Strategi Peningkatan Pemasaran Sub Terminal Agribisnis Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan sarana pusat informasi dan komoditi produksi unggulan pertanian dan tempat untuk mempertemukan pengusaha/pedagang dengan petani dalam rangka menjalin kerjasama bisnis. STA merupakan perwujudan atas fenomena yang selama ini berkembang dalam tatanan pemasaran komoditas pertanian dan sekaligus sebagai bagian dari rangkaian kegiatan agribisnis, dimana selama ini pemasaran komoditas pertanian pada umumnya mempunyai mata rantai yang panjang, mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar hingga mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diperoleh petani serta konsumen membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan sehingga biaya pemasaran dari produsen ke konsumen menjadi cukup tinggi. (Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Fenomena lain menunjukkan bahwa jaminan pasar merupakan prasyarat utama yang menentukan tingkat keunggulan suatu komoditas, termasuk di dalamnya indikasi tentang daya tampung dan potensi pengembangan pasar, tingkat efisisensi distribusi, kesesuaian agroekosistem, ketersediaan dan peluang pengembangan teknologi pertanian. Di sisi lain, pola pemasaran tidak mampu menunjang upaya pengembangan berbagai jenis komoditas. Lemahnya posisi rebut tawar petani serta semakin banyaknya produksi pesaing dari impor komoditas yang sama di pasar dalam negeri, menuntut upaya peningkatan efisiensi pemasaran dengan mengembangkan infrastuktur pemasaran (Anugrah, 2004).


(2)

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli hasil-hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market), yang terletak di sentra produksi. STA juga merupakan wadah yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis, seperti layanan informasi manajemen produksi sesuai permintaan pasar, manajemen pengadaan sarana produksi, manajemen pasca panen (pengemasan, sortir, grading, penyimpanan) serta kegiatan-kegiatan lainnya, seperti ruang pamer, promosi, transportasi dan pelatihan (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 2000; Tanjung, 2001; Sukmadinata, 2001 dalam Pujiharto, 2010).

Sasaran utama pembangunan Sub Terminal Agribisnis pada dasarnya adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan pelaku pasar. Sasaran lainnya adalah mendidik petani untuk memperbaiki kualitas produk, sekaligus mengubah pola pikir ke arah agribisnis sehingga menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah serta mengembangkan akses pasar (Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian (2006), pada dasarnya tugas dan fungsi STA diarahkan pada usaha pemasaran dan pembinaan terhadap petani produsen lewat kelompok. Dengan demikian STA bertugas untuk :

1. Melayani konsumen umum ataupun konsumen lembaga seperti pasar induk, supermarket, eksportir, maupun melakukan perdagangan antar daerah/antar pulau dan ekspor.


(3)

2. Selain menjual secara langsung pada kios/lapak-lapak yang disediakan, STA juga melakukan sistem penjualan melalui mekanisme lelang yang dikelola oleh manajemen STA, baik dengan lelang secara langsung (spot) maupun berjangka (forward);

3. Mengarahkan petani untuk memproduksi komoditi pertanian sesuai dengan permintaan pasar atau mitra pasar STA (sesuai informasi pasar yang disampaikan STA).

4. Mendampingi Gapoktan agar mampu dalam manajemen usaha, penanganan teknis pasca panen, penanganan mutu, packaging, kemitraan dan pemasaran serta mampu mendapatkan kredit dari sumber permodalan seperti Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro, dan Perbankan (SP3).

STA dinilai memadai bila memiliki sarana dan prasarana sebagai faktor penggerak pembangunan, yaitu : (1) infrastruktur fisik berupa bangunan utama untuk transaksi jual beli, (2) tempat penanganan pasca panen (pencucian, sortasi, pengepakan) serta gudang sebagai tempat penyimpanan, (3) sarana seperti keranjang, timbangan dan meja, (4) kantor pengelola, (5) tempat bongkar muat dan jasa angkut, serta (6) prasarana jalan termasuk tempat parkir.

