penanggulangan bencana tsunami agar dampak tsunami dapat diminimalisir.

Tugas Keperawatan Bencana

BENCANA TSUNAMI

KELOMPOK II :
NUR IDA ALIM

NIRMALASARI

HAMRIA

NINING ERNIA

WAODE HAMSINAWATI
MILAWATI
MUHTAR

RATI RESKI AULIA
LA ODE RAHMAT CAHYADI
NURLIS


YAYASAN STIKER KARYA KESEHATAN KENDARI
JURUSAN S1 KEPERAWATAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2007).
Indonesia adalah negara yang rawan bencana tsunami, karena
merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, yakni
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sejumlah
daerah di pulau-pulau yang berhadapan langsung dengan zona penunjaman
antar lempeng ini, seperti bagian barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa,
Nusa Tenggara, bagian utara Papua, serta Sulawesi dan Maluku merupakan
kawasan yang sangat rawan tsunami.
Catatan sejarah tsunami di Indonesia menunjukkan bahwa kurang lebih
172 tsunami yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600–2012.

Berdasarkan sumber pembangkitnya diketahui bahwa 90% dari tsunami
tersebut disebabkan oleh aktivitas gempabumi tektonik, 9% akibat aktivitas
vulkanik dan 1% oleh tanah longsor yang terjadi dalam tubuh air (danau atau
laut) maupun longsoran dari darat yang masuk ke dalam tubuh air (BNPB,
2012).

Dengan angka kejadian tsunami yang relatif banyak tersebut tentu telah
menimbulkan dampak yang sangat luas bagi kehidupan masyarakat baik
dampak kesehatan, sosial dan ekonomi sehingga diperlukan upaya-upaya yang
efektif untuk melakukan penanggulangan bencana tsunami agar dampak
tsunami dapat diminimalisir.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan pnyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tsunami yang terjadi
di Indonesia dan upaya-upaya penangan yang akan dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi tsunami
b. Untuk mengetahui penyebab tsunami
c. Untuk mengatahui data-data kejadian tsunami di Indonesia

d. Untuk mengatahui penangan tsunami

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan
“tsu” berarti lautan, “nami” berarti gelombang ombak. Tsunami adalah
serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya
pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi (BNPB, 2011).
Menurut Duddley dan Lee (2006), tsunami adalah serangkaian gelombang
yang umumnya paling sering diakibatkan oleh gerakan-gerakan dahsyat di dasar
laut. Dalam beberapa hal, tsunami menyerupai riak-riak air yang melebar dari
tempat dilemparkannya sebuah batu ke dalam air, namun tsunami dapat terjadi
dalam skala yang luar biasa besarnya.
Tsunami bergerak keluar dari daerah pembangkitannya dalam bentuk
serangkaian gelombang. Kecepatannya bergantung pada kedalaman perairan,
akibatnya gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai
dengan bertambah atau berkurangnya kedalaman dasar laut. Dengan proses ini
arah pergerakan gelombang juga berubah dan energi gelombang bisa menjadi
terfokus dan menyebar. Pada laut dalam, gelombang tsunami mampu bergerak

pada kecepatan 500 sampai 1000 kilometer per jam. Sedangkan dekat pantai,
kecepatannya melambat menjadi beberapa puluh kilometer per jam. Ketinggian
tsunami juga bergantung pada kedalaman air (UNESCO-IOC, 2006).

B. Penyebab Tsunami
Gerakan di dasar laut yang menyebabkan tsunami dapat dihasilkan oleh
tiga jenis aktivitas geologis yang dahsyat, yaitu: gempa bumi, tanah longsor, dan
letusan gunung berapi.
1. Tsunami Akibat Gempa Bumi
Sebagian tsunami, termasuk hampir semua tsunami yang bergerak ke
seluruh dasar samudra dengan kekuatan yang merusak, disebabkan oleh
tunjaman di bawah dasar samudra yang berkaitan dengan gempa bumi
besar (Dudley dan Lee, 2006: 61). Tsunami-tsunami ini terjadi ketika
sebuah bongkahan dari dasar samudra terdorong ke atas, atau tiba-tiba
turun, atau ketika suatu daerah miring di dasar samudra tibatiba terdorong
ke arah sisi-sisi lainnya.
Saat ini, gempabumi terjadi rata-rata 15 kali sehari di seluruh wilayah
Indonesia. Seringnya terjadi gempabumi menyebabkan tsunami juga
sering melanda wilayah Indonesia. Sejak tahun 1600 hingga sekarang
telah terjadi 109 tsunami di Indonesia. Bahkan dalam lima belas tahun

