sejarah Ilmu Pengetahuan Alam ipa

TUGAS IPS
SMP ADVENT KOLONGAN

SEJARAH IPS

O
L
E
H
RENOV
PAAT
IX

Sejarah Perkembangan IPS
1. Sejarah Pekembangan IPS di dunia (Secara Umum)
Pada tahun 1935 terjadi polemic diantara kalangan intelektual Amerika Serikat ( AS )
mengenai Ilmu Pengetahuan Sosial yang lebih dikenal dengan Social Studies, kemudian hal
tersebut dipublikasikan oleh Organisasi yang bernama National Council for The Sosial
Studies. tapi hal itu tidak berlangsung lama karena menurut L.Tildsley hal itu memberi tanda
sejak awal pertumbuhannya bidang social studies dihadapkan kepada tantangan untuk dapat
membangun dirinya sebagai suatu disiplin yang solid.

Definisi tentang social studies menurut Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937 ( Barr,
Bart dan Shermis, 1977:2) yaitu : The social Studies are the social sciences simplified for
pedagogical purpose” Ilmu Sosial itu yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Yang
meliputi aspek–aspek, seperti sejarah, ekonomi, politik, sosiologi, antropologi, psikologi,
geografi, dan filsafat, yang praktiknya digunakan dalam pembelajaran di sekolah maupun
perguruan tinggi.
Pada perkisaran tahun 1940 – 1950 NCSS mendapat serangan yang berkisar tentang
perlu atau tidaknya Sosial Studies untuk remaja bersikap demokratis dan kritis, sehingga
munculah sikap penekanan terhadap fakta – fakta sejarah dan budaya yang ada.
Namun pada tahun 1960 timbul satu gerakan akademis yang lebih dikenal dengan the
new social studies yang dipelopori oleh sejarawan dan ahli – ahli ilmu social untuk
mengembangkan proyek yang menciptakan kurikulum dan memproduksi bahan belajar yang
sangat inovatif dan menantang dalam skala besar. Tapi sampai tahun 1970an hal itu belum
juga terwujud, tapi jika kembali pada penuturan Barr dkk 1977 yaitu dua visi yang berbeda
dalam social studies yaitu citizhenship education ( pendidikan kewarganegaraan ) atau social
studies Education ( Ilmu pendidikan social ) hal itu juga dipengaruhi oleh PD II.
Pada tahun 1955 terjadi terobosan yang besar, berupa inovasi oleh Maurice Hunt dan
Lawrence metcalft yang mencoba cara baru dalam pengintegrasian pengetahuan dan
keterampilan ilmu social untuk tujuan citizhenship education, mengubah program Sosial
studies disekolah yang dahulunya Closed Area ( hal – hal yang tabu dalam masyarakat )

menjadi refleksi rasional dalam mengupayakan siswa dapat mengambil keputusan mengenai
masalah – masalah public. Sehingga bisa melatih keterampilan reflektif thinking ( berfikif
reflek ) dan berfikir secara kritis.

Gerakan the new social studies pada tahun 1960 masih belum efektif dalam
mengajarkan substansi perubahan sikap siswa, sehingga para sejarawan dan ahli – ahli ilmu
social bersatu untuk meningkatkan social studies kepada higher level of intellectual pursuit
yang melahirkan social science education.
Menurut Barr dkk, mendefinisikan social studies dalam beberapa bagian yaitu :social
studies merupakan satu system pengetahuan yang terpadu, kedua misi utama social studies
adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat yang demokratis, ketiga sumber
utama konten social studies adalah social sciene dan humanitier, keempat dalam upaya
penyiapan warga Negara yang demokratis terbuka kemungkinan perbedaan dalam orientasi,
visi tujuan dan metode pembelajaran. diantaranya lahirlah visi, misi dan strategi social studies
itu adalah
1. Sosial studies taught as citizenship transmission
2. Sosial studies taught as social science
3. Sosial studies taught as reflective inquiry.
Jika dilihat dari definisi dan tujuan social studies maka terkandung beberapa hal,
pertama social studies merupakan mata pelajaran dasar diseluruh jenjang pendidikan

