HUBUNGAN SELF CONTROL DENGAN KEPATUHAN TATA TERTIB PADA SISWA MADRASAH ALIYAH.

(1)

HUBUNGAN SELF CONTROL DENGAN KEPATUHAN TATA TERTIB PADA SISWA MADRASAH ALIYAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaraan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Riris Fauzia B77212119

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antaraself control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah Yasmu Manyar. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi. Instrumen penelitian berupa skala self control dengan kepatuhan tata tertib. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 48 siswa, terdiri dari kelas XI IPA dan kelas XI IPS, dengan criteria berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, usia 15-17 tahun, berada pada kelas IPA dan IPS, dan pernah melanggar atau mematuhi tata tertib sekolah.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for Windows dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Secara signifikan dibuktikan dengan koefisien korelasiProduct

Moment sebesar 0,631. Koefisien korelasi bertanda positif menunjukkan adanya

hubungan kedua variable adalah searah atau berbanding lurus. Maka hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antaraself controldengan kepatuhan pada siswa. Kata kunci:Self Control, Kepatuhan Tata Tertib, Siswa, Korelasi

ABSTRACT

The aims to determine the relationship between self-control to compliance with school rules to students of Madrasah Aliyah YasmuManyar. This research is a correlation. The research instrument is the scale of self control with compliance regulations. Subjects in this study amounted to 48 students, consisting of class XIIPA and class XI IPS, with the criteria of sex men and women, aged 15-17 years, are at grade science and social studies, and never violate or comply with the school rules.

Results of the study were analyzed using product moment correlation technique using SPSS version 16.00 for Windows with a significance level of 0.000 < 0.05. Significantly evidenced by Product Moment correlation coefficient of 0.631. The correlation coefficient is positive indicate a relationship between the two variables is unidirectional or proportional. The results show that there is a relationship between self-control to its compliance with the students.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHA... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kepatuhan Tata Tertib 1. Definisi Kepatuhan Tata Tertib... 15

2. Faktor-faktor Kepatuhan Tata Tertib ... 19

3. Unsur-unsur Tata Tertib ... 23

4. Tipe Kepatuhan Terhadap Peraturan/Tata Tertib... 23

B. Self Control 1. DefinisiSelf Control... 24

2. Aspek-aspekSelf Control... 31

3. Faktor-faktorSelf Control ... 33

4. FungsiSelf Control ... 35

5. Tipe-tipeSelf Control... 35

C. HubunganSelf Controldengan Kepatuhan... 36

D. Landasan Teoritis ... 37

E. Hipotesis... 39

BAB III : METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian ... 41


(8)

v i

2. Definisi Operasional... 42

B. Populasi, sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi ... 43

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 44

C. Teknik Pengumpulan Data... 44

D. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas ... 52

2. Reliabilitas ... 55

E. Analisis Data ... 56

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan Penelitian ... 60

2. Pelaksanaan Penelitian ... 61

3. Deskripsi Subjek ... 61

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data 1. Deskripsi Data ... 67

2. Reliabilitas Data ... 71

C. Hasil 1. UjiNormalitas Data ... 72

2. Uji Linieritas Data... 73

3. Pengujian Hipotesis... 73

D. Pembahasan... 75

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 :Blue PrintSkalaSelf Control... 48

Tabel 2 :Blue PrintSkala Kepatuhan Tata Tertib ... 50

Tabel 3 : Skor SkalaLikert... 51

Tabel 4 : Distribusi Aitem SkalaSelf ControlSetelah Dilakukan Uji Coba ... 54

Tabel 5 : Distribusi Aitem Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Dilakukan Uji Coba... 55

Tabel 6 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ... 56

Tabel 7 : Pelaksanaan Penelitian... 62

Tabel 8 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

Tabel 9 : Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 65

Tabel 10 : Karakteristik Subjek Berdasarkan Pada Tingkat Kelas ... 66

Tabel 11 : Deskripsi Data... 67

Tabel 12 : Deskriptif Data Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 68

Tabel 13 : Deskriptif Data Berdasarkan Usia Responden... 69

Tabel 14 : Deskriptif Data Berdasarkan Usia Responden... 70

Tabel 15 : Hasil Uji Estimasi Reliabilitas ... 71

Tabel 16 : Hasil Uji Shapiro-Wilk ... 72

Tabel 17 : Hasil Uji Linieritas... 73


(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Skema HubunganSelf Controldengan Kepatuhan Tata Tertib ... 38

Gambar 2 : Grafik Jenis Kelamin Responden... 64

Gambar 3 : Grafik Usia Responden ... 65


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Blue Print Skala Self Control ... 84

Lampiran 2 : Blue Print Skala Kepatuhan Tata Tertib... 86

Lampiran 3 : Skala Self Control ... 90

Lampiran 4 : Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 94

Lampiran 5 : Tabulasi Data Mentah Uji Coba Skala Self Control ... 98

Lampiran 6 : Tabulasi Data Mentah Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 100

Lampiran 7 : Skoring Aitem Uji Coba Skala Self Control ... 102

Lampiran 8 : Skoring Aitem Uji Coba Skala Kepatuhan Tata Tertib... 104

Lampiran 9 : Tabulasi Data Mentah Skala Self Control Setelah Uji Coba... 106

Lampiran 10 : Skoring Aitem Skala Self Control Setelah Uji Coba... 109

Lampiran 11 : Tabulasi Data Mentah Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Uji Coba... 112

Lampiran 12 : Skoring Aitem Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Uji Coba .... 115

Lampiran 13 : Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Self Control ... 118

Lampiran 14 : Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Kepatuhan Tata Tertib ... 120

Lampiran 15 : Uji Reliabilitas Skala Self Control dan Kepatuhan Tata Tertib .... 122

Lampiran 16 : Uji Normalitas Data... 123


(12)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sengaja diciptakan oleh pemerintah dan masyarakat sebagai media pendidikan bagi generasi muda, khususnya memberikan kemampuan dan keterampilan sebagai bekal kehidupan di kemudian hari Didalamnya terdiri dari berbagai komponen yaitu siswa, guru, kepala sekolah, staff tata usaha, dan lain sebagainya. Secara umum siswa, guru, dan kepala sekolah secara bersama-sama berada dalam satu lembaga, dan bersama-sama pula mengatur dan membina serta menyelenggarakan program-program yang ditentukan dan diatur oleh Dinas Pendidikan yang dilaksanakan secara terus menerus (Fatimah, 2006).

Tugas dan tanggung jawab sekolah adalah mengusahakan kecerdasan pikiran dan pemberian berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah masing-masing. Tujuan pendidikan di sekolah selalu mencakup tiga aspek yaitu, aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Tugas dan tanggung jawab sekolah tidak hanya mempengaruhi perkembangan akal dan pikiran, namun juga perkembangan sikap dan kepribadian pada masing-masing individu (Susilo, 1993).


(13)

2

Permendiknas No.19 tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan yang berisi:

a. Sikap kepatuhan siswa menjadi tolak ukur dalam tata tertib sekolah.

b. Tata tertib pendidik, tenaga pendidik, dan peserta didik, termasuk dalam hal menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana pendidikan;

c. Petunjuk, peringatan, dan larangan dalam berperilaku di sekolah/madrasah, serta pemberian sangsi bagi warga yang melanggar tata tertib.

Menurut Sinungan (2005), tata tertib sekolah adalah sekumpulan aturan-aturan yang ditunjukkan oleh semua komponen di dalam suatu lembaga atau organisasi agar selalu tunduk dan melaksanakan apa yang telah di perintah.

Menurut Fajarwati (dalam Rahmawati, 2015), peraturan atau tata tertib merupakan perilaku yang ditetapkan oleh suatu pola, seperti peraturan disiplin sekolah yang dibentuk untuk membentuk perilaku siswa agar sesuai dengan tujuan dan harapan sekolah.

Madrasah Aliyah Yasmu berlokasi di Jl. Kyai Sahlan I/24 Manyarejo Manyar Gresik, merupakan salah satu lembaga yang berdiri sejak tahun 1974. Sejak berdirinya lembaga pendidikan ini memiliki perkembangan yang cukup baik, dan juga manfaat yang cukup besar.


(14)

3

Tata tertib di Madrasah Aliyah Yasmu Manyar meliputi :

1. Taat dan patuh serta hormat kepada bapak / ibu guru juga tenaga kependidikan.

2. Harus berseragam sekolah lengkap dengan atributnya sesuai dengan ketentuan.

3. Harus berada dimadrasah 5 menit sebelum jam masuk / pelajaran dimulai 4. Wajib ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan madrasah

(Kebersihan , keamanan dan ketertibannya ).

