PEMODELAN PERSENTASE KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI NONPARAMETRIK ADITIF BERDASARKAN ESTIMATOR PENALIZED SPLINE SKRIPSI

PEMODELAN PERSENTASE KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI NONPARAMETRIK ADITIF BERDASARKAN ESTIMATOR PENALIZED SPLINE SKRIPSI CHETRIN WIDYOWATI PROGRAM STUDI S-1 STATISTIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

PEMODELAN PERSENTASE KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI NONPARAMETRIK ADITIF BERDASARKAN ESTIMATOR PENALIZED SPLINE SKRIPSI CHETRIN WIDYOWATI PROGRAM STUDI S-1 STATISTIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

  i

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

  Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seijin penulis dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.

  Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga

  iv

KATA PENGANTAR

  vi

  Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemodelan

  Persentase Kemiskinan di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Aditif Berdasarkan Estimator Penalized Spline”. Adapun

  maksud dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir.

  Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Kedua orang tua: Bapak Djoko Wahyudi dan Ibu Isti Gunawati, adik tersayang M. Danu Haryoyudanto yang telah menjadi penyemangat dan memberi dukungan serta selalu mendoakan penulis agar dilancarkan dalam proses pengerjaan proposal dan penyelesaian skripsi.

  2. Badrus Zaman, S.Kom., M.Cs selaku Kepala Departemen Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan Drs. Eko Tjahjono, M.Si, selaku Koordinator Program Studi S1 Statistika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

  3. Drs. Suliyanto, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Drs. Sediono, M.Si selaku dosen pembimbing II yang senantiasa memberikan pengarahan dan bimbingan dari awal hingga terselesaikannya proposal dan skripsi.

  4. Dr. Nur Chamidah, M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan nasehat dan arahan selama menjadi mahasiswa Statistika Universitas Airlangga. vii

  5. Seluruh dosen statistika dan teman-teman statistika angkatan 2012 yang telah memberi semangat dan memberi dukungan.dalam proses belajar di program studi statistika di Universitas Airlangga.

  6. Tentor skripsi penulis Trisna Irnanti yang telah memberi inspirasi dan pencerahan dalam penyusunan skripsi ini.

  7. Sahabat terkasih Tsamrotul Masruroh, Darwati, dan Nur Azmi C.K. yang selalu mengiringi perjalanan penulis dengan setia mulai awal hingga akhir dalam menempuh pendidikan di statistika di Universitas Airlangga.

  8. Serta pihak – pihak yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

  Surabaya, Juni 2016 Penulis,

  Chetrin Widyowati Chetrin Widyowati, 2016. Pemodelan Persentase Kemiskinan di Jawa Timur

  dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Aditif Berdasarkan Estimator Penalized Spline. Skripsi dibawah bimbingan Drs. Suliyanto, M.Si dan Drs. H.

  Sediono, M.Si Program Studi S-1 Statistika, Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

  ABSTRAK

  Kemiskinan merupakan persoalan mendasar dan menjadi perhatian serius oleh berbagai Negara di seluruh dunia. Negara Indonesia yang merupakan negara berkembang memiliki fokus untuk menurunkan kemiskinan salah satunya Provinsi Jawa Timur. Persentase penduduk miskin merupakan alat ukur untuk mengukur kemiskinan suatu wilayah. Penelitian ini menggunakan 6 faktor yang diduga mempengaruhi penduduk miskin di Jawa Timur yang meliputi angka melek huruf, tingkat pengangguran terbuka, laju pertumbuhan ekonomi, perkerja di sektor pertanian, rata-rata lama sekolah dan angka partisipasi sekolah. Metode yang digunakan untuk memodelkan persentase penduduk miskin adalah regresi nonparametrik penalized spline. Metode ini digunakan karena dapat mengontrol sifat smooth suatu kurva, sehingga kurva terhindar dari sifat rigid dan over-

  fitting

  . Metode penalized spline terbaik yang dihasilkan dari penelitian ini adalah model penalized spline dengan satu titik knot optimal. Penerapan model regresi nonparametrik aditif berdasarkan estimator penalized spline pada persentase penduduk miskin di Jawa Timur mempunyai MSE sebesar 7,371886 dan R-

  square 72,09%.

