Biografi dan Pemikiran Tokoh Indonesia S

Lutfiyah Rahma
4415122364
Pendidikan Sejarah 2012 (A)

Biografi dan Pemikiran Tokoh Indonesia
S.K. Trimurti
A. Pendahuluan
S.K. Trimurti, pada masa kini tidak banyak orang yang mengetahui siapa beliau.
Namanya tidak terlalu muncul di kalangan masyarakat Indonesia khususnya pada para remaja
masa kini di Indoesia sendiri. Akan tetapi namanya sudah dikenal oleh para kalangan akademis,
sejarahwan, dan khususnya para wartawan di Indonesia. S.K. Trimurti adalah seorang wanita
pengabdi bangsa, tetapi namanya lebih dikenal sebagai seorang wartawati pada masa akhir
penjajahan Belanda di Indonesia. S.K. Trimurti biasa dipanggil dengan sebutan “Zus Tri”.
Panggilan Zus seperti halnya panggilan terhadap kaum laki-laki sebagai “Bung”. Panggilan ini
banyak dipakai pada jaman Jepang, dan pada awal revolusi serta pada sekitar tahun 1950-an.
S.K. Trimurti nama lengkapnya adalah Surastri Karma Trimurti. Ia dilahirkan pada Sabtu
Kliwon, tanggal 11 Mei 1912 di Boyolali daerah Surakarta1 dari seorang ibu bernama R.A.
Saparinten binti Mangunbisomo dan ayahnya bernama R.Ng. Salim Banjaransari
Mangunsuromo.2 Nama kecilnya ialah Surastri, ia memiliki 8 orang saudara di dalam
keluarganya. Keluarga Surastri dapat dikatakan sebagai kalangan priyayi. Sewaktu Surastri lahir,
ayahnya bekerja sebagai carik atau juru tulis camat, kemudian meningkat menjadi asisten

wedana atau camat. Begitupun juga kakak Surastri yang menjabat sebagai seorang wedana pula.
Surastri karena merupakan anak dari kalangan pamongpraja di desanya, walaupun sebagai
seorang perempuan ia dapat mengenyam pendidikan. Surastri menamatkan pendidikannya di
1 Soebagijo I.N., S.K. Trimurti:Wanita Pengabdi Bangsa, Jakarta : PT Gunung Agung, 1982,
hlm.3.
2 Ibid, hlm. 235.

1

Tweede Inlandsche School pada tahun 1925, ia lalu meneruskan ke Sekolah Guru Puteri, Meisjes
Normaal School di daerah Jebres, Solo. Ia menamatkan sekolah gurunya di tahun 1930.
Setelah Surastri lulus dari sekolah guru, ia langsung mengajar di Sekolah Latihan, tempat
para siswa Sekolah Guru. Surastri kemudian mulai tertarik dengan organisasi ketika ia bekerja di
Banyumas, organisasi yang diikuti oleh Surastri ialah perkumpulan Rukun Wanita. Kemudian
kecintaannya pada organisasi meningkat ketika ia menghadiri rapat yang dilaksanakan oleh
Partindo dan ia memutuskan untuk menjadi anggota Partindo sehingga ia harus keluar dari
pekerjaannya sebagai guru. Pengalaman pertama Surastri menulis majalah dimulai pada tahun
1933, dan ia mulai menekuni dunia jurnalistik sebagai wartawati pada saat bergabung dengan
Partindo yang menerbitkan majalah dengan nama Bedug tetapi kemudian berganti nama menjadi
Terompet. Surastri kemudian menjadi pemimpin redaksi dari majalah Suara Marhaeni. Pada

majalah ini ia mencantumkan namanya bukan menggunakan nama aslinya, Surastri karena ia
tidak berani dan takut apabila terjadi apa-apa ibunya akan segera mengetahuinya. Oleh karena
itu, Surastri mencantumkan nama samarannya dengan nama Trimurti. Selain itu, ketika ia tinggal
di Solo, ia pernah mengirim beberapa tulisan dengan nama samara Karma. Sejak saat itulah, ia
memimpin redaksi majalah tersebut dengan mencantumkan nama Surastri Karma Trimurti
disingkat menjadi S.K. Trimurti. Sampai pada masa setelah kemerdekaan hingga wafatnya, nama
yang lebih dikenal ialah Trimurti.
Semakin Trimurti aktif pada kegiatan organisasi dan jurnalistiknya, semakin meningkat
pula kecintaannya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.Walaupun ia seorang wanita,
tetapi semangat perjuangan dalam mencapai kemerdekaan tidak kalah dengan perjuangan para
kaum lelaki. Dalam menjalankan kehidupannya, Trimurti banyak mengalami cobaan yang berat.
Karena tertangkap basah oleh pemerintah Belanda bahwa Trimurti adalah salah satu orang aktifis
dan wartawati kemerdekaan, maka tidak jarang ia dimasukkan ke dalam bui oleh pemerintah.
Sering keluar masuknya Trimurti ke dalam penjara berlanjut hingga zaman pendudukan Jepang
bahkan sampai masa revolusi.
Pada tahun 1937, Trimurti berkenalan dengan seorang pria yang bernama Mohammad
Ibnu Sayuti ketika ia sedang membantu dalam majalah Sinar Selatan. Ibnu Sayuti oleh temanteman seperjuangannya biasa dipanggil dengan Sayuti Melik, sebab untuk membedakan dengan
nama teman mereka, yakni Sayuti Melok. Sayuti Melik yang kita kenal sebagai pengetik naskah
2


