ANALISIS PUTUSAN NO : 1270 / Pid.B / 2009 / PN.TK PADA BPR TRIPANCA SETIADANA

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PUTUSAN NO : 1270 / Pid.B / 2009 / PN.TK PADA BPR TRIPANCA SETIADANA

Oleh

RAYENDRA PUJA KUSUMA

Perkara terhadap komisaris utama Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok sang komisaris utama BPR Tripanca Setiadana sekaligus pemilik Tripanca Group banyak menjalani proses pradilan karena perkara yang dilakukan olehnya, mulai dari perkara tindak pidana perbankan (tipibank), tindak pidana penipuan sampai tindak pidana penggelapan, menarik disini terhadap amar putusan yang diambil oleh Hakim, terutama pada tindak pidana penipuan yang telah diputus dan telah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap (inklak) dan berikut inti dari putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang (PN.TK) perkara nomor 1270/Pid.B/2009/PN.TK yakni mengadili, menyatakan terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan, menetapkan bahwa lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani terkecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menyatakan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana dalam masa percobaan selama 1 (satu) tahun. Permasalahan penelitian ini adalah : (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara 8 (delapan) bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun terhadap Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok ? (2) Bagaimanakah cara penilaian Hakim dalam pemeriksaan alat-alat bukti persidangan ?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, dengan responden penelitian sebanyak dua orang yaitu satu Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang, dan satu Jaksa Kejaksaan Tinggi Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa SUGIARTO WIHARJO Alias ALAY Bin OEI YAN HOK yang melakukan tindak pidana penipuan adalah kesesuaian unsur pasal yang didakwakan,


(2)

perbuatan kepada diri korban, dan hal yang meringankan dan memberatkan karena Hakim harus memutuskan perkara yang diadilinya semata-mata berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan serta dengan tidak membeda-bedakan individu, tentunya dengan berbagai resiko yang akan dihadapinya, Hakim dalam memutus perkara harus memperhatikan tujuan dari pemidanaan bukan semata-mata untuk pembalasan, tujuan tersebut adalah dalam rangka menyadarkan diri pelaku akan kesalahannya sehingga di kemudian hari ia tidak akan lagi melakukan perbuatan pidana, demikian pula bagi masyarakat atau orang lain dengan adanya pidana tersebut dapat menjadi pukulan (shock therapy) karena pada hakekatnya penghukuman atau tindakan penghukuman haruslah merupakan suatu tindakan yang dapat dipertanggung-jawabkan dan bermanfaat tidak hanya bagi si pelaku tetapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat, sebab setiap penghukuman selalu akan menimbulkan korban yaitu penderitaan, kerugian mental dan fisik. (2) Hakim dalam memeriksa alat-alat bukti di persidangan melalui proses pemikiran untuk kemudian memberikan keputusan mengenai hal-hal yang bersifat yuridis maupun bersifat non yuridis, hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan alat-alat bukti yang minimal ada dua alat bukti sesuai dengan isi pasal 183 KUHAP dan dalam menilai alat-alat bukti di persidangan hakim berpedoman kepada isi dari Pasal 184 KUHAP yaitu adanya alat bukti yang sah ialah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, dan hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan, disamping harus menilai alat-alat bukti yang diajukan di persidangan hakim harus memeriksa dan mengadili berdasarkan keyakinan, hati nurani dan rasa keadilan, dan Hakim dalam melakukan penilaian disamping berpedoman kepada amanat Undang-Undang, hakim juga harus memiliki rasa keyakinan dari hati nurani dan rasa keadilannya, sehingga apakah terpenuhinya unsur-unsur alat-alat bukti yang ada dapat membuktikan seorang terdakwa itu bersalah atau tidak dan pantas menerima hukuman atau tidak.

Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Kepada aparatur hukum supaya lebih baik lagi khususnya agar tidak timpang dan membeda-bedakan besar-kecil kaya-miskin terdakwa dalam memeriksa, menuntut, memutuskan dan mengadili (penegakan hukum) suatu perkara pidana, karena pada akhirnya penghukuman (punishment) digunakan sebagai suatu jalan untuk mengubah yang buruk menjadi lebih baik di dalam masyarakat. (2) Kepada pemerintah agar tidak melindungi atau berprilaku lembek terhadap orang yang melakukan suatu tindak pidana, yang mana telah jelas orang tersebut merugikan dan melanggar hukum walaupun orang tersebut memang memiliki aset atau keuntungan terhadap pemerintah, karena suatu pelaku tindak pidana tetap saja merupakan orang yang melakukan kejahatan dan pelanggaran, yang telah sangat jelas disebutkan di KUHP buku kedua macam-macam kejahatan dan telah jelas pula disebutkan di KUHP buku ketiga macam-macam pelanggaran.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia yang melarang terjadinya suatu tindak pidana adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum, dimana segala sesuatu hal atau kegiatan tidak terlepas dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka si pelanggarnya akan dikenakan suatu sanksi menurut peraturan yang dilanggarnya.

Hampir sebagian besar tindak pidana yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur jenis-jenis tindak pidana yang bersifat umum. Diantara tindak pidana yang terjadi adalah tindak pidana penipuan.

Dalam Pasal 378 KUHP yang isinya “barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”, di dalam kaitan dengan penipuan, perbuatan tersebut termasuk unsur diancam pidana oleh


(4)

Undang-Undang dan kesalahan yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka dibutuhkan pembuktian dihadapan Hakim apakah bersalah atau tidak.

Hakim memegang peranan penting dalam pembuktian apakah seorang bersalah atau tidak. Hakim mempunyai kebebasan untuk menjatuhkan putusan. Dalam melaksanakan tugasnya Hakim tidak terikat oleh lembaga manapun karena secara organisasi, administrasi, dan finansial berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung dan tidak berada dibawah kekuasaan masing-masing Departemen, ini berarti kekuasaan Hakim tersebut bebas dan merdeka (Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Oleh karena itu, posisi Hakim sebagai aktor utama lembaga pradilan menjadi amat vital, terlebih lagi mengingat segala kewenangan yang dimilikimya. Melalui putusannya, Hakim dapat mengubah, mengalihkan, atau bahkan mencabut hak dan kebebasan warga Negara, dan semua itu dilakukan dalam rangka menegakan hukum dan keadilan. Besarnya kewenangan dan tingginya tanggung jawab Hakim ditunjukan melalui putusan pengadilan yang selalu diucapkan dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini menegaskan bahwa kewajiban menegakkan keadilan tidak hanya dipertanggung-jawabkan kepada sesama umat manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Putusan Pengadilan atau putusan Hakim merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian, dapatlah diartikan lebih jauh bahwasanya putusan Hakim di pihak terdakwa berguna memperoleh kepastian Hukum di pihak terdakwa berguna untuk memperoleh kepastian hukum (recht zekerheids) tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah


(5)

berikutnya terhadap putusan tersebut dalam artian dapat berupa yaitu menerima putusan, melakukan upaya hukum Verzet, Banding, atau Kasasi, bahkan melakukan Grasi.

Masalah penjatuhan pidana sepenuhnya merupakan keyakinan Hakim tetapi makna keyakinan Hakim bukan diartikan perasaan Hakim pribadi sebagai manusia akan tetapi keyakinan yang didukung oleh alat bukti yang sah menurut Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Tindak pidana di bidang perbankan (tipibank) merupakan salah satu bentuk kejahatan ekonomi yang di dalam kualifikasi bentuk tindak pidananya memiliki berbagai bentuk kejahatan dan pelanggaran seperti penipuan atau kecurangan di bidang perkreditan (credit fraud), penggelapan dana masyarakat (embezzlement of public funds), penyelewengan atau penyalahgunaan dana masyarakat (misappropriation of public funds), pelanggaran terhadap peraturan-peraturan keuangan (violation of currency regulations) dan pencucian uang (money laundering), secara garis besar tipibank diartikan sebagai segala jenis perbuatan yang melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan perbankan dimana bank sebagai sasaran dan sarana tindak pidana. Eksistensi, karakteristik, bentuk dan jenis perumusan tindak pidana di bidang perbankan tidak hanya terbatas pada perumusan di dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang merubah Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut,


(6)

melainkan juga mencakup tindak pidana lainnya yang diatur dan tersebar di luar Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan beberapa ketentuan pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga KUHP kembali menjadi rujukan karena selama ini belum ada Undang-Undang Tindak Pidana Perbankan sebagai tindak pidana khusus yang seharusnya menjadi reformasi di bidang hukum.

