DIALOG TENTANG PUSTAKA VEDA
DIALOG
TENTANG
PUSTAKA
VEDA
PRAKATA
Sebagai seorang penganut ajaran Veda dan disebut orang Hindu, saya melihat bahwa mayoritas orang Hindu di Indonesia tidak tahu dan tidak mengerti isi Veda yang menjadi kitab sucinya. Sementara itu, arus dan pengaruh globalisasi semakin deras dan melahirkan kelompok- kelompok kegiatan spiritual yang berusaha mengerti ajaran Veda sebagai penuntun kehidupannya di dunia fana. Praktek-praktek spiritual mereka yang berbeda dari kegiatan agama-ritualistik rutin yang telah diwarisi secara turun –temurun dari leluhur oleh orang Hindu, kerap – kali membingungkan mereka yang tidak tahu dan tidak mengerti Veda. Dan malahan mereka yang buta dan tuli pengetahuan, berpendapat bahwa kegiatan spiritual apapun yang tidak cocok alias berbeda dari praktek agama warisan leluhur adalah sesat. Tentu saja pendapat ini tidak benar.
Dengan maksud agar umat Hindu bisa secara umum mengetahui dan mengerti Veda yang menjadi kitab sucinya, bersama ini saya sajikan buku “DIALOG TENTANG PUSTAKA spiritual bisa dihilangkan. Saya menyadari bahwa isi buku ini tidak lengkap dan tidak sempurna. Namun demikian saya tetap berharap buku ini bermanfaat bagi para pembaca.
Haribolo!! Denpasar, 28 Maret 2011
1. Tanya (T) : Apakah arti Veda? Jawab (J) : Veda berarti pengetahuan. Dan Veda sendiri mendefinisikan pengetahuan sebagai berikut, “kstra-ksetra jnayor jnanam yat taj jnanam, mengerti perbedaan antara badan jasmani (sketra) yang material dan sementara degan sang makhluk hidup (ksetra jnana) yang spiritual abadi, disebut pengetahuan” (Bg. 13.3). Jadi pengetahuan Veda mencakup pengetahuan material dan spiritual.
2. Tanya (T) : Dari mana Veda berasal? Jawab (J) : Veda berasal dari Tuhan Krishna yang juga disebut Narayana. Hal ini dikatakan sendiri oleh Veda sbb. “brahmaksara samudbhavam, Veda diwejangkan langsung oleh Tuhan” (Bg. 3.15). Veda (Rg. Yajur, Sama dan Atharva-Veda serta Itihasa) keluar dari nafas Tuhan nan mutlak (Brhad-Aranyaka Upanisad 2.10)”. Oleh karena berasal dari Tuhan, maka authoritative), bukan buatan manusia (apauruseya) dan mengatasi hal-hal material (transcendental)
3. Tanya (T) : Kepada siapa Veda pertama kali diwejangkan (diajarkan) oleh Tuhan Krishna?
Jawab (J) : Kepada Dewa Brahma, makhluk hidup pertama yang muncul di alam material. Tentang hal ini, dikatakan, “yo brahmanam vidadhati purvam yo vai vedams ca gapayati sma krsnah, Veda pertama kali disabdakan oleh Tuhan Krishna kepada Brahma sebelum alam material tercipta (Gopala-Tapani- Upanisad 1.24). tene brahma hrda ya adi kavaye, Veda disabdakan oleh Beliau (Tuhan Krishna) kepada Brahma ( melalui suara serulingNya) yang masuk ke hatinya, sehingga ia (Brahma) dikenal sebagai sang Adi- Kavi, sarjana Veda pertama (Bhag. 1.1.1).
4. Tanya (T) : Bagaimana prosesnya sehingga pengetahuan Veda bisa tersebar ke masyarakat manusia? Jawab (J) : Setelah memperoleh pengetahuan Veda dari Tuhan Krishna, lalu Brahma mengajarkan Veda ini kepada putra-putranya yaitu para Rishi.
Selanjutnya para Rishi itu mengajarkan Veda kepada murid-murid (para sisya)nya, dan seterusnya, dan seterusnya. Demikianlah Veda dimengerti secara parampara, proses menurun ( deduktif) melalui garis perguruan spiritual (sampradaya) dari para Acarya ( guru kerohanian) yang hidup sesuai aturan Veda ( perhatikan Bg. 4.2 dan 13.8). dan melalui garis perguruan spiritual yang amat panjang dari para Acarya itu, akhirnya Veda sampai ke masyarakat manusia di Bumi.
5. Tanya (T) : Jadi pengetahuan Veda hanya bisa dimengerti berdasarkan proses deduktif (parampara) melalui garis perguruan (sampradaya) para Acarya yang sah dan jelas, begitu?
Jawab (J) : Ya, inilah tata cara belajar Veda. Seperti halnya bila anda ingin tahu tentang listrik, anda harus belajar dari tukang listrik. Bila anda ingin tahu tentang mesin, anda harus belajar dari seorang mekanik. Begitu pula, bila anda sungguh-sungguh ingin mengerti Veda dan menerapkan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari, anda harus bergurau kepada seorang Acarya (guru kerohanian) yang hidup berdasarkan ajaran Veda dan memiliki garis perguruan (sampradaya) jelas dan sah.
6. Tanya (T) : Dapatkah anda mengutipkan sloka-sloka Veda yang menyatakan Veda harus dipelajari dari orang yang disebut Acarya atau guru kerohanian? Jawab (J) : Dalam Bhagavad-gita (4.34) dikatakan, “Pelajarilah kebenaran itu dengan mendekati guru kerohanian. Pariprasnena sevaya, bertanyalah kepadanya dengan tunduk hati dan layani beliau. Guru yang telah insyaf diri seperti itu bisa mengajarkan pengetahuan (Veda) sejati, sebab dia telah memahami kebenaran” (Bg. 4.34). Dalam Svetasvatara – Upanisad (6.23) dikatakan, “Yasya deve para bhaktir yatha deve tatha gurau tasyaite katitha hy arthah prakasante mahatmanah, hanya kepada orang yang memiliki semangat pengabdian (bhakti) penuh kepada Tuhan dan guru kerohanian, pengetahuan Veda secara otomatis bisa dipahami”. Dan dalam Mundaka-Upanisad (1.2.12) dikatakan, “Tad vijnanartham sa gurun evabhigacchet samit panih srotiyam brahma nistham. Jika ingin Tuhan, seseorang hendaklah mendekati guru kerohanian yang insyaf diri dan ahli Veda dan mantap dalam pengabdian (bhakti) kepada Tuhan”
7. Tanya (T) : Anda berkata 9 pada dialog 4 dan 6 ) bahwa sang guru kerohanian (Acarya) hidup sesuai aturan Veda, insyaf diri, penguasa (ahli) pengetahuan Veda dan mantap dalam pengabdian (bhakti) kepada Tuhan. Bagaimana cara saya agar tahu bahwa seseorang itu adalah memang guru kerohanian yang berkualifikasi demikian?
