MENENGOK PENGEMBANGAN PROFESI KEARSIPAN riasmiati
MENENGOK PENGEMBANGAN PROFESI KEARSIPAN DI
AUSTRALIA: SEBUAH REFLEKSI DAN TANTANGAN PROFESI
KEARSIPAN DI INDONESIA*
Machmoed Effendhie**
The archival profession faces daunting challenges at the beginning of the twenty-first century. Ten of
the most pressing challenges facing …. : managing electronic documents, devoting more resources
to non-textual materials, recognizing that records are global, devising new methods for description
and access, expanding access and collection development priorities, generating more research on the
archival aspects of information management, strengthening the Society of American Archivists,
expanding the resources of the archival enterprise, and maintaining the profession’s role as trusted
guarantors of society’s interests (H. Thomas Hickerson, 2001: 6)
In this professional environment I have identified ten critical issues facing the archival profession in
the United States in the coming years. Some of these issues are direct or indirect challenges to archival
identity and relevance in modern society. Others are opportunities for action, or recommendations
for in-creased emphasis in our professional priorities. None of these are "new" issues, but they
represent the concerns that should be foremost in our profession's preparation for the future (Randall
C. Jimerson, 2005: 59)
Dua kutipan di atas dari Heckerson, mantan presiden The Society American Archivist,
dan dari Jimerson, Sejarawan penulis buku “American Archaival Studies: Readings in Theory
and Practise”, dimaksudkan sebagai pengantar untuk menunjukkan bahwa di Amerika, yang
profesi kearsipannya sudah mapan, masih menghadapi banyak tantangan. Untuk uraian
detil mengenai sepuluh tantangan ”menakutkan” yang harus dihadapi oleh profesional
kearsipan di Amerika, dapat dibaca: H. Thomas Heckerson, “Ten Challenges for the Archival
Profession”, The American Archivist, Vol 64, Spring/Summer, 2001, 6-16. Sementara itu,
uraian detil untuk sepuluh isu kritis yang akan dihadapi profesional kearsipan di masa
mendatang, dapat dibaca: Randall C, Jimerson, “Archival Priorities: Ten Critical Issues for
---------------------*
Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Kearsipan “Profesi Kearsipan: Tantangan Di Era Informasi”,
diselenggarakan Prodi Kearsipan SV-UGM, tanggal 10 Mei 2017.
**
Pengajar Prodi Sejarah FIB dan Prodi Kearsipan SV UGM
Page | 1
the Profession”, Provenance, Journal of the Society of Georgian Archivist, vol 23, Number
1, January 2005, 57-70).
Tulisan kecil ini, pertama, berupaya menelusuri secara singkat bagaimana
pengembangan profesi kearsipan di Australia, baik melalui lembaga pendidikan formal,
pelatihan-pelatihan, standarisasi, kompetensi, maupun sertifikasi yang dimotori Asosiasi
profesi di Australia. Kedua, menengok kembali perkembangan profesi kearsipan di tanah
air kita yang relatif belum mapan dan peran ANRI, asosiasi, dan pendidikan kearsipan di
perguruan tinggi dalam proses pengembangan profesi.
Australia: dari standarisasi sampai pengembangan profesi berkelanjutan
Pada tahun 1994, perwakilan dari Records Management Association of Australia
(RMAA)--- Tahun 2011 RMAA berubah menjadi Records and Information Management
Professionals Australasia (RIMPA)---, Australian Society of Archivists (ASA), Australian
Services Union (ASU) dan Australian National Training Authority (ANTA) mengadakan
pertemuan untuk membahas pengembangkan standar kompetensi nasional bidang
kearsipan (records and archives management). Dari pertemuan pertama itu kemudian
dibentuk Komite Pengarah Standar kompetensi nasional rekod dan arsip (National Records
and Archives Competency Standards Project Steering Committee). Anggota dari Komite
Pengarah terdiri dari perwakilan RMAA, Council of Archives, ASA, Health Information
Management Association of Australia (HIMAA) dan Association of Information and Image
Management (AIIM).
