Perbedaan Laju Aliran Saliva yang Distimulasi dengan Mengunyah dan Menghisap Permen Karet pada Pasien Mengonsumsi Antidepresan dengan Xerostomia di RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antidepresan yang Dikonsumsi Pasien Depresi

Antidepresan adalah obat yang dikonsumsi pasien depresi untuk meningkatkan suasana jiwa (mood), dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung. Antidepresan tidak bekerja pada orang sehat.2

2.1.1 Jenis Antidepresan yang Dikonsumsi Pasien Depresi

Antidepresan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu heterosiklik dan monoamine inhibitor oksidase (MAOI). Heterosiklik merupakan antidepresan yang paling sering digunakan. Heterosiklik dikelompokkan lagi menjadi beberapa jenis obat, yaitu trisiklik (terbagi atas amin tersier dan amin sekunder) dan antidepresan generasi kedua. Trisiklik amin tersier terdiri dari imipramin, klomipramin, dan amitripilin. Trisiklik amin sekunder terdiri dari desipramin, nortriptilin, dan protriptilin. Sedangkan antidepresan generasi kedua terdiri dari fluoxetin, sertralin, citalopram, fluvoxamine, mianserin, mirtazapin, dan venlafaxine.4

Antidepresan kelompok MAOI merupakan suatu sistem enzim kompleks yang terdistribusi luas di dalam tubuh. MAOI diberikan jika pasien depresi tidak memberikan respon pada antidepresan kelompok heterosiklik.1

2.1.2 Dosis Antidepresan Jenis trisiklik

1. Imipramin. Dosis lazim 25-50 mg sebanyak tiga kali sehari.1

2. Klomipramin. Dosis lazim 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum 250 mg sehari.1


(2)

3. Amitripilin. Dosis lazim 25 mg dapat dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari.1

Jenis generasi ke 2

1. Fluoxetin. Dosis lazim 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari.1

2. Sertralin. Dosis lazim 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hari.1

3. Citalopram. Dosis lazim 20 mg/hari, maksimum 60 mg/hari.1

4. Fluvoxamine. Dosis lazim 50 mg dapat diberikan satu kali sehari dan sebaiknya pada malam hari, maksimum dosis 300 mg.1

5. Mianserin. Dosis lazim 30-40 mg/hari menjelang tidur.1 6. Mirtazapin. Dosis lazim 15-45 mg/hari menjelang tidur.1

7. Venlafaxine. Dosis lazim 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg dan dapat diberikan satu kali sehari.1

Golongan antidepresan MAOI

1. Moclobemid. Dosis lazim 300 mg/hari dan dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/hari.1

2.2 Xerostomia

2.2.1 Definisi

Xerostomia merupakan sensasi subjektif dari kekeringan mulut, tetapi tidak selalu berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva.7,9 Xerostomia bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu gejala dari berbagai kondisi yang dialami, seperti efek samping dari radiasi di daerah kepala dan leher atau merupakan efek samping dari berbagai jenis obat-obatan yang dikonsumsi.9 Xerostomia dapat menimbulkan beberapa masalah dan kesulitan pada penderitanya.7,11 Pada orang dewasa laju aliran saliva distimulasi normalnya mencapai 1-3 ml/menit dengan


(3)

rata-rata terendah mencapai 0,7-1 ml/menit, sedangkan pada keadaan hiposalivasi lebih rendah dari 0,7 ml/menit. Laju aliran saliva normal tanpa stimulasi berkisar 0,25-0,35 ml/menit dengan rata-rata terendah 0,2-0,25 ml/menit, dan pada keadaan hiposalivasi laju aliran saliva kurang dari 0,1-0,2 ml/menit.9,10

2.2.2 Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan xerostomia :

1. Gangguan yang terjadi pada kelenjar saliva itu sendiri. Ada beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada kelenjar saliva sehingga laju aliran saliva menjadi berkurang. Penyakit itu diantaranya adalah sialodenitis kronis, kista dan tumor kelenjar saliva, mumps, dan sindrom Sjogren.9,15

