Sengketa Merek Dagang Internasional LOTT

Sengketa Merek Dagang Internasional “LOTTO” dalam Kasus Hukum
Perdagangan Internasional
Devindra Oktaviano1, Richard Sinaga, Dandy Nakkito & Loviana Permatasari
Abstract
This paper discusses the international trade dispute that free from governmental
intervention. This paper provide further explanation about the trademark dispute
between Newk Plus Four Far East Ltd as owner of LOTTO trademark with Hadi
Darsono that registered LOTTO trademark too. Both of these trademark are
registered in Directorate of Patent and Copyright - Indonesian Ministry of Justice.
Therefore, Newk Plus Four Far East Ltd as owner of LOTTO trademark filed a civil
lawsuit to The State’s Court as a plaintiff and Hadi Darsono as first accused party
and Directorate of Patent and Copyright - Indonesian Ministry of Justice as second
accused party. The plaintiff was failed in The State’s court but eventually won in
Supreme Court. Next, this paper will provide legal analysis based on private
international law and
Keywords: dispute, international trade, trademark, patent and copyright.

Pendahuluan
Seiring dengan arus globalisasi, perdagangan internasional berkembang dengan
sangat cepat. Ruang lingkup bidang hukum pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang
yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari bentuk yang sederhana, yaitu

barter, jual-beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan dan sejenisnya)
hingga hubungan atau transaksi-transaksi dagang yang kompleks. Hal ini disebabkan oleh
adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi) sehingga transaksi dagang semakin
berlangsung cepat.
Batas-batas Negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya
teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa
rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya
transaksi-transaksi yang disebut dengan e-commerce2. Perdagangan internasional sudah
menjadi tulang punggung bagi Negara untuk menjadi makmur, sejahtera dan kuat. Hal ini
sudah terbukti dalam perkembangan dunia.
Kemajuan teknologi dan komunikasi mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi
terkungkung oleh batas-batas Negara. Fenomena regionalisme yang terjadi di berbagai
belahan dunia dewasa ini, seperti ASEAN atau Uni Eropa. Para pihak sebelum menutup suatu
perjanjian dagang, perlu bersikap hati-hati terhadap calon mitra dagang, substansi perjanjian,
hak dan kewajiban, resiko, pilihan hukum dan forum penyelesaian sengketa.

1 Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Riau
2 Huala Adof, Hukum Perdagangan Internasional, hal 6

1


Begitu juga dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual ( HAKI ) merupakan salah satu
isu yang sering dibicarakan dan merupakan bagian dari hukum perdagangan internasional
juga membuat permasalahan menjadi cukup kompleks bagi negara-negara yang ingin
bertransaksi dibawah payung hukum perdagangan tersebut. HAKI bisa dikatakan sebagai hak
kekayaan dalam lingkup kehidupan teknologi, sastra, seni maupun ilmu pengetahuan. HAKI
bisa dilihat dari bermacam-macam. Terdapat 3 jenis benda yang dapat dijadikan sebagai
kekayaan atau hak milik3 dan diantaranya yaitu benda tidak berwujud yang dapat berupa hak
paten, merek dan hak cipta, begitu juga dengan benda yang tidak bergerak seperti tanah,
rumah, toko, pabrik dan sebagainya, dan benda yang bergerak seperti emas, peralatan
elektronik, informasi dan sebagainya.
Pengaturan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang berlaku dalam cakupan
karya cipta yang dilindungi adalah sebagai berikut:
1. Hak Cipta (Copyrights), diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
2. Hak Kekayaan Industry, meliputi:
a. Paten (Patent), diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
b. Merek dagang (Trademark), diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang
Merek.
c. Rahasia Dagang (Trade Secrets), diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2000
Tentang Rahasia Dagang.

d. Desain Industri (Industrial Design), diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2000
Tentang Desain Industri.
e. Tata Letak Sirkuit Terpadu (Circuit Layout), diatur dalam UU Nomor 32
Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
f. Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety), diatur dalam UU Nomor 29
Tahun 2000 Tentang Varietas Tanaman.
Terkait dengan hak kekayaan industri yang meliputi merek atau trademark merupakan
hal yang lumrah bagi yang ingin mempromosikan produk mereka dengan label tersebut.
Merek dapat didefenisikan sebagai tanda gambar nama atau berupa huruf-huruf, angkaangka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa hak merek lebih banyak dikenal
sebagai merek dagang. Yang dapat mendaftarkan merek dagang adalah perorangan, beberapa
orang (pemilik bersama) dan Badan hukum. Selain itu juga merek tersebut mempunyai
3 Dan Kaddaron, Lingkup HAKI” lihat situs http://asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm
[diakses tanggal 14 April 2013 pukul 1:02 WIB]

2

fungsi-fungsi tersendiri dalam kaitannya dengan barang maupun jasa yaitu: menunjukkan
barang atau jasa yang dihasilkan, sebagai jaminan atas mutu barang.