  Kata Kunci: Persentase Penduduk miskin, Regresi Nonparametrik Aditif,

  Penalized

  Spline viii Chetrin Widyowati, 2016. Percentage Modeling of Poverty in Jawa Timur

  using Additive Nonparametric Regression based on Estimator Penalized Spline. Supervised by Drs. Suliyanto, M.Si and Drs. H. Sediono, M.Si. S-1

  Statistic Study Program, Mathematic Department, Faculty of Sains and Technology, Airlangga University, Surabaya

  ABSTRACT

  Poverty is one of the basic problem and always been a major issue around the globe. Indonesia, one of the developing country in the world, have the goal to decrease the number of poverty especially in the province of Jawa Timur. One of the tools to measure poverty in an area is using the poverty percentage of that area population. This research use 6 factors that contribute to poverty in Jawa Timur which is, illiteracy, open unemployment, economic growth, agriculture worker, average education level, number of school participant. To model the percentage of impoverish people, this research are using regression nonparametric penalized spline. This method were used because this method can control the smoothness of the curve, so it prevent the models to have a rigid and overfitting structure. The best model penalized spline in this research is model penalized spline with one spot knot optimal. The result of application this model is that this model are suitable to make the model for the percentage of poverty in Jawa Timur with MSE of 7,371886 and R-square 72,09%.

  Keyword: Poverty percentage, Additive Nonparametric Regression, Penalized Spline ix

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ........................................................ iv SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS ............................... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... viii

  ABSTRACT

  ...................................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

  1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................

  5 1.3 Tujuan ...............................................................................................

  6 1.4 Manfaat .............................................................................................

  6 1.5 Batasan Masalah ...............................................................................

  7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................

  8 2.1 Kemiskinan .......................................................................................

  8 x

  2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan .............................. 16

  2.3 Matriks .............................................................................................. 20

  2.4 Regresi Nonparametrik .................................................................... 21

  2.5 Estimator Penalized Spline Multiprediktor ...................................... 22

  2.6 Pemilihan Parameter Penghalus ( ) Optimal ................................... 27

  2.7 Pemilihan Jumlah Knot ( ) Optimal ................................................ 27

  2.8 Algoritma Back-Fitting ..................................................................... 29

  2.9 OSS-R ............................................................................................... 30

  BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 34

  3.1 Data dan Sumber Data ...................................................................... 34

  3.2 Variabel Penelitian ............................................................................ 34

  3.3 Langkah Analisis Data ...................................................................... 35

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 43

  4.1 Deskripsi Variabel Terikat Persentase Penduduk Miskin Kota atau Kabupaten di Jawa Timur ................................................................... 43

  4.2 Estimasi Model Hubungan Persentase Penduduk Miskin pada Masing- Masing Variabel ................................................................................ 50

  4.3 Menginterpretasi Hasil Pemodelan Regresi Nonparametrik Aditif Persentase Penduduk Miskin di Jawa Timur ..................................... 56