Pemasaran yang terjadi di STA diharapkan lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran di pasar-pasar biasa. Kegiatan jual beli yang berlangsung di STA terjadi antara penjual produk hortikultuta sayuran dataran tinggi dalam hal ini produsen (petani) atau pedagang pengumpul dengan pembeli baik pedagang besar maupun konsumen dengan cara negosiasi (tawar menawar) dengan patokan harga dari petani, sehingga diharapkan petani tidak dirugikan (Saswita, 2010)


(4)

Untuk menjalankan fungsinya dengan baik, struktur organisasi dan manajemen STA harus dilakukan secara terpadu dan profesional. Kepengurusan STA harus terdiri dari orang-orang yang banyak terlibat dalam struktur pemasaran dan komoditi agribisnis yang ditangani di daerah yang bersangkutan, serta memiliki kemampuan manajemen yang memadai. Pengelolaan STA tidak hanya mengutamakan aspek komersialisasi pemasaran, melainkan juga aspek pelayanan pemasaran. Struktur organisasi STA sebagaimana pada Gambar 1 (Ditjen P2HP Departemen Pertanian, 2006).

Gambar 1. Struktur Organisasi STA Badan Musyawarah Manajer/ Wakil Manajer Keuangan - Pembayaran - Pembukuan -LaporanKeuangan

Umum - Kepegawaian -Perlengkapan -Fasilitas Umum dan

Penunjang

- Tata Tertib Pengelolaan

Perencanaan dan Pengadaan

Produk

Pemasaran Promosi dan

Informasi Pasar Simpan Pinjam

- Perencanaan pola produksi - Pembinaan teknis - Pembelian - Handling (sortasi, packing, storage) - Penjualan langsung atau lelang - Pengepakan - Pengiriman - Pengelolaan kios - Promosi produk - Pengembang an pasar - Jaringan pemasaran -Pelayanan informasi pasar - Mencari sumber pembiayaan - Pelayanan kredit - Penyediaan saprodi


(5)

2.2. Penelitian Terdahulu

Sobang (2007), meneliti Pengaruh Pembangunan Sub Terminal Agribisnis Mantung Terhadap Pedagang Konsumen dan Pemberdayaan Ekonomi Daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan Sub Terminal Agribisnis Mantung berpengaruh terhadap pemberdayaan ekonomi daerah yaitu berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, tidak berpengaruh terhadap persepsi pedagang tentang pendapatan dan kualitas sayuran yang diperoleh dari petani khususnya pedagang di tingkat kecamatan Pujon sedangkan bagi pedagang di STA Mantung, adanya pembangunan STA Mantung memberikan pengaruh terhadap persepsi pedagang tentang pendapatan dan kualitas sayuran yang diperoleh. Pembangunan STA Mantung berpengaruh terhadap kuantitas komoditas sayuran yang diperoleh pedagang di tingkat kecamatan Pujon tetapi tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Sedangkan bagi pedagang di STA Mantung, adanya pembangunan STA Mantung memberikan pengaruh terhadap kuantitas dan pendapatan yang diperoleh. Pembangunan STA Mantung berpengaruh terhadap persepsi konsumen baik konsumen yang berasal dari luar kecamatan Pujon maupun konsumen yang setiap hari berbelanja tentang kualitas dan kuantitas sayuran yang diperoleh dari pedagang. Demikian halnya bagi konsumen yang setiap hari berbelanja di STA Mantung bahwa pembangunan STA Mantung berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas sayuran yang diperoleh dari pedagang.

