Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Berwirausaha (Studi Kasus Mahasiswa FMIPA USU)

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Wirausaha

Meredith (2005) menyatakan bahwa wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan usaha mengumpulkan serta sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan kesuksesan. Para wirausaha merupakan pengambil risiko yang telah diperhitungkan dan bersemangat dalam menghadapi tantangan. Seorang wirausahawan dalam pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan serta menciptakan peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan. Risiko kerugian merupakan hal biasa karena semakin besar risiko kerugian yang akan dihadapi, maka semakin besar pula keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan penuh perhitungan.

2.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha

Faktor-faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha dapat dibagi menjadi faktor lingkungan (lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar), kepribadian (ekstraversi, kesepahaman/agreebleness, berani mengambil risiko, kebutuhan berprestasi, evaluasi diri, dan overconfidence), motif (bekerja dan penyaluran ide kreatif), dan minat berwirausaha (keterlibatan dalam kegiatan wirausaha dan mindset masa depan).

a. Lingkungan

Salah satu faktor pendorong seseorang untuk berwirausaha adalah lingkungannya. Individu membutuhkan dukungan dalam setiap tahapan untuk merintis usaha. Individu berwirausaha dengan cara meniru orang tua, saudara, atau lingkungan sekitar yang berwirausaha. Dukungan keluarga dan teman, dukungan dari orang terdekat akan mempermudah individu sekaligus menjadi sumber kekuatan ketika menghadapi permasalahan. Dukungan dari lingkungan


(2)

terdekat akan membantu individu bertahan dalam menghadapi permasalahan yang terjadi.

b. Kepribadian

Kebutuhan berprestasi (need for achievement) mendorong individu untuk menghasilkan yang terbaik. Seorang wirausaha membutuhkan kepribadian yang khas agar mendukung minat berwirausaha individu tersebut serta dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilannya dengan selalu mengevaluasi pekerjaan yang dilakukan karena dari setiap tindakan yang dilakukan selalu mengambil risiko yang telah diperhitungkan dengan baik untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

c. Motif

Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker, 1998). Penyaluran ide kreatif yang dimiliki oleh seseorang dengan memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang didapat untuk bekerja dan meningkatkan harga diri, popularitas, dan terhindar dari ketergantugan terhadap orang lain serta merencanakan masa depan cerah yang diinginkan.

d. Minat Berwirausaha

Minat merupakan suatu persoalan yang objeknya berwujud serta dapat menimbulkan dampak yang positif dan tidak jarang pula menimbulkan dampak yang negatif. Menurut (Slameto, 2003) minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya. Minat berwirausaha merupakan suatu ketertarikan pada diri seseorang terhadap kegiatan wirausaha dan keinginan untuk terlibat dalam kegiatan kewirausahaan.

2.2 Data

Data adalah bentuk jamak dari datum, yang dapat diartikan sebagai informasi yang diterima yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau dalam bentuk lisan dan tulisan lainnya. Data merupakan komponen utama dalam statistika.


(3)

Menurut cara memperolehnya data terbagi atas dua bagian, yaitu: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti, baik dari objek individual (responden) maupun dari suatu instansi yang mengolah data untuk keperluan dirinya sendiri, contoh data primer adalah: data hasil wawancara dengan responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data primer yang diperoleh secara tidak langsung untuk mendapatkan informasi/keterangan dari objek yang diteliti, biasanya data tersebut diperoleh dari tangan kedua baik dari objek secara individual (responden) maupun dari suatu badan (instansi) yang dengan sengaja melakukan pengumpulan data dari instansi-instansi atau badan lainnya untuk keperluan penelitian dari para pengguna.

2.3 Variabel

Variabel adalah karakteristik yang bisa memberikan sekurang-kurangnya dua klasifikasi berbeda atau karakteristik yang mungkin bisa memberikan sekurang-kurangnya dua hasil pengukuran dan perhitungan yang berbeda.

2.4 Populasi

Menurut Supranto (2010:2) populasi ialah kumpulan yang lengkap dari seluruh

elemen yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan karena karakteristik (N = jumlah populasi). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mahasiswa FMIPA USU dengan kriteria sudah menjalani perkuliahan minimal 2 semester.