terakhir tsunami terjadi rata-rata sekali dalam dua tahun. Namun demikian
perulangan terjadinya tsunami di setiap tempat sebenarnya berlangsung
dalam jangka waktu yang panjang (Yulianto dkk, 2012).
Kebanyakan tsunami terjadi di Samudra Pasifik, sebab Cekungan Pasifik
dikelilingi oleh suatu zona pada kerak bumi dengan sifat-sifat yang sangat
aktif, yang berupa: palung-palung samudra yang dalam, pulaupulau
vulkanis yang mudah meletus, dan rangkaian pegunungan yang dinamis
(Dudley dan Lee, 2006: 62)
Tidak semua gempabumi mengakibatkan terbentuknya tsunami. Syarat
terjadinya tsunami akibat gempabumi adalah:
a. Pusat gempa terjadi di dasar laut.
b. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km
c. Tsunami akibat tanah longsor (Kementerian ESDM, 2005)
2. Tsunami Akibat Tanah Longsor

Kemungkinan penyebab yang paling umum kedua atas terjadinya tsunami
adalah tanah longsor. Sebuah tsunami dapat disebabkan oleh tanah
longsor yang bermula dari atas permukaan air laut dan kemudian longsor
masuk ke dalam laut, atau karena tanah longsor yang terjadi seluruhnya di
bawah air. Tanah longsor terjadi ketika lereng atau endapan sedimen

menjadi terlalu curam dan material tersebut longsor karena gaya tarik
bumi.
Longsor dapat terjadi karena badai, gempabumi, hujan, atau bahkan
penumpukan sedimen secara terus menerus pada lereng. Lingkungan
tertentu secara khusus mudah terpengaruh oleh terjadinya longsor
penyebab tsunami. Sebagai contoh, delta-delta sungai dan lereng curam
bawah laut, yang berada di atas ngarai bawah laut, kemungkinan menjadi
tempat terjadinya tanah longsor yang menyebabkan tsunami (Dudley dan
Lee, 2006: 72).
Gelombang tsunami juga dapat ditimbulkan oleh pergerakan air yang
dihasilkan oleh guguran batu atau tanah longsor dari pantai serta tanah
longsor bawah laut yang tiba-tiba yang disebabkan oleh runtuhnya lereng
bawah laut. Jenis tsunami ini terjadi pada 1815 ketika Gunung Tambora di
Pulau Sumbawa erupsi. Tanah longsor terjadi karena erupsi gunung api
tersebut dan jatuh ke laut sehingga menyebabkan tsunami yang amat
dahsyat. Tanah longsor bawah laut sering dipicu oleh gempa bumi
(Yulianto dkk, 2012.
3. Tsunami Akibat Letusan Gunung Berapi
Aktivitas geologi yang berkaitan dengan letusan gunung berapi dapat juga
menyebabkan tsunami yang dahsyat. Meskipun tsunami vulkanik sangat

lebih jarang terjadi bila dibanding dengan tsunami yang disebabkan oleh
gempabumi, namun sering menyebabkan kerusakan hebat. Alasan utama
mengapa tsunami vulkanik dapat mengakibatkan korban jiwa adalah
karena jauhnya jarak yang dilalui tsunami dan kerusakan yang
ditimbulkan oleh sepanjang jalur yang dilaluinya (Dudley dan Lee, 2006).

