BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Value Clarification Technique dan Pembelajaran Value Clarification - TITI INDRAWATI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Value Clarification Technique dan Pembelajaran Value Clarification Technique 1. Pengertian VCT (Value Clarification Technique) Mata pelajaran lebih menitikberatkan pada ranah afektif seperti Pendidikan Kewarganegaraan sengan tepat menggunakan pendekatan

  pembelajaran VCT. Pendidikan Kewarganegraaan dan mata pelajaran atau mata kuliah sejenenis berada pada ranah sikap yaitu wahana penenaman nilai, moral dan norma-norma baku seperti rasa sosial, nasionalisme, bahkan sistem keyakinan. Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya mampu mengeksplorasi

  internal side seseorang atau wilayah dalam diri sesorang. Sikap merupakan posisi

  seseorang atau keputusan seseorang atau keputusan seseorang sebelum berbuat atau berperilaku tertentu. Untuk mengubah sikap inilah maka bias menggunakan pendekatan pembelajaran, salah satunya VCT (Taniredja, dkk. 2011 : 87).

  Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) menurut Sanjaya (Taniredja, dkk. 2001 : 81-88) merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui suatu proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.

  Dalam Suharyono (1991-170) menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran VCT adalah metode mengajar dimana guru menolong siswa untuk menetapkan nilai pilihanya dari sejumlah alternitaf nilai yang dihadapinya.

  16 Penanaman nilai pada diri anah dilakukan oleh guru dan anak menentukan nilai- nilai yang dipilihnya itu sendiri dengan demikian siswa akan mempunyai kepribadian yang kuat, tidak apatis, tidak bersikap tidak konsisten dan tidak mengalami kekacauan nilai (Suharyono, 1991 : 71).

  Beberapa definisi mengenai pengertian nilai yang dikemukakan oleh para ahli: Menurut Milton Roceach (dalam Bank, J.A dan Clegg Jr. A.A., 1977 : 407), nilai

  (value)

  adalah “suatu jenis atau tipe kepercayaan yang terletak pada pusat keseluruhan system kepercayaan seseorang, tentang bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak berbuat sesuatu, atau tentang tujuan akhir dari kehidupan/keberadaban seseorang yang berguna atau tidak berguna untuk dicapai.

  Nilai berlainan dengan sikap, adalah lebih bersifat umum yang mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu objek atau orang lain.

  Menurut Fraenkel (1980 : 215-216), nilai adalah konsep-konsep, yang seperti semua konsep, nilai tidak berada dalam pengalaman, tetapi dalam pikiran orang-orang. Nilai mewakili sikap atau hakekat dari kegunaan atau harga (worth

  atau merit) yang diletakan orang pada berbagai aspek dari pengalaman

  mereka.Nilai juga dapat sebagai standar perilaku. Misalnya, standar tentang keindahan, stabdar tentang efisiensi, atau standar tentang kegunaan yang diyakini oleh seseorang yang akan dicoba dan ditaati dan dilaksnakan dalam kehidupanya. Sebagai standar perilaku nilai menolong kita untuk menentukan apakah itu (objek, orang, ide/pendapat, caraberperilaku, dsb) itu adalah baik atau buruk. Lebih jauh lagi Fraenkel menyatakan bahwa penyelidikan tentang nilai biasanya dibagi ke dalam bagian estetika (aesthetics) dan bagian ethika (ethish). Estetika menunjuk kepada pembenaran tentang apa yang mereka senangi. Etika menunjuk kepada pembenaran perilaku, ialah bagaimana seorang harus berbuat, tentang apa yang benar atau salah, atau tentang nilai moral dari suatu perbuatan. Akan tetapi, nilai juga mempunyai dimensi lain, ialah dimensi (aspek) emosional (perasaan). Nilai tidak hanya berupa ide-ide atau konsep-konsep tetapi nilai juga merupakan ikatan emosional yang kuat, suatu perasaan kesukaan yang kuat terhadap sesuatu. (Suharyono, 1991 : 71)

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai bukan hanya sebuah konsep namun lebih berat mengarah pada emosioanal yang kuat dan mengajarkan nilai adalah dengan mengungkapkan nilai dengan bantuan guru kepeda siswa dengan pendekatan VCT.

2. Karakter dan Tujuan Value Clarification Technique

  Karakteristik VCT sebagai suatu pendekatan dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa dalam menyelaraskannya dengan nilai- nilai baru yang hendak ditanamkan. Tujuan menggunakan VCT dalam Pendidikan Kewarganegaraan antara lain menurut Taniredja, dkk. (2001 :88) yaitu sebagai berikut: 1) Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasara pijak menentukan target nilai yang akan dicapai.

  2) Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjunya ditanamkan kearah peningkatan dan pencapaian target nilai. 3) Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional

  (logis) dan diterima siswa sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi nilai siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.

  4) Melatih siswa dalam menerima

  • – melilai nilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap suatu persoalan yang berhubungandengan pergaulanya.

