Meraih Surga di Bulan Romadhon

1

Judul asli :

FUSHUL FI SHIYAM
Penulis:

Syaikh M uhammad bin Shalih Al-Utsaimin

t

Edisi Indonesia:

MERAIH SURGA

Penerjemah:

Team I’dad Du’at Ponpes Al-Ukhuwah
Editor:

Ust adz Abu Sulaiman Aris Sugiant oro

Pener bit :
PUSTAKA AL-M INHAJ

Alamat : Ponpes Al-Ukhuwah
Joho, Sukoharjo, Solo - Jawa Tengah 57513
Cp. 085293155252

2

M eraih Surga Bulan Ramadhan

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................... 3
MUKADIMAH .................................................... 5
PA SA L PERTA MA : H UKUM PUA SA .............. 7
PA SA L KEDUA : H IKMA H DAN FA IDA H
PUASA ......................................................... 12
PA SA L KETIGA : H UKUM BERPUA SA BA GI
ORA N G SAKIT DA N MUSA FIR ............... 17
PA SA L KEEMPAT :PEM BATA L-PEMBATA L

PUASA ......................................................... 26
PA SA L KELIMA : SH A LAT TA RAWIH .......... 33
PA SA L KEEN A M : ZA KAT DA N FA EDA H FA EDAH NYA .............................................. 38
PA SA L KETUJUH : PEN ERIMA ZA KAT ........ 51
PA SA L KEDELA PA N : ZA KAT FITRA H ....... 57

Daftar Isi

3

4

M eraih Surga Bulan Ramadhan

MUKADIMAH
egala puji hanya milik A llah Ta’ala, kami
memuji, memohon pertolongan, memohon
ampunan, dan bertaubat hanya kepada-N ya
semata. Kami berlindung kepada A llah Ta’ala dari
kejelekan jiw a-jiw a dan keburukan amal perbuatan

kami. Barangsiapa yang A llah Ta’ala beri petunjuk,
maka sekali-kali tidak ada yang mampu menyesatk anny a, d an barangsi apa y ang A l lah Ta’ al a
sesatkan maka sekali-kali tidak ada yang mampu
memberikan hidayah kepadanya. Dan aku bersaksi
bahwa N abi M uhammad adalah hamba dan utusanN ya. Shalaw at dan salam semoga tercurah kepada
N abi M uhammad, keluarga, para sahabatnya, dan
orang-orang yang senantiasa mengikutinya dalam
kebaikan. A mma ba’du:

S

Seiring dengan akan tibanya bulan suci Ramadhan
yang penuh barakah, maka kami akan menyajikan
k epada sau dar a-saudar a k ami k aum m usl imi n
beberapa hal penting yang berkaitan dengan bulan
Ramadhan, seraya memohon kepada Allah Ta’ala agar
M ukadimah

5


menjadikan amalan kami ikhlas karena-N ya, sesuai
dengan syari‘at-N ya, bermanfaat bagi makhluk-N ya.
Sesungguhnya A llah Ta’ala M aha Dermaw an lagi
M aha mulia. Beberapa hal tersebut adalah:
Pasal pertama

: H ukum puasa.

Pasal kedua

: H ikmah dan faidah puasa.

Pasal ketiga

: H ukum berpuasa bagi orang

sakit dan musafir.
Pasal keempat

: Hal-hal yang merusak ibadah


puasa.
Pasal kelima

: Shalat Tarawih.

Pasal keenam

: Zakat dan faidah-faidahnya.

Pasal ketujuh

: Golongan yang berhak me

nerima zakat.
Pasal kedelapan

6

: Zakat fitrah.


M eraih Surga Bulan Ramadhan

PASAL PERTAMA :
HUKUM PUASA
uasa Ramadhan adalah kew ajiban yang telah
ditetapkan dalam Kitabullah yaitu A l-Qur‘an
dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi w a
sallam serta ijma‘(kesepakatan) kaum muslimin.

P

A llah Ta’ala berfirman:

H ukum Puasa

7

“ Hai orang-orang yang beri man, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orangorang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (yaitu)

dalam beberapa har i yang ter tentu. M aka jika di
antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menj al ankannya (j i ka mer eka t i dak ber puasa)
membayar fidyah, (yaitu) member i makan seor ang
mi ski n. Barangsi apa yang dengan ker el aan hati
mengerjakan kebajikan, maka itu lah yang lebih baik
baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. (Beber apa hari yang ditentukan itu
8

M eraih Surga Bulan Ramadhan

ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
di t ur unkan (per mul aan) A l -Q ur ’ an sebagai
petunjuk bagi manusi a dan penjelasan-penjel asan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di

antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bul an i t u, dan bar an gsi apa saki t at au dal am
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain. Allah Ta’ala menghendaki
kemudahan bagi mu, dan t i dak men ghendaki
kesukar an bagi mu . D an hendakl ah kamu
mengagungkan Allah Ta’ala atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS.
A l -Baqarah: 183-185).

N abi M uhammad shallallahu ‘alaihi w a sallam
telah bersabda:

“ Agama Islam dibangun di atas lima hal; Bersaksi
bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah
Ta’ala dan bahwa M uhammad adalah utusan Allah
H ukum Puasa

9


Ta’ al a, menegakkan shal at , menunai kan zakat ,
berhaji ke Baitull ah, dan berpuasa Ramadhan.” (
M uttaf aqun `al ai h ). Sedangkan riwayat M uslim
berbunyi ; “ berpuasa Ramadhan dan berhaj i ke
Baitullah.”

A dapun kaum muslimin telah sepakat tentang
hukum w ajibnya berpuasa pada bulan Ramadhan.
M aka barangsiapa yang mengingkari akan kew ajiban
puasa bulan Ramadhan, maka dia murtad dan kafir.
Lal u ia diminta untuk bertaubat, mak a jik a di a
ber taubat dan m enetapk an kew ajiban berpuasa
Ramadhan, maka taubatnya diterima. Dan jika tidak
bertaubat maka dia diperangi dalam keadaan kafir.
Kew ajiban berpuasa Ramadhan dimulai pada
tahun kedua H ijriyah, sehingga N abi M uhammad
shallallahu ‘alaihi w a sallam berpuasa sebanyak
sembilan kali di bulan Ramadhan. Dan puasa itu
hukumnya w ajib bagi setiap muslim, baligh dan

berakal.
Dan orang kafir tidaklah w ajib untuk berpuasa,
dan jika dia berpuasa maka puasanya tidak diterima
sehingga dia masuk Islam terlebih dahulu. Demikian
pula anak kecil tidak diw ajibkan baginya u ntuk
berpuasa Ramadhan hingga telah sampai w aktu
balighnya, yaitu bila telah genap berusia lima belas

10 M eraih Surga Bulan Ramadhan

tahun, atau d engan tumbuhny a bulu di sek itar
kemaluan, atau dengan keluarnya air mani akibat
mimpi basah atau yang sejenisnya. Sedangkan bagi
w anita ditambahkan dengan keluarnya darah haidh.
M aka jika seorang anak menjumpai salah satu dari
ciri-ciri tersebut pada dirinya, maka dia dihukumi
sebagai anak yang telah baligh. A kan tetapi anak kecil
boleh diperintah untuk berpuasa, jika ia mampu dan
tidak memadharatkan dirinya, supaya dia terbiasa dan
menjadikan mudah baginya untuk berpuasa. Dan

tidak w ajib berpuasa bagi orang yang hilang akalnya
disebabkan gila, atau kurang normal otaknya atau
yang sejenisnya. Maka karena itu, apabila ada seorang
tua, lalu dia pikun dan tidak mampu membedakan
sesuatu yang baik dan yang buruk, maka tidak ada
k ew ajiban ber puasa dan m em ber i m ak an (faki r
miskin) atas dirinya.