2.5 Metode Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti, yang ciri-ciri dan keberadaanya diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan


(4)

keberadaan populasi yang sebenarnya. Menurut Suharso (2009) untuk menentukan ukuran sampel dari suatu populasi, terdapat banyak teori yang ditawarkan, antara lain yaitu metode Slovin, rumusnya sebagai berikut:

n = (2.1)

dengan:

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

= persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan

2.5.1 Teknik Sampling

Sampling adalah proses pemilihan sejumlah elemen dari populasi. Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan banyaknya sampel dan pemilihan calon anggota sampel, sehingga setiap sampel yang terpilih dalam penelitian dapat mewakili populasinya (representatif). Jarang sekali suatu penelitian dilakukan dengan cara memeriksa semua objek yang diteliti (sensus), tetapi sering digunakan sampling.

Teknik sampling dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Probability sampling, meliputi:

a. Simple random sampling (populasi homogen) yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada.

b. Proportionated stratified random sampling (populasi tidak homogen) yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan memperhatikan strata yang ada. Artinya setiap strata terwakili sesuai proporsinya.

c. Disproportionated stratified random sampling digunakan untuk menentukan jumlah sampel dengan populasi berstrata tetapi kurang proporsional.

d. Cluster sampling (sampling daerah) yaitu teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika sumber data sangat luas.

2. Non probability sampling, meliputi: sampling kuota, sampling accidental, purposive sampling, voluntary sampling dan snowball sampling.


(5)

Dalam penelitian ini digunakan metode Proportionated stratified random sampling. Alokasi proporsional ditentukan dengan menggunakan rumus:

ni = (2.2)

dengan:

ni = jumlah sampel menurut stratum

Ni = jumlah populasi menurut stratum

N = jumlah populasi n = jumlah sampel

2.6 Skala Pengukuran

Jenis-jenis skala pengukuran terbagi atas 4 bagian, yaitu: 1. Skala Nominal

Skala nominal yaitu skala yang paling sederhana disusun menurut jenis (kategorinya) atau fungsi bilangan hanya sebagai simbol untuk membedakan sebuah karakteristik dengan karakteristik lainnya.

Contoh: Jenis kulit 1 = putih; 2 = kuning; 3 = hitam. 2. Skala Ordinal

Skala ordinal ialah skala yang didasarkan pada ranking, diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang yang terendah atau sebaliknya.

Contoh: A = hasil baik; B = hasil cukup; C = hasil sedang. 3. Skala Interval

Skala interval adalah suatu pemberian angka kepada kelompok dari objek-objek yang mempunyai sifat skala nominal dan ordinal ditambah dengan satu sifat lain yaitu jarak yang sama, data skala interval diberikan apabila kategori yang digunakan bisa dibedakan, diurutkan, dan mempunyai jarak tertentu tetapi tidak bisa dibandingkan.

Contoh: termometer, pengukuran suhu dengan skala celcius. 4. Skala Ratio

Skala ratio digunakan untuk pengukuran yang memperhatikan golongan, urutan, panjang, dan perbandingan atau ratio.


(6)

2.7 Tipe Skala Pengukuran

Dari keempat jenis skala pengukuran tersebut, ternyata skala interval lebih sering digunakan untuk mengukur gejala dalam penelitian sosial. Para ahli sosiologi menyatakan skala pengukuran untuk mengukur perilaku susila dan kepribadian. Termasuk tipe ini adalah: skala sikap, skala moral, test karakter, skala partisipasi sosial.

2.7.1 Model Skala Sikap

Dari tipe-tipe skala pengukuran tersebut, maka dalam pembahasan ini hanya dikemukakan skala untuk mengukur sikap. Dalam melakukan penelitian, bentuk-bentuk skala sikap yang sering digunakan ada 5 macam, yaitu:

a. Skala Likert

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian ini kriterianya yaitu: sangat setuju = 4; setuju = 3; kurang setuju = 2; sangat tidak setuju = 1. Penilaian dilakukan dengan empat kriteria dikarenakan setelah percobaan penyebaran kuesioner kepada sampel minimum jawaban netral dari kriteria penilaian sebelumnya menjadi jawaban yang ragu-ragu, banyak responden yang lebih memilih kriteria netral, sehingga dalam penelitian ini hanya digunakan empat kriteria jawaban saja.

b. Skala Guttman

Skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya: ya - tidak; benar - salah; positif - negatif dan lain sebagainya.

c. Skala Diferensial Semantik (Semantic Differensial Scale)

Skala Diferensial Semantik atau skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik dua kutub, seperti panas - dingin; popular - tidak popular; baik - tidak baik, dan sebagainnya.

d. Rating Scale

Rating Scale yaitu data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif, bentuk rating scale lebih fleksibel,


(7)

tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja, tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap gejala/fenomena lainnya.

e. Skala Thrustone

Skala Thrustone meminta responden untuk memilih pertanyaan yang disetujui dari beberapa pernyataan yang menyajikan pandangan yang berbeda-beda.

