Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

(1)

D. Tinjauan Umum Tentang Pajak

Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar hukum pungutan pajak di indonesia yang berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.8

Beberapa pendapat sarjana tentang pengertian pajak antara lain :

P.J.A Adriani (diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelengarakan pemerintahan”9

Pengertian pajak juga di kemukakan oleh Anderson (Muhammad Djafar Saidi, 2010:30) yang mengemukakan bahwa :“tax is a compulsory contributon,

levied by the state (in the broad sense) upon persons property income and privileges for purposes of defraying the expences of government (pajak adalah pembayaran yang bersifat memaksa kepada negara yang dibebankan pada pendapatan kekayaan seseorang yang diutamakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah”

8

R Santoso Brotodiharjo. Pengatar Ilmu Hukum Pajak. (Bandung: Rafika Aditama 2003), hal 2

9


(2)

Menurut Mr. Dr. N.J Feldman dalam bukunya De overheidsmidsmiddelen van Indonesia, Leiden 1949, Belastigen Zijn Overheid (Volgen Algemene doorhaar vastgesteelde nomen) verschuldigde afwigbarepresstties waar tegenprestagie tegonever staat en uitsluiend dienen tot decking van uitgaven, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum) tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran umum.10

Selain itu juga MJH. Smeets (1951) yang disadur oleh Diaz Priantara

:“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma -norma

umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk menbiayai pengeluaran pemerintahan.11

Defenisi pajak juga dikemukakan menrut ahli hukum perancis, termuat dalam buku karya Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des Finances, 1906:“Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak

langsung yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,

untuk menutup belanja pemerintah”.12

Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak daerah dan Restribusi Daerah, defenisi pajak adalah sebagai berikut :“Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

10

Erly Suandi, Hukum Pajak, empat, edisi 5 (Bandung: Salemba, 2011) hal 8. 11

Diaz Priantara. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. (Jakarta: Djambatan, 2000),hal 2 12

Adrian Sutedi. Hukum Pajak dan Retribusi Daerah. (Bogor: Graha Indonesia, 2008), hal 55


(3)

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk itu, tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung misalnya untuk memelihara kesejahteraan umum.13

Dari definisi-definisi tersebut di atas, mengemukakan beberapa unsur pokok dalam perpajakan, yakni :14

a. Iuran atau pungutan

Dilihat dari segi arah arus dana pajak, jika arah datangnya pajak berasal dari wajib pajak, maka pajak disebut sebagai iuran sedangkan arah datangnya kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut berasal dari pemerintah, maka pajak sebagai pungutan.

b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang salah satu karakteristik pokok dari pajak adalah bahwa pemungutannya harus berdasarkan undang-undang. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya pajak adalah beban yang harus dipikul oleh rakyat banyak, sehingga dalam perumusan tentang macam, jenis dan berat ringan nyata arif pajak itu, rakyat harus ikut serta menentukan dan

13

Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum pajak, Edisi satu (Malang: Alumni, 2006), hal 5

14


(4)

menyetujui, melalui wakil-wakilnya di Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat.

c. Pajak dapat dipaksakan fiskus mendapat wewenang dari undang-undang untuk memaksa wajib pajak supaya mematuhi melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kekuasaan tersebut dapat dilihat dengan adanya ketentuan sanksi-sanksi administratif maupun sanksi pidana fiskal dalam Undang-Undang Perpajakan, khususnya dalam Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Fiskus juga mendapatkan wewenang dari undang-undang untuk mengadakan tindakan memaksa Wajib Pajak dalam bentuk penyitaan harta, baik harta tetap maupun harta bergerak. Bahkan dalam sejarah hukum pajak di Indonesia dikenal adanya lembaga sandera atau gijzeling, yakni Wajib Pajak yang pada dasarnya mampu membayar pajak, akan tetapi selalu menghindar dengan berbagai dalih untuk tidak membayar pajak, maka fiskus dapat menyandera wajib pajak yang bersangkutan dalam memasukkannya ke dalam kurungan.

d. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi secara langsung ciri khas utama dari pajak adalah Wajib Pajak yang membayar pajak tidak menerima atau memperoleh jasa timbal balik atau kontra prestasi dari Pemerintah

(without receipt of special benefit of equal value; without reference to special benefit conferred). Jika seorang wajib pajak membayar pajak penghasilan, maka fiskus tidak akan memberi apapun kepadanya sebagai jasa timbalbalik. e. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah pajak itu dipergunakan


(5)

pemerintah. Dana yang diterima dari pemungutan pajak dalam pengertian/definisi-definisi pajak tidak pernah ditujukan untuk sesuatu pengeluaran yang khusus

Fungsi pajak menurut Erly Suandy ada dua, yaitu:15 1. Fungsi Budgeter;

2. Fungsi Mengatur;

Fungsi yang pertama, dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut memasukan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk mebiayai

pengeluaran-pengeluaran negara.Dalam upaya meningkatkan penerimaan perpajakan, pemerintah secara konsisten melakukan berbagai upaya pembenhan baik aspek kebijakan maupun aspek sistem dan administrasi perpajakan melalui hal-hal berikut :

a. Amandemen undang-undang perpajakan. b. Modernsisasi kantor pajak.

c. Ekstensifikasi dan intensifikasi.

d. Extra effort dalam pemeriksaan dan penagihan pajak. e. Pembangunan data base terintegrasi.

f. Penyediaan layanan melalui pemanfaatan teknologi informasi.

g. Penegakan kode etik pegawai untuk meningkatkan kedisiplinan dan Good Governance aparatur pajak.

