BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri - GAMBARAN KONSEP DIRI PADA REMAJA SAKSI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Menurut Calhaoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawati 1995),

  menyatakan konsep diri merupakan gambaran mental setiap idividu yang terdiri atas pengetahuan tentang dirinya, pengharapan dan penilaian tentang diri sendiri. Hurlock (dalam Ghufron & Risnawati 1979), menyatakan konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif dan prestasi yang remaja capai.

  Hurlock (1990), mengemukakan Konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk sifat atau perilaku. Jika konsep diri positif anak akan khususnya remaja akan mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realitas, sehingga akan menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Sebalikanya apabila konsep diri negatif, anak khususnya remaja akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri. Konsep diri ini disadari atau tidak pada akhirnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia secara keseluruhan.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah suatu gambaran mental setiap idividu yang terdiri atas pengetahuan tentang dirinya, pengharapan dan penilaian tentang diri sendiri. Berperan mengatur dan maupun konsep diri negatif. Dari penjelasan di atas peneliti memfokuskan untuk menggambarkan bagaimana konsep diri sebenarnya pada partisipan.

2. Aspek-aspek Pada Konsep Diri

  Calhaoun dan Acocella (Ghufron & Risnawati 1995), mengatakan konsep diri terdiri dari tiga aspek yaitu sebagai berikut: 1)

  Pengetahuan Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu di dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan sebagainya. Misalnya, seseorang akan menganggap dirinya sebagai orang yang sempurna karena telah dikaruniai fisik yang berfungsi dengan lengkap, berusia 20 tahun, wanita, WNI, jawa, mahasiswi, islam dan lain-lain. Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang di identifikasikan oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat berganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan diri terhadap suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi lain yang dimasukkan kedalam potret dari mental individu. 2)

  Harapan Pada saat-saat tertentu, seseorang mempunyai suatu aspek pandangan tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya, individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal. Diri yang ideal sangat berbeda pada masing-masing individu. Seseorang mungkin akan lebih ideal jika dia berdiri di atas podium berorasi dengan penuh semangat. Di hadapannya banyak orang antusias mendengarkan setiap kata yang diucapkannya sambil sesekali meneriakkan semacam yel- yel. Sementara itu, bagi yang lain merasa sebagai diri yang ideal jika dia merenung dan menulis dirumah dengan menghasilkan suatu karya tulis yang dapat dibaca setiap orang. 3)

  Penilaian Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri. Apakah bertentangan dengan.

  ”siapakah saya”, pengharapan bagi individu, “seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka akan semakin rendah harga diri seseorang.

  Berbeda halnya dengan Burns (1993), yang menyebutkan tiga aspek sebagai berikut: 1)

  Konsep diri dasar Aspek ini mempunyai istilah lain yaitu diri yang dikognisikan.

  Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan dan kemampuan dirinya.

  2) Diri yang lain

  Aspek ini merupakan gambaran diri seseorang yang berasal dari penilaian orang lain. Hal ini menjadi titik utama untuk melihat gambaran pribadi seseorang yang berawal dari, pernyataan-pernyataan, tindakan- tindakan, isyarat-isyarat dari orang lain kepada individu. Dari hal tersebut di dapat setahap demi setahap akan membentuk konsep diri sebagaimana yang diyakini individu tersebut dan yang dilihat oleh orang lain.

  3) Diri yang ideal

  Aspek ini merupakan seperangkat gambaran mengenai aspirasi dan apa yang diharapkan oleh individu, sebagian merupakan keinginan dan sebagian lagi merupakan keharusan. Dari dua aspek di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri menurut Calhaoun & Acocella, mencakup tiga aspek yaitu, pengetahuan, harapan, dan penilaian. Staines, mencakup konsep diri dasar, diri sosial dan diri ideal. Dari dua pendapat mengenai konsep diri tersebut peneliti memilih teori yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella, hal tersebut dikarenakan sesuai untuk menggambarkan konsep diri pada remaja yang akan diteliti.

3. Jenis-jenis Konsep Diri

  Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawati 1995), membagi konsep diri menjadi dua jenis yaitu: 1)

  Konsep diri positif Konsep diri positif adalah penerimaan yang mengarahkan individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Jadi, orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik merupakan kekurangan maupun kelebihan. Adapun ciri-ciri dari konsep diri positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa merasa malu, sadar bahwa setiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya.