  BAB V PENUTUP .......................................................................................... 67

  5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 67

  5.2 Saran ................................................................................................. 69 xi

  DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70 LAMPIRAN xii

  DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Gambar Halaman

  4.1 Diagram Batang Penduduk Miskin Tiap Kabupaten/Kota di

  47 Jawa Timur Tahun 2013

  Scatter Plot

  4.2 48 dengan

1 Scatter Plot

  4.3 48 dengan

  2

  4.4

  49 Scatter Plot dengan

  3

  4.5

  49 Scatter Plot dengan

  4

  4.6

  49 Scatter Plot dengan

  5

  4.7

  49 Scatter Plot dengan

  6

  4.8

  51 Plot antara dan ̂ ( ) pada Data Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Angka Melek Huruf

  4.9

  52 Plot antara dan ̂ ( ) pada Data Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka

  4.10

  53 Plot antara dan ̂ ( ) pada Data Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Pekerja di Sektor Pertanian

  4.11

  54 Plot antara dan ̂ ( ) pada Data Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka

  4.12

  55 Plot antara dan ̂ ( ) pada Data Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka

  4.13 Plot antara Persentase Penduduk Miskin dengan Persentase

  56 xiii Penduduk Miskin Hasil Estimasi

  4.14 Plot antara Persentase Penduduk Miskin Jawa Timur dan

  63 Persentase Penduduk Miskin Nasional xiv

  DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman

  3.1 Variabel-Variabel Penelitian

  34

  4.1 Karakteristik Persentase Penduduk Miskin Kota/Kabupaten

  43 Provinsi Jawa Timur

  4.2 Nilai Korelasi Data Persentase Penduduk Miskin di Jawa

  49 Timur

  4.3 Parameter smoothing optimum

  50 xv

  DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Lampiran

  1 Data Persentase Penduduk Miskin Kota/Kabupaten Provinsi Jawa Timur

  2 Statistik Deskriptif Variabel Terkait Persentase Penduduk Miskin Kota/Kabupaten Jawa Timur

  3 Diagram Batang Angka Melek Huruf (AMH) Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013

  4 Diagram Batang Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013

  5 Diagram Batang Pekerja di Sektor Pertanian Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013

  6 Diagram Batang Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013

  7 Diagram Batang Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013

  8 Diagram Batang Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2013

  9 Nilai Korelasi antara Persentase Penduduk Miskin dengan Masing- Masing Variabel Prediktor

  10 Program Mencari Parameter Smoothing Optimum Berdasarkan Kriteria GCV xvi xvii

  11 Output Parameter Smoothing Optimum Masing-Masing Prediktor

  12 Program Estimasi Model Regresi Nonparametrik Satu Prediktor

  13 Output Estimasi Model Regresi Nonparametrik Satu Prediktor

14 Plot dan ̂ Masing-Masing Prediktor

  15 Program Estimasi Model Regresi Nonparametrik Aditif

  16

  17 Output Estimasi Model Regresi Nonparametrik Aditif Plot dan

  ∗

  ̂ Masing-Masing Prediktor

  18

  19 Uji Normalitas Residual Model Regresi Nonparametrik Aditif Surat Keterangan Orisinalitas Data

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kemiskinan merupakan persoalan mendasar dan menjadi perhatian serius dari pemerintah. Jumlah penduduk yang banyak dengan sebagian besar penduduknya memiliki tingkat pendidikan yang rendah akan memicu adanya kesenjangan sosial dan terjadi kemiskinan. Masalah kemiskinan bukan hanya merupakan masalah nasional, melainkan sudah menjadi masalah global. Pada September 2000, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendeklarasikan sebuah kebijakan yaitu MDGs (Millenium Development Goals), dengan sasaran pertama dari MDGs tersebut adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem (United Nations, 2007).

  Salah satu negara yang memiliki persentase kemiskinan tinggi adalah Indonesia. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar penduduknya memiliki tingkat pendidikan rendah dan tentunya memiliki berbagai masalah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya secara merata. Kemiskinan terjadi di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia. Kemiskinan adalah suatu permasalahan yang kompleks, sehingga diharapkan pemerintah dapat mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Sebagai pulau yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi di Indonesia, Pulau Jawa memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi negara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret tahun 2013 jumlah penduduk miskin paling banyak berkumpul di

  1

  2 Pulau Jawa dengan total 15,3 juta orang atau 10,92% dari total penduduk Jawa.

  Serta dalam bulan Maret 2011 - Maret 2012 Provinsi Jawa Timur dinobatkan sebagai provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak kedua se- Indonesia oleh BPS. Provinsi Jawa Timur yang merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar setelah Provinsi Jawa Barat memiliki ketimpangan terhadap jumlah penduduk miskin. Ketimpangan tersebut terjadi baik di pedesaan maupun di perkotaan, terutama dengan penduduk berstrata ekonomi rendah serta memiliki pendidikan yang rendah (Wulandari, 2014).

  Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam mengukur kemiskinan. Dalam pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS, 2012), sehingga pengertian dari penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata – rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Kajian mengenai kemiskinan telah banyak dilakukan antara lain Faturockhman dan Marcelinus (1995) meneliti karakteristik rumah tangga miskin di Yogyakarta diperoleh kesimpulan bahwa kemiskinan ekonomi berkaitan dengan kemiskinan lain seperti pendidikan, perumahan, dan informasi. Ekasari (2012) meneliti penentuan struktur model kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, diperoleh kesimpulan bahwa kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM dan kemiskinan. Merdekawati (2013) meneliti pemodelan regresi spline truncated

  multivariable

  pada faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah diperoleh kesimpulan bahwa faktor yang

  3 berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan adalah laju pertumbuhan ekonomi, persentase buta huruf, tingkat pengangguran terbuka, dan tingkat pendidikan SMP.

  Penelitian mengenai kemiskinan tersebut mengindikasikan bahwa banyak sekali faktor yang mempengaruhi kemiskinan di suatu wilayah. Sehingga perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kemiskinan, agar dapat dipergunakan sebagai perencanaan pembangunan sehingga pembangunan lebih terarah pada pengentasan kemiskinan (Ayu dan Otok, 2014).