H ukum Puasa

11

PASAL KEDUA :
HIKMAH DAN FAIDAH PUASA
i antara nama-nama A llah Ta’ala adalah A lHakim. Dan dzat yang hakim itu disifati dengan
sifat hikmah. Sedangkan hikmah itu adalah
bersikap bijaksana dalam urusan dan menempatkan
sesuatu sesuai tempatnya. Dan konsekuensi dari
salah satu nama diantara nama-nama A llah Ta’ala ini
adalah bahw a semua apa yang Dia ciptakan dan Dia
syariatkan itu untuk hikmah yang agung, hal ini akan
diketahui oleh orang yang mengetahuinya sedangkan
orang yang jahil maka dia tidak mengetahuinya.

D

A d apun puasa y ang telah A llah Ta’ala tel ah
syariatkan dan w ajibkan kepada hamba-N y a itu
mempunyai hikmah yang agung dan mempunyai
faidah yang melimpah ruah. Di antara hikmah puasa
adalah:
- Puasa merupakan ibadah yang dipergunakan
seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada
Rabbnya, dengan meninggalkan hal-hal yang dia sukai
seperti makan, minum, dan hubungan badan. Supaya
12 M eraih Surga Bulan Ramadhan

dengan amalan ini ia bisa menggapai keridhaan dari
Rabbnya dan mendapatkan kemenangan di negeri
kemuliaan-Nya. Maka dari itu akan menjadi jelas bagi
seseorang yang mengutamakan kecintaannya kepada
rabbnya daripada kecintaan terhadap dirinya sendiri,
dan lebih mengutamakan negeri akhirat daripada
kehidupan dunia.
- Puasa merupakan sebab untuk meraih ketaqw aan, jika seseorang melaksanakan karena meyakini
w ajibnya hukum berpuasa tersebut. A llah Ta’ala
berfirman:

“ Hai orang-orang yang beri man, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orangorang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS.
A l -Baqarah: 183)

M aka orang yang berpuasa itu diperintahkan agar
bertaqw a kepada A llah Ta’ala, yaitu dengan menjalankan puasa semata-mata ikhlas karena-N ya dan
menjauhi larangan-N ya. Dan ini merupakan tujuan
terbesar dari ibadah puasa. Dan bukanlah tujuan
puasa itu untuk menyiksa orang yang berpuasa
H ikmah Puasa dan Faidah Puasa

13

d engan m eni nggal k an m ak an, m i nu m , d an
berhubungan badan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda:

“ Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan
perbuatan palsu, serta kebodohan, maka Allah Ta’ala
tidak butuh kepada puasanya meski ia meninggalkan
makan dan minum.” (H R Buk hari )

Ucapan palsu adalah setiap ucapan yang diharamkan, di antaranya seperti berdusta, ghibah, mencela,
dan yang lainnya dari jenis ucapan-ucapan yang
diharamk an. Sedangkan perbuatan palsu adalah
melakukan perbuatan yang di haramkan, seperti
m em u suhi manusi a d engan ber si kap k hi anat ,
mencela, memukul badan, mengambil harta dan lain
sebagainya. Dan masuk dalam kategori ini adalah
mendengarkan sesuatu yang diharamkan, seperti
mendengarkan nyanyian-nyanyian dan ma’azif yang
diharamkan. Al-ma’azif yaitu semua alat yang sia-sia.
Dan arti kebodohan adalah ketololan, yaitu tidak lurus
dalam ucapan dan perbuatan.
M aka apabila seorang yang berpuasa itu berjalan

14 M eraih Surga Bulan Ramadhan

sesuai dengan konsekuensi dari ayat dan hadits ini,
niscaya puasanya menjadi mediator untuk men tarbiyah diri pribadi dan mendidik akhlaknya, dan agar
istiqamah dalam menempuhnya. Dan tidaklah dia
keluar dari bulan Ramadhan itu melainkan dalam
keadaan benar-benar mendapatkan dampak (pengaruh) yang dalam (dari puasanya), dimana pengaruh
ini nampak pada diri, akhlak dan kehidupannya.
Termasuk dari hik mah berpuasa adal ah:
1. Orang yang kaya mengetahui kadar kenikmatan
yang telah A llah Ta’ala berikan kepadanya dalam
bentuk kekay aan, yang m ana A l lah Ta’ ala telah
memudahkan baginya untuk mendapatkan hal yang
ia inginkan dari makanan, minuman, berhubungan
badan yang telah A llah Ta’ala perbolehkan menurut
ti mbangan sy ar ’ i , dan A l lah Ta’ al a ju ga tel ah
memberikan kemudahan berupa kemampuan untuk
mendapatkannya. Oleh sebab itulah ia bersyukur
kepada Rabbnya atas nikmat-nikmat ini. Dia akan
selalu mengingat-ingat saudaranya yang fakir yang
tidak mulus jalan yang ia tempuh untuk mendapat
yang seperti itu. M aka ia akan mew ujudkan rasa
syukurnya tersebut dengan cara bershadaqah dan
berbuat kebaikan.

H ikmah Puasa dan Faidah Puasa

15

2. M elatih untuk mengekang haw a nafsu dan
mengendalikannya, hingga ia mampu menyetirnya
dan mengerahkannya kep ada hal-hal yang akan
mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan baginya,
baik di dunia maupun akhirat. Berpuasa juga akan
menjauhkan dirinya dari menjadi sifat manusia yang
berperingai seperti binatang yang tidak mampu
mengekang diri dalam menuruti kelezatan syahw at,
padahal dalam perbuatan ini mengandung kemaslahatan bagi dirinya.
3. M endapat faidah kesehatan yang merupakan
buah dari berhentinya makan sehingga berhenti pula
pencer naan d al am jangk a w ak tu ter tentu, d an
mengurangi zat-zat yang berlebihan dan zat-zat yang
membahayakan terhadap tubuh atau yang lainnya.

16 M eraih Surga Bulan Ramadhan

PASAL KETIGA:
HUKUM BERPUASA BAGI
ORANG SAKIT DAN MUSAFIR
A llah Ta’ala berfirman:

“ …dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu
i a berbuka), maka (waj iblah baginya ber puasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada harihari yang lain. Allah Ta’ala menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunj uk-N ya yang diberikan kepadamu, supaya

H ukum Berpuasa Bagi Orang Sakit........

17

kamu bersyukur. “ (QS. A l -Baqarah : 185)

Orang yang sakit terdiri atas dua kelompok:
K el ompok Pertama: Or ang y ang saki t ter usmenerus dan tidak mungkin diharapkan kesembuhannya, misalnya orang yang sakit kanker. M aka orang tersebut tidak wajib untuk berpuasa, karena tidak
ada baginya kesempatan yang dapat diharapkan
untuk bisa melaksanakan puasa. A kan tetapi ia wajib
memberikan makanan kepada seorang miskin dari
setiap hari yang ia tinggalkan tersebut. H al ini dapat
d il akuk an dengan m engum pul k an or ang-orang
miskin sejumlah hari-hari yang ia tinggalkan lalu
memberikan makan malam atau makan siang kepada
mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh A nas bin
M alik ketika masa tuanya. A tau, bisa juga dengan
menyerahkan makanan kepada orang-orang miskin
sejumlah hari-hari yang ia tinggalkan. Untuk satu
orang miskin sebanyak seperempat sho’ nabaw i,
yaitu seberat 510 gram jika berupa gandum yang
bagus. Dan merupakan hal y ang bagu s ap abil a
di tambahk an lauk ber upa dagi ng atau mi ny ak
bersama makanan pokok tersebut. Semisal dengan
kelompok ini adalah orang yang sudah lanjut usia
yang tidak mampu lagi untuk melaksanakan puasa.