  2) Konsep diri negatif

  Konsep diri negatif yaitu pandangan seseorang terhadap dirinya tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Sementara itu ciri konsep diri yang negatif adalah peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, punya sikap hiper kritis, cenderung merasa tidak di sukai orang lain dan pesimistis dalam kompetisi. Menurut Hurlock (1974), konsep diri menjadi empat jenis yaitu:

  1) Konsep diri dasar

  Konsep diri dasar meliputi presepsi mengenai penampilan, kemampuan, peran status dalam kehidupan dan nilai-nilai kepercayaan serta aspirasinya. 2)

  Konsep diri sementara Konsep diri sementara adalah konsep diri yang sifatnya hanya sementara yang dijadikan patokkan. Apabila tempat dan situasi berbeda, konsep-konsep ini menghilang. Konsep diri ini terbentuk dari interaksi dengan lingkungan dan biasanya dipengaruhi oleh suasana hati, emosi dan pengalaman baru yang dilaluinya. 3)

  Konsep diri sosial Konsep diri sosial timbul berdasarkan seseorang tanpa presepsi orang lain tentang dirinya. Tergantung dengan perkataan dan perbuatan orang lain pada dirinya. Konsep diri sosial diperoleh dengan orang lain.

  4) Konsep diri ideal

  Konsep diri ideal terbentuk dari presepsi seseorang dan keyakinan oleh apa yang kelak terjadi pada dirinya dimasa yang akan datang. Konsep diri ini beruhubungan dengan pendapat individu mengenai keadaan fisik dan psikologisnya. Konsep diri ideal ini dapat menjadi kenyataan apabila berada dalam kehidupan nyata. Berdasarkan urain jenis-jenis konsep diri di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis konsep diri menurut Calhoun dan Acocella, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Menurut Hurlock, yaitu konsep diri dasar, konsep diri sementara, konsep diri sosial dan konsep diri ideal. Peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella, sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh peneliti, karena peneliti merasa konsep diri negatif dan positif sesuai dengan keadaan partisipan di lapangan.

  B.

  

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1.

  Pengertian KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) Carlson (2000), mengklasifikasi 3 kategori pengaruh negatif KDRT yang dapat terjadi dalam kehidupan remaja yang menjadi saksi kekerasan dalam lingkup keluarga, yaitu problem emosional, perilaku dan sosial, problem kognitif dan sikap, problem jangka panjang. Gangguan perilaku dan sosial dapat dimanifestasikan dalam bentuk meningkatnya perilaku agresif, kemarahan, kekasaran, perilaku menentang dan ketidakpatuhan. Munculnya gangguan emosional dalam diri remaja, seperti meningkatnya rasa takut, kecemasan, relasi yang buruk dengan saudara kandung, teman bahkan orangtua, serta menurunnya

  self esteem . Bukan hanya itu, problem personal remaja juga dapat turut mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikapnya. Hal ini dapat terlihat dari menurunnya prestasi, terbatasnya kemampuan problem solving, kecenderungan sikap yang mendukung perilaku kekerasan, bahkan hingga terbentuknya pemahaman nilai-nilai yang negatif. Anak yang melihat perilaku kekerasan setiap hari di lingkungan rumah, dapat mengalami gangguan fisik/kesehatan, mental dan emosional (Blackstone & Feudtner, 2006) . Tindak KDRT menurut Sugihastuti dkk (2007), menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk penganiayan secara fisik maupun emosional atau psikologis, yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga. KDRT tidak hanya selalu masalah kekerasan fisik yang mengakibatkan luka fisik, tapi juga di dalamnya kekerasan seksual, kekerasan psikologi dan penelantaran.

  Krauss (dalam Barbara, 1995), menyatakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mengacu pada bentuk-bentuk perilaku yang dilakukan dengan niat menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga. Fitur khasnya adalah tindakan tersebut jarang merupakan kejadian tunggal, tetapi cenderung berlangsung berulang-ulang, terkadang terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

  Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menurut UU No. 23 Tahun 2004 (dalam Soeroso, 2010) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa KDRT merupakan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

2. Bentuk-bentuk KDRT

  Menurut Direktorat Reserse Polda Metro Jaya (dalam Soeroso, 1991), bentuk-bentuk KDRT secara umum dari berbagai kasus yang pernah terjadi di Indonesia dapat di kelompokkan menjadi sebagai berikut:

  1) Kekerasan fisik

  Yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat seperti diantaranya: a.

  Pembunuhan 1)

  Suami terhadap istri atau sebaliknya 2)

  Ayah terhadap anak dan sebaliknya 3)

  Ibu terhadap anak atau sebaliknya (termasuk pembunuhan bayi oleh ibu) 4)

  Adik terhadap kakak, keponakan, ipar atau sebaliknya 5)

  Anggota keluarga terhadap pembantu 6)

  Bentuk campuran selain tersebut di atas b. Penganiayaan

  1) Suami terhadap istri atau sebaliknya

  2)

  3) Ibu terhadap anak atau sebaliknya (termasuk pembunuhan bayi oleh ibu

  4) Adik terhadap kakak, keponakan, ipar atau sebaliknya

  5) Anggota keluarga terhadap pembantu

  6) Bentuk campuran selain tersebut di atas c.

