T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Jack London’s to Build a Fire with Its Figurative Language T1 BAB II

CHAPTER II THE TRANSLATION AND ITS SOURCE TEXT

A. TARGET TEXT

[1] Menyalakan Api [2] Cuaca telah berganti menjadi sangat dingin dan gelap ketika seorang pria mulai berjalan

menyimpang dari jalur utama Yukon, dan mendaki bukit es yang tinggi. Di bukit tersebut terdapat jalan redup nan sepi yang membawanya ke arah timur melalui hutan cemara yang lebat. Pria itu kemudian berhenti sejenak di puncak bukit es itu untuk beristirahat. Di sana ia melihat arlojinya sembari meyakinkan diri untuk melanjutkan perjalanan. Saat itu tepat pukul sembilan pagi tetapi matahari tidak terlihat padahal langitnya bersih tak berawan. Hari itu awalnya cerah namun berubah menjadi gelap karena adanya sebuah gumpalan kabut besar tak berbentuk di langit. Sebuah lapisan es yang terlihat jelas membuat hari menjadi gelap, dan itu yang mengakibatkan sinar matahari tidak bisa menembus masuk ke Yukon. Namun, kenyataan tersebut tidak membuat sang pria khawatir karena ia terbiasa kekurangan sinar matahari. Sudah beberapa hari ia tidak melihat matahari, dan ia tahu masih beberapa hari lagi harus dilewati sebelum sang surya berpindah ke selatan, dan mengintip di atas cakrawala lalu menghilang begitu saja dari pandangan.

[3] Pria itu kemudian melempar pandangannya ke sepanjang jalan yang telah ia lalui. Ia melihat lokasi Yukon berada selebar satu mil, dan tersembunyi di bawah es setinggi tiga kaki. Di atas es tersebut banyak terdapat tumpukan salju berwarna putih bersih, bergulir seperti ombak lembut dimana lempeng-lempeng es yang beku telah terbentuk. Sejauh matanya memandang ke utara dan selatan, yang terlihat hanyalah warna putih. Di sana terdapat garis rambut berwarna hitam yang membengkok, dan membelit di sekitar pulau yang tertutup dengan pohon-pohon cemara mengarah ke selatan, dan ke utara dimana garis itu tidak dapat dilihat lagi dari sisi lain pulau. Garis rambut ini adalah jalan yang mengarah ke selatan sejauh lima ratus mil menuju ke Chilcoot Pass, Dyea, dan Salt Water . Jalan ini juga dapat mengarah ke utara sejauh tujuh puluh mil ke Dawson, dan jika diteruskan dengan jarak seribu mil jalan itu akan menuju ke Nulato, dan berakhir di St. Michael yang terletak di Laut Bering dengan seribu setengah mil lebih jauhnya.

[4] Akan tetapi, semua hal yang ada, termasuk jalan misterius yang jauh dari jangkauan, tidak adanya matahari, suhu dingin yang hebat, dan semua kejanggalan juga keanehan yang terjadi ini tidak membuat sang pria bertanya-tanya. Bukan karena ia terbiasa, hanya saja ia adalah pendatang baru didaerah tersebut. Seorang checaquo, pendatang yang tidak tahan dengan udara dingin di Alaska. Ironisnya, kali ini adalah perjalanan musim salju pertama bagi dirinya, dan masalahnya pria itu tidak bisa menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia memang cepat tanggap pada persoalan hidup tetapi hanya pada hal-hal tertentu yang bisa dilihat, dan bukan pada resikonya. Suhu lima puluh derajat fahrenheit di bawah nol berarti memiliki delapan puluh derajat titik beku. Kenyataan tersebut mengejutkan dirinya karenaia merasa dingin dan tidak nyaman, dan hanya itu yang terpikirkan. Kenyataan tersebut tidak membuatnya merenungkan kelemahan dirinya sebagai makhluk yang bergantung pada suhu, ataupun kelemahan umum manusia yang hanya bisa bertahan hidup pada batas-batas suhu panas dan dingin tertentu. Hal ini juga tidak membuat ia berpikir tentang keabadian dan kefanaan manusia di alam semesta ini. Suhu lima puluh derajat fahrenheit di bawah nol akan menghasilkan embun beku yang menggigit, yang berarti seseorang harus melindungi diri dengan memakai sarung tangan, penutup telinga, sepatu sandal kulit hangat, dan kaos kaki tebal. Suhu lima puluh derajat fahrenheit di bawah nol bagi lelaki itu hanyalah sebatas suhu yang seharusnya memiliki arti lebih namun hal itu tak pernah muncul dalam pikirannya.

[5] Seraya kembali melanjutkan perjalanan, pria itu tidak sengaja meludah di sembarang tempat. Ludah itu meletup menghasilkan bunyi denturan tajam yang mengejutkan. Ia meludah lagi. Berulang kali ia meludah, dan sebelum jatuh di atas salju ludah itu telah membeku di udara. Ia tahu bahwa ludah akan membeku pada suhu lima puluh derajat ke bawah tetapi kali ini ludahnya telah lebih dulu membeku bahkan saat masih di udara. Tidak diragukan lagi. Tempat itu sangat dingin, melebihi lima puluh derajat fahrenheit di bawah nol. Entah tepatnya berapa derajat ia tak tahu. Namun, hal itu tidak penting. Ia harus menuju ke persimpangan jalan Henderson Creek, tempat dimana teman-temannya berada. Mereka telah melintasi bagian-bagian kota Indian Creek, sedangkan ia telah berjalan memutar untuk mencari jalan keluar dari tumpukan batang kayu yang berasal dari mata air di pulau-pulau Yukon. Ia akan tiba di tujuan pada pukul enam sore, yaitu beberapa saat setelah matahari terbenam. Di sana ada teman-temannya, ada juga api menyala, dan makan [5] Seraya kembali melanjutkan perjalanan, pria itu tidak sengaja meludah di sembarang tempat. Ludah itu meletup menghasilkan bunyi denturan tajam yang mengejutkan. Ia meludah lagi. Berulang kali ia meludah, dan sebelum jatuh di atas salju ludah itu telah membeku di udara. Ia tahu bahwa ludah akan membeku pada suhu lima puluh derajat ke bawah tetapi kali ini ludahnya telah lebih dulu membeku bahkan saat masih di udara. Tidak diragukan lagi. Tempat itu sangat dingin, melebihi lima puluh derajat fahrenheit di bawah nol. Entah tepatnya berapa derajat ia tak tahu. Namun, hal itu tidak penting. Ia harus menuju ke persimpangan jalan Henderson Creek, tempat dimana teman-temannya berada. Mereka telah melintasi bagian-bagian kota Indian Creek, sedangkan ia telah berjalan memutar untuk mencari jalan keluar dari tumpukan batang kayu yang berasal dari mata air di pulau-pulau Yukon. Ia akan tiba di tujuan pada pukul enam sore, yaitu beberapa saat setelah matahari terbenam. Di sana ada teman-temannya, ada juga api menyala, dan makan