Tugas dari komite adalah menyusun standar nasional bidang
kearsipan (records and archives management). Namun hasil kerja dari Komite Pengarah
bukan standar nasional bidang kearsipan (records and archives management) tetapi berupa
“Standar nasional Manajemen Arsip Dinamis” (Records Management). Sekalipun standar
tersebut merupakan standar nasional pertama di dunia tetapi dalam proses pembahasan
terjadi “pertarungan” antara aliran “life cycle” dengan aliran “continuum” (lihat
selengkapkan dalam Anne Picot, 2001: terutama hlm. 147-148). Standar Nasional Records
Page | 2
Management diumumkan pada bulan Februari 1996 dengan nama AS4390-1996 Records
Management. Standar ini terdiri dari enam bagian yakni: Part 1 – General, Part 2 –
Responsibilities, Part 3 – Strategies, Part 4 – Control, Part 5 - Appraisal and Disposal, dan
Part 6 - Storage. Standar AS4390-1996 ini mempunyai kaitan erat dengan standar ISO 9000,
terutama pada bagian "Quality Records" (David O. Stephens and David Roberts, 1996: hlm
9)
Sementara itu, untuk melanjutkan gagasan awal penyusunan standar rekod (arsip
dinamis) dan arsip statis, pada tahun 1996, ANTA (Australian National Training Authority)
mengucurkan dana untuk sebuah proyek menyusunan Standar Kompetensi bidang Arsip
Dinamis dan Arsip Statis (Records and Archives Competency Standards). Proyek ini
melibatkan kerja sama besar antar asosiasi diantaranya RMAA, ASA, Australian Counceling
Association (ACA), HIMAA, Insitute for Infromation Management (IIM), dll. Kemudian
dibentuk Kelompok Kerja Standar Kompetensi Arsip Dinamis dan Arsip Statis (Records and
Archives Competency Standards Working Group). Records and Archives Competency
Standards ini, yang dianggap sebagai pelengkap dan singkron dengan standar AS43901996, diluncurkan pada bulan Desember 1997. Dari perspektif pendidikan, standar
kompetensi tersebut memberikan landasan bagi pengembangan sistem pendidikan,
pelatihan dan sertifikasi nasional (Margaret Pember, 1998: hlm. 66)
Menyadarai bahwa Australia memiliki sembilan pemerintahan, masing-masing
memiliki peraturan dan yuridiksi kearsipan mereka sendiri, dan komunitas asosiasi
kearsipan memiliki andil besar dalam melahirkan standar internasional ISO 15489-2001,
serta perkembangan teknologi informasi, kemudian Arsip Nasional Australia, State Records
New South Wales bersama-sama komunitas asosiasi kearsipan membentuk Komite yang
diberi nama “Komite IT- 021”. Komite ini bertugas menyusun standar Records Manajemen
baru untuk menggantikan standar AS4390-1996. Standar baru itu kemudian disetujui
Dewan Standar Australia pada tanggal 21 Februari 2002 dan diterbitkan pada tanggal 13
Maret 2002 dengan nama AS ISO 15489-records management. Standar nasional records
management yang baru ini tidak mengubah kata-kata dari Standar Internasional ISO 15489
Page | 3
dan hanya ada beberapa perbedaan dalam terminologi di kata pengantar. Penyusunan
standar baru ini, menurut Kate Cumming tidak sulit dilakukan karena AS4390 tahun 1996
dan AS ISO15489 tahun 2002 sangat mirip baik dari aspek filosofisnya maupun kontennya
(Kate Cumming, 2002: hlm 9-13). AS ISO 15489-2002- Records Management terdiri dari dua
bagian yakni AS ISO 15489.1-2002, Records Management - Part 1: General dan AS ISO
15489.2-2002, Records Management - Part 2: Guidelines.
AS ISO 15489.1-2002, Records Management-Part 1: General, berisi panduan pengelolaan
rekod organisasi pencipta arsip, yang berisi tentang:
(1) manfaat manajemen rekod yang baik (benefits of good records management)
(2) masalah-masalah disekitar peraturan (issues of regulatory environments)
(3) Kebutuhan akan kebijakan manajemen rekod dan tanggung jawab yang ditugaskan
dalam manajemen rekod (need for records management policies and assigned
records management responsibilities)
(4) prinsip-prinsip program pengelolaan rekod (principles of records management
programmes)
(5) Karakteristik sebuah rekod (characteristics of a record)
(6) Karakteristik dari sistem rekod (characteristics of a records system)
(7) Langkah-langkah yang harus diambil dalam merancang dan mengimplementasikan
sistem rekod (steps to be taken in designing and implementing a records system)
(8) Proses pengelolaan dan pengendalian rekod (records management processes and
controls)
(9) pemantauan dan audit manajemen rekod (records management monitoring and
auditing), dan
(10)
pelatihan manajemen rekod (records management training)
Adapun AS ISO 15489.2-2002, Records Management - Part 2: Guidelines, Berisi panduan
implementasi untuk AS ISO 15489 bagian 1 beserta tahapan-tahapannya secara rinci.
Dalam konteks pengembangan profesi kearsipan di Australia, baik lewat lembaga
pendidikan, unit diklat, dan sertifikasi, sekurang-kurangnya terdapat empat dokumen
Page | 4
penting lainnya sebagai pelengkap, yakni dokumen Australian Quality Framework (AQF),
dokumen Employability Skills, dokumen Statement of Knowledge for Recordkeeping
Professionals (SOKRP), dan dokumen Tasks, Competencies and Salaries for Recordkeeping
Professionals (TCSRP). Dokumen Australian Quality Framework (AQF) disusun oleh
Australian Qualifications Framework Council (Dewan Kerangka Kualifikasi Australia) yang
mendapat dukungan dana dari Department of Industry Innovation Science Research and
Tertiary Education (Departemen Perindustrian Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan
Tersier) dan edisi pertama dipublikasikan pada tahun 1995. AQF ini terdiri dari 15 jenjang
yakni Senior Secondary Certificate of Education, Certificate I, Certificate II, Certificate III,
Certificate IV, Diploma,
Graduate Certificate,
Advanced Diploma, Associate Degree,
Bachelor Degree,
Vocational Graduate, Certificate Graduate Diploma,
Vocational
Graduate Diploma, Masters Degree, dan Doctoral Degree.
Sementara itu, dokumen Employability Skills dikembangkan tahun 2002 oleh
Business Council of Australia dan Australian Chamber of Commerce and Industry. Sejak
tahun 2005, Dewan Mutu Nasional (National Quality Council ) yang sebelumnya bernama
National Training Quality Council, telah mengeluarkan kebijakan untuk memasukkan
Employability Skills (keterampilan kerja) yang sesuai ke dalam satuan kompetensi dalam
paket paket lembaga pendidikan, pelatihan, dan uji kompetensi.
Ketrampilan kerja
meliputi, keterampilan, sikap, dan tindakan yang memungkinkan karyawan berkomunikasi
dan bergaul dengan baik dengan orang lain di tempat kerja dan membuat keputusan yang
tepat bila diperlukan. Ketrampilan kerja ini berfokus pada komunikasi, kerja tim,
pemecahan masalah, inisiatif dan usaha, perencanaan dan pengorganisasian, pengelolaan
diri, pembelajaran, dan penggunaan teknologi.