2. Keadaan fisiologis. Aliran saliva dapat dipengaruhi oleh keadaan fisiologis seperti berolah raga, berbicara yang lama, bernafas melalui mulut, gangguan emosional, stress, putus asa, dan perasaan takut. Keadaan ini dapat mempengaruhi terjadinya rangsangan pada simpatik dari sistem saraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. 9,15

3. Penggunaan obat-obatan. Banyak sekali obat-obatan yang dapat mempengaruhi laju aliran saliva, diantaranya analgesik, antikonvulsan, antihistamin, antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, diuretik, dan dekongestan.11,15

4. Usia. Usia merupakan salah satu faktor penyebab xerostomia. Seiring dengan pertambahan usia maka akan terjadi kemunduran dan atropi pada kelenjar saliva sehingga dapat menurunkan laju aliran saliva..9,15

5. Psikologi. Pasien yang mengalami gangguan psikologi seperti depresi juga sering mengeluhkan terjadinya xerostomia, hal ini bisa terjadi akibat sistem saraf otonom menghambat sistem saraf simpatis dalam sekresi saliva. 15

6. Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher. Radiasi dapat menyebabkan perubahan pada sekresi sel serous sehingga terjadi penurunan sekresi saliva.9,15


(4)

7. Demam serta infeksi pernafasan. Demam dan infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan terjadinya mulut kering atau xerostomia walaupun dampaknya tidak terlalu mengganggu. Pada infeksi saluran pernafasan atas, penyumbatan hidung akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut sehingga mulut akan menjadi kering.11,15

8. Keadaan-keadaan lain yang menyebabkan xerostomia. Diabetes melitus yang tidak terkontrol serta berhubungan dengan polidipsia, poliuria, dan dehidrasi dapat menyebabkan xerostomia. Selain itu dehidrasi medis atau operasi dengan keadaan-keadaan yang bervariasi, mulai dari perdarahan sampai hiperparatiroidism juga dapat menyebabkan xerostomia.11,15

2.2.3 Tanda dan Gejala

Ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dijumpai jika mengalami xerostomia. Tanda yang dapat ditemui pada penderita xerostomia, yaitu saliva menjadi kental dan berbusa, bibir kering dan pecah-pecah, rongga mulut terasa terbakar, lidah berfisura dan berlobul, mukosa yang terlihat kering dan pucat, serta kelenjar saliva bengkak dan nyeri (Gambar 1).16

A B

Gambar 1. Tanda Xerostomia. A, lidah berfisura dan berlobul. B, Bibir kering dan pecah-pecah10


(5)

Gejala yang biasanya dirasakan adalah mengalami keluhan dan kesulitan ketika makan, berbicara dan menelan, gangguan pengecapan (dysgeusia), berkurangnya retensi pada pemakaian gigi tiruan, rasa sakit pada lidah (glossodyna),

dan peningkatan kebutuhan untuk minum air.9

2.2.4 Diagnosis

Beberapa tahap untuk diagnosis xerostomia yaitu :

1. Anamnesis. Informasi tentang keluhan utama pasien dan riwayat penyakit dapat diperoleh dengan melakukan anamnesis, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan xerostomia. Contoh pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah, apakah pasien merasa mulutnya kering ketika makan makanan, apakah pasien sedang mengonsumsi obat, dan lain sebagainya.10

2. Pemeriksaan klinis. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan pasien secara menyeluruh pada kelenjar saliva, jaringan lunak, dan jaringan keras rongga mulut. Pemeriksaan pada kelenjar saliva meliputi pembesaran pada kelenjar saliva, berkurangnya saliva, dan kontaminasi saliva oleh pus atau darah. Pemeriksaan pada jaringan lunak mencakup kondisi kering, atrofi, fisura dan lobul pada lidah, serta terjadinya perubahan warna pada mukosa mulut. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan untuk melihat laju aliran saliva dengan menggunakan metode spitting

dengan cara menampung saliva ke dalam gelas ukur selama tiga menit, pemeriksaan kekeringan mukosa dengan cara menempelkan tongue blade, jika alat lengket pada mukosa berarti terjadi penurunan sekresi saliva, serta pemeriksaan jaringan keras rongga mulut meliputi pemeriksaan terhadap gigi yang mengalami karies, baik tingkat keparahannya maupun rekurensinya.10

3. Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan ini mencakup sialometri, serologi, mikrobial, histologi dan radiografi. Pemeriksaan sialometri yaitu pengumpulan saliva total (whole saliva) dapat dilakukan saat pasien beristirahat (unstimulated), atau pada saat pasien melakukan aktivitas (stimulated). Pada pemeriksaan serologi, mikrobial


(6)

dan histologi dilakukan untuk melihat penyebab lain yang mempengaruhi sekresi saliva, misalnya karena sindrom sjogren atau karena penyebab lainnya.10,17

2.2.5 Penatalaksanaan Xerostomia

Langkah pertama yang dapat dilakukan agar dapat mengatasi mulut kering adalah menegakkan diagnosis. Menegakkan diagnosis ini sering melibatkan multidisiplin dengan praktisi kesehatan lain karena seringkali xerostomia diakibatkan oleh komplikasi medis dan pengunaan obat-obatan.5 Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah :

1. Terapi preventif. Penderita xerostomia sebaiknya melakukan evaluasi oral secara rutin untuk diagnosis awal komplikasi oral. Pasien diistruksikan melakukan pemeriksaan mandiri serta melaporkan jika terdapat suatu kelainan di rongga mulutnya.16 Pasien juga diberikan flor topikal untuk mengontrol karies.17

2. Perawatan simtomatik. Terdapat berbagai macam perawatan simtomatik yang dapat dilakukan yaitu pasien disarankan untuk mengonsumsi air yang cukup, obat kumur dan saliva buatan. Hal ini dilakukan agar dapat membantu menjaga kelembaban rongga mulut dan membersihkan debris.5,17

3. Stimulasi saliva. Untuk pasien dengan kelenjar saliva yang masih baik maka teknik stimulasi dapat membantu dalam meningkatkan sekresi saliva.5 Stimulasi mekanis, kimiawis, dan mekanis-kimiawis merupakan stimulasi yang sangat baik dalam meredakan gejala. Stimulasi mekanis-kimiawis merupakan stimulasi lokal yang dapat dilakukan dengan mengunyah dan menghisap.18 Mengunyah dan menghisap dapat menimbulkan reflex saliva sederhana yang terjadi sewaktu reseptor tekanan di rongga mulut memberikan respon terhadap makanan. Sewaktu diaktifkan reseptor tersebut memulai implus di saraf aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medulla batang otak. Pusat saliva kemudian mengirim implus melalui saraf otonom ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Stimulasi kimia dapat merangsang produksi saliva dengan pemberian asam malat, gumarab, kalsium laktat,


(7)

saliva dengan melibatkan indra penciuman, hal ini terjadi karena ketika mencium suatu aroma akan mempengaruhi korteks serebrum, dan selanjutnya informasi akan dibawa ke pusat saliva di medulla batang otak dan setelah itu pusat saliva mengirim implus melalui saraf otonom ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva.17 Selain itu sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang merangsang melalui sistem saraf parasimpatis. Obat obat yang bisa digunakan seperti pilokarpin, karbamilkolin, dan betanekol.11