Jawab (J) : Ada satu pedoman cross-check untuk mengetahui apakah seseorang itu guru – kerohanian (Acarya) sejati atau tidak yaitu guru-sadhu-sastra.
Artinya, apa yang dilakukan / diperbuat/dikatakan/diajarkan oleh sang guru kerohanian harus tercantum dalam sastra (Veda) yakni dibenarkan oleh sloka-slokanya, dan bersesuaian dengan apa yang telah diajarkan/dilakukan oleh para Sadhu (orang suci) yang hidup sebelumnya dimasa lalu. Tentu saja anda hanya bisa menerapkan pedoman cross-check ini dengan benar kalau : A. anda sungguh serius ingin maju dalam jalan spiritual keinsafan diri. B. anda bersikap rendah dan tunduk hati. C. anda telah membaca dan berusaha mengerti isi pustaka suci Veda. D. anda sering bergaul dengan orang-orang yang menekuni jalan kehidupan spiritual bhakti. Dan, e. anda berpola hidup suci.
8. Tanya (T) : Dari kelima persyaratan yang anda sebutkan ini, pada umumnya berpola hidup suci dengan menuruti berbagai pantangan (vrata) sulit dituruti oleh kebanyakan orang. Dapatkah anda menjelaskan secara tingkat pola hidup suci ini?
Jawab (J) : Pertama, seseorang dikatakan berpola hidup suci jika dia hidup berdasarkan prinsip-prinsip dharma yaitu: a. kesucian diri (saucam), b. cinta kasih (daya) kepada semua makhluk, c. kejujuran/kebenaran (satyam), dan d. hidup sederhana (tapasa). Bhag. 1.17.24. Kedua. Berpola hidup suci berarti berkehidupan sattvik yakni hidup dengan mengembangkan sifat alam sattvam (kebaikan). Dikatakan, “sattvam sanjayate jananm, dari sifat alam sattvam berkembanglah pengetahuan” (Bg. 14.17). Dengan kata lain, bila sifat alam sattvam dominan menyelimuti diri seseorang, maka dia bisa mengerti pengetahuan spiritual Veda. Itulah sebabnya Veda menyatakan, “sattvam yad brahma darsanam, kita suci Veda hanya bisa dimengerti dengan mengembangkan sifat alam sattvam” (Bhag. 1.2.24). Singkatnya, berpola hidup suci berarti berpola hidup sattvik.
9. Tanya (T) : Mengapa pola hidup suci ini amat ditekankan dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Veda? Jawab (J) : Sebab, tanpa hidup suci, anda tidak akan bisa mengerti hal-hal spiritual yaitu diri anda sendiri sebagai jiwa rohani-abadi dan Tuhan beserta lila
(kegiatan rohani) Nya dan segala hal lain yang menyangkut diri Beliau. Tuhan Krishna selamanya berada pada tingkat spiritual. Karena itu, tanpa hidup suci anda tidak akan bisa mengerti Tuhan dan mencapai Beliau pada saat ajal. Hanya dengan berpola hidup suci anda bisa insaf diri dan mengerti Tuhan. Hanya orang yang hidup suci yaitu bebas dari “Orang yang mengetahui aku adalah Tuhan penguasa seluruh jagat, yang tidak terlahirkan dan tanpa awal, dia yang tidak dikahyalkan (oleh hal-hal duniawi) sarva-papaih pramucyate, bebas dari segala macam reaksi dosa” (Bg. 10.3).
10. Tanya (T) : Dikatakan bahwa pengetahuan Veda hanya bisa dimengerti melalui proses sabda-pramana yaitu mendengarkan saja uraian / penjelasan Veda dan mempercayainya tanpa argumen. Dapatkah anda menjelaskan tentang hal ini?
Jawab (J) : Dikatakan demikian karena pengetahuan Veda pertama kali disabdakan/diwejangan /diwahyukan oleh Tuhan Krishna kepada dewa Brahma melalui suara serulingNya (lihat dialog No. 3). Karena itu, Veda disebut sruti, pengetahuan yang didapat dari car amendengar. Brahma hanya berusaha mengingat dan mempercayai sabda Tuhan itu, sehingga dia mampu menciptakan alam semesta materia ini beserta segala makhluk penghuninya. Karena itu, Veda disebut smrti, pengetahuan yang diingat dari cara mendengar. Proses mengerti Veda seperti ini yaitu mendengar (sruti), mengingat (smrti, dan terus mempratekannya dengan penuh keyakinan (sraddha) tetap berlaku sampai pada jaman kali yang disebut abad modern sekarang. Begitulah, mendengar ajaran Veda dari guru kerohanian (Acarya) lalu mengingatnya didalam hati dan terus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh sraddha (kepercayaan/keyakinan), adalah cara yang benar untuk menjadi orang berpengetahuan. Sebab dikatakan, “Sraddhaval labhate jnanam, dengan mempercayai ajaran Veda, seseorang jadi berpengetahuan. Dan, jnanam labdhva param santim, dengan berpengetahuan spiritual Veda, seseorang mencapai kedamaian (kebahagian) spiritual” (Bg. 4.39).
11 Tanya (T) : Proses deduktif (parampara) secara sabda-pramana seperti yang anda jelaskan dianggap oleh para sarjana duniawi tidak bisa dipercaya. Sebab, kata mereka, proses deduktif ini mengharuskan setiap orang percaya secara membuat, patuh dan tunduk pada dogma, berpegang pada keyakinan tak berdasar atau khayalan. Komentar anda bagaimana?
Jawab (J) : Sesungguhnya proses deduktif sabda-pramana ini sungguh sederhana yaitu mendengar dari sumber yang mengetahui seperti yang dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan dogma, kepercayaan membuat atau khayalan. Misalnya, bila seseorang ingin mengetahui secara pasti dan benar siapa ayahnya, maka ia harus bertanya kepada si Ibu. Dan jawaban si Ibu harus diterima sebagai kebenaran. Begitu pula, untuk mengetahui hal-hal spiritual yang berada diluar jangkauan persepsi indera-indera jasmani kasar dan terbatas. Kita harus mendengar dari Veda melalui guru kerohanian (Acarya). Begitulah, semua penjelasan Veda tentang jiwa (roh), Tuhan (God) dan dunia rohani yang semuanya berhakekat spiritual, harus diterima sebagai kebenaran. Sebab, tidak ada cara lain untuk mengetahuinya.
12 Tanya (T) : Anda berkata (pada dialog no. 6) dengan mengutip sloka Veda (Bg. 4.34) bahwa guru kerohanian (Acarya) harus dihormati dan dilayani dengan sikap rendah hati dan tunduk hati oleh sang murid (sisya). Orang-orang kultus individu, pemujaan guru sebagai manusia amat super dan mewajibkan si murid jadi budaknya. Si guru akan bertindak sewenang- wenang kepada muridnya. Ini, kata mereka, adalah persyaratan yang menyesatkan. Betulkah begitu?