Tsunami akibat letusan gunung berapi relatif jarang terjadi, akan tetapi
erupsi gunung api yang sangat kuat bisa membuat berpindahnya air dalam
volume yang sangat banyak dan menimbulkan gelombang tsunami yang
sangat merusak. Ada proses-proses yang berbeda yang berkaitan dengan
erupsi gunung api (bawah) laut yang dapat menimbulkan gelombang
tsunami:
a. Gelombang dapat dihasilkan oleh perpindahan air secara tiba-tiba
yang disebabkan runtuhan lereng gunung api (serupa dengan tanah
longsor) atau aliran gas panas dalam jumlah laur biasa banyaknya,
abu, dan batuan dalam jumlah (volume) yang luar biasa yang masuk
ke lautan dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga membuat
sejumlah tubuh air bergeser.
b. Penyebab lain adalah letusan masif yang terjadi ketika magma sebuah
gunung api yang sedang naik bersentuhan dengan air. Suhu magma

yang luar biasa panas (antara 600˚C hingga 1170˚C) menyebabkan air
menjadi uap air yang segera menimbulkan letusan sangat besar yang
memindahkan tubuh air dalam jumlah yang sangat amat banyak.
c. Setelah letusan sebuah gunung api, kantung magma gunung api yang
kosong bisa runtuh. Air dalam jumlah yang sangat banyak akan
memasuki

kantong

ini

dengan

tiba-tiba

dapat

menimbulkan

gelombang tsunami. Atau, dengan kata lain : selama erupsi gunung api

memuntahkan isi perutnya dalam jumlah yang sangat besar. Kemudian
air akan tersedot ke dalam kantung gunung api yang kosong tersebut
untuk mengganti material yang sudah dimuntahkan (Yulianto dkk,
2012).
Letusan vulkanik dasar laut terjadi ketika air laut dingin bertemu dengan
magma vulkanik panas (lelehan batuan). Air dingin dan magma panas
sering bereaksi dengan hebat sehingga menghasilkan letusan-letusan uap.
Letusan-letusan uap bawah laut di kedalaman kurang dari 450 meter dapat
menyebabkan gangguan air sampai ke permukaan dan menghasilkan
tsunami (Dudley dan Lee, 2006).

Aliran-aliran piroklastik telah digambarkan oleh para ahli gunung berapi
sebagai “awan-awan pijar, yang menyusur permukaan tanah karena
gravitasi, dan mencair oleh gas-gas panas”. Aliran-aliran ini dapat
bergerak dengan cepat menyusuri pulau menuju ke samudra, dan
dampaknya adalah perpindahan air laut dan menyebabkan tsunami
(Dudley dan Lee, 2006).
C. Data Kejadian Tsunami
Menurut data yang dikeluarkan BNPB tahun 2012, dalam dua dekade
terakhir terjadi sedikitnya sepuluh kejadian bencana tsunami di Indonesia.

Sembilan di antaranya merupakan tsunami yang merusak dan menimbulkan
korban jiwa serta material, yaitu tsunami di Flores (1992),; Banyuwangi, Jawa
Timur (1994); Biak (1996); Maluku (1998); Banggai; Sulawesi Utara (2000);
Aceh (2004); Nias (2005); Jawa Barat (2006); Bengkulu (2007); dan Mentawai
(2010). Dampak yang ditimbulkan tsunami tersebut adalah sekitar 170 ribu orang
meninggal dunia (Tabel 2.1)

Gambar 2.1: Lokasi kejadian gempabumi dan tsunami di Indonesia

Tabel 2.1: Kejadian tsunami yang merusak antara tahun 1990–2010
No

Tanggal

Jam
(WIB)

Mag.
Gempa
(SR)


Pusat
Gempa

Waktu
Tiba
(menit)

Lokasi

Tinggi
Gelombang
(meter)

Korban
Jiwa

Ref.

Laut Flores
Jawa
Biak dan
Irian Jaya
P.Taliabu,
Maluku
Banggai,
Sulawesi
Barat Laut
Sumatera
Barat Laut
Sumatera
Pengandaran, Jawa
Bengkulu,
Sumatra
Mentawai,
Sumatra