Proklamasi Kemerdekaan, ia adalah suami dari Trimurti. Mereka menikah pada 19 Juli 1938 di
Solo. Trimurti dan Sayuti Melik memiliki dua orang anak yang semuanya laki-laki. Anak yang
pertama bernama Moesafir Karma Budiman (M.K. Budiman) yang lahir di Solo pada 11 April
1939, anak yang kedua bernama Heru Baskoro yang lahir di Semarang pada 1 Juni 1942.
Setelah Kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1947-1948 ia menduduki jabatan sebagai
Menteri Perburuhan pertama pada Kementerian Perburuhan RI. Ia juga menjadi anggota Dewan
Nasional RI pada tahun 1959. Pada tahun 1960 ia mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, dan pada tahun 1962-1964 Trimurti diutus oleh Pemerintah RI
ke Yugoslavia untuk mempelajari Workers’ Management dan juga ke negara-negara sosialis
lainnya di Eropa untuk mengadakan studi perbandingan mengenai sistem ekonomi. Akhirnya
pada tahun 1972 sampai tahun 80-an, ia kembali memimpin majalah mental spiritual bernama
“Mawas Diri”.3
Surastri Karma Trimurti menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Selasa, 20 Mei
2008 pukul 18.30 WIB di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jenderal Gatot Subroto.
Beliau tutup usia di usia 96 tahun karena sakit.4
B. Pembahasan
Perjuangan dan Pemikiran Surastri Karma Trimurti
S.K. Trimurti selain dikenal sebagai seorang wartawati, ia juga dikenal sebagai pejuang
wanita untuk merebut kemerdekaan. Perjuangannya belum selesai sampai kemerdekaan berhasil
direbut oleh bangsa Indonesia, tetapi masih berlanjut hingga revolusi Indonesia. Watak keras

kepala dan keberaniannya sudah terlihat sejak ia masih remaja. Dilahirkan di kalangan pejabat
daerah, yakni ayahnya menjabat sebagai camat di daerah tempat kelahirannya Boyolali, ia sering
diajak oleh ayahnya berkeliling desa mengamati kehidupan rakyatnya. Mulai dari situ Trimurti
merasa prihatin atas kehidupan bangsa Indonesia yang melarat dan terbelakang. Bukan hanya itu,
Trimurti juga merasa bahwa hak antara seorang pria dan wanita sangat dibedakan. Ia
menyaksikan bahwa kakaknya yang seorang lelaki diperbolehkan masuk sekolah di Europese
Lagere School yang merupakan sekolah untuk anak-anak Belanda. Trimurti merasa bahwa
3 Ibid, hlm. 235.

4Dapat diakses melalui daring : http://news.liputan6.com/read/189697/sk-trimurtiwafat . Diakses pada 01 Juni 2014 pukul 14.14 WIB.
3

semuanya terdapat sekat-sekat, baik antara anak-anak Belanda dan anak-anak pribumi, maupun
lelaki dan perempuan.
Watak gigih mempertahankan keinginannya muncul setelah ia lulus dari sekolah guru
puteri, Meisjes Normaal School. Ia tidak mau mengajar di tempat sekolahnya dulu karena ia
menjadi teman sejawat guru-gurunya dahulu sehingga menjadi tidak bebas, lalu Trimurti
menginginkan untuk mengajar jauh dari tempat tinggal, yaitu di Banyumas. Di Banyumas ia
merasa bebas dan ia mulai tertarik pada kegiatan-kegiatan organisasi. Ia kemudian masuk
menjadi anggota dari perkumpulan Wanita. Tidak hanya belajar organisasi, Trimurti

