BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Nur Anisah Utami BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN MEDIS

  1. Definisi Letak sungsang merupakan keadaan di mana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Sarwono, 2002). Presentasi bokong diartikan bahwa bagian terendah janin adalah bokong. Presentasi bokong merupakan suatu keadaan dimana janin dalam posisi membujur/memanjang, kepala berada pada fundus sedangkan bagian terendah adalah bokong (Sumarah dkk, 2009).

  Persalinan sungsang adalah persalinan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) di mana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri sedangkan bokong merupakan bagian terbawah (didaerah pintu atas panggul/simfisis) (Sarwono, 2002).

  Macam-macam presentasi bokong :

  a. Bokong murni (Frank Breech) Bokong murni merupakan bagian terendah janin adalah bokong saja dan kedua tungkai terangkat keatas.

  Gambar : 2.1 Frank Breech Sumber : Maria, 2009

  b. Bokong sempurna (complete breech) Bagian terendah janin adalah bokong dan kedua tungkai/kaki.

  Gambar : 2.2 Complete Breech Sumber : Maria, 2009 c. Bokong tidak sempurna (incomplete breech).

  Bokong tidak sempurna bagian terendah janin adalah bokong dan kaki atau lutut yang terbagi atas : 1) Terdapat kedua kaki disebut letak kaki sempurna. Bila hanya satu kaki disebut kaki tidak sempurna.

  2) Terdapat kedua lutut disebut lutut sempurna. Bila hanya satu lutut disebut lutut tidak sempurna (Sumarah dkk, 2009)

  Gambar : 2.3 Incompete Breech Sumber : Maria, 2009

  Posisi bokong di tentukan oleh sacrum, ada 4 posisi :

  a) Left sacrum anterior (sacrum kiri depan)

  b) Right sacrum anterior (sacrum kanan depan)

  c) Left sacrum posterior (sacrum kiri belakang)

  d) Right sacrum posterior (sacrum kanan belakang) (Sumarah dkk, 2009)

  2. Patofisiolagi : Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan di dalam uterus. Kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatife lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Sehingga janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative berkurang. Bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar dari pada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada di ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Sehingga dapat dimengerti mengapa dalam kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala (Sarwono, 2002).

  3. Etiologi : Faktor-faktor lain yang mempengaruhi adalah : a. Abnormalitas uterus, misalnya ada mioma uteri, uterus bikornis.

  b. Kematian janin/intra uteri fetal death (IUFD) yang sudah lama terjadi.

  c. Kehamilan ganda/gemelli. aktif bergerak, contohnya pada multipara, premature, dan hidramnion.

  e. Kepala tidak dapat engagement/masuk ke dalam pintu atas panggul/PAP misalnya adanya hidrosefalus dimana kepala janin lebih besar dari ukuran normal, anensefali yaitu tidak ada tulang tengkorak janin, panggul sempit, terdapat tumor pelvis atau plasenta previa (Sumarah dkk, 2009).

  4. Prognosis :

  a. Bagi ibu : kemungkinan robekan pada perineum lebih besar, karena dilakukan tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, sehingga mudah terkena infeksi (Sumarah dkk, 2009). Apabila infeksi terjadi terlalu lama dapat mengakibatkan endometritis (Saifuddin, 2002)

  b. Bagi anak : prognosis bagi janin dapat menimbulkan asfiksia karena adanya gangguan peredaran darah plasenta setelah bokong dan perut lahir dimana tali pusat terjepit antara kepala dan panggul (Sumarah dkk, 2009). Perlukaan pada kepala janin juga dapat terjadi karena kepala harus melewati panggul dalam waktu yang lebih singkat dari pada presentasi kepala, sehingga tidak ada waktu bagi kepala untuk menyesuaikan diri dengan besar dan bentuk panggul (Sarwono, 2002)

  5. Diagnosa :

  a. Pemeriksaan palpasi Leopold: Leopold I : fundus teraba kepala, bulat, keras dan melenting. kecil janin. Leopold III : teraba bokong, agak bulat, lunak, tidak melenting (Sumarah dkk, 2009)

  b. Pemeriksaan auskultasi Pemeriksaan auskultasi ini punktum maksimum/letak DJJ yang paling jelas terdengar di atas pusat (Sumarah dkk, 2009).

  c. Pemeriksaan USG Kesan terlihat bayangan kepala pada fundus (Sumarah dkk, 2009).

  d. Pemeriksaan dalam (vaginal toucher) Teraba sacrum, anus, tuber isciadikum, kadang-kadang kaki atau lutut. Perlu diperhatikan perbedaanya dengan presentasi muka. Cara membedakanya dengan melakukan pemeriksaan dalam dan hasilnya sebagai berikut :

  1) Apabila menemukan lubang kecil tanpa tulang, tidak ada hisapan, terdapat mekonium kesimpulannya adalah hal tersebut adalah bokong.

  2) Apabila menemukan lubang, menghisap, lidah, prosesus zigomatikus, maka kesimpulannya hal itu adalah mulut.

  3) Apabila menemukan tumit, sudut 90 derajat dengan jari-jari rata, 4) Apabila menemukan jari-jari panjang tidak rata dan tidak terdapat sudut maka disimpulkan hal tersebut adalah tangan.

  5) Apabila teraba patella dan poplitea maka kesimpulannya adalah lutut (Sumarah dkk, 2009).