[6] Pria itu berjalan di antara pohon-pohon cemara yang besar. Jalan itu redup dan sedikit menakutkan. Tumpukan salju juga telah jatuh sejak kereta luncur terakhir melewatinya, dan ia bersyukur ia berpergian tanpa menggunakan kereta luncur. Nyatanya, ia baik-baik saja walau tidak membawa apa-apa. Hanya makan siang yang dibungkus dalam sapu tangan. Bagaimana pun juga, pria itu terkejut pada dinginnya suhu saat itu. Cuacanya memang benar-benar dingin. Ia menyimpulkan sambil menggosok tulang hidung dan pipinya yang mati rasa dengan menggunakan tangannya yang bersarung. Pria itu memiliki janggut yang hangat tapi rambut-rambut itu tidak melindungi pipi dan hidungnya dari udara dingin yang menikam.

[7] Tepat di dekat tumit sang pria terdapat seekor anjing yang berlari kecil. Anjing Eskimo pribumi besar dengan bulu berwarna abu-abu yang hampir mirip dengan seekor serigala. Binatang itu tersiksa dengan suhu dingin yang hebat. Ia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk berpergian. Instingnya memberi tahu bahwa cerita hikayat lama lebih benar dariapa yang dipikirkan oleh sang pria berdasarkan pendapatnya sendiri. Kenyataannya, suhu saat itu tidak hanya lebih dingin dari lima puluh derajat fahrenheit di bawah nol tetapi lebih dari enam puluh derajat di bawah nol, bahkan tujuh puluh. Suhunya adalah tujuh puluh lima derajat fahrenheit di bawah nol karena titik beku mencapai minus tiga puluh dua yang berarti memperoleh angka seratus tujuh derajat. Anjing itu tidak mengerti apapun tentang termometer. Kemungkinan, di dalam pikirannya tidak terdapat kepekaan yang tajam akan kondisi yang sangat dingin seperti yang ada dalam pikiran si pria. Akan tetapi, seekor hewan memiliki instingnya sendiri. Tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, ia sudah mengerti bahwa ada bahaya yang mengancamsehingga hal itu membuatnya lemah, dan bergantung pada pria tersebut. Binatang itu bertanya-tanya seraya penasaran pada gerak- gerik yang tidak biasa dilakukan oleh pria itu, sambil berharap kalau-kalau ia akan pergi ke [7] Tepat di dekat tumit sang pria terdapat seekor anjing yang berlari kecil. Anjing Eskimo pribumi besar dengan bulu berwarna abu-abu yang hampir mirip dengan seekor serigala. Binatang itu tersiksa dengan suhu dingin yang hebat. Ia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk berpergian. Instingnya memberi tahu bahwa cerita hikayat lama lebih benar dariapa yang dipikirkan oleh sang pria berdasarkan pendapatnya sendiri. Kenyataannya, suhu saat itu tidak hanya lebih dingin dari lima puluh derajat fahrenheit di bawah nol tetapi lebih dari enam puluh derajat di bawah nol, bahkan tujuh puluh. Suhunya adalah tujuh puluh lima derajat fahrenheit di bawah nol karena titik beku mencapai minus tiga puluh dua yang berarti memperoleh angka seratus tujuh derajat. Anjing itu tidak mengerti apapun tentang termometer. Kemungkinan, di dalam pikirannya tidak terdapat kepekaan yang tajam akan kondisi yang sangat dingin seperti yang ada dalam pikiran si pria. Akan tetapi, seekor hewan memiliki instingnya sendiri. Tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, ia sudah mengerti bahwa ada bahaya yang mengancamsehingga hal itu membuatnya lemah, dan bergantung pada pria tersebut. Binatang itu bertanya-tanya seraya penasaran pada gerak- gerik yang tidak biasa dilakukan oleh pria itu, sambil berharap kalau-kalau ia akan pergi ke

[8] Embun beku dari napasnya yang menjadi serbuk lembut telah menempel pada rambutnya, terutama rahang, mulut, dan bulu matanya yang menjadi putih karena napasnya telah mengkristal. Janggut merah dan kumis pria itu juga membeku, hanya saja lebih kaku, tetesan air itu menjadi es dan semakin bertambah banyak dengan setiap napas hangat juga basah yang ia keluarkan. Pria itu mengunyah tembakau. Ada es yang menempel kaku di mulutnya sehingga ia kesulitan untuk membersihkan dagunya, dan berusaha mencegahnya agar tidak mengeras. Akibatnya, janggut pria yang mengkristal dan berwarna kuning pucat itu semakin terlihat dan bertambah banyak pada dagunya. Jika ia terjatuh, janggutnya akan hancur, seperti kaca, menjadi pecahan-pecahan yang rapuh. Namun, pria itu tidak memusingkan anggota badannya. Hal itu merupakan resiko yang harus diterima bagi pengunyah tembakau di kota itu, dan ia telah pergi ke tempat sebelum udara dingin yang ekstrim tiba-tiba menyerang. Tempat-tempat tersebut tidak pernah terasa sedingin ini. Pria itu tahu, tetapi oleh karena pengukuran termometer di sungai Sixty Mile, ia tahu bahwa tempat itu bersuhu sekitar lima puluhan, tepatnya lima puluh lima derajat fahrenheit di bawah nol.

[9] Pria itu berjalan beberapa mil di atas potongan-potongan kayu tumbang, menyeberangi tanah bebatuan luas, dan menjatuhkan tanah ke dasar sungai aliran kecil yang beku. Ini adalah Henderson Creek, dan ia tahu bahwa ia sedang berada sepuluh mil dari persimpangan. Pria itu melihat arlojinya, dan saat ini tepat pukul sepuluh pagi. Ia telah berjalan sejauh empat mil dalam satu jam, dan ia menghitung bahwa ia akan sampai ke tempat tujuan pada pukul setengah satu. Sebagai bentuk rasa puas akan kecepatannya itu, ia memakan makan siangnya di sana.