5. Wajib ikut menjaga nama baik lembaga dan dewan guru baik didalam maupun diluar madrasah.

6. Setiap siswa wajib mengikuti kegiatan yang sudah ditentukan oleh madrasah , OSIS ( PHBN, PHBN, atau yang lainnya ).

7. Membayar kewajiban kepada madrasah.

Menurut Baron (2003), kepatuhan adalah bentuk pengaruh sosial dimana satu orang memerintahkan seseorang atau lebih untuk melakukan sesuatu. Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap-tiap anggota belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi peraturan kelompok. Perilaku negatif siswa pada tata tertib sekolah dapat berupa pelanggaran tata tertib sekolah. Hal ini dapat berdampak sangat negatif terhadap elemen yang ada di sekolah, misalnya terjadinya tawuran pelajar, bullying, membolos disaat jam pelajaran sedang berlangsung, memakai pakaian yang tidak termasuk dalam aturan sekolah atau pakaiannya terlalu kecil dan juga terlambat masuk sekolah (Fatimah, 2006).


(15)

4

Menurut Neufelt (dalam Kusumadewi, 2012), menjelaskan arti kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takluk dan tunduk. Perilaku masyarakat untuk cenderung mengikuti peraturan ini disebut sebagai kepatuhan (obedience). Namun, tidak semua masyarakat memiliki sikap patuh. Adanya pro dan kontra dalam menyikapi peraturan kerap terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat, akibat dari kurang puasnya salah satu pihak akan peraturan tersebut.

Kepatuhan adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana seseorang hanya perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan satu atau beberapa tindakan (Jauhar, 2014).

Upaya yang harus dilakukan agar sikap kepatuhan siswa terhadap tata tertib sekolah tetap terjaga pada diri siswa, harus didukung adanya situasi atau lingkungan yang kondusif. Setiap sekolah memiliki aturan atau tata tertib yang berbeda, tetapi pada dasarnya aturan atau tata tertib tersebut adalah sama yaitu untuk menciptakan kedisiplinan terhadap warga sekolah serta mencapai predikat sekolah yang menjadi teladan (Kusumadewi, 2012).

Menurut Hadikusuma (Kusumadewi, 2012), menyatakan bahwa peraturan didefinisikan sebagai sesuatu yang mengandung kata-kata perintah dan larangan, serta apa yang tidak boleh dilakukan, serta tidak sedikit yang mengandung paksaan.


(16)

5

Usia siswa Madrasah Aliyah masih termasuk dalam kategori usia remaja. Hurlock (1980), memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13-18 tahun. Tugas perkembangan pada masa remaja di pusatkan pada pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak.

Menurut Kartono (dalam Geo, 2015), mengatakan bahwa remaja merupakan masa perhubungan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Masa remaja ini adalah masa dimana individu mengalami kegoncangan, terutama saat melepaskan nilai-nilai yang baru, namun itu merupakan proses menuju kematangan secara fisik, akal, sosial serta emosional. Pada masa remaja, individu seringkali mengalami benturan antara tuntutan diri dan tuntutan lingkungan. Konflik dalam diri remaja ini menimbulkan emosi-emosi yang negatif.

Menurut Ali (dalam Iga, 2012), mengatakan bahapan masa menentang (trotzalter) yang ditandai dengan adanya perubahan mencolok pada dirinya, baik aspek fisik maupun psikis, sehingga menimbulkan reaksi emosional dan perilaku radikal. Selain itu periode pada masa remaja, mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan perlawanan terhadap otoritas. Sehingga semakin berperannya pihak otoritas dalam memberikan tekanan, maka kecenderungan remaja dalam melakukan perlawanan semakin besar. Masa menentang yang sedang di alami remaja,


(17)

6

membuatnya melakukan hal-hal penentangan yang tidak sesuai dengan kehendak diri remaja.

Menurut Havigurst ( dalam Monks, 1999), menyatakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah bertanggung jawab sebagai warga negara, mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab sosial, serta berkembang dalam pemaknaan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Sedangkan menurut Furter (dalam Monks, 1999), menjelaskan bahwa kehidupan moral merupakan problematika pokok dalam masa remaja dan kepatuhan menjadi salah satu bahasan dalam perkembangan moral terkait dengan interaksi sosial dan norma-norma didalamnya.

Menurut Desmita (dalam Rahmawati, 2015), salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah mencapai dan memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan seperti mengakui kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab atau menghormati, serta menaati nilai-nilai sosial yang berlaku di lingkungannya. Bertanggung jawab terhadap segala tindakan, mampu membuat remaja belajar untuk tidak mengulangi hal-hal yang berdampak negatif bagi dirinya.

Pada masa remaja, individu seringkali menghadapi benturan antara tuntutan diri dan tuntutan lingkungan. Konflik berupa benturan antara tuntutan lingkungan dengan kebutuhan dalam diri remaja ini akan menimbulkan emosi-emosi negatif. Remaja dengan kontrol diri yang rendah akan cenderung sulit mencari pemecahan masalah dan cenderung


(18)

7

untuk mengambil jalan pintas yang berujung pada pelanggaran peraturan. (Kusumadewi, 2012).

Berdasarkan catatan pelanggaran pada santri putri di Pondok Pesantren Modern Islam Assalam pada tahun 2010/2011, diperoleh presentase pelanggaran tertinggi dilakukan oleh remaja putri kelas IX dengan jumlah 35% dan kelas X dengan jumlah 30 %. Jumlah tersebut telah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya pada 2009/2010 (Kusumadewi, 2012).

Penelitian Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal, pertama 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, kedua, 93,7 % remaja SMP dan SMA pernah ciuman, ketiga remaja SMP dan SMA sudah tidak perawan. Perilaku kenakalan remaja mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut nampak dari fakta yang dilansir oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak, yakni pelaku kriminal dari kalangan remaja dan anak-anak mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang ada, terhitung sejak Januari hingga Oktober 2009 meningkat hingga 35% dibandingkan tahun sebelumnya. Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17 tahun (Iga, 2012).

Backer (dalam Soekanto, 1998), menyatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki dorongan untuk melanggar aturan pada situasi terterntu. Tetapi kebanyakan orang, dorongan-dorongan tersebut biasanya tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan.


(19)

8

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan diantaranya adalah faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi, dan penyesuaian diri terhadap sekolah. Faktor lain yaitu faktor eksternal, meliputi: keluarga, hubungan dengan teman sebaya, sistem sekolah yang berupa kebijakan (Rahmawati, 2015).

Menurut Chaplin (2006), self control merupakan kemampuan unrtuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Sedangkan menurut Kartono (2000),self controladalah mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1991).

Menurut Ghufron (2011), kontrol diri merupakan suatu aktivitas pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Kontrol diri merupakan jalinan yang secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi.

Menurut Mahoney (dalam Ghufron, 2011), individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permitaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat. Jadi seseorang yang memiliki kontrol diri akan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum berperilaku.


(20)

9

Setiap individu memiliki kontrol diri yang berbeda. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan kontrol diri yang rendah. Mengontrol diri berarti individu berusaha dengan sekuat-kuatnya mengarahkan perilaku terhadap sessuatu yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Kontrol diri memungkinkan remaja untuk berpikir atau berperilaku yang lebih terarah, dapat menyalurkan dorongan-dorongan perasaan dalam dirinya secara benar dan tidak menyimpang dari norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan sekitarnya (Hurlock, 1991).

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa, kemampuan mengontrol diri memungkinkan seseorang untuk berperilaku lebih terarah dan dapat menyalurkan dorongan dari dalam dirinya secara benar, sehingga tidak menyimpang dari norma dan aturan yang berlaku. Bagi remaja, kemampuan mengontrol diri dapat membantu remaja mengendalikan diri dan mengatur perilakunya sehingga mencegah mereka dari perbuatan menyimpang, mereka harus belajar mengontrol diri terhadap perilaku yang dapat mengarah pada konsekuensi negatif serta harus belajar mengendalikan emosi dalam dirinya.

Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang “Hubungan antara Self Control dengan Kepatuhan Tata Tertib Sekolah pada Siswa Madrasah Aliyah”.


(21)

10

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara self control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara self control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Kegunaan Teoritis

Menambah wawasan tentang hasil penelitian dalam bidang Psikologi, khususnya dalam Psikologi Sosial dan memberikan informasi tambahan mengenaiself controldan kepatuhan tata tertib pada siswa.

2. Kegunaan Praktis a. Bagi penulis

Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan lebih kepada penulis sehingga bisa menambah ilmu yang dimiliki, khususnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan siswa.


(22)

11

b. Bagi akademis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan atau referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya terkait dengan penelitian ini.

c. Bagi Institusi yang terkait

Memberikan kontribusi bagi Institusi tentang hubunganself control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah.

E. Keaslian Penelitian

Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian riset terdahulu mengenai variabel self control dan kepatuhan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Di antaranya yaitu :

Geo Prasada, A & Ike Herdiana. Menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ada hubungan antara kontrol diri dengan kepatuhan berlalu lintas pada remaja pengendara sepeda motor di Surabaya. Apabila kontrol diri meningkat, maka kepatuhan berlalu lintas akan meningkat pula. Sebaliknya, jika kontrol diri semakin rendah, maka kepatuhan berlalu lintas akan semakin menurun.