  Menurut Djahiri (1985 : 60

  • – 85) dalam VCT juga terdapat beberapa bentuk VCT, yaitu: (1) dengan menganalisis suatu kasus yang konvensional, suatu cerita yang dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan kemudian di analisis bersama; (2) VCT dengan matrik. Jenis VCT ini meliputi: Daftar Baik- Buruk, Daftar tingkat urutan, Daftar Skala Prioritas, Daftar Gejala Kontinum, Daftar penilaian Diri Sendiri, Daftar Membaca Pikiran Orang Lain tentang Dari Kita, dan Perisai; (3) VCT dengan menggunakan Kartu Keyakinan. Kartu sederhana ini berisikan: pokok masalah, dasar pemikiran positif negative dan pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan sikap siswa terhadap masalah tersebut; (4) VCT melalui teknik wawancara. Cara ini melatih keberanian siswa dan mampu mengklarifikasikan pandanganya kepada lawan bicara dan menilai secara baik, jelas dan sistematis; (5) VCT dengan Teknik Inkuiri Nilai dengan pertanyaan yang acak random.
Dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis, analitis, rasa ingin tahu dan sekaligus mampu merumuskan sebagai hipotesa/asumsi, yang berusaha mengungkap suatu nilai atau sistem nilai yang ada atau dianut, atau penyimpanganya. Sama halnya dengan metode belajar yang lain, pendekatan VCT juga mempunyai keunggulan dan kelemahan seperti yang dikemukakan Djahiri (Taniredja, dkk. 2011 : 91).

3. Prinsip-prinsip Value Clarification Technique

  Menurut Taniredja, dkk (2011 : 89) Prinsip-prinsip pembelajaran VCT antara lain: a. Penanaman nilai dan pengubahan sikap dipengaruhi beberapa faktor antara lain faktor potensi diri; kepekaan emosi, intelektual, dan factor lingkungan; norma nilai masyarakat, system pendidikan dan lingkungan keluarga dan lingkungan bermain.

  a. Sikap dan perubahan sikap dipengaruhi oleh stimulus yang diterima siswa dan kekuatan nilai yang telah tertanam atau dimiliki oleh para siswa.

  b. Nilai, moral dan norma dipengaruhi oleh faktor perkembangan, sehingga guru dapat mempertimbangkan tingkat perkembangan moral (moral development) dari setiap siswa. Tingkat perkembangan moral untuk siswa dipengaruhi oleh usia dan pengaruh lingkungan terutama lingkungan sosial.

  c. Pengubahan sikap dan nilai memerlukan ketrampilan mengklarifikasi nilai/ sikap secara rasional, sehingga dalam diri siswa muncul kesararan diri bukan karena rasa kewajiban bersikap tertentu atau berbuat tertentu. d. Pengubah nilai memerlukan keterbukaan, karena itu pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui VCT menuntut keterbukaan antara guru dengan siswa.

4. Kebaikan-kebaikan Value Clarification Technique

  Menurut Djahiri (1985 : 91) VCT memiliki keunggulan untuk pembelajaran afektif, karena: a. Mampu membina dan menanamkan nilai moral pada ranah internal side;

  b. Mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/moral.

  c. Mampu mengklarifikasi nilai dan menilai kualitas nilai moral diri siswa, melihat nilai yang ada pada orang lain dan memeahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata;

  d. Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap; e. Mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan.

  f. Mampu menangkal, meniadakan dan mengintervensi serta memadukan berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang

  g. Memberi gambaran nilai moral yang patut diterima dan menuntun serta memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

5. Kelemahan-kelemahan Value Clarification Technique

  Menurut Taniredja dkk (2011 : 92) kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap, antara lain:

  1. Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan keterbukaan, saling pengertian dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi/palsu. Siswa akan bersikap menjadi siswa yang sangat baik ideal patuh dan penurut namun hanya bertujuan untuk menyenangkan guru atau memperoleh nilai yang baik.

  2. Sistem nilai yang dimiliki dan tertanam pada guru/dosen, peserta didik dan masyarakat yang kurang atau tidak bakudapat mengganggu tercapainya target nilai baku yang ingin dicapai/nilai etik.

  3. Sangat dipengaruhi untuk kemampuan guru/dosen dalam mengajar terutama memerlukan kemampuan/keterampilan bertanya tingkat tinggi dan mampu mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam peserta didik.

  4. Memerlukan kreatif guru/dosen dalam menggunakan media yang tersedia di lingkungan terutama yang aktual dan faktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik (Taniredja, dkk. 2011 : 92)

  Untuk mengatasi kelemahan VCT tersebut, berikut adalah cara untuk mengatasi kelemahan VCT (Taniredja, dkk. 2001 : 92), yaitu:

  1. Guru berlatih dan memiliki ketrampilan mengajar dan sesuai standar kompetensi guru. Pengalaman guru yang berulang kali menggunakan VCT akan memberikan pengalaman yangsangan berharga karena memunculkan model-model VCT yang merupakan modifikasi sesuai kemampan dan kreatifitas guru.

  2. Dalam setiap pembelajaran menggunakan tematik atau pendekatan konstektual, antara lain dengan mengambil topik yang sedang terjadi dan ada disekitar peserta didik, menyesuaikan dengan hari besar nasional, atau mengaitkan dengan program yang sedang dilaksanakan pemerintah.

6. Bentuk-Bentuk Value Clarification Technique

  Menurut Taniredja (2011: 90-91) ada beberapa bentuk VCT, yaitu:

  a. VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversional, suatu cerita yang dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan kemudian dianalisa bersama.

  b. VCT dengan menggunakan matrik. Jenis VCT ini meliputi; Daftar baik- buruk, Daftar Tingkat Urutan, Daftar Skala Prioritas, Daftar Gejala Kontinum, Daftar Membaca Pikiran Orang Lain tentang Diri Kita, dan Perisai.

  c. VCT dengan menggunakan Kartu Keyakinan, Kartu sederhana ini berisikan; pokok masalah, dasar pemikiran positif negative dan pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan sikap siswa terhadap masalah tersebut.

  d. VCT melalui teknik wawancara; cara ini melatih keberanian siswa dan mampu mengklarifikasi pandanganya kepada lawan bicara dan manila secara baik, jelas dan sistematis. e. VCT dengan Teknik Inkuiri Nilai dengan pertanyaan yang acak random, dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis dan analitis, rasa ingin tahu dan sekaligus mampu merimuskan berbagai hipotesa/ asumsi, yang ada atau dianut, atau yang menyimpang.