[10] Anjing itu berhenti tepat ditumit sang pria dengan ekornya yang terkulai, menunjukkan keputusasaan selama pria itu mengitari jalan di sepanjang anak sungai. Bekas alur kereta luncur tua dapat terlihat jelas namun tumpukan salju telah menutupi jejaknya yang terakhir. Dalam sebulan, tidak ada satupun yang melewati tempat sunyi tersebut tetapi pria itu tetap bertahan. Ia tidak banyak berpikir, bahkan ia tidak memikirkan apakah kondisinya cukup aman untuk memakan makan siangnya di persimpangan jalan. Ia tahu bahwa ia akan tiba di [10] Anjing itu berhenti tepat ditumit sang pria dengan ekornya yang terkulai, menunjukkan keputusasaan selama pria itu mengitari jalan di sepanjang anak sungai. Bekas alur kereta luncur tua dapat terlihat jelas namun tumpukan salju telah menutupi jejaknya yang terakhir. Dalam sebulan, tidak ada satupun yang melewati tempat sunyi tersebut tetapi pria itu tetap bertahan. Ia tidak banyak berpikir, bahkan ia tidak memikirkan apakah kondisinya cukup aman untuk memakan makan siangnya di persimpangan jalan. Ia tahu bahwa ia akan tiba di

[11] Sekilas, pikiran pria itu kembali mengingatkan bahwa suhu sekarang sangat dingin, dan ia tidak pernah merasakan dingin yang seperti ini sebelumnya. Sembari berjalan, ia menggosok tulang pipi dan hidungnya menggunakan sisi belakang tangannya yang bersarung. Ia melakukannya tanpa sadar dengan kedua tangannya secara bergantian, dan ia menggosok hanya semampunya. Jadi, semakin lama ia berhenti menggosok, semakin tulang pipinya mati rasa, dan jika ia berhenti lagi maka hidungnya juga akan mati rasa. Pria ini tahu, ia ingin sekali bisa menutupi pipinya, dan ia sangat menyesal karena ia tidak berencana untuk membawa penutup hidung agar dapat digunakan disaat dingin seperti ini. Kain penutup hidung semacam itu juga cukup panjang hingga dapat menutup dan melindungi pipinya. Akan tetapi, hal semacam itu tetap tidak dihiraukannya. Lagi pula, apa artinya pipi beku? Hanya sedikit sakit, itu saja, mereka tidak semengerikan itu.

[12] Jalan itu kosong layaknya pikiran sang pria. Ia merupakan orang yang teliti dalam mengamati keadaan. Terbukti saat ia memperhatikan perubahan yang terjadi pada sungai kecil, tikungan jalan, tumpukan kayu, dan dengan tajam ia sadar dimana ia menapakkan kakinya. Suatu kali, tibalah ia pada sebuah tikungan. Pria itu merasa malu. Seperti kuda yang terkejut, ia membelok jauh dari tempat yang telah dilalui, dan mondar-mandir kebingungan di sepanjang jalan. Sungai kecil yang ia kenali terlihat jelas membeku dari dasarnya. Ia mengerti bahwa tidak ada sungai mengalir dalam salju di kutub utara, namun ia juga tahu bahwa ada sumber mata air yang meluap dari lereng bukit dan mengalir di bawah salju serta di atas es yang terdapat pada sungai kecil itu. Pria itu tahu bahwa udara yang paling dingin tidak pernah membekukan mata airnya tetapi kali ini mata air itu beku, dan ia juga tahu bahayanya. Mata air itu adalah sebuah jebakan yang menyembunyikan genangan air di bawah salju yang mungkin kedalamannya terlihat tiga inci, atau mungkin sebenarnya tiga kaki. Terkadang, permukaan es setebal setengah inci menutupi mata air itu, bahkan ditambah juga dengan salju. Terkadang pula terdapat lapisan air dan permukaan es [12] Jalan itu kosong layaknya pikiran sang pria. Ia merupakan orang yang teliti dalam mengamati keadaan. Terbukti saat ia memperhatikan perubahan yang terjadi pada sungai kecil, tikungan jalan, tumpukan kayu, dan dengan tajam ia sadar dimana ia menapakkan kakinya. Suatu kali, tibalah ia pada sebuah tikungan. Pria itu merasa malu. Seperti kuda yang terkejut, ia membelok jauh dari tempat yang telah dilalui, dan mondar-mandir kebingungan di sepanjang jalan. Sungai kecil yang ia kenali terlihat jelas membeku dari dasarnya. Ia mengerti bahwa tidak ada sungai mengalir dalam salju di kutub utara, namun ia juga tahu bahwa ada sumber mata air yang meluap dari lereng bukit dan mengalir di bawah salju serta di atas es yang terdapat pada sungai kecil itu. Pria itu tahu bahwa udara yang paling dingin tidak pernah membekukan mata airnya tetapi kali ini mata air itu beku, dan ia juga tahu bahayanya. Mata air itu adalah sebuah jebakan yang menyembunyikan genangan air di bawah salju yang mungkin kedalamannya terlihat tiga inci, atau mungkin sebenarnya tiga kaki. Terkadang, permukaan es setebal setengah inci menutupi mata air itu, bahkan ditambah juga dengan salju. Terkadang pula terdapat lapisan air dan permukaan es