Anita Dwi Rahmawati. Menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kepatuhan santri terhadap aturan dipengaruhi oleh faktor internal diantaranya kondisi emosi, kesadaran diri, tanggung jawab, penalaran moral dan kontrol diri, serta faktor eskternal


(23)

12

meliputi perilaku teman sebaya, keteladanan guru, keteladanan pengurus organisasi sekolah, penegakkan aturan dan hukuman.

Iga Serpianing A & Dewi Retno S (2015), tentang. Menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara tingkat kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Artinya semakin timggi tingkat kontrol diri maka semakin rendah kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kontrol diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku kenakalan remaja.

Bayu Satria. Menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ada hubungan antara antara tata nilai kepatuhan peraturan dan tata tertib pesantren dengan disiplin siswa dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan di SMA Darul Ulum 1 Unggulan BPP-Teknologi Jombang.

Kusumadewi (2012). Menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial peer group dan kontrol diri dengan kepatuhan terhadap peraturan pada remaja putri SMA Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Sukoharjo. Artinya semakin tinggi dukungan sosial peer group ataupun kontrol diri maka semakin tinggi kepatuhan terhadap peraturan, begitu pula sebaliknya.

Claudia Kuhnle, dkk. Menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas tinggi dari kontrol diri


(24)

13

adalah fitur yang menguntungkan dalam dua cara: Karena ada bukti hubungan langsung dengan kontrol diri, penundaan, interferensi motivasi dan penyesalan dengan kelas sekolah dan keseimbangan hidup.

Marianne Junger & Margit Van Kampen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja skor tinggi pada tes kemampuan kognitif memiliki kebiasaan makan sehat dan terlibat lebih sering dalam aktivitas fisik. Remaja dengan pengendalian diri yang tinggi memiliki pola makan yang sehat, lebih sering aktif secara fisik dan memiliki lebih rendah BMI. Kedua waktu reaksi dan rentang memori yang tidak berhubungan dengan kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Kontrol diri tidak terkait dengan kemampuan kognitif dan bisa tidak, oleh karena itu, memediasi hubungan antara kemampuan kognitif dan kesehatan dalam penelitian ini.

Hasil review dari beberapa jurnal penelitian tentang variabel self control dan kepatuhan tata tertib menunjukkan bahwa ke dua variabel tersebut telah menjadi tema penelitian yang umum dan banyak dikembangkan. Namun, penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu terletak pada setting, dasar teori, subjek penelitian, instrumen, serta analisis data. Beberapa penelitian diatas memiliki variabel penghubung lain selain self control dan kepatuhan tata tertib, terdapat variabel lain yang diteliti, sedangkan penelitian ini lebih berfokus kepada analisa dua variabel, yaituself control dan kepatuhan tata tertib.


(25)

14

Urgensi dari penelitian ini adalah siswa yang masih duduk di bangku SMA/MA masih berada dalam tahap masa remaja. Pada tahap ini remaja masih belum dapat dikatakan dewasa, dengan kemampuan kontrol diri diharapkan remaja mampu mengatur perilaku yang lebih terarah agar terhindar dari perilaku yang menyimpang dari norma yang berlaku, baik di sekolah maupun lingkungan tempat tinggal.


(26)

15 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kepatuhan Tata Tertib

1. Definisi Kepatuhan Tata Tertib

Menurut Baron (2003), kepatuhan adalah bentuk pengaruh sosial dimana satu orang memerintahkan seseorang atau lebih untuk melakukan apa yang ia inginkan. Kepatuhan merupakan keadaan di mana seseorang pada posisi yang berkuasa cukup mengatakan atau memerintahkan orang lain untuk melakukan sesuatu dan mereka melakukannya. Yang artinya orang yang memiliki kekuasaan tinggi hanya memerintahkan orang lain sehingga mereka tunduk dan melakukannya.

Menurut Baron (dalam Sarwono, 2009), kepatuhan merupakan salah satu jenis pengaruh sosial, dimana seseorang menaati dan mematuhi permintaan orang lain untuk melakukan tingkah laku karena adanya unsur power. Power yang dimaksudkan dapat diartikan sebagai suatu kekuatan atau kekuasaan yang memiliki pengaruh terhadap seseorang atau lingkungan tertentu. Pengaruh sosial ini dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap perilaku individu. Jadi adanya kekuatan dari pihak yang berwenang membuat seseorang mematuhi dan melakukan apa yang di perintah.

Kepatuhan merupakan salah satu bentuk dari pengaruh sosial, kepatuhan dapat diartikan sebagai ketaatan individu dalam melaksanakan perintah atau permintaan yang lain, baik bersifat verbal maupun


(27)

16

nonverbal, seperti dalam bentuk peraturan atau tata tertib (Sarwono, 2009).

Menurut Cialdini (dalam Sarwono, 2009), pengaruh sosial adalah usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan (belief), persepsi, atau pun tingkah laku satu atau beberapa orang lainnya. Menurut Normasari (dalam Anita, 2012), mengatakan bahwa kepatuhan dalam dimensi pendidikan dinilai sebagai suatu kerelaan seseorang dalam tindakan terhadap perintah dan keinginan dari pemilik otoritas atau guru.

Menurut Neufelt (dalam Kusumadewi, 2012), menjelaskan arti kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takluk dan tunduk. Perilaku masyarakat untuk cenderung mengikuti peraturan ini disebut sebagai kepatuhan (obedience). Namun, tidak semua masyarakat memiliki sikap patuh. Adanya pro dan kontra dalam menyikapi peraturan kerap terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat, akibat dari kurang puasnya salah satu pihak akan peraturan tersebut.

Kepatuhan didefinisikan sebagai berubahnya perilaku seseorang karena bayangan atau kenyataan akan kehadiran orang lain (Clayton, 2012). Kepatuhan adalah fenomena yang mirip dengan penyesuaian diri. Perbedaannya terletak pada segi pengaruh legistimasi (kebalikan dengan paksaan atau tekanan sosial lainnya) dan selalu terdapat suatu individu, yakni pemegang otoritas (Boerce, 2006). Jadi adanya pemegang otoritas bisa merubah perilaku seseorang.


(28)

17

Kepatuhan adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana seseorang hanya perlu memerintahkan satu orang lain atau lebih untuk melakukan satu atau beberapa tindakan (Jauhar, 2014). Yang artinya seseorang yang memiliki kekuasaan tertinggi cukup memerintahkan orang lain untuk melakukan suatu tindakan atau lebih.

Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku taat terhadap sesuatu atau seseorang. Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap peraturan, yaitu mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act).

Menurut Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan sebagai perilaku positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu memilih untuk melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis terhadap aturan, hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang memegan otoritas ataupun peran penting.

Menurut Rifa’i (dalam Kusumadewi, 2012), tata tertib merupakan suatu tatanan yang digunakan untuk mengatur pola kehidupan masyarakat agar berjalan dengan stabil. Begitu pula dengan sebuah lembaga pendidikan, meskipun berbeda-beda dalam setiap sekolah dalam menentukan tata tertib atau peraturannya, terdapat kesamaan di tiap-tiap tata aturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolah. Peraturan sekolah yang berupa tata tertib sekolah merupakan kumpulan aturan yang


(29)

18

dibuat secara tertulis dan mengikat di lingkungan sekolah. Jadi dengan adanya tata tertib dibuat secara tertulis dalam suatu lembaga, diharapkan mampu mengatur pola kehidupan yang lebih baik.

Sedangkan Starwaji (dalam Handayani, 2007) mendefinisikan tata tertib sebagai sebuah aturan yang dibuat secara tersusun dan teratur, serta saling berurutan, dengan tujuan semua orang yang melaksanakan peraturan ini melakukannya sesuai dengan urutan-urutan yang telah dibuat. Jadi dengan tata tertib yang disusun secara rinci semua orang akan melaksanakan tata tertib secara teratur.

Tata tertib berisi seperangkat peraturan yang meliputi hal-hal yang wajib dilaksanakan dan yang perlu dihindari atau dilarang oleh seseorang, serta ketentuan sanksi yang diberikan bagi orang yang melanggar. Pada hakikatnya tata tertib sekolah baik yang berlaku secara umum maupun khusus meliputi tiga unsur (Arikunto, 1990) yaitu:

a. Perbuatan atau tingkah laku yang diharuskan dan yang dilarang.

b. Akibat atau sanksi yang menjadi tanggung jawab pelaku dan pelanggar peraturan.

c. Cara atau prosedur untuk menyampaikan peraturan kepada subjek yang dikenai tata tertib sekolah tersebut.