12
38
20

Alor
Banyuwangi
Biak

26.2
13.9
7.68

2500
238
110

BMG 1992

18

Taliabu

2,75

18

35

Banggai

6

4

Imamura et
al. 2000
BMG 2000

33

Meulaboh

50.9

165000

BMG

43

3

800

10

200

BMG, NGDC
— NOAA
BMG

35

Padang
Sidempuan
Pangandaran
Bengkulu

0.98

25

BMG

10

Mentawai

8

413

BMKG,
BNPB 2010

1
2
3

12/12/1992
3/6/1994
18/2/1996

12:29:26
13:17:34
05:59:31

7.8
7.8
8.2

4

29/11/1998

09:10:32

7.7

5

4/5/2000

11:21:16

7.6

6

26/12/2004

19:58:53

9

7

28/3/2005

11:09:37

8.7

8

17/7/2006

15:19:29

7.7

9

12/9/2007

18:10:27

8.4

10

25/10/2010

16:42:20

7.2

42

BMG 1996

1. Tingkat Risiko Tsunami
Daerah dengan ancaman tsunami yang sangat tinggi dan tinggi tersebar
pada hampir seluruh wilayah Indonesia, mulai dari pantai Barat Aceh,
Sumatera Barat, Bengkulu, selatan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian
tengah dan utara, Maluku dan Maluku utara serta Papua bagian barat dan
utara. Gambar di bawah ini menyajikan peta risiko tsunami di Indonesia.

Gambar 2.2: Peta risiko tsunami Indonesia

Hampir seluruh Kabupaten/Kota di garis pantai pada Gambar 2.2 masuk
dalam tingkat risiko Sangat Tinggi dan Tinggi karena perkiraan tinggi
gelombang di atas tiga meter. Karena itu, maka jumlah penduduk yang
terpapar adalah 5.031.147 jiwa.

2. Kawasan Prioritas dengan Risiko Tsunami Tinggi
Berdasarkan hasil analisis risiko, teridentifikasi empat kawasan utama
yang memiliki risiko dan probabilitas tsunami tinggi. Keempat kawasan
tersebut adalah Megathrust Mentawai, Megathrust Selat Sunda dan Jawa
bagian sela-tan, Megathrust selatan Bali dan Nusa Tenggara, serta Kawasan
Papua bagian utara. Bagian berikut menyajikan tabel-tabel yang memuat
Kabupaten/Kota mana saja yang akan terdampak jika terjadi tsunami di
kawasan tersebut be-serta jumlah jiwa terpapar dan tingkat kerawanannya.

a. Kawasan Megathrust Mentawai
Megathrust Mentawai adalah bagian dari zona penunjaman Sumatera
yang merupakan pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng
Eurasia. Kawasan ini merupakan daerah yang memiliki tingkat seismisitas
yang sangat tinggi dan menjadi sumber dari beberapa gempabumi besar
dengan magnitudo lebih dari 8 SR — bahkan hingga mencapai 9,3 SR —
dengan periode ulang ratusan tahun. Dalam dua abad terakhir tercatat ada
empat gempabumi be-sar yang terjadi di zona penunjaman Sumatra, yakni
pada tahun 1833 dengan magnitudo 8,8–9,2 SR; pada tahun 1861 dengan
magnitudo 8,3–8,5 SR; pa-da tahun 2004 dengan magnitudo 9,0–9,3 SR;
dan pada tahun 2005 dengan magnitudo 8,7 SR.
Tabel 2.2: Daerah terdampak dari tsunami di Megathrust Mentawai
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
29

KABUPATEN/KOTA
NIAS
NIAS SELATAN
TAPANULI TENGAH
KOTA SIBOLGA
MANDAILING NATAL
TAPANULI SELATAN
KEPULAUAN MENTAWAI
KOTA PADANG
PESISIR SELATAN
PADANG PARIAMAN
PASAMAN BARAT
AGAM
KOTA PARIAMAN
MUKOMUKO
BENGKULU UTARA
BENGKULU SELATAN
KAUR
SELUMA
KOTA BENGKULU
JUMLAH

PROVINSI
SUMUT
SUMUT
SUMUT
SUMUT
SUMUT
SUMUT
SUMBAR
SUMBAR
SUMBAR
SUMBAR
SUMBAR
SUMBAR
SUMBAR
BENGKULU
BENGKULU
BENGKULU
BENGKULU
BENGKULU
BENGKULU

JIWA TERPAPAR
33.550
6.506
44.421
15.186
4.552
2.386
1.033
157.032
26.874
24.030
40.822
24.925
23.487
10.108
4.387
2.150
701
25.969
55.831
503.949

