Proposal judul tugas akhir bab

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Penilitian

Beton merupakan material dalam struktur bangunan yang
paling sering
bangunan

digunakan di Indonesia di bandingkan material

lainnya

seperti

baja

dan

kayu.


Beton

adalah

pencampuran dari semen, agregat kasar, agregat halus, air dan
bahan tambahan. Salah satu sifat mekanis beton yang penting
adalah kuat tekan beton.
Dengan semakin banyaknya beton di dalam dunia konstruksi
saat ini, maka banyak pula para peneliti berusaha menemukan dan
membuat mutu beton yang lebih tinggi dengan memikirkan segi
ekonomisnya. Kekuatan beton tidak terlepas dari sifat-sifat material
penyusunnya. Khususnya dari segi fisik misalnya porositas dan
mekanis misalnya kuat tekan beton. Porositas beton didefenisikan
sebagai perbandingan volume void (pori) terhadap volume total
beton. Porositas beton adalah tingkatan yang menggambarkan
kepadatan konstruksi beton. Porositas ini berhubungan erat dengan
permeabilitas beton. Porositas merupakan persentase pori-pori atau
ruang kosong dalam beton terhadap volume benda (volume total
beton). Ruang pori pada beton umumnya terjadi akibat kesalahan

dalam pelaksanaan dan pengecoran seperti faktor air semen yang
berpengaruh pada lekatan antara pasta semen dengan agregat,
besar kecilnya nilai slump, pemilihan tipe susunan gradasi agregat
gabungan, maupun terhadap lamanya pemadatan. Semakin tinggi
tingkat kepadatan pada beton maka semakin besar kuat tekan atau
mutu beton, sebaliknya semakin besar porositas beton, maka
kekuatan beton akan semakin kecil.

Salah satu masalah yang sangat berpengaruh pada kuat tekan
beton adalah adanya porositas. Porositas juga dapat diakibatkan
adanya partikel-partikel bahan penyusun beton yang relatif besar,
sehingga

kerapatan

tidak

maksimal.

Porositas


beton

juga

menggambarkan besar kecilnya kekuatan beton dalam menyangga
suatu konstruksi. Semakin padat beton, maka kekuatannya juga
akan semakin besar sehingga dapat menyangga konstruksi yang
lebih berat. Sebaliknya semakin renggang beton, maka kekuatannya
juga akan semakin lemah sehingga hanya bisa menyangga
konstruksi yang ringan dan ketahannannya juga tidak terlalu lama.
Atas dasar ini, masalah yang akan timbul adalah seberapa besar
kontribusi penambahan serbuk stainless steel sebagai pengisi pori
pada beton (filler) terhadap perubahan yang berarti pada nilai kuat
tekan beton mutu tinggi.
Hal inilah yang menarik untuk dilakukan studi, yang tentunya hasil
penelitian ini akan dijadikan sebagai suatu pegangan bahwa ada
pengaruh porositas terhadap kuat tekan pada beton. Berdasarkan
pemasalahan


di

atas

maka

penulis

memilih

topik

dalam

penyelesaian tugas akhir ini dengan judul “STUDI KUAT TEKAN
BETON MENGGUNAKAN SERBUK STAINLESS STEEL SEBAGAI
FILLER”
B.

Rumusan Masalah


Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui sifat mekanis
beton yaitu kuat tekan beton dengan menggunakan serbuk
stainless steel sebagai filler. Dalam tugas akhir ini akan dijelaskan
permasalahan yaitu seberapa besar kuat tekan beton yang dapat
didapat dengan menggunakan serbuk stainless steel sebagai filler
pada rancang campuran beton mutu tertentu. Selain itu akan

dibahas mengenai perbandingan antara beton normal dengan
beton yang menggunakan serbuk stainless steel sebagai filler.
C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian dalam
tulisan ini
adalah:
1.

Untuk mengevaluasi sifat mekanik beton yaitu kuat tekan

dengan menggunakan serbuk stainless steel sebagai filler.

2.

Untuk membuat perbandingan kuat tekan beton yang
menggunakan serbuk stainless steel dengan beton normal.

D.

Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk :
1. Dapat dijadikan sebagai acuan dan informasi para peneliti
dalam mengembangkan penelitian yang berhubungan
dengan pencampuran beton dengan menggunakan serbuk
stainless steel sebagai filler.
2. Mengetahui karakteristik beton dengan serbuk stainless steel
sebagai filler dengan persentase 0%, 5%, 10%, 15%, 20%,
25%.
3. Mengetahui perbandingan karakteristik beton normal dan

beton dengan menggunakan serbuk stainless steel.

4. Sebagai referensi salah satu cara untuk pemanfaatan
serbuk stainless steel.
E.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi pustaka dan studi eksperimental. Studi pustaka berupa
internet, buku-buku, jurnal maupun diktat-diktat kuliah yang
diperoleh selama perkuliahan serta konsultasi dengan dosen
sedangkan

studi

eksperimental

berupa


pengujian

laboratorium
F.