2.8 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis.

Instrumen yang dapat dipergunakan antara lain adalah: 1. Angket (Questionnaire)

Angket (Questionnaire) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna. 2. Daftar cocok (checklist)

Checklist atau daftar cocok adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati.

3. Wawancara (interview)

Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara, yaitu: pewawancara, responden, pedoman wawancara, dan situasi wawancara.

4. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.

5. Dokumentasi

Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan dengan penelitian.


(8)

2.9 Transformasi Data Ordinal menjadi Data Interval

Mentransformasikan data ordinal menjadi data interval gunanya untuk memenuhi sebagian syarat analisis parametrik yang mana data setidak-tidaknya berskala interval. Teknik transformasi yang paling sederhana dengan menggunakan MSI (Method of Successive Interval). Langkah-langkah transformasi data ordinal ke data interval sebagai berikut:

a. Pertama perhatikan setiap butir jawaban responden dari angket yang disebarkan.

b. Pada setiap butir ditentukan beberapa orang yang mendapat skor 1, 2, 3, 4 yang disebut sebagai frekuensi.

c. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut proporsi, rumusannya sebagai berikut:

= (2.3)

dengan:

= proporsi pada skor i = frekuensi pada skor ke-i

= total frekuensi

d. Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai proporsi secara berurutan perkolom skor.

e. Gunakan Tabel Distribusi Normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh.

f. Menentukan nilai densitas dari nilai Z yang diperoleh dengan cara memasukkan nilai Z tersebut ke fungsi densitas normal baku sebagai berikut:

f(z) = (2.4)

dengan: = 3,141593 e = 2,718282

g. Tentukan nilai skala dengan menggunakan rumus:

scale value = (2.5)


(9)

Y = scale value + [1 + | scale value min|] (2.6) Scale valuemin artinya adalah nilai scale value absolute (tanpa memperhatikan tanda positif atau negatif) paling kecil.

2.10 Uji dalam Pengolahan Data

2.10.1 Uji Validitas

Secara umum, validitas adalah mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1996). Untuk menguji validitas digunakan perhitungan Korelasi Product Moment. Rumusnya adalah sebagai berikut:

= (2.7)

dengan:

= koefisien korelasi X = skor variabel bebas Y = skor variabel terikat n = jumlah sampel

Pertimbangan penerimaan/penolakan hipotesis adalah dengan membandingkan nilai Correlation Item-Total Correlation rhitung dengan rtabel.

Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

1. Bila rhitung ≥ rtabel maka butir atau variabel tersebut valid.

2. Bila rhitung < rtabel maka butir atau variabel tersebut tidak valid.

2.10.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut nilai koefisien reliabilitas. Reliabilitas yang dianggap sudah


(10)

cukup memuaskan jika nilai Alpha Cronbach > 0,6 (Ghozali, 2005). Nilai Alpha Cronbach diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menghitung varian setiap variabel

= (2.8)

b. Menjumlahkan varian seluruh variabel

= + + … + (2.9)

c. Melakukan proses perhitungan Alpha Cronbach

= (2.10)

dengan:

= nilai Alpha Cronbach k = banyaknya variabel

∑ = total varian variabel j, j = 1, 2, 3, … , k

= nilai varian tanpa variabel ke-j

2.11 Analisis Faktor

2.11.1 Pengertian Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan salah satu analisis statistik multivariat yang menitikberatkan pada data yang mempunyai hubungan yang sangat erat secara bersama-sama pada masing-masing variabel, tanpa membedakan antara variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X). Santoso (2010) mengemukakan bahwa proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara sejumlah variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Menurut Supranto (2010) analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable).


(11)

1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimension) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel. 2. Menganalisa faktor berarti mereduksi data/variabel. Menganalisis atau

mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi (independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi di dalam analisis multivariat selanjutnya, misalnya analisis regresi linier berganda dan analisis diskriminan.

