenai titik cluster. Berikut diberikan definisinya.

Definisi 1.5.6. (Titik Cluster)

Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ . Titik x ∈ ℝ

disebut titik cluster (cluster points) jika setiap persekitaran Vx ε () =− ( x ε , x + ε ) memuat paling sedikit satu titik anggota S yang tidak sama dengan x. Titik cluster sering

disebut dengan titik akumulasi atau titik limit .

Dengan kata lain, x titik cluster S jika untuk setiap ε > 0 berlaku

( Vx ε () ∩− S ){} x ≠∅ atau ( Vx ε () − {} x ) ∩≠∅ S .

Ekuivalen dengan mengatakan bahwa x titik cluster S jika untuk setiap n ∈ ℕ,

terdapat s n ∈ S sedemikian hingga 0 < s n −< x .

Contoh 1.5.7.

(1) Diberikan S = () 0, 2 . Apakah 0 merupakan titik cluster? Jawab. Diambil ε > 0 , maka V ε ()( 0 =− 0 ε ,0 + ε )( =− εε , ) . Menggunakan

Teorema Densitas, maka 0 merupakan titik cluster S dan 0 ∉ S . Demikian juga

bahwa merupakan titik cluster S dan ∈ S .

(2) Diberikan A = [] 1, 2 ∪ {} 4 . Apakah 4 titik cluster?

Jawab. Persekitaran- ε dari 4 adalah V ε ()( 4 =− 4 ε ,4 + ε ) . Misal diambil

= , maka V ε () 4 =  4 − ,4 +  = 3,4  . Sehingga diperoleh bahwa

 3,4  ∩ [] 1, 2 − {} 4 =∅ . Jadi, 4 bukan titik cluster.

(3) Diberikan B =  : n ∈ ℕ  = 1, , , ,...  . Tunjukkan bahwa 0 titik cluster B

dengan 0 ∉ B .

Jawab. Menggunakan Sifat Archimedes, jika diberikan sebarang ε > 0 , maka

1 terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga 0 << ε . Persekitaran titik 0 adalah

V ε ()( 0 =− εε , ) . Jika dipilih ε sangat kecil, maka 0 << ε . Jadi, 0 merupakan

n titik cluster B dengan 0 ∉ B .

1.5.8. Teorema Bolzano-Weierstrass Setiap subset ℝ yang tak berhingga (infinite) dan terbatas, mempunyai paling sedikit satu titik cluster.

Bukti. Diberikan sebarang subset S ⊂ ℝ tak berhingga dan terbatas. Karena S terbatas,

maka terdapat interval I 1 = [] ab , dengan panjang () I 1 =− ba . Kemudian bagilah I 1

 ab + 

 ab + 

menjadi dua bagian, yaitu  a ,

 dan 

 . Karena S tak berhingga, maka

salah satu interval tersebut memuat tak hingga banyak titik anggota S, sebab apabila keduanya memuat berhingga banyak anggota S, maka berarti himpunan S berhingga.

Namakan bagian yang memuat tak hingga banyak titik anggota S dengan I. 2

Panjangnya () I 2 =

ba −

. Selanjutnya, 2 I dibagi menjadi dua bagian seperti langkah

di atas, maka salah satu bagian memuat tak hingga banyak anggota S. Namakan bagian

ba −

() I 3 = 2 . Apabila proses diteruskan, maka

tersebut dengan 3 I . Panjangnya

diperoleh barisan interval susut (nested)

I 1 ⊃⊃⊃⊃⊃ I 2 I 3 ... I n ....

Menurut Sifat Interval Susut, maka ∩ I n ≠∅ , atau terdapat x ∈ ∩ I n .

Akan ditunjukkan bahwa x titik cluster S. Diambil sebarang ε > 0 , maka terdapat n ∈ ℕ

ba

sedemikian hingga −< n − 1 ε , dan persekitarannya V ε ()( x =− x ε , x + ε ) . Karena x ∈ I n

ba −

dan () I n = n − 1 < ε , maka I n ⊆ V ε () x . Karena n

I memuat tak hingga banyak titik

anggota S, maka V ε () x memuat tak hingga banyak titik anggota S yang tidak sama

dengan x. Jadi, x merupakan titik cluster S.