mendapatkan bacaan berupa majalah serta Koran yang telah membuka mata hatinya, betapa
sengsaranya rakyat Indonesia yang hidup sebagai jajahan di tanah airnya sendiri yang kaya raya.
Kemudian, ketika Partindo mengadakan rapat di Purwokerto Trimurti menghadiri rapat tersebut
dan tertarik untuk menjadi anggota dari Partindo. Inilah awal Trimurti bergelut di bidang politik.
Karena dirinya menjadi anggota partai dan aktif pada politik, maka pekerjaan sebagai guru harus
ditinggalkan. Karena panggilan hatinya lebih kepada berorganisasi dan berpolitik untuk
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, maka Trimurti tidak segan-segan
meninggalkan profesi gurunya tersebut. Hal ini menyebabkan kedua orang tuanya sangat
khawatir kepadanya karena tentu saja pada masa itu apabila seseorang aktif dalam kegiatan
organisasi perjuangan bakal menjadi target polisi apalagi setelah dikeluarkannya larangan
bersidang dan berkumpul atau “vergaderverbod”.
Karena larangan berkumpul dan bersidang tersebut, organisasi mencari cara untuk
mengkomunikasikan perjuangan sehingga ditetapkanlah perjuangan melalui media dengan
menerbitkan majalah yang diberi nama “Bedug”. Mulai dari sinilah Trimurti kemudian
berkecimpung di dunia jurnalistik. Ia mulai menulis gagasan-gagasannya mengenai kemerdekaan
dan perbaikan nasib rakyat Indonesia. Trimurti menjadi pemimpin redaksi majalah Persatuan
Marhaeni Indonesia. Dalam mencantumkan namanya sebagai pimpinan redaksi, Trimurti
memutuskan untuk menambahkan nama di belakang nama aslinya Surastri, yakni Karma dan
Trimurti. Dengan demikian, apabila ia tertangkap ayah dan ibunya yang berada di Klaten tidak
akan mengetahui bahwa itu adalah anaknya. Pada tahun 1936, Trimurti diperiksa oleh polisi

pemerintahan Belanda karena penyebaran pamflet oleh majalahnya dan kemudian ia dimasukkan
ke penjara. Inilah awal dari perjuangannya yang tidak mudah bahkan selanjutnya akan lebih
4

berat lagi dalam perjuangannya mencapai dan mempertahankan tanah air tercintanya. Pada tahun
1937 ia akhirnya dibebaskan dari penjara. Tantangan selanjutnya sudah menanti Trimurti.
Trimurti melakukan pernikahan pada tahun 1938 dengan teman kenalannya yang samasama pejuang, yaitu Mohammad Ibnu Sayuti atau yang lebih akrab dipanggil dengan Sayuti
Melik. Sayuti Melik merupakan seorang Digulis dan juga sama seperti Trimurti, ia berjuang
keras untuk memerdekakan Indonesia. Sayuti Melik kemudian dikenal sebagai pengetik naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada hari pernikahannya itu Trimurti menyandang status
sebagai tahanan luar karena tulisan di majalah Sinar Selatan. Ia berstatus sebagai tahanan luar
sampai mengandung anaknya yang pertama, M.K. Budiman. Setelah anaknya lahir, Trimurti
kembali masuk ke penjara tetapi tidak ada rasa takut yng terbesit di dalam hatinya, ia dengan
ikhlas menjalankan hidupnya seperti itu. Bahkan karena anaknya masih memerlukan ASI, maka
Budiman kecil pun ikut ibunya di penjara.
Pada masa pendudukan Jepang, perjuangan yang harus ditempuh S.K. Trimurti jauh lebih
berat. Pada awal Jepang memasuki Indonesia, ia diinternir oleh Belanda karena dianggap sebagai
pendukung Jepang dalam tulisannya yang dimuat di Sinar selatan. Pada 1 Juni 1942, anak kedua
dari Trimurti lahir. Tidak berapa lama setelah kelahiran anaknya, Trimurti kembali ditangkap.
Kali ini yang menangkapnya adalah pihak dari Jepang. Dia dikenakan tahanan rumah, tidak

boleh keluar rumah dan tidak boleh menerima tamu. Beberapa hari kemudian ia dipanggil oleh
Nedachi dari Kenpetai dan diwawancarai olehnya. Ia sulit membicarakan keadaan dirinya karena
Nedachi tidak lancer berbahasa Indonesia. Yang Trimurti mengerti pokoknya ia didakwa oleh
Kenpetai Jepang bahwa ia hendak berusaha melawan Jepang. Trimurti menjawab bahwa dia
tidak membenci Jepang dan bahkan Belanda. Yang ia benci adalah sikap menjajahnya, apabila
Jepang dan Belanda atau negara lainnya datang ke sini untuk bersaudara tentu akan ia sambut
baik. Degan jawaban demikian, membuat Kenpetai marah dan akhirnya Trimurti mendapat
siksaan keras dari Kenpetai dengan dipukul kepalanya menggunakan pentungan karet.
Pada tahun 1943-1944 Trimurti bekerja di Kantor Besar Putera. Teman satu ruangannya
adalah Sayuti Melok dan Kartosuwirjo, sedangkan kepala ruangannya adalah Mr. Sumanang.
Trimurti bekerja di bagian penyelidik, namun dengan begitu ia masih saja diawasi oleh Kenpetai
Jepang. Ketika Putera dibubarkan, badan penggantinya ialah Jawa Hookoo Kai atau Himpunan
Kebaktian Rakyat seluruh Jawa. Menurut pandangan Trimurti, bahwa baik Putera maupun Jawa
5