Jawab (J) : Tidak betul! Pertama, guru kerohanian sejati secara amat ketat hidup berdasarkan prinsip-prinsip dharma yang tercantum dalam Veda yaitu: a. kejujuran/kebenaran (satvam), b. kesucian diri (saucam), c. cinta kasih (daya) kepada semua makhluk, dan d. hidup sederhana (tapasa) – Bhag.
1.17.24. Kedua, guru kerohanian sejati sepenuhnya terkendali diri dan senantiasa merasakan kebahagian spiritual dari melakukan pelayanan bhakti kepada Tuhan Krishna. Karena itu, beliau tidak tertarik pada kesenangan material semu dan sementara (maya-sukha) dunia fana (perhatikan Bg. 2.59 dan 5.22). Dengan kata lain, guru kerohanian selamanya berpuas hati dengan kegiatan spiritual pelayanan bhakti kepada Tuhan Krishna dan tidak berkeinginan melakukan kegiatan lain apapun. Ketiga, guru kerohanian sejati bersifat para duhkha-duhkhi, kasihan melihat semua makhluk menderita di alam fana, khususnya para jiva berjasmani manusia. Dan beliau selalu ingin berbagi kebahagian spiritual (braham- sukha) bersama mereka. Dan keempat, guru kerohanian sejati mengajarkan si murid (sisya) apa yang beliau lakukan sendiri. Karena itu, guru kerohanian disebut Acarya, dia yang mengajarkan melalui contoh perbuatan tauladan dirinya. Oleh karena guru kerohanian sejati berkehidupan demikian, maka pasti beliau tidak ingin dipuji sebagai manusia hebat. Dan beliau pasti tidak memperlakukan si murid secara sewenang-wenang sebagai budaknya. Melainkan, beliau memperlakukan si murid dengan penuh kasih dan menginginkan dia hidup bahagia seperti dirinya dalam kesibukan pelayanan bhakti kepada Tuhan Krishna sebagai balasan dari pelayanan si murid yang rendah dan tunduk hati kepada dirinya.
13 Tanya (T) : Sekarang saya ingin mengetahui tentang pustaka suci Veda. Kitab-kitab apa saja yang termasuk / tergolong pustaka suci Veda? Jawab (J) : Veda menyatakan sebagai berikut, “Rg yajna samatharvas ca baratam pancaratrakan mula-ramayanam caiva Veda ity eva sabditah puranani ca yaniha vaisnavani vido viduh, Rg, Yajur, sama dan atharva – Veda, Mahabharata, Pancaratra dan juga kitab-kitab purana dan vaisnava tergolong pustaka suci Veda” (Bhavisya purana sebagaimana dikutip oleh Madhvacarya dalam ulasannya atas sloka Vedanta-sutra 2.1.6). Disamping keempat Veda (Rg, Yajur, Sama dan Atharva Veda). Kitab-kitab Itihasa (Mahabharata dan Ramayana) dan Purana. Veda mencakup pula kitab- kitab Upanisad yang berisi uraian pilosofis tentang Tuhan. Ringkasan seluruh Upanisad adalah Vedanta Sutra. Selain itu semua, Veda juga mencakup Vedanga, Vedanga adalah kitab- kitab penuntun mempelajari Veda dan terdiri dari 6 (enam) cabang pengetahuan yaitu: a. Siksa ( ilmu mengucapkan mantra-mantra Veda).
B. Vyakarana (ilmu tata bahasa sansekerta). C. Nirukti (Kamus Veda), d. astronomi dan kosmologi Veda) dan f. kalpa (tata cara melaksanakan ritual atau yajna). Sedangkan upa-Veda adalah Veda pelengkap seperti : Ayur Veda (ilmu medis), Dhanur Veda (Ilmu senjata dan perang), Gandharva Veda (ilmu musik dan tari), dsb. Dan sebagai kitab Dharma- sastra (Manu-smrti, Garga-Samhita, Brahama-Samhita, Niti-Sastra, dsb).
14 Tanya (T) : Lalu kitab-kitab apa saja yang disebut / tergolong Veda Sruti dan Veda Smrti?
Jawab (J) : Ada 5 (tiga) sumber pengetahuan Veda yang disebut prasthanatraya yaitu:
a. struti-prasthana mencakup Catur Veda (Rg, Yajur, Sama, dan Atharva Veda) dan kitab-kitab Upanisad. B. Smrti-prasthana mencakup Itihasa (Ramayana dan Mahabharata). Kitab-kitab Purana, Vedanga serta Upa- Veda. dan, c. Nyaya-prastahan yaitu Vedanta-sutra. Dikatakan bahwa Veda Smrti adalah penjelasan Veda Sruti dan Nyaya. Maksudnya untuk bisa mengerti Veda Struti dan Nyaya, seseorang harus ingat uraian Veda Smrti. “Itihasa puranabhyam Veda samupabhrmhayet bibhyetalpa srutad vedo mamayam prahisyati, Veda (sruti) hendaklah dipelajari melalui kitab-kitab Itihasa dan Purana. Pustaka suci Veda takut jika dia dipelajari oleh orang bodoh karena ia merasa sakit seperti dipukul-pukul oleh orang bodoh itu” (Vayu Purana 1.20). Aturan mempelajari Veda Sruti berdasarkan Veda-Smrti tercantum pula dalam Mahabharata (1.267) dan bagian- bagian lain pustaka Veda.
15 Tanya (T) : Tetapi para sarjana dunia berwatak materialistik menyatakan bahwa hanya Catur Veda (Rg, Yajur, Sama dan Atharva Veda) tergolong pustaka suci Veda. Mengapa mereka menyatakan begitu?
Jawab (J) : Sebab mereka mempelajari Veda secara empiris induktif atau secara material yakni berdasarkan penelitian / pengamatan dilapangan berupa bukti-bukti fisik yang dapat dilihat mata dan dianalisis secara ilmiah sesuai versi mereka. Begitulah oleh karena menurut mereka cerita-cerita yang tercantum dalam kitab-kitab Itihasa (Ramayana dan Mahabharata) dan purana tidak bisa dibuktikan pernah terjadi secara empiris, maka mereka berkata bahwa Itihasa dan Purana adalah buku-buku mitos alias dongeng belaka. Dan kitab-kitab Upanisad yang berisi beraneka macam uraian filosofis tentang Tuhan, katanya lanjut, adalah kumpulan karya filosofis para rohaniawan purba. Karena itu, kata mereka menyimpulkan, kitab-kitab Itihasa dan purana bukan bagian dari pustaka Veda. Mereka tidak peduli pada pernyataan Veda, “Itihasa puranah pancamah Veda ucyate, kitab-kitab Itihasa dan purana tergolong Veda kelima (Bhagavata-purana 1.4.20) dan chandogya Upanisad 7.1.4). Itihasa puranam ca pancamo Veda ucyate, kitab-kitab Itihasa dan purana disebut Veda kelima (Mahabharata moksa dharma 3.40.11).
