Dasar Tentang Konstitusi hukum dasar

KONSTITUSI
1.

Pengertian Konstitusi

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan suatu negara atau
menyusun dan menyatakan suatu negara. Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan
gabungan dari dua kata, yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti
“bersama dengan...”, sedangkan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja
pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar itu, kata statuere mempunyai arti “membuat
sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan”. Dengan demikian, bentuk tunggal
(constitutio) berarti menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak
(constitusiones) berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan.
Pengertian konstitusi, dalam praktik dapat berarti lebih luas daripada pengertian
Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakannya. Bagi para sarjana ilmu politik
istilah constitusi merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara
bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Menurut Van Apeldoorn, UUD adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi
sedangankan konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis. Sri Soemantri
mengartikan konstitusi sama dengan UUD. Penyamaan arti dari keduanya ini sesuai dengan

praktik ketatanegaraan di sebagian besar negara di dunia termasuk di Indonesia. Menurut
Herman Heller, UUD baru merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu konstitusi
yang tertulis saja.
Berangkat dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian konstitusi di atas,
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pengertian konstitusi meliputi konstitusi tertulis dan tidak
tertulis. Undang-Undang Dasar (UUD) merupakan konstitusi yang tertulis.
2. Klasifikasi Konstitusi
Apabila hendak mengetahui klasifikasi konstitusi, tentunya harus membandingkan
beberapa konstitusi yang ada di beberapa negara. Banyak diantara para sarjana yang telah
mencoba mengklasifikasikan suatu konstitusi, diantaranya K.C. Wheare dalam bukunya
Modern Constitutions, C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitution, James
Bryce dalam bukunya Studies in History and Jurisprudence, dan J.F. van Maarseveen dalam
bukunya Over het verschijnsel gronwet.
Dari sekian banyak ahli yang dianggap mewakili adalah salah seoarang ahli konstitusi
dari Inggris, yaitu K.C. Wheare yang berpendapat tentang macam-macam klasifikasi suatu
konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Wheare mengungkapkan panjang lebar mengenai
macam-macam konstitusi di beberapa negara, namun pada intinya sebagai berikut:
a) Konstitusi tertulis dan konstitusi bukan tertulis (written constitutions and no
written contitution);


b) Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible constitution and rigit
constitution);
c) Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi (supreme constitution
and not supreme constitution);
d) Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan (federal constitution and unitary
constitution);
e) Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan
parlementer (presidental executive and parliamentary executive constitution).
Pertama, yang dimaksud konstitusi tertulis adalah suatu konstitusi (UUD) yang
dituangkan dalam sebuah dokumen atau beberapa dokumen formal. Sedangkan konstitusi
yang bukan dalam bentuk tertulis ialah suatu konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu
dokumen formal. Seperti konstitusi yang berlaku di Inggris, Israel, dan New Zaeland.
Kedua, James Bryce dalam bukunya Studies in History and jurisprudence memilah
konstitusi fleksibel dan konstitusi rigit secara luas. Jika suatu konstitusi itu mudah cara
mengubahnya, maka ia digolongkan pada konstitusi yang fleksibel. Sebaliknya, jika sulit cara
dan prosedur perubahannya, maka ia termasuk konstitusi yang rigit. Dalam konteks ini UUD
1945 dalam realitanya termasuk konstitusi yang rigit.
Adapun ciri-ciri khusus dari konstitusi fleksibel menurut Bryce adalah:
a. Elastis,
b. Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti Undang-Undang.

Berbeda dengan ciri-ciri pokok dari konstitusi yang rigit, meliputi:
(a) mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang
undangan yang lain, dan
(b) hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa atau dengan
persyaratan yang berat.
Ketiga, yang dimaksud dengan konstitusi derajat tinggi ialah suat konstitusi yang
mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Di samping itu, jika dilihat dari segi
bentuknya, konstitusi ini berada di atas peraturan perundang-undangan yang lain. Demikian
juga syarat untuk mengubahnya lebih berat dibandingkan dengan yang lain. Sementara
konstitusi tidak derajat tinggi ialah suatu konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta
derajat seperti konstitusi derajat tinggi. Persyaratan yang diperlukan untuk mengubah
konstitusi jenis ini sama dengan persyaratan yang dipakai untuk mengubah peraturanperaturan yang lain, umpanya Undang-Undang.
Keempat, klasifikasi yang berkaitan erat dengan bentuk suatu negara. Artinya, jika
bentuk suatu negara itu serikat, maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara
pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara bagian. Pembagian kekuasaan tersebut
diatur dalam konstitusi atau UUD. Dalam negara kesatuan, pembagian kekuasaan tersebut
tidak dijumpai, karena seluruh kekuasaannya tersentralkan di pemerintah pusat, walaupun
dikenal juga sistem desentralisasi. Hal ini juga diatur dalam konstitusi kesatuannya.