Hookoo Kai sama saja. Tokoh-tokoh pergerakan pada hakikatnya masih berada dalam
kerangkeng. Dan menurutnya Pemerintah Hindia Belanda masih lumayan dibandingkan dengan
saat pendudukan Jepang, karena pada masa Belanda pada batas-batas tertentu kaum pergerakan
masih boleh berprakarsa, boleh mendirikan partai dan organisasi menurut kemauan masingmasing golongan.
Pada masa sekitar kemerdekaan, pada 14 Agustus 1945 Trimurti mendengar kekalahan

dari Jepang atas Sekutu. Ketika itu suaminya, Sayuti Melik baru keluar dari penjara Ambarawa
dan ia menjadi sekretaris dari Bung Karno. Pada 15 Agustus, Trimurti dan Sayuti Melik
berkunjung ke rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56. Pada malam harinya, datang tiga
tamu yang merupakan utusan kelompok pemuda ke rumah Bung Karno juga dan mereka
kemudian berbincang-bincang di ruang tengah, tidak diketahui olh Trimurti apa yang sedang
dibicarakan oleh mereka. Pada pagi harinya, 16 Agustus 1945, Trimurti mendengar bahwa Bung
Karno dengan keluarga dan Bung Hatta dibawa pergi ke luar Jakarta tepatnya ke
Rengasdengklok. Ia mendengar bahwa mereka dibawa ke sana untuk mengumumkan proklamasi
di Rengasdengklok. Menurut Trimurti di manapun proklmasi itu diucapkan, sama saja. Pokoknya
harus segera dilaksanakan, saat yang tepat adalah sekarang. Siang hari Supeno, teman
seperjuangannya menyuruhnya untuk datang ke Kebon Sirih pada malam hari. Di sana katanya
akan berkumpul tenaga-tenaga inti yang akan merebut kekuasaan, antaranya akan merebut kantor
Radio Jepang.
Pada saat itu di dalam pikiran Trimurti adalah bahwa benarkah ia akan ikut merebut
kekuasaan untuk memerdekakan Indonesia, ia berpikir bahwa ia tidak bisa menggunakan senjata,
ia cuma tahu politik dan pada saat ini politik tidak berbicara, otot dan senjatalah yang berbicara.
Dalam pikirannya terbersit kembali bahwa ia hanyalah kuli yang siap sedia menjalankan perintah
pemimpin. Ia ini prajurit yang menyediakan diri untuk berbakti, meskipun buta dalam
peperangan. Mungkin nanti ia hanya bisa membantu memberi minum, makan merawat dan lain
sebagainya.

Pada saat Proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Bung Karno, ia juga turut hadir dalam
peristiwa yang bersejarah dan mengharukan itu. Setelah pembacaan Proklamasi, Dr. Radjiman
Wedyodiningrat mengadakan pendaftaran Pasukan Berani Mati dan yang mendaftar banyak
sekali. Trimurti tidak mau mendaftar pasukan tersebut karena dalam hatinya ia mau mendirikan
6

Barisan Berani Hidup. Pikirnya, mulai detik ini beramacam-macam tugas yang harus dilakukan
banyak sekali. Jadi, jangan buru-buru mati. Hiduplah untuk melakukan tugas mempertahankan
kemerdekaan.5
Perjuangan Trimurti tidak selesai sampai kemerdekaan akhirnya dapat dicapai dari bangsa
penjajah. Perjuangan selanjutnya bahkan lebih berat lagi yang dialaminya. Persoalan-persoalan
yang dialaminya ialah persoalan yang langsung menyangkut nasib negara dan bangsanya. Pada
masa setelah kemerdekaan, Trimurti kembali harus menghadapi Jepang. Dulu sebagai kaula
jajahan, tetapi sekarang sebagai bangsa yang merdeka yan berusaha untuk mempertahankan
kemerdekaannya. Dalam menghadapi pasukan Jepang yang belum menerima bahwa Indonesia
merdeka, di Semarang meletuslah perang antara Jepang dan pemuda tanah air. Pada saat itu
suasana sangat genting, pemimpin-pemimpin pemerintah daerah kosong, sehingga membuat
perdagangan macet, terutama jual beli bahan makanan, yakni beras. Trimurti berpikir bahwa
apabila keadaan seperti ini dibiarkan saja, maka lama-lama rakyat akan kelaparan. Oleh karena
itu, Trimurti dengan modal nekadnya mengajak wakil-wakil Rukun Tetangga (RT) ke rumahnya

untuk nanti diberi surat keterangan yang ditandatanganinya, untuk memita jatah beras dengan
cara membeli kontan bagi daerah masing-masing. Jatah tersebut didapat dari gudang-gudang
beras. Sungguh sangat menakjubkan jalan pikiran dan keberanian yang dilakukan oleh Trimurti
tersebut.
Peristiwa Tiga Daerah yang terjadi di Karesidenan Pekalongan pada Oktober-November
1945, Trimurti pun tak luput dari peristiwa tersebut. Karena suaminya, Sayuti Melik pada saat itu
berada di daerah Pekalongan, apalagi ia sedang berada di dalam pemerintahan. Maka hal ini
tidak menenteramkan hati Trimurti yang pada waktu itu berada di Semarang. Ia sangat khawatir
jika nanti takutnya warga Pekalongan akan membunuh Sayuti Melik karena ia berada dalam
pihak pemerintah. Oleh karena itu, degan cara apa pun Trimurti pergi ke Pekalongan. Ia mencari
segala cara agar bisa memasuki daerah tersebut. Ia kemudian berhasil memasuki daerah tersebut
dan kemudian bertemu dengan Sayuti Melik dan Trimurti meminta agar sayuti Melik segera
menuju Yogyakarta untuk menemui Pemerintah Pusat yang sedang berada di sana. Akhirnya
kemudian pergilah Sayuti Melik ke Yogyakarta. Ketika Trimurti masih berada di Pekalongan, ia
terkena pemeriksaa para pemuda daerah tersebut. Dan mereka menangkap Trimurti karena
5 Ibid, hlm. 82

