Pengertian Tunarungu / Ketunarunguan | Karya Tulis Ilmiah

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 21:15:01 2017 / +0000 GMT

Pengertian Tunarungu / Ketunarunguan
LINK DOWNLOAD [30.22 KB]
Berbagai keterampilan yang harus dikuasai manusia sebagai makhluk individu dan sosial sangatlah kompleks. Salah satu
keterampilan tersebut adalah keterampilan berkomunikasi, baik secara verbal maupun non verbal. Untuk dapat berkomunikasi,
manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya.
Bahasa menurut Bloom dan Lahey (1978), dikutip dari oleh S.P Quegley dan RE Kretchmen (Lani Bunawan (1997 :1) adalah suatu
kode dimana gagasan atau ide tentang dunia sekitar diwakili oleh seperangkat tanda yang telah disepakati bersama untuk keperluan
komunikasi atau a' code whereby ideas about the world are represented a convebtional system of signal for communicaton.
Pada umumnya bentuk bahasa yang digunakan manusia secara umum untuk keperluan komunikasi adalah menggunakan bahasa
verbal atau lisan atau wicara yang beraturan, (Greg Leigh dalam laporan lokakarya FNKTRI, 1995). Berbagai cara komunikasi lain
yang bisa digunakan manusia adalah tulisan, ekspresi muka, bahasa tubuh atau gesti (gesture) dan Isyarat.
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki oleh setiap
individu sebagai penuangan ide- ide yang telah dimilikinya melalui membaca, menyimak dan berbicara. Melatih keterampilan
menulis berarti pula melatih keterampilan berfikir, karena memadukan semua aspek bahasa yang ada. Oleh karena itu, keberhasilan
pencapaian belajar seseorang juga akan sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang tersebut dalam mengusasi keterampilan
menulis.
Beberapa hambatan yang dialami anak tunarungu sebagai dampak ketunarunguan dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa
adalah sulit memaknai suatu peristiwa, dan kurangnya kosakata yang dimiliki sehingga sulit memaknai sebuah objek. Hal tersebut

memperkuat terjadinya kesalahan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.
Sebagai bekal untuk berkomunikasi maka pembelajaran bahasa untuk anak tunarungu penting peranannya. Pembelajaran Bahasa
Indonesia di sekolah selalu mengacu pada kurikulum yang ditetapkan oleh DEPDIKNAS, namun khusus untuk anak tunarungu
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Kurikulum pengajaran bahasa yang saat ini digunakan masih merujuk pada
kurikulum 2004. Secara umum pembelajaran bahasa pada kurikulum tersebut meliputi aspek menulis, membaca, menyimak,
berbicara, kebahasaan, dan sastra. Secara spesifik yang diajarkan kepada siswa Tunarungu kelas lanjutan diantaranya :
1. Menceritakan kembali suatu peristiwa secara rinci
2. Membaca buku cerita yang disukainya kemudian melaporkannya secara tertulis, dan
3. Membaca dalam hati teks bacaan dari buku bacaan yang kemudian menjelaskan isi yang terdapat dalam bacaan tersebut.
Pengertian Tunarungu / Ketunarunguan dapat diuraikan antara lain berdasarkan lokasi kerusakan pada organ pendengran
(location of damage/site of lesion), factor penyebab terjadinya ketunarunguan, usia/saat terjadinya ketunarunguan, dan besaran
kehilangan pendengaran dalam decibel (dB), sebagai satuan ukuran bunyi. Batasan atau definisi tunarungu dan penggolongannya
pun dapat berbeda dari satu ahli dengan ahli lainnya dan dari masa ke masa sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
antara lain dalam cara pengukuran ketunarunguan serta batas amplifikasi (ampilication limit) yang dihasilkan ABM.
Andreas Dwidjosumarto dalam seminar ketunarunguan di Bandung (1988) mengemukakan ?Tunarungu dapat diartikan sebagai
suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang terutama
melalui indera pendengaran?.
Boothroyd menggunakan istilah tunarungu (Hearing Impairment) untuk menunjuk pada segala gangguan dalam daya dengar,
terlepas dari sifat, factor penyebab, dan tingkat/derajat ketunarunguan. Kemudian tunarungu dibagi atas 2 kelompok besar yaitu
(Bunawan, L. 2000):


- Kelompok yang menderita Kehilangan Daya Dengar (Hearing Loss) untuk menunjuk segala gangguan dalam deteksi bunyi.
- Kelompok yang tergolong mengalami Gangguan Proses Pendengran (Auditory Processing Disorder), yaitu mereka yang
mengalami gangguan dalam menafsirkan bunyi, karena adanya gangguan dalam mekanisme syaraf pendengaran.
Boothroyd memberikan batasan untuk 3 istilahnya berdasarkan seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan (sisa) pendengarannya
dengan atau tanpa bantuan amplifikasi/pengerasaan oleh ABM yaitu (Bunawan, L. 2000) :

- Kurang Dengar (Hard of Hearing) adalah mereka yang mengalami gangguan dengar, namun masih dapat menggunakannya

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/3 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 21:15:01 2017 / +0000 GMT

sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicaranya
(speech).
- Tuli (Deaf), adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan
kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen (bantuan) pada penglihatan dan perabaan.