  Suatu metode yang digunakan untuk memodelkan suatu permasalahan salah satunya adalah analisis regresi yaitu dengan mengetahui pola hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor. Ada tiga pendekatan dalam metode analisis regresi yaitu pendekatan parametrik, pendekatan semiparametrik, dan pendekatan nonparametrik. Dalam skripsi ini digunakan pendekatan regresi nonparametrik karena bentuk kurva regresinya tidak diketahui. Beberapa pendekatan nonparametrik yang terkenal yaitu spline, MARS, deret fourier, wavelets, kernel, dan lain-lain. Spline adalah suatu metode dalam analisis regresi yang merupakan potongan-potongan polynomial yang memiliki sifat tersegmen. Spline memiliki kelebihan antara lain model cenderung mencari sendiri estimasinya kemanapun data tersebut bergerak, karena di dalam spline terdapat titik knot yang merupakan titik perpaduan bersama yang menunjukkan perubahan pola perilaku data (Wulandari, 2014). Ada beberapa macam estimator dalam regresi nonparametrik spline, salah satunya dengan estimator Penalized Spline (Li, 2009). Penalized Spline merupakan potongan-potongan polinomial yang mempunyai segmen berbeda, yang digabungkan bersama pada titik-titik knot (Eubank, 1998). Sifat

  4 tersegmen inilah yang memberikan fleksibilitas lebih daripada polinomial biasa sehingga memungkinkan untuk menyesuaikan diri secara efektif terhadap karakteristik lokal dari fungsi atau data. Penalized Spline memiliki banyak kesamaan dengan smoothing spline hanya saja tipe penalty yang digunakan

  Penalized

  Spline lebih umum daripada penalty yang digunakan smoothing spline (Ruppert, 2002).

  Estimator penalized spline dapat diperoleh dengan meminimumkan fungsi

  Penalized Least Square

  (PLS). Pada umumnya untuk mengestimasi kurva regresi nonparametrik dengan pendekatan spline dapat dilakukan dengan memilih parameter penghalus yang optimal atau memilih titik knot optimal (Budiantara, 2005). Titik knot pada penalized spline telah ditentukan, yaitu pada sampel kuantil

  } yang ditetapkan, sehingga untuk dari nilai unique variabel prediktor { mengestimasi kurva regresi nonparametrik penulis menggunakan penalized spline dan dapat dilakukan dengan pemilihan jumlah knot optimal dan parameter penghalus optimal (Ruppert, et.al, 2003).

  Pemilihan jumlah knot digunakan algoritma back-fitting yang merupakan suatu algoritma umum yang cocok untuk setiap model regresi aditif (Hastie dan Tibbshirani, 1990), sedangkan untuk menentukan parameter penghalus optimal digunakan kriteria Generalized Cross Validation (GCV) minimum (Ruppert, et.al, 2003).

  Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik membahas pemodelan persentase kemiskinan di Jawa Timur tahun 2013 dengan pendekatan regresi nonparametrik aditif. Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah persentase

  5 penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur sebagai variabel respon sedangkan variabel prediktor berupa angka melek huruf, tingkat pengangguran terbuka, laju pertumbuhan ekonomi, pekerja di sektor pertanian, rata-rata lama sekolah dan angka partisipasi sekolah, hal ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam pemodelan tersebut dibahas bagaimana mengestimasi model regresi aditif nonparametrik berdasarkan estimator Penalized Spline, membuat algoritma dan program pada software R untuk mengestimasi model regresi nonparametrik aditif, dan menerapkan program yang telah dibuat untuk memodelkan kemiskinan di Jawa Timur.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Bagaimana mendeskripsikan variabel prediktor yang terkait dengan persentase kemiskinan di Jawa Timur?

  2. Bagaimana memodelkan persentase kemiskinan di Jawa Timur dengan pendekatan regresi nonparametrik aditif berdasarkan estimator penalized spline?

  3. Bagaimana menganalisa dan menginterpretasi hasil pemodelan persentase kemiskinan di Jawa Timur dengan pendekatan regresi nonparametrik aditif berdasarkan estimator penalized spline?

  6

  1.3 Tujuan

  Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Mengetahui deskriptif variabel prediktor yang terkait dengan persentase kemiskinan di Jawa Timur.

  2. Memperoleh model persentase kemiskinan di Jawa Timur dengan pendekatan regresi nonparametrik aditif berdasarkan estimator penalized spline.

  3. Menganalisa dan menginterpretasi hasil pemodelan persentase kemiskinan di Jawa Timur dengan pendekatan regresi nonparametrik aditif berdasarkan estimator penalized spline?

  1.4 Manfaat Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Membuka wawasan keilmuan kepada penulis khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya tentang penggunaan regresi nonparametrik aditif dengan pendekatan Penalized Spline.