Adapun dokumen Statement of Knowledge merupakan hasil dari kerja sama antara
ASA dan RMAA lewat Komite Pengarah Pendidikan dan dipublikasikan tanggal 10 Februari
2011. Dokumen Statement of Knowledge tersebut merupakan identifikasi teori, standar
dan etika yang membedakan profesi recodkeeping dengan profesional lainnya. Adapun
profesi recordkeeping yakni archivists, records managers, dan information managers.
Page | 5
Dokumen Statement of Knowledge ini, yang mengikat semua profesional Recordkeeping
dalam memenuhi perannya, merupakan derivasi dari records continuum model dan AS ISO
15489-2002-Records Management. Dokumen Statement of Knowledge terbagi dalam tiga
domain pengetahuan yakni (1) Purposes and characteristics of records and recordkeeping
systems, (2) Environmental and recordkeeping context, dan (3) Recordkeeping processes
and practices.
Sumber: ASA and RIM Professionals Australasia Joint Education Steering Committee, Statement of Knowledge for
Recordkeeping Professionals, 2011: hlm. 9)
Untuk dokumen yang ke-4, yakni Tasks, Competencies and Salaries for
Recordkeeping Professionals (TCSRP) merupakan tambahan atau addendum dari Statement
of Knowledge for Recordkeeping Professionals (SOKRP) yang disusun bersama oleh ASA dan
RMAA. TCSRP ini telah disetujui oleh The Ministerial Council on Education, Employment,
Training and Youth Affairs (MCEETYA).
Di Australia, beberapa perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan formal bidang
recordkeeping dan sertifikasi adalah Charles Darwin University, Charles Sturt University,
Page | 6
Curtin University, Deakin University, Edith Cowan University, Monash University, RMIT
University, University of Canberra, University of Melbourne, University of South Australia,
University of Technology, Sydney, dan University of Tasmania. Beberapa perguruan tinggi
di Australia diberi kewenangan untuk menyelenggarakan sertifikasi. Berbeda dengan di
Amerika, misalnya, Asosiasi diberi kewenangan menyelenggarakan sertifikasi seperti
Academy of Certified Archivists (ACA), ARMA International/ Institute of Certified Records
Managers (ICRM), termasuk lembaga kearsipan nasional dan federal seperti National
Archives & Records Administration (NARA), dan Certification of Federal Records
Management Training. Asosiasi di Australia memang tidak diberi kewenangan
menyelenggarakan uji kompetensi/sertifkasi tetapi mereka dilibatkan dalam proses
akreditasi prodi yang menyelenggarakan studi records dan archives management,
information and library seperti ASA, RMAA, Australian Library and Information Association
(ALIA) (Marian Hoy, 2007: 55-60).
Terdapat enam jenjang sertifikasi yakni (1) Operator (dibawah supervisi), (2)
Operator Tingkat Lanjut, (3) Operator Ahli, (4) Manajer atau Spesialis, (5) Senior Manajer
atau Senior Spesialis, dan (6) Top (atau profesional) Manajer atau top (atau profesional)
Spesialis. Berikut contoh jenjang sertifikasi 4 (manajer atau spesialis). Untuk mendapatkan
sertifikasi manajer atau spesialis, adalah mereka yang lulus advance diploma recordkeeping
(dalam konteks Indonesia, setara lulusan D4 atau S1 kearsipan, perpustakaan, dan
informasi) sampai Magister ilmu lain yang sudah berpengalaman kerja di bidang
recordkeeping. Selain itu, mereka juga harus terdaftar sebagai anggota asosiasi profesi ASA
atau RMAA.
Page | 7
Sumber: ASA and RMAA Joint Education Steering Committee, Tasks, Competencies & Salaries for Recordkeeping
Professionals (TCSRP), October 2010: hlm 9.
Dengan sistem pengembangan profesi yang berkelanjutan seperti itu, tidak mengherankan
jika “document specialist” atau “records manager” jebolan dari salah satu universitas di
Australia diakui secara internasional terutama di sektor corporate dan business. Lalu
bagaimana di Indonesia? Mari kita telusuri tantangan-tantangannya.
Profesi Kearsipan di Indonesia: Sebuah Refleksi
“Associations should function independently of government and may indeed bring
pressure to bear on government to enact legislation or provide financial support to advance
interests of the profession” (Guidelines for the Establishment of a Professional Association,
Section for Professional Associations ICA-UNESCO August 18, 1995: hlm. 2). Kita memang
belum punya sejarah panjang tentang asosiasi profesi kearsipan yang independen, apakah
itu IPKI, APKI atau AAI (Untuk kesipangsiuran kapan sebenarnya asosiasi profesi kearsipan
di Indonesia didirikan, baca kesaksian dan rekaman peserta workshop pembentukan APKI
tanggal 9 September 2004 dan peserta kongres pertama AAI tanggal 19-20 Mei 2005,
Rosidi, “Benarkah APKI telah mati?, tt, 3 hlm). Kalau boleh jujur, sampai sekarangpun,
sebenarnya kita belum mempunyai asosiasi profesi kearsipan yang independen yang
Page | 8
mampu memayungi semua profesi kearsipan, tidak hanya arsiparis PNS dan pejabatpejabat struktural yang bekerja di sektor kearsipan. Idealnya, dalam konteks
pengembangan kearsipan Indonesia, perlu ada asosiasi atau perhimpunan yang
independen lainnya seperti asosiasi dosen kearsipan, alumni, dll. sehingga bisa saling
berbagi dan saling menguatkan sehingga masing-masing mempunyai daya tawar yang tinggi
dalam proses pengembangan kearsipan. Sampai sekarang, kita juga belum punya standar
kompetensi kerja nasional bidang kearsipan. Sementara perpustakaan, tahun 2012 sudah
memiliki standar kompetensi kerja bidang perpustakaan. Begitu juga perpustakaan sudah
mempunyai LSP Pustakawan tahun 2013 dengan Nomor Lisensi: BNSP-LSP-107-ID. Saya
sempat bangga ketika mendengar dan membaca laporan ada LSP-KI (Lembaga Sertifikasi
Profesi Kearsipan Indonesia) tetapi setelah saya cek di daftar LSP di situs BNSP ternyata
tidak terdaftar. Justru yang saya temukan LSP-KI (Lembaga Sertifikasi Profesi Kopi
Indonesia) dengan nomor lisensi BNSP-LSP-122D.