Tabel 2.2 di atas menyajikan kabupaten/kota yang terancam tsunami
yang dipicu gempabumi dari Megath-rust Mentawai beserta jumlah
jiwa terpapar.
Beberapa penelitian terakhir mengindikasikan bahwa segmen
Mentawai dari Megathrust Sumatera kemungkinan besar akan
mengalami peruntuhan (rup-ture) dalam beberapa dekade ke depan,
karena energi yang tertumpuk di lokasi ini sudah terlalu besar.
Peruntuhan pada zona penunjaman ini dapat memicu gempabumi
besar yang berpotensi menimbulkan kerusakan parah di sebagian
besar kota-kota di Sumatera dan memicu bencana tsunami. Bencana
tsuna-mi ini akan mengancam beberapa Kabupaten/Kota terutama di
pesisir barat seperti Kota Sibolga, Kota Padang, Kota Pariaman,
Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kota Bengkulu.
b. Kawasan Selat Sunda dan Jawa Bagian Selatan
Selat Sunda terletak pada kawasan transisi antara segmen Sumatera dan
seg-men Jawa dari Busur Sunda, yang juga merupakan daerah di
Indonesia yang sangat aktif dalam hal aktivitas vulkanik, kegempaan dan
pergerakan tektonik vertikal. Letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada
tahun 1883 terjadi di ten-gah Selat Sunda dan memicu tsunami di pesisir
Lampung bagian selatan serta bagian utara dan barat Banten. Sementara
itu, dalam hal zona penunjaman di selatan Pulau Jawa, segmen Jawa dari
Busur Sunda yang memanjang dari Selat Sunda sampai Cekungan Bali di
Timur. Tercatat tiga gempabumi besar terjadi di zona ini pada tahun 1840,
1867, dan 1875. Dalam tiga ratus tahunterakhir belum ada gempabumi
Megathrust dengan skala sebesar gempabumi tahun 1833 dan 1861 di
Sumatra yang terjadi di kawasan ini.
Bila terjadi gempabumi besar di segmen Megathrust Selat Sunda, daerah
yang paling terancam tsunami adalah kawasan industri di Kota Cilegon.
Bila kawasan industri di kota ini terkena tsunami, dikhawatirkan akan
terjadi bencana susulan dalam bentuk kegagalan teknologi seperti

penyebaran bahan kimia berbahaya yang dapat mengancam masyarakat.
Sementara itu, gempabumi besar yang terjadi di zona penunjaman di Jawa
bagian selatan dikhawatirkan akan memicu tsunami yang dapat menimpa
daerah Pantai Pangandaran, dae-rah Cilacap dengan kilang-kilang
minyaknya, dan pantai-pantai lain di selatan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 di bawah ini menyajikan
kabupaten/kota yang terancam tsunami yang dipicu gempabumi dari
Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Jawa bagian selatan, beserta
jumlah jiwa terpapar.
Tabel 2.3: Daerah terdampak dari tsunami di Megathrust Selat Sunda
NO

KABUPATEN/KOTA

PROVINSI

JIWA TERPAPAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

LAMPUNG BARAT
TANGGAMUS
LAMPUNG SELATAN
LAMPUNG TIMUR
PESAWARAN
PANDEGLANG
LEBAK
SERANG
KOTA CILEGON
CIAMIS
SUKABUMI
CIANJUR
GARUT
TASIKMALAYA

LAMPUNG
LAMPUNG
LAMPUNG
LAMPUNG
LAMPUNG
BANTEN
BANTEN
BANTEN
BANTEN
JABAR
JABAR
JABAR
JABAR
JABAR

5.434
4.499
32.857
204
10
135.698
14.140
168.421
28.212
87.555
12.076
9.351
9.226
4.887

JUMLAH

512.570

Tabel 2.4: Daerah terdampak dari tsunami di Jawa bagian selatan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

KABUPATEN/KOTA

PROVINSI

CILACAP
KEBUMEN
PURWOREJO
BANYUMAS
WONOGIRI
KULON PROGO
BANTUL
GUNUNG KIDUL
JEMBER
LUMAJANG
BANYUWANGI
PACITAN
MALANG
TULUNGAGUNG

