Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pendam. pdf

Penanggulangan Kemiskinan
Melalui Pendampingan Perempuan Wirausaha
Pesan Kebijakan:
 Akses pembiayaan untuk
meningkatkan daya
saing usaha mikro dan
kecil menengah (UKM)
ibu-ibu rumah tangga.
 Skema alokasi anggaran
daerah ditingkatkan
untuk pengembangan
kapasitas usaha
 Mendorong KUBE untuk
melakukan pengguliran
modal usaha dengan
mekanisme sesuai
dengan hasil
musyawarah kelompok.
 Pendampingan
pemasaran juga
diperlukan dengan

memperkuat networking
KUBE.
 mendorong keterlibatan
stakeholders
perekonomian daerah
untuk turut melakukan
pembinaan usaha KUBE.

Ringkasan
Upaya mencetak perempuan pelaku wirausaha,
khususnya di daerah industri dengan tingkat kemiskinan
tinggi, diharapkan mampu menjadi pengungkit
peningkatan pendapatan keluarga, juga pengaman
kerentanan sosial. Di Jawa Timur, meski pertumbuhan
ekonomi cenderung lebih tinggi dari rata-rata nasional,
angka kemiskinan Jawa Timur 2016 masih 12,05 persen
atau masih lebih tinggi dibandingkan nasional sebesar
10,86 persen. Sebagian besar anggaran daerah yang
masuk kategori pro-poor didistribusikan belum efektif
sektor pemberdayaan ekonomi keluarga. Program

penanggulangan kemiskinan juga belum mengadopsi
perspektif pendampingan pemberdayaan perempuan
sebagai kelompok yang memiliki kerentanan tinggi dalam
permasalahan kemiskinan. Belajar dari pengalaman
pendampingan Prakarsa Jawa Timur di Kota KraksaanProbolinggo dan Kota Perak-Jombang, perhatian khusus
kepada ibu rumah tangga menjadi pilihan strategis.
Strategi ini terutama diwujudkan dengan pelibatan aktif
ibu-ibu rumah tangga dalam kelompok wirausaha
berbasis inovasi produk berbahan baku lokal. Tentu,
bingkai relasi antara organisasi sosial, pemerintah dan
sektor swasta mutlak diperlukan, khususnya dalam
komitmen pendampingan perempuan wirausaha. Akses
pembiayaan yang mudah disertai pendampingan UKM
perempuan harus menjadi agenda kebijakan pemerintah.

Kantor : Tuwiri RT. 01 / RW. 05 Tambakrigadung,
Kec. Tikung Kab. Lamongan 62281
Email : prakarsa_la@yahoo.co.id ; Website: prakarsa-jatim.com; Telp. 0322 - 316519

LATAR BELAKANG

Selama kurun lima tahun terakhir,
Prakarsa Jawa Timur memandang
strategis upaya penanggulangan
kemiskinan melalui pemberdayaan
wirausahawan perempuan. Sejak
Tahun 2016, melalui Program
Pendampingan untuk Pengembangan Kewirausahaan bagi Ibu-Ibu
Rumah Tangga, Prakarsa Jawa
Timur telah melakukan pemberdayaan perempuan wirausaha Kota
Kraksaan dan Kabupaten Jombang.
Program ini berangkat dari hasil
analisis kondisi kemiskinan di dua
daerah tersebut dimana menunjukkan bagaimana wilayah di dua
kecamatan tersebut sedang menuju
sebagai menjadi kota baru menjadi
ajang pengembangan insustrialisasi.
Kedua area tersebut dipandang
semakin rentan pada konsekuensi
atau ekses perubahan terutama
dengan hilangnya sumber daya alam

yang sebelum ini menjadi tumpuan
penghidupan masyarakat setempat.
Kondisi kedua wilayah tersebut bisa
dikatakan sebagai cerminan bagaimana penanggulangan kemiskinan
tidak bisa mengandalkan pada pertumbuhan industrialisasi semata.
Kaum perempuan, khususnya ibuibu rumah tangga menjadi kelompok
strategis untuk mencegah dampak
negatif kesenjangan ekonomi di
kedua wilayah tersebut. Oleh karena