Sekalipun demikian, peran AAI (Asosiasi Arsiparis Indonesia) dalam pembinaan dan
pengembangan SDM Kearsipan PNS yang bekerja di sektor pemerintahan cukup besar.
Begitu juga peran ANRI dalam pembinaan dan pengembangan SDM kearsipan, terutama
pembinaan dan pengembangan jabatan fungsional arsiparis, baik melalui workshop, diklat,
dan sertfikasi, tidak perlu diragukan dan sangat powerfull. Misalnya, sekedar menyebut dua
contoh, dalam sertifikasi profesi tahun 2009-2004, ANRI telah mensertifikasi 751 (Laporan
Akuntabilitas Kinerja ANRI 2015: tabel 3.3). Lahirnya Surat Edaran dari Kementerian
Keuangan Nomor SE-21/PB/2017 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden No 15 tahun
2017 tentang tunjangan jabatan fungsional arsiparis (terendah 350.000 dan tertinggi
1.300.000) tidak dapat dilepaskan dari peran ANRI.
Terkait dengan rencana pendirian program Sarjana Terapan Kearsipan (D4) Sekolah
Vokasi UGM yang didukung penuh oleh ANRI, saya membayangkan lulusan D4 nanti, seperti
pengalaman Australia, dapat langsung mengikuti sertifikasi kompetensi profesi di
almamaternya. Lalu pertanyaannya: dapatkah lembaga pendidikan menyelenggarakan
sertfikasi kompetensi? UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 61 Ayat 3
Page | 9
menyatakan bahwa “Sertifikasi Kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan
lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan
terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi
yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakereditasi atau lembaga sertifikasi”.
Dari ayat di atas jelas bahwa selain lembaga sertifikasi profesi-BNSP, lembaga pendidikan
formal dapat melakukan uji kompetensi. Dengan demikian, prodi kearsipan yang sudah
terakreditasi BAN-PT dapat menyelenggarakan uji kompetensi dan menerbitkan sertifikat
kompetensi.
Tantangannya sekarang adalah, kita belum mempunyai SKKNI bidang kearsipan
(kecuali standar kompetensi jabatan fungsional arsiparis). Idealnya dalam penyusunan draft
atau R(Rancangan) SKKNI bidang kearsipan melibatkan pemangku kepentingan yakni
pemerintah, asosiasi profesi (dapat pula melibatkan ISIPII atau Perkumpulan Arsip
Perguruan Tinggi Indonesia-PAPII yang sudah dideklarasikan tanggal 21 April 2017 di
UNPAD), pendidikan tinggi, pengguna, lembaga sertifikasi, dan pakar. SKKNI bidang
kearsipan, sekali lagi idealnya, harus selaras dan setara dengan standar internasional bidang
kearsipan, agar tingkat penerimaan dan kepercayaan profesi kearsipan Indonesia di tingkat
regional maupun internasional menjadi tinggi. Mari kita mulai….
Referensi
ASA and RMAA Joint Education Steering Committee, Tasks, Competencies & Salaries for
Recordkeeping Professionals (TCSRP), October, 2010.
Australian Qualifications Framework Council, Australian Qualifications Framework, First
Edition July 2011.
Australian standard AS4390. Records management, Sydney: Standards Association of
Australia, 1996.
Australian Society of Archivists (ASA) and the Records Management Association of Australia
(RMAA), Statement of Knowledge for Recordkeeping Professionals, 2005.
Page | 10
Cumming, K. (2002). Two peas in a pod: Comparison of ISO15489 and AS4390.
InfoRMAA quarterly, 18 (1). 9-13.
Department of Education, Employment and Workplace Relations. (n.d.). Employability skills.
David O. Stephens and David Roberts, From Australia: the world's first national standard
for records management, Records Management Quarterly. 30.4, October, 1996.
Hoy, Marian, “Record-keeping Competency Standards: The Australian Scene, Journal of the
Society of Archivists, Vol. 28, 25 May 2007, p. 47-65.
Hoy, Marian, “Professional development and competency standards: unravelling the
contradictions and maximising opportunities”, 15th International Congress on
Archives, ‘Archives, Memory and Knowledge’, Vienna, Austria, August 2004
Margaret Pember, The rise of the ‘new age’ Records Management Professional: Records
Management Education and Training in Australia, Records Management Journal,
Vol. 8, No. 3, December 1998
National Finance Industry Training Advisory Body, Records and archives competency
standards. Canberra: NFITAB, 1997.
Picot, Anne, “The story of the Australian recordkeeping competency standards”, Records
Management Journal, vol. 11, no. 3, December 2001
Section for Professional Associations ICA-UNESCO, Guidelines for the Establishment
of a Professional Association, August 18, 1995
Standards Australia, Australian Standard AS ISO 15489-2002, Records Management, (2002).
