BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa K

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran PKn

2.1.1.1 Hakikat PKn

  PKn atau Civic Education (Winataputra, 2007: 21) adalah proses pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan cita-cita, nilai, dan prinsip demokrasi konstitusional negaranya melalui berbagai bentuk interaksi dalam praksis demokrasi di sekolah dan dalam masyarakat.

  Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mata pelajaran PPKn berubah menjadi PKn sebagai mata pelajaran kewarganegaraan (citizenship). Mata pelajaran ini memfokuskan pada pembentukan diri yang beragama (agama, sosial-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa) untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikannya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

  Zamroni (Ubaedillah dan Rozak, 2008: 6) menyebutkan bahwa PKn merupakan suatu pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat agar berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru tentang kesadaran bahwa demokrasi merupakan bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Somantri (Ubaedillah dan Rozak, 2008: 8) menyebutkan bahwa PKn ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:

1. Civic education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah.

  2. Civic education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.

  3. Dalam civic education, termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat pribadi, dan syarat-syarat objektif untuk hidup bernegara.

  Tujuan PKn menurut Ubaedillah dan Rozak (2008: 10) adalah untuk membangun karakter (character building) bangsa yang antara lain: 1) membentuk kecakapan partisipatif warga negara yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; 2) menjadikan warga negara yang cerdas, aktif, kritis, dan demokratis, tetapi tetap memiliki komitmen menjaga persatuan dan integritas bangsa; 3) mengembangkan budaya demokrasi yang berkeadaban, yaitu kebebasan, persamaan, toleransi, dan tanggung jawab. Oleh karena itu, PKn sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia.

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa PKn merupakan pendidikan yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia karena bertujuan mempersiapkan warga masyarakat untuk berpikir kritis dan bertindak demokratis, yang ditanamkan melalui program-program sekolah.

2.1.1.2 Pendidikan Kewarganegaraan di SD

  Berdasarkan Permendiknas No. 14 Tahun 2007 (2007:63), mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

  Selain definisi di atas, maka pelajaran PKn juga mempunyai tujuan dalam pelaksanaannya. Tujuan mata pelajaran PKn yang tercantum dalam Permendiknas No. 14 Tahun 2007 (2007: 63) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai

  1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

  2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta antikorupsi.

  3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

  4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain, baik secara langsung mapun tidak langsung, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  Ruang lingkup materi pada mata pelajaran PKn menurut Permendiknas No. 14 Tahun 2007 (2007: 63) meliputi beberapa aspek, yaitu : 1.

  Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

  2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, dan hukum dan peradilan internasional.

  3. Hak asasi manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, kemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

  4. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan rnengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

  5. Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaañ dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

  6. Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi-pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

  7. Pancasila, meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai- nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.

  8. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

  2.1.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn SD

  Menurut Bermawi Munthe (2009: 31) standar kompetensi adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan tercapai dalam mempelajari suatu pembelajaran sedangkan kompetensi dasar adalah jabaran dari standar kompetensi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dikuasai siswa atau dengan kata lain kompetensi dasar adalah kompetensi-kompetensi pendukung atau penentu keberhasilan tercapainya standar kompetensi. Di dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar SD/MI, maka ditetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran PKn SD kelas 5 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 sebagai berikut:

  

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Kelas 5 Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 3.

  3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi Memahami kebebasan berorganisasi

  3.2 Menyebutkan contoh organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat

  3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih organisasi di sekolah

  4. Menghargai

  4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama keputusan bersama

  4.2 Mematuhi keputsan bersama

2.1.1.4 Materi Nilai yang dapat Dipatuhi dalam Berorganisasi 1.

  Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

  2. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

  3. Kerja Keras Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

  4. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

  5. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

  6. Bersahabat / Komunikatif Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

  7. Cinta Damai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

  8. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.1.5 Standar Proses Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

  Standar proses digunakan sebagai acuan dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran serta melakukan penilaian. Berikut adalah standar proses KTSP berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007: a.

  Prinsip-Prinsip Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

  Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan standar proses adalah sebagai berikut:

  1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik. RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuansosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

  2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik. Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untukmendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dansemangat belajar.

  3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis. Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan 4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,pengayaan, dan remedi.

  5. Keterkaitan dan keterpaduan. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK,KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaiankompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik,keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

  6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

  b.

  Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

  Elaborasi 1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.

  b.

  5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,studio, atau lapangan.

  3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.

  Eksplorasi 1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber. 2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,dan sumber belajar lain.

  2. Kegiatan Inti a.

  d.

   Pelaksanaan Pembelajaran Implementasi dari rancangan pembelajaran harus tetap mengacu pada

standar proses. Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan standar proses harus

dilakukan melalui 3 (tiga) tahap yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan

kegiatan penutup. Kegiatan inti dibagi kembali menjadi 3 (tiga) yaitu eksplorasi,

elaborasi dan konfirmasi. Berikut uraian masing-masing tahapan yang harus

dilaksanakan guru berdasarkan standar proses:

  Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akandicapai.

  c.

  Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

  b.

  Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

  1. Kegiatan Pendahuluan a.

4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatanpembelajaran.

  2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain- lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis. 3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut. 4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif. 5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar. 6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan

baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.

7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok. 8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival,serta produk yang dihasilkan. 9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

  c.

  Konfirmasi 1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik.

  2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. 3)

  Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. 4)

  Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.

3. Kegiatan Penutup a.

  Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/ simpulan pelajaran.

  b.

  Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. d.

  Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.

  e.

  Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

  c.

  Penilaian Hasil Pembelajaran Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk

mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai

bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses

pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram

dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan

kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau

produk,portofolio, dan penilaian diri.

2.1.2 Model Konvensional Ceramah

  Model konvensional adalah pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru ke siswa, metode pembelajaran konvensional ini salah satunya yaitu ceramah.

  Metode ceramah adalah suatu bentuk metode yang dilaksanakan oleh guru dengan memberikan sejumlah informasi kepada sejumlah siswa, baik di dalam atau di luar ruangan (Soegeng Santoso dalam Etin Solihatin, 2013: 122). Menurut

  

James Popham, metode ceramah sebagai metode mengajar dimana guru

menyajikan informasi secara lisan (Etin Solihatin, 2013: 122).

  Metode ceramah lebih banyak dipergunakan dikalangan dosen, karena dosen memberikan kuliah mimbar dan disampaikan dengan ceramah dengan pertimbangan dosen berhadapan dengan banyak mahasiswa yang mengikuti perkuliahan. Metode ceramah ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan fakta, pada akhir perkuliahan ditutup dengan tanya jawab antara dosen dan mahasiswa, namun demikian pada sekolah tingkat lanjutan metode ceramah dapat dipergunakan oleh guru, dan metode ini divariasi dengan metode lain (Martinis Yamin, 2007: 139-140).

  Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode ceramah sebagai suatu bentuk interaksi belajar mengajar yang dilakukan melalui penjelasan secara lisan oleh guru terhadap kelompok siswa. Guru menjadi pusat tumpuan keberhasilan metode ceramah, dan komunikasi yang dilakukan hanya searah yakni dari guru kepada siswa. Dengan demikian akibat dari komunikasi searah dalam metode ini, maka guru haruslah memiliki keterampilan menjelaskan (explaining

  

skills ) dan kemampuan memilih dan menggunakan alat bantu penjelasan yang

tepat.

  Kecenderungan guru menganggap metode ceramah sebagai metode pembelajaran yang paling mudah. Anggapan demikian sebenarnya kurang tepat (PPPG IPS dan PMP Malang, 2006:49) memandang bahwa

  Mc. Leish

  keberhasilan metode ceramah tergantung harapan siswa. Jika siswa menyukai, maka penggunaan metode ceramah akan berfaedah, sebaliknya jika siswa tidak menyukai, maka penggunaan metode ceramah akan menemui kegagalan.