2.3 Hubungan Antidepresan dengan Xerostomia

Salah satu efek samping dari antidepresan adalah xerostomia. Pada penelitian Keene, Galasko, dan Land (2003), dari 381 orang pasien yang dirawat dengan antidepresan, hampir 58% pasien berpotensi mengalami xerostomia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa antidepresan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya xerostomia.6 Xerostomia dapat terjadi 4-12 minggu setelah mengonsumsi antidepresan.5 Jenis antidepresan yang dapat menyebabkan xerostomia adalah

serotonin agonist, nor-adrenalin re-uptake blockers, serotonin re-uptake inhibitors, noradrenalin and serotonin re-uptake blockers, atipical antidepressants, trisiklik,

tetrasiklik, monoamin oxidase inhibitors, venlafaxine, buspirone, dan alprazolan.2 Antidepresan memiliki sifat sebagai antikolinergik.4 Efek antikolinergik ini berfungsi memblokir sistem parasimpatis dengan menghambat efek asetilkolin pada kelenjar ludah. Pemblokiran saraf parasimpatis dapat mengakibatkan produksi saliva menurun sehingga terjadi xerostomia. Selain efek atikolinergik, antidepresan dapat mempengaruhi aliran saliva serta komposisinya dengan mengganggu fungsi dari sel asini beserta salurannya dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam aliran darah. Berkurangnya aliran saliva dapat diakibatkan oleh berkurangnya aliran darah yang diakibatkan oleh vasokonstriksi dari simpatetik adrenergik.19,20


(8)

2.4 Kerangka Teori

Antidepresan

Xerostomia

Terapi preventif Terapi simtomatis Terapi stimulasi saliva

Sistemik Lokal

Pengaruh mengunyah permen karet xylitol terhadap aliran saliva

Pengaruh menghisap permen karet xylitol terhadap aliran saliva


(9)

2.5 Kerangka Konsep

Pasien antidepresan

Xerostomia

Pengukuran laju aliran saliva

Sebelum Sesudah

Mengunyah permen karet xylitol

Menghisap permen karet xylitol


(1)

7. Demam serta infeksi pernafasan. Demam dan infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan terjadinya mulut kering atau xerostomia walaupun dampaknya tidak terlalu mengganggu. Pada infeksi saluran pernafasan atas, penyumbatan hidung akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut sehingga mulut akan menjadi kering.11,15

8. Keadaan-keadaan lain yang menyebabkan xerostomia. Diabetes melitus yang tidak terkontrol serta berhubungan dengan polidipsia, poliuria, dan dehidrasi dapat menyebabkan xerostomia. Selain itu dehidrasi medis atau operasi dengan keadaan-keadaan yang bervariasi, mulai dari perdarahan sampai hiperparatiroidism juga dapat menyebabkan xerostomia.11,15

2.2.3 Tanda dan Gejala

Ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dijumpai jika mengalami xerostomia. Tanda yang dapat ditemui pada penderita xerostomia, yaitu saliva menjadi kental dan berbusa, bibir kering dan pecah-pecah, rongga mulut terasa terbakar, lidah berfisura dan berlobul, mukosa yang terlihat kering dan pucat, serta kelenjar saliva bengkak dan nyeri (Gambar 1).16

A B

Gambar 1. Tanda Xerostomia. A, lidah berfisura dan berlobul. B, Bibir kering dan pecah-pecah10


(2)

Gejala yang biasanya dirasakan adalah mengalami keluhan dan kesulitan ketika makan, berbicara dan menelan, gangguan pengecapan (dysgeusia), berkurangnya retensi pada pemakaian gigi tiruan, rasa sakit pada lidah (glossodyna), dan peningkatan kebutuhan untuk minum air.9

2.2.4 Diagnosis

Beberapa tahap untuk diagnosis xerostomia yaitu :

1. Anamnesis. Informasi tentang keluhan utama pasien dan riwayat penyakit dapat diperoleh dengan melakukan anamnesis, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan xerostomia. Contoh pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah, apakah pasien merasa mulutnya kering ketika makan makanan, apakah pasien sedang mengonsumsi obat, dan lain sebagainya.10

