Strategi Peningkatan Pemasaran Sub Terminal Agribisnis Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan

(1)

STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN

SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING

KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN

TESIS

Oleh

Yetty Fitri Yanti Piliang

107039009/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN

SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING

KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

Yetty Fitri Yanti Piliang 107039009/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Strategi Peningkatan Pemasaran Sub Terminal Agribisnis Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan

Nama : Yetty Fitri Yanti Piliang

NIM : 107039009

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Ketua

(Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D)

Anggota

(Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA)

Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

Dekan,


(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada Rabu, 28 Agustus 2013

Tim Penguji

Ketua : Ir. Diana Chalil, MSi, PhD _________________

Anggota : 1. Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA _________________

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS _________________


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Agustus 2013 yang membuat pernyataan,

Yetty Fitri Yanti Pilliang NIM. 107039009


(6)

Dipersembahkan kepada:

Suami, Anak dan Seluruh Keluarga


(7)

ABSTRAK

YETTY FITRI YANTI PILIANG. Strategi Peningkatan Pemasaran Sub Terminal Agribisnis Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan (Dibawah bimbingan Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D sebagai ketua dan Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA sebagai anggota).

Penelitian ini dilakukan bulan Juni 2012 sampai bulan Februari 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi peran STA Hessa Air Genting dalam pemasaran produksi petani sayuran dan (2) Merumuskan strategi apa yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pemasaran STA Hessa Air Genting. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah dengan metode SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa STA Hessa Air Genting berada pada kuadran I, yaitu peningkatan pemasaran STA mempunyai peluang yang sangat besar dan memiliki kekuatan-kekuatan internal. Strategi peningkatan pemasaran STA Hessa Air Genting yang dihasilkan : 1) menggunakan harga pembelian di STA yang tinggi untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan; 2) menggunakan modal STA yang kuat untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan; 3) meningkatkan sosialisasi dengan memanfaatkan dukungan pemerintah; 4) membentuk kelembagaan STA/ Organisasi STA dengan memanfaatkan dukungan pemerintah; 5) melengkapi sarana dan prasarana STA untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan; 6) menggunakan harga STA yang tinggi untuk bermitra dengan pedagang pengumpul desa; 7) menggunakan modal STA yang kuat untuk membantu modal petani yang lemah dan 8) meningkatkan sosialisasi untuk bekerjasama dengan pedagang pengumpul desa.


(8)

ABSTRACT

YETTY FITRI YANTI PILIANG. The Strategy of Marketing Improvement of Hessa Agribusiness Sub-Terminal, Air Genting, Air Batu Subdistrict, Asahan District (Under the Supervision of Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D (chair) and Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA as the (member)

The research was conducted from June, 2012 to February, 2013. The objective of the research was 1) to identify internal and external factors which influenced the role of STA Hessa Air Genting in marketing the product of farmers’ vegetables and 2) to formulate the strategy in increasing the marketing of STA Hessa Air Genting. The data consisted of primary and secondary data and were analyzed by using SWOT method.

The result of the research showed that STA Hessa was in quadrant I; namely, the increase in marketing STA had great potential and internal powers. The strategies of increasing the marketing of STA Hessa Air Genting were as follows: 1) using high buying price of STA in order to increase the production so that it would meet the demand, 2) using strong STA capital in order to increase the production so that it could meet the demand, 3) improving socialization by using support from the government, 4) establishing STA institution/organization by using support from the government, 5) completing the equipment and infrastructure of STA in order to increase production so that it could meet the demand, 6) using high STA price to create partnership with village collecting traders, 7) using strong STA capital to aid farmers’ lack of capital, and 8) improving socialization by collaborating with village collecting traders.

Keywords: STA Hessa Air Genting, Marketing Improvement, SWOT


(9)

RIWAYAT HIDUP

YETTY FITRI YANTI PILIANG, lahir di Sibolga pada tanggal

30 Desember 1967 dari Bapak Syarifuddin dan Ibu Nurhasnah. Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 1974 masuk Sekolah Dasar Taman Siswa Pematang Siantar, tamat

tahun 1980.

2. Tahun 1980 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 14 Medan, tamat tahun 1983.

3. Tahun 1983 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 3 Medan, tamat tahun 1986.

4. Tahun 1986 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 1991.

5. Tahun 2010 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini serta Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MS yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, suami dan seluruh keluarga yang telah mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2013


(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.2. Penelitian Terdahulu ... 10

2.3. Landasan Teori ... 12

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 18

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Metode Pemilihan Lokasi ... 20

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 20

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 21

3.3.1. Data Primer ... 21

3.3.2. Data Sekunder ... 22

3.4. Metode Analisis Data ... 22

3.4.1. Matrik Faktor Strategi Eksternal... 29

3.4.2. Matrik Faktor Strategi Internal... 30

3.4.3. Matrik SWOT ... 31

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 32

3.5.1. Defenisi ... 32


(12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 34

4.1.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 34

4.1.2. Topografi ... 34

4.1.3. Geologi ... 35

4.1.4. Penduduk ... 36

4.1.5. Perekonomian ... 38

4.1.6. Penggunaan Lahan ... 39

4.1.7. STA Hessa Air Genting ... 41

4.2. Karakteristik Sampel... 42

4.3. Rantai Tata Niaga (% x harga pasar)... 44

4.4. Hasil Analisis ... 45

4.4.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemasaran STA ... 45

4.4.2. Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal ... 51

4.4.3. Penentuan Alternatif Strategi ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1. Kesimpulan ... 59

5.2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Perkembangan Produksi Sayur-Sayuran di Lima Kecamatan Sekitar STA Tahun 2010-2012... Perkembangan Pemasaran di STA Hessa Air Genting Tahun 2010- 2012... Penentuan Jumlah Responden Petani dan Pedagang Pengumpul Desa ... Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Persebaran Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2009... Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Sektor Tahun 2005-2009 (Persentase) ... Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Kabupaten Asahan Tahun 2009 (dalam ha)... Perkembangan Produksi Sayur-sayuran Kabupaten Asahan Tahun 2010-2012... Sarana dan prasarana STA Hessa Air Genting... Karakteristik Petani Sampel dan Pedagang Pengumpul Desa Sampel ... Rantai Tata Niaga Pemasaran Sayuran Petani dan Pedagang Pengumpul Desa di Lima Kecamatan ... Penentuan Skor Faktor Internal ... Penentuan Skor Faktor Eksternal ... Tabel IFAS ... Tabel EFAS ... Penentuan Strategi Peningkatan Pemasaran STA Hessa Air Genting ... 2 3 21 37 38 39 40 42 43 44 45 48 52 53 55


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. 2. 3. 4. 5.

Struktur Organisasi STA ... Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian di Lokasi Produksi... Skema Kerangka Konsep Penelitian ... Analisis SWOT ... Kuadran SWOT ...

9 18 19 23 54


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Daftar Petani Sampel ... Daftar Pedagang Sampel ... Karakteristik Petani Sampel ... Karakteristik Pedagang Sampel ... Parameter Penilaian SWOT Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Pemasaran STA ... Penilaian Skor Parameter Faktor Internal dan Eksternal Petani dan Pedagang yang Memasarkan di STA ... Penilaian Skor Parameter Faktor Internal dan Eksternal Petani yang Tidak Memasarkan di STA ... Penilaian Skor Parameter Faktor Internal dan Eksternal Pedagang Pengumpul Desa yang Tidak Memasarkan di STA ... Penilaian Skor Parameter Faktor Internal dan Eksternal Pengelola STA ... Pembobotan Faktor Internal ... Pembobotan Faktor Eksternal ... Hasil Penilaian Bobot Faktor Internal ... Hasil Penilaian Bobot Faktor Eksternal ... Normalisasi Bobot Faktor Internal ... Normalisasi Bobot Faktor Eksternal ... Rata-rata Harga Pasar Komoditi Pangan Kabupaten Asahan Tahun 2012 ... Harga Pembelian di STA ... Rata-rata Harga Jual yang Diterima Petani dari Pedagang Pengumpul Desa dan Rasio dengan Rata-rata Harga Pasar ...

64 65 66 67 68 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82


(16)

19.

20.

Rata-rata Harga Jual yang Diterima Pedagang Pengumpul Desa dan Rasio dengan Rata-rata Harga Pasar ... Kuesioner ...

84 85


(17)

ABSTRAK

YETTY FITRI YANTI PILIANG. Strategi Peningkatan Pemasaran Sub Terminal Agribisnis Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan (Dibawah bimbingan Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D sebagai ketua dan Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA sebagai anggota).

Penelitian ini dilakukan bulan Juni 2012 sampai bulan Februari 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi peran STA Hessa Air Genting dalam pemasaran produksi petani sayuran dan (2) Merumuskan strategi apa yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pemasaran STA Hessa Air Genting. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah dengan metode SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa STA Hessa Air Genting berada pada kuadran I, yaitu peningkatan pemasaran STA mempunyai peluang yang sangat besar dan memiliki kekuatan-kekuatan internal. Strategi peningkatan pemasaran STA Hessa Air Genting yang dihasilkan : 1) menggunakan harga pembelian di STA yang tinggi untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan; 2) menggunakan modal STA yang kuat untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan; 3) meningkatkan sosialisasi dengan memanfaatkan dukungan pemerintah; 4) membentuk kelembagaan STA/ Organisasi STA dengan memanfaatkan dukungan pemerintah; 5) melengkapi sarana dan prasarana STA untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan; 6) menggunakan harga STA yang tinggi untuk bermitra dengan pedagang pengumpul desa; 7) menggunakan modal STA yang kuat untuk membantu modal petani yang lemah dan 8) meningkatkan sosialisasi untuk bekerjasama dengan pedagang pengumpul desa.