2.1.2.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah

  Berdasarkan hasil penelitian para ahli, Mc Keachi, Verner dan Dickinson,

  

Blight , Costin, Mc. Leish, dalam Glage dan Berliner, memberikan kesimpulan

  dari kajian mereka terhadap berbagai studi tentang metode ceramah, yakni, 1) metode ceramah sesuai digunakan bila tujuan dasar pembelajaran adalah penyampaian informasi baru, isi pelajaran langka, misalnya penemuan baru, isi pelajaran diorganisasikan dan disajikan dalam sebuah cara khusus untuk kelompok tertentu, membangkitkan minat terhadap mata pelajaran, isi pelajaran tidak diperlakukan untuk diingat dalam waktu yang lama, dan untuk mengantar penggunaan metode mengajar yang lain dan pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar, 2) metode ceramah tidak sesuai digunakan bila tujuan pembelajaran bukan tujuan perolehan informasi, isi pelajaran bila diingat dalam jangka waktu yang lama, isi pelajaran kompleks, rincian atau abstrak, pencapaian tujuan yang mempersyaratkan partisipasi siswa, tujuan kognitif tingkat tinggi, yang mencakup analisis, sintesis, dan evaluasi, dan para siswa yang intelegensi atau pengalaman pendidikannya rata-rata atau di bawah rata-rata. Dengan demikian metode ceramah haruslah dipahami sebagai metode yang tidak mudah, karena jumlah pendengar (siswa) banyak, menyajikan penemuan baru, membangkitkan semangat dan merangsang imajinasi, bukanlah pekerjaan mudah. Padahal seringkali metode ceramah yang guru lakukan sebetulnya menarik, berbalik menjadi penyajian yang menjemukan (Etin Solihatin, 2013: 123).

  Martinis Yamin (2007:140) menjelaskan bahwa metode ceramah dapat dilakukan oleh guru:

  1. Untuk memberikan pengarahan, petunjuk di awal pembelajaran, 2.

  Waktu terbatas, sedangkan materi / informasi banyak yang akan disampingkan,

  3. Lembaga pendidikan sedikit memiliki staf pengajar, sedangkan jumlah siswa banyak.

  Sedangkan keterbatasan metode ceramah menurut Martinis Yamin (2007:140) sebagai berikut: 1.

  Keberhasilan siswa tidak terukur, 2. Perhatian dan motivasi siswa sulit diukur, 3. Peran serta siswa dalam pembelajaran rendah, 4. Materi kurang terfokus, 5. Pembicaraan sering melantur.

2.1.2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Metode Ceramah

  Etin Solihatin (2013:124) menjelaskan ada empat langkah pemakaian metode ceramah meliputi:

1. Tahap persiapan ceramah

  Tahap persiapan ceramah mencakup, mengorganisasi isi pelajaran yang akan diceramahkan, memilih dan mempersiapkan media instruksional atau alat bantu yang akan digunakan dalam ceramah.

  2. Tahap awal ceramah Tahap awal ceramah mencakup, peningkatan hubungan guru-siswa, peningkatan perhatian siswa, mengemukakan pokok-pokok isi ceramah.

  3. Tahap pengembangan ceramah Tahap pengembangan ceramah mencakup memberi keterampilan secara singkat dan jelas, mempergunakan papan tulis, menerangkan kembali dengan menggunakan istilah atau kata-kata yang yang lebih jelas, memperinci dan memperluas keadaan, memberikan balikan (feed back) sebanyak-banyaknya selama berceramah, mengatur alokasi waktu ceramah.

  4. Tahap akhir ceramah Melakukan tanya jawab dan mengadakan evaluasi untuk mengevaluasi keberhasilan proses pembelajaran.

  Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa secara singkat langkah-langkah model konvensional ceramah adalah:

  1. Menyampaikan materi pokok.

  2. Guru menjelaskan materi.

  3. Guru memberikan pertanyaan.

  4. Guru menjawab pertanyaan siswa.

  5. Memberikan tes.

2.1.3 Pembelajaran VCT

2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran VCT

  Pembelajaran VCT adalah teknik pengajaran untuk membentuk siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa (Wina Sanjaya, 2011: 283). Perhatian guru pada siswa dalam mempelajari ilmu pengetahuan saja belum cukup, guru harus lebih aktif membantu siswa mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Guru harus mampu membina keaktifan siswa dalam pembelajaran antara lain melalui pertanyaan yang menggugah analisis siswa.