3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya.

Untuk menggunakan teknik ini persyaratan yang sebaiknya dipenuhi ialah: 1. Data yang digunakan ialah data kuantitatif berskala interval atau ratio.

2. Data harus mempunyai distribusi normal bivariate untuk masing-masing pasangan variabel.

3. Model ini mengkhususkan bahwa semua variabel ditentukan oleh faktor-faktor biasa (faktor-faktor yang diestimasikan oleh model) dan faktor-faktor yang unik (yang tidak tumpang tindih antara variabel-variabel yang sedang diobservasi).

4. Estimasi yang dihitung berdasarkan pada asumsi bahwa semua faktor unik tidak saling berkorelasi satu dengan lainnya dan dengan faktor-faktor biasa. 5. Persyaratan dasar untuk melakukan penggabungan ialah besarnya korelasi

antara variabel independen setidak-tidaknya 0,5 karena prinsip analisis faktor ialah adanya korelasi antar variabel.

2.11.2 Model Analisis Faktor

Kalau variabel-variabel dibakukan (standardized), model analisis faktor bisa ditulis sebagai berikut:

(2.11) dengan:

i = 1, 2, 3, … , k j = 1, 2, 3, … , m


(12)

= variabel ke-i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya satu) = koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common

factor ke-j

= common factor ke-j

= koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke-i pada faktor yang unik ke-i (unique factor)

= faktor unik variabel ke-i m = banyaknya common factor

Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan.

(2.12)

dengan:

i = 1, 2, 3, … , k k = banyaknya variabel

= perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan koefisiennya Wi)

= timbangan atau koefisien nilai faktor ke-i

2.11.3 Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor

Statistik kunci yang relevan dengan analisis faktor adalah sebagai berikut:

a. Bartlett’s test of sphericity

Bartlett’s test of sphericity yaitu uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi dalam populasi. Dengan kata lain matriks korelasi populasi merupakan matriks identitas (identity matrix), di mana setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri secara sempurna dengan r = 1 akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi dengan lainnya r = 0, jadi elemen pada diagonal utama matriks semua nilainnya 1, sedangkan di luar diagonal utama nilainya nol (rij = 1 kalau i = j dan = 0 kalau i j).


(13)

dengan:

n = jumlah sampel k = banyaknya variabel

|R| = determinan matriks korelasi b. Matriks korelasi

Matriks korelasi adalah matriks yang menunjukkan korelasi sederhana antara semua pasangan variabel yang tercakup dalam analisis. Nilai atau angka pada diagonal utama yang semuanya sama yaitu = 1, dihapus/ditiadakan. Jadi kalau matriks A ordo 4 4 dapat ditulis sebagai berikut:

A =

c. Communality

Communality ialah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel.

= + + … + (2.14)

dengan:

i = 1, 2, 3, … , p

= communality variabel ke-i = nilai factor loading

d. Eigenvalue (nilai eigen)

Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. e. Factor loadings plot

Factor loadings plot ialah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan factor loadings sebagai koordinat.

f. Factor loadings

Factor loadings ialah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor. g. Factor matrix

Factor matrix yang memuat semua factor loading dari semua variabel pada semua factor extracted.


(14)

h. Factor scores

Factor scores merupakan skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor turunan (derived factors).

i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan MSA (Measure of Sampling Adequacy) KMO merupakan suatu indeks yang dipergunakan untuk meneliti ketepatan analisis faktor. Nilainya antara 0,5 - 1,0 yang berarti analisis faktor tepat, kalau < 0,5 maka analisis faktor dikatakan tidak tepat.

KMO = (2.15)

dengan:

i = 1, 2, 3, … , p ; j = 1, 2, 3, … , p

= koefisien korelasi sederhana dari variabel i dan j = koefisien korelasi parsial dari variabel i dan j

MSA yaitu suatu indeks perbandingan antara koefisien korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel.

MSA = (2.16)

dengan:

i = 1, 2, 3, … , p ; j = 1, 2, 3, … , p

= koefisien korelasi sederhana dari variabel i dan j = koefisien korelasi parsial dari variabel i dan j j. Percentage of variance

Percentage of variance merupakan persentase varian total yang disumbangkan oleh setiap faktor.

k. Residuals

Residuals merupakan perbedaan antara korelasi yang terobservasi berdasarkan input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diperkirakan dari matriks faktor.

l. Scree plot

Scree plot merupakan plot dari eigenvalue sebagai sumbu tegak dan banyaknya faktor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya faktor yang bisa ditarik (factor extraction).