(18)

ABSTRACT

YETTY FITRI YANTI PILIANG. The Strategy of Marketing Improvement of Hessa Agribusiness Sub-Terminal, Air Genting, Air Batu Subdistrict, Asahan District (Under the Supervision of Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D (chair) and Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA as the (member)

The research was conducted from June, 2012 to February, 2013. The objective of the research was 1) to identify internal and external factors which influenced the role of STA Hessa Air Genting in marketing the product of farmers’ vegetables and 2) to formulate the strategy in increasing the marketing of STA Hessa Air Genting. The data consisted of primary and secondary data and were analyzed by using SWOT method.

The result of the research showed that STA Hessa was in quadrant I; namely, the increase in marketing STA had great potential and internal powers. The strategies of increasing the marketing of STA Hessa Air Genting were as follows: 1) using high buying price of STA in order to increase the production so that it would meet the demand, 2) using strong STA capital in order to increase the production so that it could meet the demand, 3) improving socialization by using support from the government, 4) establishing STA institution/organization by using support from the government, 5) completing the equipment and infrastructure of STA in order to increase production so that it could meet the demand, 6) using high STA price to create partnership with village collecting traders, 7) using strong STA capital to aid farmers’ lack of capital, and 8) improving socialization by collaborating with village collecting traders.

Keywords: STA Hessa Air Genting, Marketing Improvement, SWOT


(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha pertanian di Sumatera Utara adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan usaha dalam hal penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil. Hal tersebut disebabkan oleh karena pembinaan SDM pertanian selama ini lebih difokuskan kepada upaya peningkatan produksi (budidaya) pertanian, sedangkan produktivitas dan daya saing usaha agribisnis sangat ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola produk yang dihasilkan (pasca panen dan pengolahan hasil) serta pemasarannya (Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Sub Terminal Agribisnis (STA) sebagai pasar di tingkat petani (farm-gate

market) adalah sarana pemasaran hasil pertanian yang berada pada sentra

produksi pertanian yang dilengkapi dengan sarana/prasarana pemasaran, penanganan pasca panen, penanganan mutu, sistem informasi pasar dan distribusi komoditas pertanian. Diharapkan kelembagaan ini dapat berfungsi sebagai agen/institusi pemasaran produk pertanian dimana petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani melalui perwakilannya terlibat secara langsung dalam pengelolaan dan penentuan harga yang berlaku di pasar tersebut (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian, 2006).

Sasaran utama pembangunan sub terminal agribisnis adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan pelaku pasar. Sasaran lainnya adalah mendidik petani untuk memperbaiki kualitas produk sekaligus mengubah pola pikir ke arah agribisnis, sehingga menjadi salah satu sumber pendapatan asli


(20)

daerah serta mengembangkan akses pasar (Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Di Kabupaten Asahan telah dibangun STA pada tahun 2003 dengan menggunakan dana APBN. STA di Kabupaten Asahan yang selanjutnya disebut dengan STA Hessa Air Genting diharapkan dapat memperlancar proses pemasaran melalui perbaikan mekanisme pasar sekaligus sebagai tempat berkomunikasi dan saling tukar informasi antar pelaku agribisnis. Dengan kata lain STA Hessa Air Genting dibangun sebagai pasar sekaligus sebagai pusat transaksi hasil-hasil agribisnis.

Sebagai sarana pemasaran, STA Hessa Air Genting diharapkan dapat lebih berperan dalam meningkatkan pemasaran produksi sayur-sayuran petani terutama petani di sekitar lokasi STA yaitu Kecamatan Kisaran Timur, Air Joman, Air Batu, Sei Dadap dan Simpang Empat. Kelima kecamatan tersebut adalah termasuk kawasan penghasil sayur-sayuran Kabupaten Asahan.

Perkembangan produksi sayur-sayuran di kelima kecamatan tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Produksi Sayur-Sayuran di Lima Kecamatan Sekitar STA Tahun 2010-2012 *)

No Kecamatan Produksi (Ton)

2010 2011 2012

1 Kisaran Timur 245,70 438,00 398,50

2 Air Joman 1.220,90 1.688,00 1.908,50

3 Air Batu 1.106,70 971,50 1.100,50

4 Sei Dadap 770,20 718,50 693,00

5 Simpang Empat 709,10 1134,50 443,00

Jumlah 4.052,60 4.950,50 4.543,50

*) : Komoditinya terdiri dari sawi, bayam, kangkung, kacang panjang, terong, cabe, timun.


(21)

Meskipun dibangun pada Tahun 2003, namun STA Hessa Air Genting baru dioperasikan pada akhir Tahun 2009. Pengelolaan operasional STA dipercayakan kepada Gapoktan Subur. Komoditi yang dipasarkan di STA adalah sayur-sayuran, baik hasil produksi petani lokal maupun yang berasal dari luar daerah. Perkembangan pemasaran di STA Hessa Air Genting Tahun 2010-2012 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Pemasaran di STA Hessa Air Genting Tahun 2010-2012

No Komoditi 2010 (Ton)

2011 (Ton)

2012 (Ton)

Petani Penghasil Utama

1 Timun 263,85 239,04 125,13 Lokal

2 Kacang panjang 72,74 77,34 77,26 Lokal

3 Sawi 106,05 102,61 88,22 Lokal

4 Terong biru 44,95 47,26 38,67 Lokal 5 Terong tauco 25,50 28,41 28,60 Luar Daerah 6 Terong bulat 33,69 32,58 36,65 Luar Daerah

7 Gambas 50,23 45,29 20,33 Luar Daerah

8 Pare 35,30 31,61 25,44 Luar Daerah

9 Ubi Kayu 49,64 47,76 29,65 Lokal

10 Ubi Rambat 84,55 92,73 107,10 Luar Daerah

11 Keladi 53,76 49,77 27,40 Luar Daerah

12 Melinjo 35,69 30,94 16,29 Luar Daerah

13 Jagung Hawai 17,78 64,90 110,40 Luar Daerah

14 Janten 5,21 23,25 28,53 Luar Daerah

15 Jengkol - 7,56 2,35 Luar Daerah

16 Kangkung 17,03 39,23 54,69 Lokal

17 Bayam 47,78 61,26 70,13 Lokal

18 Genjer - 76,34 128,15 Luar Daerah

Volume Total 943,74 1.097,88 1.014,98

Sumber : Kartu Monitor STA (Diolah)

Dari Tabel 2 terlihat bahwa tahun 2010-2012 volume pemasaran di STA cenderung meningkat. Namun demikian, volumenya masih relatif kecil dibandingkan dengan volume produksi sayur-sayuran di lima kecamatan sekitar


(22)

STA. Dari 4.543,50 ton produksi sayur-sayuran di lima kecamatan pada tahun 2012 baru 1.014,98 ton yang dipasarkan melalui STA (22,34%).

Dari uraian tersebut, ternyata STA Hessa Air Genting belum berperan optimal dalam pemasaran dan transaksi hasil produksi sayuran di Kabupaten Asahan. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor penyebab tidak optimalnya peranan STA. Selanjutnya berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat disusun strategi yang tepat untuk meningkatkan pemasaran sayur-sayuran di STA Hessa Air Genting.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan penelitian, sebagai berikut:

1. Faktor-faktor internal dan eksternal apa saja yang mempengaruhi peran STA Hessa Air Genting dalam pemasaran produksi petani sayuran?

2. Strategi apakah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemasaran STA Hessa Air Genting?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi peran STA Hessa Air Genting dalam pemasaran produksi petani sayuran.

2. Untuk merumuskan strategi apa yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pemasaran STA Hessa Air Genting.


(23)

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai saran/masukan bagi pengelola STA untuk untuk mengambil langkah-langkah dalam peningkatan pemasaran di STA.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam mengambil kebijakan pengembangan STA.

3. Sebagai bahan informasi atau referensi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


(24)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan sarana pusat informasi dan komoditi produksi unggulan pertanian dan tempat untuk mempertemukan pengusaha/pedagang dengan petani dalam rangka menjalin kerjasama bisnis. STA merupakan perwujudan atas fenomena yang selama ini berkembang dalam tatanan pemasaran komoditas pertanian dan sekaligus sebagai bagian dari rangkaian kegiatan agribisnis, dimana selama ini pemasaran komoditas pertanian pada umumnya mempunyai mata rantai yang panjang, mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar hingga mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diperoleh petani serta konsumen membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan sehingga biaya pemasaran dari produsen ke konsumen menjadi cukup tinggi. (Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Fenomena lain menunjukkan bahwa jaminan pasar merupakan prasyarat utama yang menentukan tingkat keunggulan suatu komoditas, termasuk di dalamnya indikasi tentang daya tampung dan potensi pengembangan pasar, tingkat efisisensi distribusi, kesesuaian agroekosistem, ketersediaan dan peluang pengembangan teknologi pertanian. Di sisi lain, pola pemasaran tidak mampu menunjang upaya pengembangan berbagai jenis komoditas. Lemahnya posisi rebut tawar petani serta semakin banyaknya produksi pesaing dari impor komoditas yang sama di pasar dalam negeri, menuntut upaya peningkatan efisiensi pemasaran dengan mengembangkan infrastuktur pemasaran (Anugrah, 2004).


