Implikasi Peristiwa Black September Terh
Implikasi Peristiwa Black September
Terhadap Fenomena Islamophobia di Eropa
Rasisme di Eropa sudah mulai terjadi sejak Perang Dunia II yang mana Jerman dikuasai
oleh Hitler. Hitler kala itu menyatakan bahwa dirinya adalah ras yang paling mulia dan manusia
lain merupakan budak yang harus dilakukan secara sewenang-wenang karena mereka tidak
pantas hidup di dunia. Kejadian tersebut menjadi titik ukur bagaimana bangsa Eropa selalu
menganggap dirinya paling baik diantara manusia yang lain, dan hal ini terus berulang hingga
peradaban modern sekarang.
Istilah rasisme baru pertama kali digunakan sekitar tahun 1930-an, ketika istilah tersebut
diperlukan untuk menggambarkan teori-teori rasis yang dipakai orang-orang Nazi dalam
melakukan pembantaian terhadap orang Yahudi. Rasisme adalah ideologi rasis yang dipahami
sebagai suatu sistem sosial yang kompleks berdasarkan kesukuan atau rasial yang mengakibatan
adanya dominasi dan ketidaksetaraan (Dijk, 1993). Pada dasarnya, rasisme adalah pandangan
hidup yang mempunyai anggapan bahwa satu kelompok menganggap kelompok tertentu tidak
sederajat atau belum sederajat dan bahkan belum berderajat manusia. Celah perbedaan dan
keragaman itu, ternyata ditafsirkan secara salah. Maka tidak dapat dihindari, jika dalam catatan
sejarah muncul penilaian terhadap manusia yang berkulit hitam dengan cap sebagai manusia
yang bodoh, kurang beradab dan terbalakang. Hal ini tentu saja berkaitan dengan teori Darwin
tentang peradaban manusia yang merupakan keturunan dari monyet. Dalam buku Racism: A
Short History karya George M. Fredrickson, menyadari betul bahwa rasisme bukan sekadar suatu
sikap atau sekumpulan kepercayaan yang terpatri dalam masyarakat. Rasisme mengungkapkan
diri pada praktik-praktik, lembaga, dan struktur yang dibenarkan dan diakui oleh suatu perasaan
berbeda yang mendalam. Lebih jauh rasisme bisa membentuk suatu tatanan rasial, tidak sekadar
berkubang dalam teori tentang perbedaan manusia1.
Tindakan rasis tidak hanya berlaku bagi orang berkulit hitam saja, sebab kini telah
meluas dengan banyak ditemukannya kasus rasis terhadap orang Muslim di Eropa. Rasisme
terhadap Muslim sendiri merupakan tindakan yang mencerminkan ketidaksukaan mereka
terhadap orang Muslim yang dianggap sebagai sumber teror dan rasa takut setelah tragedi 11
1
Ibid.
September lalu di Amerika. Masyarakat mulai sentimen dan melakukan tindakan yang
sewenang-wenang terhadap penduduk Muslim di Eropa sebagai bentuk pembalasan dan
pembelaan diri mereka dari rasa takut yang sudah diciptakan oleh kejadian tersebut.
Islamophobia di kalangan masyarakat Eropa semakin meningkat dan menimbulkan
keresahan. Pasalnya masyarakat kini membentuk aliansi anti Muslim dan menolak adanya
imigrasi terutama dari kaum Muslim. Tindakan ini kembali muncul setelah hilang sejak tahun
1995, di mana Eropa diwarnai dengan gerakan anti imigran, fasisme, rasialisme, dan anti asing
kalangan muda2.
Sebelumnya, Komisi Eropa untuk Rasisme dan Intoleransi (ECRI) pada Juli 2010 telah
mengumumkan Laporan ECRI Januari-Desember 2009 yang memperlihat memperlihatkan tren
utama di bidang rasisme, diskriminasi rasial, xenophobia, anti-Semitisme dan intoleransi di
Eropa. Salah satu temuan utama ECRI menggaris bawahi bahwa kaum muslim adalah korban
terbesar dari diskriminasi pekerjaan, penegakan hukum, perencanaan kota, imigrasi, dan
pendidikan, serta pembatasan hukum tertentu yang diberlakukan baru-baru ini3.
Meningkatnya sentimen anti Islam (Islamophobia) di Eropa semakin mengkhawatirkan
banyak pihak. Gejala ini tampak dari kemenangan bebarapa partai ultranasionalis yang dikenal
anti imigran dan anti Islam di berbagai kawasan Eropa. Dalam berbagai pemilu di negara
Eropa, partai-partai ekstrim itu perlahan mendapatkan banyak suara. Setelah Geert Wilders
sukses meraih banyak kursi di parlemen Belanda, kini giliran Partai Demokrat Swedia yang
mengikutinya. Dalam pemilu yang dihelat Ahad (19/9) waktu setempat, partai yang dipimpin
Jimmie Akesson, itu berhasil meraih 20 kursi di parlemen Swedia. Itu merupakan kali pertama
partai yang memiliki sikap Islamphobia itu masuk ke parlemen. Bahkan, demi mengangkat status
untuk mendapatkan legitimasi parlemen, Demokrat Swedia akan bergabung dengan sesama
partai ultra kanan di seluruh Eropa, dari Denmark, Norwegia, dan Belanda, sampai Prancis,
Belgia dan Austria. Mengikuti jejak mereka, partai Demokrat Swedia sedang belajar untuk
memperluas basis dukungannya keluar konstituen inti mereka yaitu kelompok neo Nazi garis
keras dan kaum muda rasialis 'skinhead.' Ditambah lagi dengan berbagai kebijakan Negara Eropa
yang menyudutkan umat Islam seperti larangan jilbab dan Burga di Prancis, larangan
pembangunan menara masjid4.