16 Tanya (T) : Namun fakta yang saya lihat mayoritas penganut ajaran Veda berpendapat seperti para sarjana duniawi itu yakni mereka menganggap Veda-smrti (Itihasa dan purana) adalah kumpulan ceritera kiasan (metaphorical story) yang dimaksudkan untuk membimbing manusia agar tidak jadi jahat. Sementara berkeyakinan bahwa ajaran Veda adalah kebenaran, lalu mengapa mereka menganggap uraian kitab-kitab Itihasa
Jawab (J) : Sebab mereka tidak sadar dirinya telah dijangkiti oleh paham materialistik para sarjana duniawi. Sehingga mereka bersikap ambivalent yaitu mereka meyakini kebenaran Veda, tetapi pada saat yang sama mereka mengerti kitab-kitab Itihasa dan Purana sebagai kumpulan cerita kiasan, cerita yang tidak sungguh terjadi. Itu yang pertama. Yang kedua, mereka juga tidak dirinya telah dijangkiti filsafat monistik advaita-vadi, atau advaita-vadi, oleh karena Itihasa dan purana adalah kumpulan cerita kiasan (allegorical story), maka ia harus ditafsirkan agar orang-orang mengerti maksudnya. Begitulah, menurut mereka medan perang Kuruksetra adalah lambang badan jasmani. Selalu terjadi pertentangan antara kehendak berbuat bajik dan kehendak berbuat jahat. Dan sebagainya.
17 Tanya (T) : Mereka menganggap kitab-kitab Itihasa dan purana dalah kumpulan cerita kiasan, ceritera fiktif yang tidak sungguh terjadi. Tetapi kitab-kitab Veda smrti ini penuh dengan uraian tentang lila (kegiatan rohani) Tuhan Krishna beserta para AvataraNya dalam yuga yang berlain-lainan diberbagai tempat (loka / planet) yang berbeda-beda di dalam alam semesta material. Karena itu, jika Itihasa dan purana adalah kumpulan cerita fiktif yang tidak sungguh terjadi, maka itu berarti lila Tuhan Krishna tidak sungguh terjadi, Beliau tidak betul turun ke dunia fana dan mewejangkan Bhagavad-gita dan Bhagavad-gita adalah ajaran khayal, produk angan-angan pikiran sang penulis Veda, Rishi Dvaipayana Vyasa. Bukankah begitu kesimpulannya. Jawab (J) : Ya, memang begitulah kesimpulannya. Mengangap itihasa (Ramayana dan Mahabharata) dan semua Purana adalah kumpulan cerita kiasan atau fiktif, itu berarti bahwa semua Veda Smrti ini adalah produk angan – angan pikiran sang Penulis Veda yaitu Rishi Vyasa. Karena itu, uraian Veda Smrti tentang Tuhan turun ke dunia fana dan melakukan beraneka macam kegiatan rohani (lila) dimasa lalu dalam yuga yang berlain-lainan di berbagai tempat (loka) di alam semesta material untuk menegakkan dharma dan menghancurkan adharma, harus dianggap omong kosong. Begitu pula, janji Tuhan Krishna, “Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyuttanam adharmasya tadmanam srjamyaham, kapanpun dan dimanapun terjadi kemerosotan praktek agama (dharma), o keturunan Bharata, dan praktek non agama (adharma) merajalela, pada saat itu Aku turun ke dunia fana (Bg. 4.7)” juga harus dianggap omong kosong.
Singkatnya, menganggap Veda Smrti (Itihasa dan Purana) sebagai kumpulan cerita kiasan atau fiktif sama saja dnegan menganggapknya sebagai ajaran palsu, bohong atau omong kosong.
18 Tanya (T) : Jikalau para penganut ajaran Veda sungguh percaya bahwa Veda adalah kebenaran, semestinya mereka berkata bahwa apapun yang diuraikan / dijelaskan oleh Veda Smrti (Itihasa dan purana) adalah benar, itu fakta yang sungguh terjadi, dan itu adalah sejarah (history), bukan ceritera yang dibuat-buat (story). Tetapi, sebagaimana anda telah menjelaskan pada dialog no. 16, mengapa mereka mau mengikuti pola pikir para sarana duniawi dan orang-orang mayavadi yang menyatakan bahwa Veda Smriti terjadi?
Jawab (J) : Kenyataan yang patut disayangkan ini semata-mata terjadi karena pengaruh buruk jaman kali atau Kaliyuga. Dikatakan, “sa kales tamasa smrta, ketika sifat alam tamas (kegelapan) amat tebal menutupi kesadaran penduduk dunia, maka masa itu disebut Kali yuga” (Bhag. 12.3-30). Ciri utama sifat alam tamas adalah adharmam dharmam iti yah, yang salah dikatakan benar dan yang benar dikatakan salah. Dan, sarvarthan viparitams ca, kegiatan manusia selalu mengarah ke jalur salah / sesat (Bg. 18.32). Begitulah, pendapat salah para sarjana duniawi dan pendapat keliru orang-orang mayavadi bahwa Veda smrti adlaah kumpulan dongeng atau mitors, dianggap kebenaran oleh mayoritas penganut ajaran Veda. Mereka (para penganut ajaran Veda) sendiri tidak sadar dirinya dibimbing ke jalur pemahaman sesat. Dan mereka juga tidak sadar bahwa dengan mengangap Veda smrti adalah dongeng, sraddha (kepercayaan / keyakinan) nya pada kebenaran ajaran Veda jadi hancur berkeping-keping. Tidak ada lagi sraddha di hatinya. Akibatnya mereka menjadi manusia munafik. Di mulut saja mereka berkata bahwa Veda adalah kebenaran. Tetapi di dalam hati mereka berkeyakinan bahwa semua cerita Veda smrti tidak benar pernah terjadi.
19 Tanya (T) : Bagaimanakah kelak nasib para penganut ajaran Veda yang praktis tidak memiliki sraddha dan berperilaku munafik ini? Jawab (J) : Nasib mereka setelah ajal sungguh malang. Mereka tidak mencapai
Tuhan di dunia rohani dan jatuh lagi ke dalam samudera samsara dunia fana. Dalam hubungan ini Tuhan Krishna berkata, “asraddadhapah purusa dharmasyasya parantapa aprapya mam, orang yang tidak mempercayai ajaran dharma(Veda) ini, tidak akan mencapai diriku (di dunia rohani), tetapi nivartante mrtyu samsara vartmani, ia akan kembali lagi ke jalur kelahiran dan kematian di dunia fana (Bg.9.3)
20 Tanya (T) : Dapatkah saya katakan bahwa para sarjana duniawi tidak mempercayai Veda dan mengangapnya mitos atau dongeng adalah karena dikhayalkan oleh Maya (tenaga material Tuhan Krishna) dengan sifat alam tamas (kegelapan)nya?