  6. Mekanisme persalinan Bokong masuk kedalam rongga panggul dalam garis pangkal paha melintang atau miring. Setelah menyentuh dasar panggul terjadi putaran paksi dalam, sehingga di pintu bawah panggul garis panggul paha menempati diameter anteposterior dan trokanter depan teraba dibawah simfisis, terjadi fleksi lateral pada badan janin, sehingga trokanter belakang melewati perineum dan lahirlah seluruh bokong diikuti oleh kedua kaki. Setelah bokong lahir terjadi putaran paksi luar dengan perut janin berada di posterior yang memungkinkan bahu melewati pintu atas panggul dengan garis terbesar bahu melintang atau miring.

  Terjadi putar paksi dalam pada bahu, sehingga bahu depan berada di bawah simpisis dan bahu belakang melewati perineum. Pada saat tersebut kepala masuk ke dalam rongga panggul dengan sutura sagitalis melintang atau miring, di dalam rongga panggul terjadi putar paksi dalam kepala, sehingga muka memutar ke posterior dan oksiput kearah simfisis, dengan suboksiput sebagai hipomoklion, maka dagu, mulut, hidung, dahi dan seluruh kepala lahir berturut-turut melewati perineum (Sarwono, 2002)

  Berdasarkan jalan yang dilalui, maka persalinan sungsang dibagi menjadi: a. Persalinan pervaginam

  1) Spontan yaitu persalinan yang terjadi sepenuhnya merupakan hal yang terjadi secara spontan dengan tenaga ibu dan kontraksi uterus tanpa dilakukan tarikan atau manipulasi sedikitpun selain memegang janin yang dilahirkan. Jenis persalinan ini disebut persalinan dengan cara bracht. 2) Ekstrasi parsial yaitu persalinan yang terjadi secara spontan sampai umbilicus, tetapi selanjutnya dilakukan ekstraksi. Janin dilahirkan dengan kekuatan ibu, his dan tenaga penolong, misalnya dengan cara klasik, muller, mauritceau.

  3) Ekstrasi total yaitu persalinan yang terjadi dengan cara seluruh tubuh janin di ekstraksi oleh tenaga penolong persalinan.

  b. Persalinan per abdominal : seksio sesarea.

  8. Persalinan presentasi bokong terdapat 3 fase yaitu :

  a. Fase lambat, dilakukan sebelum bokong lahir dengan tetap melakukan pemantauan, jangan melakukan kristeller/dorongan pada fundus karena dapat mengakibatkan tangan janin menjungkit ke atas (nuchal arms) dan kepala terdorong turun di antara lengan sehingga menyulitkan kelahiran lengan bayi (Saifuddin, 2002).

  b. Fase bertindak cepat, setelah bayi lahir sampai pusat, janin harus dilahirkan dalam waktu maksimal 8 menit karena tali pusat terhimpit antara badan dan panggul. Apabila tidak terjadi secara spontan, maka harus dilakukan manual aid dengan persalinan ekstraksi parsial.

  c. Fase lambat, pada saat mulut lahir, seluruh kepala kemudian dilahirkan dengan pelan-pelan untuk menghindari resiko perdarahan intracranial akibat perbedaan takanan di dalam uterus dan didunia luar dimana tekanan luar lebih rendah.

  9. Tindakan pertolongan persalinan partus sungsang

  a. Lakukan periksa dalam untuk menilai besarnya pembukaan, selaput ketuban dan penurunan bokong serta kemungkinan adanya penyulit.

  b. Instruksikan pasien agar mengedan dengan benar selama ada his.

  Mengedan dengan benar, mulai dengan menarik nafas dalam, katupkan mulut, upayakan tenaga mendorong ke abdomen dan anus. Kedua tangan menarik lipat lutut, angkat kepala dan lihat kepusar. Tunggu bokong terlihat pada perineum sebelum menganjurkan pasien mengejan aktif (Bonar, 2009)

  c. Pimpin berulang kali hingga bokong turun didasar panggul. Lakukan episiotomy saat bokong membuka vulva dan perineum sudah tipis.

  d. Melahirkan bayi dengan cara Bracht : Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning) Segera setelah bokong lahir, bokong paha, jari-jari yang lain memegang daerah panggul).

  Gambar: 2.4 Bracht Sumber: Bambang, 2009

  sementara langkah ini dilakukan, seorang asisten melakukan perasat Wigand M. Wingkel, ikuti proses keluarnya janin secara normal.

  Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan sebagian dada, lakukan hiperlordosis pada saat angulus scapula inferior tampak di bawah simpisis (dengan mengikuti gerak rotasi anterior yaitu punggung janin didekatkan kearah perut ibu tanpa tarikan) disesuaikan dengan lahirnya badan bayi. Gerakkan keatas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi, dan kepala. e. Apabila terjadi hambatan pengeluaran saat tubuh janin mencapai daerah scapula inferior, segera lakukan pertolongan dengan cara klasik atau muller (manual aid).

  f. Cara klasik : pengeluaran bahu dan tangan secara klasik dilakukan jika dengan cara Bracht bahu dan tangan tidak bisa lahir. Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam dan dilahirkan sehinga bokong dan kaki lahir, tali pusat dikendorkan, pegang kaki pada pergelangan kaki 1) Menggunakan tangan kiri dan menariknya kearah kanan atas ibu, untuk melahirkan bahu kiri bayi yang berada di belakang.