  Pemerkosaan 1)

  Ayah terhadap anak perempuan, ayah kandung, ayah tiri dan anak kandung maupun anak tiri 2)

  Suami terhadap adik/kakak ipar 3)

  Kakak terhadap adik 4)

  Suami/anggota keluarga laki-laki terhadap pembantu rumah tangga

5) Bentuk campuran selain yang tersebut diatas.

  2) Kekerasan nonfisik/psikis/emosional

  Yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya atau penderitaan psikis berat pada seseorang seperti: a.

  Penghinaan b.

  Komentar-komentar yang dimaksudkan untuk merendahkan dan melukai harga diri pihak istri c.

  Melarang istri bergaul d.

  Ancaman-ancaman berupa akan mengembalikan istri ke orang tua e. Akan menceraikan f. Memisahkan istri dari anak-anaknya dan lain-lain.

  3) Kekerasan seksual

  Yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Selain itu juga berarti pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu seperti: a.

  Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya b.

  Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki atau disetujui oleh istri c.

  Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki, istri sedang sakit atau menstruasi d.

  Memaksa istri menjadi pelacur dan sebagainya. 4)

  Kekerasan ekonomi Yaitu berupa penelantaran rumah tangga juga dimasukkan dalam pengertian kekerasan, karena setiap orang dilarang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga, karena menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dan perjanjian ia wajib memberikan penghidupan, perawatan kepada orang tersebut seperti berikut: a.

  Tidak memberi nafkah pada istri b.

  Memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomis untuk mengontrol kehidupan istri c.

  Membiarkan istri bekerja untuk kemudian penghasilannya dikuasai oleh suami. Misalnya memaksa istri menjadi “wanita panggilan”. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk KDRT menurut Direktorat Reserse Polda Metro Jaya (dalam Soeroso, 1991), yaitu dikelompokkan menjadi empat bentuk-bentuk kekerasan berupa kekerasan fisik, kekerasan nonfisik/psikis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri dan anak.

3. Dampak-dampak terhadap saksi KDRT

  Taylor dkk (2009), menjelaskan bahwa tindakan KDRT ternyata tidak hanya merugikan pasangan suami istri yang bertikai tapi juga dapat memberikan efek negatif bagi tumbuh kembang anak khususnya remaja sebagai saksi utama kekerasan tersebut. Berikut beberapa dampak buruk yang terjadi pada anak khususnya remaja yang pernah menyaksikan tindak KDRT:

  1) Trauma

  Remaja yang kerap menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya umumnya akan memiliki kemungkinan mengalami trauma. Hal ini tentu akan mengganggu tumbuh kembangnya, bahkan jika tidak segera ditangani bukan hal yang mustahil trauma terjadi hingga anak tumbuh dewasa dan bahkan berkeluarga. 2)

  Relasi yang kurang baik dengan lingkungan sekitar Remaja yang hidup dalam keluarga yang terlibat KDRT bukan tidak mungkin melakukan hal yang sama, yakni melakukan kekerasan seperti pelecehan secara fisik maupun psikis terhadap teman-teman bermainnya.

  Jika sudah begini bukan saja merugikan keluarga anda tapi bisa berakibat fatal jika remaja melakukan tindakan yang dapat melukai teman-temannya.

  3) Mencari perhatian

  Jika terus-terusan menyaksikan tindakan KDRT remaja bisa menjadi nakal. Kenakalan yang dilakukan remaja bukan berarti tidak bisa diperbaiki karena kenakalan yang dilakukan oleh remaja terkadang hanya sebagai cara untuk mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya.

  4) Prestasi menurun

  KDRT juga dapat membuat prestasi remaja menurun di sekolah. Sadar atau tidak, pertengkaran yang dilakukan orang tua membuat konsentrasi belajarnya terganggu. Jika hal ini dibiarkan akan membuat remaja minim prestasi di antara teman-teman sekolahnya.

  5) Terjerumus hal negatif

  Semakin seringnya anda dan pasangan terlibat dalam sebuah pertengkaran yang berujung KDRT, maka semakin terabaikan pula nasib si buah hati. Jangan salahkan anak anda jika mereka nantinya masuk dalam lingkaran narkoba atau seks bebas sebagai bentuk pelarian mereka dari ketidaknyamanan dalam rumah. 6)

  Mudah terserang penyakit fisik Selain mungkin terjerumus narkoba maupun seks bebas, remaja yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang tidak harmonis lebih mudah terserang penyakit. Ini bisa terjadi karena buah hati kurang mendapat perhatian dari ibunya yang kerap menjadi korban kekerasan yang dilakukan sang ayah.