(25)

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli hasil-hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market), yang terletak di sentra produksi. STA juga merupakan wadah yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis, seperti layanan informasi manajemen produksi sesuai permintaan pasar, manajemen pengadaan sarana produksi, manajemen pasca panen (pengemasan, sortir, grading, penyimpanan) serta kegiatan-kegiatan lainnya, seperti ruang pamer, promosi, transportasi dan pelatihan (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 2000; Tanjung, 2001; Sukmadinata, 2001 dalam Pujiharto, 2010).

Sasaran utama pembangunan Sub Terminal Agribisnis pada dasarnya adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan pelaku pasar. Sasaran lainnya adalah mendidik petani untuk memperbaiki kualitas produk, sekaligus mengubah pola pikir ke arah agribisnis sehingga menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah serta mengembangkan akses pasar (Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian (2006), pada dasarnya tugas dan fungsi STA diarahkan pada usaha pemasaran dan pembinaan terhadap petani produsen lewat kelompok. Dengan demikian STA bertugas untuk :

1. Melayani konsumen umum ataupun konsumen lembaga seperti pasar induk, supermarket, eksportir, maupun melakukan perdagangan antar daerah/antar pulau dan ekspor.


(26)

2. Selain menjual secara langsung pada kios/lapak-lapak yang disediakan, STA juga melakukan sistem penjualan melalui mekanisme lelang yang dikelola oleh manajemen STA, baik dengan lelang secara langsung (spot) maupun berjangka (forward);

3. Mengarahkan petani untuk memproduksi komoditi pertanian sesuai dengan permintaan pasar atau mitra pasar STA (sesuai informasi pasar yang disampaikan STA).

4. Mendampingi Gapoktan agar mampu dalam manajemen usaha, penanganan teknis pasca panen, penanganan mutu, packaging, kemitraan dan pemasaran serta mampu mendapatkan kredit dari sumber permodalan seperti Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro, dan Perbankan (SP3).

STA dinilai memadai bila memiliki sarana dan prasarana sebagai faktor penggerak pembangunan, yaitu : (1) infrastruktur fisik berupa bangunan utama untuk transaksi jual beli, (2) tempat penanganan pasca panen (pencucian, sortasi, pengepakan) serta gudang sebagai tempat penyimpanan, (3) sarana seperti keranjang, timbangan dan meja, (4) kantor pengelola, (5) tempat bongkar muat dan jasa angkut, serta (6) prasarana jalan termasuk tempat parkir.

Pemasaran yang terjadi di STA diharapkan lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran di pasar-pasar biasa. Kegiatan jual beli yang berlangsung di STA terjadi antara penjual produk hortikultuta sayuran dataran tinggi dalam hal ini produsen (petani) atau pedagang pengumpul dengan pembeli baik pedagang besar maupun konsumen dengan cara negosiasi (tawar menawar) dengan patokan harga dari petani, sehingga diharapkan petani tidak dirugikan (Saswita, 2010)


(27)

Untuk menjalankan fungsinya dengan baik, struktur organisasi dan manajemen STA harus dilakukan secara terpadu dan profesional. Kepengurusan STA harus terdiri dari orang-orang yang banyak terlibat dalam struktur pemasaran dan komoditi agribisnis yang ditangani di daerah yang bersangkutan, serta memiliki kemampuan manajemen yang memadai. Pengelolaan STA tidak hanya mengutamakan aspek komersialisasi pemasaran, melainkan juga aspek pelayanan pemasaran. Struktur organisasi STA sebagaimana pada Gambar 1 (Ditjen P2HP Departemen Pertanian, 2006).

Gambar 1. Struktur Organisasi STA

Badan Musyawarah Manajer/ Wakil Manajer Keuangan - Pembayaran - Pembukuan

-LaporanKeuangan

Umum

- Kepegawaian

-Perlengkapan

-Fasilitas Umum dan

Penunjang

- Tata Tertib Pengelolaan

Perencanaan dan Pengadaan

Produk

Pemasaran Promosi dan

Informasi Pasar Simpan Pinjam

- Perencanaan pola produksi - Pembinaan teknis - Pembelian - Handling (sortasi, packing, storage) - Penjualan langsung atau lelang - Pengepakan - Pengiriman - Pengelolaan kios - Promosi produk - Pengembang an pasar - Jaringan pemasaran -Pelayanan informasi pasar - Mencari sumber pembiayaan - Pelayanan kredit - Penyediaan saprodi


(28)

2.2. Penelitian Terdahulu

Sobang (2007), meneliti Pengaruh Pembangunan Sub Terminal Agribisnis Mantung Terhadap Pedagang Konsumen dan Pemberdayaan Ekonomi Daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan Sub Terminal Agribisnis Mantung berpengaruh terhadap pemberdayaan ekonomi daerah yaitu berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, tidak berpengaruh terhadap persepsi pedagang tentang pendapatan dan kualitas sayuran yang diperoleh dari petani khususnya pedagang di tingkat kecamatan Pujon sedangkan bagi pedagang di STA Mantung, adanya pembangunan STA Mantung memberikan pengaruh terhadap persepsi pedagang tentang pendapatan dan kualitas sayuran yang diperoleh. Pembangunan STA Mantung berpengaruh terhadap kuantitas komoditas sayuran yang diperoleh pedagang di tingkat kecamatan Pujon tetapi tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Sedangkan bagi pedagang di STA Mantung, adanya pembangunan STA Mantung memberikan pengaruh terhadap kuantitas dan pendapatan yang diperoleh. Pembangunan STA Mantung berpengaruh terhadap persepsi konsumen baik konsumen yang berasal dari luar kecamatan Pujon maupun konsumen yang setiap hari berbelanja tentang kualitas dan kuantitas sayuran yang diperoleh dari pedagang. Demikian halnya bagi konsumen yang setiap hari berbelanja di STA Mantung bahwa pembangunan STA Mantung berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas sayuran yang diperoleh dari pedagang.

Suranto (2010), meneliti Manajemen dan Tingkat Kepuasan Pedagang Pengguna pada Sub Terminal Agribisnis Sewukan di Kabupaten Magelang. Metode analisis data dengan menggunakan regresi linier berganda (multiple linear regression) dan hasil penelitian adalah 1) Secara partial penerapan fungsi


(29)

pengorganisasian berpengaruh positif, sedangkan fungsi perencanaan, pelaksanaan pengendalian, dan evaluasi tidak berpengaruh nyata dalam pengelola di STA Sewukan Magelang, 2) Manajemen STA Sewukan Magelang yang dilakukan oleh pengelola STA yang meliputi : Perencanaan dengan total skor 4,2 (sangat baik), pengorganisasian dengan total skor 3,9 (mampu), pelaksanaan dengan total skor 4,3 (sangat mampu), pengendalian dan evaluasi dengan total skor 4,0 (sangat mampu), 3) Rata-rata tingkat pendapatan pedagang pengguna STA Sewukan setiap harinya sebesar Rp. 365.675,- 4) Persepsi pedagang STA Sewukan terhadap kondisi tempat adalah nyaman, terhadap tingkat pelayanan adalah memadai, dan terhadap harga sewa lokasi cukup sesuai dan tidak memberatkan 5) Secara partial kondisi tempat berpengaruh nyata terhadap pendapatan pedagang STA Sewukan, tingkat pelayanan dan harga sewa lokasi tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan pedagang STA Sewukan, 6) Pedagang di STA Sewukan sangat puas terhadap STA yang ada di Sewukan Magelang.

Paramastri (2011), meneliti Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, (2) menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, dan (3) menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengolahan data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dimasukkan dalam program linier yang dirumuskan menjadi model transportasi. Setelah itu data diolah dengan


(30)

menggunakan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer). Hasil optimalisasi menunjukkan bahwa alokasi buah pepaya yang dilakukan STA sudah baik, tercermin dari perbedaan total biaya distribusi yang tidak besar. Namun dalam hal penerimaan, nilai penjualan yang dihasilkan cukup berbeda jauh sehingga berdampak pada kecilnya laba yang diperoleh. Nilai penjualan yang kecil tersebut terjadi akibat banyaknya buah pepaya yang diretur atau dikembalikan. Oleh karena itu STA sebaiknya terus berupaya untuk mengurangi produk yang tidak diterima karena besarnya jumlah produk yang tidak diterima sangat berpengaruh pada ketidakefisienan distribusi optimal.

Saswita (2010), meneliti Perbedaan Pendapatan Petani yang Menggunakan Sub Terminal Agribisnis (STA) Dengan yang Tidak Menggunakan STA Sebagai Lembaga Pemasaran Di Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan regresi linier berganda dan deskrptif kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa STA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani di Kota Payakumbuh, tetapi setelah dilakukan analisis regresi masing-masing untuk petani pengguna STA dan petani yang tidak menggunakan STA diperoleh hasil bahwa terdapat peningkatan pendapatan yang lebih tinggi untuk petani yang menggunakan STA dibandingkan dengan petani yang tidak menggunakan STA.

2.3. Landasan Teori

Menurut Mubyarto (1989), istilah tataniaga diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produksi ke konsumen. Kotler (2005), mendefenisikan pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu


(31)

dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.