7. Langkah-langkah Pembelajaran Value Clarification Technique

  Menurut Jarolimek (dalam Taniredja, 2011: 89-90) ada 7 tahap yang dibagi dalam 3 tingkat, yaitu: Tingkat 1. Kebebasan memilih Pada tahap ini terdapat tiga tahap:

  1. Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh.

  2. Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas.

  Tingkat 2. Menghargai Pada tahap ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran:

  1. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihanya, sehingga nilai tersebut akan menjadi integral pada dirinya.

  2. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum, yaitu menganggap bahwa nilai itu sebagai pilihanya sehingga harus berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukanya di depan orang lain. Tingkat 3. Berbuat Pada tingkat ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran:

  1. Adanya kemampuan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakanya.

  2. Mau mengulangi sesuatu yang sesuai dengan nilai pilihanya, yaitu nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

8. Strategi Mengajar Value Clarification Technique

  a. Teknik pengambilan keputusan dengan mengacu kepada nilai dasar yang lebih tinggi (dalam Suharyono, 1991 : 73) Teknik ini bertolak dari anggapan bahwa terdapat dua jenis macam/jenis nilai, adalah nilai dasar (root value) dan nilai instrumental atau sarana instrumental (instrumental value). Nilai dasar adalah nilai yang lebih tinggi yang merupakan tujuan terakhir/tertinggi, sedangkan nilai instrumental adalah nilai yang lebih rendah yang merupakan alat/sarana untuk mencapai nilai dasar tersebut. Model ini menekankan pada suatu dilemma nilai dapat dipecahkan/diatas apabila dapat ditentukan untuk nilai dasar yang lebih tinggi yang mengatasi issu nilai yang sedang diperdebatkan (lebih rendah tingkatanya dari nilai dasar tersebut dapat dipertingkatkan apakah sesuai atau tidak dengan nilai dasar yang dimaksud, atau apakah merupakan nilai instrument yang sesuai untuk mencapai nilai-nilai dasar tersebut.

  Misalnya, suatu kelas sedang memperdebatkan masalah apakah hukum mati dapat diterima atau tidak (harus dihapuskan) dalam keputusan pengadilan.

  Menurut pendekatan ini, dapat mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat tentang masalah tersebut, maka dapat dicari atau ditentukan suatu nilai dasar yang lebih tinggi dari nilai pelaksanaan hukuman mati tersebut, misalnya nilai “keadilan” ini kemudian dapat ditentukan beberapa jenis pelaksanaan hukuman mati sesuai dengan nilai dasar “keadilan”, termasuk pertimbangan apakah nilai paelaksanaan hu kuman mati sesuai dengan nilai dasar “keadilan” atau kemungkinan nilai pelaksanaan hukuman seumur hidup lebih sesuai.

  b. Teknik Penilaian diri (Penjernihan Nilai Diri) Teknik ini digunakan untuk melatih siswa menilai dirinya sendiri atau menjernihkan nilai-nilai yang telah dimilikinya dan kemudian memilih suatu nilai yang lebih tepat/baik untuk dirinya, sehingga siswa kan dapat mengenal pribadinya sendiri dengan lebih baik. Teknik ini dapat dilaksanakan secara dialog (percakapan) lisan antara guru dengan siswa atau dengan menghadapkan siswa dengan suatu pertanyaan atau karangan tertulis (value sheet) yang berupa karangan, cerita, pernyataan atau pertanyaan-pertanyaan yang menantang siswa untuk berfikir atau mempertimbangkan secara mendalam implikasi-implikasi nilai dari pertanyaan atau karangan tersebut (Suharyono, 1991 : 74).

  Dalam percakapan antara guru dengan siswa, guru sebaiknya berusaha untuk memberikan jawaban-jawaban yang menyebabkan siswa untuk mempertimbangkan kembali keputusanya, kerena menyadari adanya alternatif- alternatif lain yang dikatakan/ditawarkan oleh guru kepadanya. Contoh dari suatu pertanyaan/karangan tertulis (value sheet) misalnya guru memberikan pertanyaan tertulis yang harus dijawab oleh masing-masing siswa tentang pokok masalah “persahabatan”: 1) Apakah arti persahabatan bagi dirimi? 2) Jika kamu mempunyai teman, apakah kamu memilih teman-temanmu itu menjadi temanmu secara kebetulan?

  3) Dengan cara-cara apa kamu menunjukan persahabatan? 4) Menurut pendapatmu, apakah pentingnya mengembangkan dan memelihara persahabatan) 5) Apakah kamu merencenakan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam hal cara-caramu melakukan persahabatan? Katakan perubahan-perubahan yang kamu rencanakan itu. Jika tidak, tulislah “tak ada perubahan”.

  c. Teknik membandingkan dan menilai nilai-nilai dari orang lain (Suharyono, 1991 : 75-76).