Webster, Berenika M., “Records Management: From Profession to Scholarly Discipline”, The
Information Management, October 1999.
Page | 11
AUSTRALIA: SEBUAH REFLEKSI DAN TANTANGAN PROFESI
KEARSIPAN DI INDONESIA*
Machmoed Effendhie**
The archival profession faces daunting challenges at the beginning of the twenty-first century. Ten of
the most pressing challenges facing …. : managing electronic documents, devoting more resources
to non-textual materials, recognizing that records are global, devising new methods for description
and access, expanding access and collection development priorities, generating more research on the
archival aspects of information management, strengthening the Society of American Archivists,
expanding the resources of the archival enterprise, and maintaining the profession’s role as trusted
guarantors of society’s interests (H. Thomas Hickerson, 2001: 6)
In this professional environment I have identified ten critical issues facing the archival profession in
the United States in the coming years. Some of these issues are direct or indirect challenges to archival
identity and relevance in modern society. Others are opportunities for action, or recommendations
for in-creased emphasis in our professional priorities. None of these are "new" issues, but they
represent the concerns that should be foremost in our profession's preparation for the future (Randall
C. Jimerson, 2005: 59)
Dua kutipan di atas dari Heckerson, mantan presiden The Society American Archivist,
dan dari Jimerson, Sejarawan penulis buku “American Archaival Studies: Readings in Theory
and Practise”, dimaksudkan sebagai pengantar untuk menunjukkan bahwa di Amerika, yang
profesi kearsipannya sudah mapan, masih menghadapi banyak tantangan. Untuk uraian
detil mengenai sepuluh tantangan ”menakutkan” yang harus dihadapi oleh profesional
kearsipan di Amerika, dapat dibaca: H. Thomas Heckerson, “Ten Challenges for the Archival
Profession”, The American Archivist, Vol 64, Spring/Summer, 2001, 6-16. Sementara itu,
uraian detil untuk sepuluh isu kritis yang akan dihadapi profesional kearsipan di masa
mendatang, dapat dibaca: Randall C, Jimerson, “Archival Priorities: Ten Critical Issues for
---------------------*
Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Kearsipan “Profesi Kearsipan: Tantangan Di Era Informasi”,
diselenggarakan Prodi Kearsipan SV-UGM, tanggal 10 Mei 2017.
**
Pengajar Prodi Sejarah FIB dan Prodi Kearsipan SV UGM
Page | 1
the Profession”, Provenance, Journal of the Society of Georgian Archivist, vol 23, Number
1, January 2005, 57-70).
Tulisan kecil ini, pertama, berupaya menelusuri secara singkat bagaimana
pengembangan profesi kearsipan di Australia, baik melalui lembaga pendidikan formal,
pelatihan-pelatihan, standarisasi, kompetensi, maupun sertifikasi yang dimotori Asosiasi
profesi di Australia. Kedua, menengok kembali perkembangan profesi kearsipan di tanah
air kita yang relatif belum mapan dan peran ANRI, asosiasi, dan pendidikan kearsipan di
perguruan tinggi dalam proses pengembangan profesi.
Australia: dari standarisasi sampai pengembangan profesi berkelanjutan
Pada tahun 1994, perwakilan dari Records Management Association of Australia
(RMAA)--- Tahun 2011 RMAA berubah menjadi Records and Information Management
Professionals Australasia (RIMPA)---, Australian Society of Archivists (ASA), Australian
Services Union (ASU) dan Australian National Training Authority (ANTA) mengadakan
pertemuan untuk membahas pengembangkan standar kompetensi nasional bidang
kearsipan (records and archives management). Dari pertemuan pertama itu kemudian
dibentuk Komite Pengarah Standar kompetensi nasional rekod dan arsip (National Records
and Archives Competency Standards Project Steering Committee). Anggota dari Komite
Pengarah terdiri dari perwakilan RMAA, Council of Archives, ASA, Health Information
Management Association of Australia (HIMAA) dan Association of Information and Image
Management (AIIM).
Tugas dari komite adalah menyusun standar nasional bidang
kearsipan (records and archives management). Namun hasil kerja dari Komite Pengarah
bukan standar nasional bidang kearsipan (records and archives management) tetapi berupa
“Standar nasional Manajemen Arsip Dinamis” (Records Management). Sekalipun standar
tersebut merupakan standar nasional pertama di dunia tetapi dalam proses pembahasan
terjadi “pertarungan” antara aliran “life cycle” dengan aliran “continuum” (lihat
selengkapkan dalam Anne Picot, 2001: terutama hlm. 147-148). Standar Nasional Records
Page | 2
Management diumumkan pada bulan Februari 1996 dengan nama AS4390-1996 Records
Management. Standar ini terdiri dari enam bagian yakni: Part 1 – General, Part 2 –
Responsibilities, Part 3 – Strategies, Part 4 – Control, Part 5 - Appraisal and Disposal, dan
Part 6 - Storage. Standar AS4390-1996 ini mempunyai kaitan erat dengan standar ISO 9000,
terutama pada bagian "Quality Records" (David O. Stephens and David Roberts, 1996: hlm
9)
Sementara itu, untuk melanjutkan gagasan awal penyusunan standar rekod (arsip
dinamis) dan arsip statis, pada tahun 1996, ANTA (Australian National Training Authority)
mengucurkan dana untuk sebuah proyek menyusunan Standar Kompetensi bidang Arsip
Dinamis dan Arsip Statis (Records and Archives Competency Standards). Proyek ini