(15)

2.12 Langkah-langkah Analisis Faktor

Langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah meliputi beberapa kegiatan yaitu mengidentifikasi tujuan analisis faktor, menentukan besarnya sampel.

2. Membentuk Matriks Korelasi

Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi antar variabel. Agar analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang dikumpulkan harus berkorelasi.

3. Menghitung Eigenvalue (nilai eigen)

Perhitungan eigenvalue, di mana perhitungan ini berdasarkan persamaan karakteristik:

det ( I - A) = 0 (2.17)

dengan:

A = matriks korelasi = eigenvalue I = matriks identitas

Eigenvalue adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor (Anton Howard, 2000).

4. Menghitung Eigenvector (vektor eigen)

Penentuan eigenvector yang bersesuaian dengan eigenvalue, yaitu dengan persamaan:

Ax = x (2.18)

dengan:

x = eigenvector (Anton Howard, 2000) 5. Menentukan Banyaknya Faktor

Beberapa prosedur yang dapat digunakan dalam menentukan banyaknya faktor: a. Penentuan berdasarkan A Priori

Kadang-kadang karena adanya dasar teori atau pengalaman sebelumnya, peneliti sudah dapat menentukan banyaknya faktor yang akan diekstraksi. Hampir sebagian besar program komputer memungkinkan peneliti untuk menentukan banyaknya faktor yang diinginkan dengan pendekatan ini.


(16)

b. Penentuan berdasarkan Eigenvalue

Pada pendekatan ini eigenvalue mempresentasikan besarnya sumbangan dari faktor terhadap varian seluruh variabel aslinya. Hanya faktor dengan varian lebih besar dari 1 (satu) yang dimasukkan dalam model.

c. Penentuan berdasarkan Scree Plot

Scree plot merupakan plot dari nilai eigenvalue terhadap banyaknya faktor dalam ekstraksinya. Bentuk plot yang dihasilkan digunakan untuk menentukan banyaknya faktor.

d. Penentuan berdasarkan Persentase Varian

Dalam pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan berdasarkan persentase kumulatif varian mencapai tingkat yang memuaskan peneliti. Sebagai petunjuk umum bahwa ekstraksi faktor dihentikan kalau persentase kumulatif varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli (Supranto, 2010).

e. Penentuan berdasarkan Split-Half Reliability

Sampel dibagi menjadi dua, dan analisis faktor diaplikasikan kepada masing-masing bagian. Hanya faktor yang memiliki factor loading tinggi pada masing-masing bagian sampel yang akan dipertahankan.

f. Penentuan berdasarkan Uji Signifikan

Dimungkinkan untuk menentukan uji signifikansi statistik untuk eigenvalue yang terpisah dan mempertahankan faktor-faktor yang berdasarkan uji statistik eigenvalue signifikan pada = 5% atau = 1%.

6. Menghitung Matriks faktor loading

Matriks factor loading ( ) diperoleh dengan mengalikan matriks eigenvector (V) dengan akar dari matriks eigenvalue (L).

7. Melakukan Rotasi Faktor

Sebuah hasil penting dari analisis faktor adalah matriks faktor. Matriks faktor memiliki koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (distandarisasi) dinyatakan dalam faktor. Walaupun matriks faktor awal mengindikasikan hubungan antara faktor dengan variabel individu tertentu, akan tetapi masih sulit diambil kesimpulan tentang banyaknya faktor yang bisa diekstraksi, hal ini disebabkan karena faktor berkorelasi dengan


(17)

banyak variabel. Beberapa metode rotasi, yaitu orthogonal rotation kalau sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Yang paling banyak digunakan adalah varimax procedure, yaitu metode orthogonal dengan meminimumkan banyaknya variabel yang memiliki loading tinggi pada sebuah faktor, sehingga lebih mudah menginterpretasikan faktor-faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain. Oblique rotation adalah jika sumbu-sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat) dan faktor tidak berkorelasi. Kadang-kadang, mentoleransi korelasi antar faktor-faktor bisa menyederhanakan matriks pola faktor-faktor. Oblique rotation harus dipergunakan kalau fakor dalam populasi berkorelasi sangat kuat.