  2) Menggunakan tangan kanan dan menariknya kearah kiri atas ibu, untuk melahirkan bahu kanan bayi yang berada dibelakang.

  g. Masukan kedua jari tangan kanan/kiri (sesuai letak bahu belakang) sejajar dengan lengan bayi, untuk melahirkan lengan belakang bayi.

  h. Setelah bahu dan lengan belakang lahir kedua kaki ditarik kearah bawah kontra lateral dari langkah sebelumnya untuk melahirkan bahu dan lengan bayi depan dengan cara yang sama.

  Gambar: 2.5 Klasik Sumber: Bambang, 2009 i. Apabila sulit untuk melahirkan bahu belakang maka lakukan cara muller (Melahirkan bahu depan terlebih dahulu). j. Cara muller : melahirkan bahu depan terlebih dahulu dengan menarik kedua kaki dengan cara yang sama seperti klasik, kearah belakang kontra lateral dari letak bahu depan. Setelah bahu dan lengan depan lahir dilanjutkan langkah yang sama untuk melahirkan bahu dan lengan belakang.

  Gambar:2. 6 Muller. Sumber: Bambang, 2009

  k. Cara lovset (dilakukan bila ada lengan bayi yang menjungkit di belakang kepala/nuchal arm) : setelah bokong dan kaki bayi lahir memegaang bayi dengan kedua tanggan, memutar bayi 180 derajat kearah yang berlawanan kekiri/kekanan. Beberapa kali hingga kedua bahu dan lengan dilahirkan secara klasik/muller.

  Gambar: 2.7 Lovset Sumber: Bambang, 2009 l. Ekstraksi kaki dilakukan bila kala II tak maju atau tampak gejala kegawatan pada ibu dan bayi : tangan kanan masuk secara obstetric menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi, tangan yang lain mendorong fundus kebawah. Setelah kaki fleksi pergelangan kaki. m. Dipegang dengan dua jari dan dituntun ke luar dari vagina sampai ibu jari diletakan dibelakang betis sejajar sumbu panjang paha dan jari- jari lain didepan betis, kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha lahir. Pegangan dipindah kepangkal paha setinggi mungkin dengan kedua ibu jari dibelakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari lain didepan paha. Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi ke atas hingga trokhanter belakang lahir, bila kedua trokhanter lahir maka bokong lahir. Setelah bokong lahir maka dilanjutkan dengan cara klasik, muller atau lovset. n. Tekhnik ekstraksi bokong, dilakukan jika presentasi bokong murni dan bokong sudah turun di dasar panggul, bila kala II tidak maju dan ada tanda gawat janin dan ibu. Caranya : jari telunjuk penolong yang searah dengan bagian kecil janin, dimasukan kedalam jalan lahir dan diletakan dilipatan paha bagian depan. Dengan jari ini lipat paha/ Krista iliaka ditarik curam kebawah. Untuk memperkuat tenaga tarikan

ini, maka tangan penolong yang lain mencekam pergelangan tadi dan lutut menarik curam kebawah. Bila dengan ini trokhanter depan mulai tampak di bawah simpisis, maka jari telunjuk lain mengait lipatan paha ditarik curam kebawah sampai bokong lahir. Setelah bokong lahir bayi dilahirkan dengan cara klasik, muller atau lovset. o. Cara melahirkan kepala, cara mauriceau dilakukan bila bayi dilahirkan badan bayi di atas tangan kiri sehingga badan bayi seolah-olah menunggang kuda, satu jari dimasukan di mulut dan dua jari di maksila, tangan kanan memegang/mencekam bahu tengkuk bayi, minta seorang asisten menekan fundus uteri. Bersamaan dengan adanya his, asisten menekan fundus uteri, penolong persalinan melakukan tarikan kebawah sesuai arah sumbu jalan lahir dibimbing jari yang dimasukan untuk menekan dagu/mulut.

  Gambar: 2.8 Mauriceau Sumber: Bambang, 2009

  p. Cunam piper digunakan jika pengeluaran kepala bayi dengan Bracht atau mauriceau gagal. Caranya : tangan dan badan bayi dibungkus kain steril, diangkat keatas, cunam piper dipasang melintang terhadap panggul dan kepala kemudian ditarik (Sarwono, 2002).

B. TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN

  Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada individu pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara : a) Bertahap dan sistematis

  b) Melalui suatu proses yang disebut manajemen kebidanan Penerapan Manajemen Kebidanan menurut Varney (1997) meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnose potensial dan tindakan antisipasi segera untuk mencegahnya, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. PENGKAJIAN

  Tahap pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan kebidanan sesuai dengan kebutuhan pasien. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa kebidanan dan dalam memberikan asuhan kebidanan sesuai dengan respon pasien. Langkah pertama ini mencakup langkah pengumpulan data subyektif dan data obyektif.

  Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan pasien dan kesehatan klien. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses kebidanan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis kebidanan, merencanakan asuhan kebidanan, serta tindakan kebidanan untuk dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.

  Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh bidan, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu. Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran.