Terakhir, klasifikasi konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan sistem

pemerintahan parlementer. C. F. Strong, dalam bukunya, Modern Political Constitution,
mengemukakan bahwa di negara-negara di dunia ini ada dua macam sistem pemerintahan.
Pertama, sistem pemerintahan presidensial yang mempunyai ciri-ciri pokok :
1. Di samping mempunyai kekuasaan “nominal” sebagai kepala negara, presiden juga
berdudukan sebagai kepala pemerintahan ( yang belakangan ini dominan ).
2. Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi dipilih
langsung oleh rakyat atau dewan pemilih seperti amerika serikat.
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif.
4. Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat
memerintahkan diadakan pemilihan.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri diatas, diklasifikasikan konstitusi sistem
pemerintahan presidensial.
Kedua, sistim pemerintahan parlementer yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau berdasarkan kekuatankekuatan yang menguasai parlementer.
2. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkin sebagian adalah anggota
parlemen.
3. Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
4. Kepala negara dengan saran atau nasihat perdana menteri dapat membubarkan
parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum.
Konstitusi yang di dalamnya mengatur beberapa ciri sistem pemerintahan di atas, disebut

konstitusi sistem pemerintahan parlementer.
Berdasarkan klasifikasi konstitusi diatas, UUD 1945 termaksuk dalam klasifikasi
konstitusi yang rigid, konstitusi tertulis yang dalam arti dituangkan dalam dokumen,
konstitusi berderajat tinggi, konstitusi kesatuan, dan yang terakir termaksuk konstitusi yang
menganut sistem pemerintahan campuran. Karena dalam UUD 1945 disamping mengatur
ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, juga mengatur ciri-ciri pemerintahan parlementer.
Di sinilah keunikan negara indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
3. Nilai konstitusi
Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin
terbentuk, maka konstitusi menempatkan posisi yang sangat krusial dalam kehidupan
ketatanegaraan suatu negara. Demikian halnya negara dan konstitusi merupakan lembaga
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lain. Dr. A. Hamid S. Attamimi, dalam
disertasinya berpendapat tentang pentingnya suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar
adalah sebagai pemberi pegangan dari pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana
kekuasaan negara harus dijalankan.
Sejalan dengan pemahaman diatas, Struycken dalam bukunnya het staatsrecht van het
koninkrijk der nederlanden menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi
tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi :
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.


2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
4. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.
Dari empat materi muatan yang tereduksi dalam konstitusi atau undang-undang di atas,
menunjukan arti pentingnya konstitusi bagi suatu negara. Karena konstitusi menjadi
barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan
para pendahulu, sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding fathers, serta
memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang
mereka pimpin. Semua agenda penting kenegaraan ini telah terdapat dalam konstitusi,
sehingga benarlah kalau konstitusi merupakan cabang yang utama dalam studi ilmu hukum
tata negara.
Pada sisi lain, eksitensi suatu “negara” yang diisyarakatkan oleh A.G. Pringgodigdo, baru
riel-ada kalau memenuhi empat unsur : (1) memenuhi unsur pemerintahan yang berdaulat, (2)
wilayah tertentu, (3) rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation), dan (4)
pengakuan dari negara-negara lain. Dari keempat unsur untuk berdirinya suatu negara ini
belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada
hukum dasar yang mengaturnya. Hukum dasar yang dimaksud adalah sebuah Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar.

i. Konstitusi yang mempunyai nilai normatif
Suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka
konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akan tetapi juga
merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif.
Dengan kata lain konstitusi itu dilaksanaakan secara murni dan konsekuen.
ii. Konstitusi yang mempunyai nilai nominal
Konstitusi yang mempunyai nominal berarti dalam hukum konstitusi itu berlaku,
tetapi kenyataannya kurang sempurna. Sebab pasal-pasal tertentu dari konstitusi
tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku.
iii. Konstitusi yang mempunyai nilai semantik
Suatu konstitusi disebut mempunyai nilai semantik jika konstitusi tersebut secara
hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya adalah sekedar untuk memberikan
bentuk dan tempat yang telah ada, dan dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan
politik. Jadi konstitusi tersebut hanyalah dimaksudkan untuk kepentingan pihak
penguasa.
4. Sifat Konstitusi