2
Sumber : Bahan Kuliah Kajian Uni Eropa
3 Sumber : Laporan ECRI kepada Komisi Eropa tentang rasialisme dan intoleransi di Eropa.
4
Dikutip dari harian online yang menyoroti dan fokus pada kajian Islamophobia
mengatakan bahwa :
Menguatnya Islamophobia tampak saat Presiden Jerman Christian Wulf
mengatakan (dalam peringatan ke-20 unifikasi Jerman ) bahwa Islam telah
menjadi bagian dari Jerman. Ucapan itu tidak menyenangkan sebagian politisi
yang membantah pernyataan presiden dengan mengatakan bahwa, “Jika presiden
ingin menyamakan Islam di Jerman dengan agama Masehi dan Yahudi, maka itu
adalah salah”. Atas dasar itu kanselir Jerman Angela Merkel membela pernyataan
presiden dengan menempatkannya pada konteknya yang tepat. Kanselir tidak lupa
menegaskan sikapnya dengan ungkapan lain yang menegaskan bahwa kedaulatan
di Jerman berada di tangan konstitusi bukan di tangan syariah. Menyoroti hal ini
Syakir 'Ashim, Perwakilan media Hizbut Tahrir di Jerman menggugat klaim
pluralism Eropa dengan mengajukan beberapa pernyataan retoris5.
Tidak hanya itu, gerakan-gerakan anti Islam kemudian banyak muncul di Eropa sebagai
bentuk protes atas Islamisasi dan keberadaan orang Muslim di Eropa. Dikutip dari berita online
BBC mengatakan bahwa :
Kelompok ultra kanan Eropa dijadwalkan akan menggelar aksi di
Denmark bertujuan untuk mendirikan apa yang mereka istilahkan sebagai aliansi
anti-Islam di seluruh Eropa. Demonstrasi ini diselenggarakan oleh Liga
Pertahanan Inggris, EDL yang mengatakan ingin menghambat ''Islamisasi
Eropa''. EDL mengharapkan aksi ini akan menjadi permulaan dari sebuah
gerakan yang meluas di Eropa. Aksi ini mendapat tentangan dari sejumlah pihak.
Pegiat anti rasisme mengkhawatirkan kelompok geras Islamfobia di Eropa akan
bergabung dengan gerakan tersebut. Kelompok utama aksi ini EDL selama ini
memang dikenal sebagai kelompok yang ingin menghentikan migrasi kamum
Musim ke Eropa, karena dianggap sebagai ancaman yang bisa membawa konflik
di kawasan. Mereka mengharapkan aksi demo Sabtu (31/03/12) ini akan
menciptakan gerakan yang menyebar di seluruh Eropa secara bersamaan. Ketua
EDL Stephen Lennon mengatakan ratusan orang akan ikut dalam aksi ini. "Kami
tidak mengharapkan banyak orang ikut di Aarhus," katanya. ''Kami
mengharapkan ini akan menjadi awal bagi gerakan Eropa yang akan terus
bertambah.''
Meskipun tidak diketahui secara pasti apakah aksi ini akan berhasil atau tidak untuk
mengumpulkan massa yang lebih besar tapi pegiat anti rasisme mengkhawatirkan retorika anti
Islam digunakan untuk meningkatkan ketegangan di kota-kota Eropa dan mendorong ekstrimis
dari kedua belah pihak. Matthew Goodwin seorang pengamat kelompok kanan-jauh dari
Sumber : http://surau.net/jurnal.php?action=fullnews&id=162 (Diakses 25 Juni 2013)
5 Ibid.
Universitas Nottingham mengatakan gerakan ini tetap signifikan meski hanya dihadiri sedikit
orang. "Apa yang kita lihat disini untuk pertama kalinya dalam sejarah politik Inggris adalah
sebuah organisasi anti Muslim memimpin untuk mencoba memobilisasi kelompok anti Islam
Eropa,'' katanya6.
Di sisi lain, rasisme kerap terjadi melalui intimidasi yang dilakukan oleh anak-anak muda
yang anti imigran. Bahkan banyak tulisan di gedung-gedung kota yang berbunyi “Tourists are
terrorists”. Kelompok minoritas anti-imigran dan pendatang ini terus berkampanye menolak
orang asing masuk ke Eropa. Bahkan, mereka sering mengganggu para turis yang datang. Tidak
hanya turis Asia, tetapi juga dari benua lain. Anggota kelompok anti-pendatang ini kebanyakan
anak-anak muda, yang sekarang ini tidak lagi berpenampilan urakan. Mereka rapih dan bersih,
tidak melulu anak-anak underground. Di beberapa kota di Inggris, aktivitas rasisme cukup tinggi.