Suranto (2010), meneliti Manajemen dan Tingkat Kepuasan Pedagang Pengguna pada Sub Terminal Agribisnis Sewukan di Kabupaten Magelang. Metode analisis data dengan menggunakan regresi linier berganda (multiple linear regression) dan hasil penelitian adalah 1) Secara partial penerapan fungsi


(6)

pengorganisasian berpengaruh positif, sedangkan fungsi perencanaan, pelaksanaan pengendalian, dan evaluasi tidak berpengaruh nyata dalam pengelola di STA Sewukan Magelang, 2) Manajemen STA Sewukan Magelang yang dilakukan oleh pengelola STA yang meliputi : Perencanaan dengan total skor 4,2 (sangat baik), pengorganisasian dengan total skor 3,9 (mampu), pelaksanaan dengan total skor 4,3 (sangat mampu), pengendalian dan evaluasi dengan total skor 4,0 (sangat mampu), 3) Rata-rata tingkat pendapatan pedagang pengguna STA Sewukan setiap harinya sebesar Rp. 365.675,- 4) Persepsi pedagang STA Sewukan terhadap kondisi tempat adalah nyaman, terhadap tingkat pelayanan adalah memadai, dan terhadap harga sewa lokasi cukup sesuai dan tidak memberatkan 5) Secara partial kondisi tempat berpengaruh nyata terhadap pendapatan pedagang STA Sewukan, tingkat pelayanan dan harga sewa lokasi tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan pedagang STA Sewukan, 6) Pedagang di STA Sewukan sangat puas terhadap STA yang ada di Sewukan Magelang.

Paramastri (2011), meneliti Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, (2) menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, dan (3) menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengolahan data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dimasukkan dalam program linier yang dirumuskan menjadi model transportasi. Setelah itu data diolah dengan


(7)

menggunakan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer). Hasil optimalisasi menunjukkan bahwa alokasi buah pepaya yang dilakukan STA sudah baik, tercermin dari perbedaan total biaya distribusi yang tidak besar. Namun dalam hal penerimaan, nilai penjualan yang dihasilkan cukup berbeda jauh sehingga berdampak pada kecilnya laba yang diperoleh. Nilai penjualan yang kecil tersebut terjadi akibat banyaknya buah pepaya yang diretur atau dikembalikan. Oleh karena itu STA sebaiknya terus berupaya untuk mengurangi produk yang tidak diterima karena besarnya jumlah produk yang tidak diterima sangat berpengaruh pada ketidakefisienan distribusi optimal.

Saswita (2010), meneliti Perbedaan Pendapatan Petani yang Menggunakan Sub Terminal Agribisnis (STA) Dengan yang Tidak Menggunakan STA Sebagai Lembaga Pemasaran Di Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan regresi linier berganda dan deskrptif kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa STA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani di Kota Payakumbuh, tetapi setelah dilakukan analisis regresi masing-masing untuk petani pengguna STA dan petani yang tidak menggunakan STA diperoleh hasil bahwa terdapat peningkatan pendapatan yang lebih tinggi untuk petani yang menggunakan STA dibandingkan dengan petani yang tidak menggunakan STA.

2.3. Landasan Teori

Menurut Mubyarto (1989), istilah tataniaga diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produksi ke konsumen. Kotler (2005), mendefenisikan pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu


(8)

dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.

Pemasaran hasil sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah usaha masih menjadi kendala utama bagi petani kita. Posisi petani dalam rantai tata niaga (pemasaran) sangat lemah. Beberapa sebab yang menjadikan lemahnya posisi petani dalam rantai tata niaga adalah pertama, market share (pangsa pasar) petani relatif terbatas, sehingga petani hanya akan bertindak sebagai penerima harga, bukan penentu harga. Kedua, komoditas yang dihasilkan umumnya cepat rusak, sehingga mengharuskan untuk menjualnya secepat mungkin. Ketiga, lokasi produksi yang relatif terpencil sehingga kesulitan akses transportasi pengangkutan hasil produksi. Faktor keempat adalah kurangnya informasi harga, kualitas dan kuantitas yang diinginkan oleh konsumen, sehingga membuat petani dengan mudah diperdaya oleh lembaga-lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan petani. Kelima, kebijakan pemerintah masih jauh dari menguntungkan petani. Kebijakan-kebijakan yang ada lebih menguntungkan mereka-mereka yang terlibat dalam rantai tata niaga ketimbang petani. Dan faktor kelima inilah yang selalu dipandang menjadi biang keladi miskinnya kaum tani (Indonesia di Mata Kaumbiasa, 2011).