18 M eraih Surga Bulan Ramadhan

K el ompok K edua: Orang yang sakitnya tidak
terus-menerus dan bisa diharapkan untuk sembuh,
seperti sakit demam dan sebagainya. Kelompok ini
mempunyai tiga keadaan:
Keadaan pertama: Tidak memberatkannya
jika berpuasa dan tidak membahayakannya. M aka,
tetap wajib baginya untuk berpuasa karena tidak ada
udzur baginya.
Keadaan kedua: M emberatkannya jika berpuasa namun ti dak membahay ak anny a. M ak a,
hukumnya makruh jika ia melaksanakan puasa karena
dengan demikian ia telah meninggalkan rukhshah
(keringanan) dari A llah Ta’ala dan memberatkan diri
sendiri.
Keadaan ketiga: M embahayakan dirinya jika
ia melaksanakan puasa. Maka, haram hukumnya jika
ia melaksanakan puasa, karena hal itu akan menimbulkan kecelakaan bagi dirinya sendiri. A llah Ta’ala
telah berfirman:

“ D an j anganl ah kal i an membunu h di r i kal i an
sendiri, sesungguhnya Allah M aha Pemurah kepada
kali an.”

H ukum Berpuasa Bagi Orang Sakit........

19

Dan A llah Ta’ala berfirman:

“ D an janganlah kalian melemparkan diri kalian
sendiri ke dalam kebinasaan.”

Dan di dalam sebuah hadits, N abi shallallahu
‘alaihi w a sallam bersabda:

“ Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak
boleh membahayakan orang lain.”

H adits ini diriw ayatkan oleh Ibnu M ajah dan A l
H akim. Imam A n N aw aw i berkata bahw a hadits ini
mempunyai beberapa jalan yang saling menguatkan.
Seseorang bisa mengetahui bahw a melaksanakan
puasa akan berbahaya baginya dengan perasaannya
secara langsung, dan bisa juga dengan pemberitahuan
dokter yang terpercaya. Dan setiap kali orang yang
sakit dari kelompok ini tidak melaksanakan puasa,
maka ia w ajib untuk mengqadha’ hari-hari yang ia
tinggalkan tersebut jika telah sembuh dari sakitnya.
A dapun jika ia meninggal sebelum sembuh dari
sakitnya, maka tidak ada kew ajiban untuk mengqadha’ (mengganti puasa pada hari yang lain), karena
yang w ajib baginya adalah mengganti puasa pada
20 M eraih Surga Bulan Ramadhan

hari-hari yang lain sedangkan ia tidak mendapatkan
hari-hari tersebut.
A dapun musafir terdiri atas dua kelompok:
K el ompok Pertama: Orang yang melakukan safar
(perjalanan jauh) dengan tujuan supaya terlepas dari
kewajiban melaksanakan puasa. M aka orang tersebut
tidak diperbolehkan meninggalkan puasa, karena
telah melakukan tipu daya untuk menghindar dari
k ew aji ban. H al ter sebut ti dak l ah meny ebabk an
kew ajiban tersebut gugur.
K el ompok k edua: Orang yang melakukan safar
bukan karena tujuan di atas. Kelompok ini mempunyai tiga keadaan:
K eadaan per tama: Puasa tersebut sangat
memberatkan orang yang safar. Maka dalam keadaan
ini haram hukumnya untuk melaksanakan puasa. Hal
ini dikarenakan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi w a
sallam dalam perang Fathu M akkah dalam keadaan
berpuasa, datanglah berita bahw a para manusia
merasa berat dalam berpuasa dan mereka menunggu
apa yang akan N abi shallallahu ‘alaihi w a sallam
kerjakan. Lalu beliau meminta dibawakan satu wadah
ber i si ai r. Set el ah w ak t u ash ar m emi num ny a,
sedangkan saat itu par a sahabat melihat beliau.
Kemudian dikatakan kepada beliau: “ Sesungguhnya

H ukum Berpuasa Bagi Orang Sakit........

21

sebagi an manusi a tetap ber puasa.” Lal u beli au
bersabda:

“ M er eka adal ah or ang-or ang yang ber maksi at ,
mereka itu adalah orang-orang yang bermaksi at.”
(H R. M usl i m)

Keadaan kedua: Puasa tersebut memberatkan
orang yang safar namun tidak sampai pada keberatan
y ang sangat. M ak a, huk um ny a m ak ruh jik a ia
melaksanakan puasa, karena dengan melaksanakan
puasa berar ti i a tel ah m eni nggal k an r uk hshah
(keringanan dari A llah Ta’ala) dan memberatkan diri
sendiri.
Keadaan ketiga: Puasa tersebut tidak member atkanny a. M ak a, dal am k eadaan seper ti ini ia
memilih yang paling ringan baginya, boleh baginya
unt uk ber puasa bol eh juga ti dak . A l l ah Ta’ al a
berfirman:

“ Allah menghendaki kemudahan atas kalian dan
tidak menghendaki kesukaran atas kalian.”

Iradah (menghendaki) yang dimaksudkan dalam
ayat ini adalah mahabbah (mencintai). A pabila antara
22 M eraih Surga Bulan Ramadhan

berpuasa dengan tidak berpuasa sama-sama tidak
memberatkan, maka melaksanakan puasa adalah lebih
utama karena demikianlah yang dilaksanakan N abi
shallallahu ‘alaihi w a sallam. Sebagaimana yang
disebutkan dalam Shahih Muslim dari A bu Darda’,
ia berkata:

“ Kami keluar bersama Rasulullah
pada bulan
Ramadhan ketika hari sangat panas, hingga salah
seorang dar i kami mel etakkan tangannya di atas
kepalanya dikarenakan panas yang sangat. Dan tidak
ada di antara kami yang berpuasa ketika itu kecuali
Rasulullah
dan Abdullah bin Rawahah.”

Seseorang dikatakan dalam keadaan safar (bepergian) sejak ia keluar dari daerahnya sampai ia kembali
ke daerah asalnya tersebut. M eskipun ia tinggal di
tempat tujuan safarnya beberapa w aktu lamanya, ia
tetap dinamakan musafir selama ia meniatkan untuk
t i dak ber m u k i m d i t em p at i tu setel ah sel esai
H ukum Berpuasa Bagi Orang Sakit........