  2. Memberikan pemahaman tentang model regresi nonparametrik dengan pendekatan penalized spline khususnya terhadap data kemiskinan di Jawa Timur.

  3. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait dengan permasalahan kemiskinan.

  7

1.5 Batasan Masalah

  Batasan masalah dalam penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam memilih titik knot optimal dalam penelitian ini adalah metode Generalized Cross

  Validation (GCV).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan beberapa tinjauan pustaka yang digunakan untuk mendukung penulisan skripsi ini.

2.1 Kemiskinan

  Persentase penduduk miskin adalah salah satu indikator kemiskinan yang memberikan makna persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (BPS, 2014). BPS mengeluarkan dua jenis data kemiskinan, yaitu data kemiskinan makro dan data kemiskinan mikro.

  Data kemiskinan makro biasanya digunakan untuk geographical targeting sedangkan kemiskinan mikro lebih banyak digunakan untuk keperluan household

  targeting

  seperti social protection. Kemiskinan makro yang dikeluarkan oleh BPS adalah data kemiskinan yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Kemiskinan makro dihitung dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar yang mencakup kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

  Dari kebutuhan dasar ini dihitung suatu garis yang disebut garis kemiskinan. Pendekatan ini disebut juga pendekatan moneter. Selanjutnya, yang dikategorikan penduduk miskin adalah penduduk yang pengeluarannya ada di bawah garis kemiskinan. Sejak tahun 2000, BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin setiap tahun. Kemiskinan mikro perhitungannya menggunakan pendekatan non moneter. Jika data kemiskinan yang bersumber dari Susenas hanya mampu menyajikan jumlah dan persentase penduduk miskin di

  8

  9 suatu wilayah, maka data mikro mampu menyediakan informasi mengenai penduduk miskin sampai dengan nama dan alamat penduduk miskin tersebut (BPS, 2012).

  Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah konsep kemiskinan yang mengacu pada kepemilikan materi dikaitkan dengan standar kelayakan hidup seseoramg atau keluarga. Kedua istilah itu menunjuk pada perbedaan sosial (social distinction) yang ada dalam masyarakat di distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata (garis kemiskinan) dan indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada kemiskinan relatif kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk (Hendra, 2011).

2.1.1 Kemiskinan Absolut

  Kemiskinan absolut atau mutlak berkaitan dengan standar hidup minimum suatu masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk garis kemiskinan (poverty line) yang sifatnya tetap tanpa dipengaruhi oleh keadaan ekonomi suatu masyarakat. Garis kemiskinan (poverty line) adalah kemampuan seseorang atau keluarga memenuhi kebutuhan hidup standar pada suatu waktu dan lokasi tertentu untuk melangsungkan hidupnya. Pembentukan garis kemiskinan tergantung pada definisi mengenai standar hidup minimum. Sehingga kemiskinan absolut ini bisa diartikan dari melihat seberapa jauh perbedaan antara tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi

  10 kebutuhan dasarnya. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaaan miskin dengan tidak miskin.

  Garis kemiskinan di Indonesia secara luas digunakan pertama kali dikenalkan oleh Sajogyo pada tahun 1964 yang diukur berdasarkan konsumsi setara beras per tahun. Menurut Sajogyo terdapat tiga ukuran garis kemiskinan yaitu miskin, sangat miskin, dan melarat yang diukur berdasarkan konsumsi kapita per tahun setara beras sebanyak 480 kg, 360 kg dan 270 kg untuk daerah perkotaan dan 320 kg, 240 kg dan 180 kg untuk daerah pedesaan (Rahmawati, 2014).

  BPS menghitung jumlah dan persentase penduduk miskin (head count

  index

  ) yaitu penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Garis kemiskinan yang merupakan dasar penghitungan jumlah penduduk miskin dihitung dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) yaitu besarnya rupiah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan atau lebih dikenal dengan garis kemiskinan makanan dan non makanan.

  Garis kemiskinan makanan yang dimaksud adalah pengeluaran konsumsi per kapita per bulan yang setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari.

  Sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah besarnya rupiah untuk memenuhi kebutuhan non makanan seperti perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan, pakaian, dan barang atau jasa lainnya. Komponen garis kemiskinan makanan adalah nilai rupiah yang dikeluarkan untuk memenuhi 52 komoditi

  11 makanan terpilih hasil Susenas modul konsumsi. Sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah nilai rupiah dari 27 sub kelompok pengeluaran yang terdiri atas 51 jenis komoditi dasar non makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

  Dapat disimpulkan secara umum bahwa kemiskinan absolut adalah kondisi kemiskinan yang terburuk yang diukur dari tingkat kemampuan suatu keluarga dalam membiayai kebutuhan yang paling minimal untuk dapat hidup sesuai dengan taraf hidup kemanusiaan yang paling rendah.