persekolahan, kedua tujuan utama mata pelajaran ini ialah mengembangkan siswa untuk
menjadi warga Negara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan untuk
berperan serta dalam kehidupan berdemokrasi. Ketiga konten pelajarannya digali dan
diseleksi dari sejarah dan ilmu – ilmu social. Keempat pembelajarannya menggunakan cara –
cara yang mencerminkan kesadaran pribadi, kemasyarakatan, pengalaman budaya,
perkembangan pribadi siswa.
Di awal tahun 1994 the board of direction of the national council for the social studies
menerbitkan Dokumen resmi yang diberi nama Expectations of Exellence: curriculum
Standard for social studies. Dokumen ini yang sedang mewarnai pemikiran praksis social
studies di AS sampai saat ini. dalam dunia pendidikan NCSS juga menggariskan bahwa
dalam pendidikan mulai dari Taman kanak – kanak sampai pendidikan menengah memiliki
keterpaduan “ Knowledge,Skills, and attitudes within and across disipliner “, pada kelas
rendah ditekankan pada social studies yang tidak mengikat atau bisa bertolak dari tema –
tema tertentu.

Ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika
Serikat adalah social studies. Istilah tersebut pertama kali digunakan sebagai nama sebuah
lembaga yang diberi nama committee of social studies.
Lembaga ini merupakan himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum ilmuilmu sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli ilmu sosial yang mempunyai minat yang sama.
Nama lembaga ini kemudian dipergunakan untuk nama kurikulum yang mereka hasilkan,

yakni kurikulum social studies. Nama social studies makin terkenal ketika pemerintah mulai
memberikan dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut. Kurikulum tersebut ahirnya
dikembangkan dengan nama kurikulum social studies. Di Indonesia social studies dikenal
dengan nama studi sosial. Dalam Kurikulum 1975, pendidikan ilmu sosial kemudian
ditetapkan dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan sebuah mata
pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi pada
jurusan atau progrsam studi tertentu.
Istilah IPS pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education
tahun 1972 di Tawamangu, Solo. Ada 3 istlah yang muncul dari Seminar Nasional di
Tawamangu dan digunakan secara bertukar, yaitu:
1.

Pengetahuan Sosial / Social Science

2.

Studi Sosial / Social Studies

3.


Ilmu Pengetahuan Sosial / Social Education
Pembahasan mengenai latar belakang lahirnya IPS akan dilihat dari dua aspek, yakni

latar belakang sosiologis dan pedagogis dengan mempertimbangkan aspek kemasyarakatan
dan ilmu-ilmu sosial yang dikaji dalam IPS. Ilmu Pengetahuan Sosisal (IPS) adalah
terjemahan dari Social Studies. Perkembanagan IPS dapat kita lihat melalui sejarah Social
Studies yang dikembangkan oleh Amerika Serikat (AS) dalam karya akademis dan
dipublikasikian oleh National Council for the Social Studies (NCSS) pada pertemuan
organisasi tersebut tahun 1935 sampai sekarang.
Definisi tentang “Social Studies” yaitu ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk
tujuan pendididkan, kemudian pengertian ini dibakukan “Social Studies” meliputi aspekaspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, pisikologi, ilmu
geografi, dan filsafat yang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan pembelajaran di sekolah dan
di perguruan tinggi.

Dalam pengertian awal “Social Studies” tersebut diatas terkandung hal-hal sebagai
berikut:
1.

Social Studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial


2.

Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan atau pembelajaran, baik pada
tingkat sekolah maupun tingkat pendidikan tinggi.

3.