Flexibel (luwes) dan rigid (kaku).
Bersifat rigid, karena untuk mengubah konstitusi perlu prosedur yang

rumit. Sedang bersifat flexible, konstitusi tersebut mudah mengikuti
perkembangan jaman. Apabila diperlukan konstitusi tidak membutuhkan

prosedur yang istimewa atau rumit. Perubahan itu cukup dilakukan oleh badan
pembuat undang-undang biasa.
Konstitusi yang bersifat rigit tidak dapat mengikuti dinamika zaman
sebab tidak hanya memuat hal-hal pokok saja, namun juga memuat hal yang
penting. UUD 1945 walaupun perubahannya memerlukan prosedur istimewa,
namun bersifat luwes sebab memuat peraturan dan bersifat pokok-pokok saja
sehingga mudah mengakomodasi dinamika zaman.


Formil dan materiil
Bersifat Formil berarti tertulis. Sedangkan bersifat Materiil dilihat dari
segi isinya berisikan hal-hal bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara.
(sama dengan konstitusi dalam arti relatif).

5. Perubahan Konstitusi atau UUD di Indonesia
Beberapa cara perubahan UUD atau konstitusi di Indonesia dapat dilihat dari
ketentuan UUD atau Konstitusi yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia,

yaitu:


Perubahan Undang-Undang Dasar dalam UUD 1945 Proklamasi
Perubahan Konstitusi dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat.



Perubahan
Undang-Undang
Dasar
dalam
UUDS
Perubahan Undang-Undang Dasar dalam UUD 1945 pada periode Orde lama
dan Orde Baru Perubahan Undang-Undang Dasar dalam UUD 1945.

6. Perubahan konstitusi
Apabila dipelajari secara teliti mengenai sitem perubahan konstitusi di berbagai
negara, paling tidak ada dua simtem yang sidang berkembang, yaitu renewel
(pembaruan) dianut di negara-negara eropa kontinental dan amadement

(perubahan) seperti yang dianut oleh negara-negara anglo-saxon. Sitem yang
pertama ialah, apabila suatu konstitusi ( UUD) dilakuakn perubahan ( dalam arti
diadakan pembaruan), maka yang adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan.
Di antara negara yang menganut sistem ini: belamda, jerman, dan perancis.
Sisitem yang Kedua ialah, apabila suatu konstitusi berubah( diamandemen), maka
konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata lain, hasil amdemen tersebut
merupakan bagian atau dilampirkan dalam konstitusinya. Sistem ini anut oleh
negara Amerika serikat misalnya.
Adapun cara yang dapat digunakan undang-undang dasar atau konstitusi melalui
jalan penafsiran, Menurut K.C. Wheare ada empat macam cara perubahan, yaitu :
1. Beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces)
2. Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amandemeent)
3. Penafsiran scara hukum ( judical interpretation)
4. Kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan (usage
and convetion).

Menurut C.F. Strong, prosedur perubahan konstitusi-konstitusi ada empat macam
cara perubahan, yaitu:
1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif,
akan terapi menurut pembatasa-pembatasan tertentu

2. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu referendum.
3. Perubahan konstitusi-dan ini berlaku dalam negara serikat-yang dilakukanoleh
sejumlah negara-negara bagian.
4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan
oleh suatu negara lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk
keperluan perubahan.
7. UUDRI 1945 DAN PERUBAHANNYA
Jawaban elementernya atau argumentasi orang awanm atas pertanyaan itu
berangkali dengan UUG 1945 praktik penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara selalu melahirkan pemerintahan yang otoritar, korup, dan tidak
demokratis. Meskipun syarat terbentuknya pemerintahan yang merakyat, bersih,
dan demokratis tidak hanya ditentukan oleh konstitusinya. Argumentasi di atas
sebetulnya cukup beralasan, dengan asumsi karena konstitusi itu berisi hukumhukum dasar, prinsip-prinsip dasar dalam penyelenggara bernegara, serha hendak
kemana tujuan bernegara itu akan dilabuhkan.
Atas dasar argumentasi diatas, dapatlah dikatan bahwa UUD 1945 itu
diamademen karena ruh dan pelaksanaan konstitusinya jauh dari paham konstitusi
itu sendiri.hal ini sejalan bahkan diperkokoh oleh hasil tim kajian amademen
falkultas hukum Unibraw yang mencoba mengklasifikasi beberapa kelemahan
UUD 1945 telah memposisiskam kekuasaan presiden begitu besar (executive
power), sitem cheks and balance tidak diatur secara tegas di dalamnya, ketentuan
UUD 1945 banyak yang tidak jelas dan multitafsir, tentangt minimnya pengaturan
masalah hak-hak asasi manusia, sistem kepresidenan, dan sistem perekonomian
yang kurang jelas.