Era reformasi yang mengusung reformasi di bidang hukum, layaknya sebuah fenomena, praktek pembenaran selalu dipahami dengan cara meletakannya dalam konteks kepentingan negara terhadap masyarakatnya, sehingga praktek ini selalu dipertahankan sebagai suatu struktur yang seakan-akan tidak bisa dirubah, bahkan dijunjung tinggi keberadaannya.

Fakta dari pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan masyarakat di masa kini tidak terelakan dan sudah dirasakan akibatnya hampir di semua wilayah Negara Indonesia, terutama di wilayah Bandar Lampung pengaruh ini ada yang berdampak negatif antara lain meningkatnya tindak pidana. Reformasi yang terjadi di Indonesia yang sudah terjadi belasan tahun di berbagai bidang berdampak sehingga dapat kita rasakan sekarang ini. Salah satu akibat yang kita rasakan adalah kacaunya keadaan ekonomi, harga-harga semakin meningkat seiring dengan kebutuhan yang meningkat pula. Hal ini mengakibatkan terjadinya krisis moral disamping krisis ekonomi yang berkepanjangan, Pemerintahpun berusaha melakukan perubahan pembangunan di segala sektor untuk mencegah jangan sampai keadaan Indonesia semakin terpuruk.


(7)

Bank Indonesia (BI) dalam mencapai tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sesuai Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dan Bank Indonesia mempunyai tugas untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi Bank, sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, khususnya dalam melakukan pengawasan terhadap bank-bank yang ada dibawah pengawasannya guna mencegah keadaan Indonesia agar tidak semakin terpuruk di saat krisis ekonomi global yang melanda di dunia justru dibuat kaget karena dihadapkan kasus raibnya duit nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana di Lampung, duit nasabah itu raib di tangan pemilik BPR tersebut. Banyak hal yang menyebabkan BPR Tripanca Setiadana terpuruk karena kerugian yang disebabkan jatuhnya harga kopi di pasaran dunia yang merupakan salah satu bisnis utama Tripanca Grup dan juga karena kerugian dari permainan saham, hal ini yang akhirnya menyeret komisaris utama BPR Tripanca Setiadana ke lembaga pradilan.

Perkara terhadap komisaris utama dan direksi pada BPR Tripanca Setiadana banyak mengejutkan dan menarik dalam proses pradilannya, Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok sang komisaris utama BPR Tripanca Setiadana sekaligus pemilik Tripanca Group banyak menjalani proses pradilan karena


(8)

perkara yang dilakukan olehnya, mulai dari perkara tindak pidana perbankan (tipibank), tindak pidana penipuan sampai tindak pidana penggelapan, menarik disini terhadap amar putusan yang diambil oleh Hakim, terutama pada tindak pidana penipuan yang telah diputus dan telah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap (inklak) dan berikut inti dari putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang (PN.TK) perkara nomor 1270/Pid.B/2009/PN.TK yakni mengadili, menyatakan terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan, menetapkan bahwa lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani terkecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menyatakan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana dalam masa percobaan selama 1 (satu) tahun.

Majelis Hakim menjatuhkan putusan sesuai dengan isi tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang isinya menyatakan terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP, menjatuhkan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun. Hal yang meringankan dan yang menjadi dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya ialah terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa sopan dipersidangan, antara terdakwa dan saksi korban sudah ada perdamaian, kerugian sudah dikembalikan dan korban tidak mempermasalahkan lagi. Di dalam tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum terhadap


(9)

terdakwa Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok tidak ada hal yang memberatkan.

Majelis Hakim berpendirian bahwa terhadap asas minimum pembuktian sesuai Undang-Undang telah terpenuhi, misalnya adanya dua alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum berupa keterangan saksi (Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP) dan alat bukti surat (Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP).

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk penulisan hukum dan membahasnya dalam bentuk skripsi dengan judul “ Analisis Putusan No : 1270 / Pid.B / 2009 / PN.TK Pada BPR Tripanca Setiadana”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara 8 (delapan) bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun terhadap Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok ?