A. DATA SUBYEKTIF

  1. Identitas Pasien : bertujuan untuk mengumpulkan data/informasi mengenai keadaan pasien.

  Nama : Nama dikaji untuk pendekatan kepada ibu dengan meyapa dengan nama sapaan. untuk kebenaran dalam memberikan asuhan pada pasien dan membedakan dengan pasien lain (Latif, 2003)

  Umur : Bertujuan untuk mengetahui kehamilan dengan resiko tinggi atau tidak. Untuk mengetahui usia reproduksi (20-35 tahun), karena pada usia lebih dari 35 tahun temasuk resiko tinggi dalam kehamilan, pesalinan dan nifas (Wiknjosastro, 2005). Agama : Agama dikaji bertujuan untuk mengetahui perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit berhubungan dengan agama, kebiasaan dan kepercayaan dapat menunjang namun tidak jarang dapat menghambat perilaku hidup sehat (Latief, 2003).

  Pendidikan : Pendidikan berpengaruh pada tingkat penerimaan pasien terhadap konseling yang diberikan, serta tingkat kemampuan pengetahuan ibu terhadap kehamilan (Latief, 2003)

  Pekerjaan : Berkaitan dengan kasus ada pengaruhnya atau tidak, maka pekerjaan perlu dikaji (Farrer, 2003) Alamat : dikaji untuk mengetahui alamat yang lebih jelas dalam melakukan kunjungan rumah (Latief, 2003).

  2. Identitas penanggung jawab

  Nama : Nama suami harus dituliskan dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat banyak sekali nama yang sama (Latief, 2003). Umur : Bertujuan untuk mengetahui usia reproduksi (20-35 tahun) pada suami (Wiknjosastro, 2005).

  Agama : Agama dikaji bertujuan untuk mengetahui perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit yang kepercayaan dapat menunjang namun tidak jarang dapat menghambat perilaku hidup sehat (Latief, 2003). Pendidikan : Pendidikan dikaji untuk mengetahui berapa jauh pengetahuan suami dalam kesehatan (Farrer, 2001).

  Alamat : Alamat dikaji untuk mengetahui alamat yang lebih jelas dalam melakukan kunjungan rumah (Latief, 2003).

  3. Keluhan utama : Persalinan dengan presentasi bokong Pasien merasakan gerakan anak diperut bagian bawah, dibawah pusat dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga (Sarwono, 2002).

  Apabila pasien pernah hamil sebelumnya maka kehamilan dengan letak sungsang akan terasa lain daripada kehamilan terdahulu karena terasa penuh di bagian atas dan gerakan anak terasa lebih banyak dibagian bawah (Winknjosastro, 2002)

  4. Riwayat kesehatan :

  a. Riwayat kesehatan dahulu dan sekarang : Uterus bikornis serta penyakit gangguan system reproduksi Wiknjosastro (2002) menyatakan terdapat mioma uteri mungkin mengakibatkan kelainan letak janin dalam rahim terutama pada mioma yang besar dan letaknya subreus.

  Penyakit diabetes militus dapat mengakibatkan polihidramnion atau jumlah air ketuban yang berlebihan dan dapat mengakibatkan letak sungsang. Apabila ibu menderita penyakit DM, kemungkinan bayi yang dikandung besar, dan apabila bayi besar tidak dapat dilahirkan pervaginam, karena bila TBJ lebih dari 3500 gr, persalinan sebaiknya dilakukan perabdominal (Haryoga, 2008) b. Riwayat kesehatan keluarga :

  Gemelli merupakan salah satu penyebab sungsang (Sumaroh dkk, 2009).

  5. Riwayat obstetri a. Riwayat Haid : Pengkajian sama dengan persalinan normal, yang perlu diketahui adalah : menarchea, HPHT, pasti/tidak, lamanaya, banyaknya, warnanya, baunya, siklus, haid teratur tidaknya, apakah pernah keputihan banyak atau sedikit. Bagaimana warnanya bau atau tidak (Yati, 2009) Dismenorhoe sekunder seringkali menyertai kelainan organic predisposisi letak sungsang (Wiknjosastro, 2002) b. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu :

  Letak sungsang lebih banyak terjadi pada kehamilan multipara karena sudah terjadi relaksasi uteri sehingga memudahkan pergerakan janin dimana terjadi perputaran letak sungsang menjadi letak kepala atau sebaliknya. Wiknjosastro (2002) menyatakan letak sungsang lebih banyak terjadi pada kehamilan multipara karena sudah terjadi relaksasi uterus sehingga memudahkan pergerakan janin. Persalinan dengan presentasi bokong tidak semua dapat dilahirkan pervaginam, dengan melihat riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu ada beberapa kriteria yang dapat dipakai pegangan bahwa presbo harus dilahirkan secara perabdominal yaitu : primigravida tua, riwayat persalinan yang buruk, taksiran berat janin > 3500 gr, dicurigai terdapat kesempitan panggul dan prematuritas (Haryoga, 2008).

  c. Riwayat kehamilan sekarang : Kehamilan dengan presbo ibu akan menyatakan kehamilanya lain dari pada kehamilan yang terdahulu, karena terasa penuh dibagian atas dan gerakan lebih banyak dirasakan dibagian bawah (Sarwono, 2002).

  Riwayat perkawinan dikaji untuk mengetahui status perkawinan ibu, usia perkawinan ibu dan lamanya perkawinan ibu (Muslihatun dkk, 2009).