  Pada teknik ini siswa dihadapkan dengan suatu cerita, karangan atau pertanyaan tertulis, film atau lainya, kemudian siswa diminta untuk mengdentifikasi/menunjukkan: kejadia-kejadian dan tokoh-tokoh dalam cerita itu, nilai-nilai yang diyakini oleh orang-orang di dalam cerita itu, mengapa mereka meyakini nilai-nilai tersebut, apakah terdapat perbedaan-perbedaan dari nilai-nilai yang diyakini dalam cerita tersebut, apakah terdapat orang-orang yang tidak konsisten di dalam pendirinya, dan bagaimana pendapatmu tentang nilai-nilai yang menjadi pokok masalah dalam cerita itu? Teknik ini dapat diakhiri dengan diskusi kelas, siswa saling mengemukakan pendapatnya dengan nilai-nilai yang menjadi masalah pembicaraan. Beberapa masalah yang dapat dijadikan pokok identifikasi dan diskusi, misalnya: Apakah hukuman mati masih perlu di negara kita? Apakah pendidikan seks perlu diberikan kepada anak SD sampai dengan SMA? Bagaimana kita menggunakan waktu luang? Apakah perbuatan aborsi dibenarkan? Dan sebagainya. d. Teknik Pemungutan suara dan Menentukan Urutan Prioritas.

  Pada teknik pemungutan suara, siswa menentukan dan menyatakan pilihanya atau nilai yang dipilihnya dengan diketahui oleh orang lain. Dengan cara demikian, siswa akan mengetahui sikap orang lain. Dengan cara demikian, siswa akan mengetahui sikap orang lain (sama atau tidak sama), yang kemudian dapat dilanjutkan dengan diskusi kelas. Manfaat yang akan didapat siswa dengan cara ini antara lain: siswa dapat mengetahui bahwa nilai pilihanya cukup meyakinkan, belajar menghargai sikap/nilai/pendirian orang lain dan nilai yang baik mungkin tidak hanya satu. Pada teknik urutan prioritas, siswa diminta untuk menentukan pilihanya berdasarkan beberapa kemungkinan atau prioritas yang dihadapinya. Siswa menentukan pilihanya tentang urutan prioritas yang, setelah melakukan pemikiran yang lebih dahulu dan harus dapat menjelaskan alasanya kepada orang lain.

9. Daftar Atau Matrik

  Dinamakan demikian karena instrumen utamanya ialah matrik atau daftar. Menurut Djahiri (dalam Taniredja dkk, 2011: 90) jenis VCT menggunakan daftar/ matrik ini meliputi; daftar baik-buruk, daftar tingkat urutan, daftar skala prioritas, daftar gejala kontinum, daftar penilaian diri, daftar membaca pemikiran orang lain tentang kita, dan perisai. Dengan penjelasan seperti di bawah ini:

  a. Daftar baik-buruk Daftar baik-buruk merupakan penilaian yang bersifat menilai diri sendiri

  

(self-evalution) dan sangat baik apabila secara berkala dijadikan instrument atau

  alat PR (Pekerjaan rumah). Hal ini penting mengingat bahwa umumnya manusia lebih mampu menilai orang laian dan sangat jarang menilai dirinya sendiri. Proses B-M atau KMB dari VCT jenis ini secara umum seperti berikut. Pada fase Persiapan, dalam penilaian baik-buruk ini yang digunakan berupa butir-butir soal yang akan di VCT-kan (minimal butir contoh apabila butir-butir inipun akan digali bersama siswa-sebaliknya). Butir-butir soal ini berupa hal, keadaan, perbuatan sehari-hari yang merupakan gubahan atau penerapan butir materi pelajaran atau target nilai yang akan diajarkan.Pada saat kegiatan belajar mengajar, daftar/stimulus disampaikan baik secara individual (stensil) maupun klasikal dengan ditulis di papan tulis. Pengisian butir-butir yang tertautan dengan tema atau topik yang diajarkan, pengisian jawaban ini dilakukan oleh siswa secara individual dan disusul oleh pengisisan jawaban kelompok (dimana siswa belajar menilai pendapat orang lain dengan pendapatnya sendiri). Hasil dari jawaban yang diberikan oleh siswa kemudian ditulis di papan tulis.

  b. Tingkat urutan (rank order) Tingkat urutan (rank order) merupakan hasil dari penilaian diri sendiri yang berupa angka yang sesuai dengan penilaian diri sendiri.Semakin besar nilai yang menjadi pilihan berarti makin tinggi atau makin baik bila bain, dan makin buruk bila buruk. Dalam setiap butir daftar soal bersifat baik semua atau buruk semua, sebab VCT yang menggunakan skala nilai per daftar atau perkatagori bersifat baik semua ataupun buruk semua. Pada setiap kolom keterangan diisi oleh siswa/kelompok sebagai penjelasan isinya atau alas an pilihan skalanya, skala ini dibuat ganjil dan tidak genap agar siswa lebih leluasa nenentukan pilihan. c. Gejala Kontinum dan Penilaian Diri Sendiri Gejala kontinum merupakan gejala yang bersifat kesinambungan, misalnya: tidak, belum pernah, kadang kala, sering, selalu, tidak tahu, kurang tahu,tahu sedikit, yakin, dst. VCT gejala kontinum ini mirip dengan skala sikap/nilai yang hanya angka digantikan kata-kata tadi. Gejala kontinum ini biasanya diterapkan dalam pendekatan VCT menilai diri sendiri dengan tema yang sama dengan VCT rank order. Dalam VCT jenis gejala kontinum ini setiap jenis soal bisa dibaurkan hal positif dengan hal negatif. Proses gejala kontinum ini sama seperti skala sikap, karena pada setiap kolom keterangan hendaknya termuat per item dan bila tidak benar siswa mengungkapkanya pada saat klarifikasi. Agar dapat membina kejujuran yang lebih baik, sebaiknya dalam gejala kontinum initidak diminta menuliskan nama. VCT ini mengajak siswa untuk introspeksi diri. Penggunaan pendekatan VCT dengan gejala kontinum ini tidak perlu ditanyakan kepada siswa pada saat mengklarifikasi karena VCT model ini hanya untuk mengukur diri sendiri.

  d. Pendekatan VCT Membaca Pemikiran Orang Lain Tentang Diri Kita Sendiri.