[13] Itulah alasan mengapa dia malu dengan kepanikan semacam itu. Ia telah merasakan sesuatu meretak di bawah kakinya. Ia merasakan sesuatu yang aneh di bawah kakinya dan mendengar gemercik dari permukaan es salju tersembunyi. Ini berarti masalah yang bahaya jika kakinya basah dalam suhu sedingin ini. Perjalanannya bisa tertunda. Ia terpaksa harus berhenti menyalakan api agar dapat membiarkan kakinya terbuka untuk mengeringkan kaos kaki dan sepatu kulitnya. Sebelum hal itu benar-benar terjadi, pria itu berdiri dan mempelajari dasar sungai serta tanahnya lebih dulu, dan memutuskan bahwa aliran airnya berasal dari arah kanan. Ia membayangkannya sebentar, menggosok hidung dan pipinya, kemudian berjalan lewat kiri, melangkah dengan sangat hati-hati, dan waspada terhadap pijakan kakinya. Jika sekali terlihat ada bahaya yang jelas, ia mengambil tembakau yang baru dan membelok pada hitungan empat mil langkahnya. Kemudian, dalam perjalanan dua jam selanjutnya, ia tiba pada beberapa jebakan yang serupa. Biasanya, salju yang menutupi genangan air yang tersembunyi berbentuk cekung. Sebuah penampilan luar yang manis namun di dalamnya terdapat bahaya. Sekali lagi, bagaimanapun juga, ia memiliki sebuah firasat, dan mencurigai bahaya yang akan muncul. Oleh karena itu, ia memaksa anjing setengah serigala itu untuk berjalan lebih dulu di depan tetapi binatang itu tidak mau menurutinya. Anjing itu mundur sampai sang pria mendorongnya ke depan, lalu dengan cepat ia pergi menyeberangi permukaan es yang putih dan kelihatannya kuat. Namun, tiba- tiba permukaan itu pecah. Binatang itu tersandung di satu bagian, lalu berpindah pada pijakan yang lebih kuat di bawahnya. Kaki depannya basah, dan dengan cepat air yang masih melekat pada kakinya hampir berubah menjadi es. Dengan segera anjing itu membersihkan dengan cara menjilati es yang ada dikakinya, lalu terjatuh dalam salju dan mulai menyingkirkan air yang mulai membeku di antara jari-jari kakinya. Ini karena instingnya mengatakan bahwa untuk membiarkan es tetap membeku pada kakinya berarti sama dengan melukai kakinya sendiri. Binatang itu tidak mengerti akan hal ini. Ia hanya mematuhi perintah yang timbul dari dalam nalurinya sebagai binatang. Namun, berbeda dengan sang pria yang memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan suatu hal. Ia melepas sarung tangan dari tangan kanannya, dan membersihkan butir-butir es. Pria itu tidak membuka jari-jarinya lebih dari satu menit, dan ia terheran-heran pada kebekuan [13] Itulah alasan mengapa dia malu dengan kepanikan semacam itu. Ia telah merasakan sesuatu meretak di bawah kakinya. Ia merasakan sesuatu yang aneh di bawah kakinya dan mendengar gemercik dari permukaan es salju tersembunyi. Ini berarti masalah yang bahaya jika kakinya basah dalam suhu sedingin ini. Perjalanannya bisa tertunda. Ia terpaksa harus berhenti menyalakan api agar dapat membiarkan kakinya terbuka untuk mengeringkan kaos kaki dan sepatu kulitnya. Sebelum hal itu benar-benar terjadi, pria itu berdiri dan mempelajari dasar sungai serta tanahnya lebih dulu, dan memutuskan bahwa aliran airnya berasal dari arah kanan. Ia membayangkannya sebentar, menggosok hidung dan pipinya, kemudian berjalan lewat kiri, melangkah dengan sangat hati-hati, dan waspada terhadap pijakan kakinya. Jika sekali terlihat ada bahaya yang jelas, ia mengambil tembakau yang baru dan membelok pada hitungan empat mil langkahnya. Kemudian, dalam perjalanan dua jam selanjutnya, ia tiba pada beberapa jebakan yang serupa. Biasanya, salju yang menutupi genangan air yang tersembunyi berbentuk cekung. Sebuah penampilan luar yang manis namun di dalamnya terdapat bahaya. Sekali lagi, bagaimanapun juga, ia memiliki sebuah firasat, dan mencurigai bahaya yang akan muncul. Oleh karena itu, ia memaksa anjing setengah serigala itu untuk berjalan lebih dulu di depan tetapi binatang itu tidak mau menurutinya. Anjing itu mundur sampai sang pria mendorongnya ke depan, lalu dengan cepat ia pergi menyeberangi permukaan es yang putih dan kelihatannya kuat. Namun, tiba- tiba permukaan itu pecah. Binatang itu tersandung di satu bagian, lalu berpindah pada pijakan yang lebih kuat di bawahnya. Kaki depannya basah, dan dengan cepat air yang masih melekat pada kakinya hampir berubah menjadi es. Dengan segera anjing itu membersihkan dengan cara menjilati es yang ada dikakinya, lalu terjatuh dalam salju dan mulai menyingkirkan air yang mulai membeku di antara jari-jari kakinya. Ini karena instingnya mengatakan bahwa untuk membiarkan es tetap membeku pada kakinya berarti sama dengan melukai kakinya sendiri. Binatang itu tidak mengerti akan hal ini. Ia hanya mematuhi perintah yang timbul dari dalam nalurinya sebagai binatang. Namun, berbeda dengan sang pria yang memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan suatu hal. Ia melepas sarung tangan dari tangan kanannya, dan membersihkan butir-butir es. Pria itu tidak membuka jari-jarinya lebih dari satu menit, dan ia terheran-heran pada kebekuan

[14] Hari menjadi paling cerah tepat pada pukul dua belas siang. Namun, untuk hitungan perjalanan musim salju, matahari berada terlalu jauh di Selatan untuk menerangi cakrawala. Bumi berbentuk oval membuat sang mentari tidak bisa menyinari Henderson Creek secara merata sehingga ketika lelaki tersebut berjalan di bawah langit siang, bayangannya tidak muncul. Pada pukul setengah satu, dalam hitungan sekian menit, ia sampai di persimpangan sungai. Pria itu merasa bangga dengan kecepatan perjalanan yang telah ia tempuh. Jika ia terus mempertahankan kecepatan itu, ia akan bertemu dengan teman-temannya pada pukul enam petang. Kemudian, ia membuka kancing jaket dan bajunya lalu mengeluarkan makan siangnya. Apa yang pria itu lakukan berlangsung tidak lebih dari setengah menit tetapi dalam kurun waktu singkat tersebut jari-jari yang tidak tertutup sarung itu mati rasa dalam seketika. Bukannya kembali memakai sarung tangan, ia malah membenturkan tangan pada kakinya dengan kasar. Kemudian, selagi ia menyantap makan siangnya, ia duduk di atas batang kayu yang tertutup salju. Kesakitan yang dirasakan pada tangannya tiba-tiba hilang. Hal ini membuatnya terkejut, dan ia tidak memiliki kesempatan untuk mengambil satu gigitan roti karena tangannya kaku. Pria itu kembali membenturkan jarinya berulang-ulang, dan kembali memasukkannya ke dalam sarung tangan lalu membuka tangan yang satu untuk kembali makan. Kemudian, ia mencoba mengambil satu gigitan namun bunga-bunga es masih membekukan mulutnya. Pria itu lupa untuk menyalakan api, dan mencairkan esnya, dan ia menertawakan kebodohannya sendiri. Lalu sementara tertawa, ia sadar bahwa jari-jarinya yang telanjang mulai mati rasa. Selain itu, ia juga sadar bahwa kesakitan yang dirasakan pada jari kakinya ketika ia duduk tadi sudah menghilang. Ia bahkan tidak tahu apakah jari-jari kakinya menjadi hangat atau mati rasa. Ia merenungkannya, mencoba menggerakkannya di dalam sepatu kulitnya, dan menyadari bahwa mereka memang mati rasa.