  7. Riwayat KB : Bertujuan untuk mengetahui riwayat kontrasepsi yang pernah digunakan oleh ibu, lamanya penggunaan, keluhan saat penggunaan serta rencana kontrasepsi yang akan digunakan ibu setelah persalinan (Muslihatun dkk, 2009).

  8. Pola kebutuhan sehari-hari : Sama dengan persalinan dengan presentasi kepala

  a) Pola nutrisi

  Pola nutrisi dijaki untuk mengetahui perubahan makanan yang dialami (ngidam, nafsu makan berubah) (Yati, 2009).

  b) Pola eliminasi Mengkaji pola fungsi ekskresi. Kebiasaan BAB (terakhir BAB, warna, konsistensi, keluhan) dan kebiasaan BAK (terakhir BAK, warna, konsistensi dan keluhan). perubahan pada waktu BAB/BAK (Yati, 2009).

  Bertujuan untuk mengkaji aktivitas pekerjaan ibu sehari-hari, bekerja boleh ringan tidak melelahkan ibu, yang tidak mengganggu kehamilannya. Misalnya : masak, menyapu dll (Yati, 2009).

  d) Pola istirahat Mengkaji kebiasaan istirahat ibu,waktu istirahat dan tidur harus lebih dari biasanya. 10-11 jam per hari (Yati, 2009).

  e) Pola seksual Pola seksual dikaji untuk mengetahui aktifitas seksual pada akhir kehamilan dan terakhir dilakukan sebelum inpartu (Yati, 2009).

  9. Data Psikososial, cultural, dan spiritual

  a. Psikososial : Persalinan dengan presentasi bokong ibu merasa cemas apakah bayinya dapat lahir secara normal atau tidak. b. Kultural : Ibu tidak memiliki kebiasaan apapun yang membahayakan kehamilanya. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pantangan maupun kebiasaan ibu yang dapat merugikan dirinya maupun janin yang dikandungnya, serta pengambilan keputusan saat proses persalinan.

  c. Spiritual : Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui ketaatan aktifitas keagamaan (Sulistianingsih Apri, 2009).

B. DATA OBJEKTIF

  a Keadaan umum : Keadaan umum dikaji bertujuan untuk menilai status keadaan ibu b Tingkat kesadaran : Menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan menilai 1) Compos mentis yaitu sadar penuh, respon cukup terhadap stimulasi yang diberikan.

  3) Somnolen yaitu kesadaran lebih rendah, tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsive terhadap rangsangan ringan dan masih memberikan respon terhadap rangsangan kuat. 4) Sopor yaitu tidak memberikan respon ringan maupun sedang tapi masih memberikan respon kuat ditandai reflek pupil terhadap cahaya masih positif. 5) Koma yaitu tidak dapat bereaksi terhadap stimulasi apapun. 6) Delirium yaitu tingkat kesadaran paling rendah, meronta

  (Muslihatun dkk, 2009) c Tanda Vital (1) Tekanan darah : bertujuan untuk mengetahui tekanan darah ibu pada waktu bersalin karena mempengaruhi proses persalinan.

  Jika TD diastolik 90-110 mmHg dicurigai pre eklamsia ringan dan jika TD diastolik 110 mmHg atau lebih dicurigai pre eklamsia berat.

  (2) Nadi : dikaji untuk mengetahui nadi ibu normal atau tidak. Jika nadi cepat 100x/menit merupakan tanda ibu mengalami syok, nadi cepat 110x/menit tanda dan gejala ibu mengalami infeksi. (3) Pernafasan : berfungsi untuk mengetahui Pernafasan ibu masih normal atau tidak. Pernafasan cepat > 30x/menit merupakan tanda gejala ibu syok. atau tidak. Suhu 38ºC tanda dan gejala infeksi (JNPK-KR, 2007).

  (5) Berat badan sekarang dan sebelum hamil : dikaji untuk mengetahui tingkat kenormalan penambahan berat badan ibu selama kehamilan. Kenaikan berat badan normalnya rata-rata antara 6,5-16 kg (10-12 kg).

  (6) Tinggi badan : bertujuan untuk mengetahui tinggi badan ibu normal atau tidak (7) LILA : dikaji untuk mengukur lingkar lengan gunanya untuk mengetahui status gizi pada ibu normal atau tidak. Normalnya

  23,5-26 cm (JNPK-KR, 2007). (8) Status present

  (a) Bentuk kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan benjolan dikepala.

  (b) Rambut : Inspeksi dan palpasi rambut dan perhatikan jumlah, distribusi dan teksturnya

  (c) Muka : Ekspresi wajah yang menunjukkan kecemasan. penglihatan), kelopak mata (bentuk kelainan), konjungtiva, sclera.

  (e) Mulut : Mulut dikaji untuk mengetahui apakah terdapat stomatitis atau tidak.

  (f) Telinga : Inspeksi ukuran,bentuk, warna, dan untuk mengetahui apakah simetris dan terdapat serumen atau tidak. (g) Hidung : Hidung dikaji untuk mengetahui apakah terdapat polip atau tidak.

  (h) Leher : Bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan seperti terdapat pembesaran kelenjar tyroid dan limfe atau tidak.

  (i) Dada dan axilla : Bertujuan menilai adanya gangguan pada pernapasan.

  (j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui bentuk abdomen, luka bekas operasi, pembesaran kelenjar limfe/hati dan nyeri tekan.