Hasil dan Pembahasan
Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini merupakan kasus sengketa merek
dagang dalam ranah HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Dalam penggunaan merek ini
tersebut sering sekali terjadi pemasalahan sengketa. Dan penulis mencoba mengambil studi
kasus berupa sengketa merek dagang “LOTTO” dalam ranah hukum perdagangan
internasional.
Menurut UU no 15 tahun 2001, merek4 dapat didefenisikan sebagai kreasi berupa
tanda susunan warna, huruf-huruf, merek, angka-angka, kata, nama, gambar atau kombinasi
dari unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang dan jasa. Dalam era perdagangan global, sejalan dengan
konvensi-konvensi
internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat
penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Untuk hal tersebut di
atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan
peningkatan layanan bagi masyarakat.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dalam mendaftarkan merek mereka dapat
dilihat dari membedakan diferensiasi produk, periklanan dan pemasaran sehingga
menguntungan pemasaran internasional, begitu juga dengan memberikan jaminan kualitas
yang konsisten. Tentu kerugian-kerugian yang juga dihasilkan apabila merek tersebut tidak
terdaftar yakni lebih rendahnya pendapatannya dalam menjual barang dan jasa karena merek

tersebut tidak jelas dan kurang loyalnya konsumen bila ada barang tidak bermerek, tentu
mereka akan curiga apakan barang tersebut tidak memiliki kualitas yang memadai dengan
harga yang cukup memadai juga, kesulitan dalam memasarkan diranah nasional maupun
ketingkat internasional.
Namun, dilihat dari perspektif penulis, sengketa merek dagang melibatkan
pendaftaran merek dagang yang sudah didaftar di Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman masih juga diklaim oleh pihak-pihak atau individu yang tahu
ataupun tidak tahu mengenai pendaftaran merek tersebut. Terjadinya pembajakan merek oleh
pihak lain biasanya terjadi karena sifat dasar manusia memang meniru termasuk dalam
menciptakan merek. Alasan lain adalah karena membuat merek sendiri memerlukan biaya
besar dan prosedur pendaftaran yeng cukup rumit. Salah satu fungsi dari merek adalah untuk
mempermudah pengiklanan produk kepada masyarakat sehingga masyarakat tertarik untuk
menggunakan/ membeli produk tersebut. seperti kasus dibawah ini:
4 Undang-Undang no 15 tahun 2001, lihat situs http://lkbh.uny.ac.id/sites/lkbh.uny.ac.id/files/UU-2001.pdf
[diakses tanggal 14 April 2013 pukul 13:00 WIB]

3

Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd, yang berkantor pusat di 60 B Martin Road 0505/06 Singapore, Warehouse Singapore 0923 adalah pemakai pertama merek “LOTTO”
untuk barang-barang pakaian jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, roks pan, tas,

koper, dompet, ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga,
raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi. Merek dagang “LOTTO” ini terdaftar di
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman tanggal 29/6/1979, dengan No.
137430 dan No. 191962 tanggal 4/3/1985.
Pada tahun 1984 Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman telah
menerima pendaftaran merek “LOTTO” yang diajukan oleh Hadi Darsono untuk jenis barang
handuk dan sapu tangan dengan No. 187.824 pada tanggal 6/11/1984, pendaftaran merek
LOTTO untuk kedua barang tersebut tercantum dalam tambahan Berita Negara RI No.
8/1984 tanggal 25/5/1987. Penggunaan merek “LOTTO” oleh Hadi Darsono hampir sama
dengan merek yang digunakan pada barang-barang produksi PTE Ltd. Walaupun Hadi
menggunakan merek LOTTO untuk barang-barang yang tidak termasuk dalam produkproduk Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd., namun kesamaan merek LOTTO tersebut
dinilai amat merugikannya.
Akhirnya pihak Newk Plus Four Far East Ltd Singapore, mengajukan gugatan perdata
di pengadilan terhadap Hadi Darsono sebagai Tergugat I dan Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman (Bagian Merek-merek) sebagai Tergugat II. Pihak Penggugat
mengajukan tuntutan (petitum) yang isi pokoknya sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sebagai hukum bahwa Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia
atas merek dagang LOTTO dan karena itu mempunyai hak tunggal/khusus untuk
memakai merek tersebut di Indonesia;