Di London, beberapa kasus penyerangan terhadap turis kerap terjadi. Begitu juga di kotakota lain seperti di Manchester, Liverpool, dan Newcastle. Keributan pun sering terjadi. Tapi bisa
diselesaikan dengan baik tanpa ada kekerasan. Para remaja itu dikomplain oleh sejumlah warga
Inggris lain atas ketidaksopanan mereka terhadap orang-orang Timur Tengah itu. Begitu juga di
beberapa kota di Jerman seperti Frankfurt. Aksi-aksi rasialisme kerap terjadi terhadap turis yang
datang. Di Jerman kebanyakan dilakukan anak-anak underground yang secara terang-terangan
menyatakan kebencian terhadap orang asing. Mereka seringkali berani melakukan penyerangan
meski turis-turis itu berada di tengah keramaian. Ada sejumlah kasus para turis diserang di
tengah keramaian, meski tidak ada aksi pengambilan barang atau pencurian. Di Paris, kasus
pelecehan terhadap turis-turis wanita berjilbab kerap terjadi. Begitu juga intimidasi atas turisturis Asia lainnya, termasuk dari Cina7.
Orang muslim di Eropa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Eropa itu sendiri.
Namun seiring dengan terjadinya tragedi Black September muslim sianggap sebagai kaum
minoritas yang harus diintimidasi dan diusir dari Eropa. Sebagian besar masyarakat mengaku
mulai merasa takut dan terancam dengan hadirnya muslim serta Islamisasi yang terjadi di Eropa.
Sehingga banyak muncul gerakan-gerakan anti Islam, anti imigran hingga tindakan rasis dan
kekerasan yang dilakukan kepada penduduk bahkan pendatang Muslim ke Eropa. Mereka
6
Sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/03/120331_antiislamrally.shtml
(Diakses 25 Juni 2013)
7 Sumber : http://ketawing.wordpress.com/2012/01/19/ancaman-rasisme-saat-traveling-keeropa/ (Diakses 25 Juni 2013)
terorganisir dan membentuk aliansi atau kelompok-kelompok massa serta mencari dukungan
masyarakat lain melalui aksi protes dan gelaran demo anti Islam yang sering dilakukan secara
berkala. Tidak hanya itu saja, banyak dari rumah ibadah yang dirusak dan dihancurkan sebagai
salah satu upaya masyarakat Eropa menghambat Islamisasi dan mengusir penduduk Muslim dari
Eropa.
Dikutip dari harian online Pelita, mengatakan bahwa:
Kasus rasisme yang terus bergulir di negara-negara Eropa akhirnya
membuat geram komisaris HAM Eropa, Nils Muiznieks. “Sudah banyak korban
akibat penindasan hak oleh para rasis di Eropa. Rumah ibadah dirusak, orang
dengan simbol agama dilecehkan, ini benar-benar sudah tidak bisa ditolerir,”
jelasnya dilansir dari Süddeutschen Zeitung. Tampaknya kepolisian pun telah
kewalahan menangani kasus rasisme yang terjadi. Gelagat ini telah ditangkap
Muiznieks. Muiznieks akhirnya memerintahkan instansi yang berwenang di
setiap Negara yang tergabung di Uni Eropa untuk berkonsekuensi menjamin
keamanan dari serangan rasis kelompok NSU. Semenjak pembunuhan BreivikMassaker di Norwegia yang diduga dilakukan oleh kelompok NSU, sekarang
polisi dan Dewan Keamanan Uni Eropa telah bersungguh-sungguh melakukan
pemeriksaan dokumen kasus ini. Tidak hanya gerak-gerik kelompok NSU yang
diawasi dengan ketat, Neo Nazi yang beroperasi di Berlin pun merupakan target
operasi kepolisian dan keamanan Eropa8.
Diketahui lebih lanjut bahwa Islamophobia kini menjadi salah satu ideologi masyarakat
Eropa yang membentuk satu masyakat populis baru. Masyarakat membentuk serikat dan
kelompoknya sendiri sebagai respon atas anti Islam yang bertujuan untuk menghilangkan Islam
dari Eropa karena dianggap sebagai ancaman keamanan baik untuk individu maupun untuk
kelompok. Dewan keamanan dan komisi Eropa berusaha untuk menangani kasus-kasus
diskriminasi dan kekerasan yang timbul sebagai akibat dari Islamophobia yang berlebihan di
kalangan masyarakat ini. Sebab tindakan masyarakat yang diskriminatif tersebut tentu saja
terdapat pelanggaran hak asasi manusia dan menjadi isu penting di tengah isu krisis yang sedang
melanda Eropa.