2. Pemeriksaan klinis. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan pasien secara menyeluruh pada kelenjar saliva, jaringan lunak, dan jaringan keras rongga mulut. Pemeriksaan pada kelenjar saliva meliputi pembesaran pada kelenjar saliva, berkurangnya saliva, dan kontaminasi saliva oleh pus atau darah. Pemeriksaan pada jaringan lunak mencakup kondisi kering, atrofi, fisura dan lobul pada lidah, serta terjadinya perubahan warna pada mukosa mulut. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan untuk melihat laju aliran saliva dengan menggunakan metode spitting dengan cara menampung saliva ke dalam gelas ukur selama tiga menit, pemeriksaan kekeringan mukosa dengan cara menempelkan tongue blade, jika alat lengket pada mukosa berarti terjadi penurunan sekresi saliva, serta pemeriksaan jaringan keras rongga mulut meliputi pemeriksaan terhadap gigi yang mengalami karies, baik tingkat keparahannya maupun rekurensinya.10

3. Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan ini mencakup sialometri, serologi, mikrobial, histologi dan radiografi. Pemeriksaan sialometri yaitu pengumpulan saliva total (whole saliva) dapat dilakukan saat pasien beristirahat (unstimulated), atau pada saat pasien melakukan aktivitas (stimulated). Pada pemeriksaan serologi, mikrobial


(3)

dan histologi dilakukan untuk melihat penyebab lain yang mempengaruhi sekresi saliva, misalnya karena sindrom sjogren atau karena penyebab lainnya.10,17

2.2.5 Penatalaksanaan Xerostomia

Langkah pertama yang dapat dilakukan agar dapat mengatasi mulut kering adalah menegakkan diagnosis. Menegakkan diagnosis ini sering melibatkan multidisiplin dengan praktisi kesehatan lain karena seringkali xerostomia diakibatkan oleh komplikasi medis dan pengunaan obat-obatan.5 Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah :

1. Terapi preventif. Penderita xerostomia sebaiknya melakukan evaluasi oral secara rutin untuk diagnosis awal komplikasi oral. Pasien diistruksikan melakukan pemeriksaan mandiri serta melaporkan jika terdapat suatu kelainan di rongga mulutnya.16 Pasien juga diberikan flor topikal untuk mengontrol karies.17

2. Perawatan simtomatik. Terdapat berbagai macam perawatan simtomatik yang dapat dilakukan yaitu pasien disarankan untuk mengonsumsi air yang cukup, obat kumur dan saliva buatan. Hal ini dilakukan agar dapat membantu menjaga kelembaban rongga mulut dan membersihkan debris.5,17

3. Stimulasi saliva. Untuk pasien dengan kelenjar saliva yang masih baik maka teknik stimulasi dapat membantu dalam meningkatkan sekresi saliva.5 Stimulasi mekanis, kimiawis, dan mekanis-kimiawis merupakan stimulasi yang sangat baik dalam meredakan gejala. Stimulasi mekanis-kimiawis merupakan stimulasi lokal yang dapat dilakukan dengan mengunyah dan menghisap.18 Mengunyah dan menghisap dapat menimbulkan reflex saliva sederhana yang terjadi sewaktu reseptor tekanan di rongga mulut memberikan respon terhadap makanan. Sewaktu diaktifkan reseptor tersebut memulai implus di saraf aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medulla batang otak. Pusat saliva kemudian mengirim implus melalui saraf otonom ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Stimulasi kimia dapat merangsang produksi saliva dengan pemberian asam malat, gumarab, kalsium laktat, natrium fosfat, licasin dan sorbitol. Selain itu stimulasi aroma juga dapat merangsang


(4)

saliva dengan melibatkan indra penciuman, hal ini terjadi karena ketika mencium suatu aroma akan mempengaruhi korteks serebrum, dan selanjutnya informasi akan dibawa ke pusat saliva di medulla batang otak dan setelah itu pusat saliva mengirim implus melalui saraf otonom ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva.17 Selain itu sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang merangsang melalui sistem saraf parasimpatis. Obat obat yang bisa digunakan seperti pilokarpin, karbamilkolin, dan betanekol.11