8. Interpretasi Faktor

Interpretasi dipermudah dengan mengidentifikasikan variabel yang factor loading besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian dapat diinterpretasikan menurut variabel-variabel yang memiliki loading tinggi dengan faktor tersebut.

9. Menentukan Ketepatan Model (model fit)

Langkah terakhir dalam analisis faktor ialah menentukan ketepatan/kecocokan model (model fit). Perbedaan disebut sisa (residual). Kalau ada residual yang besar, model faktor tidak bisa memberikan a good fit pada data dan model perlu dipertanyakan.


(1)

= variabel ke-i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya satu) = koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common

factor ke-j

= common factor ke-j

= koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke-i pada faktor yang unik ke-i (unique factor)

= faktor unik variabel ke-i m = banyaknya common factor

Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan.

(2.12)

dengan:

i = 1, 2, 3, … , k k = banyaknya variabel

= perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan koefisiennya Wi)

= timbangan atau koefisien nilai faktor ke-i

2.11.3 Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor

Statistik kunci yang relevan dengan analisis faktor adalah sebagai berikut: a. Bartlett’s test of sphericity

Bartlett’s test of sphericity yaitu uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi dalam populasi. Dengan kata lain matriks korelasi populasi merupakan matriks identitas (identity matrix), di mana setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri secara sempurna dengan r = 1 akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi dengan lainnya r = 0, jadi elemen pada diagonal utama matriks semua nilainnya 1, sedangkan di luar diagonal utama nilainya nol (rij = 1 kalau i = j dan = 0 kalau i j).


(2)

dengan:

n = jumlah sampel k = banyaknya variabel

|R| = determinan matriks korelasi b. Matriks korelasi

Matriks korelasi adalah matriks yang menunjukkan korelasi sederhana antara semua pasangan variabel yang tercakup dalam analisis. Nilai atau angka pada diagonal utama yang semuanya sama yaitu = 1, dihapus/ditiadakan. Jadi kalau matriks A ordo 4 4 dapat ditulis sebagai berikut:

A =

c. Communality

Communality ialah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel.

= + + … + (2.14)

dengan:

i = 1, 2, 3, … , p

= communality variabel ke-i = nilai factor loading

d. Eigenvalue (nilai eigen)

Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor.

e. Factor loadings plot

Factor loadings plot ialah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan factor loadings sebagai koordinat.

f. Factor loadings

Factor loadings ialah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor.

g. Factor matrix

Factor matrix yang memuat semua factor loading dari semua variabel pada semua factor extracted.


(3)

h. Factor scores

Factor scores merupakan skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor turunan (derived factors).

i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan MSA (Measure of Sampling Adequacy) KMO merupakan suatu indeks yang dipergunakan untuk meneliti ketepatan analisis faktor. Nilainya antara 0,5 - 1,0 yang berarti analisis faktor tepat, kalau < 0,5 maka analisis faktor dikatakan tidak tepat.

KMO = (2.15)

dengan:

i = 1, 2, 3, … , p ; j = 1, 2, 3, … , p

= koefisien korelasi sederhana dari variabel i dan j = koefisien korelasi parsial dari variabel i dan j

MSA yaitu suatu indeks perbandingan antara koefisien korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel.

MSA = (2.16)

dengan:

i = 1, 2, 3, … , p ; j = 1, 2, 3, … , p

= koefisien korelasi sederhana dari variabel i dan j = koefisien korelasi parsial dari variabel i dan j

j. Percentage of variance

Percentage of variance merupakan persentase varian total yang disumbangkan oleh setiap faktor.

k. Residuals

Residuals merupakan perbedaan antara korelasi yang terobservasi berdasarkan input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diperkirakan dari matriks faktor.

l. Scree plot

Scree plot merupakan plot dari eigenvalue sebagai sumbu tegak dan banyaknya faktor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya faktor yang bisa ditarik (factor extraction).


(4)

2.12 Langkah-langkah Analisis Faktor

Langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah meliputi beberapa kegiatan yaitu mengidentifikasi tujuan analisis faktor, menentukan besarnya sampel.

2. Membentuk Matriks Korelasi

Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi antar variabel. Agar analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang dikumpulkan harus berkorelasi.