  Menurut Sutarjo Adisusilo (2012:141) “model VCT adalah pembelajaran pendidikan nilai dimana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan, mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya

  ”. Peserta didik dibantu menjernihkan, memperjelas atau mengklarifikasikan nilai-nilai hidupnya, lewat values problem solving, diskusi, dialog dan presentasi. Misalnya peserta didik dibantu menyadari nilai hidup mana yang sebaiknya diutamakan dan dilaksanakan, lewat pembahasan kasus-kasus hidup yang sarat dengan konflik nilai atau moral. Hall (Sutarjo Adisusilo, 2012:145) mengartikan teknik klarifikasi nilai (VCT) sebagai berikut:

  By value clarification we mean a methodology or process by which we help a person to discover values through behavior, feelings, ideas, and through important choices he has made and is continually, in fact, acting upon in and through his life.

  Dengan klarifikasi nilai, peserta didik tidak disuruh menghafal dan tidak “disuapi” dengan nilai-nilai yang sudah dipilihkan pihak lain, melainkan dibantu untuk menemukan, menganalisis, mempertanggungjawabkan, mengembangkan, memilih, mengambil sikap dan mengamalkan nilai-nilai hidupnya sendiri.

  Strategi VCT dimulai dengan adanya beberapa konflik/problema yang meragukan dan membingungkan siswa atau belum tercapainya semua kriteria bagi seorang individu yang memiliki nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Guru yang menggunakan strategi value clarification harus menyajikan problema yang dapat mendorong siswa mengidentifikasi nilai-nilai sendiri atau memecahkan problema yang mengandung 2 macam nilai yang saling bertentangan. Siswa mungkin terlibat dalam menyelidiki problema, mendiskusikan problema dalam kelompok- kelompok kecil atau diskusi kelas, dan kemudian meringkas serta merumuskan pandangan-pandangannya sendiri.

  Dengan demikian teknik VCT adalah cara yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk membina dan menanamkan sikap dan nilai-nilai tertentu agar terjadi perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih baik.

2.1.3.2 Tujuan VCT

  Amri dan Ahmadi (2010:208) mengemukakan pengertian strategi pembelajaran afektif sebagai strategi yang tidak hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya yaitu sikap dan keterampilan afektif. Menurut Douglas Superka (Zaim Elmurabok, 2008:70), model VCT memiliki tiga tujuan, yaitu: 1.

  Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain;

  2. Membantu siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain berhubungan dengan nilai-nilai mereka sendiri;

  3. Membantu siswa supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.

  Wina Sanjaya (2011:284) juga mengemukakan tujuan dari model VCT, yaitu:

1. Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang nilai; 2.

  Membina kesadaran tentang nilai-nilai yang dimilikinya, baik tingkatan maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulan; 3. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu dengan cara yang rasional dan diterima siswa sehingga pada akhirnya nilai-nilai tersebut akan menjadi milik siswa; 4. Melatih siswa menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap suatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.

  Sedangkan Sutarjo Adisusilo (2012:142) mengemukakan bahwa tujuan dan kegunaan Teknik Klarifikasi Nilai (TKN / VCT) ialah:

  1. Membantu peserta didik untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain;

  2. Membantu peserta didik agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berkaitan dengan nilai-nilai yang diyakininya;

  3. Membantu peserta didik agar mampu menggunakan akal budi dan kesadaran emosionalnya untuk memahami perasaan, nilai-nilai dan pola tingkah lakunya sendiri.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dan kegunaan Teknik Klarifikasi Nilai adalah pembelajaran yang tidak hanya bertujuan untuk mencapai tujuan kognitif saja, tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya yaitu membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam mempelajari suatu peristiwa sejarah melalui proses menganalisa nilai yang sudah ada serta mengetahui kesadaran siswa terhadap suatu nilai, membina, dan menanamkan nilai atau sikap, meningkatkan sikap atau nilai untuk mengambil keputusan dengan mengetahui alternatif-alternatif dan segala konsekuensi-konsekuensinya.

2.1.3.3 Kelebihan dan Kelemahan VCT

  (Sutarjo Adisusilo, 2012:151) menulis ada enam alasan mengapa

  Casteel

  pendidikan sebaiknya menggunakan VCT dalam pembelajaran nilai di kelas, yaitu: a.

  Value clarification enhances the ability of students to communicate their ideas, beliefs, values, and feelings.

  b.

  Value clarification enhances the ability of students to empathize swith

  other person, especially those circumstances may differ significantly from their own.

  c.

  Value clarification enhances the ability of students to resolve problems as they arise.

  d.

  Value clarification enhances the ability of students to assent and dissent as a member of a social group. e.