Batasan/Ruang Lingkup Penilitian

Dalam penelitian yang dilakukan, ada beberapa lingkup
masalah yang dibatasi, yaitu karakteristik bahan yang digunakan
sebagai benda uji adalah sebagai berikut ini:
1. Perhitungan mix design dengan metode Development Of
Environment (ACI).
2. Variasi presentase volume serbuk stainless steel
terhadap volume pasir yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%,
25%.

3. Mutu beton yang disyaratkan adalah fc’ = 30 MPa
pada umur 28 hari.
4. Benda uji untuk pengujian kuat tekan berupa silinder
dengan diameter 150mm dan tinggi 300mm.

5. Semen yang digunakan adalah semen PCC tonasa
6. Aggregat halus yang digunakan adalah pasir dari
sungai jeneberang.
7. Anggregat kasar yang digunakan adalah kerikil dari
sungai jeneberang.
8. Air yang digunakan adalah air dari PDAM.

di

9. Pemeriksaan, pembuatan, dan pengujian benda uji
dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Atma Jaya Makassar di Tanjung
Alang.
G.

Kerangka Pikir Penelitian

Adapun kerangka pikir dari penelitian ini dapat diuraikan pada gambar 1.1:

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pengertian Beton

Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen
hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dengan atau
tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI 032847-2002). Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
beton adalah campuran semen, kerikil, dan pasir yg diaduk dng
air untuk tiang rumah, pilar, dinding, dsb.
Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang
ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama
pencampuran berlangsung. Fungsi bahan ini adalah mengubah
sifat-sifat beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu
atau untuk menghemat biaya.
Beton

lebih


diutamakan

sebagai

struktur

bangunan

dibanding bahan lainnya karena memiliki beberapa kelebihan,
yaitu: (Mulyono, 2004)
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan
konstruksi.
2. Mampu memikul beban yang berat.
3. Tahan terhadap temperature yang tinggi.
4. Biaya pemeliharaan yang kecil.

Beton juga memiliki kelemahan yang perlu diperhatikan
saat digunakan untuk struktur bangunan, yaitu: (Mulyono, 2004)
1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.

2. Pelaksanaan kegiatan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
3. Berat
4. Daya pantul suara besar
5. Lemah terhadap gaya tarik
Bahan penyusun beton dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu bahan aktif dan bahan pasif. Kelompok aktif yaitu semen
dan air sedangkan yang pasif yaitu pasir dan kerikil (disebut
agregat halus dan agregat kasar). Kelompok yang pasif disebut
pengisi,

sedangkan

yang

aktif

disebut

perekat/pengikat.

(Kardiyono,1996)
Beton serat adalah campuran antara semen Portland atau
bahan pengikat hidrolis lain, agregat halus, agregat kasar, dan
air yang diberi bahan tambahan serat-serat untuk mendapatkan
peningkatan mutu. Fungsi bahan tambahan serat adalah agar
distribusi teganan keseluruh bagian dari campuran beton dapat
lebih baik.

B. Bahan Penyusun Beton
a.

Semen
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika

dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti
pasir dan batu menjadi satu kesatuan
pengikatan

semen

ditentukan

oleh

yang kompak. Sifat

susunan

kimia

yang

dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen

adalah kapur (CaO), silikat (SiO2), aluminium (Al2O3), ferro
oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam jumlah
kecil (Lea and Desch, 1940)
Semen portland adalah salah satu jenis semen yang
banyak digunakan dalam pekerjaan konstruksi. Menurut ASTM
(American Standard for Testing Material) C-150, 1985, semen
portland didefenisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan
dengan klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik yang
umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan
bahan utamanya.
Menurut SNI 15-2049-2004, semen portland adalah semen
hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen
Portland terutma yang terdiri dari atas dan digiling bersama-sama
dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk Kristal
senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan
tambahan lain.
Menurut SNI 15-7064-2004, semen Portland komposit
adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama
terak semen Portland dan gips dengan satu atau lebih bahan
anorganik,

atau

hasil

pencampuran

antara

bubuk

semen

Portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Semen Portland
komposit

dapat digunakan untuk konstruksi umum seperti:

pekerjaan beton, pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding
dan

pembuatan

elemen

bangunan

khusus

seperti

beton

pracetak, beton pratekan, panel beton, bata beton, dan sebagainya.
Syarat-syarat fisika semen portland komposit dapat dilihat
pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1 Syarat Fisika Semen Portland Komposit
N
o
1

Kehalusan dengan Alat Blaine

Satua
n
2
m /kg

2

Kekekalan Bentuk dengan
Autoclave
*Pemuaian

%

*Penyusutan

%

Waktu Pengikatan dengan Alat
Vicat
*Pengikatan Awal

Menit

*Pengikatan Akhir

Menit

maks.
375

*Umur 3 Hari

kg/cm

min. 125

*Umur 7 Hari

kg/cm

min. 200

*Umur 28 Hari

kg/cm

min. 250

%

min. 50

3

Uraian

Persyarat
an
min. 280

maks.
0,80
maks.
0,20
min. 45

Kuat Tekan
4

2
2
2

Pengikatan Semu
5
*Penetrasi Akhir
6

Kandungan Udara dalam Mortar

%
maks.
Volume
12
Sumber: SNI Semen Portland Komposit (SNI 15-7064-2002)

b.Agregat
Menurut SNI 03-2847-2002, agregat merupakan material
granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku
pijar yang dipakai bersama- sama dengan suatu media pengikat
untuk membentuk beton atau adukan semen hidrolik