2. Bagaimanakah cara penilaian Hakim dalam pemeriksaan alat-alat bukti persidangan ?


(10)

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan uraian permasalahan diatas agar tidak terdapatnya kerancuan dan meluasnya permasalahan maka yang menjadi ruang lingkup penulisan skripsi ini dibatasi pada pertimbangan hukum bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan. Sedangkan penelitian dilakukan pada wilayah hukum Kota Bandar Lampung sebatas tingkat Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara 8 (delapan) bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun terhadap Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok.

b. Untuk mengetahui cara penilaian Hakim dalam pemeriksaan alat-alat bukti persidangan.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

Kegunaan dari penulisan ini adalah untuk pengembangan daya nalar dan daya pikir yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya pengetahuan akan hukum pidana guna mendapatkan data secara obyektif


(11)

melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap masalah yang ada khususnya masalah yang berkaitan dengan hukum pidana.

b. Secara Praktis

Kegunaan penulisan ini adalah kegunaan penulis sendiri dalam rangka mengembangkan dan memperluas wawasan berpikir dalam menganalisis suatu masalah, penulisan ini juga dimaksudkan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam proses ilmu pengetahuan hukum pidana dalam rangka memberikan suatu rasa aman dan kenyamanan didalam masyarakat.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian (Soerjono Soekanto, 1986:123).

Membahas permasalahan dalam skripsi ini penulis mencoba mengadakan pendekatan dengan menggunakan teori gabungan yang merupakan salah satu dari teori-teori tentang sistem pembuktian berdasarkan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dipakai di Indonesia. Hakim harus memutuskan perkara yang diadilinya semata-mata berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan serta dengan tidak membeda-bedakan individu, hal ini sesuai dengan Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang isinya sebagai berikut :


(12)

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. 2. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Proses pembuktian pada persidangan pengadilan berguna menemukan kebenaran materiil akan peristiwa yang terjadi dan memberi keyakinan kepada Hakim tentang kejadian tersebut sehingga Hakim dapat memberikan putusan seadil mungkin. Pada proses pembuktian ini maka diharapkan Hakim dalam menemukan kebenaran materiil melalui tahap pembuktian, alat-alat bukti, dan proses pembuktian terhadap aspek-aspek sebagai berikut yaitu perbuatan-perbuatan manakah yang dianggap terbukti, apakah telah terbukti bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepadanya, dan delik apakah yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan-perbuatan, serta pidana apakah yang harus dijatuhkan kepada terdakwa maupun putusan bebas yang lepas dari semua tuntutan pidana. Dasar hukum tentang pembuktian dalam Hukum Acara Pidana mengacu pada Pasal 184 ayat 1 KUHAP yaitu alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa dan Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan.

Untuk membahas permasalahan yang terjadi pada Perkara No.1270/Pid.B/2009/ PN.TK tentang tidak pidana penipuan yang diputus pidana penjara 8 (delapan) bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun, teori yang digunakan sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif (Negative Wettelijke Bewijs


(13)

Theorie) menentukan bahwa Hakim hanya boleh menjatuhkan pidana terhadap terdakwa apabila alat bukti tersebut ditentukan oleh Undang-Undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan Hakim terhadap eksistensinya alat-alat bukti tersebut. Sistem ini perpaduan antara sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positif Wettelijke Bewijs Theorie) dengan sistem pembuktian berdasarkan keyakinan Hakim (Conviction Intime/Conviction Raisonce).

Dengan demikian sistem ini memadukan unsur-unsur objektif (prosedural dan tata cara pembuktian sesuai dengan alat-alat bukti sebagaimana limitatif ditentukan oleh Undang-Undang) dan subjektif (terhadap alat-alat bukti tersebut Hakim yakin baik secara materiil maupun prosedural) dalam menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa. Tidak ada yang paling dominan kedua unsur tersebut. Karena kalau satu unsur di antara kedua unsur tersebut tidak ada, berarti belum cukup mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa. Oleh karena itu, diantara kedua komponen tersebut harus saling mendukung.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti (Soerjono Soekanto, 1986:1926).