  Value clarification enhances the ability of students to engage in decision making.

  f.

  Value clarification enhances the ability of students to hold and use consistent beliefs and disbeliefs. Jadi, secara singkat Casteel (Sutarjo Adisusilo, 2012:151) mau menegaskan bahwa

  VCT amat berguna bagi peserta didik untuk mengomunikasikan keyakinan, nilai hidup, cita-cita pribadi pada teman sejawat; berlatih berempati pada teman lain bahkan yang mungkin berbeda keyakinannya; berlatih memecahkan persoalan dilema moral; berlatih untuk setuju atau menolak keputusan kelompok; berlatih terlibat dalam membuat keputusan ataupun mempertahankan atau melepas keyakinannya.

  Menurut Cheppy (Sutarjo Adisusilo, 2012:152), kekuatan pendekatan ini terutama memberikan penghargaan yang tinggi kepada peserta didik sebagai individu yang mempunyai hak dan kebebasan untuk memilih, menentukan sikap dan bertindak berdasarkan kepada nilainya sendiri.

  Adisusilo (2012:152) mengungkapkan bahwa VCT memiliki kelebihan diantaranya: a.

  Membantu siswa untuk berproses menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain.

  b.

  Membantu siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri.

  c.

  Membantu siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku mereka sendiri dan akhirnya didorong untuk menghayatinya.

  Sedangkan menurut A. Kosasih Djahiri (1979:28), kelebihan dari model

  VCT antara lain sebagai berikut: a.

  Mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral.

  b.

  Mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan dari materi yang disampaikan. c.

  Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata.

  d.

  Mampu mengundang, melibatkan, membina, dan mengembangkan potensi siswa, terutaa afektualnya.

  e.

  Mampu memberikan pengalaman belajar ddalam berbagai kehidupan.

  f.

  Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral yang ada di dalam diri seseorang.

  g.

  Menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan beroral tinggi.

  Sama halnya dengan pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan ini juga mengandung kelemahan sebab dapat menampilkan bias budaya barat. Dalam pendekatan ini, kriteria benar-salah dapat relatif, karena sangat mementingkan nilai perseorangan. VCT memang dikembangkan dalam budaya barat yang cenderung amat individualistis dan liberal. Oleh sebab itu, seorang pendidik harus bijak dalam memberi pendampingan agar dalam pemilihan, penentuan nilai, peserta didik tidak tercabut dari akar budayanya.

2.1.3.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Klarifikasi Nilai/ VCT

  Beberapa ahli mengemukakan tentang langkah-langkah pengajaran yang menggunakan VCT. Menurut Hall dan Simon (Sutarjo Adisusilo, 2012:147) ada tiga proses klarifikasi nilai, yaitu sebagai berikut.

  1.

  1. Memilih Memilih dengan bebas 2.

  Memilih dari berbagai alternatif 3. Memilih berbagai alternatif setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya

  2.

  4. Menghargai / Menghargai dan merasa bahagia dengan pilihannya menjunjung

  5. Bersedia mengakui/menegaskan pilihannya itu di depan tinggi umum

  3.

  6. Bertindak Berbuat/berperilaku sesuatu sesuai dengan pilihannya 7.

  Berulang-ulang bertindak sesuai dengan pilihannya itu hingga akhirnya merupakan pola hidupnya. Ketiga proses klarifikasi nilai tersebut, dirinci ke dalam tujuh subproses oleh Hall dan Raths (Sutarjo Adisusilo, 2012:147), yaitu:

  1. Memilih dengan bebas.

  Memilih nilai secara bebas berarti bebas dari segala bentuk tekanan. Lingkungan dapat memaksakan sesuatu nilai pada seseorang yang sebenarnya tidak disukainya. Adakalanya lingkungan menuntut untuk melakukan sesuatu yang tidak berdasarkan keyakinan. Hal yang demikian belum merupakan nilai yang sesungguhnya. Nilai yang sesungguhnya adalah nilai yang dipilih secara bebas. Karena itu nilai-nilai yang ditanamkan pada masa kanak-kanak belum merupakan nilai yang sesungguhnya bagi anak yang bersangkutan; itu baru indikator nilai atau benih nilai yang dapat berkembang menjadi nilai yang dapat berkembang menjadi nilai yang sesungguhnya.