23

u r u sanny a. Ol eh k ar ena i t u , i a m end ap at k an
r uk hshah (k er i nganan) bagi or ang y ang safar
meskipun dalam w aktu yang lama. H al ini dikarenakan tidak ada keterangan dari N abi shallallahu
‘alaihi w a sallam tentang batas w aktu tertentu
selesainya safar. M aka pada asalnya adalah tetap
dalam kondisi safar dan diiringi dengan hukumhukum yang berkaitan dengannya sampai datang
d al il y ang m enu nju k k an sel esai ny a saf ar dan
d it i ad ak anny a hu k um -huk u m y ang ber k ai tan
dengannya.
Dan tidak ada perbedaan rukhshah, antara safar
yang datang sekali waktu saja, seperti haji, umrah,
mengunjungi karib kerabat, berdagang, dan semisalnya dengan safar yang terus menerus, seperti safarnya
pengemudi kendaraan umum (taksi), atau selainnya
seperti kendaraan-kendaraan yang besar. Kapan saja
mereka keluar dari daerahnya, maka ketika itu mereka
dalam keadaan safar, diperbolehkan bagi mereka halhal yang diperbolehkan bagi musafir lainnya, seperti
tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan mengqashar
(meringkas) shalat yang empat rakaat menjadi dua
rakaat. Demikian pula boleh menjamak (mengumpulkan) antara shalat dzuhur dengan ashar, serta
maghrib dengan isyak jika ada hajat (kebutuhan).
Tidak berpuasa ketika dalam keadaan safar tersebut
24 M eraih Surga Bulan Ramadhan

adalah lebih utama jika hal itu lebih memudahkan,
kemudian mereka mengqadha’ puasa yang ditinggalk an ter sebu t pada mu sim dingin. K arena, p ar a
pengemudi kendaraan tersebut mempunyai daerah
tempat mereka berasal. Oleh karena itu, kapan saja
berada di negeri asalnya, mereka adalah orang-orang
mukim, mereka mendapatkan hak orang-orang yang
mukim dan mendapatkan kew ajiban bagi orang-orang yang mu kim. Dan kapan saja mereka safar,
mereka mendapatkan hak bagi orang yang safar dan
mendapatkan kew ajiban bagi orang yang safar.

H ukum Berpuasa Bagi Orang Sakit........

25

PASAL KEEMPAT :
PEMBATAL- PEMBATAL PUASA
Pembatal -pembatal puasa ada tujuh hal :
1. Jima’ (Berhubungan suami isteri)
Yaitu memasukkan dzakar (kemaluan laki-laki) ke
farji (kemaluan w anita). M aka, jika seorang yang
berpuasa melakukan jima’, maka batal puasanya.
Kemudian, jika jima’ tersebut dilakukan pada siang
har i bu l an Ram ad han sed angk an or ang y ang
melakukannya termasuk orang yang w ajib untuk
berpuasa, maka w ajib baginya membayar kafarah
mughalladhah, karena jeleknya apa yang ia lakukan.
Kaf arah ter sebut adalah mem bebask an seor ang
budak, jika tidak mendapatkan budak maka berpuasa
dua bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu
mengerjakannya maka memberikan makanan kepada
enam puluh orang miskin. A dapun jika orang yang
melakukan jima’ tersebut adalah orang yang tidak
w ajib untuk mengerjakan puasa, seperti musafir,
maka yang w ajib ia kerjakan hanyalah mengqadha’
puasanya tanpa membayar kafarah.
26 M eraih Surga Bulan Ramadhan

2. M engeluarkan air mani karena bercumbu,
mencium, atau memeluk. A dapun jika mencium dan
tidak keluar air mani maka tidak mengapa.
3. M ak an dan mi num . Yai tu, memasu k k an
mak anan atau minuman ke kerongkongan, baik
mel al ui mul ut atau mel al ui hid ung, d ari jeni s
makanan atau minuman apa saja. Dan tidak diperbolehkan bagi orang yang berpuasa menghirup asap
dupa sampai masuk ke dalam kerongkongannya,
karena asap adalah suatu materi. A dapun mencium
bau wew angian maka tidak mengapa.
4. Segala sesuatu yang semakna dengan makan
dan minum, misalnya suntikan yang mengandung
nutrisi makanan sehingga mencukupi dari kebutuhan
makan dan minum. A dapun suntikan yang tidak
mengandung nutrisi makanan maka tidak membatalkan puasa, sama saja apakah suntikan tersebut
melalui otot ataupun pembuluh darah.
5. M engeluarkan darah dengan hijamah (berbekam). Dikiaskan dalam hal ini adalah melakukan donor (menyumbangkan) darah, dan semisalnya yang
m em ber i k an p engar u h k ep ad a bad an sep er t i
pengaruh berbekam. A dapun mengeluarkan sedikit
darah untuk tes darah dan semisalnya, maka tidak
membatalkan puasa karena yang demikian ini tidak
menyebabkan lemahnya badan seperti pengaruh yang
Pembatal-Pembatal Puasa

27

diakibatkan oleh hijamah.
6. M untah dengan sengaja. Yaitu, mengeluarkan
isi lambung berupa makanan atau minuman.
7.

Keluarnya darah haid atau nifas.

Pembatal-pembatal puasa tersebut di atas tidaklah
menyebabkan batalnya puasa kecuali dengan tiga
syarat:
M engetahui hukum dan waktu.
Dikerjakan dalam keadaan ingat.
Dikerjakan tanpa keterpaksaan.
Oleh karena itu, jika seseorang berbekam sedangkan ia menyangka bahw a berbekam tersebut tidak
membatalkan puasa maka puasanya tetap sah, karena
i a menger jak anny a d alam k ead aan jahi l (tid ak
mengetahui). A llah Ta’ala berfirman:

“ Dan tidak ada dosa atas kalian pada apa-apa yang
k alian tersalah p adany a, ak an tetapi (yang ad a
dosanya) adalah apa-apa yang disengaja oleh hati-hati
kalian.”

28 M eraih Surga Bulan Ramadhan

Dan A llah Ta’ala berfirman:

“ Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami
jika kami lupa atau kami tersalah.”

M aka A llah Ta’ala berfirman:
“ Aku telah melakukannya.”

Dalam hadits riw ayat Bukhari dan M uslim, dari
A di bin H atim bahw asanya ia meletakkan dua utas
benang ber w ar na hi t am d an p u t i h d i baw ah
bantalnya, lalu ia makan sembari melihat pada kedua
benang tersebut. Setelah jelas perbedaan antara kedua
benag tersebut, maka ia menghentikan makannya. Ia
melakukannya karena meny angka bahw a inilah
makna firman A llah Ta’ala;

“ Hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam.”

Kemudian ia mengkhabarkan apa yang ia kerjakan
tersebut kepada N abi shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
lalu beliau bersabda kepadanya:

Pembatal-Pembatal Puasa

29

“ Sesu nggu hny a y ang d i m ak su d k an ad al ah
putihnya siang dan gelapnya malam.”
Dan N abi shallallahu ‘alaihi w a sallam tidak
memerintahkannya untuk mengulangi puasanya.
Demik ian pul a, jika seseorang makan k arena
meny angk a fajar bel um ter bi t atau meny angk a
m atahar i t el ah t enggel am , k em u d ian ter ny ata
sangkaannya tersebut keliru maka puasanya tetap
sah, karena ia tidak mengetahui w aktu. Disebutkan
dalam Shahih Bukhari , dari A sma’ binti A bu Bakar, ia
berkata: “ (Suatu ketika) pada masa N abi shall all ahu
‘alaihi wa sallam , ketika keadaan langit mendung kami
berbuka puasa, kemudian terlihatlah matahari.”
Ji kalau kasus seperti itu mew aji bk an adany a
qadha’, tentulah N abi shallallahu ‘alaihi w a sallam
telah menjelaskannya, karena A llah Ta’ala telah
menyempurnakan agama Islam dengan diutusnya
beliau. Dan jikalau N abi menjelaskannya, tentulah
ada nukilan dari para sahabat tentang hal itu, karena
A llah Ta’ala telah menjamin untuk menjaga agama
ini. Dikarenakan tidak adanya nukilan dari para
sahabat, maka kita mengetahui bahw a mengqadha’
puasa dalam keadaan seperti itu bukanlah suatu
kew ajiban. Demikian pula, nukilan tentang hal ini
(ji ka memang ada) adalah sesu atu y ang sangat
dibutuhkan karena perkara ini sangat penting, maka
30 M eraih Surga Bulan Ramadhan

tidak mungkin ada kelalaian dalam hal ini.
Demikian pula, jika seseorang makan dikarenakan
lupa maka puasanya tidaklah batal. Berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi w a sallam :