itu, dengan mencetak perempuan pelaku
wirausaha, khususnya di daerah dengan tingkat
kemiskinan tinggi, diharapkan mampu menjadi
pengungkit peningkatan pendapatan keluarga.
Upaya
membangun
kewirausahaan
bagi
komunitas merupakan upaya merubah perilaku
masyarakat yang membutuhkan proses cukup

panjang jika mengandalkan kejadian secara alami.
Untuk mempercepat proses perubahan tersebut
maka bisa dilakukan upaya-upaya sistematis
dengan pemberian intervensi-intervensi tertentu,
antara lain dengan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan wirausaha kepada
masyarakatnya, pemberian stimulasi usaha sesuai
minat dan pilihan masing-masing orang, serta
pendampingan agar para kader bisa memanfaatkan potensi dan sumber daya setempat
sebagai pondasi sekaligus pilar usaha mandiri ke
depan.
Untuk kota Kraksaan Probolinggo dan Kota Perak
Jombang, Prakarsa Jawa Timur memberikan
perhatian khusus kepada ibu rumah tangga
menjadi pilihan strategis karena dalam kehidupan
keluarga masyarakat Indonesia, ibu-ibu rumah
tangga menjalani peran dan fungsi sebagai
bemper guncangan rumah tangga, termasuk
guncangan ekonomi akibat perubahan status lingkungan tinggal dari suasana perdesaan menjadi
suasana perkotaan. Hal ini konsisten dengan
kecenderungan kerentanan posisi perempuan di

tengah proses industrialisasi. Di tengah tingginya
arus modal masuk ke daerah-daerah di Jawa
Timur, dengan watak padat modal saat ini, terlihat
adanya arus pengaruh yang besar pada
perempuan usia produktif.

Pertama, banyak pekerjaan yang
dilakukan oleh perempuan tidak
berupah dan tidak diakui. Sebagian
besar perempuan terlibat dalam
pekerjaan domestik yang bersifat
mengasuh anak dan tidak dibayar.
Pekerjaan ini tidak diakui oleh
masyarakat sebagai penyumbang
ekonomi. Hal ini dilihat sebagai
tanggung jawab alamiah perempuan. Ketika perempuan mendapatkan pekerjaan yang berupah,
biasanya mereka tetap harus
melakukan
banyak
pekerjaan

domestik. Mereka masih diharapkan
yntuk bertanggung jawab pada
perawatan anak-anak dan melayani
orang tua.

Kedua, banyak pekerjaan perempuan yang berupah tidak termasuk
dalam
pekerjaan
formal.
Di
Indonesia, tidak terkecuali di Jawa
Timur, pekerjaan berupah, yang
dilakukan oleh sebagian besar
perempuan, di luar ekonomi formal.
Mereka bekerja di sektor informal.
Ini berarti bekerja di perusahaanperusahaan berskala kecil yang tidak
dilindungi serta investasi modalnya
kecil. Pekerjaan sehari-hari sering
merupakan perpaduan antara tugastugas domestik yang berupah kecil
yang hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan dasar. Jenis pekerjaanya
seperti: menjual barang, membawa
pekerjaan kerumah, atau bekerja

sebagai buruh lepas. Pekerjaan semacam ini
jarang dilindungi oleh hukum. Selain itu juga
sebagian besar diabaikan oleh kebijakan
pemerintah dan organisasi pekerja.
Ketiga, partisipasi tinggi kaum perempuan dalam
pekerjaan formal tertutup bagi mereka. Hal ini
karena perempuan dikeluarkan dari jenis
pekerjaan tertentu, kurangnya akses pendidikan
dan pelatihan, serta tanggung jawab domestik. Ini
juga merupakan indikasi besarnya tekanan yang
dihadapi oleh perempuan untuk menemukan jalan
memperoleh
penghasilan
demi
menjamin
kelangsungan hidup keluarga mereka. Bagian

terbesar dari ekonomi rumah tangga.

ANALISIS MASALAH
Pertumbuhan Ekonomi VS. Kemiskinan di
Jawa Timur
Meskipun pertumbuhan ekonomi cenderung lebih
tinggi dari rata-rata nasional, angka kemiskinan
Jawa Timur 2016 adalah 12,05 persen atau masih
lebih tinggi dibandingkan nasional sebesar 10,86
persen. Masih terdapat 22 Kab/ Kota dengan
tingkat kemiskinan di atas ra-rata nasional.
Kabupaten yang masih menjadi kantong
kemiskinan Jawa Timur adalah Sampang,
Bangkalan,
Sumenep,
dan
Probolinggo.
Sebagaimana pada Grafik 1, Provinsi Jawa Timur
berada pada kluster menengah daerah dengan
angka kemiskinan di atas rata-rata nasional.