  2. Memilih dari berbagai alternatif.

  Memilih secara bebas mengandaikan ada berbagai alternatif. Kalau tidak ada alternatif pilihan, maka tidak ada kebebasan memilih.

  3. Memilih sesudah mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing alternatif.

  Memilih nilai berarti menentukan suatu nilai sesudah mempertimbangkan konsekuensi dari semua alternatif yang ada. Tidak mengetahui akibat suatu alternatif berarti tidak mengetahui apa yang akan terjadi dan apa akibatnya; jika demikian seseorang tidak bebas memilih. Sebaliknya jika seseorang mengetahui akibat-akibat dari alternatif yang ada, maka dia dapat memilih dengan lebih tepat. Dapat terjadi bahwa akibat pilihan tidak ada pilihan bebas, tetapi apabila orang sudah menyadari akibat-akibat pilihannya, maka dia harus mempertimbangkan pilihannya kembali.

  4. Menghargai dan senang dengan pilihan yang dibuat.

  Nilai adalah sesuatu yang dianggap positif: dihargai, dihormati, dijunjung tinggi, diagungkan, dipelihara. Nilai membuat orang senang, gembira, bersyukur. Kalau menentukan pilihannya dan ternyata sesudah melakukan atau mengalami pilihannya itu dia menjadi gembira atau senang maka dia menemukan nilai bagi dirinya. Tetapi kalau orang menjadi murung, sedih karena pilihannya, maka kiranya dia telah keliru dalam menentukan pilihannya. Jadi, kalau seseorang memilih sesuatu nilai, seharusnya dia merasa bahagia, senang atas pilihannya.

  5. Bersedia mengakui pilihan di muka umum.

  Kalau nilai dijunjung tinggi, dihargai dan membuat orang bahagia atau senang maka orang tentu bersedia mengakui, menyatakannya kepada orang lain. Kalau orang menjunjung tinggi suatu nilai, maka orang yang bersangkutan bisa diharapkan akan mengomunikasikan kepada orang lain.

  6. Berperilaku sesuai dengan pilihan.

  Agar sesuatu benar-benar merupakan nilai bagi seseorang, maka sikap hidup, tindakan yang bersangkutan harus berdasarkan nilai itu; nilai itu harus diwujudkan atau tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya. Salah satu pertanyaan yang perlu diajukan untuk melihat apakah sesuatu sudah merupakan nilai yang sesungguhnya ialah pertanyaan ini: “ Apakah saya sudah bertindak berdasarkan nilai yang saya pilih, atau apakah pilihan masih merupakan sesuatu yang sedang saya pertimbangkan?”. Kalau orang belum mewujudkannya dalam sikap atau tingkah lakunya, belum bertindak sesuai dengan pilihannya itu, maka nilai tersebut belum merupakan nilai yang sesungguhnya; hal yang dikatakan sebagai nilai itu hanyalah suatu keinginan, gagasan, impian saja. Dengan klarifikasi nilai, orang dibantu untuk dapat membedakan apa yang dilakukannya dan apa yang diinginkannya, dirasakannya atau dipikirkannya. Tindakan seseorang mencerminkan nilai yang dianut, yang diyakininya; dia bertindak dan mengambil keputusan sesuai dengan nilainya. Dengan demikian, nilai itu memberikan arah pada hidupnya. Bobot suatu nilai dapat juga diukur dengan melihat berapa banyak waktu yang digunakan untuk memperhatikan nilai tertentu, berapa banyak tenaga yang dicurahkan demi nilai yang dianutnya, dan seberapa banyak hartanya yang dikorbankan demi nilai yang diyakininya.

  7. Berulang-ulang berperilaku sesuai dengan pilihan sehingga terbentuk suatu pola hidup.

  Agar sesuatu sungguh-sungguh merupakan nilai bagi seseorang, maka bertindak berdasarkan nilai yang diyakininya, dan ini berulang-ulang sehingga merupakan pola hidupnya. Dalam tahapan ini nilai bukan saja dipahami, dimengerti (kognitif), diyakini kebenarannya (afektif), tetapi diwujudkan (psikomotor) dalam perbuatan atau tindakan hidup.