Himpunan Terbuka dan Tertutup

Definisi 1.5.9.

(i) Himpunan G ⊆ ℝ dikatakan terbuka dalam ℝ jika untuk setiap x ∈ G ,

terdapat persekitaran V ε () x sedemikian hinnga V ε () x ⊂ G .

(ii) Himpunan F ⊆ ℝ dikatakan tertutup dalam ℝ jika komplemen F, yaitu

c F terbuka dalam ℝ .

Contoh 1.5.10.

(1) Himpunan ℝ = −∞ ∞ ( , ) terbuka, sebab untuk setiap x ∈ ℝ , terdapat

Vx 1 () =− ( x 1, x +⊂ 1 ) ℝ .

(2) Himpunan A = () 0,1 terbuka, sebab jika diambil ε = min  ,  untuk

 xx − 1 

setiap x ∈ A , maka V ε ()( x =− x ε , x +⊂ ε ) A .

(3) Himpunan B = [] 1, 2 tertutup, sebab jika diambil x = 1 , maka untuk setiap ε > 0 , V ε ()( 1 =− 1 ε ,1 +⊄ ε ) B dan 1 −∉ ε B . Dapat ditunjukkan juga bahwa

c B terbuka, yaitu c B = −∞ ∪ (

,1 )( 2, ∞ ) terbuka.

1.5.11. Sifat Himpunan Terbuka

(a) Jika A himpunan indeks (berhingga atau tak berhingga) dan x

G terbuka

untuk setiap λ ∈ A , maka ∪ G λ terbuka.

(b) Jika GG 1 , 2 ,..., n G masing-masing merupakan himpunan terbuka, maka ∩ G i

terbuka.

Bukti.

(a) Namakan G = ∪ G λ . Diambil sebarang x ∈ G , maka terdapat λ 0 ∈ A

sedemikian hingga x ∈ G λ 0 . Karena G λ 0 terbuka, maka terdapat

V ε () x ⊂ G 0 ⊂ G . Jadi, terbukti bahwa untuk setiap x ∈ G , terdapat V ε () x ⊂ G ,

yang berarti G = ∪ G λ terbuka.

(b) Namakan H = ∩ G i . Akan ditunjukkan bahwa H terbuka. Diambil sebarang

x ∈ H , maka x ∈ G i , i = 1, 2,..., n .

Karena x ∈ G 1 dan 1 G terbuka, maka terdapat ε 1 > 0 sehingga V ε 1 () x ⊂ G 1 . Karena x ∈ G 2 dan 2 G terbuka, maka terdapat ε 2 > 0 sehingga V ε 2 () x ⊂ G 2 .

Demikian seterusnya.

Karena x ∈ G n dan n

G terbuka, maka terdapat ε n > 0 sehingga V ε n () x ⊂ G n . Namakan ε = min { εε 1 , 2 ,..., ε n } , jelas bahwa ε > 0 . Maka V ε () x ⊂ V ε i () x ⊂ G i

untuk setiap i = 1, 2,..., n , yang berakibat bahwa

V ε () x ⊂ H = ∩ G i . Jadi,

terbukti bahwa ∩ G i terbuka.

Berikut ini diberikan akibat dari sifat himpunan terbuka, yaitu sifat untuk himpunan tertutup.

Akibat 1.5.12.

(a) Jika A himpunan indeks (berhingga atau tak berhingga) dan x

G tertutup

untuk setiap λ ∈ A , maka ∪ G λ tertutup.

(b) Jika GG 1 , 2 ,..., n

G masing-masing merupakan himpunan tertutup, maka

∪ G i tertutup.