Jawab (J) : Ya, tepat sekali. Oleh karena dikhayalkan oleh maya dengan sifat alam tamasnya, maka para sarjana duniawi yang berwatak materialistik dan atheistic selalu berpendapat berlawanan dari apapun yang dikatakan oleh Veda. Begitulah, Veda menyatakan diri berasal dari sumber rohani yaitu Tuhan. Tetapi para sarjana duniawi itu berkata bahwa Veda tidak memiliki asal-usul jelas. Veda menyatakan bahwa ia adalah pengetahuan spiritual yang tidak bisa dipelajari dan dimengerti secara material atau empiris. Tetapi karena bersikeras mempelajari dan mengerti Veda secara empiris. Veda menyatakan bahwa ia hanya bisa dipahami dibawah bimbingan guru kerohanian (Acarya) dengan menuruti pola hidup spiritual (suci). Tetapi mereka berkata bahwa Veda bisa dipahami dari orang – orang akademik tanpa perlu menuruti pola hidup spiritual. Veda bertujuan menuntun manusia mencapai mukti, kelepasan dari derita kehidupan material dunia fana. Tetapi mereka berkata bahwa belajar menyatakan bahwa kitab-kitab Smrti (Itihasa dan purana) adalah sejarah (history) tentang lila (kegiatan rohani) Tuhan bersama para penyembah (bhakti)Nya dalam menciptakan, memelihara dan melebur alam material. Tetapi mereka berkata bahwa Veda smrti bukan sejarah tetapi kumpulan cerita tidak ilmiah yang penuh dengan kejadian-kejadian tidak masuk akal alias mitos atau dongeng. Oleh karena berpendapat berlawanan dari Veda, maka Veda menyebut mereka mayayapahrta-jnana, kaum intelektual yang pengetahuannya telah dicuri oleh maya (perhatikan Bg. 7.15).
21 Tanya (T) : Mereka (yaitu para sarjana duniawi berwatak materialistik dan atheistic) selalu berargumen bahwa dirinya berpegang teguh pada cara-cara ilmiah dalam mencari dan mengungkapkan kebenaran. Dan, katanya lanjut, mereka bekerja secara ilmiah untuk kebenaran itu sendiri. Oleh karena uraian Veda tentang berbagai hal tidak ilmiah, maka menurut mereka kitab-kita smrti (Itihasa dan purana) bukanlah pengetahuan tetapi kumpulan mitos atau dongeng. Komentar anda?
Jawab (J) : Sesungguhnya apa yang mereka sebut ilmiah adalah berpikir seperti kodok. Sang kodok mengerti segala sesuatu berdasarkan kondisi dirinya sendiri dan sumur sempit tempat tinggalnya. Ketika sahabatnya berceritra kepadanya bahwa ada samudera pasifik amat luas beserta makhluk-makhluk akuatiknya yang berukuran super besar, si kodok tidak percaya dan berkata, “apa yang kamu ceritakan hanyalah dongeng belaka”. Begitu pula, para sarjana duniawi mengerti dan mengukur kondisi kehidupan di planet-planet (loka) lain di alam semesta material ini berdasarkan kondisi dirinya sendiri dan suasana bumi tempat tinggalnya. Sehingga ketika membaca uraian Veda tentang makhluk- makhluk humanoid lain (Aditya, Daitya, Danava, Kalakeya, Gandharva, Siddha, dsb) yang secara material jauh lebih super daripada manusia bhumi dan tinggal di berbagai planet (loka) di alam semesta material yang kondisinya jauh lebih indah, lebih mewah dan lebih menyenangkan dan dimensi kehidupannya lebih tinggi dari pada kehidupan di bumi, para sarjana duniawi itu tidak percaya dan berkata,” Apa yang diceritakan oleh Veda Smrti (Purana dan Itihasa) hanyalah dongeng belaka”.
22 Tanya (T) : Anda berkata bahwa orang tidak mempercayai kebenaran Veda Smrti karena ia berpola pikir seperti kodok. Lalu, supaya bisa memahami kebenaran uraian Veda-Smrti, seseorang harus berpola pikir seperti apa?
Jawab (J) : Seseorang harus berpola pikir sebagai manusia waras. Dan manusia waras adalah dia yang mengakui kebenaran pernyataan Veda bahwa setiap manusia dinodai oleh empat cacat permanen yaitu: a. Indera- indera jasmaninya tidak sempurna. c. cenderung berbuat salah. C. cenderung berkhayal, dan d. cenderung menipu (perhatikan CC Adi-lila 7.107). karena fakta-fakta ini, maka orang waras sadar bahwa dirinya tidak mungkin bisa mengetahui segala hal dengan ikthiarnya sendiri. Karena itu, dia percaya bahwa pengetahuan Veda yang diwejangkan oleh Tuhan Krishna kepada Dewa Brahma di masa silam (lihat dialog No. 3) adalah sumber segala pengetahuan. Dengan menerima pengetahuan seseorang jadi berpengetahuan. Hal ini telah kita bicara sebelumnya (pada dialog no. 10)
23 Tanya (T) : Tetapi manusia telah mampu menciptakan berbagai peralatan berteknologi canggih, sehingga ia mampu melihat lebih jelas, lebih jauh, lebih mendalam dan lebih rinci. Maka manusia mampu melihat dengan sebenarnya. Atau, dengan peralatan berteknologi canggih seperti itu, manusia mampu melihat kebenaran. Bagaimanakah pendapat anda?
Jawab (J) : Canggih menurut versi orang-orang berwatak materialistik. Secanggih apapun peralatan yang mereka ciptakan, ia tetap alat material yang tidak memungkinkan sang manusia mampu melihat dan mengetahui hakekat sejati suatu obyek yang terletak amat jauh dari tempatnya berdiri. Dan malahan, karena teramat jauh, obyek tersebut tidak terlihat. Karena itu, Veda menyatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan langsung (pratyaksa) dengan bantuan peralatan material seperti itu adalah tidak sempurna. Sebab ia tidak memungkinkan manusia melihat dengan sebenarnya. Misalnya, dari jarak 1.000 km seseorang melihat gunung itu seperti gambar halus berdiri tegak di ujung (kaki ) langit. Dan dari jarak 10.000 km seseorang tidak bisa melihat bahwa nun jauh disana dihadapannya ada gunung berdiri tegak.
24 Tanya (T) : Bukankah dengan menganalisis tanda-tanda alamiah manusia bisa mengetahui keberadaan, wujud dan hakekat suatu obyek yang tidak bisa dilihat dengan pengamatan langsung?
Jawab (J) : Veda menyebut cara memperoleh pengetahuan seperti ini anumana. Dan dikatakan oleh Veda bahwa cara inipun tidak sempurna. Sebab tanda- tanda ilmiah seperti itu sering kali disalah mengerti. Misalnya, asap kebakaran hutan yang menutupi suatu wilayah dianggap awan hujan. Sebab, dari kejatuhan asap dan awan itu terlihat serupa atau sama karena itu, kesimpulan “Di wilayah itu hujan pasti turun, adalah keliru.