  Jadi ketujuh subproses atau aspek tersebut harus ada agar sesuatu benar- benar merupakan nilai bagi seseorang. Dengan kata lain, ketujuh subproses itulah yang dipandang sebagai kriteria untuk menentukan apakah sesuatu itu merupakan nilai yang sesungguhnya (true value) bagi orang yang bersangkutan. Kalau ada yang berkurang, maka itu belum merupakan nilai yang sesungguhnya, itu baru merupakan indikator nilai (a value indicator).

2.1.4 Media Video Interaktif

  Menurut Briggs (Hamdani, 2010:243) “media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri atau buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar), foto, gambar, televisi, dan komput er”.

  Sanjaya (Hamdani, 2010: 244) menyatakan bahwa “media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Media tidak hanya berupa alat atau bahan, tetapi juga hal-hal lain yang memungkinkan si swa memperoleh pengetahuan”. (Iswidayati, 2010: 2) mengatakan media pembelajaran adalah

  Schramm

  teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran dan mempengaruhi efektivitas pembelajaran. Beberapa media yang dikenal dalam pembelajaran antara lain : media visual (gambar atau foto, sketsa, diagram, bagan/chart, kartun, poster, peta dan globe, papan planel, papan buletin), media audio (radio, alat perekam magnetik atau tape recorder), media proyeksi diam (film bingkai, film rangkai, OHP (overhead projector), opaque projektor,

  

mikrofis ), media proyeksi gerak dan audio visual (film gerak, film gelang atau

film loop, program tv, video), multimedia, benda.

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali.

  Menurut Kemp & Dayton (Arsyad, 2001:19) media pembelajaran memiliki tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan dan kelompok yang pendengarnya dalam jumlah besar, yaitu 1) memotivasi minat atau tindakan 2) menyajikan informasi 3) memberi instruksi.

  Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan beberapa fungsi dari media pembelajaran adalah

  1. Menjembatani antara guru dan siswa dalam rangka menyampaikan materi bahan ajar

  2. Membantu siswa memahami bahan ajar 3.

  Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan pembelajaran 4. Mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu 5. Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka.

  Raharjo (Iswidayati, 2010: 15) menjelaskan kelebihan menggunakan media dalam pembelajaran. Adapun kelebihan media dalam pembelajaran antara lain : 1.

  Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga lebih jelas dipahami siswa sehingga memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.

  2. Metode mengajar akan lebih bervariasi 3.

  Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar 4. Motivasi belajar dari pada siswa dapat ditumbuhkan / dinaikkan 5. Dapat mengatasi sifat pasif dari para siswa.

  Arsyad (Rusman, 2011:218) mengemukakan “video merupakan serangkaian gambar gerak yang disertai suara yang membentuk satu kesatuan yang dirangkai menjadi sebuah alur, dengan pesan-pesan didalamnya untuk ketercapaian tujuan pembelajaran yang disimpan dengan proses penyimpanan pada media pita dan disk ”.

  Video merupakan media yang cocok sebagai media pembelajaran di kelas. Di kelompok kecil, maupun secara individual. Bukan saja diberikan kepada anak- anak normal tetapi juga kepada anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak tunagrahita ringan. Media video ini tidak hanya dapat dilihat tetapi juga dapat didengar. Fungsi lain dari video adalah dapat menarik minat, perhatian siswa, memperjelas sajian ide dan mengilustrasikan sehingga anak tidak cepat lupa. Disamping itu secara ekonomis video termasuk media yang relatif lebih murah baik harga maupun pengoperasiannya.

  Menurut Seels dan Glasgow (Arsyad, 2002:36) media pembelajaran interaktif adalah suatu sistem penyampaian pengajaran yang menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian komputer kepada penonton (siswa) yang tidak hanya mendengar dan melihat video dan suara, tetapi juga memberikan respon yang aktif, dan respon itu yang menentukan kecepatan dan sekuensi penyajian.

  Dari pengertian video dan pengertian interaktif di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa media video interaktif adalah serangkaian gambar gerak yang disertai suara yang membentuk satu kesatuan yang dirangkai menjadi sebuah alur, dengan pesan-pesan didalamnya untuk ketercapaian tujuan pembelajaran dan membuat pembelajaran menjadi lebih aktif dan menciptakan interaksi dua arah antara siswa dengan guru ataupun siswa dengan lingkungannya.