  (k) Genetalia : Bertujuan untuk mengetahui terdapat oedem, varices, lecet, memar atau tidak. apakah terdapat oedem, varices atau tidak (Nieza, 2008)

  8. Status obstetrikus

  a. Inspeksi : (sama dengan persalinan presentasi kepala) Muka : Bertujuan untuk mengetahui apakah ada cloasma gravidarum atau tidak, keadaan selaput mata pucat atau merah, adakah oedema di muka. Dada : Dikaji untuk mengetahui pembesaran mammae, areola hiperpigmentasi, puting susu menonjol.

  Abdomen : Abdomen dikaji untuk mengetahui abdomen membesar sesuai umur kahamilan atau tidak, memanjang atau melebar, ada linea nigra dan striae gravidarum (Nieza, 2008).

  b. Palpasi : (pada persalinan dengan presentasi bokong teraba) :

  Leopold I : Berfungsi untuk mengetahui bagian atas yang ada di fundus pada presbo akan teraba bulat, keras dan melenting.

  Leopold II : Bertujuan untuk mengetahui bagian kanan dan kiri fundus. kanan teraba bagian kecil janin atau bagian keras panjang seperti ada tahanan. Kiri panjang seperti ada tahanan.

  Leopold III : Pemeriksaan leopold III untuk mengetahui bagian terbawah janin, pada presbo akan teraba bagian bulat, lunak dan tidak melenting. TFU : Bertujuan untuk mengetahui umur kehamilan, dan TBJ secara empiris sesuai umur kehamilan.

  c. Auskultasi : Auskultasi bertujuan untuk mengetahui punktum maksimum dan untuk mengetahui detak jantung janin. Pada pemeriksaan ini punktum maksimum/ letak DJJ yang paling jelas terdengar di atas pusat (Sumaroh dkk, 2009).

  d. Pemeriksaan dalam: 1) Vagina : Pemeriksaan vagina bertujuan untuk mengetahui keadaan vagina apakah ada kelainan atau luka parut.

  2) Pembukaan : Bertujuan untuk mengetahui pembukaan dan penipisan serviks. primipara pembukaaan terjadi setiap jam 2 cm (Sarwono, 2002). 3) Effacemant : Berfungsi untuk mengetahui effacement yang telah terjadi berapa persen. 4) Kulit ketuban : Bertujuan untuk mengetahui kulit ketuban utuh atau sudah pecah.

  5) Bagian terendah : Diperiksa untuk mengetahui bagian terbawah janin, pada persalinan presbo akan teraba bokong. 6) Kuput : Persalinan presbo tidak ada kaput. 7) POD : POD pada persalinan presbo adalah sacrum.

  8) Penurunan : Bertujuan untuk mengetahui penurunan bokong pada panggul.

  9) Bagian menumbung : pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adakah bagian yang menumbung. 10) Moulage : Bertujuan untuk mengetahui ada moulage atau tidak, pada presbo tidak terjadi moulage (JNPK-KR, 2007).

  e. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan foto Rontgen bayangan kepala di fundus (Sumaroh dkk, 2009).

II. INTERPRETASI DATA

  Langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.

  1. Diagnosa Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan. Diperoleh diagnose :

  Gravid....., partus....., abortus....., hamil....minggu, keadaan janin tunggal, hidup intrauterine, punggung kiri atau kanan dengan presentasi bokong. Data dasar : Dasar subyektif : Persalinan dengan presbo ibu merasakan penuh dibagian atas dan gerakan lebih banyak dirasakan dibagian bawah.

  Data subyektif yang didapat dalam persalinan dengan presbo Leopold I : Pemeriksaan leopold I bertujuan untuk mengetahui bagian atas yang ada di fundus pada presbo akan teraba bulat, keras dan melenting. Leopold II : Leopold II untuk mengetahui bagian kanan dan kiri fundus. Kanan teraba bagian kecil janin atau bagian keras panjang seperti ada tahanan. Kiri teraba bagian kecil janin atau bagian keras panjang seperti ada tahanan. Leopold III : Bertujuan untuk mengetahui bagian terbawah janin, pada presbo akan teraba bagian bulat, ludak dan tidak melenting.

  2. Masalah

  Masalah akan timbul jika ibu menyatakan secara lisan mengenai keluhannya.

  3. Kebutuhan Kebutuhan dapat timbul setelah dalam pengkajian ditemukan hal-hal yang mernbutuhkan informasi dan arahan tenaga kesehatan.

  III. DIAGNOSA POTENSIAL

  Hasil diagnosa akan muncul suatu komplikasi yang mendukung dari kasus tersebut yang terjadi pada ibu maupun pada bayi. Pada kasus presbo diagnose potensial yang ditemukan : a. Pada ibu.

  1) Kala II dapat terjadi Robekan perineum. 2) Pasca persalinan terjadi Infeksi (Sumarah dkk, 2009). 3) Pasaca persalinan tejadi Endometritis (Saifuddin, 2002).

  b. Pada janin : 1) After coming head (saiffudin, 2006).

  2) Asfiksia (Sumarah dkk, 2009). 3) Perlukaan pada kepala janin dan perdarahan intra cranial (Sarwono, 2002).

  IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA KOLABORASI ATAU KONSULTASI.

  Diagnosa potensial kebutuhan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat.

  a. Persiapan resusitasi yaitu : 1) Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih, dan kering.