Menurut PBBI 1971, agregat yang baik dalam pembuatan
beton harus memenuhi persyaratan, yaitu:
1. Harus bersifat kekal, berbutir tajam dan kuat.
2. Tidak mengandung Lumpur lebih dari 5 % untuk agregat halus
dan 1 % untuk agregat kasar.
3. Tidak mengandung bahan-bahan organik dan zat-zat yang reaktif
alkali, dan
4. Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
1. Agregat Kasar
Menurut SNI 03-2847-2002, agregat kasar adalah kerikil
sebagai hasil dari disintegrasi alami batuan atau berupa batu
pecah

yang

mempunyai

dihasilkan
ukuran

oleh

butir

industri

antara

5

pemecah

mm

sampai

batu

dan

40

mm.

Berdasarkan PBI 1971 NI-2 agregat kasar harus memenuhi
syarat-syarat antara lain:
a. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai
hasil

desintegrasi

alami

dari

batuan-batuan

atau

berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan
batu.

Pada umumnya

yang dimaksudkan

dengan

agregat kasar adalah agregat dengan besar butir lebih
dari 5 mm.
b. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan
tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butirbutir pipih hanya dapat dipakai bila jumlahnyamelebihi
20% dari berat

agregat keseluruhan.

Butir-

butir

agregat kasar ini harus bersifat kekal, artinya tidak
pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik
matahari dan hujan.
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih
dari 1% (ditentukan terhadap berat kering). Yang
dimaksud dengan lumpur adalah bagian-bagian yang
dapat melalui saringan No. 200 (saringan ASTM) atau
saringan 0,063 mm. Bila kadar lumpur melebihi 1%
maka agregat kasar harus dicuci sebelum digunakan.
d. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat reaktif
alkali yang dapat memecahkan beton.
e. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir beraneka
ragam besarnya dan bergradasi baik. Apabila diayak
dengan susunan ayakan ISO, harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:

 Sisa diatas ayakan 31,5 mm, harus 0% berat.
 Sisa diatas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90%
sampai 98 % berat.
 Selisih

antara sisa-sisa

kumulatif

diatas

dua

ayakan berurutan,maksimum 60% dan minimum
10%.
f. Kekerasan butiran agregat kasar dapat diperiksa dengan
menggunakan mesin Los Angeles dimana tidak lolos
50% saringan No. 12 (ASTM) atau dengan pengujian
bejana Rudellof dengan beban uji seberat 20 ton dan
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 Tidak terjadi pembekuan sampai fraksi 9,5 mm
sampai 1,9 mm lebih dari 24% terhadap berat.
 Tidak terjadi pembekuan sampai fraksi 19 sampai 30
mm lebih dari 22% terhadap berat
 Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari
pada 1/5 (seperlima) jarak terkecil antara bidangbidang samping cetakan, 1/3 (sepertiga) dari tebal
pelat atau 3/4 (tiga perempat) dari jarak bersih
minimum

diantara

batang-batang

atau

berkas-

berkas tulangan. Syarat-syarat gradasi agregat kasar
dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini :

Tabel 2.2 Syarat-syarat Gradasi Agregat Kasar (ASTM C.33-84)
Ukuran

Presentasi Lolos

Saringa

Saringan

n50(mm)

(%)
100

38

95 - 100

19

35 - 70

9,5

10 - 30

4,75

0-5

Sumber: Concrete Technology,AM.Nevile & J.J Brooks
2. Agregat Halus
Menurut SNI 03-2847-2002, agregat halus adalah pasir
alam sebagai hasil dari disintegrasi alami batuan atau pasir yang
dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran
butir 5 mm.
Menurut PBI 1971 NI-2 agregat halus untuk beton harus
memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
a. Butiran-butirannya tajam dan tidak dapat dihancurkan
dengan tangan.
b. Tidak mudah dihancurkan oleh pengaruh cuaca.
c. Kandungan lumpur maksimum 5% terhadap berat kering,
jika kandungan lumpurnya lebih besar dari 5% maka
pasir harus dicuci.
d. Agregat halus tidak boleh terlalu banyak mengandung
bahan

organik,

percobaan

hal

ini

Abrams-Harder

dapat

diketahui

dengan

(denganlarutan

NaOH).

Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan warna
ini dapat juga digunakan asal kekuatan tekan adukan

pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari
kekuatan adukan dari pasir yang sama tetapi dicuci
dengan

larutan

3%

NaOH

yang kemudian dicuci

hingga bersih dengan air, pada umur yang sama.
e. Agregat halus harus memenuhi gradasi:
 Sisa diatas ayakan 4 mm, minimal 2% dari berat kering.
 Sisa diatas ayakan 1 mm, minimal 10% dari berat
kering.
 Sisa diatas ayakan 0,25 mm, minimal 80% sampai
95% dari berat kering.
f. Agregat halus tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali.
g. Apabila dicuci dengan larutan Natrium Sulfat, bagian
yang hancur harus lebih kecil dari 10%.
Syarat-syarat gradasi agregat halus dapat dilihat pada tabel
2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Syarat-syarat Gradasi Agregat Halus (ASTM C.33-97)
Ukuran
Saringa
n
(mm)
9,5

Presentasi Lolos
Saringan
(%)
100

4,75

95 - 100

2,36

80 - 100

1,18

55 - 85

0,60

25 - 60

0,30

10 - 30

0,15

2 – 10

Sumber: Concrete Technology,AM.Nevile & J.J Brooks

c.

Air
Kualitas

air

sangat

mempengaruhi

kekuatan

beton.

Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-bahan yang terkandung
dalam air tersebut. Air diusahakn agar tidak membuat rongga pada
beton, tidak membuat retak pada beton dan tidak membuat korosi
pada tulangan

yang membuat korosi pada tulangan

yang

mengakibatkan beton menjadi rapuh.
Menurut SK SNI 03-2847-2002, air yang dapat digunakan
dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut:
1. Air yang digunakan pada pencampuran beton harus bersih
dan bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli,
asam, alkali, garam, bahan organic atau bahan-bahan lainnya
yangyang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau
pada beton yang di dalamnya
termasuk
boleh

air

bebas

mengandung

yang
ion

tertanam

logam

aluminium,

terkandung dalam agregat, tidak
klorida

dalam

jumlah

yang

membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada
beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi:
a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada
campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji
mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat
diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama
dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air
yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus
dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur,
yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan
untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus
dengan ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C 109 ).

d.

Stainless Steel
i.

Sejarah stainless steel

Pengelompokan dari paduan stainless steel sampai hari ini
dimulai pada tahun 1913 di Sheffield, England; Harry Brearley
telah mencoba berbagai macam jumlah unsur yang di campur
dalam baja dan menerapkannya pada tong pistol baja(gun
barrel steels), dan diketahui bahwa sampel yang diambil dari
alat tersebut tidak berkarat/korosi meskipun pada temperatur
tinggi dan juga sulit untuk di etsa.ketika ia menginvestigasi
material yang mengundang keheranan ini,ia menemukan
bahwa baja tersebut terkandung 13 % unsur chromium. Hal ini
merupakan titik awal dari pengembangan stainless
steel,sehingga kota Sheffield menjadi terkenal akan penghasil
baja stainless.Kebetulan negara perancis waktu itu juga
mengambil bagian dalam pengembangan stainless steel dan
baja stainless austenitic pertama kali dibuat di negara
perancis.

Penggunaan Baja stainless steel di dunia semakin meningkat
dikarenakan karakteristiknya yang menguntungkan.Terdapat
penambahan tuntutan dari karakteristik material untuk
bangunan dan industri konstruksi dimana stainless steel
digunakan untuk material berpenampilan
menarik(attractive),Tahan korosi(corrosion resistance),rendah
perawatan( low maintenance) dan berkekuatan tinggi(high
strength).Banyak lagi industri-industri yang mengadopsi logam
stainless steel untuk alasan yang sama sebagaimana
faktanya dilapangan bahwa stainless steel tidak butuh
perlakuan tambahan,seperti surface
treatment,pengecatan,pelapisan dan lain sebagainya untuk
melakukan pelayanan dalam karakteristik
fugsionalnya.Meskipun juga faktanya di dunia pemasaran
bahwa stainless steel itu cukup mahal bahkan sangat mahal
dibandingkan dengan baja karbon biasa(plain carbon steels).
ii.

Keluarga Logam Stainless steel (The Families Of
Stainless Steels)

Stainless steel merupakan salah satu keluarga logam dari
keluarga besar logam ferro dari klasifikasi logam baja(Fe+C =
Fe3C) dan dari klasifikasi logam baja paduan tinggi(high alloy)
yang unsur paduan di atas 8-10 %.Sedangkan stainless steel
memiliki unsur paduan utamanya adalah Chromium(Cr) dan
Nickel(Ni) sebagian.
Terdapat 5 pembagian dari keluarga stainless steel yaitu:


Austenitic Stainless Steels



Ferritic Stainless Steels



Martensitic Stainless Steels



Duplex Stainless Steels



Precipitation Hardening Stainless Steels

Meskipun semua stainless steel tergantung pada presentase
unsur chrome(sebagian besar) dan nickel,elemen paduan
lainnya juga sering di tambahkan untuk meningkatkan sifatsifat stainless steel tersebut menjadi lebih baik lagi. Kategori
stainless steel tidak seperti pada logam-logam alamiah pada
umumnya struktur kirstal yang berubah-ubah pada suhu
kamar(stabil) tergantung presentase unsur chrome dan nickel
yaitu FCC (austenitic),BCC(ferritic),penggabungan FCC dan
BCC (Duplex) dan BCT(Martensitic).
1.Austenitic Stainless Steels : Kelompok ini terkandung paling
sedikit 16% chromium dan 6% nickel and range hingga
paduan tinggi( high alloy) atau “super austenitics” seperti AISI
904L dan 6% molybdenum grades. Penambahan elemen
paduan lainnya bisa dilakukan terhadap stainless steel ini
seperti molybdenum, titanium atau copper,untuk
memodifikasi atau meningkatkan sifat-sifatnya.Membuat
stainless steel ini sangat cocok untuk pengaplikasian kondisikondisi kritis( critical applications) yang melibatkan temperatur
tnggi dengan performa ketahannan korosi tidak
berkurang.Grup ini juga sangat cocok untuk apllikasi material
cryogenic(material yang beroperasi pada temperatur
rendah).Stainless steel austenitic sebenarnya sifat-sifat
struktur kristal FCC di dominasi oleh pengaruh unsur
nickel.Sehingga unsur nickel mencegah
kerapuhan(brittleness) pada temperatur rendah membuat
stainless steel austenitic memiliki karakteristik untuk menjadi
material cryogenic.
2.Ferritic Stainless Steels :Stainless steel ini merupakan baja
dengan paduan murni unsur chromium (10.5 to 18%) grades
tanpa nickel seperti Grade AISI 430 dan AISI
409.Kemampuan ketahanan korosinya berkisar

menengah(moderate) dan sifat fabrikasinya rendah
ditingkatkan dengan cara menambah paduan lain lebih
banyak seperti Grades AISI 434 dan AISI 444 dan juga AISI
3CR12.
3.Martensitic Stainless Steels :Martensitic stainless steels
adalah juga didasarkan terhadap penambahan unsur
chromium sebagai paduan utama(major alloying element)
tetapi dengan kadar karbon di pertinggi dan pada umumnya
kadungan unsur chrome di perendah yaitu dengan takaran
minimal(e.g. 12% pada Grade AISI 410 dan AISI 416) dari
pada jenis ferritic di atas takaran minimal,sedangkan Grade
AISI 431 memiliki kandungan unsur chrome berkisar 16%,
tetapi struktur mikronya masih berupa martensite meskipun
level kendunagn chromium-nya tinggi.Hal ini dikarenakan
grade ini terkandung 2% nickel.
4.Duplex Stainless Steels :Duplex stainless steels seperti AISI
2304 dan AISI 2205 (Kode ini mengindikasikan komposisi
unsur chromium dan Nickel, yaitu 23% chromium, 4% nickel
dan 22% chromium, 5% nickel,dan juga unsur-unsur paduan
lain dlam jumlah rendah) memiliki struktur mikro
penggabungan atau pencampuran antara austenite dan
ferrite. Bisa dikatakan 50:50.Duplex ferritic – austenitic steels
mengkombinasikan beberapa fitur dari setiap kelas.
Stainless steel ini tahan terhadap tegangan retak korosi(stress
corrosion cracking),meskipun tak sebaik baja ferritic
Ketangguhan stainless steel ini di atas stainless steel ferritic
tetapi dibawah stainless steel austenitic,dan kekuatannya
lebih besar di banding stainless steel austenitic yang sudah di
anil .
Sebagi tambahan duplex stainIess steel ini ketahanan
korosinya juga sama baik dengan tipe 304 dan 316, dan pada

umummnya ketahan korosi pitting lebih tinggi dibanding AISI
316. Stainless steel ini kehilangan ketangguhan ketika
temperatur berkisar–50°C dan ulet diatas 300°C, sehingga
penngunaannya hanya untuk range temperature tersebut.
5.Precipitation Hardened Stainess Steel :Precipitation
hardening stainless steels adalah kandungan chromium dan
nickel dalam baja yang menyediakan kombinasi optimum dari
sifat grades martensitic dan austenitic. Seperti
layaknyamartensitic grades,yang diketahui sebagai
karakteristiknya yang berkekutan tinggi( high strength)
,dengan melalui serangkaian heat treatment dan juga
peranan ketahanan korosi di ambil oleh sebagain sifat
austenitic stainless steel,maka stainless steel ini tergolong
special dari yang lain.
Kekuatan tarik tinggi dari precipitation hardening stainless
steels dihasilkan sesudah dilakukan serangkaian proses heat
treatment yang selanjutnya didapat pengerasan
pengendapan(precipitation hardening) dari matriks martensitic
ataupun austenitic.Pengerasan ini dicapai melalui
penambahan satu dari beberapa unsur seperti Copper,
Aluminium, Titanium, Niobium, dan Molybden
Jenis Stainless steel pecipitation hardening yang sebagian
besar diketahui adalah AISI 17-4 PH. Penamaan ini berasala
dari penambahan unsur chromium dengan presentase 17%
dan 4% Nickel. Ia juga terkandung 4% Copper dan 0.3%
Niobium. 17-4 PH stainless steel juga dikenal sebagai grade
AISI 630.
Keuntungan dari SS precipitation hardening adalah bahwa
mereka tersedia dalam kondisi perlakuan larutan(solution
treated) dimana mudah dalam proses pemesinan,biasanya
dilunakkan terlebih dahulu. Setelah proses pemesiana atau

metoda-metoda fabrikasi lainnya maka dengan perlakuan
panas pada temperatur rendah bisa di lakukan untuk
menaikkan kekuatannya kembali.Prose perlakuan ini biasanya
dikenal dengan istilah penuaan(ageing) atau pengerasan
sendiri dengan pertambahan waktu saat distemper (agehardening)
iii.