[15] Lelaki itu kembali memakai sarung tangan dengan tergesa-gesa lalu berdiri. Ia sedikit ketakutan. Ia menghentakkan kakinya kuat-kuat sampai kembali merasakan sakit. Memang benar-benar dingin, pikirnya begitu. Orang lama dari Sulphur Creek itu ternyata benar ketika memberi tahu tentang dinginnya tempat itu.Pria itu sadar bahwa ia pernah menertawainya saat itu, juga menunjukkan bahwa ia tidak terlalu yakin dengan hal [15] Lelaki itu kembali memakai sarung tangan dengan tergesa-gesa lalu berdiri. Ia sedikit ketakutan. Ia menghentakkan kakinya kuat-kuat sampai kembali merasakan sakit. Memang benar-benar dingin, pikirnya begitu. Orang lama dari Sulphur Creek itu ternyata benar ketika memberi tahu tentang dinginnya tempat itu.Pria itu sadar bahwa ia pernah menertawainya saat itu, juga menunjukkan bahwa ia tidak terlalu yakin dengan hal

[16] Ketika pria itu telah selesai makan, ia mengisi pipa cerutunya dan bersantai sambil merokok. Kemudian, ia memakai sarung tangannya, memasang penutup telinga yang terletak pada topinya dengan kuat, dan mengambil arah ke jalan kecil dari pertigaan sebelah kiri. Anjing yang berjalan bersamanya merasa kecewa, dan ingin sekali kembali ke tempat api tadi dinyalakan. Pria ini tidak tahu dingin. Mungkin semua generasi keturunannya tidak memiliki pengetahuan tentang bahaya udara dingin yang sesungguhnya. Dingin yang mencapai seratus tujuh derajat di bawah titik beku. Akan tetapi binatang itu tahu; semua keturunannya tahu, dan ia telah mewarisi pengetahuan akan hal itu. Anjing itu tahu bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk berpergian dalam keadaan dingin yang menakutkan. Ini saatnya untuk berbaring dengan nyaman disebuah lubang dalam salju, dan menunggu gumpalan es lenyap dari lapisan luar angkasa dimana dingin ini berasal. Disisi lain, terdapat sebuah hubungan dekat di antara anjing dengan sang pria. Seperti budak yang bekerja keras untuk tuannya, dan satu-satunya kasih sayang yang ia terima yaitu suara sang pria yang berbunyi seperti pukulan cambuk, yang kasar serta penuh ancaman. Jadi, anjing itu tidak membuat upaya untuk memberi tahu apa yang ia pikirkan pada sang pria. Ia tidak peduli dengan diri pria itu; ia hanya ingin kembali ke tempat api tadi untuk tubuhnya sendiri. Akan tetapi, pria itu bersiul, dan berbicara dengan binatang itu menggunakan suara keras seperti pukulan cambuk, dan anjing itu meloncat-loncat ke badan sang pria dan mengikutinya.

[17] Pria itu kembali mengambil satu hisapan tembakau dan membuat janggut berwarna kuning pucatnya semakin banyak. Udara yang basah dengan cepat berubah menjadi serbuk putih [17] Pria itu kembali mengambil satu hisapan tembakau dan membuat janggut berwarna kuning pucatnya semakin banyak. Udara yang basah dengan cepat berubah menjadi serbuk putih

[18] Pria itu marah, dan mengutuki nasibnya dengan suara keras. Ia berharap bisa sampai ke tempat perkemahan dengan teman-temannya pada pukul enam tepat tetapi kejadian tadi menunda perjalanannya selama satu jam karena ia harus lebih dulu menyalakan api dan mengeringkan alas kakinya. Itu merupakan hal yang harus dilakukan pada suhu yang rendah, ia paham akan hal itu. Jadi, ia berbalik menuju ke bukit pinggir sungai yang ia panjat. Di atas, tepatnya di semak-semak, ia mengumpulkan batang-batang dari pohon cemara kecil yang berasal dari sisa pasang surut air laut. Ia mengumpulkan kayu bakar kering terutama batang dan ranting dengan bagian cabang yang lebih lebar, dan rumput tahun lalu yang masih bagus dan kering. Pria itu meletakkan beberapa potongan yang lebar di atas salju. Lalu, kumpulan ranting kering itu menjadi alas untuk menyalakan api, dan juga untuk mencegah nyalanya agar tidak melelehkan salju di bawahnya . Ia dapat menyalakan api dengan menggesek satu batang korek api pada sisa kulit pohon yang ia ambil dari kantongnya, dan material ini bekerja lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan kertas. Setelah menempatkannya sebagai alas, ia menambah nyala api tersebut dengan banyak potongan rumput dan ranting kecil kering.

[19] Ia membuat api itu dengan perlahan dan hati-hati, dengan teliti, dan sadar akan bahayanya. Selagi nyala api semakin besar, sedikit demi sedikit ia menambah ranting-ranting yang lebih besar. Pria itu berjongkok di atas salju, memisahkan ranting-ranting yang membelit pada semak-semak, dan tanpa ragu melemparkannya ke dalam api. Ia tahu ini tidak mungkin gagal. Ketika suhunya tujuh puluh lima derajat fahrenheit di bawah nol, seseorang tidak boleh gagal pada percobaan pertamanya untuk membangun api apabila kedua kakinya basah. Jika kedua kakinya kering, dan ia gagal, ia dapat berlari sepanjang jalan untuk setengah mil dan memperbaiki peredaran darahnya. Namun, peredaran darah yang terhambat dan kaki yang membeku tidak dapat dipulihkan hanya dengan cara berlari [19] Ia membuat api itu dengan perlahan dan hati-hati, dengan teliti, dan sadar akan bahayanya. Selagi nyala api semakin besar, sedikit demi sedikit ia menambah ranting-ranting yang lebih besar. Pria itu berjongkok di atas salju, memisahkan ranting-ranting yang membelit pada semak-semak, dan tanpa ragu melemparkannya ke dalam api. Ia tahu ini tidak mungkin gagal. Ketika suhunya tujuh puluh lima derajat fahrenheit di bawah nol, seseorang tidak boleh gagal pada percobaan pertamanya untuk membangun api apabila kedua kakinya basah. Jika kedua kakinya kering, dan ia gagal, ia dapat berlari sepanjang jalan untuk setengah mil dan memperbaiki peredaran darahnya. Namun, peredaran darah yang terhambat dan kaki yang membeku tidak dapat dipulihkan hanya dengan cara berlari