  Gunakan ruangan yang hangat dan terang. 2) 2 helai kain/handuk 3) Bahan ganjal bayi digulung setinggi 5 cm dan mudah 4) Alat penghisap lendir De Lee atau balon karet.

  5) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. 6) Kotak alat resusitasi. 7) Jam (JNPK-KR, 2007)

  b. Tindakan resusitasi yaitu : 1) Langkah awal a) Menjaga bayi tetap hangat.

  b) Mengatur pasisi bayi.

  c) Mengisap lendir.

  d) Mengeringkan dan rangsang taktil e) Reposisi.

  f) Melakukan penilaian, apakan bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur. Jika tidak lakukan ventilasi.

  2) Ventilasi a) Pasang sungkup dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.

  b) Melakukan ventilasi percobaan (2 kali). Lakukan tiupan udara dengan takanan 30 cm air, lihat apakah dada bayi mengembung, bila tidak mengembung periksa posisi kepala, dan pastikan posisi kepala sudah benar.

  c) Melakukan ventilasi definitif, lakukan tiupan dengan tekanan bernafas normal hentikan ventilasi dan pantau bayi. Bila bayi belum bernafas lakukan ventilasi 20 kali dalam 30 detik berikutnya. Kemudian menyiapkan rujukan apabila bayi belum bernafas dalam 2 menit diventilasi (JNPK-KR, 2007).

  c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dan penanganan lebih lanjut persalinan dengan presentasi bokong.

V. PERENCANAAN

  Merencanakan asuhan kebidanan sesuai dengan data subjektif, objektif dan diagnosa kebidanan. Pada presbo perencanaan persalinan sebagai berikut : 1. Beritahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan.

  2. Beri ibu dukungan emosional.

  3. Lakukan palpasi uterus, besarnya uterus dapat dijadikan pedoman untuk menentukan usia kehamilan. Pada kehamilan muda besar uterus ditentukan pemeriksaan bimanual, sedangkan mengukur tinggi fundus dalam sentimeter bermanfaat sampai usia kehamilan 28-30 minggu. Keadaan yang mempengaruhi penentuan usia kehamilan berdasarkan besar uterus untuk mengetahui kehamilan kembar, letak sungsang, gangguan pertumbuhan janin, poli hidramnion, kandung kencing penuh atau kehamilan dengan mioma. Lakukan penilaian kontraksi uterus (lamanya, servik) dan perkiraan berat badan janin.

  4. Lakukan pengawasan 10 5. Siapkan partus set dan resusitasi.

VI. PELAKSANAAN

  Melakukan asuhan kebidanan sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan.

  1. Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan bahwa kondisi kehamilan ibu merupakan kehamilan dengan letak sungsang, sehingga harus mendapatkan penanganan lebih lanjut.

  2. Memberi ibu dukungan emosional.

  3. Melakukan palpasi uterus.

  4. Melakukan pengawasan 10 yaitu : a) Keadaan umum

  b) Tekanan darah

  c) Nadi

  d) Suhu

  e) Respirasi

  f) Kontraksi

  g) DJJ i) Vesika urinaria j) Kemajuan persalinan

  5. Menyiapkan partus set dan resusitasi :

  a) Klem ½ kocher

  b) Gunting episiotomy

  c) 2 klem Kelly atau 2 klem kocher

  d) Gunting tali pusat

  e) Benang tali pusat

  f) Kateter nelaton

  g) Kassa

  h) Gulungan kapas DTT i) Kateter penghisap De Lee j) Sarung tangan steril 2 pasang. Alat alat di atas dalam wadah steril k) Tabung suntik 2 ½ atau 3 ml dan 5 ml l) Oksitosin 8 ampul m) 3 botol RL n) 2 kanula IV no 16-18 G (JNPK-KR, 2007)

  Persiapan resusutasi yaitu : a) Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih, dan kering.

  Gunakan ruangan yang hangat dan terang

  b) 2 helai kain/handuk

  c) Bahan ganjal bayi digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi d) Alat penghisap lendir De Lee atau balon karet

  e) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal

  g) Jam

VII. EVALUASI

  Langkah terakhir dilakukan evaluasi keaktifan asuhan yang sudah diberikan meliputi teratasi masalah apakah sudah sesuai dengan diagnosanya. Dalam evaluasi akan ditemukan perkembangan kesehatan klien, apakah membaik, memburuk atau tidak ada perubahan setelah dilakukan asuhan teori kebidanan. Berdasarkan evaluasi rencana asuhan kebidanana dituliskan dalam catatan perkembangan mencakup SOAP yang artinya : S : Subyektif : data yang didapat dari klien secara langsung.

  O : Obyektif : Data yang didapat dari hasil observasi dan pemeriksaan.

  A : Assesment : Pernyataan gangguan yang terjadi atas subyektif dan obyektif

  P : Perencanaan : Perencanaan yang sesuai dengan masalah yang terjadi.