7

Trimurti membawa catatan-catatan yang dicurigai oleh para pemuda. Dengan panjang lebar

Trimurti menjelaskan dirinya yang sebenarnya, tetapi para pemuda yang sedang mabuk
kemerdekaan itu tidak mau tahu dan kemudian mereka mengarak Trimurti dengan meneriakkan
“mata-mata musuh”. Dalam hati Trimurti, ia merasa sangat sedih bahwa dalam perasaannya
selama ini bersedia mati untuk perjuangan, akankah kali ini ia akan mati dianggap sebagai matamata musuh yang sangat hina. Akhirnya ia menyerahkan diri segala sesuatunya kepada kuasa
Tuhan. Kemudian akhirnya ia diselamatkan oleh para pejabat daerah tersebut yang ternyata
merupakan kenalan lama Trimurti dan Sayuti Melik.
Trimurti kemudian menjadi anggota Pengurus Besar Partai Buruh Indonesia (PBI) di
Yogyakarta. Ketika usia Republik Indonesia baru menginjak 18 bulan, Trimurti ditawari agar
bersedia menjadi Menteri Perburuhan . Namun ia segera menjawab tidak dengan spontan, ia
merasa dirinya tidak mampu dan beralasan bahwa ia belum pernah menjadi menteri. Akan tetapi
kemudian ia memikirkan perjuangannya yang ia mulai sejak umur muda. Dan perjuangan itu
harus dilanjutkan selama hayat masih dikandung badan. Kini, ia diberi tugas dan kepercayaan
untuk meneruskan perjuangannya tetapi dalam bentuk sebagi pemegang kebijaksanaan yang
berada di dalam pemerintahan. Ini tentu lebih berat daripada bekerja di luar pemerintahan.
Dengan demikian ia akhirnya mau menerima, duduk di dalam Kabinet sebagai Menteri
Perburuhan yang pertama.
Cobaan berat yang menantinya kemudian ialah peristiwa Pemberontakan Madiun yang
turut pula menyeret namanya sehingga ia kemudian ditangkap meskipun ia sepenuhnya tidk
bersalah dan ikut campur dalam pemberontakan tersebut, namun baginya inilah resiko politik. Ia
tetap saja menerimanya dengan ikhlas dan tanggung jawab. Pada saat ia diperiksa dan
diwawancara oleh salah seorang perwira Polisi Urusan Politik, Trimurti menceritakan semua
semua kejadian-kejadian sampai kemudian timbul apa yang dinamakan peristiwa Madiun
tersebut. Ketika PBI yang merupakan organisasi Trimurti masuk menjadi FDR, dan FDR
dipersalahkan atas pemberontakan yang terjadi di Madiun, maka otomatis PBI juga terkena
imbasnya . Menurut Trimurti, apabila ke depannya ia akan menjadi korban yang konyol karena
peristiwa ini, mungkin itu merupakan nasibnya dan semuanya akan ia terima. Ia juga ikut dalam
bergerilya ketika menghindari Belanda yang datang kembali ke Indonesia karena Belanda juga
tidak merelakan bahwa Indonesia mencapai kemerdekaannya.
8