2.1.5 Sintaks Metode Ceramah berbantu Media Video Interaktif dalam Pembelajaran PKn berdasarkan Standar Proses

  Berdasarkan langkah-langkah metode ceramah, dapat dibuat sintaks metode pembelajaran ceramah sesuai standar proses sebagai berikut:

  1) Kegiatan pendahuluan 1.

  Siswa mencatat dan membuat rangkuman dari penjelasan guru.

  Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.

  Kegiatan penutup 1.

  3. Guru memberikan apresiasi atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan siswa dan memotivasi siswa yang kurang aktif. 3)

  2. Siswa dan guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.

  Guru membantu menguatkan jawaban masing-masing siswa.

  Konfirmasi 1.

  c.

  4. Siswa mencocokan hasil jawabannya.

  3. Siswa berlatih mengerjakan soal-soal latihan.

  2. Siswa menanyakan jika ada materi yang kurang jelas.

  Elaborasi 1.

  Siswa mengucapkan salam dan berdoa.

  b.

  3. Siswa melakukan tanya jawab mengenai video yang telah diamati.

  2. Siswa mengamati video interaktif tentang pemilihan organisasi pengurus kelas.

  Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi tugas-tugas tiap pengurus organisasi di sekolah, cara membentuk organisasi di dalam kelas, serta nilai-nilai yang dapat di patuhi dalam berorganisasi.

  Eksplorasi 1.

  Kegiatan inti a.

  6. Guru memeriksa kesiapan siswa. 2)

  5. Siswa mendengarkan penjelaskan guru tentang tujuan pembelajaran.

  4. Guru memberikan beberapa pertanyaan tentang ulasan materi minggu lalu.

  3. Siswa melakukan apersepsi dengan menyanyikan lagu dari sabang sampai merauke.

  2. Presensi kehadiran siswa.

2. Guru membagikan lembar evaluasi.

  3. Siswa mengerjakan lembar evaluasi.

2.1.6 Sintaks Model Pembelajaran VCT berbantu Media Video Interaktif dalam Pembelajaran PKn berdasarkan Standar Proses

  4. Guru memberikan beberapa pertanyaan tentang ulasan materi minggu lalu.

  Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi tugas-tugas tiap pengurus organisasi di sekolah, cara membentuk organisasi di dalam kelas, serta nilai-nilai yang dapat di patuhi dalam berorganisasi.

  a) Eksplorasi 1.

  Kegiatan Inti

  b.

  6. Guru memeriksa kesiapan siswa.

  5. Siswa mendengarkan penjelaskan guru tentang tujuan pembelajaran.

  3. Siswa melakukan apersepsi dengan menyanyikan lagu dari sabang sampai merauke.

  4. Siswa dan guru melakukan refleksi pembelajaran yang telah dilakukan.

  2. Presensi kehadiran siswa.

  Siswa mengucapkan salam dan berdoa.

  Kegiatan Awal 1.

  Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran VCT, dapat dibuat sintak model pembelajaran VCT berbantu media pembelajaran video interaktif sesuai standar proses sebagai berikut: a.

  7. Siswa dan guru menutup pembelajaran dengan mengucap salam.

  6. Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

  5. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mencari cerita-cerita yang berdilema moral dari sebuah video atau berita yang di tonton di TV beserta penyelesaiannya serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk dipresentasikan minggu berikutnya.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament untuk Meningkatkan Kemampuan Kerjasama dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri Kutowinangun 11 Kecamatan Ti

0 12 199

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPAMelalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Berbantuan Media Power Point pada Siswa Kelas IV SD Negeri Popongan Keca

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPAMelalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Berbantuan Media Power Point pada Siswa Kelas IV SD Negeri Popongan Keca

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPAMelalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Berbantuan Media Power Point pada Siswa Kelas IV SD Negeri Popongan Keca

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPAMelalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Berbantuan Media Power Point pada Siswa Kelas IV SD Negeri Popongan Keca

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPAMelalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Berbantuan Media Power Point pada Siswa Kelas IV SD Negeri Popongan Keca

0 1 94

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD N 2 Kayugiyang Kecamatan Garung Kabupaten

0 0 22

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD N 2 Kayugiyan

0 0 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD N 2 Kayugiyang Kecamatan Garung Kabupaten

0 0 63