“ Barangsiapa yang berpuasa lalu makan atau
m i nu m k ar ena l u p a, m ak a hend ak l ah i a
menyempurnakan puasanya, sesungguhnya ia
telah diberi makan dan minum oleh A llah Ta’ala.”
(M uttaf aqun ‘A l ai h)
Dan jika seseorang dipaksa untuk makan, atau
ketika berkumur-kumur kemudian masuk air ke
per utn y a, atau menetesk an obat tetes m ata k e
matanya lalu tetesan tersebut dirasakan di kerongkongannya, atau bermimpi sehingga keluar air mani
darinya, maka puasanya tetap sah dalam semua
keadaan tersebut dikarenakan hal itu terjadi bukan
karena kesengajaannya.
Dan seseorang tidaklah batal puasanya dikarenakan bersiw ak, bahkan bersiw ak disunnahkan bagi
orang yang berpuasa dan selainnya pada setiap w aktu,
di aw al si ang m aupun di ak hi r ny a. Dan diper Pembatal-Pembatal Puasa

31

bolehkan bagi orang yang berpuasa untuk mengerjakan apa-apa yang dapat meringankannya dari hawa
yang panas dan haus, seperti mendinginkan diri
dengan air dan semisalnya. Karena sesungguhnya
N abi shallallahu ‘alaihi w a sallam bersabda:

“ D ahul u bel i au menuangkan ai r ke kepal anya
sedangkan bel i au dal am keadaan ber puasa
dikarenakan haus.”

Demikian pula, Ibnu Umar pernah membasahi
baju kemudian dipakainya baju tersebut sedangkan
i a dal am k eadaan ber puasa. Dan i ni ter masuk
kemudahan yang A llah Ta’ala kehendaki bagi kita.
H anya milik A llah Ta’ala segala pujian dan karunia
atas kenikmatan dan kemudahan-N ya.

32 M eraih Surga Bulan Ramadhan

PASAL KELIMA :
SHALAT TARAW IH
arawih adalah shalat sunnah malam hari yang
d i lakuk an secar a ber jamaah pad a bul an
Ramadhan, dan waktunya dilaksanakan setelah shalat ‘isya hingga terbit fajar. Dan sungguh
Rasu l u l l ah shal l al lahu ‘ al ai hi w a sal l am t el ah
menganjurkan agar menegakkan shalat sunnah taraw ih ini. Rasulullah bersabda:

T

“ Barangsiapa yang menegakkan qiyamullail (shalat
tarawih) karena iman dan mengharap pahala, niscaya
kami mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

D an d i d al am Shahi h Bu khar i , d ar i ‘ A isy ah
Radhiallahu ‘anha, bahw asanya N abi shallallahu
‘alaihi w a sallam telah bersabda:

Shalat Taraw ih

33

“ Rasulullah keluar pada suatu malam, lal u beliau
shal at di masj i d, l al u shal at l ah beber apa or ang
bersama beliau. Kemudian pada malam berikutnya
Rasul ul l ah shal at l agi , maka or ang-or ang pun
bertambah banyak. Kemudian pada malam ketiga
at au keempat par a sahabat ber kumpul , namun
Rasulullah tidak keluar kepada mereka. M aka tatkala
shalat subuh, Rasul ullah bersabda: Sungguh aku
telah melihat apa yang kalian lakukan, dan tidaklah
menghal an gi ku u nt u k kel uar kepada kal i an
melai nkan kar ena aku khawati r (shal at ini) akan
diwajibkan kepada kalian.” Dan itu pada saat bulan
Ramadhan.

A dapu n menurut sunnah dilak uk an sebelas
rakaat, lalu mengucapkan salam pada tiap dua rakaat.
Karena ‘A isyah Radhiallahu ‘anha pernah ditanya
tentang tata cara shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
w a sallam pada bulan Ramadhan, maka ‘A isyah pun
menjaw ab:

34 M eraih Surga Bulan Ramadhan

“ Tidaklah Rasulullah menambah di bulan Ramadhan
dan j uga pada bul an selai nnya lebih dari sebelas
rakaat.” (M uttaf aqun `A l ai h)

Di dalam kitab Al-M uwattha‘ , dari M uhammad bin
Yusuf (seorang yang tsiqah dan tsabt) dari Saib bin
Yazi d (seorang sahabat) bahw asany a Umar bin
Khatthab Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan Ubay
bi n K a‘ ab dan Tam i m A d-D ar i agar k eduany a
mendirikan shalat tarawih sebanyak sebelas rakaat.
Dan ji k al au ju ml ah r ak aat y ang sebel as i ni
ditambah, maka tidaklah mengapa. Karena N abi
M uhammad pernah ditanya tentang shalat sunnah
pada malam hari, lantas beliau menjaw ab:

“ D ua, dua, lal u apabila sal ah seorang di antara
kalian khawatir akan tibanya waktu subuh, maka
shalatlah satu rakaat yang dengannya ia menjadikan
shalatnya menjadi witir.” (M utaf aqun ’A l ai h)

N amun menjaga jumlah bilangan shalat tarawih
yang telah datang (ketetapannya) dari sunnah dan
dilakukan secara perlahan-lahan sambil memperpanjang shalat yang tidak memberatkan manusia,
Shalat Taraw ih

35

maka hal ini lebih utama dan lebih sempurna.
A dapun ap a y an g di k er jak an ol eh sebagi an
manusia yang melakukan shalat dengan terburuburu lagi meremehkannya, maka hal ini menyelisihi
syariat. M aka jika ia sampai menghilangkan satu
kew ajiban atau salah satu rukun, maka hal ini bisa
membatalkan shalat.
Banyak dijumpai para imam yang tidak tenang di
dalam mengerjakan shalat taraw ih, dan ini merupakan salah satu kesalahan mereka. Sesungguhnya
seorang imam itu tidak hanya shalat untuk diri sendiri
saja, tetapi selain untuk dirinya juga untuk orang lain.
Kedudukannya seperti seorang wali (pemimpin) yang
w ajib baginya untuk mengerjakan sesuatu yang lebih
mendatangkan banyak masl ahat. Para ahli ilmu
menyebutkan bahw a tidak disukai seorang imam
melakukan shalat secara cepat, karena hal ini akan
menghalangi para makmum untuk melakukan hal
yang w ajib atas mereka.
Dan hendaknya manusia bersungguh-sungguh
dalam mengerjakan shalat taraw ih i ni dan tidak
menyia-nyiakan perkara ini dengan bepergian dari
satu masjid ke masjid yang lain. Karena barangsiapa
yang menegakkan shalat taraw ih ini bersama imam
hingga selesai, maka diberi pahala baginya shalat
semalam suntuk, meski setelah itu ia tidur di atas
36 M eraih Surga Bulan Ramadhan

kasurnya.
Dan tidaklah mengapa dengan hadirnya para
w ani t a u nt u k m engi k u t i shal at t ar aw i h, ji k a
keadaannya aman dari fitnah. Dengan syarat para
w anita keluar dengan berhiaskan sifat malu, tanpa
ber tabarruj (berhias diri) dengan perhiasan-perhiasan
dan tanpa menggunakan minyak w angi.