Salah satu indikator permasalahan
kemiskinan adalah tingkat pendapatan perkapita penduduk yang masih
rendah. Idealnya, dalam arah
penanggulangan kemiskinan adalah
bagaimana pendapatan per kapita
meningkat mendorong pengeluaran
publik pun akan meningkat. Oleh
karena itu, peran Pemerintah dalam
pembangunan ekonomi bisa berkisar
pada distribusi, alokasi, stabilisasi,
dan regulasi ekonomi. Ketiganya
tidak akan efektif tanpa komitmen
percepatan penanggulangan kemiskinan. Visi pembangunan Jangka
Menengah Daerah Jawa Timur
memang menekankan pada terwujudnya
kesejahteraan,
yang
secara eksplisit ditujukan untuk
masyarakat kelas bawah atau “wong

cilik”. Instrumen pelaksanaannya

secara eksplisit ditujukan untuk masyarakat kelas
bawah
atau
“wong
cilik”.
Instrumen
pelaksanaannya diterjemahkan dalam dua misi
yang relevan yaitu meningkatkan kesejahteraan
rakyat yang berkeadilan, dan meningkatkan
pembangunan ekonomi inklusif. Namun, sekuat
apapun visi dan instrumen kebijakannya, tanpa
sasaran dan strategi program yang tepat,
khususnya pada kelompok rentan perempuan,
dikhawatirkan angka kemiskinan akan stagnan di
angka 12%.

Efektifitas
Anggaran
Kemiskinan Jawa Timur

Penanggulangan

Dari sisi strategi penanggulangan kemiskinan,
Pemerintah daerah memformulasikan kebijakan
penanggulangan kemiskinan di dalam 10 sasaran
strategis selama lima tahun. Pencapaian kinerja
penanggulangan kemiskinan daerah dapat diukur
berdasarkan kualitas pelaksanaan 37 arah

berdasarkan kualitas pelaksanaan 37
arah kebijakan yang paling relevan
Namun target penurunan angka
kemiskinan
pada
akhir
masa
pemerintahan dibandingkan dengan
data dasar tahun 2013 tidak
disebutkan secara eksplisit di dalam
dokumen
Perencanaan
Jangka
Menengah Daerah.
Pada analisis APBD Provinsi Jawa
Timur selama 5 tahun terakhir,
melalui pendekatan analisis berbasis
indikator
eksplisit,
menemukan
bahwa anggaran pro poor Provinsi
Jawa Timur Tahun 2016 adalah
sebesar 3,03 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa Provinsi Jatim
belum progresif dalam upaya
percepatan
dan
perluasan
pengurangan
kemiskinan.
Sementara
pendekatan
analisis
berbasis indikator implisit yang
dikombinasi dengan penelusuran
anggaran pada empat sektor,
menemukan bahwa 40,9 persen
APBD Provinsi Jatim adalah Pro Poor
atau setara Rp 9,42 triliun. Artinya
setiap penduduk miskin di Jawa
Timur
berpotensi mendapatkan
manfaat sebesar Rp 2,1 juta per
tahun. Sayangnya, sebagian besar
anggaran yang masuk kategori pro
poor didistribusikan tanpa melalui
program dan kegiatan daerah
Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Program
penanggulangan

Program penanggulangan kemiskinan di Jawa
Timur juga belum memasukkan perspektif
pemberdayaan perempuan sebagai kelompok
yang
memiliki
kerentanan
tinggi
dalam
permasalahan kemiskinan.