Characterisation

Stainless steel Precipitation hardening di karakterisasikan
dalam 3 kelompok berdasarkan struktur mikro akhir sesudah
heat treatment.Ketiga jenis tersebut adalah:
martensitic (e.g. 17-4 PH)
semi-austenitic (e.g. 17-7 PH)
austenitic (e.g. A-286).
1.Martensitic Alloys
Martensitic precipitation hardening stainless steels sebagian
besar memiliki struktur mikro austenite ketika di annealing
pada temperatur 1040 sampai 1065°C. Selama pendingina ke
temperatur kamar,maka mereka segera bertransformasi dari
struktur mikro austenite ke martensite.
2. Semi-austenitic Alloys
Tidak Seperti martensitic precipitation hardening stainless
steels, semi-austenitic precipitation hardening stainless steels
adalah cukup liat dan bisa dilakuakn pengerjaan dingin(cold
worked). Semi-austenitc precipitation hardening stainless
steels menahan struktur mikro austenitic-nya pada temperatur
kamar tetapi akan terbentuk struktur mikro martensite padsa
temperatur yang lebih rendah(below roomm Temp.).
3. Austenitic Alloys
Austenitic precipitation hardening steels mempertahankan
struktur mikro austenitic-nya sesudah di-annealing dan
dikeraskan( hardening) dengan penuaan (ageing).Pada

Temperatur annealing antara 1095 hingga 1120°C fasa
precipitation hardening phase terlarut.ketika di dinginkan
cepat fasanya bertahan dan tak sempat
bertransformasi.ketika di panskan lagi (reheated) hingga
temperatur 650 sampai 760°C, pengendapan
terjadi(precipitation) terjadi. Hal ini meningkatkan kekerasan
dan kekuatan dari material.memang kekerasannya lebih
rendah di banding martensitic ataupun semi-austenitic
precipitation hardening stainless steels.catatan bahwa paduan
Austenitic itu non-magnetic.
iv.

Kekuatan( Strength) dari precipitation-hardening
stainless steels
Kekuatan luluh dari precipitation-hardening stainless steels
memiliki range sekitar 515 hingga 1415 MPa. Sedangkan
kekuatan tarik maksimumnya berkisar antara 860 hingga 1520
MPa. Elongation-nya yaitu antara 1 hingga 25%
Stainless steel yang digunakan baik dalam rumah tangga
meupun industri dapat berupa pipa schedule maupun
ornamen, plat , siku, dan lain-lain. dalam stainless terkandung
unsur nikel. Nikel adalah unsur kimia metalikdalam tabel
periodik yang memiliki simbol Ni dan nomer atom 28. Nikel
mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni nikel
bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom dan
logam lainnya dapat membentuk baja tahan karat yang keras.
Stainless yang sering di gunakan adalah 316 kadar nikel
diatas 10%, 304 kadar nikel 8%, 216 kadal nikel 4%, 210
kadar nikel 1% dan 430 kadal nikel 0% (tidak mengandung
nikel). Penggunaan : perpaduan Nikel , Krom dan besi
menghasilkan baja tahan karat (stainless steel) yang banyak
diaplikasikan pada rumah tangga yaitu pada peralatan dapur
(sendok dan peralatan memasak), ornamen rumah dan

gedung serta komponen industri (siku,AS, pipa stainless
steel).
Macam-macam tipe finish stainless steel :
2D tipe ini memiliki permukaan kasar serupa dengan kulit
jeruk.
2B permukaan halus dan warna yang silver . tipe ini paling
umum digunakan untuk macam-macam aplikasi.
No 4 tipe ini banyak digunakan untuk docorative. memiliki
permukaan yang halus dengan garis-garis. alat dapaur,
kantor, decorative hotels dan mail sudah banyak sekali
menggunakan tipe ini.
HL tipe ini serupa dengan no 4 tap memiliki garis/line lebih
panjang Sering digunakan untuk lift/elevator, panel tiang dan
dinding dan banyak lagi.
BA tipe ini memiliki permukaan yang sangat halus, mengkilap
dan daya pantul menyerupai kaca mirror. tipe ini digunakan
untuk alat-alat dapur , reflector lampu, dekorasi hotel, rumah
sakit dan alat rumah tangga.
Mirror tipe ini memiliki daya kilap dan kemewahan yang paling
berkualitas seperti kaca mirror. digunakan oleh , hotel-hotel
berbintang , mall , rumah sakit dan perkantoran mewah.
Stainless steel mempunyai bermacam macam jenis dan kelas
yang berbeda beda. Dengan penambahan austenite akan
membuat stainless steel menjadi stabil. Unsur inilah yang
membuat stainless steel menjadi non-magnetic (magnet tidak
dapat menempel) dan rapuh pada suhu rendah. Untuk
menambah kekuatannya biasanya di campur dengan karbon.
disamping itu kadar campuran menentukan kualitas stainless
steel, misalnya yang umum ditanyakan pada toko waktu
membeli stainless adalah kadar nikelnya 1%,2%,4% 8%
(semakin tinggi semakin baik ketahan terhadap korosi)atau