Shalat Taraw ih

37

PASAL KEENAM :
ZAKAT DAN FAIDAHFAIDAHNYA
akat merupakan kew ajiban satu dari kew ajiban-kew ajiban di dalam agama Islam, dan ia
mer upak an salah satu rukun dari rukunrukun Islam, serta zakat adalah hal terpenting setelah
dua kalimat syahadat dan shalat. Dan yang menunjukkan akan kew ajiban zakat ini adalah Kitabullah,
Sunnah Rasul-N ya shallallahu ‘alaihi w a sallam dan
i jm a’ (k esep ak at an) sel u r u h k au m m u sl i m i n.
Barangsiapa yang mengingkari kewajiban zakat maka
ia jatuh ke dalam kekafiran dan telah murtad dari
agama Islam. Maka ia diminta untuk segera bertaubat,
jika ia bertaubat itulah yang diharapkan dan jika
menolak maka ia diperangi. Dan barangsiapa yang
bakhil dari mengeluarkannya serta mengurangi dari
zakat itu sedikitpun, maka ia termasuk orang yang
dhalim, berhak mendapatkan hukuman A llah Ta’ala.
A llah Ta’ala berfirman:

Z

38 M eraih Surga Bulan Ramadhan

“ Sekal i -kali j anganl ah or ang-orang yang bakhi l
dengan har t a yang A l l ah Ta’ ala ber i kan kepada
mer eka dar i kar uni a-N y a menyangka, bahwa
kebakhi l an i t u bai k bagi mer eka. Sebenar n ya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhi l kan itu akan di kalungkan kelak di
lehernya di hari kiamat. D an kepunyaan Allah -lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. D an
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
A l i I mran: 180)

Dan di dalam shohih Bukhori terdapat hadits yang
di r i w ay atk an dar i A bu H ur ai r ah, d i a ber k at a:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi w a sallam bersabda:

Zakat dan Faidah-Faidahnya

39

“ Barangsiapa yang Allah Ta’ala berikan kepadanya
harta kemudian ia tidak menunaikan zakatnya, maka
kel ak pada har i ki amat har t a t er sebut akan
diserupakan dalam wujud seekor ular jantan yang
botak kepalanya lagi sangat berbisa yang mempunyai
dua titik hitam di atas matanya. Ular tersebut akan
mel i l i t l eher or ang i t u dan menggi gi t kedua
rahangnya (bagian leher yang atas) terus menerus
sambil mengatakan, ‘aku adalah hartamu, aku adalah
kekayaanmu’.” (H R. Buk hari )

A llah Ta’ala juga berfirman:

40 M eraih Surga Bulan Ramadhan

“ Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah Ta’ala,
maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka
akan mendapat ) si ksa yang pedi h, pada har i
di pan askan emas per ak i t u di dal am ner aka
Jahannam, lalu dibakarnya dahi mereka, lambung
dan punggung mer eka (l al u di kat akan) kepada
mereka:” Inilah harta bendamu yang kamu simpan
untuk di ri mu sendi ri, maka rasakanlah sekarang
(akibat dar i) apa yang kamu si mpan.” (QS. A tTaubah : 34 - 35)

Dan diriwayatkan oleh M uslim dari jalan A bu
H urairah, bahw a N abi shallallahu ‘alaihi w a sallam
bersabda:

“ Tidaklah seorang yang mempunyai emas ataupun
perak yang dia tidak membayarkan haknya (zakat)
Zakat dan Faidah-Faidahnya

41

kecuali pada hari kiamat maka akan dibentangkan
bagi nya pedang-pedang yang l ebar dar i ner aka,
kemudian pedang tersebut dipanggang di neraka
Jahannam. Lal u pedang t er sebut di gosokkan ke
pundaknya, kening dan punggungnya. Setiapkali
pedang tersebut mendingin, diulangi kembali pada
hari yang satu hari lamanya sebanding dengan 50
ribu tahun, sampai diputuskan perkara para hamba.”
(H R. M usl i m)

Zakat mempunyai faedah-faedah dalam sisi agama,
ak hl aq dan masy ar ak at pada umum ny a. K ami
sebutkan di antaranya:
Faedah-f aedah zak at dari si si agama
1. Bahw asanya menunaikan zakat adalah menegakkan salah satu diantara rukun-rukun Islam , jika
kita mengerjakan rukun-rukun tersebut maka kita
akan selamat di dunia maupun di akhirat.
2. Zakat adalah salah satu cara seorang hamba
untuk mendekatkan diri kepada Rabbnya dan juga
tambahan bagi keimanannya. Dalam hal ini keberadaan zakat sam a dengan sel uruh amal ketaatan
lainnya.
3. Pahala besar yang akan diperoleh orang yang
membayar zakat.

42 M eraih Surga Bulan Ramadhan

A llah Ta’ala berfirman:

“ Allah Ta’ala memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Al lah Ta’al a tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat
dosa.” (QS. A l-Baqarah : 276)

A llah Ta’ala juga berfirman:

“ Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan
agar dia menambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah Ta’ala. Dan apa
yan g kamu ber i kan ber upa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala,
maka (yang berbuat demiki an) itulah orang-orang
yang mel i pat gandakan (pahalanya). ” (QS. A rRuum : 39)

Zakat dan Faidah-Faidahnya

43

Rasulullah shallallahu ‘alaihi w a sallam bersabda:
“ Barangsiapa yang bershadaqah seukuran dengan
satu buah kurma (yaitu yang senilai dengan sebutir
kurma) dari harta yang baik sedangkan Allah Ta’ala
ti dak meneri ma kecual i hanya yang baik. M aka
sesungguhnya Allah Ta’ala mengambilnya dengan
t angan kanan-N ya, kemudi an D i a menj aga
shadaqahnya tersebut seperti penjagaan seorang di
ant ar a kal i an t er hadap anak ku danya, sampai
shadaqah tersebut sebesar gunung.” (H R. Buk hari
dan M usl i m)
4. A llah Ta’ala akan menghapuskan kesalahankesalahan dengannya, hal ini seperti dalam sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi w a sallam:

“ D an shadaqah dapat menghapuskan kesalahankesalahan seperti air memadamkan api.”

Dan yang dimaksud shadaqah di sini yaitu zakat
ataupun semua bentuk shadaqah-shadaqah sunnah.
Faedah-faedah yang berkaitan dengan akhlak
1. Bahw asanya zakat akan memberikan pengaruh
yang baik kepada orang yang menunaikannya, yaitu
memiliki kemuliaan, kelemah lembutan dan pemurah.

44 M eraih Surga Bulan Ramadhan

2. Sesungguhnya zakat akan menuntut orang yang
menunaikannya bersifat rahmah (kasih sayang) dan
selalu pengertian terhadap saudara-saudaranya yang
miskin. Seseorang yang mengasihi orang lain maka
A llah Ta’ala akan mengasihi mereka.
3. Real i tas m enunjuk k an bahw a or ang y ang
memberikan kemanfaatan, baik berupa harta maupun
badan terhadap kaum muslimin, berarti ia melapangkan dada, meluaskan jiw a serta menjadikan ia
seorang yang dicintai dan dimuliakan, tentunya
tergantung seberapa tingkat kemanfaatan yang ia
curahkan bagi saudaranya.
4. Sesungguhnya di dalam zakat itu terdapat
pembersihan akhlak dari sifat bakhil dan kikir yang
ada pada dirinya. A llah Ta’ala berfirman:
“ Ambilah dari sebagian harta-harta mereka sebagai
shadaqah yang akan membersihkan dan mensucikan
mereka.”