2.3 Hubungan Antidepresan dengan Xerostomia

Salah satu efek samping dari antidepresan adalah xerostomia. Pada penelitian Keene, Galasko, dan Land (2003), dari 381 orang pasien yang dirawat dengan antidepresan, hampir 58% pasien berpotensi mengalami xerostomia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa antidepresan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya xerostomia.6 Xerostomia dapat terjadi 4-12 minggu setelah mengonsumsi antidepresan.5 Jenis antidepresan yang dapat menyebabkan xerostomia adalah serotonin agonist, nor-adrenalin re-uptake blockers, serotonin re-uptake inhibitors,

noradrenalin and serotonin re-uptake blockers, atipical antidepressants, trisiklik,

tetrasiklik, monoamin oxidase inhibitors, venlafaxine, buspirone, dan alprazolan.2 Antidepresan memiliki sifat sebagai antikolinergik.4 Efek antikolinergik ini berfungsi memblokir sistem parasimpatis dengan menghambat efek asetilkolin pada kelenjar ludah. Pemblokiran saraf parasimpatis dapat mengakibatkan produksi saliva menurun sehingga terjadi xerostomia. Selain efek atikolinergik, antidepresan dapat mempengaruhi aliran saliva serta komposisinya dengan mengganggu fungsi dari sel asini beserta salurannya dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam aliran darah. Berkurangnya aliran saliva dapat diakibatkan oleh berkurangnya aliran darah yang diakibatkan oleh vasokonstriksi dari simpatetik adrenergik.19,20


(5)

2.4 Kerangka Teori

Antidepresan

Xerostomia

Terapi preventif Terapi simtomatis Terapi stimulasi saliva

Sistemik Lokal

Pengaruh mengunyah permen karet xylitol terhadap aliran saliva

Pengaruh menghisap permen karet xylitol terhadap aliran saliva


(6)

2.5 Kerangka Konsep

Pasien antidepresan

Xerostomia

Pengukuran laju aliran saliva

Sebelum Sesudah

Mengunyah permen karet xylitol

Menghisap permen karet xylitol


Dokumen yang terkait

Perbedaan Laju Aliran Saliva Sebelum dan Sesudah Mengunyah Permen Karet Xylitol® pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Xerostomia di RSUP Haji Adam Malik Medan

2 123 50

Profil Penderita Penyakit Diare pada Balita di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2011 hingga 2013

3 71 53

Perbedaan Laju Aliran Saliva yang Distimulasi dengan Mengunyah dan Menghisap Permen Karet Pada Pasien Mengonsumsi Antidepresan dengan Xerostomia Di RSUP Haji Adam Malik Medan

2 85 54

Perbedaan Laju Aliran Saliva Sebelum Dan Sesudah Berkumur Dengan Larutan Baking Soda Pada Pasien Hipertensi Dengan Xerostomia Di RSUP H. Adam Malik Medan

3 50 49

Perbedaan Laju Aliran Saliva yang Distimulasi dengan Mengunyah dan Menghisap Permen Karet pada Pasien Mengonsumsi Antidepresan dengan Xerostomia di RSUP Haji Adam Malik Medan

5 81 56

Perbedaan Laju Aliran Saliva yang Distimulasi dengan Mengunyah dan Menghisap Permen Karet pada Pasien Mengonsumsi Antidepresan dengan Xerostomia di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 12

Perbedaan Laju Aliran Saliva yang Distimulasi dengan Mengunyah dan Menghisap Permen Karet pada Pasien Mengonsumsi Antidepresan dengan Xerostomia di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Perbedaan Laju Aliran Saliva yang Distimulasi dengan Mengunyah dan Menghisap Permen Karet pada Pasien Mengonsumsi Antidepresan dengan Xerostomia di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 5

Perbedaan Laju Aliran Saliva yang Distimulasi dengan Mengunyah dan Menghisap Permen Karet pada Pasien Mengonsumsi Antidepresan dengan Xerostomia di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 1 3

Perbedaan Laju Aliran Saliva yang Distimulasi dengan Mengunyah dan Menghisap Permen Karet pada Pasien Mengonsumsi Antidepresan dengan Xerostomia di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 8