Pemasaran dalam kegiatan pertanian dianggap memainkan peran ganda. Peran pertama merupakan peralihan harga antara produsen dengan konsumen. Peran kedua adalah transmisi fisik dari titik produksi (petani atau produsen) ke tempat pembelian (konsumen). Namun untuk memainkan kedua peran tersebut petani menghadapi berbagai kendala untuk memasarkan produk pertanian,


(9)

khususnya bagi petani berskala kecil. Masalah utama yang dihadapai pada pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain (Syahza A, 2008) :

1. Kesinambungan produksi

Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil pertanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu : a) volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil, b) produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu, c) lokasi usahatani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi, sehingga memperbesar biaya pemasaran, d) sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. 2. Kurang memadainya pasar

Kurang memdainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada 3 cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu : a) sesuai dengan harga yang berlaku, b) tawar menawar, c) dan borongan.

3. Panjangnya saluran pemasaran

Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang.

4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar

Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah.


(10)

5. Berfluktuasinya harga

Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek atau dalam jangka panjang. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim harga meningkat drastis.

6. Kurang tersedianya informasi pasar

Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi, dimana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik.

7. Kurang jelasnya jaringan pemasaran

Produsen atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. 8. Rendahnya kualitas produksi

Rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu juga ditentukan pada kegiatan pasca panen, seperti melalui standarisasi dan grading.

9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik.


(11)

Beberapa fungsi penting dalam pemasaran hasil pertanian antara lain fungsi penyimpanan, transportasi, grading dan standardisasi, serta periklanan. Fungsi penyimpanan dimaksudkan untuk menyeimbangkan periode panen dan periode paceklik. Ada empat alasan pentingnya penyimpanan untuk produk-produk pertanian, yaitu : a). produk-produk bersifat musiman, b). adanya permintaan akan produk pertanian yang berbeda sepanjang tahun, c). perlunya waktu untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen, d). perlunya stok persediaan produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen.

Fungsi transportasi dimaksudkan untuk menjadikan suatu produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen. Biaya transportasi ditentukan oleh: a). lokasi produksi, b). area pasar yang dilayani, c). bentuk produk yang dipasarkan, d). ukuran dan kualitas produk yang dipasarkan.

Fungsi standardisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui saluran pemasaran. Grading atau penyortiran produk-produk ke dalam satuan atau unit tertentu, standardisasi atau justifikasi kualitas yang seragam antara pembeli dan penjual, antar tempat dan antar waktu.

Fungsi periklanan dimaksudkan untuk menginformasikan ke konsumen apa yang tersedia untuk dibeli dan untuk mengubah permintaan atas suatu produk. Masalah yang timbul dalam periklanan produk pertanian terutama berkaitan dengan karakteristik produk pertanian itu sendiri (Anindita, 2004).

Pada dasarnya kegiatan pemasaran komoditas hasil pertanian Indonesia selama ini sangat dipengaruhi oleh adanya keterkaitan antara para petani dengan berbagai jenis pedagang, baik yang secara langsung maupun tidak langsung


(12)

terlibat dalam proses pemasaran hasil pertanian tersebut (Anugrah, 2004). Menurut Nuhung (2002) dalam Rizal M. (2010), terdapat beberapa tipe pengusaha perantara antara lain:

1. Pedagang Pengumpul, yaitu pedagang yang mengumpulkan barang-barang hasil pertanian dari pengusaha atau petani produsen dan kemudian memasarkannya kembali dalam partai besar kepada pedagang lain.

2. Pedagang Besar, yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian dari pedagang pengumpul atau langsung dari pengusaha/produsen, serta menjual kembali kepada pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pembeli untuk industri, lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang sama pada konsumen akhir.