Pada akhir tahun 1950-an, Trimurti mengambil pendidikan sarjana di fakultas ekonomi
Universitas Indonesia dan meraih gelar sarjananya pada tahun 1960. Dengan berhasilnya meraih
gelar sarjana Ekonomi berarti bekal untuk mengabdi kepada rakyat kini menjadi bertambah
baginya. Pada masa itu pula ia ditunjuk oleh Soekarno untuk menduduki jabatan Menteri Sosial,
tetapi Trimurti menolaknya. Pada tahun 1962 Trimurti dikirim ke Yugoslavia dengan tugas
mempelajari Worker’s Management di sana. Setelah setahun di Yugolavia dan menyelesaikan
tugasnya tersebut, kemudian Trimurti juga mengunjungi negara-negara sosialis lainnya untuk
mengadakan studi perbandingan tentang sistem pengelolaan ekonomi dalam masyarakat di
negara-negara Eropa Timur. Pada tahun1964 ia kembali ke Indonesia. Tidak berapa lama setelah
kembalinya Trimurti ke Indonesia terjadi Gerakan 30 September.
Pada tahun 1970-an, Trimurti merasa bahwa dirinya ditakdirkan untuk menggeluti bidang
media massa. Maka, setelah dia agak lama tidak menekuni bidang tersebut timbul rasa rindu
dalam batinnya. Ia ingin menerbitkan sebuah majalah tetapi ia menemui kebingungan akan
majalah macam apa yang nantinya ia akan terbitkan. Akhirnya, dia mengambil keputusan akan
menerbitkan majalah yang membahas soal manusia dan kemanusiaan atau hati nurani manusia.
Majalah tersebut merupakan majalah mengenai mental spiritual. Ketika Sekolah Tinggi Filsafat
di Jakarta membuka kursus, Trimurti mengikuti kels filsafat tersebut. Hanya tiga tahun ia
mengikuti sekolah filsafat, tidak sampai lulus menjadi sarjana filsafat. Rencana menerbitkan
majalah akhirnya terwujud juga dengan majalahnya yang diberi nama Mawas Diri yang artinya
melihat diri sendiri atau introspeksi. Majalah Mawas Diri memuat soal-soal keagamaan, aliranaliran kepercayaan, soal-soal etika, moral dan sebagainya. Dari tahun 1972 sampai tahun 1980an kegiatan rutin yang dilakukan Trimurti ialah mengurusi majalah Mawas Dirinya tersebut.
Pendirian Trimurti, bahwa perjuangan kita sebagai bangsa Indonesia masih lama dan jelas
masih belum selesai. Sasaran perjuangan yang dirintis puluhan bahkan ratusan tahun yang
lampau untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur hingga kini masih belum teraih.
Pada usianya yang ke-70 tahun, Trimurti mengungkapkan cita-cita bangsa Indonesia
yang belum tersampaikan menurut pemikiran beliau. Menurutnya, memang Indonesia telah
merdeka tetapi belum berdaulat sepenuhnya. Bersatu, sudah ada tetapi masih ada penyakitpenyakit perpecahan yang menghinggapi. Adil, juga belum terang. Makmur juga belum terlihat,
tetapi ada usaha untuk menuju ke sana. Yang membuat Trimurti prihatin ialah sampai pada tahun
9

1980-an bahkan masih berlaku untuk masa pemerintahan sekarang ini bahwa makin terlihat
adanya oknum-oknum yang menggerogoti kemerdekaan kita dengan korupsi, penyalahgunan
wewenang, penyimpangan-penyimpangan dari cita-cita perjuangan semula.
Menurut Trimurti yang mengakibatkan hal yang terjadi seperti ini karena kekurangan
mengenai pendidikan kejiwaan, pendidikan manusianya secara utuh. Kebersihan hati nurani,
kebersihan pikiran, dan hakikat dari perjuangan untuk manusia. Trimurti berpendapat, bahwa di
samping kecerdasan rasional, harus didampingi oleh ketajaman, kehalusan dan kepekaan
spiritual sehingga manusia menjadi orang yang terdidik secara utuh. S.K. Trimurti adalah sosok
yang sangat mengagumi Mahatma Gandhi. Karena gerakan yang digagas Mahatma Gandhi untuk
mencapai kemerdekaan India tidak menamakan gerakannya sebagai partai. Dalam gerakannya,
Gandhi tidak hanya menggarap kecerdasan pengikutnya, akan tetapi terlebih menggarap hati
nurani manusianya supaya bersih, supaya bisa meningkatkan derajat kemanusiaannya.
Pemikiran S.K. Trimurti mengenai Masyarakat Adil dan Makmur, Pendidikan dan Bentuk
Negara.
Menurut Trimurti, dari dalam lubuk hatinya mengenai adil dan makmur bagi rakyat
Indonesia, ia lebih mendahulukan keadilan dulu baru kemudian kemakmuran untuk masyarakat.
Dalam sebuah uangkapan juga selalu dikatakan adil dan makmur, bukan makmur dan adil. Akan
tetapi yang akan diuraikan di sini mengenai kemakmuran dulu daripada keadilan. Karena
kemakmuran lebih bersifat lahiriah sedangkan keadilan menyinggung kejiwaan.
Masyarakat yang makmur menurut Trimurti ialah masyarakat yang dapat mencukupi
segala kebutuhannya secara penuh bahkan bisa lebih. Unsure-unsur untuk mencapai
kemakmuran itu mencakup tiga hal, yakni kekayaan alam, masalah tenaga kerja termasuk
teknologi, dan managemen. Untuk unsur yang pertama, tidak perlu ditanyakan lagi akan
kekayaan alam Indonesia. Apa saja terdapat di tanah air ini, sangat kaya. Tetapi kekayaan alam
saja belum bisa membuat masyarakat menjadi makmur. Harus ada yang bisa mengolah,
dibutuhkan tenaga kerja untuk mengolah kekayaan alam kita. Tenaga kerja dalam hal ini ialah
tenaga kerja fisik. Jumlah penduduk di Indonesia sudah sangat banyak, ini sudah mendukung
syarat yang kedua. Hanya saja, tenaga kerja ini harus ditingkatkan mutunya, diberi pendidikan
dan pengajaran sehingga dapat melakukan tugasnya dengan baik untuk menggali dan
10