Meskipun demikian, masih banyak kelompok-kelompok yang tidak menginginkan
Islamophobia menjadi momok yang menakutkan bagi Eropa. Banyak dibentuk kelompokkelompok massa terutama anak muda yang mendukung anti diskriminasi dan anti kekerasan
8
Sumber : http://dunia-islam.pelitaonline.com/news/2013/03/07/kasus-rasisme-di-eroparumah-ibadah-dilecehkan#.Ucrqw9g190s (Diakses 25 Juni 2013)
yang sering dilakukan terhadap pendatang maupun masyarakat Muslim Eropa. Bahkan mereka
menggelar aksi damai dan mengumpulkan banyak dukungan untuk mendapatkan simpati Eropa
terhadap kasus yang sedang terjadi dan membuat masyarakat khawatir. Dikutip dari website
resmi, yang mengatakan bahwa :
Jika Eropa menginginkan damai dan persatuan, dia tidak boleh
melupakan kengerian yang disebabkan oleh diskriminasi rasial, anti-semit, dan
anti-gipsi: holocaust. Sebagai tanda akan kenangan ini, yang mengungkapkan
keinginan untuk berkontribusi bagi Eropa yang beragam, tempat yang
memungkinkan untuk masing-masing hidup berdampingan, kaum muda dari 5
negara Eropa yang baru saja mengunjungi Auschwitz bersama Komunitas
Sant'Egidio. Setelah peziarahan ke kamp konsentrasi dan pertemuan dengan
saksi-saksi dan mereka yang bertahan hidup (lihat program di bawah), mereka
telah mengeluarkan seruan, sebuah ungkapan dari komitmen mereka untuk
"menyisihkan semua bentuk rasisme, diskriminasi, dan penghinaan terhadap
manusia dan terhadap kehidupan dan secara aktif berkontribusi kepada Eropa
tempat semua bisa hidup bersama: dalam satu dunia tanpa rasisme".
Setiap kali orang asing menderita karena kekerasan di kota kami, setiap
orang menemui penghinaan dikarenakan asal-usul, agama atau karena berbeda,
satu jalan kebencian dan kekerasan disiapkan di dalam hati tiap-tiap orang. Oleh
sebab itu kami ingin bersaksi bahwa kami semua telah melihat dan mendengar
perihal hari-hari ini dan kami menginginkan rekan-rekan kami dan generasi
sesudah kami mengenai pentingnya mengesampingkan bentuk-bentuk rasisme,
diskriminasi atau pun penghinaan terhadap manusia dan kehidupan. Kami
berhenti dan meletakkan karangan bunga di tempat simbolis ini, tempat banyak
perjalanan hidup berakhir dengan tiba-tiba. Kami berjalan melewati jalur-jalur
yang menjadi perjalanan akhir mereka untuk menghormati para korban butanya
kekerasan, dan dicabut martabat bahkan hidupnya sebagai manusia. Kami yakin
mengenai nilai absolut kehidupan dan pengampunan di atas balas dendam. Kami
ingin mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Oleh sebab itu kami ingin
berkontribusi secara aktif untuk satu Eropa tempat setiap orang bisa hidup
bersama: Satu dunia tanpa rasisme. Satu dunia tanpa rasisme!9.
Islamophobia memang menjadi momok yang mengerikan di Eropa di tengah krisis
ekonomi yang sedang dihadapinya. Eropa meskipun demikian tetap berusaha untuk terus
meminimalisir Islamophobia di kalangan masyarakat untuk menghindari bentrokan dan konflik
yang terjadi di antara masyarakat itu sendiri begitupun dengan kaum pendatang.
Kaum muda Eropa menjadi aktor utama dalam tindakan dan gerakan anti Muslim dan
anti imigran tersebut. Keinginan mereka untuk mengusir Islam dan Muslim dari Eropa begitu
9
Sumber :
http://www.santegidio.org/pageID/3/langID/id/itemID/6863/Satu_Eropa_tanpa_Diskriminasi_d
an_Rasisme_Berawal_dari_Auschwitz.html (Diakses 25 Juni 2013)
besar hingga mereka mampu melakukan tindakan diskriminatif dan kekerasan yang cukup parah
sebagai bentuk respon terancamnya individu bahkan negara dari tindakan Muslim seperti yang
tergambar jelas dari tragedi 9 September 2001 di Amerika yang merupakan serangan teroris
Islam terhadap bangunan penting bagi pemerintahan.
Black September tentu saja berpengaruh banyak terhadap Islamophobia serta tindakan
anti imigran di Eropa yang sempat hilang sekitar tahun 1995. Masyarakat Eropa kembali
melakukan tindakan rasisme untuk menghambat perkembangan Islam dan juga keberadaan kaum
Muslim yang setiap tahunnya semakin bertambah. Masyarakat Eropa semakin diselimuti
ketakutan akan terjadinya tragedi yang sama di Eropa. Sesuai dengan hipotesis yang telah
diungkapkan sebelumnya bahwa Peristiwa Black September berimplikasi pada semakin
tingginya tingkat Islamophobia di Eropa. Masyarakat Eropa semakin diselimuti ketakutan dan
merasa terancam dengan kejadian yang dianggap sebagai teror Muslim Al Qaeda yang dipimpin
oleh Sadam Husein.
Namun meskipun begitu, masih banyak anak-anak muda Eropa yang bersatu untuk
membentuk gerakan anti diskriminasi dan juga pro HAM. Mereka menganggap bahwa tindakan
yang dilakukan oleh gerakan massa yang lain sebagai respon terhadap Muslim di Eropa
merupakan tindakan rasis yang sewenang-wenang, sehingga akan menimbulkan perpecahan dan
kehancuran di tengah masyarakat Eropa itu sendiri. Mereka mengharapkan Eropa menjadi satu
tanpa adanya rasisme.