3. Menghitung Eigenvalue (nilai eigen)

Perhitungan eigenvalue, di mana perhitungan ini berdasarkan persamaan karakteristik:

det ( I - A) = 0 (2.17)

dengan:

A = matriks korelasi = eigenvalue I = matriks identitas

Eigenvalue adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor (Anton Howard, 2000).

4. Menghitung Eigenvector (vektor eigen)

Penentuan eigenvector yang bersesuaian dengan eigenvalue, yaitu dengan persamaan:

Ax = x (2.18)

dengan:

x = eigenvector (Anton Howard, 2000) 5. Menentukan Banyaknya Faktor

Beberapa prosedur yang dapat digunakan dalam menentukan banyaknya faktor: a. Penentuan berdasarkan A Priori

Kadang-kadang karena adanya dasar teori atau pengalaman sebelumnya, peneliti sudah dapat menentukan banyaknya faktor yang akan diekstraksi. Hampir sebagian besar program komputer memungkinkan peneliti untuk menentukan banyaknya faktor yang diinginkan dengan pendekatan ini.


(5)

b. Penentuan berdasarkan Eigenvalue

Pada pendekatan ini eigenvalue mempresentasikan besarnya sumbangan dari faktor terhadap varian seluruh variabel aslinya. Hanya faktor dengan varian lebih besar dari 1 (satu) yang dimasukkan dalam model.

c. Penentuan berdasarkan Scree Plot

Scree plot merupakan plot dari nilai eigenvalue terhadap banyaknya faktor dalam ekstraksinya. Bentuk plot yang dihasilkan digunakan untuk menentukan banyaknya faktor.

d. Penentuan berdasarkan Persentase Varian

Dalam pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan berdasarkan persentase kumulatif varian mencapai tingkat yang memuaskan peneliti. Sebagai petunjuk umum bahwa ekstraksi faktor dihentikan kalau persentase kumulatif varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli (Supranto, 2010).

e. Penentuan berdasarkan Split-Half Reliability

Sampel dibagi menjadi dua, dan analisis faktor diaplikasikan kepada masing-masing bagian. Hanya faktor yang memiliki factor loading tinggi pada masing-masing bagian sampel yang akan dipertahankan.

f. Penentuan berdasarkan Uji Signifikan

Dimungkinkan untuk menentukan uji signifikansi statistik untuk eigenvalue yang terpisah dan mempertahankan faktor-faktor yang berdasarkan uji statistik eigenvalue signifikan pada = 5% atau = 1%.

6. Menghitung Matriks faktor loading

Matriks factor loading ( ) diperoleh dengan mengalikan matriks eigenvector (V) dengan akar dari matriks eigenvalue (L).

7. Melakukan Rotasi Faktor

Sebuah hasil penting dari analisis faktor adalah matriks faktor. Matriks faktor memiliki koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (distandarisasi) dinyatakan dalam faktor. Walaupun matriks faktor awal mengindikasikan hubungan antara faktor dengan variabel individu tertentu, akan tetapi masih sulit diambil kesimpulan tentang banyaknya faktor yang bisa diekstraksi, hal ini disebabkan karena faktor berkorelasi dengan


(6)

banyak variabel. Beberapa metode rotasi, yaitu orthogonal rotation kalau sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Yang paling banyak digunakan adalah varimax procedure, yaitu metode orthogonal dengan meminimumkan banyaknya variabel yang memiliki loading tinggi pada sebuah faktor, sehingga lebih mudah menginterpretasikan faktor-faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain. Oblique rotation adalah jika sumbu-sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat) dan faktor tidak berkorelasi. Kadang-kadang, mentoleransi korelasi antar faktor-faktor bisa menyederhanakan matriks pola faktor-faktor. Oblique rotation harus dipergunakan kalau fakor dalam populasi berkorelasi sangat kuat.

8. Interpretasi Faktor

Interpretasi dipermudah dengan mengidentifikasikan variabel yang factor loading besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian dapat diinterpretasikan menurut variabel-variabel yang memiliki loading tinggi dengan faktor tersebut.

9. Menentukan Ketepatan Model (model fit)

Langkah terakhir dalam analisis faktor ialah menentukan ketepatan/kecocokan model (model fit). Perbedaan disebut sisa (residual). Kalau ada residual yang besar, model faktor tidak bisa memberikan a good fit pada data dan model perlu dipertanyakan.