melibatkan kerja sama besar antar asosiasi diantaranya RMAA, ASA, Australian Counceling
Association (ACA), HIMAA, Insitute for Infromation Management (IIM), dll. Kemudian
dibentuk Kelompok Kerja Standar Kompetensi Arsip Dinamis dan Arsip Statis (Records and
Archives Competency Standards Working Group). Records and Archives Competency
Standards ini, yang dianggap sebagai pelengkap dan singkron dengan standar AS43901996, diluncurkan pada bulan Desember 1997. Dari perspektif pendidikan, standar
kompetensi tersebut memberikan landasan bagi pengembangan sistem pendidikan,
pelatihan dan sertifikasi nasional (Margaret Pember, 1998: hlm. 66)
Menyadarai bahwa Australia memiliki sembilan pemerintahan, masing-masing
memiliki peraturan dan yuridiksi kearsipan mereka sendiri, dan komunitas asosiasi
kearsipan memiliki andil besar dalam melahirkan standar internasional ISO 15489-2001,
serta perkembangan teknologi informasi, kemudian Arsip Nasional Australia, State Records
New South Wales bersama-sama komunitas asosiasi kearsipan membentuk Komite yang
diberi nama “Komite IT- 021”. Komite ini bertugas menyusun standar Records Manajemen
baru untuk menggantikan standar AS4390-1996. Standar baru itu kemudian disetujui
Dewan Standar Australia pada tanggal 21 Februari 2002 dan diterbitkan pada tanggal 13
Maret 2002 dengan nama AS ISO 15489-records management. Standar nasional records
management yang baru ini tidak mengubah kata-kata dari Standar Internasional ISO 15489
Page | 3
dan hanya ada beberapa perbedaan dalam terminologi di kata pengantar. Penyusunan
standar baru ini, menurut Kate Cumming tidak sulit dilakukan karena AS4390 tahun 1996
dan AS ISO15489 tahun 2002 sangat mirip baik dari aspek filosofisnya maupun kontennya
(Kate Cumming, 2002: hlm 9-13). AS ISO 15489-2002- Records Management terdiri dari dua
bagian yakni AS ISO 15489.1-2002, Records Management - Part 1: General dan AS ISO
15489.2-2002, Records Management - Part 2: Guidelines.
AS ISO 15489.1-2002, Records Management-Part 1: General, berisi panduan pengelolaan
rekod organisasi pencipta arsip, yang berisi tentang:
(1) manfaat manajemen rekod yang baik (benefits of good records management)
(2) masalah-masalah disekitar peraturan (issues of regulatory environments)
(3) Kebutuhan akan kebijakan manajemen rekod dan tanggung jawab yang ditugaskan
dalam manajemen rekod (need for records management policies and assigned
records management responsibilities)
(4) prinsip-prinsip program pengelolaan rekod (principles of records management
programmes)
(5) Karakteristik sebuah rekod (characteristics of a record)
(6) Karakteristik dari sistem rekod (characteristics of a records system)
(7) Langkah-langkah yang harus diambil dalam merancang dan mengimplementasikan
sistem rekod (steps to be taken in designing and implementing a records system)
(8) Proses pengelolaan dan pengendalian rekod (records management processes and
controls)
(9) pemantauan dan audit manajemen rekod (records management monitoring and
auditing), dan
(10)
pelatihan manajemen rekod (records management training)
Adapun AS ISO 15489.2-2002, Records Management - Part 2: Guidelines, Berisi panduan
implementasi untuk AS ISO 15489 bagian 1 beserta tahapan-tahapannya secara rinci.
Dalam konteks pengembangan profesi kearsipan di Australia, baik lewat lembaga
pendidikan, unit diklat, dan sertifikasi, sekurang-kurangnya terdapat empat dokumen
Page | 4
penting lainnya sebagai pelengkap, yakni dokumen Australian Quality Framework (AQF),
dokumen Employability Skills, dokumen Statement of Knowledge for Recordkeeping
Professionals (SOKRP), dan dokumen Tasks, Competencies and Salaries for Recordkeeping
Professionals (TCSRP). Dokumen Australian Quality Framework (AQF) disusun oleh
Australian Qualifications Framework Council (Dewan Kerangka Kualifikasi Australia) yang
mendapat dukungan dana dari Department of Industry Innovation Science Research and
Tertiary Education (Departemen Perindustrian Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan
Tersier) dan edisi pertama dipublikasikan pada tahun 1995. AQF ini terdiri dari 15 jenjang
yakni Senior Secondary Certificate of Education, Certificate I, Certificate II, Certificate III,
Certificate IV, Diploma,
Graduate Certificate,
Advanced Diploma, Associate Degree,
Bachelor Degree,
Vocational Graduate, Certificate Graduate Diploma,
Vocational
Graduate Diploma, Masters Degree, dan Doctoral Degree.
Sementara itu, dokumen Employability Skills dikembangkan tahun 2002 oleh
Business Council of Australia dan Australian Chamber of Commerce and Industry. Sejak
tahun 2005, Dewan Mutu Nasional (National Quality Council ) yang sebelumnya bernama
National Training Quality Council, telah mengeluarkan kebijakan untuk memasukkan
Employability Skills (keterampilan kerja) yang sesuai ke dalam satuan kompetensi dalam
paket paket lembaga pendidikan, pelatihan, dan uji kompetensi.
Ketrampilan kerja
meliputi, keterampilan, sikap, dan tindakan yang memungkinkan karyawan berkomunikasi
dan bergaul dengan baik dengan orang lain di tempat kerja dan membuat keputusan yang
tepat bila diperlukan. Ketrampilan kerja ini berfokus pada komunikasi, kerja tim,
pemecahan masalah, inisiatif dan usaha, perencanaan dan pengorganisasian, pengelolaan
diri, pembelajaran, dan penggunaan teknologi.