Aspek-asoek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai dengan tujuan
tersebut.
Pada tahun 1940-1960 ditegaskan oleh Barr, dkk (1977:36) yaitu terjadinya tarik menarik
antara dua visi Social Studies. Di satu pihak, adanya gerakan untuk mengintegrasikan
berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education, yang terus bergulir sampai
mencapai tahap yang lebih canggih. Di pihak lain, terus bergulirnya gerakan pemisahan
sebagai disiplin ilmu-ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi social studies
education. Hal tersebut, merupakan dampak dari berbagai penelitian yang dirancang untuk
mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang berkenaan dengan pengertian dan sikap
siswa.
Benyaknya gerakan-gerakan yang muncul akibat dari tekanan yang cukup dahsyat untuk
mereformasi Social Studies. Mereka menganggap perlu adanya perubahan pembelajaran
Social Studies menjadi pembelajaran yang berorientasi the integrated, reflected inquiry, and

problem centered (Barr, dkk.; 41-82) dan memperkuat munculnya gerakan The new Social
Studies.
Atas pendapat para pakar, akhirnya para sejarawan, ahli ilmu sosial, dan pendidikan
sepakat untuk melakukan reformasi Social Studies dengan menggunakan cara yang berbeda
dari sebelum pendekatan tersebut adalah dengan melalui proses pengembangan kurikulum
sekelompok pendidik, ahli psikologi, dan ahli ilmu sosial secara bersama-sama
mengembangkan bahan ajar berdasarkan temuan penelitian dan teori belajar, kemudian
diujicobakan di lapanagan, selanjutnya direvisi, dan pada akhirnya disebarluaskan untuk
digunakan secara luas dalam dunia persekolahan.
Jika dilihat dari Visi misi dan strateginya, Barr, dkk. (1978:1917) Social Studies telah dan
dapat dikembangkan dalam tiga tradisi, yaitu:
1. Social Studies Taught as citizenship Transmission

Merujuk

pada

suatu

modus


pembelajaran

sosial

yang

bertujuan

untuk

mengembangkan warga negara yang baik sesuai dengan norma yang telah diterima secara
baku dalam negaranya.
2. Social Studies Taught social Science
Merupakan modus pembelajaran sosial yang juga mengembangkan karakter warga
negara yang baik yang ditandai oleh penguasaan tradisi yang menitik beratkan pada warga
Negara yang dapat mengatasi masalah-masalah sosial dan personal dengan menggunakan visi
dan cara ilmuan sosial.
3. Social Studies Taught as Reflective Inquiry
Merupakan modus pembelajaran sosial yang menekankan pada hal yang sama yakni

pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria yang berbeda yaitu dilihat dari
kemampunnya dalam mengambil keputusan’

Tahun 1992, the board of direction of the national Council for the social studies
mengadopsi visi ternaru mengenai Social Studies, yang kemudian diterbitkan resmi oleh
NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectation of Excellence: Curriculum Standard for
Social Studies.
Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan strategi baru Social
Studies, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut:
1.

Program Social Studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali bahwa civic
competence bukanlah hanya menjadi tanggung jawab Social Studies.

2.

Program Social Studies dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari taman kanakkanak sampai ke pendidikan menengah, ditandai oleh keterpaduan
“ …knowlwdge, skill, and attitudes within and across disciplines (NCSS, 1994:3).

3.


Program Social Studies dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalam construct a
knowledge base and attitude drawn from academic discipline as specialized ways of viewing
reality (NCSS, 1994:4).

4.

Program Social Studies mencerminkan “ …the changing nature of knowledge, fostering
entirely new and highly integrated approaches to resolving issues of significance to
humanity” (NCSS, 1994:5).