Terhadap Fenomena Islamophobia di Eropa
Rasisme di Eropa sudah mulai terjadi sejak Perang Dunia II yang mana Jerman dikuasai
oleh Hitler. Hitler kala itu menyatakan bahwa dirinya adalah ras yang paling mulia dan manusia
lain merupakan budak yang harus dilakukan secara sewenang-wenang karena mereka tidak
pantas hidup di dunia. Kejadian tersebut menjadi titik ukur bagaimana bangsa Eropa selalu
menganggap dirinya paling baik diantara manusia yang lain, dan hal ini terus berulang hingga
peradaban modern sekarang.
Istilah rasisme baru pertama kali digunakan sekitar tahun 1930-an, ketika istilah tersebut
diperlukan untuk menggambarkan teori-teori rasis yang dipakai orang-orang Nazi dalam
melakukan pembantaian terhadap orang Yahudi. Rasisme adalah ideologi rasis yang dipahami
sebagai suatu sistem sosial yang kompleks berdasarkan kesukuan atau rasial yang mengakibatan
adanya dominasi dan ketidaksetaraan (Dijk, 1993). Pada dasarnya, rasisme adalah pandangan
hidup yang mempunyai anggapan bahwa satu kelompok menganggap kelompok tertentu tidak
sederajat atau belum sederajat dan bahkan belum berderajat manusia. Celah perbedaan dan
keragaman itu, ternyata ditafsirkan secara salah. Maka tidak dapat dihindari, jika dalam catatan
sejarah muncul penilaian terhadap manusia yang berkulit hitam dengan cap sebagai manusia
yang bodoh, kurang beradab dan terbalakang. Hal ini tentu saja berkaitan dengan teori Darwin
tentang peradaban manusia yang merupakan keturunan dari monyet. Dalam buku Racism: A
Short History karya George M. Fredrickson, menyadari betul bahwa rasisme bukan sekadar suatu
sikap atau sekumpulan kepercayaan yang terpatri dalam masyarakat. Rasisme mengungkapkan
diri pada praktik-praktik, lembaga, dan struktur yang dibenarkan dan diakui oleh suatu perasaan
berbeda yang mendalam. Lebih jauh rasisme bisa membentuk suatu tatanan rasial, tidak sekadar
berkubang dalam teori tentang perbedaan manusia1.
Tindakan rasis tidak hanya berlaku bagi orang berkulit hitam saja, sebab kini telah
meluas dengan banyak ditemukannya kasus rasis terhadap orang Muslim di Eropa. Rasisme
terhadap Muslim sendiri merupakan tindakan yang mencerminkan ketidaksukaan mereka
terhadap orang Muslim yang dianggap sebagai sumber teror dan rasa takut setelah tragedi 11
1
Ibid.
September lalu di Amerika. Masyarakat mulai sentimen dan melakukan tindakan yang
sewenang-wenang terhadap penduduk Muslim di Eropa sebagai bentuk pembalasan dan
pembelaan diri mereka dari rasa takut yang sudah diciptakan oleh kejadian tersebut.
Islamophobia di kalangan masyarakat Eropa semakin meningkat dan menimbulkan
keresahan. Pasalnya masyarakat kini membentuk aliansi anti Muslim dan menolak adanya
imigrasi terutama dari kaum Muslim. Tindakan ini kembali muncul setelah hilang sejak tahun
1995, di mana Eropa diwarnai dengan gerakan anti imigran, fasisme, rasialisme, dan anti asing
kalangan muda2.
Sebelumnya, Komisi Eropa untuk Rasisme dan Intoleransi (ECRI) pada Juli 2010 telah
mengumumkan Laporan ECRI Januari-Desember 2009 yang memperlihat memperlihatkan tren
utama di bidang rasisme, diskriminasi rasial, xenophobia, anti-Semitisme dan intoleransi di
Eropa. Salah satu temuan utama ECRI menggaris bawahi bahwa kaum muslim adalah korban
terbesar dari diskriminasi pekerjaan, penegakan hukum, perencanaan kota, imigrasi, dan
pendidikan, serta pembatasan hukum tertentu yang diberlakukan baru-baru ini3.
Meningkatnya sentimen anti Islam (Islamophobia) di Eropa semakin mengkhawatirkan
banyak pihak. Gejala ini tampak dari kemenangan bebarapa partai ultranasionalis yang dikenal
anti imigran dan anti Islam di berbagai kawasan Eropa. Dalam berbagai pemilu di negara
Eropa, partai-partai ekstrim itu perlahan mendapatkan banyak suara. Setelah Geert Wilders
sukses meraih banyak kursi di parlemen Belanda, kini giliran Partai Demokrat Swedia yang
mengikutinya. Dalam pemilu yang dihelat Ahad (19/9) waktu setempat, partai yang dipimpin
Jimmie Akesson, itu berhasil meraih 20 kursi di parlemen Swedia. Itu merupakan kali pertama
partai yang memiliki sikap Islamphobia itu masuk ke parlemen. Bahkan, demi mengangkat status
untuk mendapatkan legitimasi parlemen, Demokrat Swedia akan bergabung dengan sesama
partai ultra kanan di seluruh Eropa, dari Denmark, Norwegia, dan Belanda, sampai Prancis,
Belgia dan Austria. Mengikuti jejak mereka, partai Demokrat Swedia sedang belajar untuk
memperluas basis dukungannya keluar konstituen inti mereka yaitu kelompok neo Nazi garis
keras dan kaum muda rasialis 'skinhead.' Ditambah lagi dengan berbagai kebijakan Negara Eropa
yang menyudutkan umat Islam seperti larangan jilbab dan Burga di Prancis, larangan
pembangunan menara masjid4.