UKM Perempuan Minus Pendampingan
Strategi penanggulangan kemiskinan Jawa Timur
berpusat
pada
kebijakan
meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, dan
meningkatkan pembangunan ekonomi inklusif.
Namun, kebijakan ini masih belum berjalan pada
arah sasaran yang tepat, ketika disandingkan
dengan program-program peningkatan UMKM di
Jawa Timur yang diyakini sebagai katup
penurunan angka kemiskinan. Pada skala
nasional, saat ini dari sekitar 58 juta pelaku usaha,
sebanyak 98,7 persen adalah pelaku usaha mikro
dan UKM. Yang lainnya atau sisanya adalah pelaku
usaha
besar.
Antar
segmen
kebijakan,
sebagaimana pada Gambar 1, segmen UMKM
belum
secara
jelas
distimulasi
dengan
pendampingan dan alokasi pembiayaan modal
yang belum terintegrasi dengan fasilitasi di sektor
kelompok segmen besar. Padahal, kontribusi dari
koperasi dan UKM sebesar 57,9 persen dari Produk
Domestik Bruto. Karena pertumbuhan kita banyak
didominasi koperasi dan UKM, pemerintah terus
mendorong agar terus tumbuh.

Gambar Piramida Konstruksi Wirausaha
Akses pembiayaan yang mudah
disertai
pendampingan
harus
menjadi agenda pemerintahan baru.
Menurut Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha
Kemenkop dan UKM, Braman Setyo,
sekitar 70-80 persen pelaku usaha
mikro
dan
UKM
mengalami
kegagalan lantaran tidak adanya
pendampingan.
Pelaku
usaha
khususnya mikro dan kecil, 70-80
persen gagal karena tidak ada
model-model
pendampingan.
Banyak
sekali
model-model
pendampingan pelaku usaha mikro
dan UKM. Misalnya, dari sisi
pemasaran, pendampingan bisa

pemasaran, pendampingan bisa dilakukan dengan
cara kemitraan. Salah , pelaku usaha mikro dan
UKM bisa bermitra dengan peritel besar seperti
Carrefour. Sementara itu dari sisi pembiayaan,
pendampingan bisa dilakukan secara langsung
oleh anggota koperasi yang ditunjuk. Misalnya,
anggota koperasi itu menjadi pendamping dalam
program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
REKOMENDASI
Belajar dari pengalaman pendampingan Prakarsa
Jawa Timur di Kota Kraksaan-Probolinggo dan
Kota Perak-Jombang, perhatian khusus kepada ibu
rumah tangga menjadi pilihan strategis. Strategi

ini terutama diwujudkan dengan pelibatan aktif
ibu-ibu rumah tangga dalam kelompok wirausaha
berbasis inovasi produk berbahan baku lokal.

Secara spesifik, maka rekomendasi
kebijakan penanggulangan kemiskinan dalam skema pemberdayaan
wirausaha ibu-ibu rumah tangga
dalam kerangka sebagai berikut:
1. Akses
pembiayaan
memang
menjadi syarat mutlak untuk
meningkatkan daya saing usaha
mikro dan kecil menengah (UKM)
ibu-ibu rumah tangga. Namun
pendampingan
juga
sangat
dibutuhkan khususnya untuk
memperkuat kemitraan usaha,
baik
sebagai penampung
ataupun pembeli hasil produksi
kelompok usaha bersama (KUBE)
ibu-ibu rumah tangga.
2. Pemerintah daerah hendaknya
meningkatkan skema alokasi
anggaran
daerah
untuk
pengembangan kapasitas usaha
yang bersifat hibah maupun dana
bergulir yang bisa dimanfaatkan
oleh anggota KUBE dalam
melaksanakan kegiatan usaha.
3. Melalui
pendampingan
yang
partisipatif, KUBE didorong untuk
mampu melakukan pengguliran
modal usaha dengan mekanisme
sesuai dengan hasil musyawarah
kelompok.
4.

Pendampingan

pemasaran

4. Pendampingan pemasaran juga diperlukan
dengan memperkuat networking KUBE dengan
mitra usaha atau pasar umum dengan
pembinaan mutu dan tingkat harga yang
bersaing.
5. Pemerintah
mendorong
keterlibatan
stakeholders perekonomian daerah, khususnya
pengusaha segmen besar (private sector)
untuk turut melakukan pembinaan usaha KUBE
melalui fungsi Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (TJSP).
REFERENSI:
1. _____, LKPJ Gubernur Jawa Timur Tahun
Anggaran 2016
2. Hale, Angela, Perdagangan Dunia Merupakan
Masalah Perempuan, Pokja Humanika, 2000.
3. Suyowati, Estu, Pelaku Usaha UMKM Gagal
karena
Minim
Pendampingan,
www.kompas.com, 19/08/2014