  Evaluasi tindakan adalah langkah terakhir dalam melaksanakan menejemen kebidanan agar klien memperoleh asuhan kebidanan secara komprehensif dan berkesinambungan. DATA PERKEMBANGAN I Subyektif :

  2. Ibu mengatakan kenceng-kenceng semakin lama semakin kuat Obyektif :

  1. Tampak tekanan pada anus, vulva membuka, dan perineum menonjol

  2. Hasil pemeriksaan dalam : dilatasi servis 10 cm, effasement 100 %, penurunan kepala H III +

  3. Kontrasi uterus baik

  4. Pemeriksaan DJJ (+) Assesment : Ny. G P A umur kehamilan (dalam minggu), keadaan janin dalam uterus dalam persalinan kala II dengan presentasi bokong Planning 1) Mendengar & melihat adanya tanda persalinan kala dua yaitu dorongan untuk meneran, tekanan pada anus, perineum menonjol, dan vulva membuka.

  2) Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set. 3) Memakai celemek plastik. 4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun & air mengalir.

  5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan 6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set.

  7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.

  8) Melakukan pemeriksaan dalam, pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.

  9) Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.

  10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai, pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).

  11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.

  12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman. 13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.

  14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

  16) Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu. 17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.

  18) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan. 19) Menginstruksikan pasien agar mengedan dengan benar selama ada his.

  Mengedan dengan benar, mulai dengan menarik nafas dalam, katupkan mulut, mengupayakan tenaga mendorong ke abdomen dan anus. Kedua tangan menarik lipat lutut, angkat kepala dan lihat kepusar. 20) Memimpin berulang kali hingga bokong turun didasar panggul. Melakukan episiotomy saat bokong membuka vulva dan perineum sudah tipis.

  21) Melahirkan bayi dengan cara Bracht : Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning) segera setelah bokong lahir, bokong dicekam secara Bracht (kedua ibu jari penolong sejajar dengan panjang paha, jari-jari yang lain memegang daerah panggul). Sementara langkah ini dilakukan, seorang asisten melakukan perasat Wigand M. Wingkel. Jangan melakukan intervensi, ikuti saja proses keluarnya janin. Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan sebagian dada, lakukan hiperlordosis pada saat angulus scapula inferior tampak dibawah simpisis (dengan mengikuti gerak rotasi anterior yaitu punggung janin didekatkan kearah perutibu tanpa tarikan) disesuaikan dengan lahirnya badan bayi. Gerakkan keatas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi, dan kepala. Bila terjadi hambatan pengeluaran saat tubuh janin mencapai muller (manual aid).

  Hasil : bayi lahir pada jam, jenis kelamin laki-laki/perempuan, menagis/tidak, gerak aktif/tidak, APGAR skor.

  DATA PERKEMBANGAN II Subyektif

  1. Ibu mengatakan lega bayinya sudah lahir

  2. Ibu mengatakan perunya merasa mules Obyektif

  1. Bayi telah lahir, menangis/tidak, A/S, jenis kelamin, TFU setinggi pusat, kontraksi baik

  2. Terlihat tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu , uterus globuler, tali pusat bertambah panjang dengan sendirinya, ada semburan darah mendadak Assesment

  Ny. P A, dalam persalinan kala III dengan presentasi bokong Planing

  1. Setelah bayi lahir melakukan penilaian selintas, apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan, apakah bayi bergerak aktif .

  2. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.

  4. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.

  5. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.

  6. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

  7. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.

  8. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva.

  9. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

  10. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal.

  Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.

  11. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan

  12. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.

  13. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).

  14. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.

  15. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

  Hasil : keadaan plasenta, jumlah kotiledon, selaput plasenta, insersi tali pusat dan panjang tali pusat, laserasi pada derajat berapa

  DATA PERKEMBANGAN III Subyektif Ibu mengatakan perutnya masih terasa mules Obyektif

  1. Plasenta sudah lahir

  2. Evaluasi keadaan umum, tanda-tanda vital

  4. Kotraksi uterus

  5. Jumlah perdarahan 6. memeriksa antropometri (BB,PB,LK,LD,LP,LILA) Assesment Ny. P A, dalam persalinan kala IV dengan peraslinan presbo Planning

  1. Periksa fundus uterus, tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit pertama dan dan setiap 30 menit jam kedua karena jika uterus lembek lakukan mesase sampai uterus keras atau uterus berkontraksi baik, otot akan menjepit pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan (Saefudin AB, 2002)

  2. Membersihkan perineum dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering sehingga ibu merasa nyaman (Saefudin AB, 2002)

  3. Menganjurkan ibu untuk istirahat dan bantu ibu pada posisi yang nyaman karena ibu telah mengeluarkan banyak tenaga untuk melahirkan (Saefudin AB, 2002).

  4. Memeriksa antropometri bayi meliputi berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar perut, lingkar dada, dan lila Hasil : TD, Nadi, Suhu, TFU, kontraksi, kandung kemih, jumlah perdarahan dan hasil pemeriksaan antropometri. meneran saat bokong sudah tampak di vulva, pada primipara atau multipara dengan jalan lahir yang kaku dilakukan episiotomi lebar, cunam piper harus selalu disiapkan, bayi harus lahir dalam waktu kurang dari 10 menit setelah tali pusat lahir, usahakan bayi lahir spontan (secara Bracht), bila tidak berhasil segera lakukan manual aid secara klasik, muller atau lovset, kepala dilahirkan secara mauritceau.

  Persalinan dilakukan dengan SC apabila dicurigai disproporsi kepala panggul (DKP), partus mulai menunjukan tanda-tanda tak lancar, kelainan his, primitua atau infertilitas dan taksiran berat janin > 3500 gr.