2
Sumber : Bahan Kuliah Kajian Uni Eropa
3 Sumber : Laporan ECRI kepada Komisi Eropa tentang rasialisme dan intoleransi di Eropa.
4
Dikutip dari harian online yang menyoroti dan fokus pada kajian Islamophobia
mengatakan bahwa :
Menguatnya Islamophobia tampak saat Presiden Jerman Christian Wulf
mengatakan (dalam peringatan ke-20 unifikasi Jerman ) bahwa Islam telah
menjadi bagian dari Jerman. Ucapan itu tidak menyenangkan sebagian politisi
yang membantah pernyataan presiden dengan mengatakan bahwa, “Jika presiden
ingin menyamakan Islam di Jerman dengan agama Masehi dan Yahudi, maka itu
adalah salah”. Atas dasar itu kanselir Jerman Angela Merkel membela pernyataan
presiden dengan menempatkannya pada konteknya yang tepat. Kanselir tidak lupa
menegaskan sikapnya dengan ungkapan lain yang menegaskan bahwa kedaulatan
di Jerman berada di tangan konstitusi bukan di tangan syariah. Menyoroti hal ini
Syakir 'Ashim, Perwakilan media Hizbut Tahrir di Jerman menggugat klaim
pluralism Eropa dengan mengajukan beberapa pernyataan retoris5.
Tidak hanya itu, gerakan-gerakan anti Islam kemudian banyak muncul di Eropa sebagai
bentuk protes atas Islamisasi dan keberadaan orang Muslim di Eropa. Dikutip dari berita online
BBC mengatakan bahwa :
Kelompok ultra kanan Eropa dijadwalkan akan menggelar aksi di
Denmark bertujuan untuk mendirikan apa yang mereka istilahkan sebagai aliansi
anti-Islam di seluruh Eropa. Demonstrasi ini diselenggarakan oleh Liga
Pertahanan Inggris, EDL yang mengatakan ingin menghambat ''Islamisasi
Eropa''. EDL mengharapkan aksi ini akan menjadi permulaan dari sebuah
gerakan yang meluas di Eropa. Aksi ini mendapat tentangan dari sejumlah pihak.
Pegiat anti rasisme mengkhawatirkan kelompok geras Islamfobia di Eropa akan
bergabung dengan gerakan tersebut. Kelompok utama aksi ini EDL selama ini
memang dikenal sebagai kelompok yang ingin menghentikan migrasi kamum
Musim ke Eropa, karena dianggap sebagai ancaman yang bisa membawa konflik
di kawasan. Mereka mengharapkan aksi demo Sabtu (31/03/12) ini akan
menciptakan gerakan yang menyebar di seluruh Eropa secara bersamaan. Ketua
EDL Stephen Lennon mengatakan ratusan orang akan ikut dalam aksi ini. "Kami
tidak mengharapkan banyak orang ikut di Aarhus," katanya. ''Kami
mengharapkan ini akan menjadi awal bagi gerakan Eropa yang akan terus
bertambah.''
Meskipun tidak diketahui secara pasti apakah aksi ini akan berhasil atau tidak untuk
mengumpulkan massa yang lebih besar tapi pegiat anti rasisme mengkhawatirkan retorika anti
Islam digunakan untuk meningkatkan ketegangan di kota-kota Eropa dan mendorong ekstrimis
dari kedua belah pihak. Matthew Goodwin seorang pengamat kelompok kanan-jauh dari
Sumber : http://surau.net/jurnal.php?action=fullnews&id=162 (Diakses 25 Juni 2013)
5 Ibid.
Universitas Nottingham mengatakan gerakan ini tetap signifikan meski hanya dihadiri sedikit
orang. "Apa yang kita lihat disini untuk pertama kalinya dalam sejarah politik Inggris adalah
sebuah organisasi anti Muslim memimpin untuk mencoba memobilisasi kelompok anti Islam
Eropa,'' katanya6.
Di sisi lain, rasisme kerap terjadi melalui intimidasi yang dilakukan oleh anak-anak muda
yang anti imigran. Bahkan banyak tulisan di gedung-gedung kota yang berbunyi “Tourists are
terrorists”. Kelompok minoritas anti-imigran dan pendatang ini terus berkampanye menolak
orang asing masuk ke Eropa. Bahkan, mereka sering mengganggu para turis yang datang. Tidak
hanya turis Asia, tetapi juga dari benua lain. Anggota kelompok anti-pendatang ini kebanyakan
anak-anak muda, yang sekarang ini tidak lagi berpenampilan urakan. Mereka rapih dan bersih,
tidak melulu anak-anak underground. Di beberapa kota di Inggris, aktivitas rasisme cukup tinggi.