Adapun pengertian dasar guna mengetahui maksud yang terkandung dalam penulisan skripsi ini, perlulah disimak pengertian istilah-istilah tersebut sebagai berikut :


(14)

a. Analisis adalah cara menganalisa atau mengkaji secara rinci suatu permasalahan. Analisis juga dapat diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan lain sebagainya) (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988 : 22).

b. Pidana, istilah pidana atau hukuman merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah. Karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidangnya yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum tetapi dalam bidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istillah yang khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat yang khas untuk dapat memberikan gambaran yang luas berikut ini dikemukakan pendapat atau definisi sarjana, yaitu antara lain :

1. Soedarto yang dimaksud pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

2. Roeslan Saleh mengatakan pidana adalah rahasia atau delik, dan ini wujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara kepada perbuatan delik itu. ( Muladi Dan Barda Nawawi Arief, 1998 : 2 ).

c. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan ( Lamintang, 1990 ; hal. 174)


(15)

d. Tindak Pidana Penipuan adalah barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang (Pasal 378 KUHP).

e. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).

f. Putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diungkapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segi tuntutan hukum, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 ayat 11 KUHAP).

g. Pidana Penjara Bersyarat (Percobaan) adalah apabila Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana kurungan pengganti maka dalam putusannya Hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terdakwa melakukan suatu delik sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah itu. (Pasal 14a ayat 1 KUHP).


(16)

h. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 ayat 1 undang-undang no. 10 tahun 1998).

i. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (pasal 1 ayat 4 undang-undang no. 10 tahun 1998).

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami isi skripsi ini, maka keseluruhan sistematika penulisannya disusun sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penulisan, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan pengertian tentang Tindak Pidana, Tindak Pidana Penipuan, Kekuasaan Kehakiman, Badan Peradilan, Sistem Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana, Alat-alat Bukti Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Putusan Pemeriksaan Perkara di Sidang Pengadilan, Putusan Pengadilan, Pidana Bersyarat.


(17)

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menguraikan tentang langkah-langkah dalam pendekatan masalah, jenis dan sumber data, penentuan populasi dan sampel, metode pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini dikemukakan pembahasan dari permasalahan faktor-faktor pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan keputusan pidana penjara percobaan dalam tindak pidana penipuan.

V. PENUTUP

Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi ini yang memuat kesimpulan secara rinci dari hal penelitian dan pembahasan serta memuat saran penulis dengan permasalahan yang dikaji.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Daliyo, 1995. Hukum Pidana. Erasco. Jakarta

Muhamad, Ali. 2000. Pembangunan Hukum di Indonesia. Djambatan. Jakarta

Muhamad Djumhana, 2006. Hukum Perbankan di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Putusan, 2009. Nomor : 1270 / Pid.B / 2009 / PN.TK. terhadap Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok. Bandar Lampung.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press Alumni. Bandung.

Surat Tuntutan, 2009. Reg. Perkara : PDM-1102/TJKAR/08/2009. terhadap Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok. Bandar Lampung.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

Universitas Lampung. 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah. Unila Press. Bandar Lampung.


(19)

V. PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa SUGIARTO WIHARJO Alias ALAY Bin OEI YAN HOK yang melakukan tindak pidana penipuan adalah kesesuaian unsur pasal yang didakwakan, kemapuan bertanggung-jawab, ancaman pasal yang didakwakan, akibat perbuatan kepada diri korban, dan hal yang meringankan dan memberatkan karena Hakim harus memutuskan perkara yang diadilinya semata-mata berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan serta dengan tidak membeda-bedakan individu, tentunya dengan berbagai resiko yang akan dihadapinya, Hakim dalam memutus perkara harus memperhatikan tujuan dari pemidanaan bukan semata-mata untuk pembalasan, tujuan tersebut adalah dalam rangka menyadarkan diri pelaku akan kesalahannya sehingga di kemudian hari ia tidak akan lagi melakukan perbuatan pidana, demikian pula bagi masyarakat atau orang lain dengan adanya pidana tersebut dapat menjadi pukulan (shock therapy) karena pada hakekatnya penghukuman atau tindakan penghukuman


(20)

haruslah merupakan suatu tindakan yang dapat dipertanggung-jawabkan dan bermanfaat tidak hanya bagi si pelaku tetapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat, sebab setiap penghukuman selalu akan menimbulkan korban yaitu penderitaan, kerugian mental dan fisik.