15


(6)

Sedangkan fungsi yang kedua yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut.

a. Pemberian intensif pajak (misalnya tax holiday, penyusutan dipercepat) dalam rangka meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun investasi asing.

b. Pengenaan ekspor pajak untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.

c. Pengenaan bea masuk dan pajak penjualan atas barang mewah untuk produk-produk tertentu dalam rangka melindungi produk-produkdalam negeri.

Disamping kedua fungsi diatas, pajak masih mempunyai tujuan-tujuan lain seperti untuk retribusi pendapatan dan menanggulangi inflasi. Dalam buku An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nation yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke 18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama four cannons atau the four maxims dengan uraian sebagai berikut:16

1. Equality

Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemapuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equility ini tidak diperbolehkan suata negara

16


(7)

mengadakan diskriminasi diantara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan sama dalam keadaan berbeda wajib pajak harus diperlakukan berbeda.

2. Certainty

Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak kenal kompromi (not arbitary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya

3. Convenience of payment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu saat dekat dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.

4. Economic of collection

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari pada penerimaan pajak itu sendiri.Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebiyh besar dari pada penerimaan pajak yang akan diperoleh.

Beberapa teori yang memberikan dasar pembenaran untuk menjawab penelitian penulis dihubungan dengan Perda No 7 tahun 2010 tentang Pajak Daerah di Kota Medan sesuai dengan teori pemungutan pajak, yaitu :

Teori Gaya Pikul. Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan dari membayar dari si wajib pajak (individu-indvidu) jadi tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul si wajib pajak dengan memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran


(8)

belanja siwajib pajak tersebut. W.J. de Langen berpendapat dalam bukunya, daya pikul adalah besarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dengan yang mutlak pada kebutuhan primer (biaya hidup yang sangat mendasar). Kekuatan untuk menyerahkan uang kepada negara (pajak) barulah ada, jika kebutuhan primer untuk hidup telah tersedia. Hak manusia pertama adalah hak untuk hidup, maka sebagai analisir yang pertama adalah minimum kehidupan (bestaans minimum).

Mr. A.J. Cohen Stuart berpendapat bahwa, daya pikul diumpamakan sebuah jembatan, yamg pertama-tama harus memikul bobotnya sendiri sebelum dicoba untuk dibebani dengan beban yang lain. Beliau menyarankan bahwa yang sangat diperlukan dalam kehidupan tidak dimasukan kedalam daya pikul. Kekuatan untuk menyerahkan uang kepada negara barulah ada jika kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidup sudah tersedia. Kelemahan dari teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat daya pikul seeorang karena akan berbeda dan selalu berubah-ubah.

E. Pajak Hiburan sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah

Pengertian dari pendapatan daerah adalah segala sesuatu yang menjadi hak daerah dan dapat diakui sebagai penambahan nilai kekayaan murni pada periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sumber pendapatan daerah secara luas dapat diartikan tidak hanya penerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusat, yang dalam prakteknya dapat berbentuk bagi hasil pungut pusat atau bntuan/subsidi langsung kepada daerah untuk keperluan tertentu.


(9)

Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, Sumber pendapatan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Berikut ini adalah uraiannya secara berurutan

a. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penda patan Asli Daerah, terdiri dari:

1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah

3) Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

5) Dana Perimbangan Menurut Pasal 1 Undang-undang No.33 Tahun 2004, pengertian dari Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dana Perimbangan terdiri atas:

1) Dana Bagi Hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan angka presentase yang dialokasikan kepada daerah yang mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.


(10)

2) Dana Alokasi Umum, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

3) Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah-daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas sosial.

F. Pengaturan Pajak Hiburan di Kota Medan

Pemungutan Pajak Hiburan di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak hiburan pada suatu Hiburan atau kota adalah sebagaimana di bawah:

1. Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

2. Undang-Undang No.34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

3. Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah Kota Medan No. 7 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan Pasal 2 ayat (1) Setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran dikenakan pajak dengan nama Pajak Hiburan. (2) Objek Pajak Hiburan adalah


(11)

jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. (3) Termasuk objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :

a. tontonan film;

b. pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana; c. kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya; d. pameran;

e. diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya; f. sirkus, akrobat, dan sulap;

g. permainan bilyar, golf, bowling;

h. pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;

i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan j. Pertandingan olah raga.