3. Pedagang Pengecer, yaitu pedagang yang menjual barang hasil pertanian ke konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dalam partai kecil.

Dari kondisi empiris sistem pemasaran yang ada maka secara umum sistem pemasaran komoditas tanaman pangan dan hortikultura dapat dilihat pada Gambar 2.

Sebagian besar petani, terutama petani dengan skala usaha kecil dan menengah lebih banyak memasarkan produksinya melalui pedagang pengumpul desa, selain itu ada juga ke pedagang kecamatan (bandar) atau bahkan ke pedagang dari pasar induk dan pedagang besar lainnya yang datang langsung ke petani.


(13)

Keterangan : sudah biasa dilakukan kadang-kadang dilakukan Sumber : Anugrah, 2004

Gambar 2. Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian di Lokasi Produksi

Alur pemasaran lainnya adalah petani menjual ke pedagang pengumpul kemudian dari pedagang pengumpul dipasarkan ke pedagang besar bahkan kepada pedagang dari pasar induk. Bagi para petani dengan usaha tani skala besar, pemasaran produksi juga kadang-kadang dilakukan langsung ke pedagang pasar induk.

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Kehadiran STA Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan seyogyanya menjadi pusat transaksi bisnis hasil pertanian lokal. Dengan menelaah faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi, maka dapat dirumuskan strategi untuk mengoptimalkan peranan STA. Dengan optimalnya

Petani

Kelompok Tani

Pasar Kecamatan

Pedagang besar/ bandar Pedagang pengumpul

desa/ kecamatan

Pedagang pasar induk A

B A


(14)

peranan STA, maka secara langsung juga akan meningkatkan pemasaran hasil produksi sayur-sayuran dan menjadi pusat transaksi bisnis. Dengan demikian STA diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup petani di Kabupaten Asahan dan juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah.

Gambar 3. Skema Kerangka Konsep Penelitian

Dinas Pertanian Kab. Asahan

Strategi

Strengths Weaknesses Opportunities Threats STA Hessa Air Genting

Pedagang Petani

Faktor Internal

- Kec. Kisaran Timur

- Kec. Sei Dadap

- Kec. Air Batu

- Kec. Air Joman

- Kec.Simpang Empat

Faktor Eksternal Pengelola STA


(1)

khususnya bagi petani berskala kecil. Masalah utama yang dihadapai pada pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain (Syahza A, 2008) :

1. Kesinambungan produksi

Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil pertanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu : a) volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil, b) produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu, c) lokasi usahatani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi, sehingga memperbesar biaya pemasaran, d) sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. 2. Kurang memadainya pasar

Kurang memdainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada 3 cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu : a) sesuai dengan harga yang berlaku, b) tawar menawar, c) dan borongan.

3. Panjangnya saluran pemasaran

Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang.

4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar

Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah.


(2)

5. Berfluktuasinya harga

Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek atau dalam jangka panjang. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim harga meningkat drastis.

6. Kurang tersedianya informasi pasar

Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi, dimana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik.

7. Kurang jelasnya jaringan pemasaran

Produsen atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. 8. Rendahnya kualitas produksi

Rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu juga ditentukan pada kegiatan pasca panen, seperti melalui standarisasi dan grading.

9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik.


(3)

Beberapa fungsi penting dalam pemasaran hasil pertanian antara lain fungsi penyimpanan, transportasi, grading dan standardisasi, serta periklanan. Fungsi penyimpanan dimaksudkan untuk menyeimbangkan periode panen dan periode paceklik. Ada empat alasan pentingnya penyimpanan untuk produk-produk pertanian, yaitu : a). produk-produk bersifat musiman, b). adanya permintaan akan produk pertanian yang berbeda sepanjang tahun, c). perlunya waktu untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen, d). perlunya stok persediaan produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen.