1.1. Latar Belakang Sosiologis

Tinjauan terhadap latar belakang sosiologis difokuskan pada tempat lahirnya IPS yang
pada awalnya bernama social studies. IPS dengan nama social studies pertama kali digunakan
dalam kurikulum sekolah Rugby di Inggris pada tahun 1827. Dr. Thomas Arnold, direktur
sekolah tersebut adalah orang pertama yang berjasa memasukkan IPS (social studies) ke
dalam kurikulum sekolah.
Latar belakang dimasukkannya IPS ke dalam kurikulum sekolah berangkat dari
kondisi masyarakat Inggris pada waktu itu yang tengah mengalami kekacauan akibat revolusi

industri yang melanda negara itu. Masyarakat dan peradaban Inggris terancam dekadensi,
karena mekanisasi industri telah menimbulkan kesulitan besar bagi masyarakat Inggris,
terutama kaum buruh.
Kaum kapitalis dan pemerintah yang kurang memperhatikan nasib kaum buruh yang
mengakibatkan terjadinya pemerasan dan penindasan. Selain itu, di Inggris juga terjadi
persaingan di kalangan buruh sendiri, yang menyebabkan hidup kaum tidak punya (the haves
not) menjadi sangat menderita. Kehidupan antar kaum buruh dan antara buruh dengan
majikan digambarkan oleh filosuf Inggris Thomas Hobbes sebagai homo homoni lopus
bellum omnium contra omnes ( manusia adalah srigala bagi yang lain, mereka saling
berperang).
Singkatnya, manusia menjadi kehilangan kemanusiaannya (dehumanisasi).Sebagai
respon terhadap keadaan yang demikian ironis, Arnold memasukkan IPS ke dalam kurikulum
sekolahnya. Upayanya kemudian ditiru oleh banyak sekolah lainnya, dan sekaligus menjadi
awal berkembangnya IPS sebagai matapelajaran di sekolah.
Latar belakang munculnya IPS di Amerika Serikat berbeda dari Inggris. Setelah
Perang Budak atau Perang Saudara antara penduduk Utara-Selatan (1861- 1865), di Amerika
terjadi kekacauan sosial. Masyarakat Amerika Serikat yang sangat beragam belum merasa
menjadi satu bangsa. Segregasi sosial masih kental dan lekat dengan kehidupan masyarakat
Amerika pada saat itu.
Sebagai respon atas keadaan masyarakat tersebut, para ahli kemasyarakatan Amerika
Serikat mencari upaya untuk membantu proses pembentukan bangsa Amerika Serikat, antara
lain dengan mengembangkan IPS sebagai jawaban atas situasi sosial. IPS dimasukkan ke
dalam kurikulum sekolah, yang dipelopori oleh sekolah-sekolah di negara bagian Wisconsin
sejak 1892. Setelah dipelajari secara terus menerus sampai awal dasa warsa abad ke-20, pada

tahun 1916 panitia nasional untuk pendidikan menengah Amerika Serikat menyetujui
pengembangan dan pemasukan IPS ke dalam kurikulum sekolah.
Paparan tersebut menggambarkan bahwa situasi masyarakat di Inggris pada tahun
1827, yaitu awal industri modern, mirip dengan keadaan masyarakat Indonesia dewasa ini.
Industri sedang berkembang dan tanda-tanda dehumanisasi nampak pula di Indonesia. Di
antara indikator yang menunjukkan kemiripan tersebut adalah terjadinya berbagai tindak
kejahatan, seperti perampokan yang disertai pembunuhan, kurang terjaminnya kaum buruh,
individualisme yang mulai menggerayangi masyarakat perkotaan, tindakan mengobyekkan
para penganggur dan pencari pekerjaan melalui human trafficing, terdesaknya alat-alat
produksi tradisional oleh alat produksi buatan negara asing, dan penumpukan kekayaan pada
golongan minoritas.
Keadaan masyarakat yang demikian mengingatkan pada betapa pentingnya pembentukan
jiwa sosial yang humanis sedini mungkin melalui pembelajaran IPS di sekolah-sekolah.