Di London, beberapa kasus penyerangan terhadap turis kerap terjadi. Begitu juga di kotakota lain seperti di Manchester, Liverpool, dan Newcastle. Keributan pun sering terjadi. Tapi bisa
diselesaikan dengan baik tanpa ada kekerasan. Para remaja itu dikomplain oleh sejumlah warga
Inggris lain atas ketidaksopanan mereka terhadap orang-orang Timur Tengah itu. Begitu juga di
beberapa kota di Jerman seperti Frankfurt. Aksi-aksi rasialisme kerap terjadi terhadap turis yang
datang. Di Jerman kebanyakan dilakukan anak-anak underground yang secara terang-terangan
menyatakan kebencian terhadap orang asing. Mereka seringkali berani melakukan penyerangan
meski turis-turis itu berada di tengah keramaian. Ada sejumlah kasus para turis diserang di
tengah keramaian, meski tidak ada aksi pengambilan barang atau pencurian. Di Paris, kasus
pelecehan terhadap turis-turis wanita berjilbab kerap terjadi. Begitu juga intimidasi atas turisturis Asia lainnya, termasuk dari Cina7.
Orang muslim di Eropa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Eropa itu sendiri.
Namun seiring dengan terjadinya tragedi Black September muslim sianggap sebagai kaum
minoritas yang harus diintimidasi dan diusir dari Eropa. Sebagian besar masyarakat mengaku
mulai merasa takut dan terancam dengan hadirnya muslim serta Islamisasi yang terjadi di Eropa.
Sehingga banyak muncul gerakan-gerakan anti Islam, anti imigran hingga tindakan rasis dan
kekerasan yang dilakukan kepada penduduk bahkan pendatang Muslim ke Eropa. Mereka
6
Sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/03/120331_antiislamrally.shtml
(Diakses 25 Juni 2013)
7 Sumber : http://ketawing.wordpress.com/2012/01/19/ancaman-rasisme-saat-traveling-keeropa/ (Diakses 25 Juni 2013)
terorganisir dan membentuk aliansi atau kelompok-kelompok massa serta mencari dukungan
masyarakat lain melalui aksi protes dan gelaran demo anti Islam yang sering dilakukan secara
berkala. Tidak hanya itu saja, banyak dari rumah ibadah yang dirusak dan dihancurkan sebagai
salah satu upaya masyarakat Eropa menghambat Islamisasi dan mengusir penduduk Muslim dari
Eropa.
Dikutip dari harian online Pelita, mengatakan bahwa:
Kasus rasisme yang terus bergulir di negara-negara Eropa akhirnya
membuat geram komisaris HAM Eropa, Nils Muiznieks. “Sudah banyak korban
akibat penindasan hak oleh para rasis di Eropa. Rumah ibadah dirusak, orang
dengan simbol agama dilecehkan, ini benar-benar sudah tidak bisa ditolerir,”
jelasnya dilansir dari Süddeutschen Zeitung. Tampaknya kepolisian pun telah
kewalahan menangani kasus rasisme yang terjadi. Gelagat ini telah ditangkap
Muiznieks. Muiznieks akhirnya memerintahkan instansi yang berwenang di
setiap Negara yang tergabung di Uni Eropa untuk berkonsekuensi menjamin
keamanan dari serangan rasis kelompok NSU. Semenjak pembunuhan BreivikMassaker di Norwegia yang diduga dilakukan oleh kelompok NSU, sekarang
polisi dan Dewan Keamanan Uni Eropa telah bersungguh-sungguh melakukan
pemeriksaan dokumen kasus ini. Tidak hanya gerak-gerik kelompok NSU yang
diawasi dengan ketat, Neo Nazi yang beroperasi di Berlin pun merupakan target
operasi kepolisian dan keamanan Eropa8.
Diketahui lebih lanjut bahwa Islamophobia kini menjadi salah satu ideologi masyarakat
Eropa yang membentuk satu masyakat populis baru. Masyarakat membentuk serikat dan
kelompoknya sendiri sebagai respon atas anti Islam yang bertujuan untuk menghilangkan Islam
dari Eropa karena dianggap sebagai ancaman keamanan baik untuk individu maupun untuk
kelompok. Dewan keamanan dan komisi Eropa berusaha untuk menangani kasus-kasus
diskriminasi dan kekerasan yang timbul sebagai akibat dari Islamophobia yang berlebihan di
kalangan masyarakat ini. Sebab tindakan masyarakat yang diskriminatif tersebut tentu saja
terdapat pelanggaran hak asasi manusia dan menjadi isu penting di tengah isu krisis yang sedang
melanda Eropa.