Adapun dokumen Statement of Knowledge merupakan hasil dari kerja sama antara
ASA dan RMAA lewat Komite Pengarah Pendidikan dan dipublikasikan tanggal 10 Februari
2011. Dokumen Statement of Knowledge tersebut merupakan identifikasi teori, standar
dan etika yang membedakan profesi recodkeeping dengan profesional lainnya. Adapun
profesi recordkeeping yakni archivists, records managers, dan information managers.
Page | 5
Dokumen Statement of Knowledge ini, yang mengikat semua profesional Recordkeeping
dalam memenuhi perannya, merupakan derivasi dari records continuum model dan AS ISO
15489-2002-Records Management. Dokumen Statement of Knowledge terbagi dalam tiga
domain pengetahuan yakni (1) Purposes and characteristics of records and recordkeeping
systems, (2) Environmental and recordkeeping context, dan (3) Recordkeeping processes
and practices.
Sumber: ASA and RIM Professionals Australasia Joint Education Steering Committee, Statement of Knowledge for
Recordkeeping Professionals, 2011: hlm. 9)
Untuk dokumen yang ke-4, yakni Tasks, Competencies and Salaries for
Recordkeeping Professionals (TCSRP) merupakan tambahan atau addendum dari Statement
of Knowledge for Recordkeeping Professionals (SOKRP) yang disusun bersama oleh ASA dan
RMAA. TCSRP ini telah disetujui oleh The Ministerial Council on Education, Employment,
Training and Youth Affairs (MCEETYA).
Di Australia, beberapa perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan formal bidang
recordkeeping dan sertifikasi adalah Charles Darwin University, Charles Sturt University,
Page | 6
Curtin University, Deakin University, Edith Cowan University, Monash University, RMIT
University, University of Canberra, University of Melbourne, University of South Australia,
University of Technology, Sydney, dan University of Tasmania. Beberapa perguruan tinggi
di Australia diberi kewenangan untuk menyelenggarakan sertifikasi. Berbeda dengan di
Amerika, misalnya, Asosiasi diberi kewenangan menyelenggarakan sertifikasi seperti
Academy of Certified Archivists (ACA), ARMA International/ Institute of Certified Records
Managers (ICRM), termasuk lembaga kearsipan nasional dan federal seperti National
Archives & Records Administration (NARA), dan Certification of Federal Records
Management Training. Asosiasi di Australia memang tidak diberi kewenangan
menyelenggarakan uji kompetensi/sertifkasi tetapi mereka dilibatkan dalam proses
akreditasi prodi yang menyelenggarakan studi records dan archives management,
information and library seperti ASA, RMAA, Australian Library and Information Association
(ALIA) (Marian Hoy, 2007: 55-60).
Terdapat enam jenjang sertifikasi yakni (1) Operator (dibawah supervisi), (2)
Operator Tingkat Lanjut, (3) Operator Ahli, (4) Manajer atau Spesialis, (5) Senior Manajer
atau Senior Spesialis, dan (6) Top (atau profesional) Manajer atau top (atau profesional)
Spesialis. Berikut contoh jenjang sertifikasi 4 (manajer atau spesialis). Untuk mendapatkan
sertifikasi manajer atau spesialis, adalah mereka yang lulus advance diploma recordkeeping
(dalam konteks Indonesia, setara lulusan D4 atau S1 kearsipan, perpustakaan, dan
informasi) sampai Magister ilmu lain yang sudah berpengalaman kerja di bidang
recordkeeping. Selain itu, mereka juga harus terdaftar sebagai anggota asosiasi profesi ASA
atau RMAA.
Page | 7
Sumber: ASA and RMAA Joint Education Steering Committee, Tasks, Competencies & Salaries for Recordkeeping
Professionals (TCSRP), October 2010: hlm 9.
Dengan sistem pengembangan profesi yang berkelanjutan seperti itu, tidak mengherankan
jika “document specialist” atau “records manager” jebolan dari salah satu universitas di
Australia diakui secara internasional terutama di sektor corporate dan business. Lalu
bagaimana di Indonesia? Mari kita telusuri tantangan-tantangannya.
Profesi Kearsipan di Indonesia: Sebuah Refleksi
“Associations should function independently of government and may indeed bring
pressure to bear on government to enact legislation or provide financial support to advance
interests of the profession” (Guidelines for the Establishment of a Professional Association,
Section for Professional Associations ICA-UNESCO August 18, 1995: hlm. 2). Kita memang
belum punya sejarah panjang tentang asosiasi profesi kearsipan yang independen, apakah
itu IPKI, APKI atau AAI (Untuk kesipangsiuran kapan sebenarnya asosiasi profesi kearsipan
di Indonesia didirikan, baca kesaksian dan rekaman peserta workshop pembentukan APKI
tanggal 9 September 2004 dan peserta kongres pertama AAI tanggal 19-20 Mei 2005,
Rosidi, “Benarkah APKI telah mati?, tt, 3 hlm). Kalau boleh jujur, sampai sekarangpun,
sebenarnya kita belum mempunyai asosiasi profesi kearsipan yang independen yang
Page | 8
mampu memayungi semua profesi kearsipan, tidak hanya arsiparis PNS dan pejabatpejabat struktural yang bekerja di sektor kearsipan. Idealnya, dalam konteks
pengembangan kearsipan Indonesia, perlu ada asosiasi atau perhimpunan yang
independen lainnya seperti asosiasi dosen kearsipan, alumni, dll. sehingga bisa saling
berbagi dan saling menguatkan sehingga masing-masing mempunyai daya tawar yang tinggi
dalam proses pengembangan kearsipan. Sampai sekarang, kita juga belum punya standar
kompetensi kerja nasional bidang kearsipan. Sementara perpustakaan, tahun 2012 sudah
memiliki standar kompetensi kerja bidang perpustakaan. Begitu juga perpustakaan sudah
mempunyai LSP Pustakawan tahun 2013 dengan Nomor Lisensi: BNSP-LSP-107-ID. Saya
sempat bangga ketika mendengar dan membaca laporan ada LSP-KI (Lembaga Sertifikasi
Profesi Kearsipan Indonesia) tetapi setelah saya cek di daftar LSP di situs BNSP ternyata
tidak terdaftar. Justru yang saya temukan LSP-KI (Lembaga Sertifikasi Profesi Kopi
Indonesia) dengan nomor lisensi BNSP-LSP-122D.