1.2. Latar belakang Pedagogis
Di samping sebagai reaksi atas keadaan masyarakat, seperti di Inggris, Amerika, dan
Indonesia, lahirnya IPS juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menyiapkan peserta didik
agar menjadi warga masyarakat yang bertanggungjawab, yakni dapat mewujudkan kewajiban
dan hak-haknya dalam kehidupan sehari-hari.Dengan mempelajari IPS, peserta didik
diharapkan akan menjadi warga masyarakat yang tidak individualistik, yang hanya
mementingkan kebutuhan sendiri, dan mengesampingkan kebutuhan orang lain atau warga
masyarakat lainnya. Sebaliknya, mereka diharapkan menjadi warga masyarakat yang
memiliki watak sosial yang selalu sadar bahwa hidupnya hanya dapat berlangsung bersama
dan bekerja sama dengan orang lain, dan orang lain hanya mau hidup bersama dan bekerja
sama bila mendapat perlakuan yang baik dari mereka.
Disiplin ilmu-ilmu sosial dipandang tidak mendukung prinsip pedagogis di atas,
karena berbagai disiplin itu membawa masyarakat dalam keadaan terpisahpisah. Pengajaran
IPS juga lebih dekat dengan keadaan sekarang yang ada dalam lingkungan hidupnya. Dengan
demikian tidaklah terlalu sukar bagi peserta didik untuk mengamati, menggambarkan dan
memikirkannya, karena masih berada dalam jangkauan mereka, baik dari segi waktu maupun
tempatnya.

Itulah latar belakang pedagogis dikembangnya IPS. Mengingat berbagai kemiripan dan
kegunaanya bagi pembinaan masyarakat Indonesia, maka pengembangan IPS di dunia
pendidikan di Indonesia merupakan kebutuhan pedagogis sebagaimana halnya pengalaman di
Inggris dan Amerika Serikat sebagai wahana pembinaan sikap sosial bagi peserta didik.


Tiga Tradisi Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS memiliki tiga tradisi yang berbeda satu dengan yang lain. Ketiga tradisi
tersebut adalah:

a.

Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan,

b. Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial, dan
c.

Pembelajaran IPS sebagai inkuiri yang reflektif.

Gambaran tentang ketiga tradisi pembelajaran IPS tersebut akan dipaparkan dalam bahasan
berikut.
a.

Pembelajaran IPS sebagai Transmisi Kewarganegaraan
Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan strategi pengajaran IPS
yang berhubungan dengan penanaman tingkah laku, pengetahuan, pandangan, dan nilai yang
harus dimiliki oleh peserta didik.
Tingkah laku, pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan diajarkan harus sesuai dengan
kekayaan nilai-nilai budaya yang berkembang di lingkungan peserta didik dan guru yang
mengajarkan IPS. Hal ini dimaksudkan agar nilainilai budaya yang ada dalam masyarakat
dapat ditransmisikan dari generasi ke generasi.
Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan proses pewarisan budaya
dalam suatu masyarakat tertentu. Pewarisan budaya ini merupakan budaya yang memilki
nilai-nilai yang baik dan disepakati oleh masyarakat.
Pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaraan di Amerika Serikat bertujuan
membina warga negara agar dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang baik, taat
kepada hukum, membayar pajak, memenuhi kewajiban belajar, dan memiliki dorongan diri
yang kuat untuk mempertahankan negara (Sumaatmadja,1980). Pembelajaran IPS sebagai
transmisi kewarganegaraan juga merupakan suatu proses pewarisan budaya dalam suatu
masyarakat tertentu. Pewarisan budaya ini tentu merupakan budaya yang memilki nilai-nilai
yang baik dan disepakati oleh masyarakat, sehingga dapat membentuk warga negara yang

dapat memenuhi kewajiban, taat pada hukum, dan bertanggung jawab dalam pembelaan
negara.
Tradisi pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaaraan ini, oleh sebagian ahli
dipandang sebagai bentuk proses pendidikan yang statis, bahkan konservatif. Hal ini
dikarenakan di tengah kehidupan masyarakat yang dinamis di tengah perkembangan dunia
yang terus mengalami perubahan, setiap anak manusia dituntut untuk memiliki kemampuan,
pemikiran, dan keterampilan yang lebih luas dan kompleks. Jika dikaitkan dengan kehidupan
masyarakat Indonesia yang sedang berkembang, maka pembelajaran model transmisi
kewarganegaraan ini kurang relevan. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS yang relevan
untuk masyarakat Indonesia saat ini perlu terus dikembangkan.

b. Pembelajaran IPS sebagai Ilmu Sosial
Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik
dapat berpikir secara kritis, mampu mengobservasi dan meneliti seperti apa yang dilakukan
oleh ahli ilmu sosial.
Tujuan pengajaran IPS sebagai ilmu sosial adalah menciptakan warga negara yang mampu
belajar dan berpikir secara baik, seperti yang dilakukan oleh ahli ilmu sosial.

c.