- Tuli Total (Totally Deaf), adalah mereka yang sudah lama sekali tidak memiliki pendengaran sehingga tidak dapat
digunakan untuk menyimak/mempersepsi dan mengembangkan bicara.
Permanarian dan Tati H. (1996) mengemukakan bahwa, tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagaian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak dapat menggunakan alat pendengarannya
dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kemampuan berkomunikasi dan kehidupannya secara kompleks.
Anak tunarungu disebut juga anak visual ini dikarenakan anak tunarungu Iebih banyak menggunakan penglihatannya dibanding
melalui pendengarannya. Kurangnya daya pendengarannya mempengaruhi terhadap kemampuan komunikasinya.
Dengan adanya hambatan dalam berkomunikasi secara verbal, maka anak tunarungu dalam pembelajarannya memerlukan media
yang hanya dapat disimak melalui pengamatan visual.
Menurut Godwin yang dikutip kunaefi (2000:9) alat peraga visual mempunyai peranan penting dalam pembelajaran , sebagai berikut
:

- Media visual dapat memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara anak didik dengan lingkungannya dan
membangkitkan keinginan minat baru.
- Media visual membantu menanam konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis.
- Media visual membantu memberikan pengalaman yang agak utuh.
Sasiman, dkk (1990 : 29- 31) mengemukakan tentang sifat media visual sebagai berikut :

- Sifanya konkret dan lebih realistis menunjukkan pokok permasalahan.
- Dapat mengatasi batas ruang dan waktu. Artinya tidak semua objek, benda dan peristiwa bisa dibawa ke kelas atau siswa

tidak selalu bisa dibawa ke objek atau peristiwa tersebut. Misalnya di kelas guru menerangkan mengenai tata surya, siswa
tidak melihat ke obsevatorium tapi cukup dengan menampilan gambar, video atau fotonya.
- Dapat mengatasi keterbatasan, pengamatan, seperti benda yang sangat kecil dan sulit dapat disajikan dalam bentuk gambar.
- Dapat memperjelas permasalahan dalam berbagai bidang dan dalam berbagai tingkat usia.
Ketunarunguan berdampak terdapat beberapa aspek perkembangan :
1). Perkembangan bahasa dan bicara
Terutama dalam pemahaman bahasa produksi bicara dan bahasa, menyangkut persoalan bicara para guru menemukan 23 % siswa
yang mengalami gangguan pendengaran bicaranya tidak dapat dipahami, 22 % barely intelligible, dan 10 % unwilling to speak.
Bicara yang tidak dapat dipahami berkaitan dengan tingkat kehilangan pendengaran 75% pada anak tunarungu yang mengalami
ketunarunguan berat, dan 14 % pada anak yang mengalami ketunarunguan sedang.
Lebih sulit lagi yaitu bagi anak tunarungu prelingual, untuk belajar bicara dibanding dengan mereka yang ketunarunguan diperoleh,
sebab mereka tidak menerima feedback untuk bunyi yang mereka buat, dan juga mereka tidak mendengar model bahasa dari orang
dewasa.
Suatu penelitian yang menarik, ditemukan bayi yang lahir tunarungu, mengalami tahapan babbling yang sama seperti bayi yang
mendengar tetapi segera menghilang. (Ling & ling, 1978; Schow & Nerbonne, 1980; Stoel-Gammon & Otomo, 1986).
Kurangnya feedback terhadap pendengarannya mengakibatkan anak tunarungu kurang dalam memproduksi bicara.
2). Kemampuan Intelektual
Pada dasarnya kemampuan intelektual anak tunarungu sama seperti anak yang normal pada umumnya. Anak tunarungu ada yang
memiliki intelegensi tinggi, rata- rata dan rendah.
Pada umumya anak tunarungu memiliki inelegensi normal atau rata- rata, akan tetapi karena perkembangan intelegensi sangat

dipengaruhi oleh perkembangan bahasa maka anak tunarungu akan menampakan intelegensi rendah disebabkan oleh kesulitan

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/3 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 21:15:01 2017 / +0000 GMT

memahami bahasa.
3). Prestasi akademik
Pada anak tumarungu akan mempunyai prestasi lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal atau mendengar untuk materi
pelajaran yang diverbalisasikan. Tetapi untuk materi yang diverbalisasikan, prestasi anak tunarungu akan seimbang dengan anak
mendengar.
4). Penyesuaian sosial
Hambatan yang dialami oleh tunarungu pada umumnya adalah komunikasi, aspek komunikasi inilah yang menyebabkan anak
tunarungu mengalami hambatan dalam aspek penyesuaian social, sehingga anak tunarungu akan lebih memilih lingkungannya
sendiri dan sulit berdapatasi dengan lingkungan social.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com


| Page 3/3 |