memanfaatkan kekayaan alam. Pengetahuan tentang mengelola setiap unit atau satuan usaha
yang besar, perlu dimiliki. Dalam mendukung hal ini harus dibutuhkan pendidikan dan
pengajaran managemen. Dalam pemikiran Trimurti, setidaknya ketiga hal itu yang harus ada
untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, khususnya rakyat Indonesia.
Tulisan Trimurti mengenai pemikirannya tentang tenaga kerja Indonesia, dalam hal ini
khususnya buruh yang dimuat dalam majalah Prisma pada 9 September tahun 1976, untuk
dilakukan perbaikan nasib kaum buruh yang masih dibayar murah, tetapi hasil yang
diproduksinya sangat jauh mahal. Semisal para buruh pembatik yang pada masa tahun 70-an
bekerja sehari hanya menerima upah Rp 250,00. Bandingkan dengan harga batik tulis asli
tersebut atau dengan bayaran peragawan dan peragawati yang mempromosikan produk batik
tersebut yang hanya dalam tempo beberapa menit tetapi mendapatkan bayaran yang sangat
besar.6 Hal itu yang sangat perlu diperbaiki di Indonesia agar kemakmuran bagi rakyat bisa
tercapai.
Mengenai keadilan, adil dalam garis besarnya berarti serasi, harmoni, seimbang dalam
membagi tugas dan membagi hak kepada rakyat banyak. Trimurti menggolongkan keadilan
menjadi dua, yaitu keadilan secara lahiriah dan keadilan secara batin. Keadilan secara lahiriah
mengenai keadilan atau hak yang sama ialah bahwa semenjak manusia lahir sampai mati, berhak
mendapatkan hasil dari produksi masyarakat untuk hidupnya. Tetapi harus terdapat perbedaan
antara yang bekerja rajin dan yang tidak. Hal ini diperlukan untuk menarik rangsangan supaya
mereka yang tidak rajin menjadi giat bekerja. Jadi, hak itu diberikan menurut hasil kerjanya atau
menurut prestasinya. Dalam hal ini juga ada pengecualian bagi orang-orang yang betul-betul
tidak mampu, seperti anak-anak dan orang-orang tua atau lanjut usia.
Adil menurut perhitungan batin, yaitu rasa adil harus muncul dari dalam diri manusianya
sendiri. Haruslah ada kesadaran batin dalam dirinya. Dan untuk memunculkan kesadaran batin
ini harus melalui pendidikan, khusunya pendidikan mental, pendidikan rohani. Perasaan adil
harus didahului oleh rasa manunggal. Artinya, diri kita masing-masing ini dalam rangka susunan
atau sistem masyarakat terikat oleh satu ikatan yang menyatukan segalanya.

6 Lihat di Majalah Prisma, 9 September 1976, hlm. 43

11

Trimurti berpendapat bahwa untuk setiap orang memiliki rasa manunggal dan selanjutnya
timbul dalam diri rasa adil, harus melalui pendidikan. Tahapan pendidikan tersebut adalah
pendidikan dari keluarga, pendidikan dari lingkungan, dan pendidikan melalui masyarakat dan
negara. Pendidikan dalam keluarga tentu sangat pertama dan penting karena yang berperan
sebagai pendidiknya ialah kedua orang tuanya sendiri. Tergantung orang tuanya bahwa anaknya
nanti akan dicetak seperti apa perilakunya, tentulah orang tuanya yang memberikan contoh
kepada anak-anaknya. Pendidikan lewat keluarga ini juga bisa diberikan oleh orang tua dalam
keadaan santai, makan bersama keluarga atau pada waktu bertamasya. Pendidikan melalui
lingkungan bisa dilakukan dengan musyawarah dalam pertemuan RT atau RW atau organisasi
yang sifatnya sosial.
Pendidikan melalui masyarakat, ini lebih sukar. Bisa melalui organisasi-organisasi massa,
seperti perkumpulan-perkumpulan sosial, arisan dan lainnya. Pendidikan lewat negara tentu saja
dijalankan denga melalui lembaga-lembaga yang ada. Yaitu lembaga legislatif, lembaga
eksekutif, lembaga yudikatif. Akan tetapi tidak langsung kepada lembaganya, melainkan lewat
pelaku-pelakunya,yakni pegawai, anggota, pemimpin dan sebagainya yang ada di dalam
lembaga-lembaga itu.
Pandangan Trimurti dalam bentuk negara ialah pada prinsipnya, negara kesatuan adalah
bentuk yang paling ideal. Sebab dalam bentuk negara ini akan lebih cepat dilaksanakan rasa
manunggal itu. Akan tetapi bentuk negara yang cocok untuk negara yang luas daerahnya dan
bermacam-macam golongan sosialnya, maka bentuk negara serikat akan lebih baik. Menurut
pandangannya terhadap bentuk negara Indonesia ialah bentuk negara Kesatuan bagi Indonesia
adalah tepat. Menurut pengalaman, bentuk serikat akan memudahkan berkembangnya
separatisme di Indonesia. Dan apabila terjadi demikian, Indonesia akan menjadi lemah.