Faedah-f aedah dari segi k emasyarak atan
1. Di dalamnya terdapat pemenuhan kebutuhan
orang-orang fakir yang mereka merupakan bagian
terbanyak dari penduduk kebanyakan negeri.
2. Di dalam zakat terdapat penguat bagi kaum
muslimin dan mengangkat keadaan mereka. Oleh
karenanya, termasuk di antara alokasi zakat adalah
Zakat dan Faidah-Faidahnya

45

jihad di jalan A llah Ta’ala (karena menguatkan kaum
muslimin sebagaimana faedah dari zakat) pembahasannya akan kami sebutkan insya A llah Ta’ala.
3. Bahw asany a dengan zakat akan menghilangkan kedengkian dan rasa iri yang terdapat di
dada-dada orang yang fakir dan serba kesulitan. Orang-orang yang fakir ketika melihat orang-orang kaya
ber gel i mang d engan har t a tanp a m em ber i k an
kemanfaatan kepada orang fakir dari harta yang
mereka punyai, tidak memberikan sedikit ataupun
banyak, maka terkadang akan muncul pada diri orang-or ang fak i r ter sebut r asa per musuhan dan
kedengkian terhadap orang kaya, karena mereka tidak
memperhatikan hak-hak orang-orang fakir. Dan juga
tidak memenuhi kebutuhan yang ada pada mereka.
Ketika orang-orang kaya memberikan sesuatu bagi
mereka dari harta yang mereka punyai pada setiap
putaran tahunnya, maka akan hilanglah perkaraperkara ini serta saling mencintai sehingga keselarasan akan diperoleh.
4. Sesungguhnya di dalam zakat terdapat penam
bahan harta dan memperbanyak berkahnya. Seperti
yang datang di dalam hadits dari N abi r, bahw asanya
beliau bersabda: “ Tidaklah shadaqah itu mengur angi
harta.” (H R. M usl i m). M aknanya yaitu jika shadaqah

46 M eraih Surga Bulan Ramadhan

itu mengurangi harta dari segi jumlahnya, maka
shadaqah sama sekali tidak mengurangi harta dari segi
barakah dan penambahannya di w aktu yang akan
datang, bahkan A llah Ta’ala akan memberikan ganti
serta memberikan keberkahan di dalam hartanya.
5. Sesungguhnya bagi orang yang berzakat di
dalam apa yang telah ia tunaikan terdapat perluasan
dan pengembangan hartanya. Karena harta apabila
diberikan sedikit dariny a, akan meluaslah peredaranny a ser ta ak an dimanfaatk an oleh bany ak
manusia. A kan berbeda halnya dengan orang-orang
miskin di suatu negara yang tidak mendapat sesuatu
pun dari harta orang-orang kaya di antara mereka.
Inilah faedah-faedah di dalam zakat yang menunjukkan bahwa zakat merupakan perkara yang dhoruri
(sangat dibutuhkan) untuk perbaikan individu dan
masy ar ak at. M aha Suci A llah Ta’ala Yang M aha
M engetahui lagi M aha Bijaksana.
Zakat merupakan kew ajiban di dalam harta-harta
khu sus seperti emas, perak dengan syarat telah
mencapai nishob (ukuran yang telah ditentukan),
yaitu emas 113/ 7 junaih Saudi, perak 56 real Saudi
dari perak atau yang sesuai dengannya dari mata
uang yang mempunyai nilai jual. Wajib mengeluarkan
zakatnya adalah seperempatnya dari bilangan sepuluh

Zakat dan Faidah-Faidahnya

47

(2,5%), tidak ada bedanya antara emas, perak yang
berbentuk mata uang, lempengan ataupun berupa
perhiasan. Oleh karena itu, wajib mengeluarkan zakat
terhadap perhiasan-perhiasan seorang w anita yang
terbuat dari emas dan perak jika telah mencapai
nishobnya, baik ia pakai sendiri ataupun ia pinjamkan.
H al ini karena keumuman dalil yang mew ajibkan
zakat pada emas dan perak tanpa adanya perincian.
Dan juga telah datang hadits-hadits yang khusus
menjelaskan kewajiban zakat terhadap perhiasan jika
seandainya perhiasan tersebut dipakai. Seperti sebuah
hadits yang diriwayatkan dari sahabat A bdullah bin
A mr bin A sh, bahw asany a ad a seorang w anita
mendatangi N abi e dan di tangan anak perempuan
itu terdapat dua gelang yang terbuat dari emas, maka
bel iau bersabda: “ A pak ah k amu mengeluar kan
zak at ny a i ni ? Per em p u an t er sebu t m enjaw ab:
“ Tidak” . Beliau berkata kembali: “ A pakah engkau
senang jika seandainya A llah Ta’ala memakaikan dua
gelang dari api kepadamu dengan sebab keduanya?
M aka w anita tersebut melemparkan keduanya dan
berkata: “ Keduanya untuk A llah Ta’ala dan RasulNya” . Berkata (Ibnu Hajar A l-A sqalani) di dalam kitab
Bulughul-Maram: “ Diriwayatkan oleh tiga peraw i
dan sanadnya kuat, dan karena hadits ini lebih hatihati dan hal-hal yang lebih hati-hati itulah yang
48 M eraih Surga Bulan Ramadhan

utama.”
Dan harta lain yang w ajib dikeluarkan zakatnya
adalah barang-barang perniagaan, yaitu semua benda
y ang d i per si ap k an u nt uk d i per d agangk an, d i
antaranya komoditas tak bergerak, mobil, hewan
gembalaan, pakaian-pakaian dan lain sebagainya dari
berbagai jenis harta. Wajib dikeluarkan zakatnya 2,5%,
i a k u m p u l k an d an i a hi t u ng bar ang-bar ang
perniagaan tersebut menurut nilai nominalnya pada
setiap masa haul (satu tahun), lalu dikeluarkan
zakatnya 2,5%. Baik dalam perhitungannya nanti
ternyata jumlahnya lebih sedikit dari nilai barang yang
ia beli, atau lebih banyak ataupun sama jumlahnya
(m ak a t i d ak m engap a). A d ap u n har t a y ang
dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri
atau disew akan dari barang-barang tak bergerak,
mobil-mobil, peralatan-peralatan atau selainnya,
maka tidak ada zakat di dalamnya. Hal ini berdasarkan
sabda N abi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “ Tidak ada
kew ajiban shadaqah (zakat) bagi seorang muslim di
dalam urusan budaknya dan juga kudanya.” A kan
tetapi w ajib dikeluarkan zak at pada up ah sew a
menyew a apabila tel ah sem purna haul nya (satu
tahun) dan juga perhiasan-perhiasan emas dan perak
(walaupun bukan untuk jual beli) sebagaimana telah
berlalu penjelasannya.
Zakat dan Faidah-Faidahnya

49

PASAL KETUJUH :
PENERIMA ZAKAT
hlu Zakat adalah orang-orang yang berhak
menerima zakat. A llah Ta’ala secara langsung
menyebutkan penjelasanny a. A llah Ta’ala
berfirman:

A

“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyal ah untuk
orang-orang fakir, orang-orang mi skin, penguruspengurus zakat, para M u’allaf yang dibujuk hatinya,
unt uk (memer dekakan) budak, or ang yang
berhutang, untuk jalan Allah Ta’ala dan orang-orang
yang sedang dal am per jal anan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah M aha
50 M eraih Surga Bulan Ramadhan

M engetahui lagi M aha Bijaksana.” (QS. A t-Taubah
: 60)