Fungsi transportasi dimaksudkan untuk menjadikan suatu produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen. Biaya transportasi ditentukan oleh: a). lokasi produksi, b). area pasar yang dilayani, c). bentuk produk yang dipasarkan, d). ukuran dan kualitas produk yang dipasarkan.

Fungsi standardisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui saluran pemasaran. Grading atau penyortiran produk-produk ke dalam satuan atau unit tertentu, standardisasi atau justifikasi kualitas yang seragam antara pembeli dan penjual, antar tempat dan antar waktu.

Fungsi periklanan dimaksudkan untuk menginformasikan ke konsumen apa yang tersedia untuk dibeli dan untuk mengubah permintaan atas suatu produk. Masalah yang timbul dalam periklanan produk pertanian terutama berkaitan dengan karakteristik produk pertanian itu sendiri (Anindita, 2004).

Pada dasarnya kegiatan pemasaran komoditas hasil pertanian Indonesia selama ini sangat dipengaruhi oleh adanya keterkaitan antara para petani dengan berbagai jenis pedagang, baik yang secara langsung maupun tidak langsung


(4)

terlibat dalam proses pemasaran hasil pertanian tersebut (Anugrah, 2004). Menurut Nuhung (2002) dalam Rizal M. (2010), terdapat beberapa tipe pengusaha perantara antara lain:

1. Pedagang Pengumpul, yaitu pedagang yang mengumpulkan barang-barang hasil pertanian dari pengusaha atau petani produsen dan kemudian memasarkannya kembali dalam partai besar kepada pedagang lain.

2. Pedagang Besar, yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian dari pedagang pengumpul atau langsung dari pengusaha/produsen, serta menjual kembali kepada pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pembeli untuk industri, lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang sama pada konsumen akhir.

3. Pedagang Pengecer, yaitu pedagang yang menjual barang hasil pertanian ke konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dalam partai kecil.

Dari kondisi empiris sistem pemasaran yang ada maka secara umum sistem pemasaran komoditas tanaman pangan dan hortikultura dapat dilihat pada Gambar 2.

Sebagian besar petani, terutama petani dengan skala usaha kecil dan menengah lebih banyak memasarkan produksinya melalui pedagang pengumpul desa, selain itu ada juga ke pedagang kecamatan (bandar) atau bahkan ke pedagang dari pasar induk dan pedagang besar lainnya yang datang langsung ke petani.


(5)

Keterangan : sudah biasa dilakukan kadang-kadang dilakukan Sumber : Anugrah, 2004

Gambar 2. Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian di Lokasi Produksi

Alur pemasaran lainnya adalah petani menjual ke pedagang pengumpul kemudian dari pedagang pengumpul dipasarkan ke pedagang besar bahkan kepada pedagang dari pasar induk. Bagi para petani dengan usaha tani skala besar, pemasaran produksi juga kadang-kadang dilakukan langsung ke pedagang pasar induk.

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Kehadiran STA Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan seyogyanya menjadi pusat transaksi bisnis hasil pertanian lokal. Dengan menelaah faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi, maka dapat dirumuskan strategi untuk mengoptimalkan peranan STA. Dengan optimalnya

Petani

Kelompok Tani

Pasar Kecamatan

Pedagang besar/ bandar Pedagang pengumpul

desa/ kecamatan

Pedagang pasar induk A

B A


(6)

peranan STA, maka secara langsung juga akan meningkatkan pemasaran hasil produksi sayur-sayuran dan menjadi pusat transaksi bisnis. Dengan demikian STA diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup petani di Kabupaten Asahan dan juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah.

Gambar 3. Skema Kerangka Konsep Penelitian

Dinas Pertanian Kab. Asahan

Strategi

Strengths Weaknesses Opportunities Threats STA Hessa Air Genting

Pedagang Petani

Faktor Internal

- Kec. Kisaran Timur

- Kec. Sei Dadap

- Kec. Air Batu

- Kec. Air Joman

- Kec.Simpang Empat

Faktor Eksternal Pengelola STA