C. Penutup
Komentar Terhadap Kehidupan dan Pemikiran S.K. Trimurti
12

Setelah mengetahui kisah kehidupan dan pemikiran dari S.K. Trimurti, saya sangat
mengagumi semangat perjuangan beliau. Dari kehidupannya semenjak kecil sudah terlihat
semangat beliau untuk mengubah bangsa ini dari cengkeraman penjajah. Trimurti yang
disekolahkan oleh kedua orang tuanya, khususnya oleh ayahnya yang menjadi pejabat desa di
sekolah guru wanita menginginkan agar Trimurti bekerja pula pada pemerintahan sebagaimana
halnya ayah dan kakaknya yang bekerja di bawah pemerintahan. Akan tetapi hati kecil Trimurti
menolaknya karena apabila ia bekerja di bawah pemerintahan maka secara tidak langsung ia
menikmati jajahan dan merasa menghianati rakyat Indonesia yang masih berada dalam penjara
kesengsaraan.
Trimurti mulai bergabung dengan organisasi dan jatuh cinta pada perjuangan negeri
Indonesia pada waktu ia menjadi pengajar di luar kota. Setelah sering menghadiri rapat-rapat
organisasi seperti Partindo dan ia sangat kagum kepada Bung Karno yang dikenal sebagai Singa
Podium, maka Trimurti mulai bergabung dan aktif dalam organisasi Partindo. Karena ia
mengikuti organisasi, maka pekerjaan sebagai guru harus ia tinggalkan dan ia pun pindah ke
Bandung. Terlihat sangat keras kepala Trimurti ini, meskipun ayah dan ibunya melarang dirinya
terjun dalam dunia politik karena takut nanti akan ditangkap oleh polisi antek-antek penjajah
tetapi jiwanya bersikukuh tidak akan meninggalkan perjuangan ini. tidak ada sedikit pun rasa
takut dalam dirinya. Ia sangat bersungguh-sungguh membebaskan rakyat Indonesia dari
cengkeram penjajahan dan kemiskinan. Hal ini ia lakukan tentu saja karena ia begitu mencintai
perjuangan ini.
Setelah aktif dalam berorganisasi, ia mulai aktif menulis pada majalah-majalah.
Tulisannya yang berisi perjuangan dan kemerdekaan menyebabkan ia ditangkap oleh polisi dan
dipenjara. Tetapi tetap saja tidak ada rasa jera dalam dirinya apalagi mau berhenti dan
meninggalkan kegiatannya ini. tidak sekali Trimurti memasuki ruangan penjara. Pada saat
setelah menikah dengan Sayuti Melik pun ia ditangkap dan kembali di penjara. Bisa dibilang
bahwa setiap periode tidak tertinggal Trimurti pasti ditangkap dan dipenjara, pada masa
penjajahan Kolonial Belanda, Pendudukan Jepang, dan masa Revolusi. Paling terparah ialah
pada saat ia hamil anaknya yang kedua, ia ditangkap oleh Kenpetai Jepang dan dipenjara serta
disiksa, dipukul kepalanya dengan pentungan, tapi tetap saja ia meneruskan perjuangannya demi
negeri tercinta ini.
13

Pada saat setelah kemerdekaan, ia pun bisa menempuh pendidikan sarjana dan mendapat
tugas ke Yugoslavia dalam rangka mempelajari Worker’s Management dan ke negara Eropa
lainnya untuk studi perbandingan bidang ekonomi. Ia mendapat jabatan sebagai Menteri
Perburuhan pertama di Indonesia, karena ia memahami dan bergabung dalam Partai Buruh.
Tulisan-tulisannya juga banyak yang memuat tentang buruh dan ekonomi Indonesia.
Menurut saya, S.K. Trimurti patut dijadikan sebagai salah satu pahlawan wanita
Indonesia. Karena selain ia berjuang meningkatkan harkat dan martabat wanita melalui perilaku
yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan juga ia berjuang sekuat tenaga, harta dan bahkan nyawa
sebagai taruhannya untuk memerdekakan, mempertahankan, dan memperbaiki keadaan Republik
Indonesia ini. Sayang sekali tidak banyak yang mengetahui sosok wanita hebat ini selain orangorang sejamannya, sampai tahun 1980-an, sedangkan orang-orang saat ini terutama para remaja
maupun pelajar tidak banyak yang mengenal sosok S.K. Trimurti ini. Begitu pun saya, sebelum
mendapatkan tugas untuk menulis mengenai tokoh Indonesia dan pemikirannya saya sangat buta
dan tidak siapakah S.K. Trimurti ini, apa peranannya untuk negeri kita ini. Tetapi setelah saya
membaca buku tentang kehidupannya, saya dibuat sangat kagum akan sikap, pendirian dan
pemikirannya tentang negeri ini.

Sumber Referensi

14

http://news.liputan6.com/read/189697/sk-trimurti-wafat . Diakses pada 01 Juni 2014 pukul 14.14
WIB.
I.N., Soebagijo. S.K. Trimurti:Wanita Pengabdi Bangsa. Jakarta : PT Gunung Agung. 1982
Majalah Prisma, 9 September 1976.

15

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24