mau pakai yang tidak pakai nikel juga ada. Karena dapat
dicampur dengan berbagai bahan yang beredabeda
menjadikan stainless steel mempunyai banyak sekali jenis
antara lain:
Jenis -101 austenitic biasanya dipakai untuk cold working
pada furniture
Jenis-102 austenitic chromium dipakai untuk furniture
Jenis Ser-200 austenitic-chromium-nikel-manganasse alloy
terdiri atas 2 type
Jenis -201 prosesny melalui cold working
Jenis -202 no data Seri-300 ustenitic chromium-nikel alloy
Jenis-301 sangat elastis biasanya untuk welding produk
Jenis-302 sifatnya tahan korosikekuatannya lebih tinggi
karena ditambah karbon
Jenis-303 proses pembuatannya dengan penambahan
belerang dan fosfor. Juga di sebut A1 sesuai dengan ISO
3506.
Jenis-304 disebut juga A2
Jenis-304L sama seperti kelas 304 tapi komposisi karbon
lebih sedikit sehingga kekuatannya lebih lemah dari 304
Jenis 304-LN jenis ini sama dengan 304L tapi dengan
ditambah nitrogen untuk mendapatkan kekuatantegangan
yang jauh lebih tinggi dari jenis 304L dan masih banyak lagi

e. Penelitian Sebelumnya
Percobaan dilakukan (Paryati Ninik, 2015)
untuk memeriksa kuat tekan karakteristik
beton pada beberapa variasi penambahan
serbuk besi dan baja. Hubungan kuat tekan
karakteristik beton pada beberapa variasi
penambahan serbuk besi dan baja dapat
digambarkan sebagai berikut:

Grafik Hubungan Kuat
Tekan Karakteristik Beton

Kuat Tekan Karakteristk (kg/cm2)

dalam Beberapa Variasi
Penambahan Serbuk Besi
dan Baja

120
100
80
60
40
20
0

0

20

40

60

Variasi Penambahan (%

Gambar 2. Grafik Hubungan Kuat Tekan
Karakteristik Beton dalam
beberapa variasi penambahan
serbuk besi dan baja

Dari grafik diatas, dapat diketahui bahwa
penggunaan serbuk besi dan baja paling
optimal

adalah

25%

dengan

σk

=

121,9823kg/cm2 < 125kg/cm2 (kuat tekan
karakteristik
rancangan).
adanya

yang
Hal

ini

ditentukan

dalam

disebabkan

karena

kendala-kendala

yang

dihadapi

dalam penelitian antara lain adalah :

1.

Adanya kesalahan pemilihan permukaan
yang

akan

permukaan,

ditekan.
menyebabkan

Ketidakrataan
rendahnya

kuat tekan yang dicapai. Hal ini dapat
dilihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar 3. Ketidakrataan Permukaan yang
Ditekan
Dari gambar diatas, menunjukkan
bahwaketidakrataan permukaan bidang
yang ditekan merupakan salah satu sumber
keretakan.

2.

Adanya korosi antar butir, menyebabkan rendahnya kuat
tekan.

3.

Adanya segregasi (pemisahan butir) dan timbulnya
gelembung

air, menyebabkan

kuat tekan betonnya

berkurang.
f.

Kekuatan Beton
Dalam pembuatan beton selalu diperhatikan sifat-sifat dari

beton yang kita inginkan. Sifat utama dan umum kita kehendaki
adalah sifat-sifat mekanis beton. Hal ini mempengaruhi kita
dalam perhitungan dan pembuatan campuran beton. Sifat-sifat
mekanis beton dapat dikaitkan dengan dua kondisi, yakni beton
masih baru

dan encer yang sering disebut beton segar, dan beton dengan
kondisi yang sudah mengeras.
Faktor-faktor
material

yang

penyusunnya

mempengaruhi
ditentukan

oleh

kekuatan
faktor

beton
air

dari

semen,

porositas dan faktor-faktor intrinsik lainnya seperti kekuatan
agregat, kekuatan pasta semen, kekuatan ikatan/lekatan antara
semen dengan agregat.
Perilaku mekanis beton keras tidak jauh dari kemampuan
beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja
beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang
tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail,
kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dan klorida,
penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

g.

Kuat Tekan
Kuat tekan beton merupakan kekuatan tekan maksimum

yang dapat dipikul beton per satuan luas. Kuat tekan beton
normal antara 20 - 40 MPa. Kuat tekan beton dipengaruhi oleh:
faktor air semen (water cement ratio = w/c), sifat dan jenis
agregat, jenis campuran, kelecakan (workability), perawatan
(curing) beton dan umur beton.
Faktor air semen (water cement ratio = w/c) sangat
mempengaruhi kuat tekan beton. Semakin kecil nilai w/c nya
maka jumlah airnya sedikit yang akan menghasilkan kuat tekan
beton yang besar. Selain itu susunan besar butiran agregat yang
baik dan tidak seragam dapat memungkinkan terjadinya interaksi
antar butir sehingga rongga antar agregat dalam kondisi optimum
yang menghasilkan beton padat dan kuat tekan yang tinggi.
Jenis campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan
beton. Jumlah pasta semen harus cukup untuk melumasi seluruh
permukaan butiran agregat dan mengisi rongga-rongga diantara
agregat sehingga dihasilkan beton dengan kuat tekan yang
diinginkan. Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti
yang diinginkan, maka beton yang masih muda perlu dilakukan
perawatan dengan
berjalan

dengan

tujuan agar proses hidrasi pada semen
sempurna.