[20] Pria tersebut tahu semua ini. Orang lama dari Sulphur Creek telah memberi tahu tentang hal tersebut bahkan sebelum kegagalan tadi terjadi, dan sekarang pria itu menghargai nasihatnya. Kemudian, kakinya kembali mati rasa dalam sekejap. Karena menyalakan api harus melepas sarung tangan, dan secara cepat jari-jarinya kembali membeku. Langkahnya selama empat mil satu jam telah membuat jantungnya terus memompa darah naik ke permukaan tubuhnya, dan kedua kaki serta tangannya. Namun, semakin sering ia berhenti berjalan, semakin pemompaannya menurun. Dinginnya angkasa menghantam ujung planet yang tak terlindungi, dan ia yang berada di situ seperti menerima pukulan penuh. Darah yang mengalir di tubuhnya menyentak diri sang pria. Darah itu hidup, seperti anjing yang ingin bersembunyi dan melindungi dirinya dari dingin yang menakutkan. Sangat lama sebagaimana ia berjalan empat mil satu jam, ia memompa darah itu, mau tak mau, naik ke permukaan; tetapi sekarang darahnya menyurut dan tenggelam ke dasar tubuhnya. Kaki dan tangannya adalah bagian yang pertama kali kehilangan rasa. Kakinya yang basah membeku seketika. Jari-jarinya yang terbuka juga menjadi mati rasa dengan cepat, meskipun belum mulai membeku. Hidung dan pipinya sudah membeku, dan kulit tubuhnya kedinginan seperti telah kehilangan aliran darah.

[21] Akan tetapi, lelaki itu selamat. Jari-jari kaki, hidung, dan pipi sekarang mulai menjadi hangat karena api mulai menyala semakin kuat. Pria tersebut memberi makan api yang kelaparan tersebut dengan ranting-ranting yang seukuran jarinya. Dalam hitungan menit lainnya, ia memberinya dahan seukuran pergelangan tangannya. Sementara itu, ia dapat melepas alas kakinya yang basah, dan selagi dikeringkan, ia dapat terus menghangatkan kakinya yang telanjang yang tentu saja telah lebih dulu dibersihkan menggunakan salju. Apinya berhasil dinyalakan, dan pria itu selamat. Ia ingat dengan nasihat orang lama dari Sulphur Creek, dan tersenyum. Orang lama itu terlalu serius dalam memegang hukum yang mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang boleh berpergian sendiri di Klondike dalam suhu lima puluh derajat ke bawah. Akan tetapi, di sinilah tempatnya. Ia telah mengalami kecelakaan, kesendirian, tapi juga dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Pikirnya, beberapa orang-orang lama tersebut mungkin kebanyakan adalah wanita. Sedangkan, sesuatu yang harus seorang pria lakukan saat dalam kesulitan adalah menjaga kepalanya tetap dingin, [21] Akan tetapi, lelaki itu selamat. Jari-jari kaki, hidung, dan pipi sekarang mulai menjadi hangat karena api mulai menyala semakin kuat. Pria tersebut memberi makan api yang kelaparan tersebut dengan ranting-ranting yang seukuran jarinya. Dalam hitungan menit lainnya, ia memberinya dahan seukuran pergelangan tangannya. Sementara itu, ia dapat melepas alas kakinya yang basah, dan selagi dikeringkan, ia dapat terus menghangatkan kakinya yang telanjang yang tentu saja telah lebih dulu dibersihkan menggunakan salju. Apinya berhasil dinyalakan, dan pria itu selamat. Ia ingat dengan nasihat orang lama dari Sulphur Creek, dan tersenyum. Orang lama itu terlalu serius dalam memegang hukum yang mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang boleh berpergian sendiri di Klondike dalam suhu lima puluh derajat ke bawah. Akan tetapi, di sinilah tempatnya. Ia telah mengalami kecelakaan, kesendirian, tapi juga dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Pikirnya, beberapa orang-orang lama tersebut mungkin kebanyakan adalah wanita. Sedangkan, sesuatu yang harus seorang pria lakukan saat dalam kesulitan adalah menjaga kepalanya tetap dingin,

[22] Pria itu hanya bisa menggenggam sedikit. Di sana ada api yang menggeretak, meretih, dan menjanjikan hidup dengan setiap nyala apinya yang menari. Kemudian, ia mulai membuka tali sepatu kulitnya. Kedua sepatunya berlapis es; kaos kaki Jermannya yang tebal menjadi berat bagaikan sarung besi yang tingginya mencapai lutut; dan tali sepatu kulitnya juga rapuh seperti batang baja yang bengkok-bengkok dan tersimpul oleh amukan api. Sesaat, ia tersentak dengan jari-jari tangannya yang mati rasa. Kemudian, menyadari kebodohannya tersebut, segera ia menarik sarung pelindung pisau yang dipakainya untuk memotong ranting.

[23] Akan tetapi, sebelum pria itu dapat memotong talinya, sesuatu terjadi. Semua terjadi karena salahnya sendiri atau karena tidak sengaja. Ia seharusnya tidak menyalakan api di bawah pohon cemara yang penuh salju. Ia seharusnya menyalakan api di tempat yang terbuka. Namun, memang lebih mudah untuk menarik ranting dari semak-semak dan kemudian menjatuhkannya secara langsung ke dalam api. Sekarang, tempat di bawah pohon dimana ia menyalakan api tadi tertutup oleh gumpalan salju pada dahan pohon. Tidak ada angin yang bertiup selama berminggu-minggu, dan setiap dahannya penuh dengan muatan. Setiap saat ia menarik sebuah ranting, ia membuat pohonnya sedikit bergoncang. Oleh karana itu, ia gelisah dengan goncangan yang cukup membawa bencana. Di atas pohon itu ada sebongkah salju yang kemudian jatuh di atas tumpukan ranting pohon yang di bawah, dan kemudian menutupnya. Proses ini terus berlanjut, menyebar dan mengenai seluruh bagian ranting. Bongkahan salju yang jatuh itu bertambah banyak seperti longsor, dan jatuh tanpa ada tanda yang dapat diketahui oleh sang pria dan api. Tak lama apinya lenyap! Bongkahan salju tadi adalah lapisan salju yang masih baru dan jatuh berserakan.

[24] Pria itu terkejut. Seolah-olah ia telah mendengar kalimat kematian untuk dirinya sendiri. Untuk sesaat, ia duduk dan memandang ke tempat dimana api tadi dinyalakan. Kemudian, ia bertambah tenang. Mungkin, orang lama dari Sulphur Creek itu benar. Coba saja ia memiliki teman seperjalanan, mungkin ia tidak akan bertemu dengan bahaya sekarang. Teman seperjalanannya bisa membantunya menyalakan api. Jadi, apakah ia akan menyalakan apinya lagi atau tidak adalah pilihan pria itu sendiri, dan kali yang kedua ini pastinya tidak gagal. Bahkan jika ia berhasil, kemungkinan besar ia akan kehilangan beberapa jari-jari kaki. Kedua kakinya pasti sangat beku sekarang, dan perlu beberapa saat untuk menyalakan api yang kedua.