2.1.2 Kemiskinan Relatif

  Kemiskinan relatif pada dasarnya menunjuk pada perbedaan relatif tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat. Mereka yang berada dilapis terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat di golongkan sebagai penduduk miskin. Dalam kategori ini, dapat saja mereka yang digolongkan sebagai miskin sebenarnya sudah dapat mencukupi hak dasarnya, namun tingkat keterpenuhannya berada di lapisan terbawah.

  Kemiskinan relatif memahami kemiskinan dari dimensi ketimpangan antar kelompok penduduk. Pendekatan ketimpangan tidak berfokus pada pengukuran garis kemiskinan, tetapi pada besarnya perbedaan antara 20 atau 10 persen masyarakat paling bawah dengan 80 atau 90 persen masyarakat lainnya. Kajian yang berorientasi pada pendekatan ketimpangan tertuju pada upaya memperkecil perbedaan antara mereka yang berada di bawah (miskin) dan mereka yang makmur dalam setiap dimensi statistifikasi dan diferensiasi sosial. Ketimpangan merupakan suatu permasalahan yang berbeda dengan kemiskinan.

  12 Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.

  World Bank

  mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: 40 persen penduduk dengan pendapatan rendah, 40 persen penduduk dengan pendapatan menengah dan 20 persen penduduk dengan pendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40 persen terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk.

  Kategori ketimpangan ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut:

   Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi.

   Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang.

   Jika proporsi jumlah pendapatan dari jumlah penduduk yang masuk kategori 40 persen terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.

  13

2.1.3 Ukuran Kemiskinan

  Untuk mengetahui jumlah penduduk miskin, sebaran dan kondisi kemiskinan diperlukan pengukuran kemiskinan yang tepat sehingga upaya untuk mengurangi kemiskinan melalui berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan akan efektif. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya menjadi instrumen yang tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Pengukuran kemiskinan yang baik akan memungkinkan dalam melakukan evaluasi dampak dari pelaksanaan proyek, membandingkan kemiskinan antar waktu dan menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk menguranginya (World Bank, Introduction to Poverty

  Analysis, 2005 ).

  Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS sejak pertama kali hingga saat ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic need approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Berdasarkan pendekatan ini indikator yang digunakan adalah

  Head Countu Index

  (HCI) yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line).

  Selain head count index (P ) terdapat juga indikator lain yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu indeks kedalaman kemiskinan (poverty

  gap index

  ) atau P

  1 dan indeks keparahan kemiskinan (distributionally sensitive

  14

  index)

  atau P 2 yang dirumuskan oleh Foster-Greer-Thorbecke (Tambunan, 2001). Metode penghitungan ini merupakan dasar penghitungan persentase penduduk miskin untuk seluruh kabupaten/kota.

  Rumus yang digunakan adalah: 1 − =

  ∑ ( )

  =1

  adalah rata-rata pengeluaran per kapita dengan adalah garis kemiskinan, penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan, adalah banyak penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan, adalah jumlah penduduk, dan = 0, 1, 2

  ) = 0 ; poverty head count index (P

  1 )

  = 1 ; poverty gap index (P = 2 ; poverty distributionally sensitive index (P

  2 ) Head count index

  (P ) merupakan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Semakin kecil angka ini menunjukkan semakin berkurangnya jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Demikian juga sebaliknya, bila angka P besar maka menunjukkan tingginya jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

  Poverty gap index

  (P

  1 ) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan

  pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Angka ini memperlihatkan jurang (gap) antara pendapatan rata-rata yang diterima penduduk miskin dengan garis kemiskinan. Semakin kecil angka ini menunjukkan secara rata-rata pendapatan penduduk miskin sudah semakin mendekati garis

  15 kemiskinan. Semakin tinggi angka ini maka semakin besar kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk semakin terpuruk.

  Distributionally Sensitive Index

  (P

  2 ) memberikan gambaran mengenai

  penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Angka ini memperlihatkan sensitivitas distribusi pendapatan antar kelompok miskin. Semakin kecil angka ini menunjukkan distribusi pendapatan diantara penduduk miskin semakin merata.

  Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung Strategi Penangggulangan Kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang pbaik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka (BPS, 2013).