JATENG
JATENG
JATENG
JATENG
JATENG
D.I.Y
D.I.Y
D.I.Y
JATIM
JATIM
JATIM
JATIM
JATIM
JATIM

JUMLAH

JIWA TERPAPAR
629.891
220.822
91.943
689
52
60.607
31.369
366
134.207
27.706
17.107
13.188
2.144
297
1.230.388

c. Kawasan Bali dan Nusa Tenggara
Daerah-daerah yang termasuk dalam Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat,
dan Nusa Tenggara Timur juga memiliki tingkat aktivitas gunungapi dan

gempabumi yang tinggi. Pada tahun 1816 tercatat ada kejadian
gempabumi dan tsunami.
di Bali yang menelan korban 10.253 korban tewas dan berulang kembali
pada tahun 1917 dengan korban lebih dari 1.300 jiwa. Sementara
Tsunami Flores pada 12 Desember 1992 menelan hingga 2.500 korban
jiwa.
Daerah yang terpapar tsunami di Kawasan bali dan Nusa Tenggara
mencapai 32 Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terpapar 325.411
jiwa.
Tabel 2.5: Daerah terdampak dari tsunami di Bali dan Nusa Tenggara
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

KABUPATEN/KOTA
KOTA DENPASAR
BADUNG
KLUNGKUNG
GIANYAR
TABANAN
JEMBRANA
BIMA
LOMBOK BARAT
LOMBOK TIMUR
LOMBOK TENGAH
SUMBAWA BARAT
KOTA MATARAM
SUMBA BARAT
SUMBA BARAT DAYA
MANGGARAI BARAT
MANGGARAI TIMUR
MANGGARAI
NGADA
SIKKA
BELU
KUPANG
ROTE NDAO
TIMOR TENGAH SELATAN
KOTA KUPANG
TIMOR TENGAH UTARA
ALOR
ENDE
NAGEKO
LEMBATA
FLORES TIMUR
SUMBA TIMUR
SUMBA TENGAH
JUMLAH

PROVINSI
BALI
BALI
BALI
BALI
BALI
BALI
NTB
NTB
NTB
NTB
NTB
NTB
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT
NTT

JIWA TERPAPAR
243.622
98.712
3.452
306
1.931
10.882
30.410
35.162
18.250
10.346
4.166
17.922
774
140
2.507
1.395
1.766
238
1.403
15.260
4.200
1.810
676
172
80
55
1.033
157
44
28
54
31
506.985

d. Kawasan Papua
Kawasan Papua juga memiliki sejarah panjang dalam hal ancaman
gempabumi dan tsunami. Pada tahun 1864 terjadi gempabumi besar
yang diikuti dengan tsunami di Teluk Cendrawasih yang menelan
korban sekitar 250 orang tewas. Tahun 1914 terjadi tsunami di Pulau

Yapen yang menelan korban bebera-pa orang tewas. Data terakhir
menunjukkan bahwa pada tahun 1996 terjadi tsunami di Biak yang
menelan korban 107 orang tewas.
Bila terjadi tsunami di kawasan ini, kota yang paling terancam adalah
Kota Sorong dan Kota Jayapura yang memiliki tingkat kepadatan
penduduk tinggi. Tabel 2.6 berikut menyajikan Kabupaten/Kota yang
terancam tsunami berikut jumlah jiwa yang terpapar.

Tabel 2.6: Daerah terdampak dari tsunami di Papua bagian utara
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

KABUPATEN/KOTA
SARMI
MANOKWARI
MAMBERAMO RAYA
BIAK NUMFOR
SUPIORI
SORONG
KOTA JAYAPURA
KEPULAUAN YAPEN
RAJA AMPAT
KOTA JAYAPURA
WAROPEN
KOTA SORONG
TELUK WONDAMA
NABIRE

PROVINSI
PAPUA
PAPUA BARAT
PAPUA
PAPUA
PAPUA
PAPUA BARAT
PAPUA
PAPUA
PAPUA BARAT
PAPUA
PAPUA
PAPUA BARAT
PAPUA BARAT
PAPUA