Pemasaran hasil sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah usaha masih menjadi kendala utama bagi petani kita. Posisi petani dalam rantai tata niaga (pemasaran) sangat lemah. Beberapa sebab yang menjadikan lemahnya posisi petani dalam rantai tata niaga adalah pertama, market share (pangsa pasar) petani relatif terbatas, sehingga petani hanya akan bertindak sebagai penerima harga, bukan penentu harga. Kedua, komoditas yang dihasilkan umumnya cepat rusak, sehingga mengharuskan untuk menjualnya secepat mungkin. Ketiga, lokasi produksi yang relatif terpencil sehingga kesulitan akses transportasi pengangkutan hasil produksi. Faktor keempat adalah kurangnya informasi harga, kualitas dan kuantitas yang diinginkan oleh konsumen, sehingga membuat petani dengan mudah diperdaya oleh lembaga-lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan petani. Kelima, kebijakan pemerintah masih jauh dari menguntungkan petani. Kebijakan-kebijakan yang ada lebih menguntungkan mereka-mereka yang terlibat dalam rantai tata niaga ketimbang petani. Dan faktor kelima inilah yang selalu dipandang menjadi biang keladi miskinnya kaum tani (Indonesia di Mata Kaumbiasa, 2011).

Pemasaran dalam kegiatan pertanian dianggap memainkan peran ganda. Peran pertama merupakan peralihan harga antara produsen dengan konsumen. Peran kedua adalah transmisi fisik dari titik produksi (petani atau produsen) ke tempat pembelian (konsumen). Namun untuk memainkan kedua peran tersebut petani menghadapi berbagai kendala untuk memasarkan produk pertanian,


(32)

khususnya bagi petani berskala kecil. Masalah utama yang dihadapai pada pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain (Syahza A, 2008) :

1. Kesinambungan produksi

Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil pertanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu : a) volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil, b) produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu, c) lokasi usahatani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi, sehingga memperbesar biaya pemasaran, d) sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. 2. Kurang memadainya pasar

Kurang memdainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada 3 cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu : a) sesuai dengan harga yang berlaku, b) tawar menawar, c) dan borongan.

3. Panjangnya saluran pemasaran

Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang.

4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar

Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah.


(33)

5. Berfluktuasinya harga

Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek atau dalam jangka panjang. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim harga meningkat drastis.

6. Kurang tersedianya informasi pasar

Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi, dimana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik.

7. Kurang jelasnya jaringan pemasaran

Produsen atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. 8. Rendahnya kualitas produksi

Rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu juga ditentukan pada kegiatan pasca panen, seperti melalui standarisasi dan grading.

9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik.


(34)

Beberapa fungsi penting dalam pemasaran hasil pertanian antara lain fungsi penyimpanan, transportasi, grading dan standardisasi, serta periklanan. Fungsi penyimpanan dimaksudkan untuk menyeimbangkan periode panen dan periode paceklik. Ada empat alasan pentingnya penyimpanan untuk produk-produk pertanian, yaitu : a). produk-produk bersifat musiman, b). adanya permintaan akan produk pertanian yang berbeda sepanjang tahun, c). perlunya waktu untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen, d). perlunya stok persediaan produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen.

Fungsi transportasi dimaksudkan untuk menjadikan suatu produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen. Biaya transportasi ditentukan oleh: a). lokasi produksi, b). area pasar yang dilayani, c). bentuk produk yang dipasarkan, d). ukuran dan kualitas produk yang dipasarkan.

Fungsi standardisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui saluran pemasaran. Grading atau penyortiran produk-produk ke dalam satuan atau unit tertentu, standardisasi atau justifikasi kualitas yang seragam antara pembeli dan penjual, antar tempat dan antar waktu.

Fungsi periklanan dimaksudkan untuk menginformasikan ke konsumen apa yang tersedia untuk dibeli dan untuk mengubah permintaan atas suatu produk. Masalah yang timbul dalam periklanan produk pertanian terutama berkaitan dengan karakteristik produk pertanian itu sendiri (Anindita, 2004).

Pada dasarnya kegiatan pemasaran komoditas hasil pertanian Indonesia selama ini sangat dipengaruhi oleh adanya keterkaitan antara para petani dengan berbagai jenis pedagang, baik yang secara langsung maupun tidak langsung


(35)

terlibat dalam proses pemasaran hasil pertanian tersebut (Anugrah, 2004). Menurut Nuhung (2002) dalam Rizal M. (2010), terdapat beberapa tipe pengusaha perantara antara lain:

1. Pedagang Pengumpul, yaitu pedagang yang mengumpulkan barang-barang hasil pertanian dari pengusaha atau petani produsen dan kemudian memasarkannya kembali dalam partai besar kepada pedagang lain.

2. Pedagang Besar, yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian dari pedagang pengumpul atau langsung dari pengusaha/produsen, serta menjual kembali kepada pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pembeli untuk industri, lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang sama pada konsumen akhir.

3. Pedagang Pengecer, yaitu pedagang yang menjual barang hasil pertanian ke konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dalam partai kecil.

Dari kondisi empiris sistem pemasaran yang ada maka secara umum sistem pemasaran komoditas tanaman pangan dan hortikultura dapat dilihat pada Gambar 2.

Sebagian besar petani, terutama petani dengan skala usaha kecil dan menengah lebih banyak memasarkan produksinya melalui pedagang pengumpul desa, selain itu ada juga ke pedagang kecamatan (bandar) atau bahkan ke pedagang dari pasar induk dan pedagang besar lainnya yang datang langsung ke petani.


(36)

Keterangan : sudah biasa dilakukan kadang-kadang dilakukan Sumber : Anugrah, 2004

Gambar 2. Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian di Lokasi Produksi

Alur pemasaran lainnya adalah petani menjual ke pedagang pengumpul kemudian dari pedagang pengumpul dipasarkan ke pedagang besar bahkan kepada pedagang dari pasar induk. Bagi para petani dengan usaha tani skala besar, pemasaran produksi juga kadang-kadang dilakukan langsung ke pedagang pasar induk.

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Kehadiran STA Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan seyogyanya menjadi pusat transaksi bisnis hasil pertanian lokal. Dengan menelaah faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi, maka dapat dirumuskan strategi untuk mengoptimalkan peranan STA. Dengan optimalnya

Petani

Kelompok Tani

Pasar Kecamatan

Pedagang besar/ bandar Pedagang pengumpul

desa/ kecamatan

Pedagang pasar induk A

B A


(37)

peranan STA, maka secara langsung juga akan meningkatkan pemasaran hasil produksi sayur-sayuran dan menjadi pusat transaksi bisnis. Dengan demikian STA diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup petani di Kabupaten Asahan dan juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah.

Gambar 3. Skema Kerangka Konsep Penelitian

Dinas Pertanian Kab. Asahan

Strategi

Strengths Weaknesses Opportunities Threats STA Hessa Air Genting

Pedagang Petani

Faktor Internal

- Kec. Kisaran Timur - Kec. Sei Dadap - Kec. Air Batu - Kec. Air Joman - Kec.Simpang Empat

Faktor Eksternal Pengelola STA


(38)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Penelitian ini ditentukan secara purpossive, yaitu di Sub Terminal Agribisnis (STA) Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan, Propinsi Sumatera Utara dengan pertimbangan bahwa STA tersebut merupakan salah satu STA yang ada di Sumatera Utara yang sudah berjalan, dibangun pada tahun 2003 dan pada tahun 2009 ditetapkan pengelolanya yaitu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Subur.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Responden penelitian ini terdiri dari 3 komponen yaitu petani dan pedagang yang memasarkan pada STA Hessa Air Genting, petani dan pedagang yang tidak memasarkan pada STA Hessa Air Genting dan pengelola STA Hessa Air Genting.

Prosedur yang digunakan dalam penentuan sampel adalah prosedur sampling non-probabilitas. Pengambilan sampel untuk petani dan pedagang menggunakan teknik snowball sampling yaitu cara pengambilan sampel secara berantai, dimulai dari satu responden dan selanjutnya responden tersebut menunjukkan responden yang lain. Demikian seterusnya, sehingga akhirnya sejumlah sampel yang diperlukan dapat dikumpulkan. Sampling ini biasanya digunakan dalam populasi yang berupa organisasi sosial atau bentuk-bentuk usaha kecil (Soewadji, 2012).

Dari hasil pra survei dan observasi awal ke lapangan, ditemukan bahwa sayuran yang dipasarkan di STA saat ini berasal dari petani dan pedagang


(39)

pengumpul desa serta pedagang dari luar daerah. Jumlah petani dan pedagang pengumpul desa yang saat ini memasarkan produknya ke STA relatif sedikit. Petani hanya sejumlah 13 orang, seluruhnya berasal dari Kec. Air Batu. Pedagang pengumpul desa yang memasarkan sayuran di STA hanya 7 orang, yaitu 4 orang berasal dari Kec. Air Joman dan 3 orang dari Kec. Simpang Empat. Dengan mempertimbangkan jumlah petani dan pedagang pengumpul desa yang ada, maka ditentukan jumlah responden seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan Jumlah Responden Petani dan Pedagang Pengumpul Desa

No Kecamatan

Petani Pedagang Pengumpul Desa

Mema-sarkan

Tidak Mema-sarkan

Mema-sarkan

Tidak Mema-sarkan

1 Kisaran Timur - 5 - -

2 Air Joman - 5 4 5

3 Air Batu 5 5 - 5

4 Sei Dadap - 5 - 5

5 Simpang Empat - 5 3 -

Jumlah 5 25 7 15

Pengambilan sampel untuk pengelola STA dengan menggunakan teknik

purpossive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan atas

pertimbangan bahwa pengelola STA yang mengetahui tentang pengelolaan STA. Responden Pengelola STA hanya 1 orang yaitu Ketua Gapoktan Subur.