25 Tanya (T) : Jadi menurut Veda pengamatan langsung (pratyaksa) dan analisis tanda- tanda alamiah (anumana) adalah cara-cara tidak sempurna untuk memperoleh pengetahuan. Karena itu, sebagaimana anda telah jelaskan (pada dialog no. 10), cara sempurna memperoleh pengetahuan adalah melalui proses sabda-pramana, mendengar uraian / penjelasan Veda dari guru – kerohanian (Acarya). Tetapi pada jaman kali yang disebut modern sekarang, semua lembaga pendidikan formal berbasis Veda tidak menerapkan proses sabda pramana ini. Para pengajar (guru/dosen) nya mengerti Veda dengan mengutip pendapat para sarjana duniawi yang menganggap Veda Smrti adalah kumpulan mitos atau dongeng. Apa yang anda dan saya harus lakukan agar mereka menyadari kekeliruannya dalam mempelajari dan mengajarkan kitab suci Veda?
Jawab (J) : Kita tidak bisa berbuat banyak untuk menyadarkan mereka sebab, sebagaimana saya telah jelaskan (pada dialog no. 18 ), karena pengaruh buruk Kali Yuga, para guru dan dosen itu menganggap caranya yang keliru dalam mempelajari dan mengajarkan Veda adalah cara yang benar. Yang kita bisa lakukan adalah, pertama, kita sendiri secara pribadi harus menuruti proses sabda-pramana secara deduktif (parampara) dalam garis menyebarkan terjemahan kitab-kitab Veda (asli) ke masyarakat. Cuma itu!
26 Tanya (T) : Anda telah menjelaskan (pada dialog no. 13 dan 14 ) tentang bagian- bagian pustaka suci Veda. Sekarang dapatkah anda menjelaskan secara ringkas tentang isi Veda? Jawab (J) : Secara umum sekali, isi Veda terbagi menjadi 2 (dua ) bagian yaitu : a. Jalan kehidupan material, dan b. jalan kehidupan spiritual. Dikatakan, “pravrttim ca nivrttim ca dvi vidham karma vaidikam, ada dua jalan kehidupan yaitu pravrtti dan nivrtti yang manusia bisa tempuh di dunia fana” (Bhag. 7.15.47). pravrtti marga adalah jalan kehidupan material, memuaskan indera jasmani secara terkendali sesuai aturan Veda agar hidup bahagia di dunia fana. Sedangkan nivrtti marga adalah jalan kehidupan spiritual mengendalikan indera jasmani sesuai aturan Veda untuk kembali pulang ke rumah asal, asli, sejati, alam rohani kebahagiaan abadi, Vaikuntha loka.
27 Tanya (T) : Mengapa isi Veda hanya dibagi menjadi dua bagian utama seperti itu? Jawab (J) : Sebab dari segi watak, tabiat, sifat dan perilaku, segala makhluk hidup yang tergolong humanoid (Aditya, Daitya, Danava, Kalakeya, Yaksa,
Raksasa, Manusia, Gandharva, Siddha, dsb) di bagi kedalam dua golongan yaitu : a. Sura (dewa) berwatak bajik (daivi sampad) dan cenderung pada hal-hal spiritual. Dan, b. Asura (raksasa) berwatak tidak bajik alias jahat (asuri sampad) dan cenderung pada hal-hal material. Ajaran nivritti marga diperuntukan bagi mereka yang tergolong sura (deva). Sedangkan ajaran nivrtti marga diperuntukkan bagi mereka yang tergolong asura (demon). Nivrtti marga yang dilaksanakan secara sempurna menuntun sang makhluk hidup (jiva) kembali pulang ke dunia rohani Vaikuntha-loka (mukti). Sedangkan pravrtti-marga yang dilaksanakan secara sempurna membuat sang makhluk hidup (jiva) senang di dunia fana dan berangsur- angsur menuntunnya menuruti jalan kehidupan nivritti marga.
28 Tanya (T) : Apa prinsip-prinsip dari kedua jalan kehidupan (marga) ini? Jawab (J) : Prinsip nivritti marga adalah pelayanan bhakti (cinta – kasih) kepada
Tuhan Krishna. Bagian isi Veda yang terkait dengan prinsip bhakti ini masuk dalam kelompok kitab-kitab Aranyaka. Sedangkan prinsip pravrtti marga adalah tri varga atau tri purusartha yaitu: dharma, artha dan kama
(perhatikan Bg. 18.34). Maksudnya, harta kekayaan (artha) hendaklah dicari sesuai petunjuk kitab suci (dharma) untuk memuaskan indera jasmani (kama) agar hidup senang di dunia fana. Bagian isi Veda yang terkait dengan prinsip tri-varga ini masuk dalam kelompok kitab-kitab Brahmana.
29 Tanya (T) : Tetapi Veda mengajarkan pula bermacam-macam yoga untuk mencapai Tuhan. Apa hubungan yoga dengan kedua jalan kehidupan (marga) yang anda telah jelaskan?
Jawab (J) : Secara umum Veda mengajarkan 4 (empat) macam yoga yaitu : karma, jnana, dhyana dan bhakti-yoga. Karma, jnana dan dhyana-yoga diperuntukkan bagi mereka yang menekuni pravrtti marga. Sedangkan bhakti yoga diperuntukan bagi mereka yang menekuni nivritti marga.
30 Tanya (T) : Mengapa dan apa sebabnya bhakti yoga diperuntukkan bagi orang yang diperuntukan bagi mereka yang menekuni pravritti marga? Jawab (J) : Sebab orang-orang yang tergolong sura (deva) dan menekuni nivrtti marga berkesadaran spiritual, sehingga hanya mereka yang mampu menuruti kegiatan spiritual bhakti yoga. Sedangkan mereka yang tergolong asura (demon) dan menekuni pravrtti marga, pada umumnya berkesadaran material sehingga mereka hanya mampu menuruti kegiatan karma, jnana dan dhyana yoga. Kesadaran material orang-orang yang tergolong asura ada t4 (empat) tingkat yaitu (dari tingkat terendah ke tingkat tertinggi): a. sensual, b. Mental, c. Intelektual, dan d. Egoistik (Perhatikan Bg. 3.42). mereka yang berkesadaran sensual dan mental amat melekat pada kesenangan material dunia fana. Oleh Veda, mereka diberikan ke karma yoga. Mereka yang berkesadaran intelektual tidak puas lagi pada kenikmatan material yang telah dicapainya. Mereka ingin lepas dari segala reaksi (phala) kerja/ kegiatan (karma) yang mengikat di dunia fana. Kepada mereka, Veda memberikan jnana yoga. Sedangkan mereka yang berkesadaran egoistic ingin mengatasi derita dunia fana dengan meningkatkan kemampuan indera-indera jasmaninya melalui pemilikan berbagai macam siddhi (kekuatan mistik alamiah). Kepada mereka, Veda memberikan dhyana yoga.