[25] Ketakutan tersebut ada dalam pikirannya, tetapi ia tidak mau duduk dan memikirkannya. Ia sibuk setiap saat pikiran-pikiran itu mulai mengganggunya. Tak lama kemudian, pria itu kembali membuat alas baru untuk menyalakan api. Kali ini di tempat terbuka, dimana tidak ada pohon yang berbahaya yang dapat melenyapkannya. Selanjutnya, ia mengumpulkan sisa-sisa rumput-rumput kering dan ranting-ranting kecil sisa dari pasang surut air laut lalu. Ia tidak bisa menggerakkan tangannya secara bersamaan untuk mengambilnya tetapi ia bisa mengumpulkan segenggam saja. Dengan cara tersebut, pria itu mendapatkan banyak ranting-ranting yang busuk dan sedikit lumut hijau yang sebenarnya tidak begitu berguna tetapi itulah yang terbaik yang bisa ia lakukan. Pria itu bekerja sesuai dengan caranya, bahkan ia telah mengumpulkan dahan-dahan yang lebih lebar pada serangkulan tangannya untuk digunakan nanti ketika apinya sudah bertambah kuat. Sementara mengumpulkan, anjing itu duduk diam menonton pria itu dengan matanya yang sayu dan penuh harap karena ia melihat pada pria itu sebagai pembuat api, dan perlahan api itu pun menyala.

[26] Ketika semuanya telah siap, lelaki itu mengambil potongan kulit pohon yang kedua. Pria itu tahu benda itu ada di sana, dan walaupun jari-jarinya tidak bisa merasakannya, ia dapat mendengar gemersik kering dari kulit pohon yang ia raba tersebut. Dengan mencoba sebisanya, ia tidak bisa memegang dan menggenggamnya, dan dalam kesadarannya ia tahu bahwa kakinya cepat sekali membeku. Pikiran tersebut cenderung membuatnya panik, tetapi ia melawannya dan mencoba untuk tetap tenang. Pria itu menarik sarung tangannya dengan menggunakan giginya, dan memukul lengannya depan dan belakang, juga memukul tangannya dengan segenap kekuatannya. Ia melakukannya dengan duduk dan berdiri, sedangkan anjing itu duduk di atas salju dengan ekornya yang berbulu panjang [26] Ketika semuanya telah siap, lelaki itu mengambil potongan kulit pohon yang kedua. Pria itu tahu benda itu ada di sana, dan walaupun jari-jarinya tidak bisa merasakannya, ia dapat mendengar gemersik kering dari kulit pohon yang ia raba tersebut. Dengan mencoba sebisanya, ia tidak bisa memegang dan menggenggamnya, dan dalam kesadarannya ia tahu bahwa kakinya cepat sekali membeku. Pikiran tersebut cenderung membuatnya panik, tetapi ia melawannya dan mencoba untuk tetap tenang. Pria itu menarik sarung tangannya dengan menggunakan giginya, dan memukul lengannya depan dan belakang, juga memukul tangannya dengan segenap kekuatannya. Ia melakukannya dengan duduk dan berdiri, sedangkan anjing itu duduk di atas salju dengan ekornya yang berbulu panjang

[27] Setelah beberapa saat, naluri sang pria menyadarakannya akan rasa sakit pada jari-jarinya yang telah dipukul. Rasa ingin pingsan bertambah semakin kuat hingga menjadi sakit yang menyengat dan menyiksa, namun pria itu menerimanya dengan penuh kepasrahan. Ia membuka sarung tangan dari tangan kanannya, dan mengambil kulit pohon. Dengan lebih cepat, jari-jarinya yang telanjang kembali mati rasa. Selanjutnya, ia mengeluarkan seikat korek api belerang. Akan tetapi, karena dingin yang hebat itu jari-jarinya kembali kehilangan nyawa. Lalu, dalam usahanya memisahkan satu batang korek api dari yang lainnya, seikat korek api tadi malah terjatuh di atas salju. Pria itu mencoba mengambilnya namun gagal. Jari-jarinya yang mati rasa tidak bisa menyentuh bahkan menggenggamnya. Ia sangat berhati-hati. Pria itu mengusir pikiran tentang kaki, hidung, dan pipinya yang membeku agar keluar dari otaknya, membuat seluruh jiwanya hanya terfokus pada korek api. Ia melihat menggunakan indera penglihatan akan apa yang ia sentuh. Kemudian, ketika ia melihat jari-jarinya pada sekumpulan korek api, ia menutupnya. Ia hendak menutupnya karena ranting-rantingnya terjatuh, namun jari-jarinya yang kaku tidak mau menaatinya. Pria itu lalu memasang sarung tangan pada tangan kirinya, dan memukul pada lututnya dengan keras. Kemudian, dengan kedua tangan yang terbungkus sarung, ia menyekop seikat korek api itu bersamaan dengan saljunya dan menaruhnya ke atas pangkuannya. Tetap, ia tidak menyerah.

[28] Setelah bersusah payah menyalakan api menggunakan tangannya, pria itu mengatur seikat korek api dengan menggunakan pergelangan tangannya yang bersarung. Dengan cara tersebut ia dapat mengangkat korek api itu ke mulutnya. Bunga-bunga es rontok ketika sang pria dengan upaya yang keras membuka mulutnya. Ia menurunkan rahang bawahnya, mengerucutkan bibirnya, dan memisahkan setiap batang korek api dengan menggunakan gigi depannya. Ia berhasil mendapatkan satu batang yang ia jatuhkan ke atas pangkuannya tadi, dan tetap ia tidak menyerah walau akhirnya ia tidak dapat mengambilnya. Kemudian, ia memikirkan sebuah cara, yaitu mengambil korek tersebut dengan giginya dan menggoreskannya pada kakinya. Dua puluh kali telah ia goreskan sebelum akhirnya ia [28] Setelah bersusah payah menyalakan api menggunakan tangannya, pria itu mengatur seikat korek api dengan menggunakan pergelangan tangannya yang bersarung. Dengan cara tersebut ia dapat mengangkat korek api itu ke mulutnya. Bunga-bunga es rontok ketika sang pria dengan upaya yang keras membuka mulutnya. Ia menurunkan rahang bawahnya, mengerucutkan bibirnya, dan memisahkan setiap batang korek api dengan menggunakan gigi depannya. Ia berhasil mendapatkan satu batang yang ia jatuhkan ke atas pangkuannya tadi, dan tetap ia tidak menyerah walau akhirnya ia tidak dapat mengambilnya. Kemudian, ia memikirkan sebuah cara, yaitu mengambil korek tersebut dengan giginya dan menggoreskannya pada kakinya. Dua puluh kali telah ia goreskan sebelum akhirnya ia