3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan diskusi dengan petani dan pedagang pengumpul desa di kecamatan penelitian, dan pengelola STA dengan menggunakan kuesioner yang telah


(40)

dipersiapkan. Selanjutnya survei dan wawancara kepada Dinas Pertanian Kabupaten Asahan guna penilaian dan pembahasan ide yang berkenaan dengan faktor internal dan eksternal. Data primer yang diperlukan merupakan faktor lingkungan internal dan eksternal STA.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Asahan, pengelola STA Hessa Air Genting dan instansi terkait lainnya serta media dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup antara lain :

a. Profil STA Hessa Air Genting, yang bersumber dari Dinas Pertanian Kabupaten Asahan.

b. Data luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi komoditi sayur-sayuran dari tahun 2010 sampai tahun 2012.

c. Data kegiatan berupa data pemasaran STA dari tahun 2010 sampai tahun 2012 serta sarana dan prasarana yang ada di STA, yang bersumber dari pengelola STA Hessa Air Genting.

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menjelaskan identifikasi masalah adalah dengan analisis deskriptif, yaitu dengan matrik SWOT. Matrik ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapai STA disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Analisis SWOT menyediakan pemahaman realistis tentang hubungan suatu organisasi dengan lingkungannya untuk mendapatkan terciptanya strategi yang dapat memaksimumkan kekuatan dan peluang serta meminimumkan kelemahan


(41)

dan ancaman yang ada. Selanjutnya untuk mengetahui hasil analisis berada di posisi mana, dapat dilihat pada gambar berikut ini (Rangkuti, 2008).

3. Mendukung stratrgi turn around 1. Mendukung strategi agresif

4. Mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi

Gambar 4. Analisis SWOT

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, organisasi memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan yang agresif.

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus digunakan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi.

Kuadran 3 : Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi di lain pihak harus menghadapi beberapa kendala/kelemahan interal.

BERBAGAI PELUANG

KELEMAHAN INTERNAL KEKUATAN INTERNAL


(42)

Fokus strategi organisasi adalah meminimalkan masalah-masalah internal organisasi.

Kuadran 4 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisasi menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Langkah-langkah pembuatan SWOT, sebagai berikut : 1. Menentukan tujuan penelitian/objek penelitian

Langkah yang paling awal dalam membuat SWOT adalah dengan menetukan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi peran STA Hessa Air Genting dalam pemasaran produk sayuran.

2. Menentukan faktor-faktor lingkungan/pengaruh

Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pemasaran di STA akan ditemukan beberapa variabel yang akan menentukan peningkatan pemasaran STA Hessa Air Genting. Faktor-faktor tersebut diperoleh dari hasil studi literatur.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan peranan STA Hessa Air Genting, antara lain :

1. Sosialisasi 2. Lokasi STA 3. Jarak

4. Harga pembelian di STA

5. Harga jual yang diterima petani dari pedagang pengumpul desa 6. Harga jual yang diterima pedagang pengumpul desa dari luar STA 7. Adanya pasar tradisional di sekitar STA


(43)

8. Sarana dan prasarana STA 9. Fasilitas STA

10. Kondisi dan keadaan STA 11. Kenyamanan

12. Modal STA 13. Modal petani 14. Promosi

15. Kualitas produk

16. Jumlah dan jenis sayuran 17. Dukungan Pemerintah 18. Kelembagaan STA 19. Peluang pasar 20. Pelayanan 21. Desain 22. Permintaan

3. Menentukan faktor strategis

Setelah diperoleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan pemasaran STA, kemudian dipilih faktor-faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi peningkatan pemasaran STA. Faktor ini disebut sebagai faktor strategis. Pemilihannya ditentukan berdasarkan pengamatan langsung ke lokasi penelitian dan diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 orang petani sayuran, 10 orang pedagang pengumpul desa, pengelola STA dan Dinas Pertanian Kabupaten Asahan.


(44)

4. Klasifikasi Faktor Strategis menjadi Faktor Internal dan Faktor Eksternal. Setelah diketahui faktor-faktor strategis selanjutnya diklasifikasikan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu a) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pengelola STA Hessa Air Genting dan b) Faktor Internal, yaitu faktor yang dapat dikendalikan oleh pengelola STA Hessa Air Genting.

5. Penentuan Faktor S,W,O dan T Berdasarkan Skor

Setelah diklasifikasi faktor-faktor internal dan eksternal, kemudian disusun kuisioner yang akan ditanyakan kepada responden untuk memperoleh penilaian setiap faktor. Nilai skor berkisar antara 1 dan 4, dari penilaian terendah sampai tertinggi. Untuk faktor internal, skor 1 dan 2 menunjukkan Kelemahan (Weakness) sedangkan 3 dan 4 menunjukkan Kekuatan (Strength). Untuk faktor Eksternal, skor 1 dan 2 menunjukkan Ancaman (Threat) sedangkan 3 dan 4 menunjukkan peluang (Opportunity). Setelah diperoleh skor tiap faktor dari setiap responden, kemudian dicari nilai rata-rata aritmatik dari seluruh responden.

6. Penentuan Bobot

Setelah diperoleh skor tiap faktor, kemudian dilakukan pembobotan setiap faktor. Pembobotan ini dilakukan dengan cara tehnik komparasi berpasangan dengan memakai pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1988). Metode ini menggunakan model Pairwise Comparision Scale yaitu dengan membandingkan faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam satu tingkat hirarki berpasangan, sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing faktor. Rincian nilai kepentingan tersebut ditentukan


(45)

berdasarkan kemampuan responden untuk membedakan nilai antar faktor yang dipasangkan. Semakin besar kemampuan responden untuk membedakan, maka akan semakin rinci juga pembagian nilainya. Nilai dari masing-masing faktor tidak lepas dari skala banding berpasangan yang ditemukan oleh Saaty (1988) dengan tingkat perbandingan :

Kepentingan Defenisi Penjelasan

1

2

3

Kedua elemen sama pentingnya

Elemen yang satu lebih penting dari elemen lainnya

Satu faktor mutlak lebih penting dari faktor lainnya

Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan yang akan dicapai

Penilaian lebih sedikit mempengaruhi satu faktor dibandingkan faktor lainnya

Faktor tersebut paling penting daripada faktor lainnya yang memiliki tingkat penegasan tertinggi

7. Matriks Perbandingan Seluruh Faktor untuk Tiap Responden

Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari tiap responden selanjutnya dibuat matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot dari tiap faktor.

8. Matriks Perbandingan Seluruh Faktor untuk Seluruh Responden

Setelah diperoleh matriks perbandingan penilaian tiap faktor dari setiap responden, kemudian dicari nilai rata-rata geometris perbandingan dari seluruh responden dengan rumus :

n

n

x

x

x

x

G= 1

3

...


(46)

Dimana : X1

X

= Nilai untuk responden 1

2

X

= Nilai untuk responden 2

n

9. Normalisasi dan Rata-Rata Bobot

= Nilai untuk responden n

Setelah diketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut dinormalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis. Nilai inilah yang akan menjadi bobot faktor-faktor strategis STA.

10. Menentukan Skor Terbobot dan Prioritas

Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap faktor. Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui bagaimana reaksi STA terhadap faktor-faktor strategis eksternal dan faktor strategis internalnya.

11. Penyusunan strategi dengan menggunakan matriks SWOT.

Selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis dengan menggunakan matriks SWOT.

Pada penelitian ini untuk menentukan faktor S, W, O dan T berdasarkan skor diperoleh dari responden yang berbeda yaitu dari pengelola STA, petani dan pedagang yang memasarkan pada STA, petani yang tidak memasarkan pada STA dan pedagang yang tidak memasarkan pada STA. Penentuan bobot hanya dilakukan pada pengelola STA sebagai yang menjalankan strategi sehingga langkah pembuatan SWOT untuk nilai rata-rata geometris perbandingan dari seluruh responden tidak dilakukan.


(47)

3.4.1. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

1. Menyusun dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman). 2. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1 (sangat

penting) sampai dengan 0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating 4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating 1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit, ratingnya 4.

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).

5. Menggunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. 6. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh skor


(48)

menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama (Rangkuti, 2008).

3.4.2. Matrik Faktor Strategi Internal

Faktor-faktor strategis internal perusahaan yang diidentifikasi akan disusun dalam suatu table IFAS (Internal Strategic Factors Analysis) dengan tujuan untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength and Weakness perusahaan. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Menententukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1.

2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1 (paling penting) sampai dengan 0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1).

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari 1 sampai dengan 4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya.


(49)

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).

5. Menggunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung 6. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama (Rangkuti, 2008).

3.4.3. Matrik SWOT

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

a. Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.


(50)

b. Strategi ST

Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

d. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan pemahaman dan kekeliruan atas pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan beberapa defenisi dan batasan operasional.

3.5.1. Defenisi

1. Sub Terminal Agribisnis (STA) adalah sarana pemasaran hasil pertanian yang berada pada sentra produksi pertanian yang dilengkapi dengan sarana/prasarana pemasaran, penanganan pasca panen, penanganan mutu, sistem informasi pasar dan distribusi komoditas pertanian.