Menurut Sudarmanto (2011), tata tertib sekolah disusun secara operasional guna mengatur tingkah laku dan sikap hidup siswa, guru dan karyawan administrasi. Aturan-aturan ketertiban dalam keteraturan


(30)

19

terhadap tata tertib sekolah, meliputi kewajiban, keharusan dan larangan-larangan. Yang artinya semua tata tertib yang telah disusun di sekolah, semua pihak yang terlibat di sekolah mampu menjalankannya dengan baik, dengan melaksanakan kewajiban dan larangan yang ada di sekolah.

Dari beberapa definisi yang telah di kemukakan oleh beberapa ahli mengenai pengertian darikepatuhan tata tertib di atas, maka dalam penelitian ini digunakan definisi kepatuhan tata tertib dari Menurut Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan sebagai perilaku positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu memilih untuk melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis terhadap aturan, hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang memegan otoritas ataupun peran penting.

Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap peraturan, yaitu mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act).

2. Faktor-faktor Kepatuhan Tata Tertib

Menurut Brown (dalam Anita, 2012), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan diantaranya adalah:

a. Faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi, dan penyesuaian diri terhadap sekolah.

b. Faktor eksternal, meliputi: keluarga, hubungan dengan teman sebaya, sistem sekolah yang berupa kebijakan peraturan,


(31)

20

demografi (usia, suku, jenis kelamin), figur guru, dan hukuman yang diberikan oleh guru.

Menurut Baron (2003), menjelaskan mengenai 4 faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kepatuhan, meskipun merusak atau merugikan hak orang lain, yaitu :

a. Pada banyak situasi, orang-orang yang berkuasa membebaskan orang-orang yang patuh dari tanggung jawab atas tindakan mereka.

b. Orang-orang yang berkuasa sering kali memiliki tanda atau lencana nyata yang menunjukkan status mereka. Mereka mengenakan seragam atau pangkat khusus. Hal ini berguna untuk mengingatkan banyak orang akan norma sosial.

c. Kepatuhan di banyak situasi di mana target dari pengaruh tersebut sebenarnya bisa melawan adalah adanya peningkatan perintah dari figur otoritas secara bertahap.

d. Kejadian di banyak situasi yang melibatkan kepatuhan yang merusak dapat berubah dengan sangat cepat.

Menurut Graham (dalam Normasari, 2013), kepatuhan siswa dalam melaksanakan peraturan sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada 4 faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu :


(32)

21

a. Normativist, kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :

1) Kepatuhan terhadap nilai atau norma itu sendiri

2) Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri

3) Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu

b. Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional

c. Fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa basi

d. Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri

Sedangkan menurut Gunarsa (dalam Normasari, 2013), mengatakan bahwa yang melatarbelakangi kepatuhan siswa adalah :

a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri, antara lain :

1) Kesehatan siswa

2) Ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran diskeolah


(33)

22

b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri siswa, antara lain :

1) Keadaan keluarga yang meliputi, suasana keluarga, cara orang tua menanamkan disiplin kepada anaknya, dan harapan dari orang tua

2) Bimbingan yang diberikan oleh orang tua 3) Keadaan sekolah

Menurut Rifa’i (2011), ada beberapa faktor penyebab lain yang menimbulkan pelanggaran di lingkungan sekolah, diantaranya adalah :

a. Latar belakang remaja

b. Sistem pembelajaran terkait dengan pengajaran guru c. Kepemimpinan sekolah

d. Pelayanan administrasi

e. Interaksi sosial remaja di luar sekolah

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan tata tertib diatas, peneliti memilih faktor kepatuhan tata tertib menurut Brown (dalam Anita, 2012), yang salah satu dari faktornya adalah kontrol diri, dengan kemampuan mengontrol diri, siswa diharapkan mampu mempertimbangkan tindakan apa yang akan dia lakukan untuk mematuhi kepatuhan tata tertib di sekolah.


(34)

23

3. Unsur-unsur Tata Tertib

Pada hakikatnya tata tertib sekolah baik yang berlaku secara umum maupun khusus meliputi tiga unsur (Arikunto, 1990: 123-124) yaitu:

f. Perbuatan atau tingkah laku yang diharuskan dan yang dilarang. g. Akibat atau sanksi yang menjadi tanggung jawab pelaku dan

pelanggar peraturan

h. Cara atau prosedur untuk menyampaikan peraturan kepada subjek yang dikenai tata tertib sekolah tersebut.

Peraturan yang terdapat dalam tata tertib antara lain memuat tentang kegiatan atau aktivitas yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan terutama yang berkaitan dengan kehadiran dalam proses pembelajaran, penggunaan seragam dan atribut sekolah serta hubungan sosialisasi dengan warga sekolah yang lain.

4. Tipe Kepatuhan terhadap Peraturan / Tata Tertib

Kepatuhan terhadap peraturan merupakan sikap tat terhadap peraturan yang berlaku disuatu lingkungan. Kepatuhan terhadap peraturan mengacu pada tipe kepatuhan yang memiliki beberapa tipe atau bentuk. Menurut Graham (dalam Kusumadewi, 2012), menyebutkan adanya lima tipe kepatuhan, yaitu :

a. Otoritarian

Suatu kepatuhan tanpareserveatau kepatuhan yang ikut-ikutan. b. Conformist


(35)

24

1) Conformist directed, yakni penyesuaian diri terhadap masyarakat atau orang lain.

2) Conformist hedonist, yakni kepatuhan yang berorientasi pada “untung-rugi”.

3) Conformist integral, yakni kepatuhan yang menyesuaikan kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat. c. Compulsive Deviant

Kepatuhan yang tidak konsisten. d. Hedonik Psikopatik

Kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain.

e. Supramoralist

Kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.

B. Self Control

1. DefinisiSelf Control

Menurut Asihwardji (1996), self control merupakan kemampuan untuk mengguguhkan kesenangan naluriah langsung dan kepuasan untuk memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya dinilai secara sosial. Orang yang menjalankan kontrol diri memperlihatkan bahwa kebutuhan akhir telah disosialisasikan, bahwa nilai-nilai budaya lebih penting dari hasrat dan desakannya. Kontrol diri ini mencakup cara lain untuk menyatakan masalah hubungan antara kepribadian yang istimewa yang menghadapi


(36)

25

timbul karena mengguguhkan pemuasan naluriah. Jadi dengan kemampuan kontrol diri, seseorang bisa mengguguhkan kepuasan untuk memperoleh tujuan masa depannya.

Menurut Calhoun & Acocella dalam (Kusumadewi, 2012), menyatakan bahwa control diri sebagai pengaruh seseorang terhadap, dan peraturan tentang fisiknya, tingkah laku, dan proses-proses psikologisnya. Dengan kata lain, serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungnnya, serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi.

Menurut Averill (dalam Thalib, 2010), mendefinisikan kontrol diri sebagai variabel psikologis yang mencakup kemampuan individu untuk mengelola informasi yang tidak diinginkan, dan kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini.

Menurut Widodo (dalam Anita, 2012), pengendalian diri atau self control merupakan upaya atau keinginan untuk menumbuhkan keteraturandiri, ketaatan pada peraturan atau tatatertib yang muncul dari kesadaran internal individu akan pikiran-pikiran dan perasaannya.

Menurut Tangney, kontrol diri merupakan kemmapuan individu untuk menentukan perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai, dan aturan dimasyarakat agar mengarah pada perilaku positif. Travis Hirschi dan Gottfredson, mengembangkan “The General Theory Of


(37)

26

Crime” atau yang lebih dikenal dengan “Low Self Control Theory”. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku kriminal dapat dilihat melalui single-dimention, yakni kontrol diri. Individu dengan kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, beresiko, dan berpikiran sempit (Iga, 2010).

Menurut Ghufron (2011), kontrol diri merupakan suatu aktivitas pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Kontrol diri merupakan jalinan yang secara utuh (integrative) yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Menurut Mahoney (dalam Ghufron, 2011), individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permitaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat. Jadi seseorang yang memiliki kontrol diri akan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum berperilaku.

Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu sendiri. Aktivitas yang dimediasi oleh proses kognitif yang menyiapkan untuk mengenal kesadaran, dan ini menunjukkan


(38)

27

pentingnya pikiran dan bahasa dalam menahan tindakan impulsif yang memperkenalkan sebuah alternatif kognitif yang menyainginya, hingga pengaturan diri yang teratur.

Selanjutnya Gleitman (dalam Thalib, 2010) mengatakan bahwa kontrol diri merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan tanpa terhalangi, baik oleh rintangan maupun kekuatan yang berasal dari dalam diri maupun dari luar individu. Jadi individu yang memiliki kontrol diri mampu melakukan suatu tindakan yang akan dia lakukan tanpa ada suatu halangan apapun.

Golfrid dan Merbauw (dalam Muniroh, 2013), menyatakan bahwa kontrol diri merupakan suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu kearah konsekuensi yang positif. Kontrol diri berkaitan dengan cara individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya, mengontrol emosi bearti mendekati suatu situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah munculnya reaksi yang berlebihan.