31 Tanya (T) : Apakah nama bagian-bagian isi Veda yang mengajarkan masing-masing yoga tersebut? Bagaimana prakteknya dan apa obyek pemujaannya? Jawab (J) :
Bagian isi Veda yang mengajarkan karma yoga disebut karma kanda dan tercantum dalam kitab-kitab Catur Veda ( Rg, Yajur, Sama, dan Atharva Veda). Prakteknya berupa pelaksanaan berbagai ritual (yajna) untuk memuji dewa-dewa tertentu dengan tujuan memperoleh berkah material (keselamatan), kemakmuran, kekayaan, kekuasaan, ketenaran, dsb).
Bagian isi Veda yang mengajarkan jnana-yoga disebut jnana kanda dan tercantum dalam kitab-kitab Upanisad. Prakteknya berupa diskusi pilosofi tentang Tuhan dan menginsafi Beliau dalam aspek impersonalNya sebagai Brahman. Bagian isi Veda yang mengajarkan Dhyana yoga disebut jnana Kandapula dan tercantum dalam kitab-kitab Upanisad. Prakteknya berupa pemusatan pikiran (meditasi)kepada Tuhan dalam aspeknya sebagai Paramatma yang bersemayam di dalam hati. Sedangkan bagian isi Veda yang mengajarkan bhakti yoga disebut Upasana-kanda dan tercantum dalam kitab-kitab Vedanta, Itihasa, Purana dan berbagai kitab Dharma Sastra. Prakteknya berupa pemujaan Arca Vigraha Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavan).
32 Tanya (T) : Anda menyebutkan (pada dialog no. 30) tentang orang-orang yang tergolong sura berkesadaran spiritual dan mereka yang tergolong asura berkesadaran material. Dapatkah dijelaskan secara singkat tentang kesadaran spiritual dan kesadaran material ini?
Jawab (J) : Seseorang dikatakan berkesadaran spiritual dan berada pada tingkat spiritual jika dia telah bebas dari jerat maya (tenaga material Tuhan Krishna) nan halus yaitu tri-guna, tiga sifat alam material sattvam (kebaikan), rajas (nafsu), dan tamas (kebodohan) dengan selalu Tuhan Krishna (lihat Bg. 14.26). Dan dalam kehidupan sehari-hari, dia berpegang teguh pad aprinsip-prinsip dharma (Bhag. 1.17.24) yaitu a. saucam (kesucian diri), b. satyam (kejujuran). c. daya ) cinta kasih kepada semua makhluk), dan d. tapasa (hidup sederhana). Orang yang sudah berada pada tingkat spiritual dikatakan berada pada tingkat visuddha sattvam dan disebut brahma-bhuta (perhatikan Bg. 18.54) Sedangkan seseorang dikatakan berkesadarna material jika dia masih diikat oleh jerat maya nan halus yaitu tri guna. Sebab, dia masih sibuk dalam beraneka ragam macam-macam pamrih memuaskan indera jasmaninya dalam ikhtiarnya agar hidup bahagia di dunia fana. Dan dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya dia terlibat dalam kegiatan adharma (Bhag. 1.17.38) yaitu a. berjudi dengan beragam cara (dyutam. B. berzinah (striyah). c. melakukan tindak kekerasan (sunah), dan d. mabuk- mabukan (panam). Dia dikatakan berada pada tingkat material dan disebut jiva-bhuta (lihat Bg. 7.5)
33 Tanya (T) : Kembali pada soal yoga. Anda telah menjelaskan ( pada dialog no. 31 ) tentang ke-empat yoga ( karma, jnana, dhyana, dan bhakti) beserta ajarannya yang tercantum dalam Veda . Dapatkan dijelaskan nama praktisi (pelaku) nya, tujuan yang dicapai dan nasib praktisinya setelah tujuan dicapai?
Jawab (J) : Praktisi karma yoga disebut karmi .setelah ajal sang karmi mencapai alam sorgawi. Tetapi setelah hasil (pahala) kegiatan bajik (subha karma) nya habis dinikmati di svarga loka, dia (sebagai jiva rohani abadi ) kembali lahir ke bumi (perhatikan Bg. 9.21 ). Praktisi jnana yoga disebut jnani. Setelah ajal, sang jnani bersatu dengan aspek impersonal Tuhan yaitu Brahman. Tetapi setelah tinggal dalam Brahman (yang tidak lain cahaya pribadi Tuhan) beberapa lama, sang jnani (sebagai jiva rohani abadi ) jatuh lagi ke dunia fana karena keinsafannya tidak lengkap tentang tuhan (perhatikan Bhag. 10.2.32). Praktisi dhyana yoga disebut yogi .dengan bermeditasi pada aspek setempat Tuhan sebagai paramatma, sang yogi memiliki berbagai siddhi (kemampuan indera – indera jasmaninya secara ajaib sehingga mampu menikmati secara lebih super di dunia fana. Tetapi setelah ajal, sang yogi tidak bisa mencapai dunia rohani. Praktisi bhakti yoga disebut bhakti. Setelah ajal sang bhakti kembali pulang kedunia rohani dan terus tinggal disana selamanya dalam hubungan cinta kasih (bhakti ) timbal balik dengan tuhan Krishna dia hanya ingat beliau sehingga berkualifikasi mencapai dunia rohani( perhatikan Bg. 8.5, dan lihat pula Bg. 7.1,8.7-8, 8.10.8.13-14,9.22, 12.8 dan 14,dan 18.65 )
34 Tanya (T) : Tetapi pemahaman umum di masyarakat penganut ajaran Veda tentang ke-empat yoga ini tidak seperti yang anda jelaskan. Mayoritas penganut ajaran Veda berkata bahwa setiap sistem yoga menuntun sang praktisi mencapai tuhan. Bagaimana tanggapan anda ?