  VCT ini lebih mempertajam VCT sebelumnya yang bersifat mawas diri atau instropeksi diri. Jenis VCT ini lebih mempertajam lagi sebab dia belajar membaca perasaan penilaian orang lain tentang prilaku atau kepribadianya serta berdialog diri mengapa demikian, dll. Butir pertanyaan yang dibuat dikaitkan dengan materi yang akan diajarkan. Butir soal yang dibuat dapat bersifat positif dan negatif dibaurkan dalam satu daftar, dalam setiap kolom penilaiana orang hindarkan kata-kata yang kurang disukai anak (setiap orang) yang cendetrung tidak mau mengisinya, dengan kata lain tidak pernah atau bahkan tidak bisa. Proses pembelajatan VCT dengan membaca pemikiran orang lain tentang diri kita sendiri proses penerapan metodenya sama dalam kegiatan belajar mengajar seperti

  VCT sebelumnya. Dalam pendekatan ini “kata orang lain” bisa diganti “Ayah, Bunda, Teman, Guru”, dll. Dari proses klarifikasi umum di kelas maka nilai baik dan buruk akan terungkap oleh siswa atau oleh guru.

  e. Pendekatan VCT Menggunakan Perisai Diri/ Kepribadian.

  Pendekatan pembelajaran VCT menggunakan perisai diri/ kepribadian ini cenderung bersifat permainan atau game dan sangat ampuh sebagai alat pekerjaan rumah atau tindak lanjut yang mengajak anak bermawas diri. Kalau akan diperiksa guru atau dibahas di kelas maka sebaiknya anak mengisi alat ini tanpa nama. Item yang diminta harus satu katagori; positif saja atau negatif saja serta dalam klarifikasi yang sama (satu sila). Hal ini dilakukan agar siswa tidak merasa bingung. Agar siswa tidak sukar mengisi secara jujur, siswa dibolehkan untuk tidak mengisi nama pada perisai yang telah disediakan. Pada saat mengisi perisai hal-hal yang akan dirasakan kelak perlu dipertanyakan kepada para siswa, misalnya:

  1. Apakah anda/ kalian jujur dalam mengisi perisai itu?

  2. Bukankah kalian merasakan bahwa yang sukar itu bukan mengisinya melainkan memilih satu dari sekian banyak? (memilih dari sekian itu sudah proses belajar!!)

  3. Coba kamu jawab sendiri, sebenarnnya yang ada pada dirimu apa/bagaimana?

  4. Bagaimana, apakah lebih mudah mengisi ini atau menilai orang lain?

10. Langkah-Langkah Pembelajaran VCT

  Pendekatan VCT menggunakan perisai diri/ kepribadian ini, guru berperan penting untuk memonitor seluruh kegiatan siswa dari membagi beberapa jenis kartu sederhana yang bersifat individual dan yang lengkap melalui kelompok kecil.Selain memonitor, guru juga menjadi fasilitator memberikan kemudahan/ bantuan/ kelancaran kegiatan mereka bila diperlukan. Jangan memberikan kesalahan siswa berkomunikasi sampai akhir kerja.Setelah tahap klarifikasi masalah dan pengjuan alasan, kemudian dilakukan penyimpulan dan pengarahan dan dselanjutnya dilakukan tindak lanjut pengajaran (Djahiri, 1985: 72-73).

  Semua pertanyataan itu dilontarkan dengan tempo waktu berfikir dan tidak perlu dijawab siswa (open ended). Biarkan mereka berproses dan berdialog sendiri dengan teman-temannya. Berikut ini adalah langkah-langkah kegiatan belajar mengajar menggunakan pendekatan VCT (Djahiri, 1985: 73-74): a. Pada fase persiapan, tentukan masalah-masalah yang ingin dipecahkan sesuai target dan tema/topik dan materi pelajaran, dan siapkan contoh format yang akan digunakan serta contoh isianya yang tidak lengkap.

  b. Pada saat proses belajar mengajar, penjelasan tujuan pengajaran dan kegiatan belajar mengajar yang akan dilaksanakan (biasakanlah melakukan hal ini setiap awal jam pelajaran).

  c. Kemudian berikan pengantar pokok materi/ permasalahan secara singkat.

  d. Berikan peragaan alat dan cara kegiatan belajar mengajar.

  e. Dilanjutkan dengan kegiatan belajar siswa ber-VCT. f. Tahap klarifikasi masalah dan pengajuan alasan (sesuaikan dengan langkah/ nomor dalam items kartu).

  g. Tahap penyimpulan dan pengarahan.

  h. Tindak lanjut pengajaran.

B. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skill)

  Menurut Cholisin (2013) kecakapan kewarganegaraan (Civic skill) merupakan kecakapan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, yang dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara.Kecakapan kewarganegaraan meliputi kecakapan-kecakapan intelektual (intellectual skills) dan kecakapan partisipasi (participation skills).

  2. Kecakapan Intelektual (Intelektual skill) Menurut Cholisin (2013) Kecakapan intelektual (intelelectual skill) merupakan kemampuan membaca dan memahami informasi dan isu yang ditemukan di media, serta kemampuan mengaktualisasikanya dalam kehidupan sehari-hari.