Self control merupakan kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungan. Selain itu kepekaan untuk mengontrol dan mengelolah faktor- faktor sesuai situasi dan kondisi untuk menampilkan diri untuk sosialisasi, kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, kecenderungan merubah perilaku untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu


(39)

28

konform dengan orang lain dan menutupi perasaannya (Ghufron, 2011). Yang artinya seseorang yang mampu membaca situasi diri dan lingkungan akan mampu mengendalikan perilaku dan cenderung merubah perilaku orang lain.

Synder (dalam Kusumadewi, dkk, 2012) mengatakan bahwa konsep mengenai kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam bersikap berpendirian yang efektif.

Menurut Chaplin (2006), self control merupakan kemampuan unrtuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Dalam Kartono (2000), self control adalah mengatur sendiri tingkah laku yang dimiliki. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya. Jadi dengan self control, individu akan mampu mengatur tingkah lakunya sendiri.

Menurut Hurlock (1980), mengatakan bahwa kontrol diri muncul karena adanya perbedaaan dalam mengelola emosi, cara mengatasi masalah, tinggi rendahnya motivasi, dan kemampuan mengelola potensi dan pengembangan kompetensinya. Kontrol diri sendiri berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Mengontrol diri berarti individu berusaha dengan sekuat-kuatnya mengarahkan pengaruh terhadap sesuatu yang bermanfaat


(40)

29

dan dapat diterima secara sosial. Yang artinya, dengan kemampuan mengontrol diri, individu akan mampu mengendalikan emosi dan dorongan-dorongan dalam dirinya.

Menurut Gott & Hirschi (dalam Iga, 2012), menyatakan bahwa individu yang memiliki kontrol diri rendah cenderung bertindak impulsif, lebih memilih tugas sederhana dan melibatkan kemampuan fisik, egois, senang mengambil resiko, dan mudah frustasi. Individu dengan karakteristik ini lebih mungkin terlibat dalam hal kriminal dan perbuatan menyimpang daripada mereka yang memiliki tingkat kontrol diri yang tinggi.

Sedangkan menurut Logue & Forzano (dalam Iga, 2012), menyebutkan beberapa ciri-ciri remaja yang mampu memiliki kontrol diri tinggi :

a. Tekun dan tetap bertahan dengan tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan.

b. Dapat mengubah perilaku menyesuaikan dengan aturan dan norma yang berlaku dimana ia berada.

c. Tidak menunjukkan perilaku yang emosional atau meledak-ledak.

d. Bersifat toleran atau dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang tidak dikehendaki.

Skinner juga menjelaskan bahwa kontrol diri mengarah pada bagaimana self mengontrol variabel-variabel luar yang menentukan


(41)

30

tingkah laku dan tingkah laku tetap ditentukan oleh variabel luar, namun dengan berbagai cara kontrol diri sebagai berikut, yaitu pengaruh kontrol itu diperbaiki, diatur/ dikontrol :

a. Memindah/menghindar (removing/avoiding)

Menghindar dari situasi pengaruh/menjauhkan situasi pengaruh sehingga tidak lagi diterima sebagai stimulus. Pengaruh teman sebaya yang jahat dihilangkan dengan menghindar/menjauh dari pergaulan dengan mereka.

b. Penjenuhan (satation)

Membuat diri jenuh dengan suatu tingkah laku sehingga tidak lagi bersedia melakukannya, misalkan seorang perokok menghisap rokok secara terus menerus secara berlebihan sampai akhirnya menjadi jenuh, sigaret dan pemantik api tidak lagi merangsangnya untuk meghisap rokok.

c. Stimuli yang tidak disukai (aversivestimuli)

Menciptakan stimuli yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan bersamaan dengan stimulus yang akan dikontrol. Misalkan seorang pemabuk yang ingin menghindari alkohol, setiap kali dia minum alkohol dia akan menanggung resiko dikritik lingkungan dan malu karena kegagalannya.

d. Memperkuat diri (reinforce one self)

Memberi reinforcement kepada dirisendiri terhadap “ prestasi” dirinya. Janji untuk membeli celana baru dengan uang


(42)

31

tabungannya sendiri, kalau ternyata dari rencana tersebut dapat belajar dan berprestasi. Kebalikan dari memperkuat diri adalah menghukum diri (self punishment): bisa berujud mengunci diri dalam kamar sampai memukulkan kepala ke dinding (Alwisol,2005).

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai pengertian self control, maka dalam penelitian ini digunakan definisiself controldari Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu sendiri.

2. Aspek-aspekSelf Control

Averill 1973 (dalam Thalib, 2010) menjelaskan bahwa kontrol diri memiliki tiga aspek utama yaitu :

a. Mengontrol perilaku (behavior control)

Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku dibedakan atas dua komponen.

1) Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration), yaitu menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan dirinya sendiri atau


(43)

32

orang lain atau sesuatu di luar dirinya. Individu dengan kemampuan mengontrol diri yang baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemmapuan dirinya.

2) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.

b. Mengontrol kognitif (cognitive control)

Mengontrol kognitif merupakan cara seseorang dalam menafsirkan, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif. Mengontrol kognisi merupakan kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan.

Mengontrol kognitif dibedakan menjadi dua komponen, yaitu :

1) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again). Informasi yang diperoleh individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan objektif.


(44)

33

2) Kemampuan melakukan penilaian (aprasial). Penilaian yang dilakukan individu merupakan usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan memerhatikan segi-segi positif secara subjektif.

c. Mengontrol keputusan (decision control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan. Kemampuan mengontrol keputusan akan berfungsi baik jika individu memiliki kesempatan, kebebasan, dan berbagai alternatif dalam melakukan suatu tindakan.

Orang yang memiliki kemampuan kontrol diri rendah cenderung akan reaktif dan terus reaktif (terbawa hanyut ke dalam situasi yang sulit). Sedangkan orang yang memiliki kemampuan kontrol diri tinggi akan cenderung proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif).

Menurut Block (dalam Lazarus, 1976), mengemukakan tiga aspek kontrol diri, yaitu :

a. Over Control, merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus.

b. Under Control, merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.


(45)

34

c. Appropriate Control, merupakan individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.

3. Faktor- FaktorSelf Control

Didalam kontrol diri terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, diantarannya;

a. Faktor Internal

Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal diantarannya lingkungan keluarga seperti orangtua, orangtua menentukan bagaimana kontrol diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah (2000) menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap disiplin orangtua yang demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol diri. Demikian ini maka, bila orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya sikap disiplin secara intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya (Gufron, 2010).


(46)

35

4. FungsiSelf Control

Sedangkan menurut Messina (dalam Gunarsa, 2004) menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi yaitu :

a. Membatasi perhatian individu kepada orang lain

b. Membatsi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya

c. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif

d. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang.

5. TipeSelf Control

Rosenbaum (dalam Putri dkk, 2010) mengembangkan model teoritis tentang kontrol dalam tiga tipe, yaitu redresif, reformatif, dan eksperiensial.

a. Kontrol diri tiperedresif, berfokus pada proses pengendalian diri. b. Kontrol diri tipe reformatif, berfokus pada bagaimana mengubah

gaya hidup, pola perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan yang destruktif. c. Kontrol diri tipe eksperiensial, merupakan kemampuan individu untuk menjadi sensitif dan menyadari perasaan-perasaannya akan stimuli dari lingkungan yang spesifik.


(47)

36

C. HubunganSelf Controldengan Kepatuhan Tata Tertib

Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku taat terhadap sesuatu atau seseorang.

Gleitman 1999 (dalam Thalib, 2010) mengatakan bahwa kontrol diri merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang ingin dilakukan tanpa terhalangi, baik oleh rintangan maupun kekuatan yang berasal dari dalam diri maupun dari luar individu.

Lazarus (1976) berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu sendiri.

Menurut Brown (dalam Anita, 2012), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan diantaranya adalah:

1. Faktor internal, meliputi: kontrol diri, kondisi emosi, dan penyesuaian diri terhadap sekolah.

2. Faktor eksternal, meliputi: keluarga, hubungan dengan teman sebaya, sistem sekolah yang berupa kebijakan peraturan, demografi (usia, suku, jenis kelamin), figur guru, dan hukuman


(48)

37

Dari sini dapat diketahui bahwa kontrol diri merupakan salah satu faktoryang menyebabkan kepatuhan tata tertib. Selain itu, beberapa penelitian juga membuktikan adanya hubungan antara Kontrol Diri dengan Kepatuhan Berlalu Lintas pada Remaja Pengendara Sepeda Motor di Surabaya, oleh Geo Prasada, A & Ike Herdiana. Menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ada hubungan antara kontrol diri dengan kepatuhan berlalu lintas pada remaja pengendara sepeda motor di Surabaya.

D. Landasan Teoritis

Menurut Blass (dalam Kusumadewi, 2012), kepatuhan adalah menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku taat terhadap sesuatu atau seseorang. Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap peraturan, yaitu mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act).

Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu sendiri. Aktivitas yang dimediasi oleh proses kognitif yang menyiapkan untuk mengenal kesadaran, dan ini menunjukkan pentingnya pikiran dan bahasa dalam menahan tindakan impulsif yang


(49)

38

memperkenalkan sebuah alternatif kognitif yang menyainginya, hingga pengaturan diri yang teratur.

Self Control

Gambar 1 : Skema Hubungan Self Control dengan Kepatuhan Tata Tertib

Kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun, guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu. Jadi kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam maupun diri maupun luar individu. Individu yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan dan mengambil langkah tindakan yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan.

Orang yang memiliki kontrol diri memiliki kesiapan diri untuk berperilaku sesuai dengan tuntutn norma, adat, nilai-nilai serta tuntutan lingkungan masyarakat dimana ia tiggal, emosinya tidak lagi meledak-ledak dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima (Hurlock, 2005).

Mengontrol perilaku

Mengontrol kognitif

Mengontrol keputusan

Kepatuhan Tata Tertib


(50)

39

Hal ini menjelaskan bahwa sikap kepatuhan tata tertib siswa disekolah harus di kontrol oleh dirinya sendiri dan dijaga oleh pihak sekolah seperti, guru. Dalam kondisi seperti ini siswa akan lebih patuh terhadap tata tertib, dikarenakan adanya pihak berwajib yang mengatur tata tertib. Jika tidak ada pihak berwenang yang mengatur tata tertib, siswa akan kehilangan sikap patuhnya terhadap tata tertib. Disinilah peran kontrol diri berada, dengan kemampuan mengontrol perilaku, siswa diharapkan tetap mematuhi tata tertib meskipun tidak ada pihak berwajib yang memperhatikan, dengan mematuhi segala peraturan yang ditetapkan.

Penelitian ini mengacu pada aspek-aspek kontrol diri yang diekmukakan oleh Averill (dalam Thalib, 2010), yaitu mengontrol perilaku (behavior control), mengontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decesional control).

Penhelitian yang dilakukan oleh Geo Prasada, A & Ike Herdiana menyatakan bahwa ada hubungan antara kontrol diri dengan kepatuhan berlalu lintas pada remaja pengendara sepeda motor di Surabaya.

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan hasil penemuan beberapa penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: Hipotesis Nol : tidak ada hubungan antara self control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah Yasmu Manyar.


(51)

40

Hipotesis Alternatif : ada hubungan antara self control dengan kepatuhan tata tertib sekolah pada siswa Madrasah Aliyah Yasmu Manyar.


(52)

41 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda (Turmudi, 2008). Sedangkan menurut Sugiyono (1997), variabel adalah suatu atribut atau sifat aspek dari orang maupun objek yang mempunyai variasi yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada penelitian inferensial atau dalam rangka pengujian hipotesis, sehingga diperoleh signifikansi antar variabel yang diteliti (Azwar, 2013).

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel self controldan kepatuhan tata tertib.

Variabel bebas/independen (x) :Self control


(53)

42

2. Definisi Operasional 1.) Kepatuhan Tata Tertib

Menurut Morselli (dalam Anita, 2012), kepatuhan diartikan sebagai perilaku positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Individu memilih untuk melakukan, mematuhi, dan menerima secara kritis terhadap aturan, hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang memegan otoritas ataupun peran penting.

Ada tiga dimensi kepatuhan terhadap peraturan, yaitu mempercayai (belief), menerima (accept), dan melakukan (act). Dimana yang dimaksud mempercayai adalah individu yang di beri perintah percaya pada motif pemimpin dan merupakan bagian dari suatu kelompok yang memiliki aturan yang harus diikuti. Menerima adalah individu yang patuh akan menerima apa yang telah dipercayainya. Melakukan adalah bentuk tingkah laku atau tindakan dari kepatuhan tersebut, dengan menjalankan suatu aturan dengan baik.

2.) Self Control

Lazarus (dalam Thalib, 2010), berpendapat bahwa dalam self control menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu sendiri.


(54)

43

Dengan aspek mengontrol perilaku, mengontrol kognitif, dan mengontrol keputusan. Dimana mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Mengontrol kognitif merupakan kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan. Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1997).

Populasi yang diambil dalam penelitian adalah siswa kelas XI Madrasah Aliyah Yasmu Manyar yang berjumlah 48 siswa. Jumlah populasi mengambil kelas XI, karena siswa kelas XI mulai beradaptasi dengan lingkungan baru dan tata tertib baru. Sekolah Madrasah Aliyah Yasmu merupakan salah satu sekolah Madrasah Aliyah yang tidak berbasis pondok pesantren , sedangkan sekolah Madrasah Aliyah lainnya rata-rata memiliki pondok pesantren, meskipun tidak semua murid tinggal di pondok pesantren, tetapi mata pelajaran agamanya lebih banyak dan mendalam.


(55)

44

2. Sampel dan Teknik Sampling

Sugiyono (1997), sampel merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Apabila responden dalam populasi lebih dari 100 maka sampel yang diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih, sebaliknya jika responden populasi kurang dari 100, maka semua responden dalam populasi diambil sebagai sampel sehingga penelitiannya menjadi penelitian populasi (Arikunto, 2006).

Karena populasi kurang dari 100, maka peneliti akan mengambil seluruh populasi yang berjumlah 48 siswa.

Adapun pertimbangan ciri-ciri untuk menjadi sampel yaitu: a. Siswa yang masih aktif di kelas XI IPA dan kelas XI IPS

Madrasah Aliyah Yasmu Manyar. b. Siswa yang pernah melanggar tata tertib. c. Siswa yang mematuhi tata tertib.

d. Siswa yang berusia 15-17 tahun.

e. Siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data yang diteliti. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala yang digunakan untuk mendapatkan jenis data kuantitatif. Secara


(56)

45

sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek yang menjadi sasaran atau responden penelitian. Singkatnya, skala adalah suatu prosedur penempatan atribut atau karakteristik objek pada titik – titik tertentu sepanjang suatu kontinum ( Azwar, 2013).

Azwar (2013) menyebutkan bahwa karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi antara lain :

1) Stimulus berupa pertanyaan yang tidak langsung untuk mengungkapkan atribut yang hendak diukur, yaitu mengungkapkan indikator perilaku dan atribut yang bersangkutan.

2) Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagain dari banyak indikasi mengenai atribut yang diukur. Sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai bila semua aitem telah direspon.

3) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban yang “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh – sungguh. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

Dalam skala likertterdapat pernyataan-pernyataan yang terdiri atas dua macam, yaitu pernyataan yang favorable (mendukung atau memihak pada objek sikap), dan pernyataan yang unfavorable (tidak mendukung objek sikap).


(57)

46

1. SkalaSelf Control

Skala self control menggunakan tiga aspek sebagaimana yang disampaikan Averill 1973 (dalam Thalib ,2010) yaitu :

a. Mengontrol perilaku (behavior control)

Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku dibedakan atas dua komponen.

1) Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration), yaitu menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan dirinya sendiri atau orang lain atau sesuatu di luar dirinya. Individu dengan kemampuan mengontrol diri yang baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemamapuan dirinya.

2) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.


(58)

47

b. Mengontrol kognitif (cognitive control)

Mengontrol kognitif merupakan cara seseorang dalam menafsirkan, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif. Mengontrol kognisi merupakan kemampuan dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan.

Mengontrol kognitif dibedakan menjadi dua komponen, yaitu :

1) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again). Informasi yang diperoleh individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan objektif.

2) Kemampuan melakukan penilaian (aprasial). Penilaian yang dilakukan individu merupakan usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan memerhatikan segi-segi positif secara subjektif.

c. Mengontrol keputusan (decision control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan. Kemampuan mengontrol keputusan akan berfungsi baik jika individu memiliki kesempatan, kebebasan, dan berbagai alternatif dalam melakukan suatu tindakan.