2. Agribisnis didefenisikan sebagai semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh suatu usahatani atau agroindustri yang saling berkait satu sama lain.

3. Analisis SWOT merupakan analisis yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan strategi pengembangan dan prioritas program, dilakukan dengan cara identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan melalui analisis


(51)

kondisi internal, serta mengidentifikasi peluang dan ancaman melalui analisis kondisi eksternal.

4. Faktor eksternal yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pengelola STA Hessa Air Genting

5. Faktor inernal yaitu faktor yang dapat dikendalikan oleh pengelola STA Hessa Air Genting

6. Petani adalah orang yang melakukan usaha tani hortikultura (sayur-sayuran) yang berdomisili di lima kecamatan sekitar STA yaitu Kecamatan Kisaran Timur, Air Joman, Air Batu, Sei Dadap dan Simpang Empat.

7. Pedagang adalah pedagang pengumpul desa yang berada di lima kecamatan sekitar STA yaitu Kecamatan Kisaran Timur, Air Joman, Air Batu, Sei Dadap dan Simpang Empat.

8. Pengelola STA adalah pengurus STA yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Asahan yaitu Ketua Gapoktan Subur

9. Pemasaran didefinisikan sebagai suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Sub Terminal Agribisnis (STA) adalah STA Hessa Air Genting yang terletak di Desa Hessa Air Genting, Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan. 2. Sampel penelitian adalah petani dan pedagang pengumpul desa di lima

kecamatan sekitar STA baik yang memasarkan sayur-sayuran ke STA maupun yang tidak memasarkan sayur-sayuran ke STA dan pengelola STA. 3. Waktu penelitian dimulai pada bulan Juni 2012 sampai Februari 2013.


(52)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten dari 33 kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara yang berada di Kawasan Pantai Timur. Secara geografis Kabupaten Asahan berada pada 2º03’00’ - 3º26’00’ Lintang Utara, 99º01 - 100º00 Bujur Timur dengan ketinggian 0 - 1.000 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Asahan adalah seluas 379.939 ha, terdiri dari 25 kecamatan, 27 kelurahan dan 177 desa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Batu Bara

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Selat Malaka

• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara dan Kabupaten Toba Samosir

• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

4.1.2. Topografi

Wilayah pesisir Asahan merupakan pesisir di laut pedalaman, berbatasan dengan Selat Malaka. Arus laut mengalir di sepanjang pantai dari Utara ke Selatan atau sebaliknya, bukan merupakan arus yang tegak lurus pantai. Karena itu, daya kikis yang dimiliki air laut tidak begitu kuat. Sementara bentuk dataran yang sangat landai dan sungai-sungai tua yang lebar menunjukkan bahwa wilayah Asahan sangat dipengaruhi oleh pengikisan dan pengendapan aliran sungai dibanding arus laut.


(53)

Pada umumnya sungai yang terdapat di wilayah pesisir Asahan mempunyai pola dendritik. Hal ini disebabkan oleh bentuk wilayahnya yang melereng dari arah Barat Daya ke Timur Laut. Sungai-sungai muda terdapat di bagian Barat Laut yang mengalir seperti cabang-cabang pohon ke induk sungainya. Induk-induk sungai tersebut mengalami proses pengikisan dan pengendapan dan beralih menjadi sungai dewasa dan tua di sebelah Timur Laut. Sungai Asahan termasuk Dalam Sungai Strategis Nasional dan merupakan sungai terbesar di Kabupaten Asahan.

4.1.3. Geologi

Pada umumnya formasi geologi yang membentuk wilayah Asahan adalah formasi kwartier. Satuan batuan induk yang menyusun wilayah Asahan adalah : 1. Satuan batuan tuf liparit, dimana pada zaman kwartier terjadi kegiatan

vulkanis sebagai hasil peletusan Gunung Toba. Luas wliayah pada jenis batuan ini adalah 140.201 ha (30,32 persen) dari total luas wilayah). Jenis batuan ini mengandung bahan-bahan mineral seperti kaolin. Pelapukan dari batuan ini menghasilkan jenis tanah podsolik coklat.

2. Satuan batuan alluvium yang terbentuk pada zaman tertier dan kwartier. Satuan batuan ini lebih dominan terdapat pada Kabupaten Asahan, dimana satuan batuan alluvium terdiri dari lempung dan pasir baik merupakan hasil endapan alluvial sungai, laut maupun erosi vulkanik Gunung Toba. Satuan batuan alluvium tersebut pada umumnya terdistribusi di seluruh kecamatan dengan luas 302.195 ha (65,35 persen) dari total luas Kabupaten Asahan. Pada umumnya jenis tanah alluvial terdapat di sepanjang aliran sungai dan sangat subur serta mengandung cukup banyak hara tanaman dan tergantung


(54)

daerah asal sungai tersebut. Jenis tanah alluvial di Kabupaten Asahan masih dapat dibagi lagi secara garis besar, yaitu :

• Tanah alluvial

• Tanah glay humus

• Tanah regosol

• Podsolik merah kuning

3. Disamping keadaan kedua jenis geologi di atas masih dijumpai batuan induk diorite seluas 10.436 Ha (2,5 persen), batuan induk trias seluas 6.547 Ha (1,42 persen) dan batuan induk formasi kapur seluas 1.103 Ha (0,24 persen).

4.1.4. Penduduk

Jumlah penduduk Asahan keadaan Bulan Juni Tahun 2009 diperkirakan sebesar 700.606 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 188,36 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga sebanyak 168.019 rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4,2 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2009 sebesar 1,71 persen. Jika dilihat dari jenis kelamin jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2009 lebih sedikit dari penduduk perempuannya dengan persentase sebesar 49,82 persen dengan rasio jenis kelamin sebesar 99,28 yang artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat kira-kira 99 penduduk laki-laki.

Pada Tabel 4 di bawah dapat dilihat perkecamatan bahwa Kecamatan Kota Kisaran Timur merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar dengan tingkat persebaran penduduk sebesar 9,90 persen sedangkan Kecamatan Sei Kepayang Timur adalah yang terkecil yaitu 1,36 persen. Untuk Kecamatan yang memiliki penduduk terbanyak urutan pertama adalah Kecamatan Kota


(55)

Kisaran Timur disusul Kecamatan Kota Kisaran Barat. Hal ini dapat dimaklumi karena Kecamatan Kota Kisaran Barat dan Kecamatan Kota Kisaran Timur terletak di ibukota Kabupaten Asahan.

Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Persebaran Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2009

No Kecamatan Wilayah Luas (Km²)

Jumlah Rumah Tangga

Jumlah Penduduk (jiwa)

Persebaran Penduduk

(%)

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 B.P. Mandoge 651,00 7.880 17.246 15.321 32.567 4,65 2 Bandar Pulau 433,42 4.812 9.648 10.286 19.934 2,85 3 Aek Songsongan 117,31 4.753 9.529 10.159 19.688 2,81 4 Rahuning 184,27 4.439 8.900 9.488 18.388 2,62 5 Pulau Rakyat 250,99 7.893 16.666 16.419 33.085 4,72 6 Aek Kuasan 95,23 5.991 12.842 13.273 26.115 3,73 7 Aek Ledong 82,13 4.652 9.971 10.304 20.275 2,89 8 Sei Kepayang 235,30 3.720 8.914 8.214 17.128 2,44 9 Sei Kepayang Barat 82,92 2.737 6.557 6.043 12.600 1,80 10 Sei Kepayang Timur 142,80 2.067 4.953 4.565 9.518 1,36 11 Tanjung Balai 55,61 6.957 17.881 16.129 34.010 4,85 12 Simpang Empat 130,44 9.672 19.498 21.330 40.828 5,83 13 Teluk Dalam 96,00 4.168 8.402 9.190 17.592 2,51 14 Air Batu 94,60 10.047 21.206 21.206 42.412 6,05 15 Sei Dadap 65,72 7.803 16.469 16.468 32.937 4,70 16 Buntu Pane 218,28 13.630 11.401 12.477 23.878 3,41 17 Tinggi Raja 125,56 5.383 10.445 11.430 21.875 3,12 18 Setia Janji 202,66 3.305 6.413 7.019 13.432 1,92 19 Meranti 90,75 5.703 13.070 10.892 23.962 3,42 20 Pulo Bandring 99,91 6.255 14.334 11.947 26.281 3,75 21 Rawang Panca Arga 90,30 3.949 9.049 7.542 16.591 2,37 22 Air Joman 92,86 9.532 20.991 21.867 42.858 6,12 23 Silo Laut 89,45 4.737 10.431 10.866 21.297 3,04 24 Kota Kisaran Barat 32,96 13.847 29.694 34.327 64.021 9,14 25 Kota Kisaran Timur 38,92 14.087 34.536 34.798 69.334 9,90 Jumlah ……… 3.799,39 168.019 349.046 351.560 700.606 100,00 Sumber : RPJMD Kab. Asahan Tahun 2011-2015


(56)

4.1.5. Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi yang merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sektor ekonomi akan menggambarkan perubahan ekonomi yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi Asahan tahun 2009 menurun sebagaiman tertera pada Tabel 5 di bawah ini yang ditunjukkan oleh PDRB ADHK sebesar 4,67 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan bila dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,02 persen.

Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Sektor Tahun 2005-2009 (Persentase)

No. Sektor Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1 Pertanian 0,58 0,71 1,59 1,86 1,75

2 Pertambangan dan Penggalian 2,43 2,77 2,96 3,82 4,53

3 Industri Pengolahan 8,20 10,82 8,74 8,56 6,75

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 8,97 3,11 4,68 4,50 5,99

5 Konstruksi 3,64 4,41 5,12 5,87 6,28

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,93 6,42 6,48 7,19 6,89

7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,34 3,98 3,87 4,23 4,44

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

3,66 4,31 5,39 0,42 6,06

9 Jasa-jasa 2,44 3,22 4,99 4,91 5,32

Pertumbuhan PDRB 3,09 4,80 8,49 5,02 4,67

Sumber : RPJMD Kab. Asahan Tahun 2011-2015

Pertumbuhan terbesar berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 6,89 persen diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 6,75 persen, sektor konstruksi sebesar 6,75 persen, serta sektor keuangan dan jasa perusahaan sebesar 6,06 persen. Selanjutnya diikuti oleh sektor listrik, gas dan air yang tumbuh sebesar 5,99 persen, sektor jasa sebesar 5,32 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 4,53 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 4,44 persen, dan sektor pertanian sebesar 1,75 persen.

Sebelum pemekaran PDRB Kabupaten Asahan ADHB maupun ADHK menempati urutan ketiga setelah Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang,


(57)

pasca pemekaran mengalami penurunan. Saat ini PDRB Kabupaten Asahan lebih rendah dari PDRB Kabupaten Batu Bara yang baru pemekaran tahun 2007. Potensi ekonomi yang selama ini sebagai penyumbang terbesar PDRB Kabupaten Asahan, khususnya industri pengolahan dalam hal ini PT. INALUM dan lainnya kini berada pada wilayah Kabupaten Batu Bara.

4.1.6. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan dalam wilayah Kabupaten Asahan meliputi lahan pertanian dan bukan lahan pertanian. Penggunaan lahan pertanian terdiri dari persawahan, perkebunan, tegal/kebun, lading/huma, hutan rakyat, dan empang/tambak/kolam.Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian terdiri dari rumah/bangunan/hunian, hutan negara dan lainnya termasuk rawa-rawa.

Tabel 6. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Kabupaten Asahan Tahun 2009 (dalam ha)

No. Penggunaan Lahan 2009 I. Lahan Pertanian

1 Persawahan 13.210

2 Perkebunan 239.918

3 Tegal/Kebun 14.070

4 Ladang/Huma 1.307

5 Hutan Rakyat 1.929

6 Empang/Tambak/Kolam 247

7 Padang Rumput --

8 Sementara Tidak Diusahakan 1.210

9 Lainnya 13.332

Jumlah I……….. 285.223 II Bukan Lahan Pertanian

1 Rumah/Bangunan/Hunian 19.101

2 Hutan Negara 56.328

3 Lainnya Termasuk Rawa-rawa 19.287 Jumlah II……….. 94.716 Jumlah seluruhnya……… 379.939 Sumber :RPJMD Kab. Asahan Tahun 2011-2015


(58)

Dari data yang disajikan pada Tabel 6, luas wilayah menurut penggunaan lahan untuk lahan pertanian sebesar 75,61 persen dan bukan lahan pertanian 24,39 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Asahan umumnya digunakan untuk lahan pertanian. Pengembangan pembangunan pertanian sangat berpotensi dilaksanakan di Kabupaten Asahan.

Disamping pengembangan lahan sawah, lahan-lahan pertanian hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan cukup luas. Perkembangan produksi khususnya sayur-sayuran tahun 2010 – 2012 disajikan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Perkembangan Produksi Sayur-sayuran Kabupaten Asahan Tahun 2010-2012

No. Komoditi Tahun

2010 2011 2012

1. Sawi

Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 122 110 79,27 872 145 144 80,00 1.152 132 134 123,13 1.650 2. Kacang Panjang

Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 295 292 58,80 1.717 313 334 59,64 1.992 266 300 61,13 1.834 3. Cabe Besar

Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 214 213 66,57 1.418 195 242 68,51 1.658 128 177 67,74 1.199 4. Terong

Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 185 194 83,30 1.616 182 215 85,12 1.830 135 174 85,40 1.486 5. Timun

Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 164 163 138,34 2.255 172 179 134,08 2.400 146 174 137,24 2.388


(59)

Tabel 7. Lanjutan

No. Komoditi Tahun

2010 2011 2012

6. Kangkung Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 139 143 57,20 818 155 161 55,03 886 186 197 55,84 1.100 7. Bayam

Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 144 138 58,41 806 133 133 59,92 797 148 146 58,56 855 8. Cabe Rawit

Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 80 65 54,92 357 95 119 60,84 724 62 82 62,80 515

Sumber : Dinas Pertanian Kab. Asahan (Diolah)

4.1.7. STA Hessa Air Genting

Sub Terminal Agribisnis (STA) Hessa Air Genting di Kecamatan Air Batu dibangun pada tahun 2003, di lahan seluas 12.832 m². STA ini terletak di jalan lintas Sumatera, Dusun I Desa Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan. Fasilitas yang dibangun pada tahun 2003 adalah bangunan kantor dan los penerimaan, bongkar muat dan transaksi, halaman parkir. Selanjutnya pada tahun 2007 dibangun gudang mesin, dan pada tahun 2009 dibangun kios, ruang packing, ruang pencucian + bak dan rumah penjaga serta pengadaan mobiler.

STA Hessa Air Genting diresmikan oleh Bupati Asahan pada tahun 2009 dan Dinas Pertanian Kabupaten Asahan menetapkan pengelolaannya kepada Gapoktan Subur. Untuk mendukung kegiatan pemasaran STA Hessa Air Genting diperlukan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang terdapat di STA


(60)

Tabel 8. Sarana dan prasarana STA Hessa Air Genting

No. Jenis Jumlah

(buah) Tahun Pengadaan Sumber Dana 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Kantor Kios Ruang Packing Gudang Mesin

Rumah pencucian + bak Rumah penjaga

Los penerimaan Halaman parkir Toilet

Meja dan kursi Keranjang plastik Angkong

Kereta sorong Timbangan 150 kg Timbangan 500 kg Timbangan 1000 kg Timbangan 30 kg Kulkas

Listrik

Alat packing pedal Kipas angin Jam dinding Bak sampah Terpal plastic 1 3 1 1 1 1 1 1 3 8 40 5 5 1 2 1 5 2 1 1 8 6 2 10 2003 2009 2009 2007 2009 2009 2003 2003 2003/2009 2009 2009 2009 2009 2007 2009 2009 2009 2009 2006 2009 2009 2009 2009 2009 APBD APBN APBN APBD APBN APBN APBD APBD APBD/APBN APBN APBN APBN APBN/APBD APBD APBD/APBN APBN APBN APBN APBD APBN APBN APBN APBN APBN

Sumber : STA Hessa Air Genting, 2013

Kegiatan yang dilaksanakan di STA Hessa Air Genting adalah pemasaran hasil pertanian yaitu sayuran dataran rendah. STA Hessa Air Genting beroperasi setiap hari dimulai pukul 17.00 WIB s/d 04.00 WIB. Petani produsen maupun pedagang pengumpul desa serta pedagang luar daerah membawa komoditi ke`STA dan pembeli baik lokal maupun luar daerah mengambil dan membawa komoditi sayuran sesuai dengan kebutuhan/permintaan masing-masing.

4.2. Karakteristik Sampel

Penelitian ini dilakukan terhadap 30 petani sampel dan 22 pedagang pengumpul desa sampel. Karakteristik sampel yang dimaksud terdiri dari umur,


(61)

tingkat pendidikan, lama berusaha dan luas lahan. Secara keseluruhan karakteristik sampel disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik Petani Sampel dan Pedagang Pengumpul Desa Sampel

No. Karakteristik Satuan

Petani Pedagang Pengumpul

Desa

Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata

1. 2. 3. 4. Umur Tingkat Pendidikan Lama Berusaha Luas Lahan Tahun Tahun Tahun Ha 25-62 6-12 7-35 0,16-1,00 45,57 7,10 19,53 0,42 30-51 6-12 6-30 - 39,23 8,45 13,09 - Sumber : Lampiran 3,4

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa umur petani sampel berkisar antara 25 – 62 tahun, dengan rata-rata 45,57 tahun. Umur pedagang pengumpul desa sampel berkisar antara 30 – 51 tahun, dengan rata-rata 39,23 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel dan pedagang pengumpul desa sampel di daerah penelitian tergolong pada usia produktif yaitu masih potensial melakukan kegiatan usahanya dan mencari informasi untuk mendukung pengelolaan usahanya.

Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang diikuti dari bangku sekolah yaitu : SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Lama pendidikan petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 6 – 12 tahun dengan rata-rata 7,10 tahun dan pedagang pengumpul desa berkisar antara 6 – 12 tahun dengan rata-rata 8,45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan petani sampel dan pedagang pengumpul desa sampel tergolong masih rendah sehingga masih kurang pengetahuan untuk lebih efektif di dalam usaha.

Lama berusaha petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 7 – 35 tahun dengan rata-rata 19,35 tahun dan pedagang pengumpul desa berkisar antara 6 – 30 tahun dengan rata-rata 13,09 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa


(62)

pengalaman berusaha petani sampel dan pedagang pengumpul desa sampel sudah cukup lama sehingga memiliki wawasan yang lebih baik untuk mengelola usahanya. Keadaan ini sebenarnya sudah merupakan modal untuk memperbaiki kekurangan dan mengatasi masalah-masalah yang pernah dihadapi petani maupun pedagang pengumpul desa sebelumnya dalam mengelola usahanya.