Meskipun demikian, masih banyak kelompok-kelompok yang tidak menginginkan
Islamophobia menjadi momok yang menakutkan bagi Eropa. Banyak dibentuk kelompokkelompok massa terutama anak muda yang mendukung anti diskriminasi dan anti kekerasan
8
Sumber : http://dunia-islam.pelitaonline.com/news/2013/03/07/kasus-rasisme-di-eroparumah-ibadah-dilecehkan#.Ucrqw9g190s (Diakses 25 Juni 2013)
yang sering dilakukan terhadap pendatang maupun masyarakat Muslim Eropa. Bahkan mereka
menggelar aksi damai dan mengumpulkan banyak dukungan untuk mendapatkan simpati Eropa
terhadap kasus yang sedang terjadi dan membuat masyarakat khawatir. Dikutip dari website
resmi, yang mengatakan bahwa :
Jika Eropa menginginkan damai dan persatuan, dia tidak boleh
melupakan kengerian yang disebabkan oleh diskriminasi rasial, anti-semit, dan
anti-gipsi: holocaust. Sebagai tanda akan kenangan ini, yang mengungkapkan
keinginan untuk berkontribusi bagi Eropa yang beragam, tempat yang
memungkinkan untuk masing-masing hidup berdampingan, kaum muda dari 5
negara Eropa yang baru saja mengunjungi Auschwitz bersama Komunitas
Sant'Egidio. Setelah peziarahan ke kamp konsentrasi dan pertemuan dengan
saksi-saksi dan mereka yang bertahan hidup (lihat program di bawah), mereka
telah mengeluarkan seruan, sebuah ungkapan dari komitmen mereka untuk
"menyisihkan semua bentuk rasisme, diskriminasi, dan penghinaan terhadap
manusia dan terhadap kehidupan dan secara aktif berkontribusi kepada Eropa
tempat semua bisa hidup bersama: dalam satu dunia tanpa rasisme".
Setiap kali orang asing menderita karena kekerasan di kota kami, setiap
orang menemui penghinaan dikarenakan asal-usul, agama atau karena berbeda,
satu jalan kebencian dan kekerasan disiapkan di dalam hati tiap-tiap orang. Oleh
sebab itu kami ingin bersaksi bahwa kami semua telah melihat dan mendengar
perihal hari-hari ini dan kami menginginkan rekan-rekan kami dan generasi
sesudah kami mengenai pentingnya mengesampingkan bentuk-bentuk rasisme,
diskriminasi atau pun penghinaan terhadap manusia dan kehidupan. Kami
berhenti dan meletakkan karangan bunga di tempat simbolis ini, tempat banyak
perjalanan hidup berakhir dengan tiba-tiba. Kami berjalan melewati jalur-jalur
yang menjadi perjalanan akhir mereka untuk menghormati para korban butanya
kekerasan, dan dicabut martabat bahkan hidupnya sebagai manusia. Kami yakin
mengenai nilai absolut kehidupan dan pengampunan di atas balas dendam. Kami
ingin mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Oleh sebab itu kami ingin
berkontribusi secara aktif untuk satu Eropa tempat setiap orang bisa hidup
bersama: Satu dunia tanpa rasisme. Satu dunia tanpa rasisme!9.
Islamophobia memang menjadi momok yang mengerikan di Eropa di tengah krisis
ekonomi yang sedang dihadapinya. Eropa meskipun demikian tetap berusaha untuk terus
meminimalisir Islamophobia di kalangan masyarakat untuk menghindari bentrokan dan konflik
yang terjadi di antara masyarakat itu sendiri begitupun dengan kaum pendatang.
Kaum muda Eropa menjadi aktor utama dalam tindakan dan gerakan anti Muslim dan
anti imigran tersebut. Keinginan mereka untuk mengusir Islam dan Muslim dari Eropa begitu
9
Sumber :
http://www.santegidio.org/pageID/3/langID/id/itemID/6863/Satu_Eropa_tanpa_Diskriminasi_d
an_Rasisme_Berawal_dari_Auschwitz.html (Diakses 25 Juni 2013)
besar hingga mereka mampu melakukan tindakan diskriminatif dan kekerasan yang cukup parah
sebagai bentuk respon terancamnya individu bahkan negara dari tindakan Muslim seperti yang
tergambar jelas dari tragedi 9 September 2001 di Amerika yang merupakan serangan teroris
Islam terhadap bangunan penting bagi pemerintahan.
Black September tentu saja berpengaruh banyak terhadap Islamophobia serta tindakan
anti imigran di Eropa yang sempat hilang sekitar tahun 1995. Masyarakat Eropa kembali
melakukan tindakan rasisme untuk menghambat perkembangan Islam dan juga keberadaan kaum
Muslim yang setiap tahunnya semakin bertambah. Masyarakat Eropa semakin diselimuti
ketakutan akan terjadinya tragedi yang sama di Eropa. Sesuai dengan hipotesis yang telah
diungkapkan sebelumnya bahwa Peristiwa Black September berimplikasi pada semakin
tingginya tingkat Islamophobia di Eropa. Masyarakat Eropa semakin diselimuti ketakutan dan
merasa terancam dengan kejadian yang dianggap sebagai teror Muslim Al Qaeda yang dipimpin
oleh Sadam Husein.
Namun meskipun begitu, masih banyak anak-anak muda Eropa yang bersatu untuk
membentuk gerakan anti diskriminasi dan juga pro HAM. Mereka menganggap bahwa tindakan
yang dilakukan oleh gerakan massa yang lain sebagai respon terhadap Muslim di Eropa
merupakan tindakan rasis yang sewenang-wenang, sehingga akan menimbulkan perpecahan dan
kehancuran di tengah masyarakat Eropa itu sendiri. Mereka mengharapkan Eropa menjadi satu
tanpa adanya rasisme.