  Kecakapan intelektual (intelaktual skill) merupakan suatu yang penting untuk seorang warga negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai kemampuan berpikir kritis.Kecakapan intelektual untuk seorang warga negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai kemampuan berpikir kritis. Kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini adalah “identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating,

  taking, and defending positions on publik issues

  ”. Selain mengisyaratkan pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan warga negara dan masyarakat demokratis juga harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan partisipasi yang bertanggung jawab, efektif, dan ilmiah dalam proses politik civil

  

society . Kecakapan-kecakapan tersebut dapat dikategorikan sebagai interacting,

monitoring, and influencing . Interaksi (interacting) berkaitan dengan kecakapan-

  kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Berinterkasi adalah menjadi tanggap terhadap warga negara yang lain.

  Interkasi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi, dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan jujur. Memonitor (monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga negara.

  Contoh keterampilan intelektual yaitu keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.

  Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warga negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai kemampuan berpikir kritis.The National Standards of Civic and Government dan

  The Civic Framework for 1998 National Assessment of Educational Progress

  (NAEPP) membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini adalah “identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking, and defending positions on publik issues” (Branson, 1998:8).

  Kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh Civic Education yang bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi dan proses-proses seperti sistem checks and

  balances atau judicial review menunjukan adanya pemahaman. Melihat dengan

  jelas dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan seperti berpartisipasi dalam kehidupan kewarganegaraan, imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang aktual dalam pola jangka waktu yang lama.

  3. Kecakapan Partisipatoris (participatory skills) Kecakapan Partisipatoris (participatory skills) merupakan keahlian partisipasi umum, misalnya bertanya, menjawab, berdiskusi, dan membangun koalisi, negosiasi, dan kompromi. Partisipasi melalui kemampuan menganalisis isu-isu publik, kepemimpinan, kelompok mobilisasi, dan komunikasi. Melakukan simulasi tentang kegiatan: kampanye, pemilu, berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kecakapan-kecakapan kewarganegaraan dapat dibedakan, namun satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Dan kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi mengisyaratkan pada kemampuan, proses-proses politik dan pemerintahan, baik proses-proses formal maupun informal dalam masyarakat.

  Komponen yang hendak dikembangkan dalam mencapai tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yaitu warga negara yang cerdas (memiliki pengetahuan kewarganegaraan), terampil (berfikir kritis dam berpartisipasi), dan berkatakter (kepada bangsa dan negara, memiliki kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan merupakan basis bagi terbentuknya karakter kewarganegaraan. Karakter kewarganegaraan berisikan sifat-sifat yang melekat pada diri setiap warga negara dalam melakukan perannya sebagai warga negara, hal ini akan terbentuk ketika pada dirinya telah terbentuk pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan (Cholisin, 2003: 2).

  Kecakapan-kecakapan kewarganegaraan sekalipun dapat dibedakan namun satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Civic Education yang bermutu memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna yang berarti pada sesuatu yang berwujud seperti bendera, lambang negara, lagu kebangsaan, monument nasional, atau peristiwa-peristiwa politik dan kenegaraan seperti hari kemerdekaan.Civic Education juga memberdayakan seseorang untuk memberi makna atau arti penting pada sesuatu yang tidak berwujud seperti nilai- nilai ideal bangsa, cita-cita dan tujuan negara, hak-hak mayoritas dan minoritas,

  civil society , dan konstitusionalisme.Kemampuan untuk mengidentifikasi bahasa dan simbol-simbol emosional juga sangat penting bagi seorang warga negara.

  Mereka harus mampu menangkap dengan jelas maksud-maksud hakiki dari bahasa dan simbol-simbol emosional yang digunakan.

  Pengembangan dimensi civic skills dilandasi oleh civic knowledge. Dimensi civic skills ini dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan “…the

  knowledge and skills required to participate effectively, practical experience in participation design to foster among students a sense of competence and efficay

  ”, dan mengembangkan “…an understanding fo the importance of citizen

  participation

  ” (Quigley, dkk, 1991:39), yakni pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berperanserta secara efektif dalam masyarakat, pengalaman berperanserta yang dirancang untuk memperkuat kesadaran berkemampuan dan berprestasi unggul dari siswa, dan mengembangkan pengertian tentang pentingnya peran serta aktif warga negara. Untuk dapat berperan serta secara aktif tersebut diperlukan “a knowledge of the fundamental concepts, history, contemporary

  events, issues, and facts related to the matter and capacity to apply this knowledge to the situation; a disposition to act in accord with the traits of civic characters; and a commitment to the realization of the fundamental values and principles

  ” (Quigley, dkk: 1991:39). Yang dimaksud adalah pengetahuan tentang konsep fundamental, sejarah, isu dan peristiwa aktual, dan fakta yang berkaitan dengan substansi dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan itu secara kontekstual, dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan watak dari warga negara.

2. Komponen Ketrampilan Intelektual

  Menurut Cholisisin (2013), keterampilan kewarganegaraan meliputi:

  a. Unsur Ketrampilan Intelektual Warga Negara

  1. Mengidentifikasi (menandai, menunjukan) dibedakan menjadi ketrampilan: membedakan, mengelompokan/ mengklarifikasikan, menentukan bahwa sesuatu itu asli.

  2. Menggambarkan (memberikan uraian/ilustrasi), misalnya tentang: proses, lembaga, fungsi, alat, tujuan, kualitas.

  3. Menjelaskan (mengklarifikasi/ menafsirkan), misalnya tentang: sebab-sebab terjadinya peristiwa, makna dan pentingnya peristiwa atau ide, alas an bertindak.

  4. Menganalisis, misalnya tentang kemampuan menguraikan, misalnya: unsur- unsur atau komponen-komponen gagasan (ide), proses politik, institusi- institusi, konsekuensi dari ide, proses politik, memilah mana cara dengan tujuan, mana yang merupakan fakta dan pendapat, mana yang merupakan tanggung jawab pribadi dan mana yang merupakan tanggungjawab publik.