Jawab (J) : Pemahaman umum seperti itu adalah kekeliruan. Yoga adalah suatu sistem jalan kerohanian bertahap / bertingkat. Sehingga sistem yoga ini disebut tangga – yoga, yang memiliki 4 (empat ) pijakan yaitu (dari bawah keatas) : karma, jnana, dhyana dan bhakti. Dikatakan “Aruruksor muner rohani (yoga) ini, karma dikatakan sebagai caranya. Yogaruddhasya tasyaiva samah karanam ucyate, bagi orang yang telah mencapai puncak yoga, menghentikan kegiatan materialistik pamerih ( yaitu dengan pelayanan bhakti kepada tuhan ) dikatakan sebagai caranya” ( Bg. 6.3 ) Bhakti adalah pijakan terakhir/ tertinggi tangga – yoga. Sebab, hanya dengan bhakti seseorang bisa mengerti dan mencapai tuhan Sri Krishna. Hal ini dikatakan berulang kali oleh Beliau, “bhaktya tu ananyaya sakya aham eva vidho’rjuna, wahai Arjuna. Aku hanya bisa dimengerti / dicapai dengan cinta-kasih (bhakti) nan tulus (Bg. 11.54). bhaktya mam abhijanati yavan yas casmitativatah tato mam tattvato jnatva visate tad-anantaram, seseorang bisa mengerti Aku sebagai Tuhan YME dengan cinta kasih (bhakti) kepadaKu. Dan bila dia telah menginsafi hakekat diriKu demikian dengan bhakti,…….perhatikan pula Bg. 4.3, 8.22, 9.34, 13-19, 18.65 dan 18.67-68. Lihat pula Bg. 7.17, 8.10, 9.29 dan 12.14-20. Dan Tuhan Krishna menyatakan bahwa dirinya tidak bisa dimengerti dan dicapai dengan proses karma, jnana dan dhyana. Beliau berkata, “Naham vedair na tapasa na danena na cejyaya, wujudKu yang spiritual ini tidak bisa dimengerti dengan belajar Veda (jnana), dengan melakukan pertapaan keras (dhyana), dengan banyak bersedekah dan sembahyang (karma)” – Bg. 11.53)
35 Tanya (T) : Jadi yoga adalah jalan kerohanian bertahap / bertingkat. Mengapa yoga ini dibuat/diciptakan bertahap/bertingkat seperti itu? Jawab (J) : Sebab kesadaran sang manusia berbeda-beda yakni bertingkat sesuai dengan kadar unsur-unsur tri-guna (tiga sifat alam material) yang dominan menyelimuti dirinya. Begitulah, ada orang yang berkesadaran rendah alias amat tidak insyaf diri karena dirinya begitu tebal diliputi sifat alam tamas (ketidak-tahuan/kegelapan). Baginya disediakan jalan kerohanian karma atau karma yoga. Ada orang yang berkesadaran lebih tinggi alias mulai insaf diri karena dirinya diliputi sifat alam rajas (kenafsuan) dan sedikit sattvam (kebaikan. Baginya disediakan jalan kerohanian jnana atau jnana yoga. Ada orang yang berkesadaran lebih tinggi alias cukup insaf diri karena dirinya diliputi sedikit sifat rajas (kenafsuan) dan banyak sifat sattvam (kebaikan). Baginya disediakan jalan kerohanian dhyana atau dhyana – yoga. Dan ada orang yang dirinya dominan diliputi sifat sattvam (kebaikan) sehingga sangat insaf diri. Baginya disediakan jalan kerohanian bhakti atau bhakti yoga. Itulah sebabnya yoga dikatakan sebagai satu tangga spiritual yang memiliki empat pijakan untuk mencapai Tuhan (perhatikan Bg. 6.3-4).
36 Tanya (T) : Anda mengutip sloka-sloka Bhagavad-gita untuk membenarkan penjelasan dan jawaban yang anda berikan. Bukankah dalam Bhagavad-gita (4.11) dikatakan jalan kerohanian atau yoga apapun yang seseorang tekuni, itu akan menuntunnya mencapai Tuhan?
Jawab (J) : Sloka Bg. 4.11 ini paling sering dikutip oleh penganut ajaran Veda untuk membenarkan praktek spiritual (yoga) berbeda-beda yang ditekuninya.
Sloka ini diterjemahkan sebagai berikut. “Dengan jalan apapun orang memujaKu, pada jalan yang sama Aku memenuhi keinginannya, oh jalanku”. Mereka tidak peduli pada kata “prapadyante, berserah diri” dalam sloka ini. Makna sebenarnya sloka ini adalah sbb. “ye yatha mam prapadyante tams tathaiva bhajami aham, sesuai dengan tingkat penyerahan diri setiap orang kepadaku, Aku berikan balasan sepadan”. Jadi sloka ini sesungguhnya hanya terkait dengan jalan kerohanian bhakti. Sebab, hanya orang yang mencintai Tuhan (yaitu bhaktaNya) bisa dan mau berserah diri kepada Nya. Selanjutnya, “Mamavartmanuvartante manusyah partha sarvasah, semua orang menuruti jalanku dalam segala hal, wahai putra Prtha” maksudnya, jalan kerohanian (yoga) apapun yang telah diberikan oleh Tuhan pasti diikuti oleh semua orang menurut tingkat kesadarannya sesuai dengan kadar unsur-unsur yang dominan menyelimuti dirinya.
37 Tanya (T) : Apa yang anda maksud, “Orang mengikuti jalan kerohanian tertentu menurut tingkat kesadarannya sesuai dengan kadar unsur-unsur tri-guna yang dominan menyelimuti dirinya”?
Jawab (J) : Maksudnya begini. Orang yangamat melekat pada kesenangan duniawi karena dirinya didominasi sifat alam tamas (kegelapan), pasti mengikuti jalan karma dengan memuji para dewa untuk mendapatkan berkah material. Dia disebut karmi, orang yang tidak puas pada kenikamatan duniawi karena dirinya didominasi sifat rajas (kenafsuan) dan sedikit sifat sattwam (kebaikan), pasti mengikuti jalan jnana agar bebas dari reaksi (phala) kegiatan (karma) yang mengikat dan menyengsarakan di dunia fana dengan menginsafi aspek impersonal Tuhan sebagai Brahman. Dia disebut jnani. Orang yang diliputi sedikit sifat rajas (kenafsuan) dana banyak sifat sattvam (kebaikan,), ingin mendekatkan diri kepada Tuhan yang bersemayam di hatinya sebagai paramatma agar bisa mengatasi derita dunia fana dengan memiliki berbagai kekuatan mistik alamiah (sidhi). Maka dia pasti mengikuti jalan dhyana (meditasi ) dan disebut yogi. Sedangkan orang yang dominan diliputi sifat sattvam (kebaikan) bosan dengan kerja keras mengejar kesenangan duniawi, perdebatan filosofis tentang Tuhan impersonal (Brahman) dan bosan dengan pemilikan berbagai macam siddhi yang tidak sungguh-sungguh membahagiakan, pasti ingin berhubungan langsung dengan Tuhan dalam pelayanan cinta kasih KepadaNya. Maka dia pasti mengikuti jalan bhakti dan disebut bhakta. Itula yang saya maksud dengan “Orang mengikuti jalan kerohanian (yoga) tertentu menurut tingkat kesadarannya sesuai dengan akar unsur-unsur triguna yang dominan menyelimuti dirinya”. Dalam hubungan ini, lihat pula dialog no. 30, 31, 33 dan 35.
38 Tanya (T) : Mayoritas penganut ajaran Veda di masyarakat kita berkata bahwa yajna (ritual) yang mereka warisi dari leluhur dan dilaksanakan secara periodik dengan biaya besar dan sesajen rumit adalah untuk memuji Tuhan berdasarkan rasa Bhakti. Apakah ritual ini memang satu bentuk dan praktek jalan kerohanian bhakti?