(59)

48

Blue Print Self Controladalah sebagai berikut :

Tabel 1

Blue PrintSkalaSelf Control

ASPEK INDIKATOR AITEM-AITEM Jumlah BOBOT

F UF

Behavior Control (mengontrol perilaku)

1.1 Mampu mengontrol keinginan dalam dirinya

1, 2 3 3 10 %

1.2 Mampu mengendalikan situasi di luar dirinya

4, 5 6, 7 4 13,3 %

1.3 Mampu merubah stimulus yang tidak menyenagkan menjadi menyenangkan

8, 9 10 3 10 %

Cognitive control (mengontrol kognitif)

2.1 Mampu melakukan antisipasi terhadap stimulus yang tidak diharapkan

11, 12, 13

14, 15 5 17%

2.2 Mampu menilai suatu keadaan lingkungan dengan baik

16, 17 18 3 10 %

2.3 Mampu memahami dan

mengenali berbagai stimulus

19, 20 21 3 10 %

Decision Control (mengontrol keputusan)

3.1 Mampu mengambil tindakan tanpa melibatkan kebutuhan pribadi

22, 23 24 3 10 %

3.2 Mampu mempertimbangkan dari berbagai sisi sebelum melakukan keputusan

25, 26, 27 28,

29, 30 6 20 %

Jumlah 19 11 30 100 %

2. Skala Kepatuhan Tata Tertib

Skala kepatuhan tata tertib menggunakan tiga dimensi yang disampaikan oleh Blass (dalam Kusumadewi, 2012), yaitu :

a. Mempercayai (belief)

Seseorang akan bisa lebih patuh apabila mereka percaya bahwa kekuasaan mempunyai hak untuk meminta atau memerintah. Dan jika mereka percaya bahwa diri


(60)

49

yang memberi perintah percaya bahwa pada motif pemimpin dan menganggap bahwa individu tersebut termasuk bagian dari organisasi atau kelompok yang ada dan memiliki aturan yang harus diikuti.

b. Menerima (accept)

Dalam perintah ini, individu yang patuh akan mau menerima apa yang telah dipercayainya

c. Melakukan (act)

Melakukan adalah bentuk tingkah laku atau tindakan dari kepatuhan tersebut. Dengan melakukan sesuatu yang diperintahkan atau menjalankan suatu aturan dengan baik, maka individu tersebut bisa dikatakan telah memenuhi salah satu dimensi kepatuhan.


(61)

50

Blue PrintKepatuhan Tata Tertib adalah sebagai berikut :

Tabel 2

Skala Kepatuhan Tata Tertib

ASPEK INDIKATOR

AITEM-AITEM Jumlah BOBOT

F UF

1. Mempercayai

1.1 Melaksanakan

kewajiban sebagai siswa 1, 2 3 3 10%

1.2 Meninggalkan dan menjauhi larangan yang ditetapkan

4,5,6,7 8,9 6 20%

2. Menerima

2.1 Sanggup melaksanakan

tata tertib yang berlaku 10, 11 12 3 10%

2.2 Menerima sanksi atas pelanggaran yang

dilakukan

13, 14 15,

16 4 13,30%

3. Melakukan

3.1 Mematuhi tata tertib sekolah

17, 18, 19, 20,

21

22,

23 7 23%

3.2 Mematuhi kegiatan belajar di sekolah

24, 25, 26, 27 28, 29, 30 7 23%

Jumlah 19 11 100%

Untuk menentukan skor terhadap subjek maka ditentukan norma penskoran dengan empat alternatif jawaban. Menurut Arikunto (2006), ada kelemahan dengan lima alternatif jawaban, karena responden cenderung memilih alternatif yang ada di tengah R (ragu-ragu), karena jawaban dirasa paling aman dan paling gampang.


(62)

51

Skala likert ini juga menjabarkan kategori jawaban yang ditengah (R) berdasarkan tiga alasan:

1. Kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya bisa diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu).

2. Tersedianya jawaban yang di tengah itu menimbulkan kecenderungan jawaban ke tengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu atas arah jawabannya ke arah setuju ataukah ke arah tidak setuju.

Oleh karena itu peneliti menghilangkan jawaban R (ragu-ragu), Gr meminimalisir ketidak validan aitem yang di uji. Sehingga pilihan alternatif jawaban hanya empat saja.

Tabel 3

SkorSkala Likert

Kategori Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Tidak Sesuai (TS) 2 3


(63)

52

2. Validitas dan Reliabilitas Data

Peneliti melakukan uji coba pendahuluan dengan membagikan angket awal yang berjumlah 30 aitem skala self control dan 30 aitem skala kepatuhan tata tertib kepada siswa kelas XI Madrasah Aliyah Yasmu Manyar. Untuk uji coba, peneliti melakukannya pada siswa kelas XII pada tanggal 23 Juli 2016 pukul 07.00–08.00 WIB. Setelah dilakukan uji coba pendahuluan, maka didapatkan hasil uji validitas dan reliabilitas sebagai berikut :

1. Uji Validitas

Menurut Muhammad (2008), validitas yaitu merujuk kepada sejauh mana suatu uji dapat mengukur apa yang sebenarnya yang ingin diukur. Suatu Instrumen pengukur dikatakan valid apabila instrument tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur atau dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Maka untuk mengetahui apakah skala mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan dibuatnya diperlukan suatu proses pengujian validitas (Azwar, 2013).

Penilaian validitas masing-masing butir aitem pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing butir pernyataan aitem (Azwar, 2013). Suatu kesepakatan umum menyatakan bahwa koefisien validitas dianggap memuaskan apabila melebihi 0,30. Apabila jumlah aitem yang valid ternyata masih tidak


(64)

53

kriteria dari 0,30 menjadi 0,25 atau 0,20. Adapun standar yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah 0,30 (Azwar, 2013).

Dalam uji coba skala self control pada siswa dari 30 aitem terdapat25 aitem yang memiliki validitas memuaskan yaitu 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 29, 30 . Sedangkan aitem yang tidak valid yaitu 3, 18, 20, 24, 28. Artinya dari 30 aitem yang digunakan hanya 25 yang memiliki nilai koefisien≥ 0.30, dan aitem tersebut yang dinyatakan valid dan boleh digunakan dalam skala self control.


(65)

54

Berikut ini disajikan tabel distribusi aitem skala self control setelah dilakukan uji coba alat ukur:

Tabel 4

Distribusi Aitem SkalaSelf ControlSetelah Dilakukan Uji Coba.

ASPEK INDIKATOR AITEM-AITEM Jumlah

F UF

Behavior Control (mengontrol perilaku)

1.1 Mampu mengontrol keinginan dalam dirinya

1, 2 2

1.2 Mampu mengendalikan situasi di luar dirinya

4, 5 6, 7 4

1.3 Mampu merubah stimulus yang tidak menyenagkan menjadi menyenangkan

8, 9 10 3

Cognitive control (mengontrol kognitif)

2.1 Mampu melakukan antisipasi terhadap stimulus yang tidak diharapkan

11, 12, 13

14, 15 5

2.2 Mampu menilai suatu keadaan lingkungan dengan baik

16, 17 2

2.3 Mampu memahami dan mengenali berbagai stimulus

19, 21 2

Decision Control (mengontrol keputusan)

3.1 Mampu mengambil tindakan tanpa melibatkan kebutuhan pribadi

22, 23 2

3.2 Mampu mempertimbangkan dari berbagai sisi sebelum melakukan keputusan

25, 26, 27

29, 30 5

Jumlah 19 11 25

Sedangkan skala kepatuhan tata tertib dari 30 aitem, terdapat 24 aitem yang memiliki validitas memuaskan yaitu atem nomor, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29 . Aitem yang tidak valid yaitu, 10, 11, 15, 20, 27, 30. Artinya dari 30 aitem yang digunakan hanya 24 yang memiliki nilai koefisien ≥ 0.30, dan aitem


(66)

55

tersebut yang dinyatakan valid dan boleh digunakan dalam skala kepatuhan tata tertib.

Berikut ini disajikan tabel distribusi aitem skala kepatuhan setelah dilakukan uji coba alat ukur:

Tabel 5

Distribusi Aitem Skala Kepatuhan Tata Tertib Setelah Dilakukan Uji Coba.

ASPEK INDIKATOR AITEM-AITEM Jumlah

F UF

Mempercayai

1.1 Melaksanakan kewajiban

sebagai siswa 1, 2 3 3

1.2 Meninggalkan dan menjauhi

larangan yang ditetapkan 4,5,6,7 8,9 6

Menerima

2.1 Sanggup melaksanakan tata

tertib yang berlaku 12 1

2.2 Menerima sanksi atas

pelanggaran yang dilakukan 13, 14 16 3

Melakukan

3.1 Mematuhi tata tertib sekolah 17, 18, 19,

21 22, 23 6

3.2 Mematuhi kegiatan belajar di

sekolah 24, 25, 26, 28, 29 5

Jumlah 19 11 24

2. Uji Reliabilitas

Menurut Muhammad (2008), reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur suatu instrumen berulang kali dan dapat menghasilkan data yang sama. Reliabilitas menunjukkan pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil pengukuran tertentu disetiap kali pengukuran dilakukan pada hal yang sama. Pengujian reliabilitas menggunakan


(67)

56

rumus cronbach alpha, dapat dikatakan reliabel apabila hasil perhitungan sama atau lebih besar dari 0,6.

Tabel 6

Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba

No. Variabel Cronbach’s Alpha N of Aitem

1 Self Control 0,910 30

2 Kepatuhan 0,865 30

Pengujian reliabilitas diatas menunjukkan koefisien Cronbach’s Alpha dari skala self control adalah 0,910 dan skala perilaku kepatuhan tata tertib adalah 0,865, dimana harga tersebut dapat dinyatakan sangat reliabel sesuai dengan kaidah uji estimasi reliabilitas yang telah ditentukan.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis korelasi product momentdarikarl pearson.Hal tersebut dikarenakan data yang digunakan adalah data parametrik. Teknik peanelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan diantara dua variabel yaitu variabel self controlsebagai varibel bebas dan variabel kepatuhan tata tertib sebagai varibel terikat (Muhid, 2012).