Sekalipun demikian, peran AAI (Asosiasi Arsiparis Indonesia) dalam pembinaan dan
pengembangan SDM Kearsipan PNS yang bekerja di sektor pemerintahan cukup besar.
Begitu juga peran ANRI dalam pembinaan dan pengembangan SDM kearsipan, terutama
pembinaan dan pengembangan jabatan fungsional arsiparis, baik melalui workshop, diklat,
dan sertfikasi, tidak perlu diragukan dan sangat powerfull. Misalnya, sekedar menyebut dua
contoh, dalam sertifikasi profesi tahun 2009-2004, ANRI telah mensertifikasi 751 (Laporan
Akuntabilitas Kinerja ANRI 2015: tabel 3.3). Lahirnya Surat Edaran dari Kementerian
Keuangan Nomor SE-21/PB/2017 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden No 15 tahun
2017 tentang tunjangan jabatan fungsional arsiparis (terendah 350.000 dan tertinggi
1.300.000) tidak dapat dilepaskan dari peran ANRI.
Terkait dengan rencana pendirian program Sarjana Terapan Kearsipan (D4) Sekolah
Vokasi UGM yang didukung penuh oleh ANRI, saya membayangkan lulusan D4 nanti, seperti
pengalaman Australia, dapat langsung mengikuti sertifikasi kompetensi profesi di
almamaternya. Lalu pertanyaannya: dapatkah lembaga pendidikan menyelenggarakan
sertfikasi kompetensi? UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 61 Ayat 3
Page | 9
menyatakan bahwa “Sertifikasi Kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan
lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan
terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi
yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakereditasi atau lembaga sertifikasi”.
Dari ayat di atas jelas bahwa selain lembaga sertifikasi profesi-BNSP, lembaga pendidikan
formal dapat melakukan uji kompetensi. Dengan demikian, prodi kearsipan yang sudah
terakreditasi BAN-PT dapat menyelenggarakan uji kompetensi dan menerbitkan sertifikat
kompetensi.
Tantangannya sekarang adalah, kita belum mempunyai SKKNI bidang kearsipan
(kecuali standar kompetensi jabatan fungsional arsiparis). Idealnya dalam penyusunan draft
atau R(Rancangan) SKKNI bidang kearsipan melibatkan pemangku kepentingan yakni
pemerintah, asosiasi profesi (dapat pula melibatkan ISIPII atau Perkumpulan Arsip
Perguruan Tinggi Indonesia-PAPII yang sudah dideklarasikan tanggal 21 April 2017 di
UNPAD), pendidikan tinggi, pengguna, lembaga sertifikasi, dan pakar. SKKNI bidang
kearsipan, sekali lagi idealnya, harus selaras dan setara dengan standar internasional bidang
kearsipan, agar tingkat penerimaan dan kepercayaan profesi kearsipan Indonesia di tingkat
regional maupun internasional menjadi tinggi. Mari kita mulai….
Referensi
ASA and RMAA Joint Education Steering Committee, Tasks, Competencies & Salaries for
Recordkeeping Professionals (TCSRP), October, 2010.
Australian Qualifications Framework Council, Australian Qualifications Framework, First
Edition July 2011.
Australian standard AS4390. Records management, Sydney: Standards Association of
Australia, 1996.
Australian Society of Archivists (ASA) and the Records Management Association of Australia
(RMAA), Statement of Knowledge for Recordkeeping Professionals, 2005.
Page | 10
Cumming, K. (2002). Two peas in a pod: Comparison of ISO15489 and AS4390.
InfoRMAA quarterly, 18 (1). 9-13.
Department of Education, Employment and Workplace Relations. (n.d.). Employability skills.
David O. Stephens and David Roberts, From Australia: the world's first national standard
for records management, Records Management Quarterly. 30.4, October, 1996.
Hoy, Marian, “Record-keeping Competency Standards: The Australian Scene, Journal of the
Society of Archivists, Vol. 28, 25 May 2007, p. 47-65.
Hoy, Marian, “Professional development and competency standards: unravelling the
contradictions and maximising opportunities”, 15th International Congress on
Archives, ‘Archives, Memory and Knowledge’, Vienna, Austria, August 2004
Margaret Pember, The rise of the ‘new age’ Records Management Professional: Records
Management Education and Training in Australia, Records Management Journal,
Vol. 8, No. 3, December 1998
National Finance Industry Training Advisory Body, Records and archives competency
standards. Canberra: NFITAB, 1997.
Picot, Anne, “The story of the Australian recordkeeping competency standards”, Records
Management Journal, vol. 11, no. 3, December 2001
Section for Professional Associations ICA-UNESCO, Guidelines for the Establishment
of a Professional Association, August 18, 1995
Standards Australia, Australian Standard AS ISO 15489-2002, Records Management, (2002).
Webster, Berenika M., “Records Management: From Profession to Scholarly Discipline”, The
Information Management, October 1999.
Page | 11