SOAL LATIHAN SUBBAB 1.5

1. Jika I : = [] ab , dan I ′ : = [ ab ′′ , ] interval tertutup dalam ℝ , tunjukkan bahwa

I ⊆ I ′ jika dan hanya jika a ′≤ a dan b ≤ b ′ .

2. Jika S ⊆ ℝ tidak kosong, tunjukkan bahwa S terbatas jika dan hanya terdapat

interval tertutup terbatas I sedemikian hingga S ⊆ I .

3. Jika S ⊆ ℝ tidak kosong dan terbatas, dan I S : = [ inf ,sup S S ] , tunjukkan bahwa

S ⊆ I S . Selanjutnya, jika J adalah sebarang interval tertutup terbatas yang

memuat S, tunjukkan bahwa I S ⊆ J .

4. Diberikan K n : = ( n , ∞ ) untuk n ∈ ℕ . Buktikan bahwa ∩ K n =∅ .

5. Jika S himpunan terbatas di ℝ dan T ⊂ S tidak kosong, buktikan bahwa inf S ≤ inf T ≤ sup T ≤ sup S .

6. Buktikan Akibat 1.5.1.2.(b).

BAB 2 BARISAN DAN DERET

Pada bab ini dibahas mengenai pengertian barisan dan deret. Selanjutnya, dibahas tentang limit dan konvergensi dari suatu barisan. Di antaranya adalah Teorema Konvergen Monoton, Teorema Bolzano-Weierstrass, dan Kriteria Cauchy untuk barisan yang konvergen.

2.1. Barisan dan Limit Barisan

Barisan (sequence) pada himpunan S adalah suatu fungsi dengan domain ℕ dan mempunyai range dalam S. Pada subbab ini akan dibahas mengenai barisan di ℝ dan konvergensi dari suatu barisan.

Definisi 2.1.1. Barisan bilangan real adalah suatu fungsi yang didefinisikan pada himpunan ℕ dengan range dalam ℝ .

Dengan kata lain, barisan dalam ℝ mengawankan setiap bilangan asli n = 1, 2, 3,... kepada suatu bilangan real. Jika X : ℕ → ℝ merupakan barisan, maka

biasanya dituliskan dengan nilai dari X pada n dengan notasi x . Barisan sering n

dinotasikan dengan X atau () x n atau ( x n : n ∈ ℕ ) atau {} x n atau {} x n n ≥ 1 . Apabila diketahui suatu barisan Y, artinya Y = () y k .

Contoh 2.1.2.

(a) n Barisan () x n dengan x n =− () 1 adalah barisan − 1,1, 1,1, 1,1,..., − − () − 1 ,... .

(b) Barisan () x n dengan x n = n ,  n : n ∈ ℕ  = , , ,..., n ,... .

(c) Barisan konstan () k n dengan k n = 3 adalah 3, 3, 3, 3,.... .

 n  123

(d) Barisan 

Definisi 2.1.3. Diberikan barisan bilangan real () x n dan () y n , dan α ∈ ℝ . Maka dapat didefinisikan

(i) ()()( x n ± y n = x n ± y n ) . (ii) α ()() x n = α x n .

(iii) ()()( x n ⋅ y n = x n ⋅ y n ) .

x n  x (iv)

=   , asalkan y n ≠ 0 .

() y n  y n 

Definisi 2.1.4. (Limit Barisan) Diketahui () x n barisan bilangan real. Suatu bilangan real x dikatakan limit barisan () x n jika untuk setiap ε > 0 terdapat K () ε∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ∈ ℕ dengan n ≥ K () ε berlaku x n −< x ε .

Jika x adalah limit suatu barisan () x n , maka dikatakan () x n konvergen ke x, atau () x n mempunyai limit x. Dalam hal ini ditulis n lim () x n x

= atau lim () x n = x atau x n → x . Jika () x n tidak konvergen, maka () x n dikatakan divergen .

Teorema 2.1.5. Jika barisan () x n konvergen, maka () x n mempunyai paling banyak satu limit (limitnya tunggal).