M ereka ada 8 kelompok:
1. Orang yang Faqir, yaitu orang-orang yang tidak
mendapati dari pemenuhan hidupnya kecuali hanya
sesuatu yang sedikit saja yang kurang dari setengah
(dari kebutuhan hidup). M aka apabila ada manusia
yang tidak mendapati apa yang ak an ia infakkan
untuk dirinya sendiri dan juga keluarganya dalam
kurun waktu setengah tahun, dialah orang yang faqir.
M aka dia diberi apa yang dapat mencukupi dirinya
dan keluarganya untuk jangka w aktu satu tahun.
2. Orang M i sk i n, mer ek a adalah orang yang
mend apati sesuatu d ar i pemenuhan hi d up ny a
sep aru h at au l ebi h, ak an t et ap i m erek a t i dak
mendapati apa yang dapat memenuhi kebutuhannya
selama setahun penuh. M aka dipenuhilah nafkahnya
selama setahun. A pabila seseorang tidak memiliki
uang, akan tetapi ia mempunyai yang lainnya dari
pekerjaan, gaji, atau dari hasil tanah yang dapat
memenuhi kebutuhannya, maka ia tidak berhak
mendapatkan zakat, dikarenakan N abi bersabda:
“ Tidak ada bagian dalam zakat tersebut bagi orang kaya
dan mempunyai tenaga dapat digunakan untuk bekerja”

Penerima Zakat

51

3. A mi l , yaitu orang-orang yang telah ditunjuk
dan diserahi oleh hakim umum pada sebuah negara
untuk memungut zakat dari orang-orang yang w ajib
mengeluarkannya, dan diserahkan kepada orang yang
berhak mendapatkannya, bertanggungjaw ab dalam
penjagaannya dan lain sebagainya dari kepengurusan
atas zakat ter sebut. M aka mereka diberi bagian
darizakat sesuai apa yang telah dikerjakan meski
mereka termasuk orang-orang mampu.
4. Mual lafah Qul ubuhum, mereka adalah pemimpin-pemimpin suku yang belum kuat keimanannya.
M aka mereka diberi bagian zakat untuk menguatkan
keimanan mereka, sehingga diharapkan nantinya
mereka menjadi penyeru-penyeru Islam dan panutan
yang shalih. Dan apabila ada seorang yang lemah
keislamannya, namun bukan termasuk dari pemimpin
y ang di taati bahk an ter masuk dar i k ebany akan
manusia, apakah ia juga mendapat bagian zakat
sebagai penguat keimanannya?
Sebagian ulama berpandangan bahwasanya ia juga
mendapatkannya, dikarenakan mashlahat agama
lebih agung dari sekedar maslahat yang berkaitan
dengan badan. Seperti itulah, apabila dia faqir maka
dia diberi zakat untuk makanan badannya serta
santapan rohani bagi hatinya, sebab keimanan lebih
penting dan sangat besar manfaatnya. Sebagian ulama
52 M eraih Surga Bulan Ramadhan

yang lain berpendapat bahw a ia tidak diberi zakat,
karena mashlahah dari kuatnya keimanan yang ia
miliki adalah kebaikan bagi dirinya sendiri secara
khusus.
5. Budak , ter masuk juga di dalamny a bol eh
membeli budak dari harta zakat, untuk memerdekakannya, membantu budak yang menebus dirinya
send i ri , dan membebask an taw anan d ari k aum
muslimin.
6. Orang yang punya hutang, yaitu orang-orang
yang mempunyai hutang dan tidak punya kemampuan yang memungkinkan untuk membayarnya.
M aka mereka diberi bagian zakat yang sesuai untuk
memenuhi hut ang-hut angny a sed i k i t ataup un
banyak. A pabila ditakdirkan ada orang yang mampu
memenuhi k ebutuhan mak anan untuk di ri dan
keluarganya, hanya saja ia mempunyai hutang yang
tak mampu ia bayarkan, maka ia diberi zakat sebesar
untuk melunasi hutangnya. Dan tidak boleh bagi
pemberi hutang untuk menggugurkan (menganggap
lunas) hutangnya kepada orang fakir yang berhutang
kepadanya dengan meniatkan zakat untuknya.
Para ulama berselisih pendapat di dalam permasalahan hutang piutang antara orang tua dan anaknya,
apakah ia diberikan zakat untuk melunasi hutangnya
tersebut? Dan yang benar (dari pendapat-pendapat
Penerima Zakat

53

yang ada) yaitu diperbolehkan untuk diberi zakat.
Boleh bagi orang yang mengeluarkan zakat untuk
langsung m endatangi or ang yang berhak menerimanya (misal, or ang yang berhu tang, ed) dan
memberik an hak-haknya, sekalipun orang yang
berhutang tidak mengetahui hal tersebut, dengan
catatan apabila pemberi zakat mengetahui bahw asanya orang yang berhutang tersebut tidak sanggup
melunasinya.
7. Orang-orang yang berj uang di j al an A l l ah
Ta’al a, yaitu orang yang berjihad di jalan A llah Ta’ala.
M aka orang-orang yang berjihad tersebut berhak
untuk memperoleh bagian dari zakat yang dapat
memenuhi kebutuhan mereka dalam berjihad. Dan
juga sebagian dari zakat tersebut dibelikan alat-alat
yang dapat menunjang kelancaran jihad fi sabilillah.
Termasuk orang yang berjuang di jalan A llah Ta’ala
yaitu para penuntut ilmu syar‘i. Maka seorang yang
belajar ilmu agama diberi bagian dari zakat yang dapat
menunjang proses dia dalam menuntut ilmu, seperti
buku-buku atau selainnya, kecuali bila ia termasuk
orang berharta yang dapat memperoleh apa yang
dibutuhkannya dalam hal tersebut.
8. I bnu Sabil , yaitu musafir yang masih menempuh perjalanan. M aka ia diberikan bagian zakat
dengan sesuatu yang dapat menyampaikannya ke
54 M eraih Surga Bulan Ramadhan

negara yang ia tuju.
M ereka itulah orang-orang yang berhak mendapatkan zakat sebagaimana yang telah A llah Ta’ala
sebutkan di dalam kitab-N ya. Dan A llah Ta’ala juga
telah mengkhabarkan bahw asanya zakat merupakan
hal yang difardhukan, yang bersumberkan ilmu dan
hikmah, dan A llah Ta’ala M aha M engetahui lagi
M aha Bijaksana.
Tidak diperbolehkan menyalurkan zakat kepada
selain orang yang berhak menerim any a, seper ti
untuk membangun masjid ataupun untuk memperbaiki jalan, karena A llah Ta’ala telah membatasi siapa
saja yang ber hak u nt uk m ener i ma zak at , dan
pembatasan di sini berfaedah meniadakan hukum
terhadap hal-hal yang tidak disebutkan.
A p abil a k ita mer enungi merek a yang berhak
m ener i m a zakat , m ak a k i t a ak an m enget ahu i
bahw asanya di antara mereka ada yang membutuhkan zakat bagi pribadinya sendiri, ada juga yang
dibutuhkan oleh kaum muslimin dari bagian zakat
tersebut. Oleh sebab itulah kita mengetahui hikmah
dari diwajibkannya zakat yaitu membangun masyarakat yang baik, saling menyempurnakan, dan saling
mencukupi sesuai kemampuan yang ada. Sesungguhnya agama Islam tidak menyia-nyiakan harta dan
tidak meninggalkan maslahat yang terkandung di
Penerima Zakat

55

dalam harta benda serta tidak membiarkan jiw a-jiw a
untuk rakus, tamak, tanpa kendali yang merupakan
tabiat jiw a dan haw a nafsu. Bahkan Islam sangat
memperhatikan hal-hal yang dapat menghasilkan
k e