[29] Orang lama dari Sulphur Creek itu benar. Pria itu berpikir dalam keputusasaan yang ia rasakan. Setelah suhu menunjukkan lima puluh derajat fahrenheit di bawah nol, seorang pria seharusnya berpergian dengan temannya. Ia memukul tangannya, namun gagal untuk mengembalikan rasa sakitnya. Tiba-tiba ia membuka kedua tangannya, dan melepaskan sarung tangan dengan menggunakan giginya. Ia berhasil mendapat seikat batang korek menggunakan tumit tangannya. Otot lengannya tidak membeku sehingga dapat membuatnya menekan tumit tangannya kuat-kuat pada batang korek apinya sehingga ia berhasil. Kemudian, ia menggoreskan semua batang korek api dengan bantuan kakinya lalu tidak lama api itu nyala. Tujuh puluh korek api belerang dalam satu goresan! Di sana tidak ada angin yang meniupnya. Pria itu menahan kepalanya jauh-jauh dari asap yang mencekik, dan menggenggam seikat korek yang menyala pada kulit pohon. Ketika ia memegangnya, ia mulai merasakan tangannya dapat bergerak kembali. Ternyata, dagingnya terbakar. Ia dapat menciumnya. Jauh di bawah permukaan, ia dapat merasakannya. Rasa itu berkembang menjadi rasa sakit yang akut, dan masih saja pria itu menahannya. Dengan ceroboh, ia memegang batang korek api yang menyala namun kulit kayu itu tidak bisa dibakar karena tangannya yang luka menghalangi nyala apinya.

[30] Pada akhirnya, ketika ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi, ia menyentak kedua tangannya. Korek api yang menyala itu jatuh ke atas salju, sedangkan kulit pohon itu masih menyala. Pria itu mulai memberi rumput-rumput yang kering dan ranting-ranting yang kecil agar apinya tidak mati. Ia tidak bisa mengambil dan memilih karena ia harus mengangkat bahan bakar yang berada di antara tumit tangannya. Potongan-potongan kayu busuk kecil dan lumut yang hijau melekat pada ranting-rantingnya. Ia membersihkannya dengan cara menggigitnya. Ia menjaga api itu dengan hati-hati namun ia panik. Api itu menjadi sumber hidup baginya, dan api itu tidak boleh mati. Kehilangan darah dari permukaan tubuhnya sekarang membuat dirinya menggigil, dan membuatnya semakin panik. Sepotong lumut hijau besar jatuh tepat pada api yang kecil itu. Ia mencoba menyingkirkan lumut itu menggunakan jari-jarinya tetapi rasa menggigil membuatnya [30] Pada akhirnya, ketika ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi, ia menyentak kedua tangannya. Korek api yang menyala itu jatuh ke atas salju, sedangkan kulit pohon itu masih menyala. Pria itu mulai memberi rumput-rumput yang kering dan ranting-ranting yang kecil agar apinya tidak mati. Ia tidak bisa mengambil dan memilih karena ia harus mengangkat bahan bakar yang berada di antara tumit tangannya. Potongan-potongan kayu busuk kecil dan lumut yang hijau melekat pada ranting-rantingnya. Ia membersihkannya dengan cara menggigitnya. Ia menjaga api itu dengan hati-hati namun ia panik. Api itu menjadi sumber hidup baginya, dan api itu tidak boleh mati. Kehilangan darah dari permukaan tubuhnya sekarang membuat dirinya menggigil, dan membuatnya semakin panik. Sepotong lumut hijau besar jatuh tepat pada api yang kecil itu. Ia mencoba menyingkirkan lumut itu menggunakan jari-jarinya tetapi rasa menggigil membuatnya

[31] Pandangan anjing itu memunculkan ide gila dalam pikiran sang pria. Ia ingat tentang cerita lama seseorang yang terjebak dalam badai salju. Dalam cerita itu, ia membunuh seekor lembu jantan, kemudian merangkak masuk ke dalam bangkainya, dan akhirnya ia selamat. Berkaitan dengan cerita tersebut, pria itu merancangkan untuk membunuh anjing tersebut, dan memasukkan tangannya ke dalam tubuhnya yang hangat untuk menghilangkan mati rasanya, karena dengan begitu ia bisa kembali menyalakan api. Pria itu memanggil anjing itu untuk mendekat. Namun, nada suaranya aneh. Nadanya terdengar penuh tekanan rasa khawatir yang membuat anjing itu takut. Ia sebelumnya tidak pernah mendengar pria tersebut berbicara dengan nada seperti itu. Sesuatu pasti sedang terjadi. Binatang itu curiga. Nalurinya memberi tahu bahwa akan ada bahaya. Ia tidak tahu bahaya apa tetapi entah dimana dan bagaimana, otaknya member isyarat rasa takut pada sesuatu yang akan terjadi oleh karena pria itu. Anjing itu menurunkan telinganya saat mendengar suara pria itu, dan ia gelisah, gerak-gerik penuh prasangka, mengangkat dan menggeser kaki depannya menjadi lebih terlihat, dan ia ingin menjauh. Pria itu berdiri dan bersiap dengan tangan dan lututnya lalu maju pelan-pelan ke arah anjing itu. Sikap yang tidak biasa ini lagi-lagi menimbulkan kecurigaan, dan dengan langkah yang pelan binatang itu pergi menjauh.

[32] Pria itu duduk di atas salju untuk beberapa saat dan mencoba untuk tenang. Kemudian, ia menarik sarung tangan dengan giginya lalu berdiri. Pertama-tama, ia memandang ke bawah sekilas untuk memastikan apakah ia benar-benar sudah berdiri. Ia mengecek karena kehilangan rasa dikakinya itu membuat dirinya seperti tidak terhubung dengan bumi yang dipijak. Posisinya yang tegak lurus mulai menimbulkan kecurigaan dalam pikiran anjing [32] Pria itu duduk di atas salju untuk beberapa saat dan mencoba untuk tenang. Kemudian, ia menarik sarung tangan dengan giginya lalu berdiri. Pertama-tama, ia memandang ke bawah sekilas untuk memastikan apakah ia benar-benar sudah berdiri. Ia mengecek karena kehilangan rasa dikakinya itu membuat dirinya seperti tidak terhubung dengan bumi yang dipijak. Posisinya yang tegak lurus mulai menimbulkan kecurigaan dalam pikiran anjing