JUMLAH

JIWA TERPAPAR
402
3.776
953
4.799
985
393
7.155
4.140
188
7.155
83
9.177
558
2.481
42.246

e. Penanganan Tsunami
1. Penanganan Tsunami pada Fase Pre Impact
Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan di atas bahwa potensi
tsunami dapat terjadi di hampir seluruh kawasan Indonesia, maka dengan
demikian dapat dilakukan upaya-upaya untuk mencegah dan meminimalkan
dampak terjadinya tsunami. Kegiatan ini dapat difokuskan pada mitigasi dan
kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
Kunci keberhasilan dalam kegiatan mitigasi lingkungan pesisir bisa
disebutkan antara lain:
a. Pemahaman terhadap karakteristik bencana alam dan kerusakan yang ada
di wilayah pesisir,

b. Pemahaman terhadap tingkat resiko dan kerentanan wilayah pesisir
terhadap bencana,
c. Pemahaman kondisi lingkungan, sosial budaya, dan kearifan lokal
d. Pemahaman terhadap upaya-upaya mitigasi baik yang bersifat struktural
maupun non struktural
e. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan law enforcement
f. Faktor yang menjamin kontinyuitas (Jokowinarno, 2011).
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008, kesiapsiagaan
dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata
kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana
mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
b. Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi setiap sektor, penanggulangan
bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
f. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning)
g. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
h. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
2. Penanganan Tsunami pada Fase Impact
Penanganan tsunami pada fase impact adalah kegiatan tanggap darurat
bencana, kegiatan ini menurut UU Nomor 24 tahun 2007 adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana.

Menurut BNPB tanggap darurat bencana pada 72 jam pertama merupakan
fase yang sangat penting dalam evakuasi korban gawat darurat. Sehingga
BNPB mengatur

Komando Tanggap Darurat Bencana dalam Peraturan

Kepala BNPB Nomor 10 tahun 2008 sebagai pedoman Komando Tanggap
Darurat

Bencana

ini

dimaksudkan

sebagai

panduan

BNPB/BPBD,

instansi/lembaga/ organisasi terkait, Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Republik Indonesia dalam penanganan tanggap darurat bencana,
serta bertujuan agar semua pihak terkait tersebut dapat melaksanakan tugas
penanganan tanggap darurat bencana secara cepat, tepat, efektif, efisien,
terpadu dan akuntabel.
Terbentuknya Komando Tanggap Darurat Bencana meliputi tahapan yang
terdiri dari:
a. Informasi Kejadian Awal
b. Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)
c. Penetapan Status/Tingkat Bencana
d. Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana
3. Penanganan Tsunami pada Fase Post Impact
Kegiatan penangan tsunami pada fase ini adalah rehabilitasi dan
rekonstruksi. Menurut UU No. 24 tahun 2007 rehabilitasi adalah perbaikan
dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Sedangkan rekonstruksi
adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya

peran

serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

BAB III
KESIMPULAN
Indonesia adalah negara yang rawan bencana tsunami, karena merupakan
daerah pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, yakni Lempeng Eurasia,
Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sejumlah daerah di pulau-pulau yang
berhadapan langsung dengan zona penunjaman antar lempeng ini, seperti bagian
barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa, Nusa Tenggara, bagian utara Papua, serta
Sulawesi dan Maluku merupakan kawasan yang sangat rawan tsunami.
Catatan sejarah tsunami di Indonesia menunjukkan bahwa kurang lebih
172 tsunami yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600–2012. Hal ini telah
menimbulkan dampak yang sangat luas baik kesehatan, sosial dan ekonomi sehingga
perlu dilakukan upaya-upaya penangan bencana tsunami secara serius terstruktur dan
terorganisir mulai dari fase pre impact, fase impact dan pase post impact.

DAFTAR PUSTAKA
BMKG. 2012. Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami
BNPB. 2012. Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami.
Dudley, W.C dan Min L.2006. Tsunami !. Bandung : Pakar Raya
Jokowinarno, Dwi. 2011. Mitigasi Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir Lampung.
Jurnal Rekayasa Vol. 15 No. 1 April 2011.
LIPI-UNESCO/ISDR.2006.Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi
Bencana Gempa Bumi dan Tsunami
MPBI-UNESCO. 2007. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi
Bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Nias Selatan
Peraturan Kepala BNPB Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pedoman Komando Tanggap
Darurat Bencana
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
UNESCO-IOC. 2006. Daftar Istilah
No.1221.Paris, UNESCO, 2006

Tsunami.Informasi.

Yulianto, dkk 2012. Selamat dari Bencana. Jakarta : Bumi Aksara

Dokumen

IOC