  7) Mencontoh yang dilakukan orangtua

  Mungkin tak dapat dipungkiri jika anak anda bisa jadi mencontoh tindakan yang dilakukan orangtuanya. Misalnya ketika ayahnya melakukan tindak kekerasan baik itu pemukulan maupun hinaan berupa kata-kata, maka remaja pun akan menyerap, mengingat dan bukannya tidak mungkin melakukan hal-hal yang sama seperti yang ia lihat sewaktu kedua orangtuanya bertikai.

  Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dampak-dampak terhadap anak khususnya remaja yang pernah menyaksikan KDRT, dapat menimbulkan trauma, relasi yang kurang baik dengan lingkungan sekitar, mencari perhatian, prestasi menurun, terjerumus hal-hal negatif, mudah terserang penyakit dan dapat mencontoh yang dilakukan oleh orang tuanya.

  

Dampak di atas berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri remaja, karena

konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang

merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan

prestasi yang mereka capai

  C.

  

Konsep Diri Pada Remaja Saksi Kekerasan dalam Rumah Tangga

  Pudjijogyanti (dalam Sobur 2003), menyatakan bahwa pada keluarga yang harmonis, seorang remaja mendapatkan kehangatan, rasa aman, dan kasih sayang sehingga membuat dirinya merasa di sayangi, yakin bahwa dirinya berharga, dan tumbuh menjadi seorang yang percaya diri. Sebaliknya, pada keluarga yang tidak harmonis atau yang mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), remaja banyak menyaksikan kekerasan yang mengakibatkan dirinya merasa tidak disayangi, percaya bahwa dirinya tidak berharga, dan menjadi seorang yang rendah diri.

  Carlson (2000), mengklasifikasi 3 kategori pengaruh negatif KDRT yang dapat terjadi dalam kehidupan remaja yang menjadi saksi kekerasan dalam lingkup keluarga, yaitu problem emosional, perilaku dan sosial, problem kognitif dan sikap, problem jangka panjang. Gangguan perilaku dan sosial dapat dimanifestasikan dalam bentuk meningkatnya perilaku agresif, kemarahan, kekasaran, perilaku menentang dan ketidakpatuhan. Munculnya gangguan emosional dalam diri remaja, seperti meningkatnya rasa takut, kecemasan, relasi yang buruk dengan saudara kandung, teman bahkan orangtua, serta menurunnya

  

self esteem . Bukan hanya itu, problem personal remaja juga dapat turut

  mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikapnya. Hal ini dapat terlihat dari menurunnya prestasi, terbatasnya kemampuan problem solving, kecenderungan sikap yang mendukung perilaku kekerasan, bahkan hingga terbentuknya pemahaman nilai-nilai yang negatif.

  Secara spesifik Taylor dkk (2009), mengungkapkan anak khususnya remaja yang hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan menjadi saksi utama kekerasan tersebut terjadi akan memberikan dampak secara psikologis seperti, trauma, relasi yang kurang baik dengan lingkungan sekitar, mencari perhatian, prestasi menurun, terjerumus hal- hal negatif, mudah terserang penyakit dan dapat mencontoh yang dilakukan oleh orangtuanya. Hal ini dikarenakan konsep diri diartikan sebagai gambaran

  

seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik,

psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai.

  Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Hurlock (1990), mengemukakan bahwa konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk sifat atau perilaku. Jika memiliki konsep diri yang positif anak akan mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realitas, sehingga akan menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik.

  Sebalikanya apabila konsep diri negatif, anak akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri Semua uraian di atas adalah perlakuan-perlakuan yang diberikan orangtua terhadap anak, dan akan membekas hingga anak menjelang dewasa sehingga membawa pengaruh terhadap pembentukkan konsep diri anak khususnya remaja baik konsep diri ke arah positif atau ke arah negatif. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam pembentukan konsep diri anak khususnya remaja, namun adapaun hal-hal lain yang mendukung terbentuknya konsep diri yaitu lingkungan sosial dan teman sebaya. Konsep diri ini sendiri akan mempengaruhi pengetahuan remaja berupa apa yang individu ketahui tentang dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan sebagainya. Konsep diri yang mereka miliki juga mempengaruhi harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal di masa depan. Selain itu remaja yang menyaksikan KDRT memiliki penilaian yaitu dalam hal ini individu berkedudukan sebagai penilai “siapakah saya dan seharusnya me njadi apa”.

  D.

  

Pertanyaan Penelitian

  Pertanyaan penelitian (research questions) dibagi menjadi dua yaitu:

  1. Pertanyaan Utama a.

  Bagaimana gambaran konsep diri sebenarnya pada remaja yang menjadi saksi KDRT?

  2. Pertanyaan Tambahan a.

  Bagaimana harapan remaja yang menyaksikan KDRT terhadap dirinya di masa yang akan mendatang?