Luas lahan petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 0,16 – 1 ha dengan rata-rata 0,42 ha. Hal ini menunjukkan penggunaan lahan di daerah penelitian masih tergolong kecil.

4.3. Rantai Tata Niaga (% x harga pasar)

Pada daerah penelitian, rantai tata niaga pemasaran sayur-sayuran yang terjadi adalah seperti pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Rantai Tata Niaga Pemasaran Sayur-sayuran Petani dan Pedagang Pengumpul Desa di Lima Kecamatan

No. Rantai Tata Niaga Harga yang Diterima

(% x Rata-rata Harga Pasar)

1. 2. 3. 4.

Petani STA

Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengumpul Desa STA Pedagang Pengumpul Desa Luar STA

84,80 62,61 84,80 83,77

Sumber : Lampiran 17,18,19

Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) rantai tata niaga pemasaran sayur-sayuran di lima kecamatan penelitian. Petani yang langsung memasarkan sayur-sayurannya ke STA menerima rata-rata harga sebesar 84,80% dari rata-rata harga pasar, sedangkan yang memasarkan kepada pedagang pengumpul desa menerima rata-rata harga sebesar 62,61% dari rata-rata harga pasar. Pedagang pengumpul desa yang memasarkan sayur-sayurannya ke STA


(63)

menerima rata-rata harga sebesar 84,80% dari rata-rata harga pasar, sedangkan yang memasarkan bukan ke STA menerima rata-rata harga sebesar 83,77% dari rata-rata harga pasar. Dalam penelitian ini rata-rata harga pasar diperoleh dari Kartu Monitor Harga Komoditi Pangan Kabupaten Asahan Tahun 2012 di Dinas Pertanian Kabupaten Asahan.

4.4. Hasil Analisis

4.4.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemasaran STA

Analisis lingkungan strategis yang mempengaruhi kinerja dalam proses pemasaran STA Hessa Air Genting dibagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang merupakan suatu kekuatan dan kelemahan dalam pemasaran STA Hessa Air Genting adalah sosialisasi, harga pembelian di STA, sarana dan prasarana STA, modal STA dan kelembagaan STA. Hasil observasi menunjukkan skor faktor-faktor internal tersebut masing-masing adalah sebagai berikut :

Tabel 11. Penentuan Skor Faktor Internal

No. Parameter

Rata-Rata Skor

Hasil Penilaian

Sumber Keterangan Jumlah

(Orang) 1. 2. 3. 4. 5. Sosialisasi

Harga pembelian di STA Sarana dan Prasarana STA Modal STA Kelembagaan STA 1 3 1 3 1 Kelemahan Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan Pengelola STA Petani dan pedagang yang memasarkan di STA Pengelola STA Pengelola STA Pengelola STA 1 12 1 1 1 Sumber : Lampiran 5, 6, 9

Tabel 11 menunjukkan bahwa hasil penilaian faktor internal yang mempengaruhi dalam pemasaran Hessa Air Genting terdapat 2 kekuatan dan 3 kelemahan. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


(64)

1. Sosialisasi tidak ada.

Dalam penelitian, sosialisasi diukur dengan kegiatan memperkenalkan dan menyampaikan informasi tentang STA kepada petani maupun pedagang pengumpul desa. Ternyata dari hasil wawancara STA tidak pernah melakukan kegiatan tersebut (lampiran 9, parameter 1). Hal ini disebabkan karena SDM pengelola STA sangat kurang. Sampai saat ini pengelolaan STA dijalankan oleh Gapoktan Subur dan kegiatan utama yang dilaksanakan hanya difokuskan pada kegiatan pemasaran/jual beli sayuran saja.

2. Harga pembelian di STA tinggi.

Harga pembelian STA adalah harga rata-rata yang diterima petani dan pedagang yang memasarkan ke STA. Hasil penelitian menunjukkan nilainya rata-rata 84,80 % dari rata-rata harga pasar dengan rentang antara 82,63% - 87,14% (lampiran 17). Harga tersebut relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga pembelian pedagang pengumpul desa yang rata-rata sebesar 62,61% dari rata-rata harga pasar dengan rentang antara 50,88% - 72,17% (lampiran 18). Padahal dari 30 petani sampel, hanya 5 orang (16,67%) yang menjual ke STA. Selebihnya menjual kepada pedagang pengumpul desa (lampiran 3).

3. Sarana dan prasarana STA sangat kurang

Dalam penelitian ini sarana dan prasarana yang dicakup adalah sarana transportasi, sarana komunikasi, bantuan modal, sortir dan grading. Sarana transportasi sangat dibutuhkan karena umumnya petani lebih suka kalau hasil panennya diambil langsung ke lahan karena selain tidak mempunyai sarana transportasi mereka juga tidak sempat untuk mengantar. Sarana komunikasi dibutuhkan untuk menghubungkan petani dengan STA sehingga STA dapat


(1)

4. Berapa harga terendah dan harga tertinggi yang pernah bapak/ibu terima untuk setiap komoditi? Kapan harga terendah dan tertinggi itu terjadi?

No. Komoditi Harga Keterangan

Terendah : Tertinggi : Terendah : Tertinggi : Terendah : Tertinggi : Terendah : Tertinggi : 5. Apakah ada sortir dan grading?

_________________________________________________________ _________________________________________________________ 6. Bagaimana mekanisme penjualan/pemasaran melalui STA?

_________________________________________________________ _________________________________________________________


(2)

D. PEDAGANG YANG TIDAK MEMASARKAN DI STA I. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Alamat :

3. Umur :

4. Pendidikan : 5. Lama berdagang : 6. Tipe pedagang : 7. Komoditi yang biasa

dijual :

II.FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

1. Apakah bapak/ibu tahu bahwa di Desa Hessa Air Genting Kecamatan Air Batu terdapat sarana pemasaran hasil pertanian (khususnya sayuran) yaitu Sub Terminal Agribisnis (STA) Hessa Air Genting?

_________________________________________________________ 2. Jika bapak/ibu tahu, darimana mendapatkan informasinya?

_________________________________________________________ _________________________________________________________ 3. Kemana bapak/ibu menjual hasil pertanian (sayuran)? Mengapa tidak

menggunakan STA?

_________________________________________________________ Pasar tujuan yang lain :

No Pasar Tujuan Jumlah Penjualan Frekwensi Penjualan Cara Pembayaran Biaya Transport 1. 2. 3. 4.

4. Berapa harga yang bapak/ibu terima per komoditi?

No Komoditi

Harga rata-rata Harga terendah Harga tertinggi Penjualan rata-rata Penjualan terendah Penjualan tertinggi 1. 2. 3. 4. 5.


(3)

5. Berapa harga terendah dan harga tertinggi yang pernah bapak/ibu terima untuk setiap komoditi? Kapan harga terendah dan tertinggi itu terjadi?

No. Komoditi Harga Keterangan

Terendah : Tertinggi : Terendah : Tertinggi : Terendah : Tertinggi : Terendah : Tertinggi :


(4)

F. PENGELOLA STA

I. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Alamat :

3. Umur :

4. Pendidikan : 5. Jabatan di STA :

II.FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

1. Apakah bapak pernah melakukan sosialisasi STA kepada petani dan pedagang?

_________________________________________________________ 2. Jika pernah, berapa kali bapak melakukan sosialisasi dalam 1 tahun?

Apakah terjadwal? Kemana saja bapak melakukan sosialisasi tersebut? _________________________________________________________ _________________________________________________________ _________________________________________________________ 3. Apa saja sarana dan prasarana yang ada di STA? Darimana diperoleh

sarana danprasarana tersebut?


(5)

4. Berapa modal STA sampai dengan saat ini? Darimana asal modal tersebut?

_________________________________________________________ No Sumber Modal Jumlah Tahun Keterangan

5. Kelembagaan STA

 Struktur Organisasi STA : Ada / Tidak  Susunan Pengurus STA : Ada / Tidak

 AD/ART : Ada / Tidak

 Jumlah Anggota STA

Kelompok Tani : ………. Poktan

Petani : ………. orang

Pedagang : ………. orang

 Iuran anggota : Ada / Tidak  Insentif pengurus : Ada / Tidak

6. Apakah personil dalam struktur organisasi di STA sudah menjalankan tugas dan fungsi organisasi dengan baik?

_________________________________________________________ _________________________________________________________ 7. Apakah STA sudah mempunyai sistem informasi pasar? Kalau ya,

peralatan apa saja yang ada dan apakah sudah dioperasikan?

No Jenis Peralatan Jumlah Asal Tahun Keterangan 1. Komputer

2. Internet 3. Telepon 4. Fax 5.

8. Apakah di sekitar STA ada pasar tradisional? Kalau ada, berapa buah dan berapa jaraknya dengan STA?

No. Nama Pasar Jarak dari STA

Transportasi ke STA (dilalui angkutan umum)

Kondisi jalan


(6)

9. Bagaiman peran pemerintah terhadap STA? Apakah ada pembinaan kepada pengelola dan pemberian bantuan? Kalau ya apa saja bantuan yang pernah diberikan?

No. Uraian Volume Keterangan

1. Pembinaan

2. Pemberian bantuan -

- - -