  Jawa Timur dipilih karena merupakan provinsi dengan penduduk terbesar dan PDRB yang tertinggi kedua se-Indonesia (setelah DKI Jakarta), akan tetapi mempunyai penduduk miskin terbesar se-Indonesia (5,5 juta jiwa) dan persentase penduduk miskin yang masih di atas persentase kemiskinan nasional yaitu sebesar 15,26 persen (BPS, 2011).

  16

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

  Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mengetahui penyebab dan faktor-faktor yang terkait dengan kemiskinan diantaranya:

  2.2.1 Angka Melek Huruf

  Angka melek huruf dapat mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah. Angka melek huruf di dapat dengan membagi jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas kemudian hasilnya dikalikan dengan seratus (BPS, 2012). Melek huruf yang dimaksudkan disini adalah melek huruf latin, atau huruf arab, atau haruf lainnya (BPS, 2013).

  Menurut penelitian Hadliroh (2014) faktor yang paling mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2000-2013 adalah pendidikan.

  Hubungan antara kemiskinan dan pendidikan sangat penting, karena pendidikan (menurunnya persentase buta huruf) sangat mempengaruhi kemiskinan. Orang yang berpendidikan lebih baik akan mempunyai peluang yang lebih kecil menjadi miskin. Menurut Surwati (2005) keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan (BPS, 2011).

  2.2.2 Tingkat Pengangguran

  Sukirno (2013) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat

  17 diwujudkan. Turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena menganggur akan meningkatkan peluang masyarakat dalam kemiskinan. Selain pertumbuhan ekonomi, kinerja pembangunan dapat diketahui dari seberapa efektif pembangunan tersebut dapat menyerap angkatan kerja yang tersedia sehingga mengurangi pengangguran dan selanjutnya akan menurunkan tingkat kemiskinan.

  Dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) nasional, TPT Provinsi Jawa Timur termasuk rendah. Persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur cenderung menurun selama periode 2006-2013. Namun demikian secara nasional tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur masih tergolong cukup tinggi (BPS, 2014).

  Islam (2003) melakukan penelitian di 23 negara berkembang dan menyimpulkan bahwa kemiskinan dapat berkurang seiring dengan peningkatan pendidikan (menurunnya persentase buta huruf) dan peningkatan persentase tenaga kerja di sektor industri.

2.2.3 Pekerja di Sektor Pertanian

  Bekerja di sektor pertanian adalah proporsi penduduk miskin berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian tanaman padi dan palawija, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, dan pertanian lainnya (BPS, 2013). Salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi wilayah di Provinsi Jawa Timur didominasi oleh sektor pertanian. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar ketiga terhadap pembentukan nilai PDRB wilayah dan juga menjadi penyerap tenaga kerja terbesar, yaitu lebih dari 40 persen tenaga kerja berada di sektor pertanian (BPS, 2014).

  18

  2.2.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi

  Bank Dunia dalam Laporan Monitoring Global tahun 2005 menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berperan penting dalam upaya menurunkan kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan global. Dapat dikatakan bahwa pengurangan penduduk miskin tidak mungkin dilakukan apabila ekonomi tidak berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah syarat utama dalam mengatasi persoalan kemiskinan (World Bank, 2005). Pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (BPS, 2014).

  2.2.5 Rata-Rata Lama Sekolah

  Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.

  Perhitungan rata-rata lama sekolah menggunakan dua batasan yang dipakai sesuai kesepakatan beberapa negara. Rata-rata lama sekolah memiliki batas maksimumnya 15 tahun dan batas minimumnya 0 tahun. Hubungan antara kemiskinan dan pendidikan sangat penting, karena pendidikan sangat berperan dalam mempengaruhi angka kemiskinan. Orang yang berpendidikan lebih baik dan memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai peluang yang rendah menjadi miskin (BPS, 2014).

  Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki (BPS, 2012). Atmanti (2005) mengemukakan bahwa orang yang memiliki tingkat

  19 pendidikan lebih tinggi, diukur dengan lamanya waktu untuk sekolah akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding dengan orang yang pendidikannya rendah.

2.2.6 Angka Partisipasi Sekolah

  Angka partisipasi sekolah adalah proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada suatu kelompok tertentu terhadap penduduk dengan kelompok tertentu. APS merupakan indikator penting dalam pendidikan yang menunjukkan persentase penduduk usia 7-12 tahun yang masih terlibat dalam sistem persekolahan. Adakalanya penduduk usia 7-12 tahun belum sama sekali menikmati pendidikan, tetapi ada sebagian kecil dari kelompok mereka yang sudah menyelesaikan jenjang pendidikan setingkat sekolah dasar (BPS, 2014).