Pembelajaran IPS sebagai inkuiri reflektif
Pembelajaran IPS sebagai inkuiri reflektif merupakan proses berpikir yang mendalam dan
merefleksikan pengalaman, atau dengan kata lain dapat di katakan sebagai proses merenung.
Oleh karena itu, proses inkuiri reflektif atau berpikir dan merenung tidak hanya berpikir
untuk memeriksa atau meneliti sesuatu persoalan, tetapi berhubungan pula dengan sikap
penilaian pengungkapan penilaian.

2.

Sejarah Perkembanga IPS di Indonesia (Secara Khusus)
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan
pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat
rentan terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional bangsa yang
tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan berbagai masalah nasional lainnya
di pandang perlu memasukan program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilainilai sosial budaya masyarakat, berbangsa dan bernegara ke dalam kurikulum sekolah.

Oleh karenanya, dalam beberapa pertemuan ilmiah dibahas Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial) sebagai program pendidikan tingkat sekolah di Indonesia, dan pertama kali muncul
dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa
Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar
pakai, yaitu :
1. Pengetahuan Sosial
2. Studi Sosial
3. Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan di Indonesia pada tahun
1972-1973 yang diujicobakan dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PSSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan
tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran sejarah dan
geografi saja, maka dilakukan reduksi mata pelajaran di tingkat SD-SMA untuk beberapa
mata pelajaran ilmu sosial yang serumpun digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh
karena itu, pemberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975 tersebut, dapat
dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia.
Sejak pemerintahan Orde Baru keadaan tenang, pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti
Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan.
Kelima masalah tersebut antara lain:
1.

Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.

2.

Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan

3.

Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.

4.

Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.

5.

Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan
pembangunan nasional.
Oleh karena itu, upaya pembangunan sektor pendidikan oleh pemerintah menjadi
prioritas. Program pembangunan pendidikan bidang sosial semakin ditingkatkan untuk
mengatasi dan menanamkan kewarganegaraan serta cinta tanah air Indonesia. Upaya
memasukan materi ilmu-ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia
disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum ini merupakan perwujudan dari perubahan
orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bertujuan bahwa
pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan
sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan

keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kurikulum pendidikan 1975
menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :
1.

Berorientasi pada tujuan

2.

Menganut pendekatan integratif

3.

Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

4.

Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI).

5.

1.

Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang
menampilkan empat profil, yaitu :
Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan
IPS khusus.

2.

Pendidikan IPS terpadu untuk SD

3.

Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung
untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.

4.

Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi
untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk
SMEA /SMK..
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang
secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam
aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
sebagai materi pokok PMP. DalamKurikulum 1984, PPKn merupakan mata pelajaran sosial
khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS
diwujudkan dalam :

1.

Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.

2.

Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan ekonomi
koperasi.

3.

Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas
I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam
rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI (Himpunan Sarjana Pendididkan Ilmu
Sosial) pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta
tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan
kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah

mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan
ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam
pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
a.

Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi
dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir
dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu-ilmu
Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara
ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks IKIP, FKIP,
STKIP),direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi
Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti pendidikan Geografi, Pendidikan
Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).
Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial khususnya mereka yang
memiliki komitmen terhadap social studies atau pendidikan IPS sebagai program pendidikan
di tingkat sekolah, maka mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu sosial ke dalam
kurikulum sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua disiplin ilmu sosial
diajarkan di tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu sosial itu disajikan secara terintegrasi atau
interdisipliner ke dalam kurikulum IPS (social studies). Jadi untuk program pendidikan ilmuilmu sosial di tingkat pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai di ajarkan. Program
pendidikan dasar di SD dan SMP penyajiannya secara terpadu penuh, sementara itu untuk
pembelajaran IPS di tingkat SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan secara
terpisah antar cabang ilmu-ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan keterhubungannya antara
ilmu sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya, terutama dalam rumpun jurusan IPS di
SMA dan juga di SMEA. Sementara itu, pada tingkat perguruan tinggi pendidikan ilmu-ilmu
sosial disajikan secara terpisah atau fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb. Namun untuk
pendidikan IPS di FKIP/IKIP/STKIP yang mempersiapkan calon guru atau mendidik calon
guru di tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di berikan secara interdisipliner dan juga secara
disipliner. Secara interdisipliner karena ilmu yang diperoleh nantinya untuk program
pembelajaran untuk usia anak sekolah, dan secara disipliner karena sebagai guru juga harus
menguasai ilmu yang diajarkan.
Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai ajaran 1994-1995 merupakan
pembenahan atas pelaksanaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan tuntutan
perkembangan dan keadaan masyarakat saat itu, khususnya yang menyangkut perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, kebutuhan pembangunan dan gencarnya arus
globalisasi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri. Upaya pembaharuan

kurikulum pendidikan nampak saat diadakannya serangkaian Rapat Kerja Nasional
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari tahun 1986 sampai 1989.
Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang intinya;
a.

perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang
pendidikan

b. perlunya persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi
sembilan tahun
c.

perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS
diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan
informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi
program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Di
samping itu, khusus dalam kurikulum SD, IPS pernah diusulkan digabung dengan Pendidikan
kewarganegaraan yaitu menjadi pendidikan kewrganegaraan dan pengetahuan sosial
(PKnPS), namun akhirnya kurikulum disempurnakan ke dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) tahun 2006, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali.
Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan serta kepentingan
pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan bangsa,
maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk
warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara
terpisah dengan IPS.

Daftar Pustaka
http://tyabassuqy.blogspot.com/2013/04/makalah-konsep-dasar-ips-sejarah.html
http://mustaqimdauf.blogspot.com/2013/10/sejarah-ips-di-dunia.html
http://long-visit.blogspot.com/2012/07/perkembangan-pendidikan-ilmu.html

Dokumen yang terkait

FAKTOR–FAKTOR YANG MENJADI DAYA TARIK PENYIAR RADIO MAKOBU FM (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2003 UMM)

0 72 2

PENGARUH TAYANGAN REPORTASE INVESTIGASI TRANS TV TERHADAP MOTIVASI BELAJAR JURNALISME INVESTIGASI (Studi pada Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Ilmu KomunikasiUniversitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2005)

0 33 2

FUNGSI MEDIA KOMUNIKASI TRADISIONAL WAYANG KULIT DALAM ACARA RUWATAN ALAM (Studi Pada Tradisi Ruwatan Alam Di Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto)

0 94 37

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGGUNAAN HANDPHONE QWERTY DI KALANGAN MAHASISWA (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2008 Pengguna Handphone Qwerty)

0 37 44

PEMAKNAAN MAHASISWA PENGGUNA AKUN TWITTER TENTANG CYBERBULLY (Studi Resepsi Pada Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2010 Atas Kasus Pernyataan Pengacara Farhat Abbas Tentang Pemerintahan Jokowi - Ahok)

2 85 24

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN RISIKO DAN PENGENDALIAN RISIKO PADA PEKERJAAN TAMBANG BELERANG (Studi pada Pekerja Tambang Belerang di Taman Wisata Alam Kawah Ijen)

14 133 76

Perilaku Konsumsi Serat pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2012

21 162 166

Pengantar Ilmu Jurnalistik

4 44 113

Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Kelas 1 S Rositawaty Aris Muharam 2008

0 27 147