(4) Tidak termasuk dalam objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan dan sejenisnya.

Pasal 3 ayat (1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. (2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.


(1)

Sedangkan fungsi yang kedua yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut.

a. Pemberian intensif pajak (misalnya tax holiday, penyusutan dipercepat) dalam rangka meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun investasi asing.

b. Pengenaan ekspor pajak untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.

c. Pengenaan bea masuk dan pajak penjualan atas barang mewah untuk produk-produk tertentu dalam rangka melindungi produk-produkdalam negeri.

Disamping kedua fungsi diatas, pajak masih mempunyai tujuan-tujuan lain seperti untuk retribusi pendapatan dan menanggulangi inflasi. Dalam buku An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nation yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke 18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama four cannons atau the four maxims dengan uraian sebagai berikut:16

1. Equality

Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemapuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equility ini tidak diperbolehkan suata negara


(2)

mengadakan diskriminasi diantara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan sama dalam keadaan berbeda wajib pajak harus diperlakukan berbeda.

2. Certainty

Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak kenal kompromi (not arbitary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya 3. Convenience of payment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu saat dekat dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.

4. Economic of collection

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari pada penerimaan pajak itu sendiri.Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebiyh besar dari pada penerimaan pajak yang akan diperoleh.

Beberapa teori yang memberikan dasar pembenaran untuk menjawab penelitian penulis dihubungan dengan Perda No 7 tahun 2010 tentang Pajak Daerah di Kota Medan sesuai dengan teori pemungutan pajak, yaitu :

Teori Gaya Pikul. Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan dari membayar dari si wajib pajak (individu-indvidu) jadi tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul si wajib pajak dengan memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran


(3)

belanja siwajib pajak tersebut. W.J. de Langen berpendapat dalam bukunya, daya pikul adalah besarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dengan yang mutlak pada kebutuhan primer (biaya hidup yang sangat mendasar). Kekuatan untuk menyerahkan uang kepada negara (pajak) barulah ada, jika kebutuhan primer untuk hidup telah tersedia. Hak manusia pertama adalah hak untuk hidup, maka sebagai analisir yang pertama adalah minimum kehidupan (bestaans minimum).

Mr. A.J. Cohen Stuart berpendapat bahwa, daya pikul diumpamakan sebuah jembatan, yamg pertama-tama harus memikul bobotnya sendiri sebelum dicoba untuk dibebani dengan beban yang lain. Beliau menyarankan bahwa yang sangat diperlukan dalam kehidupan tidak dimasukan kedalam daya pikul. Kekuatan untuk menyerahkan uang kepada negara barulah ada jika kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidup sudah tersedia. Kelemahan dari teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat daya pikul seeorang karena akan berbeda dan selalu berubah-ubah.

E. Pajak Hiburan sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah

Pengertian dari pendapatan daerah adalah segala sesuatu yang menjadi hak daerah dan dapat diakui sebagai penambahan nilai kekayaan murni pada periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sumber pendapatan daerah secara luas dapat diartikan tidak hanya penerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusat, yang dalam prakteknya dapat berbentuk bagi hasil pungut pusat atau bntuan/subsidi langsung kepada daerah untuk keperluan tertentu.


(4)

Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, Sumber pendapatan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Berikut ini adalah uraiannya secara berurutan

a. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penda patan Asli Daerah, terdiri dari:

1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah

3) Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

5) Dana Perimbangan Menurut Pasal 1 Undang-undang No.33 Tahun 2004, pengertian dari Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dana Perimbangan terdiri atas:

1) Dana Bagi Hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan angka presentase yang dialokasikan kepada daerah yang mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.


(5)

2) Dana Alokasi Umum, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

3) Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah-daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas sosial.

F. Pengaturan Pajak Hiburan di Kota Medan

Pemungutan Pajak Hiburan di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak hiburan pada suatu Hiburan atau kota adalah sebagaimana di bawah:

1. Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

2. Undang-Undang No.34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

3. Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah Kota Medan No. 7 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan Pasal 2 ayat (1) Setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran dikenakan pajak dengan nama Pajak Hiburan. (2) Objek Pajak Hiburan adalah


(6)

jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. (3) Termasuk objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :

a. tontonan film;

b. pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana; c. kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya; d. pameran;

e. diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya; f. sirkus, akrobat, dan sulap;

g. permainan bilyar, golf, bowling;

h. pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;

i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan j. Pertandingan olah raga.

(4) Tidak termasuk dalam objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan dan sejenisnya.

Pasal 3 ayat (1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. (2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.


Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

23 220 103

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Politik Anggaran Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Pajak Daerah (Studi Kasus: Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan)

1 64 108

Kebijakan Perpajakan Daerah Dalam Pengelolaan Pajak Hiburan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah ( Studi pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan )

3 62 199

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

1 46 79

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

0 0 7

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

0 0 1

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

0 0 17

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

0 0 2

Politik Anggaran Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Pajak Daerah (Studi Kasus: Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan)

0 0 23