2. Hakim dalam memeriksa alat-alat bukti di persidangan melalui proses pemikiran untuk kemudian memberikan keputusan mengenai hal-hal yang bersifat yuridis maupun bersifat non yuridis, hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan alat-alat bukti yang minimal ada dua alat bukti sesuai dengan isi pasal 183 KUHAP dan dalam menilai alat-alat bukti di persidangan hakim berpedoman kepada isi dari Pasal 184 KUHAP yaitu adanya alat bukti yang sah ialah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, dan hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan, disamping harus menilai alat-alat bukti yang diajukan di persidangan hakim harus memeriksa dan mengadili berdasarkan keyakinan, hati nurani dan rasa keadilan, dan Hakim dalam melakukan penilaian disamping berpedoman kepada amanat Undang-Undang, hakim juga harus memiliki rasa keyakinan dari hati nurani dan rasa keadilannya, sehingga apakah terpenuhinya unsur-unsur alat-alat bukti yang ada dapat membuktikan seorang terdakwa itu bersalah atau tidak dan pantas menerima hukuman atau tidak.


(21)

B.Saran

1. Kepada aparatur hukum supaya lebih baik lagi khususnya agar tidak timpang dan membeda-bedakan besar-kecil kaya-miskin terdakwa dalam memeriksa, menuntut, memutuskan dan mengadili (penegakan hukum) suatu perkara pidana, karena pada akhirnya penghukuman (punishment) digunakan sebagai suatu jalan untuk mengubah yang buruk menjadi lebih baik di dalam masyarakat.

2. Kepada pemerintah agar tidak melindungi atau berprilaku lembek terhadap orang yang melakukan suatu tindak pidana, yang mana telah jelas orang tersebut merugikan dan melanggar hukum walaupun orang tersebut memang memiliki aset atau keuntungan terhadap pemerintah, karena suatu pelaku tindak pidana tetap saja merupakan orang yang melakukan kejahatan dan pelanggaran, yang telah sangat jelas disebutkan di KUHP buku kedua macam-macam kejahatan dan telah jelas pula disebutkan di KUHP buku ketiga macam-macam pelanggaran.


(1)

14

h. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 ayat 1 undang-undang no. 10 tahun 1998).

i. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (pasal 1 ayat 4 undang-undang no. 10 tahun 1998).

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami isi skripsi ini, maka keseluruhan sistematika penulisannya disusun sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penulisan, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan pengertian tentang Tindak Pidana, Tindak Pidana Penipuan, Kekuasaan Kehakiman, Badan Peradilan, Sistem Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana, Alat-alat Bukti Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Putusan Pemeriksaan Perkara di Sidang Pengadilan, Putusan Pengadilan, Pidana Bersyarat.


(2)

15

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menguraikan tentang langkah-langkah dalam pendekatan masalah, jenis dan sumber data, penentuan populasi dan sampel, metode pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini dikemukakan pembahasan dari permasalahan faktor-faktor pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan keputusan pidana penjara percobaan dalam tindak pidana penipuan.

V. PENUTUP

Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi ini yang memuat kesimpulan secara rinci dari hal penelitian dan pembahasan serta memuat saran penulis dengan permasalahan yang dikaji.


(3)

16

DAFTAR PUSTAKA

Daliyo, 1995. Hukum Pidana. Erasco. Jakarta

Muhamad, Ali. 2000. Pembangunan Hukum di Indonesia. Djambatan. Jakarta

Muhamad Djumhana, 2006. Hukum Perbankan di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Putusan, 2009. Nomor : 1270 / Pid.B / 2009 / PN.TK. terhadap Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok. Bandar Lampung.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press Alumni. Bandung.

Surat Tuntutan, 2009. Reg. Perkara : PDM-1102/TJKAR/08/2009. terhadap Sugiarto Wiharjo alias Alay Bin Oei Yan Hok. Bandar Lampung.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

Universitas Lampung. 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah. Unila Press. Bandar Lampung.