  5. Menjelaskan (mengklarifikasi/menafsirkan), misalnya tentang: sebab-sebab terjadinya peristiwa, makna pentingnya peristiwa atau ide, alasan bertindak.

  6. Mengevaluasi pendapat/ posisi: menggunakan kriteria atau standar untuk membuat keputusan tentang: kekuatan dan kelemahan isu/ pendapat, menciptakan pendapat baru.

  7. Mengambil pendapat/ oposisi: dari hasil seleksi dari berbagai posisi, membuat pilihan baru.

  8. Mempertahankan pendapat/posisi: mengemukakan argumentasi berdasarkan asumsi atas posisi yang diprtahankan/ diambil/ dibela, merespon posisi yang tidak disepakati.

3. Komponen ketrampilan Partisipasi

  Menurut Cholisisn (2013), Unsur Ketrampilan Partisipasi warga negara meliputi: a. Unsur Ketrampilan Partisipasi Warga Negara

  1. Berinteraksi terhadap obyek yang berkaitan dengan masalah-masalah publik, yang termasuk dalam ketrampilan ini, antara lain: bertanya, menjawab, berdiskusi dengan sopan santun, menjelaskan artikulasi kepentingan, membangun koalisi, negosiasi, kompromi, mengelola konflik secara damai, mencari konsensus.

  2. Memantau/ memonitor masalah politik dan pemerintahan terutama dalam persoalan-persoalan publik, yang termasuk ketrampilan ini antara lain: menggunakan segala sumber informasi seperti perpustakaan, surat kabar. Internet, TV, dan lain-lain untuk mengetahui persoalan publik, upaya mendapatkan informasi tentang persoalan publik dari kelompok-kelompok kepentingan, pejabat pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah. Misalnya, dengan menghadiri berbagai pertemuan publik, seperti: organisasi pertemuan siswa, komite sekolah, pertemuan desa (BPD), pertemuan wali kota, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainya.

  3. Mempengaruhi proses politik, pemerintah baik secara formal maupun informal yang termasuk ketrampilan ini antara lain: melakukan simulasi tentang kegiatan kampanye, pemilu, dengar pendapat DPR/ DPRD, pertemuan wali kota, lobby, peradilan; memberikan suara dalam suatu pemilihan; membuat petisi; memlakukan pembicaraan/ memberi kesaksian dihadapan lembaga publik; bergabung/ bekerja dalam lembaga advokasi untuk memperjuangkan tujuan bersama atau pihak lain; meminta atau menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu.

4. Kecakapan kewarganegaraan bagi siswa:

  Menurut Cholisisn (2013), Unsur Kecakapan kewarganegaraan bagi siswa, meliputi:

  1. Religius Pemikiran, perkataan dan perbuatan, seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan / atau ajaran agamanya. Indikatornya: memberi salam, berdoa sertiap mengawali kegiatan/ melaksanakan tugas; menghormati setiap sikap, tindakan dan kebijaksaan untuk melaksanakan nilai- nilai ketuhanan atau nilai agamanya; menolak sikap, tindakan atau kebijakan yang menyimpang atau menodai agama; tawakal.

  2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipetrcaya dalam perkataan, tidakan dan pekerjaan, baik terdapat diri dan pihak lain. Indikatornya: berkata secara benar atau suatu dengan fakta; bertindak berdasarkan prinsip yang diyakininya/hati nurani atau norma-norma social yang berlaku; bekerja berdasarkan mandate atau kewenangan yang dimiliki.

  4. Cerdas Pikiran dan perilaku yang berupa reksi yang cepat dan akurat terhadap pengalaman baru, membuat pengalaman dan pengetahuan yang bdilmiliki telah siap dipakai apabila dihadapkan dan pada fakta atau kondisi baru.

  5. Tangguh Sikap dan perilaku pantang menyerah/ tidak mudah putus asa dalam menghadapiberbagai kesulitan yang melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi dan berhasil meraih tujuan yang menjadi tugasnya atau yang diinginkanya, juga kuat terhadap pendirinya, ketika kata hati menuntunya.Indikatornya sikap dan perilaku menyerah atau tidak mudah putus asa dalam menghadapi berbagai kesulitan dan melaksanakan kegiatan atau tugas; mampu mengatasi dan berhasil mengatasi dan berhasil meraih tujuan yang menjasi tugasnya atau yang diinginkanya; berpendirian kuat berdasarkan hati nurani.

  6. Peduli Sikap dan perilaku yang berupa perhatian (simpati, empati) dan memberikan kesediaan memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan kepada orang lain atau kelompok agar kehidupannya lebih baik, khususnya bagi mereka yang tidak beruntung atau menghadapi masalah-masalah publik (kelaparan, kekuarangan air minum, korban pelanggaran HAM, pencemaran lingkungan,dsb.) Indikatornya: Sikap simpati dan empati bagi orang lain atau kelompok yang kurang beruntung dalam kehidupannya; Memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan baik secara fisik, mental dan finasial terhadap orang lain atau kelompok yang kurang beruntung dalam kehidupannya.

  7. Demokratis Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain baik dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial.Indikatornya: mengemukakan pendapat sendiri; memaparkan suatu informasi yang penting kepada khalayak umum; menilai kritis pendapat orang lain; bersedia melakukan koalisi, negoisasi, kompromi, dan konsensus (musyawarah untuk mufakat); bersikap hangat dan mau kerjasama terhadap orang atau kelompok lain; berpikir terbuka (mau menerima ide baru atau pendapat orang lain walaupun berbeda); emosinya terkendali(misalnya: menghindari argumentasi yang bermusuhan, sewenang-wenang dan tidak masuk akal); toleran terhadap ketidak pastian ( ketidak cukupan informasi atau ketegangan nilai); berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah-masalah publik (termasuk aktif dalam kegiatan sekolah); menyerasikan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umum.