  Hubungan antara kemiskinan dan pendidikan sangat penting, karena pendidikan sangat berperan dalam mempengaruhi angka kemiskinan (BPS,2014).

  Penelitian Siregar dan Wahyuniarti (2008) mengemukakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh paling tinggi terhadap kemiskinan dibandingkan variabel pembangunan lain seperti jumlah penduduk, PDRB, dan tingkat inflasi.

  20

2.3 Matriks

  Matriks adalah susunan bilangan atau fungsi yang diletakkan atas baris dan kolom serta diapit oleh dua kurung siku. Bilangan atau fungsi tersebut disebut entri atau elemen matriks. Matriks dilambangkan dengan huruf besar, sedangkan elemen matriks dilambangkan dengan huruf kecil, mempunyai baris dan kolom. Secara umum sebuah matriks dapat ditulis dengan bentuk:

  …

  1

  

11

  12

  …

  2

  

21

  22

  = [ ]

  ( × )

  ⋮ ⋮ ⋮

  

1

  2

  …

  (Rencher dan Schaalje, 2008)

  Beberapa sifat-sifat matriks adalah sebagai berikut: =

  1. Tranpose dari matriks didefinisikan sebagai , maka ( )

  − − − −

  2. Invers dari matriks didefinisikan sebagai , maka ( ) = adalah nonsingular, dan

  3. Jika adalah matriks nonsingular, maka

  − −

  ( ) = ( )

  Definisi Trace

  Jika matriks berukuran × maka trace dari dilambangkan dengan berukuran ( ) adalah ( ) = ∑ (2.1)

  =1 (Hidayah, 2007)

  21

2.4 Regresi Nonparametrik

  Regresi nonparametrik merupakan suatu metode statistika yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel respon dan prediktor, jika bentuk hubungan antara variabel respon dan prediktor tidak diketahui atau tidak didapatkan informasi sebelumnya. Misalkan adalah variabel respon dan adalah variabel prediktor untuk pengamatan, maka hubungan antara variabel- variabel tersebut dapat dinyatakan sebagai

  = ( ) + , = 1,2, … , (2.2) adalah error random yang diasumsikan independen dengan dengan

  2

Dokumen yang terkait

ESTIMASI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK BIRESPON PADA DATA LONGITUDINAL BERDASARKAN ESTIMATOR LOKAL LINIER SKRIPSI

0 1 17

NONPARAMETRIK BIRESPON PADA DATA LONGITUDINAL BERDASARKAN ESTIMATOR SPLINE TRUNCATED (STUDI KASUS: SUNGAI BRANTAS DI SEKITAR LOKASI INDUSTRI) SKRIPSI

0 0 101

PEMODELAN JUMLAH PENDERITA PNEUMONIA BALITA DI KABUPATENKOTA DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED NEGATIVE BINOMIAL REGRESSION

0 1 15

ESTIMASI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK BIRESPON PADA DATA LONGITUDINAL BERDASARKAN ESTIMATOR SPLINE TRUNCATED SKRIPSI

0 0 16

PEMODELAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PAPUA DENGAN PENDEKATAN REGRESI NONPARAMETRIK ADITIF BERDASARKAN ESTIMATOR PENALIZED SPLINE SKRIPSI

0 0 15

ESTIMASI MODEL REGRESI NONPARAMETRIK MULTIVARIAT BERDASARKAN ESTIMATOR POLINOMIAL LOKAL ORDE DUA SKRIPSI

0 0 67

ESTIMASI MODEL REGRESI NONPARAMETRIK BI-RESPONSE PADA DATA LONGITUDINAL BERDASARKAN ESTIMATOR WEIGHTED SPLINE TRUNCATED Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 17

PEMODELAN BOD DAN COD DENGAN PENDEKATAN REGRESI NONPARAMETRIK BIRESPON PADA DATA LONGITUDINAL BERDASARKAN ESTIMATOR POLINOMIAL LOKAL (STUDI KASUS: DAERAH AIR MENGALIR SUNGAI SURABAYA SEBAGAI BAHAN BAKU AIR PDAM) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 115

PEMODELAN KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN ANAK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DENGAN PENDEKATAN REGRESI LOGISTIK NONPARAMETRIK ADITIF BERDASARKAN ESTIMATOR KERNEL (Studi Kasus di RSU Haji Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 107

ESTIMASI MODEL REGRESI NONPARAMETRIK BIRESPON PADA DATA LONGITUDINAL BERDASARKAN ESTIMATOR POLINOMIAL LOKAL TERBOBOTI SKRIPSI

1 13 17