Pada

proses

hidrasi

semen

dibutuhkan kondisi dengan kelembaban tertentu. Apabila beton
terlalu

cepat

mengering,

akan

timbul

retak-retak

pada

permukaaannya. Retak- retak ini akan menyebabkan kekuatan
beton turun, juga akibat kegagalan mencapai reaksi hidrasi kimia
penuh.

h. Perencanan Mix Design dengan Metode ACI
ACI adalah kepanjangan dari American Concrete Institute yang
merupakan perancangan campuran beton yang paling banyak
digunakan di Amerika Serikat karena penggunaannya mudah
dilakukan. Adapun langkah-langkah perhitungan mix design metode
ACI yaitu:

1. Menentukan kuat tekan beton rata-rata
Nilai kuat tekan beton rata-rata dapat ditentukan dengan rumus:

 bm =  bk  1.64  Sr
Dimana:

bm

= Nilai kuat tekan beton rata – rata

bk = Nilai kuat tekan beton karakteristik
Sr = Standar Deviasi

(1)

2. Menentukan jumlah air yang diperlukan
Berdasarkan ukuran maksimum agregat kasar, maka dapat ditentukan
perkiraan air yang dipergunakan.
Tabel 2. Jumlah air yang diperlukan dalam adukan (“Beton Bertulang
suatu pendekatan dasar’,oleh Edward G. Nawi)

Jumlah air yang diperlukan untuk ukuran agregat maksimal
(tanpa air entraining) (kg/m3)

Slump
(mm)

9.5

12.5

19

25

37.5

50

75

150

Mm

Mm

mm

mm

mm

mm

mm

mm

25-50

207

199

190

179

166

154

130

114

75-50

228

216

205

193

181

169

145

126

150-175

243

228

216

202

190

178

160

-

3. Menentukan jumlah semen yang diperlukan
Hubungan antara FAS dan kuat tekan beton dapat dilihat pada tabel
sehingga jumlah semen dapat diketahui.

Tabel 3. Hubungan FAS dan Kuat Tekan Beton (“Beton
Bertulang_suatu Pendekatan Dasar”, oleh Edward G.
Nawi)

Kuat tekan beton (Mpa)

Nilai FAS

4.

Menentukan
Kubus

Silinder

Tanpa air antraining

berat
agregat

57.8

48

0.33

kasar

per

satuan
49.4

41

0.41

volume
beton

41

34

0.48

33.7

28

0.57

28.9

24

0.68

16.9

14

0.82

Untuk
menentukan
berat
agregat
kasar
diperlukan
data

modulus kehalusan (fitneness modulus) yang dapat dilihat pada table
berikut:

Table 4. Volume total agregat dalam adukan beton (“Beton
Bertulang_suatu Pendekatan Dasar”, oleh Edward G.
Nawi)

Ukuran

Volume total agregat kasar per

maksimum

satuan volume beton untuk harga

agregat kasar

fitneness modulus pasir

(mm)

2.40

2.60

2.80

3.00

9.5

0.5

0.48

0.46

0.44

12.5

0.59

0.57

0.55

0.83

19

0.66

0.64

0.62

0.60

25

0.71

0.69

0.67

0.65

37.5

0.75

0.73

0.71

0.69

50

0.78

0.76

0.74

0.72

75

0.82

0.80

0.78

0.76

150

0.87

0.85

0.83

0.81

Dari tabel di atas maka kita dapat menghitung berat agregat kasar dengan
rumus:
Berat agregat kasar (kerikil) = volume total agregat kasar x berat isi
(2)
5. Menentukan berat pasir dalam adukan
Untuk menghitung berat pasir dalam adukan dapat menggunakan
rumus:
Volume pasir= 1000 - volume semen - volume air - volume agregat kasar
(3)
Berat pasir = volume pasir x berat Jenis pasir

(4)

6. Interpolasi
Metode ACI banyak sekali menggunakan table sehingga untuk kondisi
tertentu harus dilakukan dengan cara interpolasi. Interpolasi adalah
suatu cara pendekatan perhitungan yang banyak dipakai diberbagai
bidang. Rumus interpolasi adalah sebagai berikut:

x=

Dimana :

+¿ 1−xi
xi¿
¿
x ( y− yi )
¿
+ xI
+ ¿1− yi
yi¿
¿
¿
¿

(5)

x = absis yang ditentukan
y = ordinat yang dicari
x i = absis batas bawah
x i+1 = absis batas atas
y i = ordinat batas bawah
yi+1 = ordinat batas atas