  8. Nasionalis Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,dan politik bangsanya. Dalam nasionalisme berarti ada pengahayatan dan kepedulian serta turut bertanggung jawab atas semua masalah Negara

  • – Bangsa; dengan perkataan lain, memperlakukan dan menyikapi suka duka kolektif (nasional) sebagai keprihatinan pribadi (individual), dan siap sedia membela Negara – Bangsa. Indikatornya: Berbahasa Indonesia secara lisan dan tulisan yang baik misalnya: mengemukakan mengemukan pendapat (kritik sosial dan kontrol sosial) dan menulis surat kepada pejabat publik atau surat pembaca dalam suarat kabar dengan bahasa Indonesia yang baik; Memiliki rasa setia
kawan terhadap sesama anak bangsa ; Kemandirian dalam mengolah SDA (membuat biopori, menanam pohon, membuat kerajinan tangan berdasarkan bahan dari lingkungan sekitar, dsb); Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai dan keseniaan di daerah masing-masing maupun nasional (misalnya: memakai pakaian tradisional, menyanyikan lagu-lagu daerah, dsb.); Kemandirian dalam berekonomi (menabung, lebih mengutamakan memakai produk lokal baik dalam hal pakaian, makanan dan alat-alat kebutuhan belajar yang lain, dsb); Memelihara dan mengembangkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika (misalnya: melakukan upacara bendera, hari-hari besar nasional, menyanyikanlagu-lagu kebangsaan, dsb.).

  9. Patuh pada aturan sosial Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.Indikatornya: menghormati hukum dan norma yang lain (mematuhi hukum dan norma yang lain bahkan ketika ia tidak menyepakatinya); berpartisipasi aktif melakukan tindakan dengan cara-cara damai dan legal untuk mengubah hukum yang tidak arif dan adil( hukum yang diskriminatif pincang/tidak seimbang dan merampas hak/dzalim).

  10. Sadar akan hak dan kewajiban orang lain Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.

  Mencakup dalam pengetian ini menghormati hak orang lain bahwa mereka memiliki kedudukan yang sama dalam pemerintahan (untuk posisi memerintah dan posisi diperintah) dan sama di mata hukum (equality before the law), dan dalam kemerdekaan mengeluarkan pendapat.

  11. Bertanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social dan budaya), negara dan Tuhan YME. Indikatornya: Bertanggungjawab secara moral, misalnya merasa malu (shame culture) dan merasa bersalah (guilt culture) yang diikuti dengan selalu bersedia meminta maaf, melakukankebaikan dan tidak mengulangi lagi perbuatannya;

  Bertanggungjawab atas dasar pertimbangan kepercayaan publik/masyarakat (politis),misalnya bersedia memberikan informasi secara terbuka tentang tugas yang dilakukan dan bersedia mengundurkan diri jika hal itu merupakan jalan keluar yang terbaik bagi kepentingan umum; Bertanggungjawab secara hukum, misalnya bersedia dikenai sanksi hukum yang berlaku apabila telah terbukti melanggar peraturan; Bertanggungjawab dalam konteks lingkungan, misalnya yang dilakukan tidak berakibat merusak lingkungan alam sekitarnya, misalnya: polusi, pencemaran lingkungan dsb.

  12. Berfikir kreatif, logis dan inivatif.

  Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.

  Indikatornya: Memaparkan pendapat didasarkan pada fakta empiris; Menunjukkan kekuatan dan kelemahan suatu isu tertentu baik berupa kritik sosial (dalam rangka mempengaruhi pendapat umum) maupun kontrol sosial (dalam rangka meluruskan dari penyimpangan terhadap norma-norma sosial untuk mewujudkan ketertiban dan keharmonisan sosial); Memaparkan cara atau hasil baru dan mutakhir dari apa yang telah dimiliki.

5. Kecakapan Kewarganegaraan bagi Masyarakat:

  Menurut Cholisisn (2013), Kecakapan Kewarganegaraan bagi masyarakat, meliputi: a. Menjadi anggota masyarakat yang independen (mandiri)

  Karakter ini merupakan kepatuhan secara suka rela terhadap peraturan yang berlaku dan bertanggung jawab atas konsekuensi yang timbul dari perbuatnya serta menerima kewajiban moral dan legal dalam masyarakat demokratis.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral Melalui Model Value Clarification Technique (VCT) terhadap Hasil Belajar PKn dengan Mempertimbangkan Moral Judgement Siswa K

0 0 6

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral Melalui Model Value Clarification Technique (VCT) terhadap Hasil Belajar PKn dengan Mempertimbangkan Moral Judgement

0 0 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa K

0 0 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Be

0 1 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa Kelas 5 SDN Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa Kelas 5 SDN Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 112

Implementasi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dalam Pembelajaran PKn dengan Menggunakan Value Clarification Approach di Sekolah Dasar - Universitas Negeri Padang Repository

0 0 7

Pelatihan Pendekatan Value Clarification Technique Model Matriks dalam Pembelajaran PKn-IPS bagi Guru SD Kecamatan Talawi Sawahlunto - Universitas Negeri Padang Repository

0 0 8

Pembelajaran PPKn Dengan Value Clarification Technique Berbantuan Role Playing Terhadap Keterampilan Intelektual Siswa SMA - UNUSA Repository

0 0 9

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Value Clarification Technique Terhadap Civic Disposition Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Teras Boyolali Tahun Ajaran 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 20