3. Menyatakan bahwa merek LOTTO milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada
Tergugat II dengan nomor register 187824, adalah sama dengan merek Penggugat
baik dalam tulisan, ucapan kata maupun suara, dan oleh karena itu dapat
membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan
kwalitas barang-barang;
4. Menyatakan batal, atau setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran merek dengan
register nomor 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I, dengan segala akibat
hukumnya.
5. Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati keputusan ini dengan membatalkan
pendaftaran merek dengan nomor reg. 187824 dalam daftar umum;
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara;
7. Atau menurut kebijaksanaan Hakim.
4

Kronologi penyelesaian sengketa di tingkat pengadilan negeri adalah sebagai berikut:
Hakim pertama memberi pertimbangan sebagai berikut:
I.

Dari bukti P1 dan P2 terbukti bahwa “Merek LOTTO” milik Penggugat, terdaftar No.
137.430 dan W 191.962 untuk melindungi jenis barang-barang: pakaian jadi, kemeja,

dll.

II.

Dari bukti P3 diketahui bahwa merek Tergugat I dengan kata “LOTTO” telah terdaftar
pada Direktorat Paten dan Hak Cipta dengan No. 187.824 untuk melindungi jenis
barang handuk dan sapu tangan.

III.

Pasal 2(1) UU Merek tahun 1961 menentukan, hak atas suatu merek berlaku hanya
untuk barang-barang sejenis dengan barang-barang yang dibubuhi merek itu.

IV.

Menurut pasal 10(1) UU Merek tahun 1961 tuntutan pembatalan merek hanya
dibenarkan untuk barang-barang sejenis. Tujuan UU merek tahun 1961 khususnya
pasal 10(1) adalah untuk melindungi masyarakat konsumen agar konsumen tidak
terperosok pada asal-usul barang sejenis yang memakai merek yang mengandung
persamaan.


Menurut pendapat Majelis, walaupun bunyi dari kedua merek Penggugat dan Tergugat
I tersebut sama yaitu LOTTO, tetapi pihak konsumen tidak akan dikaburkan dengan asal-usul
barang tersebut, karena jenis barang yang dilindungi adalah merek Penggugat sangat berbeda
dengan jenis barang yang dilindungi oleh merek Tergugat I. Jurisprudensi yang tetap antara
lain Putusan MA-RI No. 2932 K/Sip/1982 tanggal 31/8/1983, serta No. 3156 K/Pdt/1986
tanggal 28/4/1988, berisi: menolak pembatalan pendaftaran merek dari barang yang tidak
sejenis.
Pasal 1 SK Menteri Kehakiman No. M-02-HC-01-01 tahun 1987 tanggal 15/6/1987
menyatakan merek terkenal adalah merek dagang yang telah lama dikenal dan dipakai di
wilayah Indonesia oleh seseorang atau badan untuk jenis barang tertentu. Majelis
berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tidak cukup berlasan, karenanya gugatan
Penggugat harus ditolak.
Pihak penggugat, menolak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan mengajukan
permohonan kasasi dengan alasan Pengadilan Negeri salah menerapkan hukum, karena
menolak gugatan Penggugat. Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa
Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961.
Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat
membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.

Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven
Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983,
5

yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai
persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan,
walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang terkenal.
Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak
saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di bidang perdagangan
serta kepentingan khalayak ramai.
Mahkamah Agung setelah memeriksa perkara ini dalam putusannya berpendirian
bahwa judex facti salah menerapkan hukum sehingga putusannya harus dibatalkan
selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini. Pendirian Mahkamah
Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang intinya sebagai berikut:
I.

Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di
Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan
4-3-1985.


II.

Merek LOTTO secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai
merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk
melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta
perlengkapannya.

III.

Merek LOTTO, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan
saputangan, pada 6 Oktober 1984.

Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I
berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I
tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang
termasuk dalam kelompok barang sejenis i.c kelengkapan berpakaian seseorang dengan
merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah
Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara
menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat.
Di dalam kasus “LOTTO” ini, “LOTTO” Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor
pendaftaran merek dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan
pendaftaran No. 137430, yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdapat
kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman
dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dengan alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura
mengajukan permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO”
milik Hadi Darsono ( Tergugat I ), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek ( Tergugat II ) karena telah lalai memberikan nomor
pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda usaha barangnya
6

setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman dapat dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik
dalam tulisan ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih
dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis
terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal didunia
internasional.
Dalam kasus ini Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek
terkenal Seven Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No.
370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan
karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai
atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek
dagang terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan
Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di
bidang perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.
Setelah memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian
bahwa judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan
bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan
syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun
1961. Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak
dapat membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.
Sehingga putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili
sendiri perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang
intinya sebagai berikut :
Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di
Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
Merek “LOTTO” secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang
dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang
berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya. Merek “LOTTO”, yang
didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.
Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I
berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I
tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang
termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek
yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung
menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara
menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini
7

berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang
telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai
itikad baik.
Dengan pertimbangan tersebut di atas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan
putusan yang amarnya sebagai berikut:
Mengadili:
-

Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Mengadili Sendiri :
-

Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

-

Menyatakan Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang
“LOTTO” dan oleh karena itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek
tersebut di Indonesia.

-

Menyatakan bahwa merek “LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada
Tergugat II dengan nomor registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik
dalam tulisan, ucapan kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan,
meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.

-

Menyatakan pendaftaran merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas
nama Tergugat I batal, dengan segala akibat hukumnya.

-

Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan
pendaftaran merek dengan nomor registrasi 197824 dalam daftar umum.

Simpulan
Kekayaan intelektual merupakan kreasi manusia yang dapat berupa naskah, artistic
work (hasil kerja yang memiliki nilai seni) dan teknologi. Sesuai dengan dasar teori dari
HAKI yaitu kreatifitas akan berkembang jika kepada orang-orang yang kreatif diberikan
imbalan ekonomi.
Hak Atas Kekayaan intelektual di Indonesia terbagi dalam 4 ranah (kategori utama)
yaitu Paten, Merek, Hak Cipta dan Rahasia dagang. Sedangkan kategori lain yang tidak kalah
penting adalah desain industri, perlindungan atas varietas tanaman dan tata letak sirkuit
terpadu. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna atau kombinasi dari unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

8

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dalam dunia permerekan sering
terjadi pembajakan/ penggunaan merek yang bukan haknya dengan berbagai alasan.
Dalam kasus ini jika terjadi kekeliruan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek karena telah memberikan nomor registrasi kepada
Hadi Darsdono untuk menggunakan merek “LOTTO” yang sebenarnya telah terdaftar di
Indonesia pada tahun tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985. Menurut data yang kami dapatkan, hal
ini dikarenakan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departmen Kehakiman kurang teliti
dalam mengecek akan merek “LOTTO” tersebut.
Gugatan yang diajukan oleh Singapura kepada Mahkamah Agung mendapatkan
keputusan yang terbaik untuk Singapura, karena dalam kasus ini Singapura memberikan
bukti-bukti yang jelas kepada Mahkamah Agung dengan menunjukkan surat-surat , dan bukti
pembayaran yang telah Ia dapatkan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman bagian merek pada tahun 1976 dan 1985. Sementara Hadi Darsono didapati
mempunyai maksud yang tidak baik, dengan mendaftarkan “LOTTO” kepada Direktorat
Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek, Hadi Darsono ingin dengan
mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang
telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini berarti Hadi Darsono selaku Tergugat 1 dalam
prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan
perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Terjadinya pembajakan merek oleh pihak lain biasanya terjadi karena sifat dasar
manusia memang meniru termasuk dalam menciptakan merek. Alasan lain adalah karena
membuat merek sendiri memerlukan biaya besar dan prosedur pendaftaran yeng cukup rumit.
Salah satu fungsi dari merek adalah untuk mempermudah pengiklanan produk kepada
masyarakat sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan/ membeli produk tersebut.
Karena fungsi tersebut pihak yang ingin produknya mudah dikenal lalu meniru merek yang
sudah terkenal tersebut. Ingin memperoleh keuntungan sebesar merek yag ditiru juga
merupakan salah satu alasan meniru merek.

Daftar Pustaka
Adof, Huala, Hukum Perdagangan Internasional.2005. Jakarta: Badan Penerbit IBLAM
Dan Kaddaron, “Lingkup HAKI” lihat situs
http://asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm [diakses tanggal 14 April 2013
pukul 1:02 WIB]

9

Djubaedillah. R, Sejarah, Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2003
Harapan, M. Yahya, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia
berdasarkan Undang Undang No. 19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
Sengketa merek dagang,
http://indotrademark.com/kasus_sengketa_merek_dagang_lotto_berita40.html [diakses
tanggal 14 April 2013 pukul 13:26 WIB]
Undang-Undang no. 15 tahun 2001, lihat situs
http://lkbh.uny.ac.id/sites/lkbh.uny.ac.id/files/UU-2001.pdf [diakses tanggal 14 April 2013
pukul 13:00 WIB].

10