Beberapa hal yang harus dipenuhi ketika menggunakan analisis ini adalah, data dari kedua variabel berbentuk data kuantitatif (interval dan rasio) dan data berasal dari populasi yang berdistribusi normal


(68)

57

(Muhid 2012). Oleh sebab itu, sebelum melakukan uji analisis korelasi data yang perlu dilakukan adalah melakukan uji normalitas data.

Korelasi tersebut bisa secara korelasional dan juga bisa secara kausal. Jika korelasi tersebut tida menunjukkkan sebab akibat, maka korelasi tersebut dikatakan korelasional, artinya sifat hubungan variabel satu dengan variabel lainnya tidak jelas mana variabel sebab dan mana variabel akibat. Sebaliknya, jika korelasi tersebut menunjukkan sebab akibat, maka korelasinya dikatakan kausal, artinya variabel yang satu merupakan sebab, dan variabel lainnya merupakan akibat (Muhid, 2012).

Salah satu analisis korelasi yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson atauProduct Moment Correlation.

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi apabila menggunakan teknik korelasiproduct moment, yaitu:

a. Data kedua variabel berbentuk data kuantitatif (interval dan rasio) b. Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Berkaitan dengan besaran harga koefisien korelasi, harga korelasi berkisar dari 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi harga korelasinya maka semakin kuat korelasinya. Selain itu, tanda positif dan negatif pada harga korelasi juga memiliki pengaruh. Tanda positif (+) menunjukkan adanya hubungan searah atau berbanding lurus. Tanda negatif (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan atau berbanding terbalik (Muhid, 2012).


(69)

58

Uji korelasi Product Moment dipilih dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa kedua variabel penelitian merupakan data berbentuk kuantitatif (interval dan rasio) dan juga penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara dua variabel dengan bantuan Program SPSS For Windowsversi16.00.

Sebelum melakukan analisis data, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi atau prasyarat yang meliputi uji normalitas. Uji normalitas merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan nilai korelasi, dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik (Ghozali, 2001).

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.Uji normalitas atau sebaran bertujuan untuk mengetaui kenormalan sebaran skor variabel.

Apabila terjadi penyimpangan, seberapa jauh penyimpangan tersebut. Model statistik yang di gunakan untuk uji normalitas biasanya adalah menggunakan persamaan dari Shapiro-Wilk. Hasil uji normalitas adalah apakah sebaran normal atau tidak. Kaidah di gunakan ialah jika P > 0,05, maka sebaran dapat dikatakan normal dan sebaliknya jika P < 0,05, maka sebaran dapat dikatakan tidak normal.


(1)

78

anak akan belajar dari orang tuanya, bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan apa yang baik untuk dilakukan dan perilaku apa yang harus dihindari.

Menurut Gott & Hirschi (dalam Iga, 2012), menyatakan bahwa individu yang memiliki kontrol diri rendah cenderung bertindak impulsif, lebih memilih tugas sederhana dan melibatkan kemampuan fisik, egois, senang mengambil resiko, dan mudah frustasi. Individu dengan karakteristik ini lebih mungkin terlibat dalam hal kriminal dan perbuatan menyimpang daripada mereka yang memiliki tingkat kontrol diri yang tinggi.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya telah ditunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara self control dengan kepatuhan.

Beberapa penelitian sebelumnya, selain menghubungkan self control

dengan kepatuhan, juga mengkombinasikan dengan berbagai macam faktor pendukung lainnya, seperti dukungan social peer group dan


(2)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan self

control dengan kepatuhan tata tertib pada siswa Madrasah Aliyah Yasmu

Manyar, hasil menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara self

control dengan kepatuhan. Artinya semakin tinggi self control maka

semakin tinggi kepatuhan tata tertib pada siswa. Sedangkan semakin rendah self control, maka kepatuhan tata tertib siswa juga rendah.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran bagi siswa, sekolah, dan peneliti selanjutnya :

1. Saran untuk siswa

Hendaknya dapat meminimalisir terjadinya bentuk pelanggaran tata tertib dengan cara mematuhi tata tertib di sekolah, karena perilaku patuh harus senantiasa tertanam dalam diri setiap siswa.

2. Saran untuk sekolah

Penelitian ini menjadi masukan kepada sekolah, sebaiknya sekolah lebih menekankan tata tertib dan standar kepatuhan yang jelas diterapkan secara tegas dan adil agar siswa lebih mematuhi tata tertib


(3)

80

3. Saran untuk peneliti selanjutnya

a. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan tema yang sama, disarankan untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain selain self control yang mempengaruhi

kepatuhan.

b. Lebih baik jika responden selalu didampingi saat ia mengisi skala, baik ketika uji coba maupun pengukuran sebenarnya, sehingga tidak terjadi miss komunikasi, ketika responden

kurang memahami instruksi atau pernyataan yang dimaksud dalam skala.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2005.Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Anita, R. D. 2015. Kepatuhan Santri Terhadap Aturan Di PondokPesantren Modern.

Asihwardji, D. 1996.Ensiklopedi PsikologiJakarta: Arcan.

Azwar, S. 2013. Tes Prestasi, cetakan ke-14. Yogyakarta: Pustaka Belajar Baron & Byrne. 2003.Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.

Boerce, G. C. 2006.Dasar-dasar Psikologi Sosial.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Chaplin, J.P. 2006.Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo

Clayton, D & Mercer, J. 2012.Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga

Fatimah, E. 2006.Psikologi perkembangan(Perkembangan Peserta Didik). Bandung. CV Pustaka Setia.

Geo, P. A & Ike, H. 2015.Hubungan antara Kontrol Diri dengan Kepatuhan

Berlalu Lintas pada Remaja Pengendara Sepeda Motor di Surabaya.04

No. 02.Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial.

Gunarsa, S. D. 2004.Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP UNDIP

Ghufron, M & Rini, R, S. 2011. Teori-Teori Psikologi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Handayani, R. 2007. Penanaman Disiplin dalam Menaati Peraturan dan Tata

Tertib. Skripsi: Universitas Negeri Semarang.

Hardjajani, P. 2012.Hubungan antara Dukungan Sosial Peer Group dan Kontrol Diri dengan Kepatuhan terhadap Peraturan pada Remaja Putri di


(5)

82

Hurlock, E. B. 1980.Developmental Psychologi A Life-Span Approach.Psikologi

perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.

Istiwidayanti dan Soedjarwo, M. Sc (terjemahan). Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. B. 1991.Adolescent Development. USA: McGrow Hill Inc.

Jauhar, M & Kulsum, U. 2014.Pengantar Psikologi Sosial. Jakarta: Pustakaraya. Kampen, M,V & Junger , M. 2010.Cognitive Ability and Self-Control in Relation

to Dietary Habits, Physical Activity and Bodyweight in Adolescent.

Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 7:22. Kartini, K. 2000.Teori Kepribadian. Jakarta: Mandar Maju.

Killian, B. 2011. The Relationship of Self Control, Procrastination, Motivational

Interference and Regret with School Grades and Life Balance. 31-44.

Kusumadewi, S. 2012. Hubungan antara Dukungan Sosial Peer Group dan Kontrol Diri dengan Kepatuhan terhadap Peraturan pada Remaja Putri

di Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Sukoharjo. Journal

Psikologi.

Lazarus, R. S. 1976. Motivasi dan Kepribadian (Teori Motivasi dengan Hierarki Kebutuhan Manusia). Jakarta: Gramedia.

Monks, F, Knoers, A & Hadito, S. R. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muhammad. 2008.Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhid, A. 2012.Analisis Statistik. Sidoarjo: Zifatama.

Nasichah, U. 2001. Hubungan Persepsi Remaja Terhadap Penerapan Disiplin

Orangtua dengan Kontrol Diri. Jurnal Psikologi dan Pendidikan.

Normasari. 2013. Kepatuhan Siswa Kelas X dalam Melaksanakan Peraturan

Sekolah Di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin. Jurnal Pendidikan

Kewarganegaraan. Vol. 3 No. 5.


(6)

83

Rifa’i, A. 2010.Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Satria, B 2013. Hubungan Tata Nilai Kepatuhan Peraturan dan Tata Tertib Pesantren Terhadap Disiplin Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di SMA Darul Ulum 1

Unggulan BPP-Teknologi. Jurnal Pendidikan Olahraga & Kesehatan.

Vol. 01 No 03, 524-528.

Siregar, S. 2013. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Soerjono, S. 1998.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo persada. Susilo, E. M. 1993.Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effhar Publishing. Sugiyono. 1997.Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Thalib, S, B. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: Kencana.

Turmudi dan Sri, H.2008. Metode Statistika Pendekatan Teoritis dan Aplikatif. Malang : UIN Malang Press.