(4)

75

V. PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa SUGIARTO WIHARJO Alias ALAY Bin OEI YAN HOK yang melakukan tindak pidana penipuan adalah kesesuaian unsur pasal yang didakwakan, kemapuan bertanggung-jawab, ancaman pasal yang didakwakan, akibat perbuatan kepada diri korban, dan hal yang meringankan dan memberatkan karena Hakim harus memutuskan perkara yang diadilinya semata-mata berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan serta dengan tidak membeda-bedakan individu, tentunya dengan berbagai resiko yang akan dihadapinya, Hakim dalam memutus perkara harus memperhatikan tujuan dari pemidanaan bukan semata-mata untuk pembalasan, tujuan tersebut adalah dalam rangka menyadarkan diri pelaku akan kesalahannya sehingga di kemudian hari ia tidak akan lagi melakukan perbuatan pidana, demikian pula bagi masyarakat atau orang lain dengan adanya pidana tersebut dapat menjadi pukulan (shock therapy) karena pada hakekatnya penghukuman atau tindakan penghukuman


(5)

76

haruslah merupakan suatu tindakan yang dapat dipertanggung-jawabkan dan bermanfaat tidak hanya bagi si pelaku tetapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat, sebab setiap penghukuman selalu akan menimbulkan korban yaitu penderitaan, kerugian mental dan fisik.

2. Hakim dalam memeriksa alat-alat bukti di persidangan melalui proses pemikiran untuk kemudian memberikan keputusan mengenai hal-hal yang bersifat yuridis maupun bersifat non yuridis, hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan alat-alat bukti yang minimal ada dua alat bukti sesuai dengan isi pasal 183 KUHAP dan dalam menilai alat-alat bukti di persidangan hakim berpedoman kepada isi dari Pasal 184 KUHAP yaitu adanya alat bukti yang sah ialah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, dan hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan, disamping harus menilai alat-alat bukti yang diajukan di persidangan hakim harus memeriksa dan mengadili berdasarkan keyakinan, hati nurani dan rasa keadilan, dan Hakim dalam melakukan penilaian disamping berpedoman kepada amanat Undang-Undang, hakim juga harus memiliki rasa keyakinan dari hati nurani dan rasa keadilannya, sehingga apakah terpenuhinya unsur-unsur alat-alat bukti yang ada dapat membuktikan seorang terdakwa itu bersalah atau tidak dan pantas menerima hukuman atau tidak.


(6)

77

B.Saran

1. Kepada aparatur hukum supaya lebih baik lagi khususnya agar tidak timpang dan membeda-bedakan besar-kecil kaya-miskin terdakwa dalam memeriksa, menuntut, memutuskan dan mengadili (penegakan hukum) suatu perkara pidana, karena pada akhirnya penghukuman (punishment) digunakan sebagai suatu jalan untuk mengubah yang buruk menjadi lebih baik di dalam masyarakat.

2. Kepada pemerintah agar tidak melindungi atau berprilaku lembek terhadap orang yang melakukan suatu tindak pidana, yang mana telah jelas orang tersebut merugikan dan melanggar hukum walaupun orang tersebut memang memiliki aset atau keuntungan terhadap pemerintah, karena suatu pelaku tindak pidana tetap saja merupakan orang yang melakukan kejahatan dan pelanggaran, yang telah sangat jelas disebutkan di KUHP buku kedua macam-macam kejahatan dan telah jelas pula disebutkan di KUHP buku ketiga macam-macam pelanggaran.


Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Analisis Kriminologi Dan Yuridis Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Putusan No. 1203 / Pid.B / 2006 / PN.MDN)

4 83 81

Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan Dalam Menggandakan Rekening Bank (Studi Kasus : No.1945 / Pid.B / 2005 / PN-MDN)

2 61 120

Asas Ne Bis In Idem Dalam Hukum Pidana (Pendekatan Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1384 / Pid.B / Pn. Mdn / 2004 Jo Putusan Pengadilannegeri Medan No. 3259 / Pid.B / Pn. Mdn / 2008)

2 49 163

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PERCOBAAN PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Putusan Nomor : 87 / Pid.B / 2012 / PN.GS)

0 5 15

Analisis Yuridis Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Pencurian dengan Pemberatan (Putusan Nomor : 87 / Pid.B / 2012 / PN.GS

0 7 8

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (PUTUSAN NOMOR : 194 / Pid.Sus / 2013 / PN.Spg.)

0 4 16

ANALISIS PUTUSAN NO : 1270 / Pid.B / 2009 / PN.TK PADA BPR TRIPANCA SETIADANA

2 45 21

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor : 43 / Pid / Sus / 2011 / PN.TK)

1 11 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

0 3 38